Re: [assunnah] >>Adanya kuburan di Masjid Nabawi bukanlah Hujjah<

2006-12-07 Terurut Topik Rostiyan N
Wa alaikum salam wa rohmatullaahi wa barokaatuh
Ya akh Yudhi, kalau antum mau mendapatkan artikel lengkap mengenai ini, antum 
dapat membacanya langsung di kitab tersebut. Dalam kitab tersebut ada banyak 
syubhat yang dijadikan dalil oleh orang2 yang sholat di masjid yang ada 
kuburannya. Adapun Syubhat yang ana salinkan disini hanyalah Syubhat ke 6 pada 
halaman 29 yaitu mengenai adanya makam Rasulullaah shollallaahi 'alaihi wa 
sallam di masjid Nabawi yang ini dijadikan dalil oleh golongan mereka. Jadi 
kalau mau lengkap, antum dapat langsung membaca kitab tersebut, sehingga antum 
dapat sekalian melihat syubhat2 yang lain. Adapun syubhat mengenai makam 
Rasulullaah shollallaahi 'alaihi wa sallam di masjid Nabawi dalam kitab 
tersebut sudah ana salinkan semua tanpa ada pengurangan dan penambahan.
Demikian penjelasan dari ana, afwan atas kekurangannya.
Wassalaamu 'alaikum wa rohmatullaahi wa barokaatuh
Akh Novy Rostiyan Novario (1966)


Yudhi Wijaya <[EMAIL PROTECTED]> wrote:
Assalaamu 'alaikum wa rohmatullaahi wa barokaatuh.
Kepada akh Roostiyan N, bolehkah kita mendapatkan artikel lengkap yang akh 
nukilkan tersebut?
Syukron

Wassalaamu 'alaikum wa rohmatullaahi wa barokaatuh


Rostiyan N <[EMAIL PROTECTED]> wrote:
Assalaamu 'alaikum wa rohmatullaahi wa barokaatuh.
Masih banyak kaum muslimin yang termakan syubhat dan berkeyakinan bolehnya 
sholat di masjid yang ada kuburannya dikarenakan mereka meng-kiyaskan dengan 
Kuburan Rasulullah shollallaahu 'alaihi wa sallam yang berada di Masjid Nabawi.
Masalah adanya kuburan Rasulullah shollallaahu 'alaihi wa sallam di masjid 
Nabawi, sudah begitu sering ditanyakan dalam kajian2 salaf, dan sudah dijawab 
dengan penjelasan yang ilmiah serta panjang lebar oleh para asatidz yang memang 
mengerti duduk persoalannya.
Dari beberapa kitab yang pernah membahas masalah ini, kebetulan ada sebuah 
kitab lagi yang secara tidak langsung menjawab masalah ini, judulnya "Debat 
Ilmiah Ahlu Sunnah versus kaum Sufi", ditulis oleh Syaikh Syalabi Al Awadhi, 
penerbit Pustaka Al Kautsar. Kitab itu diberi pengantar oleh Syaikh Muhammad 
Shafwat Nuruddin dan Syaikh Wahid Abdussalam Bali. Dan Insya Allah kitab ini 
bermanhaj salaf.

Yang menarik dari kitab ini, adalah gaya penulisannya unik, dimana menggunakan 
dialog imajinatif antara sang Ahlus sunnah versus sang Sufi tersebut, sehingga 
pembaca seolah2 dibawa ketengah kancah perdebatan ilmiah diantara mereka.
Berikut ini adalah salinan dari tema yang berkaitan dengan masalah adanya 
kuburan Rasulullah shollallaahu 'alaihi wa sallam di masjid Nabawi yang hal ini 
dijadikan syubhat oleh kaum sufi dan orang2 yang sejalan dengan mereka untuk 
dijadikan dalil/hujjah tentang bolehnya sholat di masjid yang ada kuburannya.
Semoga artikel ini bermanfaat.
Wassalaamu 'alaikum wa rohmatullaahi wa barokaatuh
Akh Novy (1966)


Syubhat Keenam (Halaman 29)

KUBUR RASULULLAH BERADA DI MASJID AN-NABAWI
Ahli tasawuf, "Akan tetapi, bagaimana dengan kubur nabi yang sekarang berada di 
dalam masjid, apakah kita tidak
diperbolehkan shalat di Masjid An-Nabawi?"
Ahli sunnah, ía tersenyum dan berkata, "Sungguh telah tersebar di antara banyak 
orang, dimana mereka mengambil
syubhat ini sebagai dalil. Padahal ini jelas bukan dalil. Karena ia bukan 
Al-Qur'an, bukan As-Sunnah, bukan ijma' dan juga bukan kiyas. Seandainya di 
sana tidak ada jawaban lain kecuali ini, sebenarnya sudah cukup. Namun 
demikian, saya ingin menyampaikan pertanyaan kepada kamu, apakah mungkin bagi 
saya?"
Ahli tasawuf, "Silahkan, tanyalah tentang apa yang ada padamu."
Ahli sunnah, "Siapakah orang yang memasukkan kubur (Nabi) ke dalam masjid?"
Ahli tasawuf, "Dia adalah Al-Walid bin Abdul Malik [1]. Abu Zaid Umar bin Subah 
An-Namiri dalam kitab "Akhbar Al-Madinah", "Madinah Rasulullah", dari 
guru-gurunya, dari orang-orang yang meriwayatkan darinya menyebutkan, 
"Sesungguhnya ketika Umar bin Abdul Aziz menjadi pegawai Walid bin Abdul Malik 
di Madinah, tahun 91H, ia merobohkan masjid dan membangunnya dengan batu yang 
diukir dan membuat atapnya dengan sutra, tinta emas. Merobohkan kamar-kamar 
istri Rasulullah dan memasukkannya ke dalam masjid, serta memasukkan kubur ke 
dalamnya."
Ahli sunnah, "Apakah perbuatan Al-Walid bin Abdul Malik sebagai hujjah 
(landasan hukum)?"
Ahli tasawuf, "Tentu bukan, perbuatannya jelas bukan dalil."
Ahli sunnah, "Kamu sungguh telah berfatwa untuk dirimu wahai saudaraku yang 
mulia. Sesungguhnya perbuatan sahabat bukan hujjah ketika bertentangan dengan 
lainnya. Lalu bagaimana perbuatan Al-Walid bin Abdul Malik bisa sebagai dalil, 
padahal perbuatannya berlawanan dengan sunnah Nabi? Sungguh saya tidak 
menyangka kesalahan seperti ini dapat menjerumuskan mayoritas umat Islam dengan 
bentuk seperti ini?

Ahli tasawuf, sambil tersenyum ia berkata, "Subhaanallah, bagaimana setan 
menghiasai syubhat ini menjadi sedemikian?"
Ahli sunnah, "Benarkah dengan perkataan kamu ini kamu menerima bahwa keberadaan 
kubur Rasulullah di dalam masj

Re: [assunnah] >>Adanya kuburan di Masjid Nabawi bukanlah Hujjah<

2006-12-07 Terurut Topik Yudhi Wijaya
Assalaamu 'alaikum wa rohmatullaahi wa barokaatuh.
Kepada akh Roostiyan N, bolehkah kita mendapatkan artikel lengkap yang akh 
nukilkan tersebut?
Syukron

Wassalaamu 'alaikum wa rohmatullaahi wa barokaatuh


Rostiyan N <[EMAIL PROTECTED]> wrote:
Assalaamu 'alaikum wa rohmatullaahi wa barokaatuh.
Masih banyak kaum muslimin yang termakan syubhat dan berkeyakinan bolehnya 
sholat di masjid yang ada kuburannya dikarenakan mereka meng-kiyaskan dengan 
Kuburan Rasulullah shollallaahu 'alaihi wa sallam yang berada di Masjid Nabawi.
Masalah adanya kuburan Rasulullah shollallaahu 'alaihi wa sallam di masjid 
Nabawi, sudah begitu sering ditanyakan dalam kajian2 salaf, dan sudah dijawab 
dengan penjelasan yang ilmiah serta panjang lebar oleh para asatidz yang memang 
mengerti duduk persoalannya.
Dari beberapa kitab yang pernah membahas masalah ini, kebetulan ada sebuah 
kitab lagi yang secara tidak langsung menjawab masalah ini, judulnya "Debat 
Ilmiah Ahlu Sunnah versus kaum Sufi", ditulis oleh Syaikh Syalabi Al Awadhi, 
penerbit Pustaka Al Kautsar. Kitab itu diberi pengantar oleh Syaikh Muhammad 
Shafwat Nuruddin dan Syaikh Wahid Abdussalam Bali. Dan Insya Allah kitab ini 
bermanhaj salaf.

Yang menarik dari kitab ini, adalah gaya penulisannya unik, dimana menggunakan 
dialog imajinatif antara sang Ahlus sunnah versus sang Sufi tersebut, sehingga 
pembaca seolah2 dibawa ketengah kancah perdebatan ilmiah diantara mereka.
Berikut ini adalah salinan dari tema yang berkaitan dengan masalah adanya 
kuburan Rasulullah shollallaahu 'alaihi wa sallam di masjid Nabawi yang hal ini 
dijadikan syubhat oleh kaum sufi dan orang2 yang sejalan dengan mereka untuk 
dijadikan dalil/hujjah tentang bolehnya sholat di masjid yang ada kuburannya.
Semoga artikel ini bermanfaat.
Wassalaamu 'alaikum wa rohmatullaahi wa barokaatuh
Akh Novy (1966)


Syubhat Keenam (Halaman 29)

KUBUR RASULULLAH BERADA DI MASJID AN-NABAWI
Ahli tasawuf, "Akan tetapi, bagaimana dengan kubur nabi yang sekarang berada di 
dalam masjid, apakah kita tidak
diperbolehkan shalat di Masjid An-Nabawi?"
Ahli sunnah, ía tersenyum dan berkata, "Sungguh telah tersebar di antara banyak 
orang, dimana mereka mengambil
syubhat ini sebagai dalil. Padahal ini jelas bukan dalil. Karena ia bukan 
Al-Qur'an, bukan As-Sunnah, bukan ijma' dan juga bukan kiyas. Seandainya di 
sana tidak ada jawaban lain kecuali ini, sebenarnya sudah cukup. Namun 
demikian, saya ingin menyampaikan pertanyaan kepada kamu, apakah mungkin bagi 
saya?"
Ahli tasawuf, "Silahkan, tanyalah tentang apa yang ada padamu."
Ahli sunnah, "Siapakah orang yang memasukkan kubur (Nabi) ke dalam masjid?"
Ahli tasawuf, "Dia adalah Al-Walid bin Abdul Malik [1]. Abu Zaid Umar bin Subah 
An-Namiri dalam kitab "Akhbar Al-Madinah", "Madinah Rasulullah", dari 
guru-gurunya, dari orang-orang yang meriwayatkan darinya menyebutkan, 
"Sesungguhnya ketika Umar bin Abdul Aziz menjadi pegawai Walid bin Abdul Malik 
di Madinah, tahun 91H, ia merobohkan masjid dan membangunnya dengan batu yang 
diukir dan membuat atapnya dengan sutra, tinta emas. Merobohkan kamar-kamar 
istri Rasulullah dan memasukkannya ke dalam masjid, serta memasukkan kubur ke 
dalamnya."
Ahli sunnah, "Apakah perbuatan Al-Walid bin Abdul Malik sebagai hujjah 
(landasan hukum)?"
Ahli tasawuf, "Tentu bukan, perbuatannya jelas bukan dalil."
Ahli sunnah, "Kamu sungguh telah berfatwa untuk dirimu wahai saudaraku yang 
mulia. Sesungguhnya perbuatan sahabat bukan hujjah ketika bertentangan dengan 
lainnya. Lalu bagaimana perbuatan Al-Walid bin Abdul Malik bisa sebagai dalil, 
padahal perbuatannya berlawanan dengan sunnah Nabi? Sungguh saya tidak 
menyangka kesalahan seperti ini dapat menjerumuskan mayoritas umat Islam dengan 
bentuk seperti ini?

Ahli tasawuf, sambil tersenyum ia berkata, "Subhaanallah, bagaimana setan 
menghiasai syubhat ini menjadi sedemikian?"
Ahli sunnah, "Benarkah dengan perkataan kamu ini kamu menerima bahwa keberadaan 
kubur Rasulullah di dalam masjid bukan sebagai dalil atas diperbolehkannya 
menjadikan kubur sebagai masjid?"
Ahli tasawuf, "Benar, sungguh saya menerima pendapat kamu tentang hal ini."
Ahli sunnah, dengan berseri-seri ia berkata, "Kepasrahanmu ini menunjukkan 
keinsyafanmu. Sesungguhnya syubhat yang tampaknya kuat ini hakekatnya tidak 
mempengaruhi hati orang yang sadar, akan tetapi menjalar ke hati orang yang 
dikuasai oleh nafsu dan dicerai-beraikan oleh sikap fanatik.
Ia berjalan di belakang ambisi yang selamanya tidak tentu arahnya, baik itu 
bertentangan dengan syariat atau tidak. Akan tetapi orang yang mengerahkan 
kesungguhannya untuk sampai kepada Allah, ia akan selalu bersikap adil terhadap 
segala sesuatu. Ia tidak menipu dirinya dengan kesesatan yang lemah dan lebih 
lebih terhadap kebatilan-kebatilan.
Dari hal-hal ini mestinya ia bertanya pada dirinya bagaimana ia menjadikan 
perbuatan Al-Walid bin Abdul Malik sebagai tandingan bagi larangan Rasul. Masuk 
akalkah seorang muslim menjadikan perbu