Re: [balita-anda] Nice Story.... utk menghargai setiap anak punya kecerdasan yang berbeda2

2012-01-27 Terurut Topik Julian Santi
nice story :) Regards, Julian Santi



 From: mira_mm...@yahoo.com mira_mm...@yahoo.com
To: balita-anda@balita-anda.com 
Sent: Tuesday, January 17, 2012 10:23 PM
Subject: [balita-anda] Nice Story utk menghargai setiap anak punya 
kecerdasan yang berbeda2
 
Buat bacaan sblm tdr,dpt dr milis tetangga.bagus ň sangat menyentuh. :). G'nite 
parents.


Aku ingin menjadi orang yang bertepuk tangan di tepi jalan

Dikelasnya ada 50 orang murid, setiap kali ujian, anak perempuanku tetap 
mendapat ranking ke-23. Lambat laun membuat dia mendapatkan nama panggilan 
dengan nomor ini, dia juga menjadi murid kualitas menengah yang sesungguhnya. 
Sebagai orangtua, kami merasa nama panggilan ini kurang enak didengar, namun 
anak kami ternyata

menerimanya dengan senang hati. Suamiku mengeluhkan kepadaku, setiap kali ada 
kegiatan di perusahaannya atau pertemuan alumni sekolahnya, setiap orang selalu 
memuji-muji Superman cilik di rumah masing-masing, sedangkan dia hanya bisa 
menjadi pendengar saja.

Anak keluarga orang, bukan saja memiliki nilai sekolah yang menonjol, juga 
memiliki banyak keahlian khusus. Sedangkan anak nomor 23 di keluarga kami tidak 
memiliki sesuatu pun untuk ditonjolkan. Dari itu, setiap kali suamiku menonton 
penampilan anak-anak berbakat luar biasa dalam acara televisi, timbul keirian 
dalam hatinya sampai matanya bersinar-sinar. Kemudian ketika dia membaca sebuah 
berita tentang seorang anak berusia 9 tahun yang masuk perguruan tinggi, dia

bertanya dengan hati pilu kepada anak kami: Anakku, kenapa kamu tidak terlahir 
sebagai anak dengan kepandaian luar biasa? Anak kami menjawab: Itu karena ayah 
juga bukan seorang ayah dengan kepandaian luar biasa. Suamiku menjadi tidak 
bisa berkata apa-apa lagi, saya tanpa tertahankan tertawa sendiri.

Pada pertengahan musim gugur, semua sanak keluarga berkumpul bersama untuk 
merayakannya, sehingga memenuhi satu ruangan besar di restoran. Topik 
pembicaraan semua orang perlahan-lahan mulai beralih kepada anak masing-masing. 
Dalam kemeriahan suasana, anak-anak ditanyakan apakah cita-cita mereka di masa 
mendatang? Ada yang menjawab akan menjadi pemain piano, bintang film atau 
politikus, tiada seorang pun yang terlihat takut mengutarakannya di depan orang 
banyak, bahkan anak perempuan berusia 4½tahun juga menyatakan kelak akan 
menjadi seorang pembawa acara di televisi, semua orang bertepuk tangan 
mendengarnya. Anak perempuan kami yang berusia 15 tahun terlihat sibuk

sekali sedang membantu anak-anak kecil lainnya makan. Semua orang mendadak 
teringat kalau hanya dia yang belum mengutarakan cita-citanya kelak. Di bawah 
desakan orang banyak, akhirnya dia menjawab dengan sungguh-sungguh: Kelak 
ketika aku dewasa, cita-cita pertamaku adalah menjadi seorang guru TK, memandu 
anak-anak menyanyi, menari dan bermain-main. Demi menunjukkan kesopanan, semua 
orang

tetap memberikan pujian, kemudian menanyakan akan cita-cita keduanya. Dia 
menjawab dengan besar hati: Saya ingin menjadi seorang ibu, mengenakan kain 
celemek bergambar Doraemon dan memasak di dapur, kemudian membacakan cerita 
untuk anak-anakku dan membawa mereka ke teras rumah untuk melihat 
bintang-bintang. Semua sanak keluarga tertegun dibuatnya, saling pandang tanpa 
tahu akan berkata apa lagi. Raut muka suamiku menjadi canggung sekali.

Sepulangnya ke rumah, suamiku mengeluhkan kepadaku, apakah aku akan membiarkan 
anak perempuan kami kelak menjadi guru TK? Apakah kami tetap akan membiarkannya 
menjadi murid kualitas menengah? Sebetulnya, kami juga telah berusaha banyak. 
Demi meningkatkan nilai sekolahnya, kami pernah mencarikan guru les pribadi dan 
mendaftarkannya di tempat bimbingan belajar, juga membelikan berbagai materi 
belajar untuknya. Anak kami juga sangat penurut, dia tidak membaca komik lagi,

tidak ikut kelas origami lagi, tidur bermalas-malasan di akhir minggu juga 
tidak dilakukan lagi. Bagai seekor burung kecil yang kelelahan, dia ikut les 
belajar sambung menyambung, buku pelajaran dan buku latihan dikerjakan tanpa 
henti. Namun biar bagaimana pun dia tetap seorang anak-anak, tubuhnya tidak 
bisa bertahan lagi dan terserang flu berat. Biar sedang diinfus dan terbaring 
di ranjang, dia tetap bersikeras mengerjakan tugas pelajaran, akhirnya dia 
terserang radang paru-paru. Setelah sembuh, wajahnya terlihat kurus banyak. 
Akan tetapi ternyata hasil ujian semesternya membuat kami tidak tahu mau

tertawa atau menangis, tetap saja nomor 23.

Kemudian, kami juga mencoba untuk memberikan penambah gizi dan rangsangan 
hadiah, setelah berulang-ulang menjalaninya, ternyata wajah anak perempuanku 
semakin pucat saja. Apalagi, setiap kali akan ujian, dia mulai tidak bisa makan 
dan tidak bisa tidur, terus mencucurkan keringat dingin, terakhir hasil 
ujiannya malah menjadi nomor 33 yang mengejutkan kami. Aku dan suamiku secara 
diam-diam melepaskan aksi menarik bibit ke atas demi membantunya tumbuh ini. 
Dia kembali pada jam belajar dan istirahatnya yang

Re: [balita-anda] Nice Story.... utk menghargai setiap anak punya kecerdasan yang berbeda2

2012-01-27 Terurut Topik Julian Santi
nice story :) Regards, Julian Santi



 From: mira_mm...@yahoo.com mira_mm...@yahoo.com
To: balita-anda@balita-anda.com 
Sent: Tuesday, January 17, 2012 10:23 PM
Subject: [balita-anda] Nice Story utk menghargai setiap anak punya 
kecerdasan yang berbeda2
 
Buat bacaan sblm tdr,dpt dr milis tetangga.bagus ň sangat menyentuh. :). G'nite 
parents.


Aku ingin menjadi orang yang bertepuk tangan di tepi jalan

Dikelasnya ada 50 orang murid, setiap kali ujian, anak perempuanku tetap 
mendapat ranking ke-23. Lambat laun membuat dia mendapatkan nama panggilan 
dengan nomor ini, dia juga menjadi murid kualitas menengah yang sesungguhnya. 
Sebagai orangtua, kami merasa nama panggilan ini kurang enak didengar, namun 
anak kami ternyata

menerimanya dengan senang hati. Suamiku mengeluhkan kepadaku, setiap kali ada 
kegiatan di perusahaannya atau pertemuan alumni sekolahnya, setiap orang selalu 
memuji-muji Superman cilik di rumah masing-masing, sedangkan dia hanya bisa 
menjadi pendengar saja.

Anak keluarga orang, bukan saja memiliki nilai sekolah yang menonjol, juga 
memiliki banyak keahlian khusus. Sedangkan anak nomor 23 di keluarga kami tidak 
memiliki sesuatu pun untuk ditonjolkan. Dari itu, setiap kali suamiku menonton 
penampilan anak-anak berbakat luar biasa dalam acara televisi, timbul keirian 
dalam hatinya sampai matanya bersinar-sinar. Kemudian ketika dia membaca sebuah 
berita tentang seorang anak berusia 9 tahun yang masuk perguruan tinggi, dia

bertanya dengan hati pilu kepada anak kami: Anakku, kenapa kamu tidak terlahir 
sebagai anak dengan kepandaian luar biasa? Anak kami menjawab: Itu karena ayah 
juga bukan seorang ayah dengan kepandaian luar biasa. Suamiku menjadi tidak 
bisa berkata apa-apa lagi, saya tanpa tertahankan tertawa sendiri.

Pada pertengahan musim gugur, semua sanak keluarga berkumpul bersama untuk 
merayakannya, sehingga memenuhi satu ruangan besar di restoran. Topik 
pembicaraan semua orang perlahan-lahan mulai beralih kepada anak masing-masing. 
Dalam kemeriahan suasana, anak-anak ditanyakan apakah cita-cita mereka di masa 
mendatang? Ada yang menjawab akan menjadi pemain piano, bintang film atau 
politikus, tiada seorang pun yang terlihat takut mengutarakannya di depan orang 
banyak, bahkan anak perempuan berusia 4½tahun juga menyatakan kelak akan 
menjadi seorang pembawa acara di televisi, semua orang bertepuk tangan 
mendengarnya. Anak perempuan kami yang berusia 15 tahun terlihat sibuk

sekali sedang membantu anak-anak kecil lainnya makan. Semua orang mendadak 
teringat kalau hanya dia yang belum mengutarakan cita-citanya kelak. Di bawah 
desakan orang banyak, akhirnya dia menjawab dengan sungguh-sungguh: Kelak 
ketika aku dewasa, cita-cita pertamaku adalah menjadi seorang guru TK, memandu 
anak-anak menyanyi, menari dan bermain-main. Demi menunjukkan kesopanan, semua 
orang

tetap memberikan pujian, kemudian menanyakan akan cita-cita keduanya. Dia 
menjawab dengan besar hati: Saya ingin menjadi seorang ibu, mengenakan kain 
celemek bergambar Doraemon dan memasak di dapur, kemudian membacakan cerita 
untuk anak-anakku dan membawa mereka ke teras rumah untuk melihat 
bintang-bintang. Semua sanak keluarga tertegun dibuatnya, saling pandang tanpa 
tahu akan berkata apa lagi. Raut muka suamiku menjadi canggung sekali.

Sepulangnya ke rumah, suamiku mengeluhkan kepadaku, apakah aku akan membiarkan 
anak perempuan kami kelak menjadi guru TK? Apakah kami tetap akan membiarkannya 
menjadi murid kualitas menengah? Sebetulnya, kami juga telah berusaha banyak. 
Demi meningkatkan nilai sekolahnya, kami pernah mencarikan guru les pribadi dan 
mendaftarkannya di tempat bimbingan belajar, juga membelikan berbagai materi 
belajar untuknya. Anak kami juga sangat penurut, dia tidak membaca komik lagi,

tidak ikut kelas origami lagi, tidur bermalas-malasan di akhir minggu juga 
tidak dilakukan lagi. Bagai seekor burung kecil yang kelelahan, dia ikut les 
belajar sambung menyambung, buku pelajaran dan buku latihan dikerjakan tanpa 
henti. Namun biar bagaimana pun dia tetap seorang anak-anak, tubuhnya tidak 
bisa bertahan lagi dan terserang flu berat. Biar sedang diinfus dan terbaring 
di ranjang, dia tetap bersikeras mengerjakan tugas pelajaran, akhirnya dia 
terserang radang paru-paru. Setelah sembuh, wajahnya terlihat kurus banyak. 
Akan tetapi ternyata hasil ujian semesternya membuat kami tidak tahu mau

tertawa atau menangis, tetap saja nomor 23.

Kemudian, kami juga mencoba untuk memberikan penambah gizi dan rangsangan 
hadiah, setelah berulang-ulang menjalaninya, ternyata wajah anak perempuanku 
semakin pucat saja. Apalagi, setiap kali akan ujian, dia mulai tidak bisa makan 
dan tidak bisa tidur, terus mencucurkan keringat dingin, terakhir hasil 
ujiannya malah menjadi nomor 33 yang mengejutkan kami. Aku dan suamiku secara 
diam-diam melepaskan aksi menarik bibit ke atas demi membantunya tumbuh ini. 
Dia kembali pada jam belajar dan istirahatnya yang

[balita-anda] Nice Story.... utk menghargai setiap anak punya kecerdasan yang berbeda2

2012-01-17 Terurut Topik mira_mmira
Buat bacaan sblm tdr,dpt dr milis tetangga.bagus ň sangat menyentuh. :). G'nite 
parents.


Aku ingin menjadi orang yang bertepuk tangan di tepi jalan

Dikelasnya ada 50 orang murid, setiap kali ujian, anak perempuanku tetap 
mendapat ranking ke-23. Lambat laun membuat dia mendapatkan nama panggilan 
dengan nomor ini, dia juga menjadi murid kualitas menengah yang sesungguhnya. 
Sebagai orangtua, kami merasa nama panggilan ini kurang enak didengar, namun 
anak kami ternyata

menerimanya dengan senang hati. Suamiku mengeluhkan kepadaku, setiap kali ada 
kegiatan di perusahaannya atau pertemuan alumni sekolahnya, setiap orang selalu 
memuji-muji Superman cilik di rumah masing-masing, sedangkan dia hanya bisa 
menjadi pendengar saja.

Anak keluarga orang, bukan saja memiliki nilai sekolah yang menonjol, juga 
memiliki banyak keahlian khusus. Sedangkan anak nomor 23 di keluarga kami tidak 
memiliki sesuatu pun untuk ditonjolkan. Dari itu, setiap kali suamiku menonton 
penampilan anak-anak berbakat luar biasa dalam acara televisi, timbul keirian 
dalam hatinya sampai matanya bersinar-sinar. Kemudian ketika dia membaca sebuah 
berita tentang seorang anak berusia 9 tahun yang masuk perguruan tinggi, dia

bertanya dengan hati pilu kepada anak kami: Anakku, kenapa kamu tidak terlahir 
sebagai anak dengan kepandaian luar biasa? Anak kami menjawab: Itu karena ayah 
juga bukan seorang ayah dengan kepandaian luar biasa. Suamiku menjadi tidak 
bisa berkata apa-apa lagi, saya tanpa tertahankan tertawa sendiri.

Pada pertengahan musim gugur, semua sanak keluarga berkumpul bersama untuk 
merayakannya, sehingga memenuhi satu ruangan besar di restoran. Topik 
pembicaraan semua orang perlahan-lahan mulai beralih kepada anak masing-masing. 
Dalam kemeriahan suasana, anak-anak ditanyakan apakah cita-cita mereka di masa 
mendatang? Ada yang menjawab akan menjadi pemain piano, bintang film atau 
politikus, tiada seorang pun yang terlihat takut mengutarakannya di depan orang 
banyak, bahkan anak perempuan berusia 4½tahun juga menyatakan kelak akan 
menjadi seorang pembawa acara di televisi, semua orang bertepuk tangan 
mendengarnya. Anak perempuan kami yang berusia 15 tahun terlihat sibuk

sekali sedang membantu anak-anak kecil lainnya makan. Semua orang mendadak 
teringat kalau hanya dia yang belum mengutarakan cita-citanya kelak. Di bawah 
desakan orang banyak, akhirnya dia menjawab dengan sungguh-sungguh: Kelak 
ketika aku dewasa, cita-cita pertamaku adalah menjadi seorang guru TK, memandu 
anak-anak menyanyi, menari dan bermain-main. Demi menunjukkan kesopanan, semua 
orang

tetap memberikan pujian, kemudian menanyakan akan cita-cita keduanya. Dia 
menjawab dengan besar hati: Saya ingin menjadi seorang ibu, mengenakan kain 
celemek bergambar Doraemon dan memasak di dapur, kemudian membacakan cerita 
untuk anak-anakku dan membawa mereka ke teras rumah untuk melihat 
bintang-bintang. Semua sanak keluarga tertegun dibuatnya, saling pandang tanpa 
tahu akan berkata apa lagi. Raut muka suamiku menjadi canggung sekali.

Sepulangnya ke rumah, suamiku mengeluhkan kepadaku, apakah aku akan membiarkan 
anak perempuan kami kelak menjadi guru TK? Apakah kami tetap akan membiarkannya 
menjadi murid kualitas menengah? Sebetulnya, kami juga telah berusaha banyak. 
Demi meningkatkan nilai sekolahnya, kami pernah mencarikan guru les pribadi dan 
mendaftarkannya di tempat bimbingan belajar, juga membelikan berbagai materi 
belajar untuknya. Anak kami juga sangat penurut, dia tidak membaca komik lagi,

tidak ikut kelas origami lagi, tidur bermalas-malasan di akhir minggu juga 
tidak dilakukan lagi. Bagai seekor burung kecil yang kelelahan, dia ikut les 
belajar sambung menyambung, buku pelajaran dan buku latihan dikerjakan tanpa 
henti. Namun biar bagaimana pun dia tetap seorang anak-anak, tubuhnya tidak 
bisa bertahan lagi dan terserang flu berat. Biar sedang diinfus dan terbaring 
di ranjang, dia tetap bersikeras mengerjakan tugas pelajaran, akhirnya dia 
terserang radang paru-paru. Setelah sembuh, wajahnya terlihat kurus banyak. 
Akan tetapi ternyata hasil ujian semesternya membuat kami tidak tahu mau

tertawa atau menangis, tetap saja nomor 23.

Kemudian, kami juga mencoba untuk memberikan penambah gizi dan rangsangan 
hadiah, setelah berulang-ulang menjalaninya, ternyata wajah anak perempuanku 
semakin pucat saja. Apalagi, setiap kali akan ujian, dia mulai tidak bisa makan 
dan tidak bisa tidur, terus mencucurkan keringat dingin, terakhir hasil 
ujiannya malah menjadi nomor 33 yang mengejutkan kami. Aku dan suamiku secara 
diam-diam melepaskan aksi menarik bibit ke atas demi membantunya tumbuh ini. 
Dia kembali pada jam belajar dan istirahatnya yang normal, kami mengembalikan 
haknya untuk membaca komik, mengijinkannya untuk berlangganan majalah Humor 
anak-anak dan sejenisnya, sehingga rumah kami menjadi tenteram kembali. Kami 
memang sangat sayang pada anak kami ini, namun kami sungguh tidak mengerti akan 
nilai sekolahnya.

Pada akhir 

Re: [balita-anda] Nice Story.... utk menghargai setiap anak punya kecerdasan yang berbeda2

2012-01-17 Terurut Topik ina
Great story,
Makasih banyak ya maa
Powered by GhifsBerry®

-Original Message-
From: mira_mm...@yahoo.com
Date: Tue, 17 Jan 2012 15:23:33 
To: balita-anda@balita-anda.com
Reply-To: balita-anda@balita-anda.com
Subject: [balita-anda] Nice Story utk menghargai setiap anak punya 
kecerdasan yang berbeda2
Buat bacaan sblm tdr,dpt dr milis tetangga.bagus ň sangat menyentuh. :). G'nite 
parents.


Aku ingin menjadi orang yang bertepuk tangan di tepi jalan

Dikelasnya ada 50 orang murid, setiap kali ujian, anak perempuanku tetap 
mendapat ranking ke-23. Lambat laun membuat dia mendapatkan nama panggilan 
dengan nomor ini, dia juga menjadi murid kualitas menengah yang sesungguhnya. 
Sebagai orangtua, kami merasa nama panggilan ini kurang enak didengar, namun 
anak kami ternyata

menerimanya dengan senang hati. Suamiku mengeluhkan kepadaku, setiap kali ada 
kegiatan di perusahaannya atau pertemuan alumni sekolahnya, setiap orang selalu 
memuji-muji Superman cilik di rumah masing-masing, sedangkan dia hanya bisa 
menjadi pendengar saja.

Anak keluarga orang, bukan saja memiliki nilai sekolah yang menonjol, juga 
memiliki banyak keahlian khusus. Sedangkan anak nomor 23 di keluarga kami tidak 
memiliki sesuatu pun untuk ditonjolkan. Dari itu, setiap kali suamiku menonton 
penampilan anak-anak berbakat luar biasa dalam acara televisi, timbul keirian 
dalam hatinya sampai matanya bersinar-sinar. Kemudian ketika dia membaca sebuah 
berita tentang seorang anak berusia 9 tahun yang masuk perguruan tinggi, dia

bertanya dengan hati pilu kepada anak kami: Anakku, kenapa kamu tidak terlahir 
sebagai anak dengan kepandaian luar biasa? Anak kami menjawab: Itu karena ayah 
juga bukan seorang ayah dengan kepandaian luar biasa. Suamiku menjadi tidak 
bisa berkata apa-apa lagi, saya tanpa tertahankan tertawa sendiri.

Pada pertengahan musim gugur, semua sanak keluarga berkumpul bersama untuk 
merayakannya, sehingga memenuhi satu ruangan besar di restoran. Topik 
pembicaraan semua orang perlahan-lahan mulai beralih kepada anak masing-masing. 
Dalam kemeriahan suasana, anak-anak ditanyakan apakah cita-cita mereka di masa 
mendatang? Ada yang menjawab akan menjadi pemain piano, bintang film atau 
politikus, tiada seorang pun yang terlihat takut mengutarakannya di depan orang 
banyak, bahkan anak perempuan berusia 4½tahun juga menyatakan kelak akan 
menjadi seorang pembawa acara di televisi, semua orang bertepuk tangan 
mendengarnya. Anak perempuan kami yang berusia 15 tahun terlihat sibuk

sekali sedang membantu anak-anak kecil lainnya makan. Semua orang mendadak 
teringat kalau hanya dia yang belum mengutarakan cita-citanya kelak. Di bawah 
desakan orang banyak, akhirnya dia menjawab dengan sungguh-sungguh: Kelak 
ketika aku dewasa, cita-cita pertamaku adalah menjadi seorang guru TK, memandu 
anak-anak menyanyi, menari dan bermain-main. Demi menunjukkan kesopanan, semua 
orang

tetap memberikan pujian, kemudian menanyakan akan cita-cita keduanya. Dia 
menjawab dengan besar hati: Saya ingin menjadi seorang ibu, mengenakan kain 
celemek bergambar Doraemon dan memasak di dapur, kemudian membacakan cerita 
untuk anak-anakku dan membawa mereka ke teras rumah untuk melihat 
bintang-bintang. Semua sanak keluarga tertegun dibuatnya, saling pandang tanpa 
tahu akan berkata apa lagi. Raut muka suamiku menjadi canggung sekali.

Sepulangnya ke rumah, suamiku mengeluhkan kepadaku, apakah aku akan membiarkan 
anak perempuan kami kelak menjadi guru TK? Apakah kami tetap akan membiarkannya 
menjadi murid kualitas menengah? Sebetulnya, kami juga telah berusaha banyak. 
Demi meningkatkan nilai sekolahnya, kami pernah mencarikan guru les pribadi dan 
mendaftarkannya di tempat bimbingan belajar, juga membelikan berbagai materi 
belajar untuknya. Anak kami juga sangat penurut, dia tidak membaca komik lagi,

tidak ikut kelas origami lagi, tidur bermalas-malasan di akhir minggu juga 
tidak dilakukan lagi. Bagai seekor burung kecil yang kelelahan, dia ikut les 
belajar sambung menyambung, buku pelajaran dan buku latihan dikerjakan tanpa 
henti. Namun biar bagaimana pun dia tetap seorang anak-anak, tubuhnya tidak 
bisa bertahan lagi dan terserang flu berat. Biar sedang diinfus dan terbaring 
di ranjang, dia tetap bersikeras mengerjakan tugas pelajaran, akhirnya dia 
terserang radang paru-paru. Setelah sembuh, wajahnya terlihat kurus banyak. 
Akan tetapi ternyata hasil ujian semesternya membuat kami tidak tahu mau

tertawa atau menangis, tetap saja nomor 23.

Kemudian, kami juga mencoba untuk memberikan penambah gizi dan rangsangan 
hadiah, setelah berulang-ulang menjalaninya, ternyata wajah anak perempuanku 
semakin pucat saja. Apalagi, setiap kali akan ujian, dia mulai tidak bisa makan 
dan tidak bisa tidur, terus mencucurkan keringat dingin, terakhir hasil 
ujiannya malah menjadi nomor 33 yang mengejutkan kami. Aku dan suamiku secara 
diam-diam melepaskan aksi menarik bibit ke atas demi membantunya tumbuh ini. 
Dia kembali pada jam belajar dan

Re: [balita-anda] Nice Story.... utk menghargai setiap anak punya kecerdasan yang berbeda2

2012-01-17 Terurut Topik dessy_cutte07
Thank you mom. You're my inspiration forever.

Makasih ya mba...

Regards,
Bunda Zahra
Sent from my BlackBerry®
powered by Sinyal Kuat INDOSAT

-Original Message-
From: mira_mm...@yahoo.com
Date: Tue, 17 Jan 2012 15:23:33 
To: balita-anda@balita-anda.com
Reply-To: balita-anda@balita-anda.com
Subject: [balita-anda] Nice Story utk menghargai setiap anak punya 
kecerdasan yang berbeda2

Buat bacaan sblm tdr,dpt dr milis tetangga.bagus ň sangat menyentuh. :). G'nite 
parents.


Aku ingin menjadi orang yang bertepuk tangan di tepi jalan

Dikelasnya ada 50 orang murid, setiap kali ujian, anak perempuanku tetap 
mendapat ranking ke-23. Lambat laun membuat dia mendapatkan nama panggilan 
dengan nomor ini, dia juga menjadi murid kualitas menengah yang sesungguhnya. 
Sebagai orangtua, kami merasa nama panggilan ini kurang enak didengar, namun 
anak kami ternyata

menerimanya dengan senang hati. Suamiku mengeluhkan kepadaku, setiap kali ada 
kegiatan di perusahaannya atau pertemuan alumni sekolahnya, setiap orang selalu 
memuji-muji Superman cilik di rumah masing-masing, sedangkan dia hanya bisa 
menjadi pendengar saja.

Anak keluarga orang, bukan saja memiliki nilai sekolah yang menonjol, juga 
memiliki banyak keahlian khusus. Sedangkan anak nomor 23 di keluarga kami tidak 
memiliki sesuatu pun untuk ditonjolkan. Dari itu, setiap kali suamiku menonton 
penampilan anak-anak berbakat luar biasa dalam acara televisi, timbul keirian 
dalam hatinya sampai matanya bersinar-sinar. Kemudian ketika dia membaca sebuah 
berita tentang seorang anak berusia 9 tahun yang masuk perguruan tinggi, dia

bertanya dengan hati pilu kepada anak kami: Anakku, kenapa kamu tidak terlahir 
sebagai anak dengan kepandaian luar biasa? Anak kami menjawab: Itu karena ayah 
juga bukan seorang ayah dengan kepandaian luar biasa. Suamiku menjadi tidak 
bisa berkata apa-apa lagi, saya tanpa tertahankan tertawa sendiri.

Pada pertengahan musim gugur, semua sanak keluarga berkumpul bersama untuk 
merayakannya, sehingga memenuhi satu ruangan besar di restoran. Topik 
pembicaraan semua orang perlahan-lahan mulai beralih kepada anak masing-masing. 
Dalam kemeriahan suasana, anak-anak ditanyakan apakah cita-cita mereka di masa 
mendatang? Ada yang menjawab akan menjadi pemain piano, bintang film atau 
politikus, tiada seorang pun yang terlihat takut mengutarakannya di depan orang 
banyak, bahkan anak perempuan berusia 4½tahun juga menyatakan kelak akan 
menjadi seorang pembawa acara di televisi, semua orang bertepuk tangan 
mendengarnya. Anak perempuan kami yang berusia 15 tahun terlihat sibuk

sekali sedang membantu anak-anak kecil lainnya makan. Semua orang mendadak 
teringat kalau hanya dia yang belum mengutarakan cita-citanya kelak. Di bawah 
desakan orang banyak, akhirnya dia menjawab dengan sungguh-sungguh: Kelak 
ketika aku dewasa, cita-cita pertamaku adalah menjadi seorang guru TK, memandu 
anak-anak menyanyi, menari dan bermain-main. Demi menunjukkan kesopanan, semua 
orang

tetap memberikan pujian, kemudian menanyakan akan cita-cita keduanya. Dia 
menjawab dengan besar hati: Saya ingin menjadi seorang ibu, mengenakan kain 
celemek bergambar Doraemon dan memasak di dapur, kemudian membacakan cerita 
untuk anak-anakku dan membawa mereka ke teras rumah untuk melihat 
bintang-bintang. Semua sanak keluarga tertegun dibuatnya, saling pandang tanpa 
tahu akan berkata apa lagi. Raut muka suamiku menjadi canggung sekali.

Sepulangnya ke rumah, suamiku mengeluhkan kepadaku, apakah aku akan membiarkan 
anak perempuan kami kelak menjadi guru TK? Apakah kami tetap akan membiarkannya 
menjadi murid kualitas menengah? Sebetulnya, kami juga telah berusaha banyak. 
Demi meningkatkan nilai sekolahnya, kami pernah mencarikan guru les pribadi dan 
mendaftarkannya di tempat bimbingan belajar, juga membelikan berbagai materi 
belajar untuknya. Anak kami juga sangat penurut, dia tidak membaca komik lagi,

tidak ikut kelas origami lagi, tidur bermalas-malasan di akhir minggu juga 
tidak dilakukan lagi. Bagai seekor burung kecil yang kelelahan, dia ikut les 
belajar sambung menyambung, buku pelajaran dan buku latihan dikerjakan tanpa 
henti. Namun biar bagaimana pun dia tetap seorang anak-anak, tubuhnya tidak 
bisa bertahan lagi dan terserang flu berat. Biar sedang diinfus dan terbaring 
di ranjang, dia tetap bersikeras mengerjakan tugas pelajaran, akhirnya dia 
terserang radang paru-paru. Setelah sembuh, wajahnya terlihat kurus banyak. 
Akan tetapi ternyata hasil ujian semesternya membuat kami tidak tahu mau

tertawa atau menangis, tetap saja nomor 23.

Kemudian, kami juga mencoba untuk memberikan penambah gizi dan rangsangan 
hadiah, setelah berulang-ulang menjalaninya, ternyata wajah anak perempuanku 
semakin pucat saja. Apalagi, setiap kali akan ujian, dia mulai tidak bisa makan 
dan tidak bisa tidur, terus mencucurkan keringat dingin, terakhir hasil 
ujiannya malah menjadi nomor 33 yang mengejutkan kami. Aku dan suamiku secara 
diam-diam melepaskan aksi

Re: [balita-anda] Nice Story.... utk menghargai setiap anak punya kecerdasan yang berbeda2

2012-01-17 Terurut Topik vessha
Really great story..
Make my eyes wider and thinking out of my box..

Makasih ya mom utk storynya :) 

Nite all.. :) 
*siap2bobo*

Regards,
-vessha-
mommy-nya bellaqueen
follow me @vessha

-Original Message-
From: mira_mm...@yahoo.com
Date: Tue, 17 Jan 2012 15:23:33 
To: balita-anda@balita-anda.com
Reply-To: balita-anda@balita-anda.com
Subject: [balita-anda] Nice Story utk menghargai setiap anak punya 
kecerdasan yang berbeda2

Buat bacaan sblm tdr,dpt dr milis tetangga.bagus ň sangat menyentuh. :). G'nite 
parents.


Aku ingin menjadi orang yang bertepuk tangan di tepi jalan

Dikelasnya ada 50 orang murid, setiap kali ujian, anak perempuanku tetap 
mendapat ranking ke-23. Lambat laun membuat dia mendapatkan nama panggilan 
dengan nomor ini, dia juga menjadi murid kualitas menengah yang sesungguhnya. 
Sebagai orangtua, kami merasa nama panggilan ini kurang enak didengar, namun 
anak kami ternyata

menerimanya dengan senang hati. Suamiku mengeluhkan kepadaku, setiap kali ada 
kegiatan di perusahaannya atau pertemuan alumni sekolahnya, setiap orang selalu 
memuji-muji Superman cilik di rumah masing-masing, sedangkan dia hanya bisa 
menjadi pendengar saja.

Anak keluarga orang, bukan saja memiliki nilai sekolah yang menonjol, juga 
memiliki banyak keahlian khusus. Sedangkan anak nomor 23 di keluarga kami tidak 
memiliki sesuatu pun untuk ditonjolkan. Dari itu, setiap kali suamiku menonton 
penampilan anak-anak berbakat luar biasa dalam acara televisi, timbul keirian 
dalam hatinya sampai matanya bersinar-sinar. Kemudian ketika dia membaca sebuah 
berita tentang seorang anak berusia 9 tahun yang masuk perguruan tinggi, dia

bertanya dengan hati pilu kepada anak kami: Anakku, kenapa kamu tidak terlahir 
sebagai anak dengan kepandaian luar biasa? Anak kami menjawab: Itu karena ayah 
juga bukan seorang ayah dengan kepandaian luar biasa. Suamiku menjadi tidak 
bisa berkata apa-apa lagi, saya tanpa tertahankan tertawa sendiri.

Pada pertengahan musim gugur, semua sanak keluarga berkumpul bersama untuk 
merayakannya, sehingga memenuhi satu ruangan besar di restoran. Topik 
pembicaraan semua orang perlahan-lahan mulai beralih kepada anak masing-masing. 
Dalam kemeriahan suasana, anak-anak ditanyakan apakah cita-cita mereka di masa 
mendatang? Ada yang menjawab akan menjadi pemain piano, bintang film atau 
politikus, tiada seorang pun yang terlihat takut mengutarakannya di depan orang 
banyak, bahkan anak perempuan berusia 4½tahun juga menyatakan kelak akan 
menjadi seorang pembawa acara di televisi, semua orang bertepuk tangan 
mendengarnya. Anak perempuan kami yang berusia 15 tahun terlihat sibuk

sekali sedang membantu anak-anak kecil lainnya makan. Semua orang mendadak 
teringat kalau hanya dia yang belum mengutarakan cita-citanya kelak. Di bawah 
desakan orang banyak, akhirnya dia menjawab dengan sungguh-sungguh: Kelak 
ketika aku dewasa, cita-cita pertamaku adalah menjadi seorang guru TK, memandu 
anak-anak menyanyi, menari dan bermain-main. Demi menunjukkan kesopanan, semua 
orang

tetap memberikan pujian, kemudian menanyakan akan cita-cita keduanya. Dia 
menjawab dengan besar hati: Saya ingin menjadi seorang ibu, mengenakan kain 
celemek bergambar Doraemon dan memasak di dapur, kemudian membacakan cerita 
untuk anak-anakku dan membawa mereka ke teras rumah untuk melihat 
bintang-bintang. Semua sanak keluarga tertegun dibuatnya, saling pandang tanpa 
tahu akan berkata apa lagi. Raut muka suamiku menjadi canggung sekali.

Sepulangnya ke rumah, suamiku mengeluhkan kepadaku, apakah aku akan membiarkan 
anak perempuan kami kelak menjadi guru TK? Apakah kami tetap akan membiarkannya 
menjadi murid kualitas menengah? Sebetulnya, kami juga telah berusaha banyak. 
Demi meningkatkan nilai sekolahnya, kami pernah mencarikan guru les pribadi dan 
mendaftarkannya di tempat bimbingan belajar, juga membelikan berbagai materi 
belajar untuknya. Anak kami juga sangat penurut, dia tidak membaca komik lagi,

tidak ikut kelas origami lagi, tidur bermalas-malasan di akhir minggu juga 
tidak dilakukan lagi. Bagai seekor burung kecil yang kelelahan, dia ikut les 
belajar sambung menyambung, buku pelajaran dan buku latihan dikerjakan tanpa 
henti. Namun biar bagaimana pun dia tetap seorang anak-anak, tubuhnya tidak 
bisa bertahan lagi dan terserang flu berat. Biar sedang diinfus dan terbaring 
di ranjang, dia tetap bersikeras mengerjakan tugas pelajaran, akhirnya dia 
terserang radang paru-paru. Setelah sembuh, wajahnya terlihat kurus banyak. 
Akan tetapi ternyata hasil ujian semesternya membuat kami tidak tahu mau

tertawa atau menangis, tetap saja nomor 23.

Kemudian, kami juga mencoba untuk memberikan penambah gizi dan rangsangan 
hadiah, setelah berulang-ulang menjalaninya, ternyata wajah anak perempuanku 
semakin pucat saja. Apalagi, setiap kali akan ujian, dia mulai tidak bisa makan 
dan tidak bisa tidur, terus mencucurkan keringat dingin, terakhir hasil 
ujiannya malah menjadi nomor 33 yang mengejutkan kami. Aku

Re: [balita-anda] Nice Story.... utk menghargai setiap anak punya kecerdasan yang berbeda2

2012-01-17 Terurut Topik Susan RFP™‎
Baguuus ceritanya. Sampe keluar air mata aku bacanya.
Thanks ya




SUSAN - Unit Manager 
PT Prudential Life Assurance 
08159117983 - 02140303197

-Original Message-
From: mira_mm...@yahoo.com
Date: Tue, 17 Jan 2012 15:23:33 
To: balita-anda@balita-anda.com
Reply-To: balita-anda@balita-anda.com
Subject: [balita-anda] Nice Story utk menghargai setiap anak punya 
kecerdasan yang berbeda2
Buat bacaan sblm tdr,dpt dr milis tetangga.bagus ň sangat menyentuh. :). G'nite 
parents.


Aku ingin menjadi orang yang bertepuk tangan di tepi jalan

Dikelasnya ada 50 orang murid, setiap kali ujian, anak perempuanku tetap 
mendapat ranking ke-23. Lambat laun membuat dia mendapatkan nama panggilan 
dengan nomor ini, dia juga menjadi murid kualitas menengah yang sesungguhnya. 
Sebagai orangtua, kami merasa nama panggilan ini kurang enak didengar, namun 
anak kami ternyata

menerimanya dengan senang hati. Suamiku mengeluhkan kepadaku, setiap kali ada 
kegiatan di perusahaannya atau pertemuan alumni sekolahnya, setiap orang selalu 
memuji-muji Superman cilik di rumah masing-masing, sedangkan dia hanya bisa 
menjadi pendengar saja.

Anak keluarga orang, bukan saja memiliki nilai sekolah yang menonjol, juga 
memiliki banyak keahlian khusus. Sedangkan anak nomor 23 di keluarga kami tidak 
memiliki sesuatu pun untuk ditonjolkan. Dari itu, setiap kali suamiku menonton 
penampilan anak-anak berbakat luar biasa dalam acara televisi, timbul keirian 
dalam hatinya sampai matanya bersinar-sinar. Kemudian ketika dia membaca sebuah 
berita tentang seorang anak berusia 9 tahun yang masuk perguruan tinggi, dia

bertanya dengan hati pilu kepada anak kami: Anakku, kenapa kamu tidak terlahir 
sebagai anak dengan kepandaian luar biasa? Anak kami menjawab: Itu karena ayah 
juga bukan seorang ayah dengan kepandaian luar biasa. Suamiku menjadi tidak 
bisa berkata apa-apa lagi, saya tanpa tertahankan tertawa sendiri.

Pada pertengahan musim gugur, semua sanak keluarga berkumpul bersama untuk 
merayakannya, sehingga memenuhi satu ruangan besar di restoran. Topik 
pembicaraan semua orang perlahan-lahan mulai beralih kepada anak masing-masing. 
Dalam kemeriahan suasana, anak-anak ditanyakan apakah cita-cita mereka di masa 
mendatang? Ada yang menjawab akan menjadi pemain piano, bintang film atau 
politikus, tiada seorang pun yang terlihat takut mengutarakannya di depan orang 
banyak, bahkan anak perempuan berusia 4½tahun juga menyatakan kelak akan 
menjadi seorang pembawa acara di televisi, semua orang bertepuk tangan 
mendengarnya. Anak perempuan kami yang berusia 15 tahun terlihat sibuk

sekali sedang membantu anak-anak kecil lainnya makan. Semua orang mendadak 
teringat kalau hanya dia yang belum mengutarakan cita-citanya kelak. Di bawah 
desakan orang banyak, akhirnya dia menjawab dengan sungguh-sungguh: Kelak 
ketika aku dewasa, cita-cita pertamaku adalah menjadi seorang guru TK, memandu 
anak-anak menyanyi, menari dan bermain-main. Demi menunjukkan kesopanan, semua 
orang

tetap memberikan pujian, kemudian menanyakan akan cita-cita keduanya. Dia 
menjawab dengan besar hati: Saya ingin menjadi seorang ibu, mengenakan kain 
celemek bergambar Doraemon dan memasak di dapur, kemudian membacakan cerita 
untuk anak-anakku dan membawa mereka ke teras rumah untuk melihat 
bintang-bintang. Semua sanak keluarga tertegun dibuatnya, saling pandang tanpa 
tahu akan berkata apa lagi. Raut muka suamiku menjadi canggung sekali.

Sepulangnya ke rumah, suamiku mengeluhkan kepadaku, apakah aku akan membiarkan 
anak perempuan kami kelak menjadi guru TK? Apakah kami tetap akan membiarkannya 
menjadi murid kualitas menengah? Sebetulnya, kami juga telah berusaha banyak. 
Demi meningkatkan nilai sekolahnya, kami pernah mencarikan guru les pribadi dan 
mendaftarkannya di tempat bimbingan belajar, juga membelikan berbagai materi 
belajar untuknya. Anak kami juga sangat penurut, dia tidak membaca komik lagi,

tidak ikut kelas origami lagi, tidur bermalas-malasan di akhir minggu juga 
tidak dilakukan lagi. Bagai seekor burung kecil yang kelelahan, dia ikut les 
belajar sambung menyambung, buku pelajaran dan buku latihan dikerjakan tanpa 
henti. Namun biar bagaimana pun dia tetap seorang anak-anak, tubuhnya tidak 
bisa bertahan lagi dan terserang flu berat. Biar sedang diinfus dan terbaring 
di ranjang, dia tetap bersikeras mengerjakan tugas pelajaran, akhirnya dia 
terserang radang paru-paru. Setelah sembuh, wajahnya terlihat kurus banyak. 
Akan tetapi ternyata hasil ujian semesternya membuat kami tidak tahu mau

tertawa atau menangis, tetap saja nomor 23.

Kemudian, kami juga mencoba untuk memberikan penambah gizi dan rangsangan 
hadiah, setelah berulang-ulang menjalaninya, ternyata wajah anak perempuanku 
semakin pucat saja. Apalagi, setiap kali akan ujian, dia mulai tidak bisa makan 
dan tidak bisa tidur, terus mencucurkan keringat dingin, terakhir hasil 
ujiannya malah menjadi nomor 33 yang mengejutkan kami. Aku dan suamiku secara 
diam-diam melepaskan

RE: [balita-anda] Nice Story.... utk menghargai setiap anak punya kecerdasan yang berbeda2

2012-01-17 Terurut Topik Endang Sundari
Very Nice Story mb...
Makasih byk mb tuk share na..

Rgrds,
Endang Sundari (Bunda Ale  Syifa)-Original Message-
From: mira_mm...@yahoo.com [mailto:mira_mm...@yahoo.com] 
Sent: 17 Januari 2012 22:24
To: balita-anda@balita-anda.com
Subject: [balita-anda] Nice Story utk menghargai setiap anak punya 
kecerdasan yang berbeda2

Buat bacaan sblm tdr,dpt dr milis tetangga.bagus ň sangat menyentuh. :). G'nite 
parents.


Aku ingin menjadi orang yang bertepuk tangan di tepi jalan

Dikelasnya ada 50 orang murid, setiap kali ujian, anak perempuanku tetap 
mendapat ranking ke-23. Lambat laun membuat dia mendapatkan nama panggilan 
dengan nomor ini, dia juga menjadi murid kualitas menengah yang sesungguhnya. 
Sebagai orangtua, kami merasa nama panggilan ini kurang enak didengar, namun 
anak kami ternyata

menerimanya dengan senang hati. Suamiku mengeluhkan kepadaku, setiap kali ada 
kegiatan di perusahaannya atau pertemuan alumni sekolahnya, setiap orang selalu 
memuji-muji Superman cilik di rumah masing-masing, sedangkan dia hanya bisa 
menjadi pendengar saja.

Anak keluarga orang, bukan saja memiliki nilai sekolah yang menonjol, juga 
memiliki banyak keahlian khusus. Sedangkan anak nomor 23 di keluarga kami tidak 
memiliki sesuatu pun untuk ditonjolkan. Dari itu, setiap kali suamiku menonton 
penampilan anak-anak berbakat luar biasa dalam acara televisi, timbul keirian 
dalam hatinya sampai matanya bersinar-sinar. Kemudian ketika dia membaca sebuah 
berita tentang seorang anak berusia 9 tahun yang masuk perguruan tinggi, dia

bertanya dengan hati pilu kepada anak kami: Anakku, kenapa kamu tidak terlahir 
sebagai anak dengan kepandaian luar biasa? Anak kami menjawab: Itu karena ayah 
juga bukan seorang ayah dengan kepandaian luar biasa. Suamiku menjadi tidak 
bisa berkata apa-apa lagi, saya tanpa tertahankan tertawa sendiri.

Pada pertengahan musim gugur, semua sanak keluarga berkumpul bersama untuk 
merayakannya, sehingga memenuhi satu ruangan besar di restoran. Topik 
pembicaraan semua orang perlahan-lahan mulai beralih kepada anak masing-masing. 
Dalam kemeriahan suasana, anak-anak ditanyakan apakah cita-cita mereka di masa 
mendatang? Ada yang menjawab akan menjadi pemain piano, bintang film atau 
politikus, tiada seorang pun yang terlihat takut mengutarakannya di depan orang 
banyak, bahkan anak perempuan berusia 4½tahun juga menyatakan kelak akan 
menjadi seorang pembawa acara di televisi, semua orang bertepuk tangan 
mendengarnya. Anak perempuan kami yang berusia 15 tahun terlihat sibuk

sekali sedang membantu anak-anak kecil lainnya makan. Semua orang mendadak 
teringat kalau hanya dia yang belum mengutarakan cita-citanya kelak. Di bawah 
desakan orang banyak, akhirnya dia menjawab dengan sungguh-sungguh: Kelak 
ketika aku dewasa, cita-cita pertamaku adalah menjadi seorang guru TK, memandu 
anak-anak menyanyi, menari dan bermain-main. Demi menunjukkan kesopanan, semua 
orang

tetap memberikan pujian, kemudian menanyakan akan cita-cita keduanya. Dia 
menjawab dengan besar hati: Saya ingin menjadi seorang ibu, mengenakan kain 
celemek bergambar Doraemon dan memasak di dapur, kemudian membacakan cerita 
untuk anak-anakku dan membawa mereka ke teras rumah untuk melihat 
bintang-bintang. Semua sanak keluarga tertegun dibuatnya, saling pandang tanpa 
tahu akan berkata apa lagi. Raut muka suamiku menjadi canggung sekali.

Sepulangnya ke rumah, suamiku mengeluhkan kepadaku, apakah aku akan membiarkan 
anak perempuan kami kelak menjadi guru TK? Apakah kami tetap akan membiarkannya 
menjadi murid kualitas menengah? Sebetulnya, kami juga telah berusaha banyak. 
Demi meningkatkan nilai sekolahnya, kami pernah mencarikan guru les pribadi dan 
mendaftarkannya di tempat bimbingan belajar, juga membelikan berbagai materi 
belajar untuknya. Anak kami juga sangat penurut, dia tidak membaca komik lagi,

tidak ikut kelas origami lagi, tidur bermalas-malasan di akhir minggu juga 
tidak dilakukan lagi. Bagai seekor burung kecil yang kelelahan, dia ikut les 
belajar sambung menyambung, buku pelajaran dan buku latihan dikerjakan tanpa 
henti. Namun biar bagaimana pun dia tetap seorang anak-anak, tubuhnya tidak 
bisa bertahan lagi dan terserang flu berat. Biar sedang diinfus dan terbaring 
di ranjang, dia tetap bersikeras mengerjakan tugas pelajaran, akhirnya dia 
terserang radang paru-paru. Setelah sembuh, wajahnya terlihat kurus banyak. 
Akan tetapi ternyata hasil ujian semesternya membuat kami tidak tahu mau

tertawa atau menangis, tetap saja nomor 23.

Kemudian, kami juga mencoba untuk memberikan penambah gizi dan rangsangan 
hadiah, setelah berulang-ulang menjalaninya, ternyata wajah anak perempuanku 
semakin pucat saja. Apalagi, setiap kali akan ujian, dia mulai tidak bisa makan 
dan tidak bisa tidur, terus mencucurkan keringat dingin, terakhir hasil 
ujiannya malah menjadi nomor 33 yang mengejutkan kami. Aku dan suamiku secara 
diam-diam melepaskan aksi menarik bibit ke atas demi membantunya tumbuh ini. 
Dia kembali

Re: [balita-anda] Nice Story.... utk menghargai setiap anak punya kecerdasan yang berbeda2

2012-01-17 Terurut Topik BKC1176
Nice Story, mpe berkaca-kaca, jadi inget ma buah hati yg sedang sekolah 
hikhik.
Thank you mom...

Bunda Irsal n Sarah,

From: mira_mm...@yahoo.com on 01/17/2012 10:23 PM
Please respond to balita-anda


To: balita-anda@balita-anda.com
cc: (bcc: Bessy BKC1176 Sulistina Gumilang/BKCP/BKC)

Subject:[balita-anda] Nice Story utk menghargai setiap anak punya 
kecerdasan yang berbeda2


Buat bacaan sblm tdr,dpt dr milis tetangga.bagus ň sangat menyentuh. :). 
G'nite parents.Aku ingin menjadi orang yang bertepuk tangan di tepi 
jalanDikelasnya ada 50 orang murid, setiap kali ujian, anak perempuanku 
tetap mendapat ranking ke-23. Lambat laun membuat dia mendapatkan nama 
panggilan dengan nomor ini, dia juga menjadi murid kualitas menengah yang 
sesungguhnya. Sebagai orangtua, kami merasa nama panggilan ini kurang enak 
didengar, namun anak kami ternyatamenerimanya dengan senang hati. Suamiku 
mengeluhkan kepadaku, setiap kali ada kegiatan di perusahaannya atau 
pertemuan alumni sekolahnya, setiap orang selalu memuji-muji Superman 
cilik di rumah masing-masing, sedangkan dia hanya bisa menjadi pendengar 
saja.Anak keluarga orang, bukan saja memiliki nilai sekolah yang menonjol, 
juga memiliki banyak keahlian khusus. Sedangkan anak nomor 23 di keluarga 
kami tidak memiliki sesuatu pun untuk ditonjolkan. Dari itu, setiap kali 
suamiku menonton penampilan anak-anak berbakat luar biasa dalam acara 
televisi, timbul keirian dalam hatinya sampai matanya bersinar-sinar. 
Kemudian ketika dia membaca sebuah berita tentang seorang anak berusia 9 
tahun yang masuk perguruan tinggi, diabertanya dengan hati pilu kepada 
anak kami: Anakku, kenapa kamu tidak terlahir sebagai anak dengan 
kepandaian luar biasa? Anak kami menjawab: Itu karena ayah juga bukan 
seorang ayah dengan kepandaian luar biasa. Suamiku menjadi tidak bisa 
berkata apa-apa lagi, saya tanpa tertahankan tertawa sendiri.Pada 
pertengahan musim gugur, semua sanak keluarga berkumpul bersama untuk 
merayakannya, sehingga memenuhi satu ruangan besar di restoran. Topik 
pembicaraan semua orang perlahan-lahan mulai beralih kepada anak 
masing-masing. Dalam kemeriahan suasana, anak-anak ditanyakan apakah 
cita-cita mereka di masa mendatang? Ada yang menjawab akan menjadi pemain 
piano, bintang film atau politikus, tiada seorang pun yang terlihat takut 
mengutarakannya di depan orang banyak, bahkan anak perempuan berusia 
4½tahun juga menyatakan kelak akan menjadi seorang pembawa acara di 
televisi, semua orang bertepuk tangan mendengarnya. Anak perempuan kami 
yang berusia 15 tahun terlihat sibuksekali sedang membantu anak-anak kecil 
lainnya makan. Semua orang mendadak teringat kalau hanya dia yang belum 
mengutarakan cita-citanya kelak. Di bawah desakan orang banyak, akhirnya 
dia menjawab dengan sungguh-sungguh: Kelak ketika aku dewasa, cita-cita 
pertamaku adalah menjadi seorang guru TK, memandu anak-anak menyanyi, 
menari dan bermain-main. Demi menunjukkan kesopanan, semua orangtetap 
memberikan pujian, kemudian menanyakan akan cita-cita keduanya. Dia 
menjawab dengan besar hati: Saya ingin menjadi seorang ibu, mengenakan 
kain celemek bergambar Doraemon dan memasak di dapur, kemudian membacakan 
cerita untuk anak-anakku dan membawa mereka ke teras rumah untuk melihat 
bintang-bintang. Semua sanak keluarga tertegun dibuatnya, saling pandang 
tanpa tahu akan berkata apa lagi. Raut muka suamiku menjadi canggung 
sekali.Sepulangnya ke rumah, suamiku mengeluhkan kepadaku, apakah aku akan 
membiarkan anak perempuan kami kelak menjadi guru TK? Apakah kami tetap 
akan membiarkannya menjadi murid kualitas menengah? Sebetulnya, kami juga 
telah berusaha banyak. Demi meningkatkan nilai sekolahnya, kami pernah 
mencarikan guru les pribadi dan mendaftarkannya di tempat bimbingan 
belajar, juga membelikan berbagai materi belajar untuknya. Anak kami juga 
sangat penurut, dia tidak membaca komik lagi,tidak ikut kelas origami 
lagi, tidur bermalas-malasan di akhir minggu juga tidak dilakukan lagi. 
Bagai seekor burung kecil yang kelelahan, dia ikut les belajar sambung 
menyambung, buku pelajaran dan buku latihan dikerjakan tanpa henti. Namun 
biar bagaimana pun dia tetap seorang anak-anak, tubuhnya tidak bisa 
bertahan lagi dan terserang flu berat. Biar sedang diinfus dan terbaring 
di ranjang, dia tetap bersikeras mengerjakan tugas pelajaran, akhirnya dia 
terserang radang paru-paru. Setelah sembuh, wajahnya terlihat kurus 
banyak. Akan tetapi ternyata hasil ujian semesternya membuat kami tidak 
tahu mautertawa atau menangis, tetap saja nomor 23.Kemudian, kami juga 
mencoba untuk memberikan penambah gizi dan rangsangan hadiah, setelah 
berulang-ulang menjalaninya, ternyata wajah anak perempuanku semakin pucat 
saja. Apalagi, setiap kali akan ujian, dia mulai tidak bisa makan dan 
tidak bisa tidur, terus mencucurkan keringat dingin, terakhir hasil 
ujiannya malah menjadi nomor 33 yang mengejutkan kami. Aku dan suamiku 
secara diam-diam melepaskan aksi menarik bibit

[balita-anda] Nice Story : Air Mata Lilin

2007-10-19 Terurut Topik samindara hayasmine
Have a nice week end..!

=

Seperti orang tua umunya yang amat mencintai anak,
Anton begitu menderita saat Susan, putri semata
wayangnya terserag leukimia. Segala macam upaya medis
maupun alternatif telah dilakukan. Toh, sang buah hati
tak tertolong. Allah menghendaki bocak cantik itu
kembali ke pangkuanNya. Tinggallah Anton dan istri
tersedu sedih. Berbulan-bulan keluarga ini dilanda
kepedihan. Tawa dan tangis Susan yg dulu meramaikan
suasana, tak terdengar lagi. 

Berbeda dengan sang istri yang beberapa tahun kemudian
bisa menerima kenyataan, tak demikian halnya Anton. Ia
seakan menggugat Sang Pencipta atas kenyataan yang
dihadapi. Ia jadi amat pendiam dan tertutup. Tak mau
lagi bergaul dengan teman dan tetangga. Setiap hari
hanya mengurung diri di rumah, ogah bersosialisasi
dengan masyarakat. Selain tak banyak omong, Anton
sekarang mudah marah dan tersinggung.

Suatu malam Anton bermimpi, seperti berada di surga.
Ia menyaksikan parade malaikat kecil berjajar dlm
barisan di kanan dan kiri sebuah gapura berbentuk
mahkota yang amat besar. Masing2 malaikat berbaju
putih tersebut memegang sebuah lilin. Namun di antara
deretan lilin yang bersinar itu ada satu tdk menyala.
Betapa terkejutnya ketika melihat dari dekat ternyata
malaikat kecil pemegang satu-satunya lilin yg padam
itu adalah Susan, anaknya. Segera ia menghambur
menggendong Susan. Sayang, mengapa lilinmu tdk
menyala Nak? Yang ditanya menjawab lirih, Papa,
sebenyarnya mereka berkali-kali menyalakan lilinku.
Tapi air mata Papa selalu menyiram lilin ini sehingga
padam

Tergagap Anton bangun dari tidurnya. Mimpi itu segera
mengubah dirinya.


*sumber: Intisari edisi September 2007, hal. 182



__
Do You Yahoo!?
Tired of spam?  Yahoo! Mail has the best spam protection around 
http://mail.yahoo.com 

--
Beli tanaman hias, http://www.toekangkeboen.com
Info balita: http://www.balita-anda.com
Peraturan milis, email ke: [EMAIL PROTECTED]
menghubungi admin, email ke: [EMAIL PROTECTED]



Re: [balita-anda] Nice Story: Mandikan Aku Bunda

2007-09-21 Terurut Topik Lif Rahayu
Nih cerita dah ada kali 4 tahun mondar mandir milisthehehehe, sekedar
ngingetin aja, walau ibu dan bapak sibuk kayak apa, tetep dua duanya mesti
perhatian ke anak, gak cuma ibunya aja yg perhatian, bapaknya juga dong
ah...


[balita-anda] Nice Story: Mandikan Aku Bunda

2007-09-20 Terurut Topik Aldo Desatura








Mandikan Aku Bunda

Di bawah ini adalah salah satu contoh tragis. 

Sering kali orang tidak mensyukuri apa yang diMILIKInya sampai akhirnya . 

Rani, sebut saja begitu namanya. Kawan kuliah ini berotak cemerlang dan 
memiliki idealisme tinggi. Sejak masuk kampus, sikap dan konsep dirinya sudah 
jelas: meraih yang terbaik, di bidang akademis maupun profesi yang akan 
digelutinya. ''Why not the best,'' katanya selalu, mengutip seorang mantan 
presiden Amerika. 

Ketika Universitas mengirim mahasiswa untuk studi Hukum Internasional di 
Universiteit Utrecht, Belanda, Rani termasuk salah satunya. Saya lebih memilih 
menuntaskan pendidikan kedokteran. 

Berikutnya, Rani mendapat pendamping yang ''selevel''; sama-sama berprestasi, 
meski berbeda profesi. 

Alifya, buah cinta mereka, lahir ketika Rani diangkat sebagai staf diplomat, 
bertepatan dengan tuntasnya suami dia meraih PhD. Lengkaplah kebahagiaan 
mereka. Konon, nama putera mereka itu diambil dari huruf pertama hijaiyah 
''alif'' dan huruf terakhir ''ya'', jadilah nama yang enak didengar: Alifya. 
Saya tak sempat mengira, apa mereka bermaksud menjadikannya sebagai anak yang 
pertama dan terakhir. 

Ketika Alif, panggilan puteranya itu, berusia 6 bulan, kesibukan Rani semakin 
menggila. Bak garuda, nyaris tiap hari ia terbang dari satu kota ke kota lain, 
dan dari satu negara ke negara lain. 

Setulusnya saya pernah bertanya, ''Tidakkah si Alif terlalu kecil untuk 
ditinggal-tinggal?'' Dengan sigap Rani menjawab, ''Oh, saya sudah 
mengantisipasi segala sesuatunya. Everything is OK!'' Ucapannya itu betul-betul 
ia buktikan. Perawatan dan perhatian anaknya, ditangani secara profesional oleh 
baby sitter mahal. Rani tinggal mengontrol jadual Alif lewat telepon. Al if 
tumbuh menjadi anak yang tampak lincah, cerdas dan gampang mengerti. 

Kakek-neneknya selalu memompakan kebanggaan kepada cucu semata wayang itu, 
tentang kehebatan ibu-bapaknya. Tentang gelar dan nama besar, tentang naik 
pesawat terbang, dan uang yang banyak. 

''Contohlah ayah-bunda Alif, kalau Alif besar nanti.'' Begitu selalu nenek 
Alif, ibunya Rani, berpesan di akhir dongeng menjelang tidurnya. 

Ketika Alif berusia 3 tahun, Rani bercerita kalau dia minta adik. Terkejut 
dengan permintaan tak terduga itu, Rani dan suaminya kembali menagih pengertian 
anaknya. Kesibukan mereka belum memungkinkan untuk menghadirkan seorang adik 
buat Alif. Lagi-lagi bocah kecil ini ''memahami'' orang tuanya. Buktinya, kata 
Rani, ia tak lagi merengek minta adik. Alif, tampaknya mewarisi karakter ibunya 
yang bukan perengek. Meski kedua orangtuanya kerap pulang larut, ia jarang 
sekali ngambek. 

Bahkan, tutur Rani, Alif selalu menyambut kedatangannya dengan penuh ceria. 
Maka, Rani menyapanya ''malaikat kecilku''. 

Sungguh keluarga yang bahagia, pikir saya. Meski kedua orangtuanya super sibuk, 
Alif tetap tumbuh penuh cinta. Diam-diam, saya iri pada keluarga ini. 

Suatu hari, menjelang Rani berangkat ke kantor, entah mengapa Alif menolak 
dimandikan baby sitter. ''Alif ingin Bunda mandikan,'' ujarnya penuh harap. 
Karuan saja Rani, yang detik ke detik waktunya sangat diperhitungkan, gusar. Ia 
menampik permintaan Alif sambil tetap gesit berdandan dan mempersiapkan 
keperluan kantornya. Suaminya pun turut membujuk Alif agar mau mandi dengan 
Tante Mien, baby sitter-nya. Lagi-lagi, Alif dengan pengertian menurut, meski 
wajahnya cemberut. 

Peristiwa ini berulang sampai hampir sepekan. ''Bunda, mandikan aku!'' kian 
lama suara Alif penuh tekanan. Toh, Rani dan suaminya berpikir, mungkin itu 
karena Alif sedang dalam masa pra-sekolah, jadinya agak lebih minta perhatian. 
Setelah dibujuk-bujuk, akhirnya Alif bisa ditinggal juga. 

Sampai suatu sore, saya dikejutkan telponnya Mien, sang baby sitter. ''Bu 
dokter, Alif demam dan kejang-kejang. Sekarang di Emergency.'' Setengah 
terbang, saya ngebut ke UGD. But it was too late. Allah sudah punya rencana 
lain. Alif, si malaikat kecil, keburu dipanggil pulang oleh-Nya. 

Rani, ketika diberi tahu soal Alif, sedang meresmikan kantor barunya. Ia shock 
berat. Setibanya di rumah, satu-satunya keinginan dia adalah memandikan 
putranya. Setelah pekan lalu Alif mulai menuntut, Rani memang menyimpan 
komitmen untuk suatu saat memandikan anaknya sendiri. 

Dan siang itu, janji Rani terwujud, meski setelah tubuh si kecil terbaring 
kaku. ''Ini Bunda Lif, Bunda mandikan Alif,'' ucapnya lirih, di tengah jamaah 
yang sunyi. Satu persatu rekan Rani menyingkir dari sampingnya, berusaha 
menyembunyikan tangis. 

Ketika tanah merah telah mengubur jasad si kecil, kami masih berdiri mematung 
di sisi pusara. Berkali-kali Rani, sahabatku yang tegar itu, berkata, ''Ini 
sudah takdir, ya kan. Sama saja, aku di sebelahnya ataupun di seberang lautan, 
kalau sudah saatnya, ya dia pergi juga kan?'' Saya diam saja. 

Rasanya Rani memang tak perlu hiburan dari orang lain. Suaminya mematung 
seperti tak bernyawa. Wajahnya pias, tatapannya kosong. ''Ini konsekuensi 
sebuah 

Re: [balita-anda] Nice Story: Mandikan Aku Bunda

2007-09-20 Terurut Topik Wiwi Williyanti


udah berapa kali dapat email kaya ginitapi tetep aja bikin air mata 
keluar



- Original Message - 
From: Aldo Desatura [EMAIL PROTECTED]

To: balita-anda@balita-anda.com
Sent: Friday, September 21, 2007 11:09 AM
Subject: [balita-anda] Nice Story: Mandikan Aku Bunda










Mandikan Aku Bunda

Di bawah ini adalah salah satu contoh tragis.

Sering kali orang tidak mensyukuri apa yang diMILIKInya sampai akhirnya 
.


Rani, sebut saja begitu namanya. Kawan kuliah ini berotak cemerlang dan 
memiliki idealisme tinggi. Sejak masuk kampus, sikap dan konsep dirinya 
sudah jelas: meraih yang terbaik, di bidang akademis maupun profesi yang 
akan digelutinya. ''Why not the best,'' katanya selalu, mengutip seorang 
mantan presiden Amerika.


Ketika Universitas mengirim mahasiswa untuk studi Hukum Internasional di 
Universiteit Utrecht, Belanda, Rani termasuk salah satunya. Saya lebih 
memilih menuntaskan pendidikan kedokteran.


Berikutnya, Rani mendapat pendamping yang ''selevel''; sama-sama 
berprestasi, meski berbeda profesi.


Alifya, buah cinta mereka, lahir ketika Rani diangkat sebagai staf diplomat, 
bertepatan dengan tuntasnya suami dia meraih PhD. Lengkaplah kebahagiaan 
mereka. Konon, nama putera mereka itu diambil dari huruf pertama hijaiyah 
''alif'' dan huruf terakhir ''ya'', jadilah nama yang enak didengar: Alifya. 
Saya tak sempat mengira, apa mereka bermaksud menjadikannya sebagai anak 
yang pertama dan terakhir.


Ketika Alif, panggilan puteranya itu, berusia 6 bulan, kesibukan Rani 
semakin menggila. Bak garuda, nyaris tiap hari ia terbang dari satu kota ke 
kota lain, dan dari satu negara ke negara lain.


Setulusnya saya pernah bertanya, ''Tidakkah si Alif terlalu kecil untuk 
ditinggal-tinggal?'' Dengan sigap Rani menjawab, ''Oh, saya sudah 
mengantisipasi segala sesuatunya. Everything is OK!'' Ucapannya itu 
betul-betul ia buktikan. Perawatan dan perhatian anaknya, ditangani secara 
profesional oleh baby sitter mahal. Rani tinggal mengontrol jadual Alif 
lewat telepon. Al if tumbuh menjadi anak yang tampak lincah, cerdas dan 
gampang mengerti.


Kakek-neneknya selalu memompakan kebanggaan kepada cucu semata wayang itu, 
tentang kehebatan ibu-bapaknya. Tentang gelar dan nama besar, tentang naik 
pesawat terbang, dan uang yang banyak.


''Contohlah ayah-bunda Alif, kalau Alif besar nanti.'' Begitu selalu nenek 
Alif, ibunya Rani, berpesan di akhir dongeng menjelang tidurnya.


Ketika Alif berusia 3 tahun, Rani bercerita kalau dia minta adik. Terkejut 
dengan permintaan tak terduga itu, Rani dan suaminya kembali menagih 
pengertian anaknya. Kesibukan mereka belum memungkinkan untuk menghadirkan 
seorang adik buat Alif. Lagi-lagi bocah kecil ini ''memahami'' orang tuanya. 
Buktinya, kata Rani, ia tak lagi merengek minta adik. Alif, tampaknya 
mewarisi karakter ibunya yang bukan perengek. Meski kedua orangtuanya kerap 
pulang larut, ia jarang sekali ngambek.


Bahkan, tutur Rani, Alif selalu menyambut kedatangannya dengan penuh ceria. 
Maka, Rani menyapanya ''malaikat kecilku''.


Sungguh keluarga yang bahagia, pikir saya. Meski kedua orangtuanya super 
sibuk, Alif tetap tumbuh penuh cinta. Diam-diam, saya iri pada keluarga ini.


Suatu hari, menjelang Rani berangkat ke kantor, entah mengapa Alif menolak 
dimandikan baby sitter. ''Alif ingin Bunda mandikan,'' ujarnya penuh harap. 
Karuan saja Rani, yang detik ke detik waktunya sangat diperhitungkan, gusar. 
Ia menampik permintaan Alif sambil tetap gesit berdandan dan mempersiapkan 
keperluan kantornya. Suaminya pun turut membujuk Alif agar mau mandi dengan 
Tante Mien, baby sitter-nya. Lagi-lagi, Alif dengan pengertian menurut, 
meski wajahnya cemberut.


Peristiwa ini berulang sampai hampir sepekan. ''Bunda, mandikan aku!'' kian 
lama suara Alif penuh tekanan. Toh, Rani dan suaminya berpikir, mungkin itu 
karena Alif sedang dalam masa pra-sekolah, jadinya agak lebih minta 
perhatian. Setelah dibujuk-bujuk, akhirnya Alif bisa ditinggal juga.


Sampai suatu sore, saya dikejutkan telponnya Mien, sang baby sitter. ''Bu 
dokter, Alif demam dan kejang-kejang. Sekarang di Emergency.'' Setengah 
terbang, saya ngebut ke UGD. But it was too late. Allah sudah punya rencana 
lain. Alif, si malaikat kecil, keburu dipanggil pulang oleh-Nya.


Rani, ketika diberi tahu soal Alif, sedang meresmikan kantor barunya. Ia 
shock berat. Setibanya di rumah, satu-satunya keinginan dia adalah 
memandikan putranya. Setelah pekan lalu Alif mulai menuntut, Rani memang 
menyimpan komitmen untuk suatu saat memandikan anaknya sendiri.


Dan siang itu, janji Rani terwujud, meski setelah tubuh si kecil terbaring 
kaku. ''Ini Bunda Lif, Bunda mandikan Alif,'' ucapnya lirih, di tengah 
jamaah yang sunyi. Satu persatu rekan Rani menyingkir dari sampingnya, 
berusaha menyembunyikan tangis.


Ketika tanah merah telah mengubur jasad si kecil, kami masih berdiri 
mematung di sisi pusara. Berkali-kali Rani, sahabatku yang tegar itu, 
berkata, ''Ini sudah takdir, ya

Re: [balita-anda] Nice Story: Mandikan Aku Bunda-pengalaman pribadi

2007-09-20 Terurut Topik rawasita
Cerita yang menarik dan mengingatkan

ada banyak keanehan dicerita ini, kok banyak samanya dengan cerita saya ya..

Namanya hampir sama, kalo di cerita tokohnya namanya Rani kalo aku 
Reny.sama-sama lulusan utrecht Belanda. 
nama pengasuh anaknya juga sama di cerita Mien, kalo pengasuh anak ku namanya 
Tien.

satu yang juga agak menarik, kalo dicerita si Bunda menolak anaknya yg minta 
dimandiin. Kalo aku baru bahagia karena lebih kurang satu bulan ini Nadiraku 
minta mandiin Bundanya setelah sebelumnya selalu maunya sama yang ngasuh 
(Akibat ditinggal kuliah 7 bulan).

inget betul rasa kaget waktu itu pas tanpa angin tanpa hujan, dira yg baru 
bisa ngomong ujung2 kata dan yang biasanya selalu maunya sama yg ngasuh 
tahu-tahu bilang Di...da artinya mandi dengan bunda. Bundanya jadi bahagia 
betul...
 

Dari semua kesamaan-kesamaan yang ada mudah-mudahan endingnya nggak sama...
 
Sehatkan dan panjangkan umur anakku ya Allah...Amien


Ps: terlepas dari segala hikmah yang bisa diambil dari cerita ini, menurut saya 
cerita ini ditulis dengan tidak adil dan memojokan wanita pekerja. Yang namanya 
urusan anak, ada faktor suami juga disana, mestinya bisa dibahas secara 
berimbang.  

  



- Original Message 
From: Aldo Desatura [EMAIL PROTECTED]
To: balita-anda@balita-anda.com
Sent: Friday, September 21, 2007 11:09:43 AM
Subject: [balita-anda] Nice Story: Mandikan Aku Bunda


Mandikan Aku Bunda

Di bawah ini adalah salah satu contoh tragis. 

Sering kali orang tidak mensyukuri apa yang diMILIKInya sampai akhirnya . 

Rani, sebut saja begitu namanya. Kawan kuliah ini berotak cemerlang dan 
memiliki idealisme tinggi. Sejak masuk kampus, sikap dan konsep dirinya sudah 
jelas: meraih yang terbaik, di bidang akademis maupun profesi yang akan 
digelutinya. ''Why not the best,'' katanya selalu, mengutip seorang mantan 
presiden Amerika. 

Ketika Universitas mengirim mahasiswa untuk studi Hukum Internasional di 
Universiteit Utrecht, Belanda, Rani termasuk salah satunya. Saya lebih memilih 
menuntaskan pendidikan kedokteran. 

Berikutnya, Rani mendapat pendamping yang ''selevel''; sama-sama berprestasi, 
meski berbeda profesi. 

Alifya, buah cinta mereka, lahir ketika Rani diangkat sebagai staf diplomat, 
bertepatan dengan tuntasnya suami dia meraih PhD. Lengkaplah kebahagiaan 
mereka. Konon, nama putera mereka itu diambil dari huruf pertama hijaiyah 
''alif'' dan huruf terakhir ''ya'', jadilah nama yang enak didengar: Alifya. 
Saya tak sempat mengira, apa mereka bermaksud menjadikannya sebagai anak yang 
pertama dan terakhir. 

Ketika Alif, panggilan puteranya itu, berusia 6 bulan, kesibukan Rani semakin 
menggila. Bak garuda, nyaris tiap hari ia terbang dari satu kota ke kota lain, 
dan dari satu negara ke negara lain. 

Setulusnya saya pernah bertanya, ''Tidakkah si Alif terlalu kecil untuk 
ditinggal-tinggal?'' Dengan sigap Rani menjawab, ''Oh, saya sudah 
mengantisipasi segala sesuatunya. Everything is OK!'' Ucapannya itu betul-betul 
ia buktikan. Perawatan dan perhatian anaknya, ditangani secara profesional oleh 
baby sitter mahal. Rani tinggal mengontrol jadual Alif lewat telepon. Al if 
tumbuh menjadi anak yang tampak lincah, cerdas dan gampang mengerti. 

Kakek-neneknya selalu memompakan kebanggaan kepada cucu semata wayang itu, 
tentang kehebatan ibu-bapaknya. Tentang gelar dan nama besar, tentang naik 
pesawat terbang, dan uang yang banyak. 

''Contohlah ayah-bunda Alif, kalau Alif besar nanti.'' Begitu selalu nenek 
Alif, ibunya Rani, berpesan di akhir dongeng menjelang tidurnya. 

Ketika Alif berusia 3 tahun, Rani bercerita kalau dia minta adik. Terkejut 
dengan permintaan tak terduga itu, Rani dan suaminya kembali menagih pengertian 
anaknya. Kesibukan mereka belum memungkinkan untuk menghadirkan seorang adik 
buat Alif. Lagi-lagi bocah kecil ini ''memahami'' orang tuanya. Buktinya, kata 
Rani, ia tak lagi merengek minta adik. Alif, tampaknya mewarisi karakter ibunya 
yang bukan perengek. Meski kedua orangtuanya kerap pulang larut, ia jarang 
sekali ngambek. 

Bahkan, tutur Rani, Alif selalu menyambut kedatangannya dengan penuh ceria. 
Maka, Rani menyapanya ''malaikat kecilku''. 

Sungguh keluarga yang bahagia, pikir saya. Meski kedua orangtuanya super sibuk, 
Alif tetap tumbuh penuh cinta. Diam-diam, saya iri pada keluarga ini. 

Suatu hari, menjelang Rani berangkat ke kantor, entah mengapa Alif menolak 
dimandikan baby sitter. ''Alif ingin Bunda mandikan,'' ujarnya penuh harap. 
Karuan saja Rani, yang detik ke detik waktunya sangat diperhitungkan, gusar. Ia 
menampik permintaan Alif sambil tetap gesit berdandan dan mempersiapkan 
keperluan kantornya. Suaminya pun turut membujuk Alif agar mau mandi dengan 
Tante Mien, baby sitter-nya. Lagi-lagi, Alif dengan pengertian menurut, meski 
wajahnya cemberut. 

Peristiwa ini berulang sampai hampir sepekan. ''Bunda, mandikan aku!'' kian 
lama suara Alif penuh tekanan. Toh, Rani dan suaminya berpikir, mungkin itu 
karena Alif sedang dalam masa pra

RE: [balita-anda] nice story.....

2007-08-24 Terurut Topik Dhidi Mulyadi
Menyentuh sekali ceritanya pak..saya sampai menitikkan air mata...
Sebuat pesan moral yang hampir sulit kita temukan sekarang ini.

Salam,
dhidi

-Original Message-
From: [EMAIL PROTECTED] [mailto:[EMAIL PROTECTED] 
Sent: 23 Agustus 2007 20:27
To: balita-anda@balita-anda.com
Cc: [EMAIL PROTECTED]
Subject: [balita-anda] nice story.

Aku Menangis untuk Adikku
Penulis : Ratu Karitasurya

--
Beli tanaman hias, http://www.toekangkeboen.com
Info balita: http://www.balita-anda.com
Peraturan milis, email ke: [EMAIL PROTECTED]
menghubungi admin, email ke: [EMAIL PROTECTED]



RE: [balita-anda] nice story.....

2007-08-24 Terurut Topik NURHIDAYATI
Saya baca cerita ini dah berkali2 tapi tetep aja jebol air matanya... ato
emang saya yang terlalu cengeng ya???

-Original Message-
From: Dhidi Mulyadi [mailto:[EMAIL PROTECTED] 
Sent: Friday, August 24, 2007 3:53 PM
To: balita-anda@balita-anda.com
Subject: RE: [balita-anda] nice story.

Menyentuh sekali ceritanya pak..saya sampai menitikkan air mata...
Sebuat pesan moral yang hampir sulit kita temukan sekarang ini.

Salam,
dhidi

-Original Message-
From: [EMAIL PROTECTED] [mailto:[EMAIL PROTECTED] 
Sent: 23 Agustus 2007 20:27
To: balita-anda@balita-anda.com
Cc: [EMAIL PROTECTED]
Subject: [balita-anda] nice story.

Aku Menangis untuk Adikku
Penulis : Ratu Karitasurya

--
Beli tanaman hias, http://www.toekangkeboen.com
Info balita: http://www.balita-anda.com
Peraturan milis, email ke: [EMAIL PROTECTED]
menghubungi admin, email ke: [EMAIL PROTECTED]


__
This email has been scanned by the MessageLabs Email Security System.
For more information please visit http://www.messagelabs.com/email 
__


_
IMPORTANT - This email and any attachments may be confidential and privileged.  
If received in error, please contact Thiess and delete all copies.  You may not 
rely on advice and documents received by email unless confirmed by a signed 
Thiess letter.  This restriction on reliance will not apply to the extent that 
the above email communication is between parties to a contract and is 
authorised under that contract.  Before opening or using attachments, check 
them for viruses and defects.  Thiess' liability is limited to resupplying any 
affected attachments.

--
Beli tanaman hias, http://www.toekangkeboen.com
Info balita: http://www.balita-anda.com
Peraturan milis, email ke: [EMAIL PROTECTED]
menghubungi admin, email ke: [EMAIL PROTECTED]



Re: [balita-anda] nice story.....

2007-08-24 Terurut Topik Icho


Engga Mbak Nur.. gak cengeng emang ceritanya menyentuh sekali
saya juga tersentuh banget.. padahal saya pernah bbrp kali bacanya imel ini.
dan... setiap kali baca imel ini pasti mbrebes inget alm adikku...

atau jangan2 aku juga cengeng ya ??

- Original Message - 
From: NURHIDAYATI [EMAIL PROTECTED]

To: balita-anda@balita-anda.com
Sent: Friday, August 24, 2007 3:08 PM
Subject: RE: [balita-anda] nice story.



Saya baca cerita ini dah berkali2 tapi tetep aja jebol air matanya... ato
emang saya yang terlalu cengeng ya???

-Original Message-
From: Dhidi Mulyadi [mailto:[EMAIL PROTECTED]
Sent: Friday, August 24, 2007 3:53 PM
To: balita-anda@balita-anda.com
Subject: RE: [balita-anda] nice story.

Menyentuh sekali ceritanya pak..saya sampai menitikkan air mata...
Sebuat pesan moral yang hampir sulit kita temukan sekarang ini.

Salam,
dhidi

-Original Message-
From: [EMAIL PROTECTED] [mailto:[EMAIL PROTECTED]
Sent: 23 Agustus 2007 20:27
To: balita-anda@balita-anda.com
Cc: [EMAIL PROTECTED]
Subject: [balita-anda] nice story.

Aku Menangis untuk Adikku
Penulis : Ratu Karitasurya

--
Beli tanaman hias, http://www.toekangkeboen.com
Info balita: http://www.balita-anda.com
Peraturan milis, email ke: [EMAIL PROTECTED]
menghubungi admin, email ke: [EMAIL PROTECTED]


__
This email has been scanned by the MessageLabs Email Security System.
For more information please visit http://www.messagelabs.com/email
__


_
IMPORTANT - This email and any attachments may be confidential and 
privileged.  If received in error, please contact Thiess and delete all 
copies.  You may not rely on advice and documents received by email unless 
confirmed by a signed Thiess letter.  This restriction on reliance will 
not apply to the extent that the above email communication is between 
parties to a contract and is authorised under that contract.  Before 
opening or using attachments, check them for viruses and defects.  Thiess' 
liability is limited to resupplying any affected attachments.


--
Beli tanaman hias, http://www.toekangkeboen.com
Info balita: http://www.balita-anda.com
Peraturan milis, email ke: [EMAIL PROTECTED]
menghubungi admin, email ke: [EMAIL PROTECTED]








The information transmitted is intended only for the person or the entity to 
which it is addressed and may contain confidential and/or privileged material. 
If you have received it by mistake please notify the sender by return e-mail 
and delete this message including any of its attachments from your system. Any 
use, review, reliance or dissemination of this message in whole or in part is 
strictly prohibited. Please note that e-mails are susceptible to change. The 
views expressed herein do not necessarily represent those of PT Astra 
International Tbk and should not be construed as the views, offers or 
acceptances of PT Astra International Tbk.

--
Beli tanaman hias, http://www.toekangkeboen.com
Info balita: http://www.balita-anda.com
Peraturan milis, email ke: [EMAIL PROTECTED]
menghubungi admin, email ke: [EMAIL PROTECTED]



RE: [balita-anda] nice story.....

2007-08-24 Terurut Topik NURHIDAYATI
Betul sekali... gak tau ini cerita fiksi ato nyata tapi ceritanya emang
bagus banget.. menyentuh sekali...

Adek sampeyan pasti sebaik tokoh di cerita ini ya?
Do'akan saja adiknya mas, moga mendapat tempat terbaik di sisi-Nya

-Original Message-
From: Icho [mailto:[EMAIL PROTECTED] 
Sent: Friday, August 24, 2007 4:11 PM
To: balita-anda@balita-anda.com
Subject: Re: [balita-anda] nice story.


Engga Mbak Nur.. gak cengeng emang ceritanya menyentuh sekali
saya juga tersentuh banget.. padahal saya pernah bbrp kali bacanya imel ini.
dan... setiap kali baca imel ini pasti mbrebes inget alm adikku...

atau jangan2 aku juga cengeng ya ??

- Original Message - 
From: NURHIDAYATI [EMAIL PROTECTED]
To: balita-anda@balita-anda.com
Sent: Friday, August 24, 2007 3:08 PM
Subject: RE: [balita-anda] nice story.


 Saya baca cerita ini dah berkali2 tapi tetep aja jebol air matanya... ato
 emang saya yang terlalu cengeng ya???

 -Original Message-
 From: Dhidi Mulyadi [mailto:[EMAIL PROTECTED]
 Sent: Friday, August 24, 2007 3:53 PM
 To: balita-anda@balita-anda.com
 Subject: RE: [balita-anda] nice story.

 Menyentuh sekali ceritanya pak..saya sampai menitikkan air mata...
 Sebuat pesan moral yang hampir sulit kita temukan sekarang ini.

 Salam,
 dhidi

 -Original Message-
 From: [EMAIL PROTECTED] [mailto:[EMAIL PROTECTED]
 Sent: 23 Agustus 2007 20:27
 To: balita-anda@balita-anda.com
 Cc: [EMAIL PROTECTED]
 Subject: [balita-anda] nice story.

 Aku Menangis untuk Adikku
 Penulis : Ratu Karitasurya

 --
 Beli tanaman hias, http://www.toekangkeboen.com
 Info balita: http://www.balita-anda.com
 Peraturan milis, email ke: [EMAIL PROTECTED]
 menghubungi admin, email ke: [EMAIL PROTECTED]


 __
 This email has been scanned by the MessageLabs Email Security System.
 For more information please visit http://www.messagelabs.com/email
 __


 _
 IMPORTANT - This email and any attachments may be confidential and 
 privileged.  If received in error, please contact Thiess and delete all 
 copies.  You may not rely on advice and documents received by email unless

 confirmed by a signed Thiess letter.  This restriction on reliance will 
 not apply to the extent that the above email communication is between 
 parties to a contract and is authorised under that contract.  Before 
 opening or using attachments, check them for viruses and defects.  Thiess'

 liability is limited to resupplying any affected attachments.

 --
 Beli tanaman hias, http://www.toekangkeboen.com
 Info balita: http://www.balita-anda.com
 Peraturan milis, email ke: [EMAIL PROTECTED]
 menghubungi admin, email ke: [EMAIL PROTECTED]


 




The information transmitted is intended only for the person or the entity to
which it is addressed and may contain confidential and/or privileged
material. If you have received it by mistake please notify the sender by
return e-mail and delete this message including any of its attachments from
your system. Any use, review, reliance or dissemination of this message in
whole or in part is strictly prohibited. Please note that e-mails are
susceptible to change. The views expressed herein do not necessarily
represent those of PT Astra International Tbk and should not be construed as
the views, offers or acceptances of PT Astra International Tbk.

--
Beli tanaman hias, http://www.toekangkeboen.com
Info balita: http://www.balita-anda.com
Peraturan milis, email ke: [EMAIL PROTECTED]
menghubungi admin, email ke: [EMAIL PROTECTED]


__
This email has been scanned by the MessageLabs Email Security System.
For more information please visit http://www.messagelabs.com/email 
__


_
IMPORTANT - This email and any attachments may be confidential and privileged.  
If received in error, please contact Thiess and delete all copies.  You may not 
rely on advice and documents received by email unless confirmed by a signed 
Thiess letter.  This restriction on reliance will not apply to the extent that 
the above email communication is between parties to a contract and is 
authorised under that contract.  Before opening or using attachments, check 
them for viruses and defects.  Thiess' liability is limited to resupplying any 
affected attachments.

--
Beli tanaman hias, http://www.toekangkeboen.com
Info balita: http://www.balita-anda.com
Peraturan milis, email ke: [EMAIL

[balita-anda] nice story.....

2007-08-23 Terurut Topik [EMAIL PROTECTED]
Aku Menangis untuk Adikku 
Penulis : Ratu Karitasurya

KotaSantri.com : Aku dilahirkan di sebuah dusun
pegunungan yang sangat terpencil. Hari demi hari,
orangtuaku membajak tanah kering kuning, dan punggung
mereka menghadap ke langit. Aku mempunyai seorang
adik, tiga tahun lebih muda dariku.

Suatu ketika, untuk membeli sebuah sapu tangan yang
mana semua gadis di sekelilingku kelihatan membawanya,
aku mencuri lima puluh sen dari laci ayahku. Ayah
segera menyadarinya. Beliau membuat adikku dan aku
berlutut di depan tembok, dengan sebuah tongkat bambu
di tangannya.

Siapa yang mencuri uang itu? beliau bertanya. Aku
terpaku, terlalu takut untuk berbicara.

Ayah tidak mendengar siapapun mengaku, jadi beliau
mengatakan, Baiklah, kalau begitu, kalian berdua
layak dipukul! 

Dia mengangkat tongkat bambu itu tinggi-tinggi. 
Tiba-tiba, adikku mencengkeram tangannya dan berkata,
Ayah, aku yang melakukannya! 

Tongkat panjang itu menghantam punggung adikku
bertubi-tubi. Ayah begitu marah, sehingga ia terus
menerus mencambukinya sampai beliau kehabisan nafas. 

Sesudahnya, beliau duduk di atas ranjang batu bata
kami dan memarahi, Kamu sudah belajar mencuri dari
rumah sekarang, hal memalukan apa lagi yang akan kamu
lakukan di masa mendatang? Kamu layak dipukul sampai
mati! Kamu pencuri tidak tahu malu! 

Malam itu, ibu dan aku memeluk adikku dalam pelukan
kami. Tubuhnya penuh dengan luka, tetapi ia tidak
menitikkan air mata setetes pun. Di pertengahan malam
itu, aku tiba-tiba mulai menangis meraung-raung.
Adikku menutup mulutku dengan tangan kecilnya dan
berkata, Kak, jangan menangis lagi sekarang. Semuanya
sudah terjadi.

Aku masih selalu membenci diriku karena tidak memiliki
cukup keberanian untuk maju mengaku. Bertahun-tahun
telah lewat, tapi insiden tersebut masih kelihatan
seperti baru kemarin. Aku tidak pernah akan lupa
tampang adikku ketika ia melindungiku. Waktu itu,
adikku berusia 8 tahun. Aku berusia 11.

Ketika adikku berada pada tahun terakhirnya di SMP, ia
lulus untuk masuk ke SMA di pusat kabupaten. Pada saat
yang sama, aku diterima untuk masuk ke sebuah
universitas propinsi. 

Malam itu, ayah berjongkok di halaman, menghisap rokok
tembakaunya, bungkus demi bungkus. Aku mendengarnya
memberengut, Kedua anak kita memberikan hasil yang
begitu baik. Hasil yang begitu baik. 

Ibu mengusap air matanya yang mengalir dan menghela
nafas, Apa gunanya? Bagaimana mungkin kita bisa
membiayai keduanya sekaligus?

Saat itu juga, adikku berjalan keluar ke hadapan ayah
dan berkata, Ayah, saya tidak mau melanjutkan sekolah
lagi, saya telah cukup membaca banyak buku. 

Ayah mengayunkan tangannya dan memukul adikku pada
wajahnya. Mengapa kau mempunyai jiwa yang begitu
keparat lemahnya? Bahkan jika berarti ayah mesti
mengemis di jalanan, ayah akan menyekolahkan kamu
berdua sampai selesai! Kemudian ia mengetuk setiap
rumah di dusun itu untuk meminjam uang. 

Aku menjulurkan tanganku selembut yang aku bisa ke
muka adikku yang membengkak. Aku berkata, Seorang
anak laki-laki harus meneruskan sekolahnya. Kalau
tidak, ia tidak akan pernah meninggalkan jurang
kemiskinan ini. Aku, sebaliknya, telah memutuskan
untuk tidak lagi meneruskan ke universitas.

Siapa sangka keesokan harinya, sebelum subuh datang,
adikku meninggalkan rumah dengan beberapa helai
pakaian lusuh dan sedikit kacang yang sudah mengering.
Dia menyelinap ke samping ranjangku dan meninggalkan
secarik kertas di atas bantalku, Kak, masuk ke
universitas tidaklah mudah. Saya akan pergi mencari
kerja dan mengirimmu uang.

Aku memegang kertas tersebut di atas tempat tidurku,
dan menangis dengan air mata bercucuran sampai suaraku
hilang. Tahun itu, adikku berusia 17 tahun. Aku 20. 

Dengan uang yang ayahku pinjam dari seluruh dusun, dan
uang yang adikku hasilkan dari mengangkut semen pada
punggungnya di lokasi konstruksi, aku akhirnya sampai
ke tahun ketiga di universitas.

Suatu hari, aku sedang belajar di kamarku, ketika
teman sekamarku masuk dan memberitahukan, Ada seorang
penduduk dusun menunggumu di luar sana! Mengapa ada
seorang penduduk dusun mencariku? 

Aku berjalan keluar dan melihat adikku dari jauh,
seluruh badannya kotor tertutup debu semen dan pasir.
Aku menanyakannya, Mengapa kamu tidak bilang pada
teman sekamarku kalau kamu adalah adikku?

Dia menjawab, tersenyum, Lihat bagaimana
penampilanku. Apa yang akan mereka pikir jika mereka
tahu saya adalah adikmu? Apa mereka tidak akan
menertawakanmu?  

Aku merasa terenyuh, dan air mata memenuhi mataku. Aku
menyapu debu-debu dari adikku semuanya, dan
tersekat-sekat dalam kata-kataku, Aku tidak perduli
omongan siapa pun! Kamu adalah adikku apapun juga!
Kamu adalah adikku bagaimana pun penampilanmu. 

Dari sakunya, ia mengeluarkan sebuah jepit rambut
berbentuk kupu-kupu. Ia memakaikannya kepadaku, dan
terus menjelaskan, Saya melihat semua gadis kota
memakainya. Jadi saya pikir kamu juga harus memiliki
satu.

Aku tidak dapat menahan diri lebih lama lagi. Aku
menarik adikku ke dalam pelukanku dan menangis dan
menangis. 

[balita-anda] Nice Story....

2006-06-20 Terurut Topik yesi purnaningsih

Buat renungan temen2 BA yah... buat dibaca pas waktu senggang di kantor...
Bagus banget.

Rgds,
Mamanya Belle_Sa


Cinta Laki-laki Biasa
Karya Asma Nadia dari kumpulan cerpen Cinta Laki-laki Biasa

MENJELANG hari H, Nania masih saja sulit mengungkapkan alasan kenapa
dia mau menikah dengan lelaki itu. Baru setelah menengok ke belakang,
hari-hari yang dilalui, gadis cantik itu sadar, keheranan yang terjadi
bukan semata miliknya, melainkan menjadi milik banyak orang; Papa dan
Mama, kakak-kakak, tetangga, dan teman-teman Nania. Mereka ternyata
sama herannya.
Kenapa? tanya mereka di hari Nania mengantarkan surat undangan.
Saat itu teman-teman baik Nania sedang duduk di kantin menikmati
hari-hari sidang yang baru saja berlalu. Suasana sore di kampus sepi.
Berpasang-pasang mata tertuju pada gadis itu.

Tiba-tiba saja pipi Nania bersemu merah, lalu matanya berpijar
bagaikan lampu neon limabelas watt. Hatinya sibuk merangkai kata-kata
yang barangkali beterbangan di otak melebihi kapasitas. Mulut Nania
terbuka. Semua menunggu.
Tapi tak ada apapun yang keluar dari sana. Ia hanya menarik nafas,
mencoba bicara dan menyadari, dia tak punya kata-kata!

Dulu gadis berwajah indo itu mengira punya banyak jawaban, alasan
detil dan spesifik, kenapa bersedia menikah dengan laki-laki itu. Tapi
kejadian di kampus adalah kali kedua Nania yang pintar berbicara
mendadak gagap. Yang pertama terjadi tiga bulan lalu saat Nania
menyampaikan keinginan Rafli untuk melamarnya. Arisan keluarga Nania
dianggap momen yang tepat karena semua berkumpul, bahkan hingga
generasi ketiga, sebab kakak-kakaknya yang sudah berkeluarga membawa
serta buntut mereka.

Kamu pasti bercanda!
Nania kaget. Tapi melihat senyum yang tersungging di wajah kakak
tertua, disusul senyum serupa dari kakak nomor dua, tiga, dan terakhir
dari Papa dan Mama membuat Nania menyimpulkan: mereka serius ketika
mengira Nania bercanda.
Suasana sekonyong-konyong hening. Bahkan keponakan-keponakan Nania
yang balita melongo dengan gigi-gigi mereka yang ompong. Semua menatap
Nania!
Nania serius! tegasnya sambil menebak-nebak, apa lucunya jika Rafli
memang melamarnya.
Tidak ada yang lucu, suara Papa tegas, Papa hanya tidak mengira
Rafli berani melamar anak Papa yang paling cantik!

Nania tersenyum. Sedikit lega karena kalimat Papa barusan adalah
pertanda baik. Perkiraan Nania tidak sepenuhnya benar sebab setelah
itu berpasang-pasang mata kembali menghujaninya, seperti tatapan mata
penuh selidik seisi ruang pengadilan pada tertuduh yang duduk layaknya
pesakitan.
Tapi Nania tidak serius dengan Rafli, kan? Mama mengambil inisiatif
bicara, masih seperti biasa dengan nada penuh wibawa, maksud Mama
siapa saja boleh datang melamar siapapun, tapi jawabannya tidak harus
iya, toh?

Nania terkesima.
Kenapa?
Sebab kamu gadis Papa yang paling cantik.
Sebab kamu paling berprestasi dibandingkan kami.
Mulai dari ajang busana, sampai lomba beladiri. Kamu juga juara debat
bahasa Inggris, juara baca puisi seprovinsi. Suaramu bagus!
Sebab masa depanmu cerah. Sebentar lagi kamu meraih gelar insinyur.
Bakatmu yang lain pun luar biasa. Nania sayang, kamu bisa mendapatkan
laki-laki manapun yang kamu mau!

Nania memandangi mereka, orang-orang yang amat dia kasihi, Papa,
kakak-kakak, dan terakhir Mama. Takjub dengan rentetan panjang uraian
mereka atau satu kata 'kenapa' yang barusan Nania lontarkan.
Nania Cuma mau Rafli, sahutnya pendek dengan airmata mengambang di kelopak.

Hari itu dia tahu, keluarganya bukan sekadar tidak suka, melainkan
sangat tidak menyukai Rafli. Ketidaksukaan yang mencapai stadium
empat. Parah.
Tapi kenapa?
Sebab Rafli cuma laki-laki biasa, dari keluarga biasa, dengan
pendidikan biasa, berpenampilan biasa, dengan pekerjaan dan gaji yang
amat sangat biasa.
Bergantian tiga saudara tua Nania mencoba membuka matanya.
Tak ada yang bisa dilihat pada dia, Nania!
Cukup!

Nania menjadi marah. Tidak pada tempatnya ukuran-ukuran duniawi
menjadi parameter kebaikan seseorang menjadi manusia. Di mana iman, di
mana tawakkal hingga begitu mudah menentukan masa depan seseorang
dengan melihat pencapaiannya hari ini?

Sayangnya Nania lagi-lagi gagal membuka mulut dan membela Rafli.
Barangkali karena Nania memang tidak tahu bagaimana harus membelanya.
Gadis itu tak punya fakta dan data konkret yang bisa membuat Rafli
tampak 'luar biasa'. Nania cuma punya idealisme berdasarkan perasaan
yang telah menuntun Nania menapaki hidup hingga umur duapuluh tiga.
Dan nalurinya menerima Rafli. Di sampingnya Nania bahagia.

Mereka akhirnya menikah.
***
Setahun pernikahan.
Orang-orang masih sering menanyakan hal itu, masih sering
berbisik-bisik di belakang Nania, apa sebenarnya yang dia lihat dari
Rafli. Jeleknya, Nania masih belum mampu juga menjelaskan
kelebihan-kelebihan Rafli agar tampak di mata mereka.

Nania hanya merasakan cinta begitu besar dari Rafli, begitu besar
hingga Nania bisa merasakannya hanya dari sentuhan tangan, tatapan
mata, atau cara dia meladeni Nania. Hal-hal sederhana yang membuat
perempuan itu 

RE: [balita-anda] Nice Story....

2006-06-20 Terurut Topik Desy Alifianti
Mbak...

nice story...;-)

sangat menyentuh..**dengan mata berkaca2**

salam,
BundaVaNif

-Original Message-
From: yesi purnaningsih [mailto:[EMAIL PROTECTED]
Sent: Tuesday, June 20, 2006 1:59 PM
To: balita-anda@balita-anda.com
Subject: [balita-anda] Nice Story


Buat renungan temen2 BA yah... buat dibaca pas waktu senggang di kantor...
Bagus banget.

Rgds,
Mamanya Belle_Sa


Cinta Laki-laki Biasa
Karya Asma Nadia dari kumpulan cerpen Cinta Laki-laki Biasa

MENJELANG hari H, Nania masih saja sulit mengungkapkan alasan kenapa
dia mau menikah dengan lelaki itu. Baru setelah menengok ke belakang,
hari-hari yang dilalui, gadis cantik itu sadar, keheranan yang terjadi
bukan semata miliknya, melainkan menjadi milik banyak orang; Papa dan
Mama, kakak-kakak, tetangga, dan teman-teman Nania. Mereka ternyata
sama herannya.
Kenapa? tanya mereka di hari Nania mengantarkan surat undangan.
Saat itu teman-teman baik Nania sedang duduk di kantin menikmati
hari-hari sidang yang baru saja berlalu. Suasana sore di kampus sepi.
Berpasang-pasang mata tertuju pada gadis itu.

Tiba-tiba saja pipi Nania bersemu merah, lalu matanya berpijar
bagaikan lampu neon limabelas watt. Hatinya sibuk merangkai kata-kata
yang barangkali beterbangan di otak melebihi kapasitas. Mulut Nania
terbuka. Semua menunggu.
Tapi tak ada apapun yang keluar dari sana. Ia hanya menarik nafas,
mencoba bicara dan menyadari, dia tak punya kata-kata!

Dulu gadis berwajah indo itu mengira punya banyak jawaban, alasan
detil dan spesifik, kenapa bersedia menikah dengan laki-laki itu. Tapi
kejadian di kampus adalah kali kedua Nania yang pintar berbicara
mendadak gagap. Yang pertama terjadi tiga bulan lalu saat Nania
menyampaikan keinginan Rafli untuk melamarnya. Arisan keluarga Nania
dianggap momen yang tepat karena semua berkumpul, bahkan hingga
generasi ketiga, sebab kakak-kakaknya yang sudah berkeluarga membawa
serta buntut mereka.

Kamu pasti bercanda!
Nania kaget. Tapi melihat senyum yang tersungging di wajah kakak
tertua, disusul senyum serupa dari kakak nomor dua, tiga, dan terakhir
dari Papa dan Mama membuat Nania menyimpulkan: mereka serius ketika
mengira Nania bercanda.
Suasana sekonyong-konyong hening. Bahkan keponakan-keponakan Nania
yang balita melongo dengan gigi-gigi mereka yang ompong. Semua menatap
Nania!
Nania serius! tegasnya sambil menebak-nebak, apa lucunya jika Rafli
memang melamarnya.
Tidak ada yang lucu, suara Papa tegas, Papa hanya tidak mengira
Rafli berani melamar anak Papa yang paling cantik!

Nania tersenyum. Sedikit lega karena kalimat Papa barusan adalah
pertanda baik. Perkiraan Nania tidak sepenuhnya benar sebab setelah
itu berpasang-pasang mata kembali menghujaninya, seperti tatapan mata
penuh selidik seisi ruang pengadilan pada tertuduh yang duduk layaknya
pesakitan.
Tapi Nania tidak serius dengan Rafli, kan? Mama mengambil inisiatif
bicara, masih seperti biasa dengan nada penuh wibawa, maksud Mama
siapa saja boleh datang melamar siapapun, tapi jawabannya tidak harus
iya, toh?

Nania terkesima.
Kenapa?
Sebab kamu gadis Papa yang paling cantik.
Sebab kamu paling berprestasi dibandingkan kami.
Mulai dari ajang busana, sampai lomba beladiri. Kamu juga juara debat
bahasa Inggris, juara baca puisi seprovinsi. Suaramu bagus!
Sebab masa depanmu cerah. Sebentar lagi kamu meraih gelar insinyur.
Bakatmu yang lain pun luar biasa. Nania sayang, kamu bisa mendapatkan
laki-laki manapun yang kamu mau!

Nania memandangi mereka, orang-orang yang amat dia kasihi, Papa,
kakak-kakak, dan terakhir Mama. Takjub dengan rentetan panjang uraian
mereka atau satu kata 'kenapa' yang barusan Nania lontarkan.
Nania Cuma mau Rafli, sahutnya pendek dengan airmata mengambang di
kelopak.

Hari itu dia tahu, keluarganya bukan sekadar tidak suka, melainkan
sangat tidak menyukai Rafli. Ketidaksukaan yang mencapai stadium
empat. Parah.
Tapi kenapa?
Sebab Rafli cuma laki-laki biasa, dari keluarga biasa, dengan
pendidikan biasa, berpenampilan biasa, dengan pekerjaan dan gaji yang
amat sangat biasa.
Bergantian tiga saudara tua Nania mencoba membuka matanya.
Tak ada yang bisa dilihat pada dia, Nania!
Cukup!

Nania menjadi marah. Tidak pada tempatnya ukuran-ukuran duniawi
menjadi parameter kebaikan seseorang menjadi manusia. Di mana iman, di
mana tawakkal hingga begitu mudah menentukan masa depan seseorang
dengan melihat pencapaiannya hari ini?

Sayangnya Nania lagi-lagi gagal membuka mulut dan membela Rafli.
Barangkali karena Nania memang tidak tahu bagaimana harus membelanya.
Gadis itu tak punya fakta dan data konkret yang bisa membuat Rafli
tampak 'luar biasa'. Nania cuma punya idealisme berdasarkan perasaan
yang telah menuntun Nania menapaki hidup hingga umur duapuluh tiga.
Dan nalurinya menerima Rafli. Di sampingnya Nania bahagia.

Mereka akhirnya menikah.
***
Setahun pernikahan.
Orang-orang masih sering menanyakan hal itu, masih sering
berbisik-bisik di belakang Nania, apa sebenarnya yang dia lihat dari
Rafli. Jeleknya, Nania masih belum mampu juga

Re: [balita-anda] Nice Story....

2006-06-20 Terurut Topik Pria Duarsa

-Original Message-
From: yesi purnaningsih [mailto:[EMAIL PROTECTED]

Cinta Laki-laki Biasa

... Waktu telah membuktikan segalanya. Cinta luar biasa dari laki-laki
biasa yang tak pernah berubah, untuk Nania.
---
duuuh, gw kirain ada ending ato sisipan ala ccs :-))

mbok ya jgn melulu ngirim yg sedih2 dunk..

pria d


[balita-anda] nice story..

2006-05-19 Terurut Topik Fitri Rosmawaty
sori ye buat yang udah pernah dapet...

rgds,
-fitri-


DOMPET
By Arnold Fine

Ketika aku berjalan kaki pulang ke rumah di suatu hari yang dingin, kakiku
tersandung sebuah dompet yang tampaknya terjatuh tanpa sepengetahuan
pemiliknya. Aku memungut dan melihat isi dompet itu kalau-kalau aku bisa
menghubungi pemiliknya. Tapi, dompet itu hanya berisi uang sejumlah tiga
Dollar dan selembar surat kusut yang sepertinya sudah bertahun-tahun
tersimpan di dalamnya. Satu-satunya yang tertera pada amplop surat itu
adalah alamat si pengirim. Aku membuka isinya sambil berharap bisa menemukan
petunjuk. 
Lalu aku baca tahun 1924. Ternyata surat itu ditulis lebih dari 60 tahun
yang lalu. Surat itu ditulis dengan tulisan tangan yang anggun di atas
kertas biru lembut yang berhiaskan bunga-bunga kecil di sudut kirinya.
Tertulis di sana, Sayangku Michael, yang menunjukkan kepada siapa surat
itu ditulis yang ternyata bernama Michael. Penulis surat itu menyatakan
bahwa ia tidak bisa bertemu dengannya lagi karena ibu telah melarangnya.
Tapi, meski begitu ia masih tetap mencintainya. Surat itu ditandatangani
oleh Hannah. Surat itu begitu indah.

Tetapi tetap saja aku tidak bisa menemukan siapa nama pemilik dompet itu.
Mungkin bila aku menelepon bagian penerangan mereka bisa memberitahu nomor
telepon alamat yang ada pada amplop itu.
Operator, kataku pada bagian peneragan, Saya mempunyai permintaan yang
agak tidak biasa. sedang berusaha mencari tahu pemiliki dompet yang saya
temukan di jalan. Barangkali anda bisa membantu saya memberikan nomor
telepon atas alamat yang ada pada surat yang saya temukan dalam dompet
tersebut?

Operator itu menyarankan agar aku berbicara dengan atasannya, yang tampaknya
tidak begitu suka dengan pekerjaan tambahan ini. Kemudian ia berkata, Kami
mempunyai nomor telepon alamat tersebut, namun kami tidak bisa
memberitahukannya pada anda. Demi kesopanan, katanya, ia akan menghubungi
nomor tersebut, menjelaskan apa yang saya temukan dan menanyakan apakah
mereka berkenan untuk berbicara denganku. Aku menunggu beberapa menit.

Tak berapa lama ia menghubungiku, katanya, Ada orang yang ingin berbicara
dengan anda.
Lalu aku tanyakan pada wanita yang ada di ujung telepon sana, apakah ia
mengetahui seseorang bernama Hannah.
Ia menarik nafas, Oh, kami membeli rumah ini dari keluarga yang memiliki
anak perempuan bernama Hannah. Tapi, itu 30 tahun yang lalu!
Apakah anda tahu dimana keluarga itu berada sekarang? tanyaku.
Yang aku ingat, Hannah telah menitipkan ibunya di sebuah panti jompo
beberapa tahun lalu, kata wanita itu. Mungkin, bila anda menghubunginya
mereka bisa mencaritahu dimana anak mereka, Hannah, berada.
Lalu ia memberiku nama panti jompo tersebut. Ketika aku menelepon ke sana,
mereka mengatakan bahwa wanita, ibu Hannah, yang aku maksud sudah lama
meninggal dunia. Tapi mereka masih menyimpan nomor telepon rumah dimana anak
wanita itu tinggal. Aku mengucapkan terima kasih dan menelepon nomor yang
mereka berikan. Kemudian, di ujung telepon sana, seorang wanita mengatakan
bahwa Hannah sekarang tinggal di sebuah panti jompo.

Semua ini tampaknya konyol, kataku pada diriku sendiri. Mengapa pula aku
mau repot-repot menemukan pemilik dompet yang hanya berisi tiga Dollar dan
surat yang ditulis lebih dari 60 tahun yang lalu? 
Tapi, bagaimana pun aku menelepon panti jompo tempat Hannah sekarang berada.

Seorang pria yang menerima teleponku mengatakan, Ya, Hannah memang tinggal
bersama kami.
Meski waktu itu sudah menunjukkan pukul 10 malam, aku meminta agar bisa
menemui Hannah.
Ok, kata pria itu agak bersungut-sungut, bila anda mau, mungkin ia
sekarang sedang menonton TV di ruang tengah.

Aku mengucapkan terima kasih dan segera berkendara ke panti jompo tersebut.
Gedung panti jompo itu sangat besar. Penjaga dan perawat yang berdinas malam
menyambutku di pintu. Lalu, kami naik ke lantai tiga. Di ruang tengah,
perawat itu memperkenalkan aku dengan Hannah. Ia tampak manis, rambut
ubannya keperak-perakan, senyumnya hangat dan matanya bersinar-sinar. Aku
menceritakan padanya mengenai dompet yang aku temukan. Aku pun menunjukkan
padanya surat yang ditulisnya. Ketika ia melihat amplop surat berwarna biru
lembut dengan bunga-bunga kecil di sudut kiri, ia menarik nafas dalam-dalam
dan berkata, Anak muda, surat ini adalah hubunganku yang terakhir dengan
Michael.
Matanya memandang jauh, merenung dalam-dalam. Katanya dengan lembut, Aku
amat-amat mencintainya. Saat itu aku baru
berusia 16 tahun, dan ibuku menganggap aku masih terlalu kecil. Oh, Ia
sangat tampan. Ia seperti Sean Connery, si aktor itu.
Ya, lanjutnya. Michael Goldstein adalah pria yang luar biasa.
Bila kau bertemu dengannya, katakan bahwa aku selalu memikirkannya,
Dan,...
Ia ragu untuk melanjutkan, sambil menggigit bibir ia berkata,
..katakan, aku masih mencintainya. Tahukah kau, anak muda, katanya
sambil tersenyum. Kini air matanya mengalir, aku tidak pernah menikah
selama ini. Aku pikir, tak ada seorang pun yang bisa menyamai Micahel.
Aku berterima kasih 

[balita-anda] Nice Story : Sikap Bijaksana Mr Lee - Sebuah pelajaran bagi kita

2006-04-20 Terurut Topik Muthi
Very nice...  and so touching...

Memang yang perlu diperhatikan bukan cuma Balita ya... Para Lansia juga...
Yaitu para orangtua kita...


Thanks,
Muthi
http://www.mycashflow.cjb.net/

==
Beberapa dekade lalu, saat Mr Lee senior masih menjadi PM S'pore,
dinegara itu pernah terjadi hal yg sgt menghebohkan karena masalah
keluarga.

Ada org kaya di sana yg sdh istrinya sdh lama meninggal. Dia mempunyai
seorg anak laki2. Dan stlh anak tsb menikah, minta ijin kepada ayahnya
utk tinggal bersama.

Dan ayahnyapun dgn senang hati mengijinkan anak menantunya tinggal
ber-sama2 dengannya di apartmentnnya yg luas dan mewah.

Ayahnya ini sgt mencintai anak tunggalnya, dan krn dia merasa sdh tua,
maka dia menghibahkan seluruh harta kekayaan termasuk apartment yg mrk
tinggali, diatasnamakan ke anaknya itu.

Tahun2 berlalu, seperti biasa, masalah klasik dlm rumah tangga, jika
anak menantu tinggal seatap dgn org tua, entah sebab mengapa, suatu
hari mrk bertengkar hebat, yg pada aknirnya, anaknya mengusir ayahnya
keluar dr apartment mrk. Krn seluruh hartanya sdh diberikan kpd
anaknya, mulai hari itu dia menjadi pengemis di Orchard Rd. Bayangkan,
org kaya dan terkenal di Spore, tiba2 menjadi pengemis! Suatu hari,
ada temannya wkt mau memberikan sedekah, dia lsg mengenali si ayah ini
dan menanyakan kpdnya, apakah anda Mr. X. Tentu sj, si ayah malu dan
menjwb bukan.
Tetapi temannya curiga dan yakin, bhw Mr X itu adalah temannya yg sdh
bbrp lama tdk ada kbr beritanya. Kmd, temannya ini mengabarkan hal ini

 kpd teman2nya yg lain, dan mrk ber-sama2 mendatangi si ayah.

Ada 1 sahabat karibnya yg lsg yakin bhw pengemis itu adl Mr X. Dan
dihadapan para sahabatnya, si ayah dgn menangis ter-sedu2, dia
menceritakan semua kejadian yg sdh dialaminya. Maka, terjadilah
kegemparan di sana, krn semua org tua merasa sgt marah thd anak yg sgt
tdk berbudi itu.

Kegemparan ini akhirnya terdengar sampai ke PM Lee. PM Lee sgt marah
dan langsung memanggil anak n menantu si ayah. Ke 2 org tsb dimaki2
dan dimarahi habis2an oleh PM Lee dan PM Lee mengatakan sgt memalukan
bhw di spore ada anak pu thauw seperti mrk . Lalu PM Lee memanggil
notaris dan saat itu jg surat hibah itu dibatalkan demi hukum! Dan
surat hibah yg a.n. anaknya tsb disobek2 oleh PM Lee. Sehingga semua
harta milik si ayah diatasnamakan Mr X lagi. Lalu, anak menantu itu
sejak saat itu dilarang masuk ke apartment ayahnya.

Mr Lee ini ternyata terkenal sebagai org yg sgt berbakti kpd org
tuanya dan menghargai para lansia.
Sehingga, agar kejadian serupa tdk terulang lg, Mr Lee mengeluarkan
dekrit yaitu larangan kpd para org tua utk tdk menghibahkan harta
bendanya kpd siapapun sblm mrk meninggal. Kmdn, agar para lansia itu
tetap dihormati dan dihargai hg akhir hayatnya, maka dia buat dekrit
lg, yaitu memberi pekerjaan kpd para lansia. Agar para lansia ini tdk
tergantung kpd anak menantunya dan mempunyai penghasilan sendiri dan
mrk sgt bangga bisa memberi angpao kpd cucu2nya dr hsl keringat mrk
sendiri selama 1th bekerja. Yaitu dgn cara, semua toilet di Changi
Airport, mall, restaurant, petugas cleaning service adl para lansia.
Jadi selain

para lansia itu juga bahagia kr di usia tua mrk msh bisa bekerja, jg
mrk bisa bersosialisasi dan sehat krn banyak bergerak. Kenapa mrk tdk
diberi pekerjaan di kantor dsbnya? itu tdk mungkin! krn lansia itu bkn
org yg berpendidikan tinggi dan sebagian bsr adl mantan
ibu2 rumah tangga 100%.

Dan jg memberikan pendidikan sosial yg sgt bagus buat
anak2 dan remaja di sana, bhw pekerjaan membersihkan toilet, meja
makan diresto dsbnya itu bkn pekerjaan hina. shg anak2 tsb dr kecil
diajarkan utk tahu menghargai org yg lbh tua.

 Bagus sekali ya dan Lee kuan yeuw itu mmg org pintar

 Fw by: Jackson



Kirim bunga, http://www.indokado.com
Info balita: http://www.balita-anda.com
Stop berlangganan/unsubscribe dari milis ini, e-mail ke: [EMAIL PROTECTED]
Peraturan milis, email ke: [EMAIL PROTECTED]



[balita-anda] NICE STORY........

2006-03-21 Terurut Topik dhani resya
   
   NICE STORY
 
  Suatu ketika, hiduplah sebatang
 pohon apel besar dan anak lelaki yang senang
 bermain-main di bawah pohon apel itu setiap hari.
 Ia senang memanjatnya hingga ke pucuk pohon, memakan
 buahnya,
 tidur-tiduran di keteduhan rindang daun-daunnya.
 Anak lelaki itu sangat mencintai pohon apel itu.
 Demikian pula pohon apel sangat mencintai anak kecil
 itu. Waktu terus berlalu. Anak lelaki itu kini telah
 tumbuh besar dan tidak lagi bermain-main dengan
 pohon apel itu setiap harinya. 
 
 
 

 Suatu hari ia mendatangi pohon apel. Wajahnya
 tampak sedih. Ayo ke sini bermain-main lagi
 denganku, pinta pohon apel itu. Aku bukan anak
 kecil yang bermain-main dengan pohon lagi, jawab
 anak lelaki itu.Aku ingin sekali memiliki mainan,
 tapi aku tak punya uang untuk membelinya.

   Pohon apel itu menyahut, Duh, maaf aku pun tak
 punya uang... tetapi kau boleh mengambil semua buah
 apelku dan menjualnya. Kau bisa mendapatkan uang
 untuk membeli mainan kegemaranmu. Anak lelaki itu
 sangat senang. Ia lalu memetik semua buah apel yang
 ada di pohon dan pergi dengan penuh suka cita.
 Namun, setelah itu anak lelaki tak pernah datang
 lagi. Pohon apel itu kembali sedih.
 
 
 Suatu hari anak lelaki itu datang lagi. Pohon apel
 sangat senang melihatnya datang. Ayo bermain-main
 denganku lagi, kata pohon apel. Aku tak punya
 waktu, jawab anak lelaki itu. Aku harus bekerja
 untuk keluargaku. Kami membutuhkan rumah untuk
 tempat tinggal. Maukah kau menolongku? Duh, maaf
 aku pun tak memiliki rumah. 

   Tapi kau boleh menebang semua dahan rantingku
 untuk membangun rumahmu, kata pohon apel. Kemudian
 anak lelaki itu menebang semua dahan dan ranting
 pohon apel itu dan pergi dengan gembira.Pohon apel
 itu juga merasa bahagia melihat anak lelaki itu
 senang, tapi anak lelaki itu tak pernah kembali
 lagi. Pohon apel itu merasa kesepian dan sedih.
 
 Pada suatu musim panas, anak lelaki itu datang lagi.
 Pohon apel merasa sangat bersuka cita
 menyambutnya.Ayo bermain-main lagi denganku, kata
 pohon apel.Aku sedih, kata anak lelaki itu.Aku
 sudah tua dan ingin hidup tenang. Aku ingin pergi
 berlibur dan berlayar. Maukah kau memberi aku sebuah
 kapal untuk pesiar? 

   Duh, maaf aku tak punya kapal, tapi kau boleh
 memotong batang tubuhku dan menggunakannya untuk
 membuat kapal yang kau mau. Pergilah berlayar dan
 bersenang-senanglah.
 
 Kemudian, anak lelaki itu memotong batang pohon apel
 itu dan membuat kapal yang diidamkannya. Ia lalu
 pergi berlayar dan tak pernah lagi datang menemui
 pohon apel itu.
 
 Akhirnya, anak lelaki itu datang lagi setelah
 bertahun-tahun kemudian. Maaf anakku, kata pohon
 apel itu. Aku sudah tak memiliki buah apel lagi
 untukmu. Tak apa. Aku pun sudah tak memiliki gigi
 untuk mengigit buah apelmu, jawab anak lelaki itu.

 Aku juga tak memiliki batang dan dahan yang
 bisa kau panjat, kata pohon apel.Sekarang, aku
 sudah terlalu tua untuk itu, jawab anak lelaki
 itu.Aku benar-benar tak memiliki apa-apa lagi yang
 bisa aku berikan padamu. Yang tersisa hanyalah
 akar-akarku yang sudah tua dan sekarat ini, kata
 pohon apel itu sambil menitikkan air mata.
 

 Aku tak memerlukan apa-apa lagi sekarang, kata
 anak lelaki.
 Aku hanya membutuhkan tempat untuk beristirahat.
 Aku sangat lelah setelah sekian lama
 meninggalkanmu. Oooh, bagus sekali. Tahukah kau,
 akar-akar pohon tua adalah tempat terbaik untuk
 berbaring dan beristirahat. Mari, marilah berbaring
 di pelukan akar-akarku dan beristirahatlah dengan
 tenang. Anak lelaki itu berbaring di pelukan
 akar-akar pohon.
 
 Pohon apel itu sangat gembira dan tersenyum sambil
 meneteskan air matanya.
 

   

 Pohon apel itu adalah orang tua kita.
 Ketika kita muda, kita senang bermain-main dengan
 ayah dan ibu kita. Ketika kita tumbuh besar, kita
 meninggalkan mereka, dan hanya datang ketika kita
 memerlukan sesuatu atau dalam kesulitan. Tak peduli
 apa pun, orang tua kita akan selalu ada di sana
 untuk memberikan apa yang bisa mereka berikan untuk
 membuat kita bahagia. Anda mungkin berpikir bahwa
 anak lelaki itu telah bertindak sangat kasar pada
 pohon itu, tetapi begitulah cara kita memperlakukan
 orang tua kita.
 
 
 Sebarkan cerita ini untuk mencerahkan lebih banyak
 rekan.
 
 Dan,  yang terpenting: cintailah orang tua kita.
 Sampaikan pada orang tua kita sekarang, betapa kita
 mencintainya; dan berterima kasih atas seluruh hidup
 yang telah dan akan diberikannya pada kita.
 


 
 
  
 
  
  
   
 


__
Do You Yahoo!?
Tired of spam?  Yahoo! Mail has the best spam protection around 
http://mail.yahoo.com 



Kirim bunga, http://www.indokado.com
Info balita: http://www.balita-anda.com
Stop berlangganan/unsubscribe dari milis ini, e-mail ke: [EMAIL PROTECTED]
Peraturan milis, email ke: [EMAIL PROTECTED]



[balita-anda] Nice story: Cinta laki-laki biasa

2005-07-17 Terurut Topik tere
Sebuah cerita yang amat menyentuh (dari cara pandang
seorang perempuan)... Nice story...





CINTA LAKI-LAKI BIASA

Karya Asma Nadia dari kumpulan cerpen Cinta Laki-laki
Biasa


MENJELANG hari H, Nania masih saja sulit mengungkapkan
alasan kenapa dia mau menikah dengan lelaki itu. Baru
setelah menengok ke belakang,
hari-hari yang dilalui, gadis cantik itu sadar,
keheranan yang terjadi bukan semata miliknya,
melainkan menjadi milik banyak orang; Papa dan Mama,
kakak-kakak, tetangga, dan teman-teman Nania. Mereka
ternyata sama herannya.

Kenapa? tanya mereka di hari Nania mengantarkan
surat undangan.

Saat itu teman-teman baik Nania sedang duduk di kantin
menikmati hari-hari sidang yang baru saja berlalu.
Suasana sore di kampus sepi.
Berpasang-pasang mata tertuju pada gadis itu.

Tiba-tiba saja pipi Nania bersemu merah, lalu matanya
berpijar bagaikan lampu neon limabelas watt. Hatinya
sibuk merangkai kata-kata yang barangkali beterbangan
di otak melebihi kapasitas. Mulut Nania terbuka.
Semua menunggu. Tapi tak ada apapun yang keluar dari
sana. Ia hanya menarik nafas, mencoba bicara dan?
menyadari, dia tak punya kata-kata!

Dulu gadis berwajah indo itu mengira punya banyak
jawaban, alasan detil dan spesifik, kenapa bersedia
menikah dengan laki-laki itu. Tapi kejadian di
kampus adalah kali kedua Nania yang pintar berbicara
mendadak gagap. 
Yang pertama terjadi tiga bulan lalu saat Nania
menyampaikan keinginan Rafli untuk melamarnya. Arisan
keluarga Nania dianggap momen yang tepat karena
semua berkumpul, bahkan hingga generasi ketiga, sebab
kakak-kakaknya yang sudah berkeluarga membawa serta
buntut mereka.

Kamu pasti bercanda!
Nania kaget. Tapi melihat senyum yang tersungging di
wajah kakak tertua, disusul senyum serupa dari kakak
nomor dua, tiga, dan terakhir dari Papa dan Mama
membuat Nania menyimpulkan: mereka serius ketika
mengira Nania bercanda.

Suasana sekonyong-konyong hening. Bahkan
keponakan-keponakan Nania yang balita melongo dengan
gigi-gigi mereka yang ompong. Semua menatap Nania!
Nania serius! tegasnya sambil menebak-nebak, apa
lucunya jika Rafli memang melamarnya.

Tidak ada yang lucu, suara Papa tegas, Papa hanya
tidak mengira Rafli berani melamar anak Papa yang
paling cantik!

Nania tersenyum. Sedikit lega karena kalimat Papa
barusan adalah pertanda baik. Perkiraan Nania tidak
sepenuhnya benar sebab setelah itu berpasang-pasang
mata kembali menghujaninya, seperti tatapan mata penuh
seleidik seisi ruang pengadilan pada tertuduh yang
duduk layaknya pesakitan.

Tapi Nania tidak serius dengan Rafli, kan? Mama
mengambil inisiatif bicara, masih seperti biasa dengan
nada penuh wibawa, maksud Mama siapa
saja boleh datang melamar siapapun, tapi jawabannya
tidak harus iya, toh?

Nania terkesima.
Kenapa?

Sebab kamu gadis Papa yang paling cantik.
Sebab kamu paling berprestasi dibandingkan kami. Mulai
dari ajang busana, sampai lomba beladiri. Kamu juga
juara debat bahasa Inggris, juara baca
puisi seprovinsi. Suaramu bagus!
Sebab masa depanmu cerah. Sebentar lagi kamu meraih
gelar insinyur. Bakatmu yang lain pun luar biasa.
Nania sayang, kamu bisa mendapatkan laki-laki
manapun yang kamu mau!

Nania memandangi mereka, orang-orang yang amat dia
kasihi, Papa, kakak-kakak, dan terakhir Mama. Takjub
dengan rentetan panjang uraian mereka atau satu kata
'kenapa' yang barusan Nania lontarkan.

Nania Cuma mau Rafli, sahutnya pendek dengan airmata
mengambang di kelopak.
Hari itu dia tahu, keluarganya bukan sekadar tidak
suka, melainkan sangat tidak menyukai Rafli.
Ketidaksukaan yang mencapai stadium empat. Parah.

Tapi kenapa?
Sebab Rafli cuma laki-laki biasa, dari keluarga biasa,
dengan pendidikan biasa, berpenampilan biasa, dengan
pekerjaan dan gaji yang amat sangat biasa.

Bergantian tiga saudara tua Nania mencoba membuka
matanya. Tak ada yang bisa dilihat pada dia, Nania!

Cukup! Nania menjadi marah. Tidak pada tempatnya
ukuran-ukuran duniawi menjadi parameter kebaikan
seseorang menjadi manusia. Di mana iman, di mana
tawakkal hingga begitu mudah menentukan masa depan
seseorang dengan melihat pencapaiannya hari ini?

Sayangnya Nania lagi-lagi gagal membuka mulut dan
membela Rafli. Barangkali karena Nania memang tidak
tahu bagaimana harus membelanya. Gadis itu tak
punya fakta dan data konkret yang bisa membuat Rafli
tampak 'luar biasa'.
Nania Cuma punya idealisme berdasarkan perasaan yang
telah menuntun Nania menapaki hidup hingga umur
duapuluh tiga. Dan nalurinya menerima Rafli.
Di sampingnya Nania bahagia.

Mereka akhirnya menikah.

***

Setahun pernikahan.

Orang-orang masih sering menanyakan hal itu, masih
sering berbisik-bisik di belakang Nania, apa
sebenarnya yang dia lihat dari Rafli. Jeleknya,
Nania masih belum mampu juga menjelaskan
kelebihan-kelebihan Rafli agar tampak di mata mereka.

Nania hanya merasakan cinta begitu besar dari Rafli,
begitu besar hingga Nania bisa merasakannya hanya dari
sentuhan tangan, tatapan mata, atau cara
dia meladeni Nania. Hal-hal 

[balita-anda] [Nice Story] Cinta Yang Hampir Punah

2005-05-13 Terurut Topik Sita
Dari milis sebelah.
 
 
- Original Message - From: maya fiore 
To: ~Cosmo~ ; Du2t 
Sent: Thursday, May 12, 2005 12:31 PM
Subject: [cosmo] [Nice Story] Cinta Yang Hampir Punah



 When You Divorce Me, Carry Me Out in Your Arms


Pada hari pernikahanku,aku membopong istriku. Mobil
pengantin berhenti didepan  flat kami yg cuma berkamar satu. Sahabat2ku
menyuruhku untuk membopongnya begitu keluar dari mobil.
Jadi kubopong ia memasuki rumah kami. Ia kelihatan  malu2. Aku adalah
seorang pengantin pria yg sangat bahagia.


Ini adalah kejadian 10 tahun yg lalu. Hari2 selanjutnya
berlalu demikian simpel seperti secangkir air bening: Kami mempunyai
seorang anak, saya terjun ke dunia usaha dan berusaha untuk menghasilkan
banyak uang. Begitu kemakmuran meningkat, jalinan kasih diantara kami
pun semakin surut.


Ia adalah pegawai sipil. setiap pagi kami berangkat
kerja bersama2 dan sampai dirumah juga pada waktu yg bersamaan. Anak
kami sedang belajar di luar negeri. Perkawinan kami kelihatan bahagia.
Tapi ketenangan hidup berubah dipengaruhi oleh perubahan yg tidak
kusangka2.

Dee hadir dalam kehidupanku. Waktu itu adalah hari yg
cerah. Aku berdiri di balkon. dengan Dee yg sedang merangkulku. Hatiku
sekali lagi terbenam dalam aliran cintanya. ini adalah apartment yg
kubelikan untuknya.

Dee berkata , kamu adalah jenis pria terbaik yg menarik
para gadis. Kata2nya tiba-tiba mengingatkanku pada istriku. Ketika kami
baru menikah,istriku pernah berkata, Pria sepertimu,begitu sukses, akan
menjadi sangat menarik bagi para gadis.  Berpikir tentang ini, Aku
menjadi ragu2. Aku tahu kalo aku telah menghianati istriku.
Tapi aku tidak sanggup menghentikannya. Aku melepaskan tangan Dee dan
berkata, kamu harus pergi membeli beberapa perabot, O.K.?.Aku ada
sedikit urusan dikantor Kelihatan ia jadi tidak senang karena aku telah
berjanji menemaninya. Pada saat tersebut, ide perceraian menjadi semakin
jelas dipikiranku walaupun kelihatan tidak mungkin.


Bagaimanapun,aku merasa sangat sulit untuk membicarakan
hal ini pada istriku. Walau bagaimanapun ku jelaskan, ia pasti akan
sangat terluka. Sejujurnya,ia adalah seorang istri yg baik. Setiap malam
ia sibuk menyiapkan makan malam. Aku duduk santai didepan  TV.


Makan malam segera tersedia. Lalu kami akan menonton  TV
sama2. Atau, Aku akan menghidupkan komputer,membayangkan tubuh Dee. Ini
adalah hiburan bagiku.


Suatu hari aku berbicara dalam guyon, seandainya kita
bercerai, apa yg akan kau lakukan?  Ia menatap padaku selama beberapa
detik tanpa bersuara. Kenyataannya ia percaya bahwa perceraian adalah
sesuatu yg sangat jauh dari ia. Aku tidak bisa membayangkan bagaimana ia
akan menghadapi kenyataan jika tahu bahwa aku serius.


Ketika istriku mengunjungi kantorku, Dee baru saja
keluar dari ruanganku. Hampir seluruh staff menatap istriku dengan mata
penuh simpati dan berusaha untuk menyembunyikan segala sesuatu selama
berbicara dengan ia.. Ia kelihatan sedikit kecurigaan Ia berusaha
tersenyum pada bawahan2ku. Tapi aku membaca ada kelukaan di matanya.

Sekali lagi, Dee berkata padaku, He Ning, ceraikan ia,
O.K.? Lalu kita akan hidup bersama. Aku mengangguk. Aku tahu aku tidak
boleh ragu2 lagi. Ketika malam itu istriku menyiapkan makan malam, ku
pegang tangannya,Ada sesuatu yg harus kukatakan Ia duduk diam dan
makan tanpa bersuara. Sekali lagi aku melihat ada luka dimatanya. Tiba2
aku tidak tahu harus berkata apa. Tapi ia tahu kalo aku terus berpikir.
aku ingin bercerai, ku ungkapkan topik ini dengan serius tapi tenang.
Ia seperti tidak terpengaruh oleh kata2ku, tapi ia bertanya secara
lembut,kenapa? Aku serius.  Aku menghindari pertanyaannya. Jawaban
ini membuat ia sangat marah. Ia melemparkan sumpit dan berteriak
kepadaku,Kamu bukan laki2! .


Pada malam itu, kami sekali saling membisu. Ia sedang
menangis.. Aku tahu kalau ia ingin tahu apa yg telah terjadi dengan
perkawinan kami. Tapi aku tidak bisa memberikan jawaban yg memuaskan
sebab hatiku telah dibawa pergi oleh Dee.


Dengan perasaan yg amat bersalah, Aku menuliskan surai
perceraian dimana istriku memperoleh rumah, mobil dan 30% saham dari
perusahaanku. Ia memandangnya sekilas dan mengoyaknya jadi beberapa
bagian.. Aku merasakan sakit dalam hati. Wanita yg telah
10 tahun  hidup bersamaku sekarang menjadi seorang yg asing dalam
hidupku. Tapi aku tidak bisa mengembalikan apa yg telah kuucapkan.


Akhirnya ia menangis dengan keras didepanku,dimana hal
tersebut tidak pernah kulihat sebelumnya. Bagiku, tangisannya merupakan
suatu pembebasan untukku. Ide perceraian telah menghantuiku dalam
beberapa minggu ini dan sekarang sungguh2 telah terjadi ..

Pada larut malam,aku kembali ke rumah setelah menemui
klienku. Aku melihat ia sedang menulis sesuatu. Karena capek aku segera
ketiduran .Ketika aku 

[balita-anda] [ nice story ] Memegang Kebenaran

2005-05-13 Terurut Topik sefty_YMKI
Pada zaman dahulu, ada seorang pedagang yang mempunyai
seorang istri
jelita dan seorang anak laki-laki yang sangat
dicintainya. Suatu hari
istrinya jatuh sakit dan tak berapa lama meninggal.
Betapa pedihnya
hati pria tersebut. Sepeninggal istrinya, dia
mencurahkan segenap
perhatian dan kasih sayangnya kepada anak laki-laki
semata wayangnya.

Suatu ketika pedagang tersebut pergi ke luar kota
untuk berdagang;
anaknya ditinggal di rumah. Sekawanan bandit datang
merampok desa
tempat tinggal mereka. Para penjarah ini merampok
habis harta benda,
membakar rumah-rumah, dan bahkan menghabisi hidup
penduduk yang mencoba
melawan; rumah sang pedagang pun tak luput dari
sasaran. Mereka bahkan
menculik anak laki-laki sang pedagang untuk dijadikan
budak.

Betapa terperanjatnya sang pedagang ketika ia pulang
dan mendapati
rumahnya sudah jadi tumpukan arang. Dengan gundah
hati, ia mencari-cari
anak tunggalnya yang hilang. Ia menjadi frustrasi
ketika mendapati
banyak tetangganya yang terbantai dan mati terbakar.
Di tengah
kepedihan dan keputusasaan, ia menemukan seonggok
belulang dan abu di
sekitar rumahnya, di dekat tumpukan abu itu tergolek
boneka kayu
kesayangan anaknya. Yakinlah sudah ia bahwa itu adalah
abu jasad
anaknya. Meledaklah raung tangisnya. ia
menggelepar-gelepar di tanah
sembari meraupi abu jasad itu ke wajahnya.
Satu-satunya sumber
kebahagiaan hidupnya telah terenggut..

Semenjak itu, pria tersebut selalu membawa-bawa abu
anaknya dalam
sebuah tas. Sampai setahun setelah itu ia suka
mengucilkan diri,
tenggelam dalam tangis sampai berjam-jam lamanya;
kadang orang melihat
ia tertawa sendiri, mungkin kala itu ia teringat
masa-masa bahagia
bersama keluarganya. Ia terus larut dalam kesedihan
tak terperikan..

Musim berlalu. sang anak akhirnya berhasil meloloskan
diri dari
cengkeraman para penculiknya. Ia bergegas pulang ke
kampung halamannya.
Sesampai di kediaman ayahnya, ia mengetuk pintu rumah
sembari berteriak
senang, Ayah, ini aku pulang!

Sang ayah yang waktu itu lagi tertidur di ranjangnya,
terbangun
mendengar suara itu. Ia berpikir, Ini pasti ulah
anak-anak nakal yang
suka meledekku itu! Pergi! Jangan main-main!
Mendengar sahutan itu,
sang anak kembali berteriak, Ayah! Ini aku, anakmu!
Dari dalam rumah
terdengar lagi, Jangan ganggu aku terus! Pergi kamu!
Sang anak
menggedor pintu dan berteriak lebih lantang, Buka
pintu ayah! Ini
betul anakmu! Mereka saling bersahutan. sang ayah
terus bersikeras
tidak membuka pintu. Sang anak pun akhirnya putus asa
dan berlalu dari
rumah itu..

Sang Guru menutup cerita itu dan menyampaikan,
Sebagian orang begitu
erat memegang apa yang mereka 'ANGGAP' sebagai
kebenaran. Ketika
Kebenaran Sejati betul-betul datang, belum tentu
mereka membuka pintu
hati mereka.

Be happy!





[balita-anda] Nice story.. Patut diteladani................ortu kita

2003-06-24 Terurut Topik Beth
Burung Gagak
Satu Kisah Yang Menarik Untuk Dijadikan Teladan

Pada suatu petang seorang tua bersama anak mudanya yang baru menamatkan
pendidikan tinggi duduk berbincang-bincang di halaman sambil memperhatikan
suasana di sekitar mereka. Tiba-tiba seekor burung gagak hinggap di ranting
pokok berhampiran. Si ayah lalu menuding jari ke arah gagak sambil bertanya,
Nak, apakah benda itu? Burung gagak, jawab si anak.
Si ayah mengangguk-angguk, namun sejurus kemudian sekali lagi mengulangi
pertanyaan yang sama. Si anak menyangka ayahnya kurang mendengar jawabannya
tadi lalu menjawab dengan sedikit kuat, Itu burung gagak ayah!

Tetapi sejurus kemudian si ayah bertanya lagi soal yang sama. Si anak merasa
agak keliru dan sedikit bingung dengan persoalan yang sama diulang-ulang,
lalu menjawab dengan lebih kuat, BURUNG GAGAK!! Si ayah terdiam seketika.
Namun tidak lama kemudian sekali lagi sang ayah mengajukan pertanyaan yang
serupa hingga membu! at si anak hilang kesabaran dan menjawab dengan nada
yang kesal kepada si ayah, Gagaklah ayah

Tetapi agak mengejutkan si anak, karena si ayah sekali lagi membuka mulut
hanya untuk bertanya soal yang sama. Dan kali ini si anak benar-benar hilang
sabar dan menjadi marah.

Ayah!!! saya tak tahu ayah paham atau tidak. Tapi sudah lima kali ayah
bertanya soal hal tersebut dan saya sudah juga memberikan jawabannya. Apa
lagi yang ayah mau saya katakan Itu burung gagak, burung gagak
ayah., kata si anak dengan nada yang begitu marah.

Si ayah terus bangun menuju ke dalam rumah meninggalkan si anak yang
kebingungan. Sesaat kemudian si ayah keluar lagi dengan sesuatu ditangannya.
Dia menghulurkan benda itu kepada anaknya yang masih geram dan
tertanya-tanya. diperlihatkannya sebuah Diary lama. Coba kau baca apa yang
pernah ayah tulis di dalam Diary itu, pinta si ayah. Si anak setuju dan
membaca paragraf yang berikut..

Hari ini aku di halaman melayan karena anakku yang genap berumur lima
tahun. Tiba-tiba seekor gagak hinggap di pohon berhampiran. Anakku terus
menunjuk ke arah gagak dan bertanya, Ayah, apa itu?. Dan aku menjawab,
burung gagak. Walau bagaimana pun, anak ku terus bertanya soal yang serupa
dan setiap kali aku menjawab dengan jawaban yang sama.
Sehingga 25 kali anakku bertanya demikian, dan demi cinta dan sayangnya aku
terus menjawab untuk memenuhi perasaan ingin tahunya. Aku berharap hal ini
menjadi suatu pendidikan yang berharga.

Setelah selesai membaca paragraf tersebut si anak mengangkat muka memandang
wajah si ayah yang kelihatan sayu. Si ayah dengan perlahan bersuara, Hari
ini ayah baru bertanya kepadamu soal yang sama sebanyak lima kali, dan kau
telah hilang sabar serta marah.

Jagalah Hati Kedua Orang Tuamu, Hormatilah Mereka. Sayangilah Mereka
Sebagaimana Mereka Menyayangimu Diwaktu Kecil



-
 Mau kirim bunga hari ini ? Klik, http://www.indokado.com/
 Info balita, http://www.balita-anda.com
 Stop berlangganan, e-mail ke: [EMAIL PROTECTED]