waalaikum salaam
1. Pemberian nama untuk bayi yang baru lahir, apakah ketika bayi itu lahir,
atau setelah potong rambut ?
Pemberian nama ketika bayi dipotong rambutnya pada hari ketujuh (yaitu
dihitung hari lahirnya sebagai hari pertama dan dilakukan 6 hari setelahnya)
2. Aqiqah dan potong rambut, apakah waktunya sama ?
Waktunya sama pada hari ketujuh (potong rambut, pemberian nama dan
disembelihnya 1 atau 2 ekor kambing)
3. Bacaan atau do'a apa saja yang diperbolehkan menurut syari'at ketika
aqiqah dan potong rambut ?
Tidak ada doa khusus yang dilazimkan sesuai sunnah untuk aqiqoh cukup
membaca bismillah ketika akan mencukur dan ketika akan menyembelih.
Memberi nama tidak harus dengan ritual tertentu cukup ditentukan saja
namanya siapa pada hari itu.
AQIQAH
Oleh
Ummu Salamah As-Salafiyah
Dari Yusuf bin Mahak bahwa mereka pernah masuk menemui Hafshah binti
'Abdirrahman, lalu mereka bertanya kepadanya tentang aqiqah, maka dia
memberitahu mereka bahwa 'Aisyah pernah memberitahunya bahwa Rasulullah
Shallallahu 'alaihi wa sallam telah memerintahkan mereka untuk menyembelih dua
ekor kambing yang sama bagi anak laki-laki dan satu ekor kambing bagi seorang
anak perempuan. [HR. At-Tirmidzi, shahih]
Dari 'Abdullah bin 'Amr, dia berkata, Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam
pernah ditanya tentang aqiqah, maka beliau menjawab, 'Allah tidak menyukai
kedurhakaan.' -seolah-olah beliau tidak menyukai nama tersebut-. Maka dikatakan
kepada Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam, 'Sesungguhnya kami bertanya
kepadamu, salah seorang di antara kami dianugerahi seorang anak?' Beliau
bersabda:
ãóäú ÃóÍóÈøó Ãóäú íóäúÓõßó Úóäú æóáóÏöåö ÝóáúíóäúÓõßú Úóäúåõ Úóäö
ÇáúÛõáÇóãö ÔóÇÊóÇäö ãõßóÇÝóÃóÊóÇäö æóÚóäö ÇáúÌóÇÑöíóÉö ÔóÇÉñ.
'Barangsiapa yang hendak mengaqiqahi anaknya, maka hendaklah dia melakukannya.
Untuk anak laki-laki dua ekor kambing yang sama dan bagi seorang anak perempuan
satu ekor kambing.' [HR. An-Nasa'i, hasan]
Dan diriwayatkan oleh at-Tirmidzi (IV/101) melalui jalan al-Hasan dari Samurah,
dia berkata, Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
ÇóáúÛõáÇóãõ ãõÑúÊóåóäñ ÈöÚóÞöíÞóÊöåö íõÐúÈóÍõ Úóäúåõ íóæúãó ÇáÓøóÇÈöÚö
æóíõÓóãøóì æóíõÍúáóÞõ ÑóÃúÓõåõ.
Seorang anak itu tertahan dengan aqiqahnya, disembelihkan untuknya pada hari
ketujuh, diberi nama, dan dicukur rambutnya.
Hadits ini shahih. Dan al-Hasan telah mendengarnya dari Samurah. Imam
al-Bukhari mengatakan: -sebagaimana dalam kitab Fathul Baari (IX/590)- Telah
mengatakan kepadaku 'Abdullah bin Abul Aswad, beliau berkata: Quraisy bin Anas
memberitahu kami dari Habib bin asy-Syahid, dia berkata, Ibnu Sirin menyuruhku
untuk bertanya kepada al-Hasan dari siapakah dia mendengar hadits tentang
aqiqah. Lalu aku bertanya kepadanya, maka dia pun men-jawab, Dari Samurah bin
Jundub.
Dan makna ãõÑúÊóåóäñ ÈöÚóÞöíúÞóÊöåö adalah bahwa ia tertahan untuk memberi
syafa'at kepada kedua orang tuanya. Menurut bahasa, kata ar-rahn berarti
tertahan. Allah Ta'ala berfirman:
Tiap-tiap diri tertahan (bertanggung jawab) atas apa yang telah diperbuatnya.
[Al-Muddatstsir: 38]
Lahiriah hadits menunjukkan bahwa tertahan pada dirinya. Di mana ia terlarang
dan tertahan dari kebaikan yang dikehendaki. Dan hal tersebut tidak
mengharuskan dirinya akan diberikan hukuman di akhirat kelak, meskipun ia
tertahan (dari memberi syafa'at) akibat tindakan kedua orang tuanya yang tidak
mengaqiqahinya. Dan bisa juga seorang anak kehilangan kebaikan disebabkan oleh
tindakan berlebihan dari kedua orang tuanya, meskipun bukan dari hasil
perbuatannya. Sebagaimana pada saat bercampur, jika dilakukan dengan menyebut
nama Allah, niscaya anaknya tidak akan dicelakakan oleh syaitan. Dan jika
penyebutan nama Allah itu ditinggalkan, niscaya anak yang dilahirkannya tidak
akan mendapatkan penjagaan tersebut. Dinukil dari kitab, Zaadul Ma'aad
(II/325). Ibnul Qayyim mengatakan bahwa ini pendapat milik Imam Ahmad.
Di dalam kitab al-Majmuu' (VIII/406), Imam an-Nawawi mengatakan, Aqiqah adalah
sunnah. Yang dimaksudkan adalah penyembelihan kambing untuk anak yang
dilahirkan. Hal itu didasarkan pada apa yang diriwayatkan oleh Buraidah bahwa
Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam pernah mengaqiqahi Hasan dan Husain
radhiyallahu 'anhuma. Dan aqiqah sama sekali tidak wajib. Hal itu didasarkan
pada apa yang diriwayatkan 'Abdurrahman bin Abi Sa'id dari ayahnya bahwa Nabi
Shallallahu 'alaihi wa sallam pernah ditanya mengenai aqiqah, maka beliau
menjawab, 'Allah tidak menyukai kedurhakaan. Dan orang yang dikaruniai seorang
anak, lalu dia hendak (menyukai dalam) mengaqiqahi anaknya itu, maka hendaklah
dia melakukannya.'
Dengan demikian, beliau telah menggantungkan hal tersebut pada kesukaran
sehingga menunjukkan bahwa ia tidak wajib. Selain itu, karena hal itu merupakan
bentuk penumpahan darah tanpa tindak kriminal dan tidak juga nadzar sehingga
tidak wajib, sebagaimana halnya hukum kurban.
[Disalin dari buku Al-Intishaar li Huquuqil Mu'minaat, Edisi