Re: [assunnah] >>Adanya kuburan di Masjid Nabawi bukanlah Hujjah<
Wa alaikum salam wa rohmatullaahi wa barokaatuh Ya akh Yudhi, kalau antum mau mendapatkan artikel lengkap mengenai ini, antum dapat membacanya langsung di kitab tersebut. Dalam kitab tersebut ada banyak syubhat yang dijadikan dalil oleh orang2 yang sholat di masjid yang ada kuburannya. Adapun Syubhat yang ana salinkan disini hanyalah Syubhat ke 6 pada halaman 29 yaitu mengenai adanya makam Rasulullaah shollallaahi 'alaihi wa sallam di masjid Nabawi yang ini dijadikan dalil oleh golongan mereka. Jadi kalau mau lengkap, antum dapat langsung membaca kitab tersebut, sehingga antum dapat sekalian melihat syubhat2 yang lain. Adapun syubhat mengenai makam Rasulullaah shollallaahi 'alaihi wa sallam di masjid Nabawi dalam kitab tersebut sudah ana salinkan semua tanpa ada pengurangan dan penambahan. Demikian penjelasan dari ana, afwan atas kekurangannya. Wassalaamu 'alaikum wa rohmatullaahi wa barokaatuh Akh Novy Rostiyan Novario (1966) Yudhi Wijaya <[EMAIL PROTECTED]> wrote: Assalaamu 'alaikum wa rohmatullaahi wa barokaatuh. Kepada akh Roostiyan N, bolehkah kita mendapatkan artikel lengkap yang akh nukilkan tersebut? Syukron Wassalaamu 'alaikum wa rohmatullaahi wa barokaatuh Rostiyan N <[EMAIL PROTECTED]> wrote: Assalaamu 'alaikum wa rohmatullaahi wa barokaatuh. Masih banyak kaum muslimin yang termakan syubhat dan berkeyakinan bolehnya sholat di masjid yang ada kuburannya dikarenakan mereka meng-kiyaskan dengan Kuburan Rasulullah shollallaahu 'alaihi wa sallam yang berada di Masjid Nabawi. Masalah adanya kuburan Rasulullah shollallaahu 'alaihi wa sallam di masjid Nabawi, sudah begitu sering ditanyakan dalam kajian2 salaf, dan sudah dijawab dengan penjelasan yang ilmiah serta panjang lebar oleh para asatidz yang memang mengerti duduk persoalannya. Dari beberapa kitab yang pernah membahas masalah ini, kebetulan ada sebuah kitab lagi yang secara tidak langsung menjawab masalah ini, judulnya "Debat Ilmiah Ahlu Sunnah versus kaum Sufi", ditulis oleh Syaikh Syalabi Al Awadhi, penerbit Pustaka Al Kautsar. Kitab itu diberi pengantar oleh Syaikh Muhammad Shafwat Nuruddin dan Syaikh Wahid Abdussalam Bali. Dan Insya Allah kitab ini bermanhaj salaf. Yang menarik dari kitab ini, adalah gaya penulisannya unik, dimana menggunakan dialog imajinatif antara sang Ahlus sunnah versus sang Sufi tersebut, sehingga pembaca seolah2 dibawa ketengah kancah perdebatan ilmiah diantara mereka. Berikut ini adalah salinan dari tema yang berkaitan dengan masalah adanya kuburan Rasulullah shollallaahu 'alaihi wa sallam di masjid Nabawi yang hal ini dijadikan syubhat oleh kaum sufi dan orang2 yang sejalan dengan mereka untuk dijadikan dalil/hujjah tentang bolehnya sholat di masjid yang ada kuburannya. Semoga artikel ini bermanfaat. Wassalaamu 'alaikum wa rohmatullaahi wa barokaatuh Akh Novy (1966) Syubhat Keenam (Halaman 29) KUBUR RASULULLAH BERADA DI MASJID AN-NABAWI Ahli tasawuf, "Akan tetapi, bagaimana dengan kubur nabi yang sekarang berada di dalam masjid, apakah kita tidak diperbolehkan shalat di Masjid An-Nabawi?" Ahli sunnah, ía tersenyum dan berkata, "Sungguh telah tersebar di antara banyak orang, dimana mereka mengambil syubhat ini sebagai dalil. Padahal ini jelas bukan dalil. Karena ia bukan Al-Qur'an, bukan As-Sunnah, bukan ijma' dan juga bukan kiyas. Seandainya di sana tidak ada jawaban lain kecuali ini, sebenarnya sudah cukup. Namun demikian, saya ingin menyampaikan pertanyaan kepada kamu, apakah mungkin bagi saya?" Ahli tasawuf, "Silahkan, tanyalah tentang apa yang ada padamu." Ahli sunnah, "Siapakah orang yang memasukkan kubur (Nabi) ke dalam masjid?" Ahli tasawuf, "Dia adalah Al-Walid bin Abdul Malik [1]. Abu Zaid Umar bin Subah An-Namiri dalam kitab "Akhbar Al-Madinah", "Madinah Rasulullah", dari guru-gurunya, dari orang-orang yang meriwayatkan darinya menyebutkan, "Sesungguhnya ketika Umar bin Abdul Aziz menjadi pegawai Walid bin Abdul Malik di Madinah, tahun 91H, ia merobohkan masjid dan membangunnya dengan batu yang diukir dan membuat atapnya dengan sutra, tinta emas. Merobohkan kamar-kamar istri Rasulullah dan memasukkannya ke dalam masjid, serta memasukkan kubur ke dalamnya." Ahli sunnah, "Apakah perbuatan Al-Walid bin Abdul Malik sebagai hujjah (landasan hukum)?" Ahli tasawuf, "Tentu bukan, perbuatannya jelas bukan dalil." Ahli sunnah, "Kamu sungguh telah berfatwa untuk dirimu wahai saudaraku yang mulia. Sesungguhnya perbuatan sahabat bukan hujjah ketika bertentangan dengan lainnya. Lalu bagaimana perbuatan Al-Walid bin Abdul Malik bisa sebagai dalil, padahal perbuatannya berlawanan dengan sunnah Nabi? Sungguh saya tidak menyangka kesalahan seperti ini dapat menjerumuskan mayoritas umat Islam dengan bentuk seperti ini? Ahli tasawuf, sambil tersenyum ia berkata, "Subhaanallah, bagaimana setan menghiasai syubhat ini menjadi sedemikian?" Ahli sunnah, "Benarkah dengan perkataan kamu ini kamu menerima bahwa keberadaan kubur Rasulullah di dalam masj
Re: [assunnah] >>Adanya kuburan di Masjid Nabawi bukanlah Hujjah<
Assalaamu 'alaikum wa rohmatullaahi wa barokaatuh. Kepada akh Roostiyan N, bolehkah kita mendapatkan artikel lengkap yang akh nukilkan tersebut? Syukron Wassalaamu 'alaikum wa rohmatullaahi wa barokaatuh Rostiyan N <[EMAIL PROTECTED]> wrote: Assalaamu 'alaikum wa rohmatullaahi wa barokaatuh. Masih banyak kaum muslimin yang termakan syubhat dan berkeyakinan bolehnya sholat di masjid yang ada kuburannya dikarenakan mereka meng-kiyaskan dengan Kuburan Rasulullah shollallaahu 'alaihi wa sallam yang berada di Masjid Nabawi. Masalah adanya kuburan Rasulullah shollallaahu 'alaihi wa sallam di masjid Nabawi, sudah begitu sering ditanyakan dalam kajian2 salaf, dan sudah dijawab dengan penjelasan yang ilmiah serta panjang lebar oleh para asatidz yang memang mengerti duduk persoalannya. Dari beberapa kitab yang pernah membahas masalah ini, kebetulan ada sebuah kitab lagi yang secara tidak langsung menjawab masalah ini, judulnya "Debat Ilmiah Ahlu Sunnah versus kaum Sufi", ditulis oleh Syaikh Syalabi Al Awadhi, penerbit Pustaka Al Kautsar. Kitab itu diberi pengantar oleh Syaikh Muhammad Shafwat Nuruddin dan Syaikh Wahid Abdussalam Bali. Dan Insya Allah kitab ini bermanhaj salaf. Yang menarik dari kitab ini, adalah gaya penulisannya unik, dimana menggunakan dialog imajinatif antara sang Ahlus sunnah versus sang Sufi tersebut, sehingga pembaca seolah2 dibawa ketengah kancah perdebatan ilmiah diantara mereka. Berikut ini adalah salinan dari tema yang berkaitan dengan masalah adanya kuburan Rasulullah shollallaahu 'alaihi wa sallam di masjid Nabawi yang hal ini dijadikan syubhat oleh kaum sufi dan orang2 yang sejalan dengan mereka untuk dijadikan dalil/hujjah tentang bolehnya sholat di masjid yang ada kuburannya. Semoga artikel ini bermanfaat. Wassalaamu 'alaikum wa rohmatullaahi wa barokaatuh Akh Novy (1966) Syubhat Keenam (Halaman 29) KUBUR RASULULLAH BERADA DI MASJID AN-NABAWI Ahli tasawuf, "Akan tetapi, bagaimana dengan kubur nabi yang sekarang berada di dalam masjid, apakah kita tidak diperbolehkan shalat di Masjid An-Nabawi?" Ahli sunnah, ía tersenyum dan berkata, "Sungguh telah tersebar di antara banyak orang, dimana mereka mengambil syubhat ini sebagai dalil. Padahal ini jelas bukan dalil. Karena ia bukan Al-Qur'an, bukan As-Sunnah, bukan ijma' dan juga bukan kiyas. Seandainya di sana tidak ada jawaban lain kecuali ini, sebenarnya sudah cukup. Namun demikian, saya ingin menyampaikan pertanyaan kepada kamu, apakah mungkin bagi saya?" Ahli tasawuf, "Silahkan, tanyalah tentang apa yang ada padamu." Ahli sunnah, "Siapakah orang yang memasukkan kubur (Nabi) ke dalam masjid?" Ahli tasawuf, "Dia adalah Al-Walid bin Abdul Malik [1]. Abu Zaid Umar bin Subah An-Namiri dalam kitab "Akhbar Al-Madinah", "Madinah Rasulullah", dari guru-gurunya, dari orang-orang yang meriwayatkan darinya menyebutkan, "Sesungguhnya ketika Umar bin Abdul Aziz menjadi pegawai Walid bin Abdul Malik di Madinah, tahun 91H, ia merobohkan masjid dan membangunnya dengan batu yang diukir dan membuat atapnya dengan sutra, tinta emas. Merobohkan kamar-kamar istri Rasulullah dan memasukkannya ke dalam masjid, serta memasukkan kubur ke dalamnya." Ahli sunnah, "Apakah perbuatan Al-Walid bin Abdul Malik sebagai hujjah (landasan hukum)?" Ahli tasawuf, "Tentu bukan, perbuatannya jelas bukan dalil." Ahli sunnah, "Kamu sungguh telah berfatwa untuk dirimu wahai saudaraku yang mulia. Sesungguhnya perbuatan sahabat bukan hujjah ketika bertentangan dengan lainnya. Lalu bagaimana perbuatan Al-Walid bin Abdul Malik bisa sebagai dalil, padahal perbuatannya berlawanan dengan sunnah Nabi? Sungguh saya tidak menyangka kesalahan seperti ini dapat menjerumuskan mayoritas umat Islam dengan bentuk seperti ini? Ahli tasawuf, sambil tersenyum ia berkata, "Subhaanallah, bagaimana setan menghiasai syubhat ini menjadi sedemikian?" Ahli sunnah, "Benarkah dengan perkataan kamu ini kamu menerima bahwa keberadaan kubur Rasulullah di dalam masjid bukan sebagai dalil atas diperbolehkannya menjadikan kubur sebagai masjid?" Ahli tasawuf, "Benar, sungguh saya menerima pendapat kamu tentang hal ini." Ahli sunnah, dengan berseri-seri ia berkata, "Kepasrahanmu ini menunjukkan keinsyafanmu. Sesungguhnya syubhat yang tampaknya kuat ini hakekatnya tidak mempengaruhi hati orang yang sadar, akan tetapi menjalar ke hati orang yang dikuasai oleh nafsu dan dicerai-beraikan oleh sikap fanatik. Ia berjalan di belakang ambisi yang selamanya tidak tentu arahnya, baik itu bertentangan dengan syariat atau tidak. Akan tetapi orang yang mengerahkan kesungguhannya untuk sampai kepada Allah, ia akan selalu bersikap adil terhadap segala sesuatu. Ia tidak menipu dirinya dengan kesesatan yang lemah dan lebih lebih terhadap kebatilan-kebatilan. Dari hal-hal ini mestinya ia bertanya pada dirinya bagaimana ia menjadikan perbuatan Al-Walid bin Abdul Malik sebagai tandingan bagi larangan Rasul. Masuk akalkah seorang muslim menjadikan perbu