[AstroDigi] Nadja Benaissa, Penyanyi Top Wanita Dari Jerman Yang Didakwa Seba...

2010-08-19 Terurut Topik NINO
TEMPOInteraktif.com | Senin, 16 Agustus 2010 | Penyanyi band wanita
Nadja Benaissa telah meminta maaf di pengadilan Jerman karena melakukan
hubungan seksual dengan laki-laki tanpa memberitahu mereka bahwa ia
membawa HIV, virus yang menyebabkan AIDS.

Benaissa, 28, mengatakan kepada hakim di Pengadilan Negeri
Darmstadt, Saya minta maaf dengan sepenuh hati.

Dia bilang dia ceroboh pada hari-hari itu dan mengakui ia tidak
memberitahu mitra seksnya tentang kondisinya.

Terkait tuduhan menginfeksi salah satu dari tiga orang dengan virus
itu, ia mengatakan, Saya tidak pernah ingin ini terjadi pada salah
satu mitra saya.

Benaissa, seorang penyanyi band No Angels yang pada puncak ketenarannya
setara dengan Girls Aloud, didakwa dengan tuduhan serangan menyakitkan
atas seks tanpa perlindungan dengan tiga laki-laki.

Dia juga dituduh melakukan penyerangan setelah salah satu dari mereka
terinfeksi HIV. Tetapi belum jelas apakah dia akan mengakui tuduhan ini.

Pria yang terinfeksi diperkirakan akan memberikan bukti pada sidang
kemudian pada hari Senin.

Dalam jawabannya, dia menghadirkan Profesor Dr Josef Eberle dari
Ludwig-Maximilians-University dari Munich yang diharapkan bersaksi
bahwa korban mungkin telah terinfeksi oleh pasangan lain.

Setelah sidang di hadapan hakim dan dua orang awam berakhir dia bisa
dipenjara selama maksimal sepuluh tahun.

Status HIV Benaissa ditemukan pada tahun 2000 selama tes kehamilan di
rumah sakit. Saya benar-benar terkejut, katanya.

Pengadilan mendengar kesaksian bahwa dia telah berhubungan seksual
dengan tiga orang maksimal lima kali antara tahun 2000 dan 2004. Dia
hadir di pengadilan remaja karena infeksinya terjadi ketika ia berusia
17.

Benaissa ditangkap pada bulan April 2009 tidak lama sebelum konser di
sebuah klub malam di Frankfurt. Salah satu mitra seksnya yang belum
terinfeksi membuat keluhan tentang dirinya ke polisi setahun sebelumnya.

Mengenakan celana jins dan blus ungu dengan rambut diikat ekor kuda,
Benaissa mengatakan bahwa penanganannya terhadap penyakitnya salah
ketika ia gagal untuk mengungkapkan dirinya telah terinfeksi HIV.

No Angels didirikan pada tahun 2000 saat acara pencarian bakat TV,
Popstars.

Mereka adalah band perempuan paling sukes di Jerman dan menjual lima
juta album dari 2000 sampai 2003.

Mereka berkumpul kembali pada tahun 2007 dan berkompetisi dalam kontes
Eurovision Song 2008 tapi hanya berada di urutan 23.

www.AstroDigi.com (Nino Guevara Ruwano)

--
Posted By NINO to AstroDigi at 8/20/2010 02:00:00 AM

[AstroDigi] [BISNIS ONLINE] Krisis Pangan di Negeri Kaya Pangan

2010-08-19 Terurut Topik NINO
Gatra.com | Minggu, 6 April 2008 | Gemah ripah rapuh. Kalimat yang
pernah menjadi tagline edisi khusus Gatra beberapa tahun lalu itu makin
menjadi kenyataan. Indonesia, yang dikenal sebagai negara agraris yang
gemah ripah, ternyata rapuh dalam soal ketahanan pangan. Itu terbukti
pada laporan UN World Food Program (WFP), yang dirilis Jumat dua pekan
lalu, yang melengkapi laporan Organisasi Pangan dan Pertanian (FAO)
pada awal Maret.

Dua lembaga PBB yang mengurusi pangan itu mengungkapkan, akibat
kenaikan harga minyak yang menembus US$ 100 per barel pada akhir tahun
lalu, harga pangan dunia meroket hingga rata-rata 40%. Lonjakan harga
ini terjadi pada komoditas beras, jagung, dan kedelai. Harga jagung
bahkan mencapai rekor tertinggi dalam 11 tahun terakhir. Begitu juga
harga kedelai, yang mencetak rekor puncak dalam 35 tahun terakhir.

WFP pun menyebutkan, pada saat ini stok beras dunia mencapai titik
terendah, sehingga mendorong harga ke level tertinggi selama 20 tahun
terakhir. Sedangkan stok gandum berada di titik nadir selama 50 tahun
terakhir.

Menurut prediksi FAO, 36 negara di kawasan Afrika, Asia, dan Amerika
Latin mengalami krisis pangan, termasuk Indonesia. Global Information
and Early Warning System yang dibangun FAO menyebutkan, Indonesia
termasuk negara yang membutuhkan bantuan negara luar dalam mengatasi
krisis itu. Selain Indonesia, di kawasan Asia ada delapan negara lagi
yang mengalami krisis pangan. Yakni Irak, Afghanistan, Korea Utara,
Bangladesh, Nepal, Pakistan, Sri Lanka, dan Timor Leste.

Selain dipicu kenaikan harga bahan pangan, krisis pangan juga
disebabkan adanya konflik, banjir, gempa, dan perubahan iklim. Krisis
pangan yang dimulai dari lonjakan harga pangan dunia itu pun mengancam
negara dunia ketiga yang tidak memiliki kekuatan ekonomi seperti
negara-negara maju.

Padahal, di saat yang sama, produksi beberapa komoditas pangan dunia
mengalami peningkatan. Produksi gandum dunia yang harganya naik pada
awal 2008 ini ternyata mengalami peningkatan hingga 9,34 juta ton
antara tahun 2006 dan 2007. Sedangkan produksi gula dunia meningkat
sebesar 4,44 juta ton sepanjang tahun lalu.

Angka cukup mencengangkan ditunjukkan pada produksi jagung, yang tahun
2007 mencapai rekor produksi 781 juta ton atau meningkat 89,35 juta ton
dari total produksi tahun sebelumnya. Hanya kedelai yang mengalami
penurunan produksi sebesar 17%. Itu pun karena ada penyusutan lahan di
Amerika Serikat sebesar 15% untuk proyek biofuel.

Sejumlah kalangan memprediksi, gejolak harga komoditas pangan dunia
belum mereda hingga akhir 2008. Para spekulan dan pemilik modal bakal
terus memainkan harga di bursa komoditas global. Aksi borong masih
mewarnai sejumlah komoditas pangan, seperti gandum, kedelai, gula, dan
jagung.


Kondisi itu berimbas pada situasi pangan di Indonesia. Ketahanan
pangan di Indonesia sangat rentan karena negeri ini masih mengandalkan
bahan pangan dari impor, ujar Ketua Asosiasi Pengusaha Gula dan
Terigu, Natsir Mansur. Celakanya, pemerintah tidak memiliki insentif
impor yang memadai, seperti diterapkan Tiongkok dan India.

Bahkan, menurut Natsir, manajemen pangan di Indonesia kini makin
amburadul. Yang terjadi pada saat ini adalah manajemen panik, sehingga
memerlukan biaya tinggi karena tidak ada perencanaan stok dan
distribusi bahan pangan. Jika tidak segera ditata secara terpadu,
krisis pangan di negeri agraris ini menjadi sebuah ironi, ibarat tikus
mati di lumbung padi.

Menurut Ketua Umum Serikat Petani Indonesia, Henry Saragih, fenomena
menyedihkan ini akibat kebijakan dan praktek privatisasi, liberalisasi,
dan deregulasi sebagai inti Konsensus Washington. Pada 1998, pemerintah
menyerahkan kedaulatan pangan kepada pasar bebas akibat tekanan WTO.
Akibatnya, Petani padi, jagung, kacang kedelai, dan buah-buahan hancur
semua, kata Henry.

Dengan adanya kebijakan pasar bebas, perusahaan menggenjot produksi
pangan yang berorientasi ekspor. Akibatnya, surplus pangan dari
negara-negara maju berbalik ke pasar nasional. Di saat yang sama,
pemerintah malah menggenjot produksi hasil perkebunan berorientasi
ekspor, seperti terjadi pada tata niaga CPO. Produksi tanaman pangan di
dalam negeri pun jadi terbengkalai.

Negara dan rakyat Indonesia tidak lagi punya kedaulatan untuk mengatur
produksi, distribusi, dan konsumsi di sektor pangan. Ujung-ujungnya,
sektor pangan sangat bergantung pada mekanisme pasar yang dikuasai
segelintir perusahaan raksasa. Kondisi ini diperparah dengan program
privatisasi sektor pangan, yang notabene merupakan kebutuhan pokok
rakyat.

Sebagai contoh, Bulog selaku lembaga pengontrol harga diprivatisasi
menjadi entitas bisnis. Demikian pula industri hilir pangan hingga
distribusi (ekspor-impor) dikuasai perusahaan seperti Cargill dan
Charoen Phokpand. Mayoritas rakyat Indonesia hanya menjadi konsumen
atau end-user. Akhirnya sektor pangan mengarah ke sistem monopoli atau
oligopoli (kartel), ungkap Henry.

Krisis pangan juga disebabkan kebijakan dan praktek yang menyerahkan
urusan 

[AstroDigi] [BISNIS ONLINE] Menurut SBY Telah Terjadi Revolusi Diam-Diam di Indonesia

2010-08-19 Terurut Topik NINO
TEMPOInteraktif.com | Senin, 16 Agustus 2010 | Pada pidatonya di depan
Sidang Bersama DPR dan DPD, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono
menyampaikan keberhasilan pemerintah dalam melaksanakan perubahan
demokrasi di Indonesia. Selain proses desentralisasi yang sangat
ekstensif, juga digelar Pemilu Kepala Daerah di seluruh Indonesia.

 Kini seluruh Gubernur, Bupati dan Walikota telah dipilih langsung
oleh rakyat. Hasilnya peta politik Indonesia telah berubah secara
fundamental kata SBY di Gedung DPR/MPR, Jakarta, Senin 16 Agustus 2010.

Menurut Presiden, pelaksanaan demokrasi langsung ini mengubah banyak
hal. Rakyat, katanya, adalah pihak yang berdaulat dan bukan sekelompok
orang yang mengatasnamakan rakyat. Proses politik ini, kata SBY, sangat
rumit dan berlangsung dalam waktu yang relatif singkat. Juga
berlangsung tanpa menimbulkan gejolak atau guncangan sosial yang
serius, kecuali pada periode awalnya.

Karenanya, menurut SBY, tanpa disadari proses politik telah mengubah
secara mendasar praktik demokrasi di negeri ini. Kini, Indonesia
dikenal sebagai negeri demokrasi terbesar ketiga setelah India dan
Amerika Serikat. Inilah yang sesungguhnya terjadi. Ada revolusi
diam-diam, atau the quiet revolution, ujarnya.

Dalam sidang bersama pertama ini, Kepala Negara juga menyatakan kalau
setelah 65 tahun merdeka dan mengalami tiga peralihan generasi dengan
segala pasang surutnya, Indonesia memasuki Abab ke-21 dalam kondisi
yang lebih kokoh.

Selama 1998 hingga 2008 Indonesia, kata Presiden, juga telah melalui
proses reformasi gelombang pertama dengan selamat sekalipun sarat
dengan tantangan dan persoalan yang berat.

Dalam sepuluh tahun pertama reformasi itu, kita telah melangkah jauh
dalam melakukan transisi demokrasi, katanya.

www.AstroDigi.com (Nino Guevara Ruwano)

--
Posted By NINO to BISNIS ONLINE at 8/19/2010 10:49:00 PM