From: ricky wijaya [EMAIL PROTECTED]
Sent: Thu Sep 27, 2007 10:52 am
Assalamualaikum,
Apakah kasus ana termasuk Menjual Barang Yg Bukan
Miliknya; sbgai berikut;
ana seorang SUPPLIER ke beberapa pasar Swalayan di
Jakarta dengan cara :
Pada awalnya ana menawarkan barang2 hanya berupa
PRICELIST, tp ana blm mempunyai barang2 tsb.
kemudian PEMBELI memberikan Surat Pembelian (PO) baru
kemudian ana membeli dipusat grosir menjual dgn
keuntungan. Apakah ini berdosa?
Alhamdulillah..
Seharusnya, surat penawaran barang atau Price List yang ditawarkan kepada
beberapa pasar swalayan adalah price list dari barang-barang yang ada di
gudang anda atau yang telah dikuasai secara penuh bahwa barang-barang
tersebut adalah milik anda dan berada di tempat anda.
Penguasaan barang yang benar terhadap suatu barang diwujudkan dengan
memindahkan barang dagangan dari tempat penjual ke tempat pembeli. Karena
Nabi Shallallahu alaihi wa sallam melarang barang dagangan dijual dari
tempat dibeli, sampai pedagang menerimanya dan membawanya ke tempat mereka.
Ringkasnya : Yang pertama harus anda dilakukan adalah membeli barang dari
grosir sebagai stock. kemudian barang tersebut dipindahkan ke tempat anda
(gudang), setelah itu baru membuat surat penawaran harga (Price List) yang
ditujukan kepada para calon pembeli (swalayan). Wallahu 'alam
Lengkapnya saya copy dari almanhaj. or.id
MENJUAL BARANG YANG BELUM DIMILIKI
Oleh
Al-Lajnah Ad-Daa-imah Lil Buhuuts Al-Ilmiyah Wal Ifta
http://www.almanhaj.or.id/content/2241/slash/0
Pertanyaan.
Al-Lajnah Ad-Daa-imah Lil Buhuuts Al-Ilmiyah Wal Ifta ditanya : Apakah
(termasuk yang) disyaratkan dalam penguasaan barang dagangan, memasukkannya
dalam gudang, atau cukup dengan sampainya dagangan tersebut di depan kantor
lembaga?
Jawaban
Penguasaan barang yang benar terhadap suatu barang diwujudkan dengan
memindahkan barang dagangan dari tempat penjual ke tempat pembeli. Karena
Nabi Shallallahu alaihi wa sallam melarang barang dagangan dijual dari
tempat dibeli, sampai pedagang menerimanya dan membawanya ke tempat mereka.
Telah diriwayatkan oleh Abu Dawud dan At-Tirmidzi. Dan (jika) pihak pembeli
memindahkan barang tersebut ke tempat yang tidak menjadi kekuasaan penjual,
itu sudah cukup berdasarkan perkataan Ibnu Umar Radhiyallahu anhuma.
Artinya : Kami membeli makanan dari Ar-Rukhbaan (para pedagang) secara
acak, lalu Nabi Shallallahu alaihi wa sallam melarang kami membelinya
sampai kami membawanya dari tempat tersebut [1]
Dan dalam riwayat lain.
Artinya : Kami di zaman Nabi Shallallahu alaihi wa sallam membeli makanan,
lalu beliau mengutus seseorang kepada kami, yang menyuruh kami memindahkan
makanan tersebut dari tempat kami membelinya, ke tempat lain sebelum kami
menjualnya kembali
Dan dalam riwayat lain juga Ibnu Umar Radhiyallahu anhuma berkata.
Artinya : Bahwa para sahabat membeli makanan dari para saudagar di zaman
Nabi Shallallahu alaihi wa sallam, lau beliau Shallallahu alaihi wa sallam
mengutus seseorang kepada mereka yang melarang mereka untuk menjualnya di
tempat mereka membelinya, sehingga mereka memindahkan makanan tersebut ke
tempat lain agar bisa mejualnya kembali.
Dan dalam riwayat lain lagi Ibnu Umar Rahiyalahu anhuma berkata.
Artinya : Aku melihat para sahabat di zaman Nabi Shallallahu alaihi wa
sallam, ketika mereka membeli makanan secara acak, mereka melarang
menjualnya di tempat tersebut sampai mereka memindahkannya.
Pertanyaan.
Al-Lajnah Ad-Daa-imah Lil Buhuuts Al-Ilmiyah Wal Ifta ditanya : Ada seorang
konsumen mendatangi saya dan meminta supaya saya membeli barang yang cukup
banyak, sedang saya tidak memiliki uang yang cukup untuk memenuhi
permintaannya tersebut. Kemudian saya memintanya supaya memberi setengah
harga barang tersebut sehingga saya akan menyediakan barang itu untuknya.
Apakah hal itu termasuk ke dalam jual beli dengan penipuan? Dan apakah boleh
mengajukan permintaan uang muka sebagai jaminan bahwa dia akan benar-benar
membeli barang sehingga saya tida rugi? Dan bagaimanakah uang muka yang
boleh itu?
Jawaban
Jika anda menjadi wakil darinya dalam pembelian barang yang dikehendaki oleh
konsumen, maka tidak ada larangan untuk mengambil harga barang atau
sebagiannya dari orang yang mewakilkan kepada anda untuk membeli barang
tersebut, lalu anda membeli barang untuknya sesuai kriteria yang disebutkan
kepada anda. Hal itu tidak disebut sebagai jual beli, karena anda tidak
memiliki barang pada saat dia mewakilkan anda, dan tidak disebut sebagai
salam. Sebab, salam adalah menjual sesuatu yang tidak dilihat dzatnya, hanya
ditentukan dengan sifat, ditentukan tenggang waktunya, dengan syarat adanya
penguasaan penuh terhadap harga total (barang) di tempat pelaksanaan akad.
Tetapi jika akad antara anda dengannya itu berdasarkan pada penjualan anda
kepadanya atas barang-barang tersebut, kemudian anda membeli untuknya, maka
yang demikian itu tidak diperbolehkan. Sebab, tidak diperbolehkan mejual
sesuatu