Re: [balita-anda] MATIKAN SAJA TV ANDA
gw pasang di fb ya tfs mbak --- On Fri, 21/8/09, Mama 2D mam...@gmail.com wrote: From: Mama 2D mam...@gmail.com Subject: [balita-anda] MATIKAN SAJA TV ANDA To: balita-anda@balita-anda.com Date: Friday, 21 August, 2009, 12:07 PM Diambil dari web www.kompas.co.id MATIKAN Saja TV Anda! Jakarta, Kamis Kedengarannya ekstrem. Tapi ini salah satu saran seorang dokter spesialis anak asal Amerika kepada para orang tua agar perkembangan otak dan kemampuan anak berkembang dengan baik. Kalau anak-anak dibiarkan bebas sebebas-bebasnya menonton TV, video, dan main game di komputer, apa yang terjadi terhadap pertumbuhan dan kemampuan belajar mereka? Itulah pertanyaan yang mengusik benak Susan R. Johnson, M.D., dokter spesialis anak asal San Francisco dan pernah mendalami ilmu kesehatan anak yang berkaitan dengan perilaku dan perkembangan. Ratusan anak mengalami kesulitan berkonsentrasi pada pekerjaan, dan melakukan gerakan motorik kasar maupun halus. Kebanyakan mereka memenemui kesulitan dalam berhubungan dengan orang dewasa dan kelompok seusianya, paparnya. Semula ia menduga, itu melulu akibat tayangan di televisi yang sering menampilkan kekerasan (terutama film kartun) dan semua iklan ditujukan pada mereka. Tetapi, baru semenjak kelahiran anaknya enam tahun lalu ia berhadapan dengan dampak yang sesungguhnya. Saat bermain di luar, jelas Susan, anaknya bisa asyik mengamati binatang kecil atau serangga, bikin mainan dari ranting dan batu, atau main air dan pasir. Ia tampak begitu damai dengan dirinya, tubuhnya, dan lingkungannya. Tetapi begitu di depan TV, ia begitu cuek dengan si ibu maupun lingkungannya. Waktu saya matikan TV-nya, ia gelisah, senewen, dan selalu berteriak minta dinyalakan lagi. Tingkah polahnya kacau dan gerakan-gerakannya impulsif. Boro-boro bikin kreasi sendiri, ia justru meniru saja apa yang dilihatnya di TV dengan gerakan yang tidak kreatif, kaku, dan diulang-ulang. Saat berusia 3,5 tahun, dia ajak anaknya mengunjungi sepupunya naik pesawat. Di pesawat diputar film Mission: Impossible. Kebetulan mereka tidak kebagian earphone sehingga yang tertangkap hanya gambarnya. Tapi justru karena itulah, Ia mendapat mimpi buruk dan takut pada api atau bunyi ledakan selama enam bulan setelahnya, dan perilakunya berubah. Setahun kemudian ia meneliti enam orang anak berusia 8 - 11 tahun yang semuanya memiliki kesulitan membaca di Pusat Kesehatan Sekolah. Menurut Susan, Kalau saya tunjukkan sejumlah huruf lalu saya minta mengenali huruf tertentu, mereka dapat melakukannya. Tapi kalau saya tidak menunjukkan apa-apa - berarti tanpa masukan visual - lalu saya suruh menuliskan huruf tertentu, mereka tidak bisa. Timbul pertanyaan: a.. Apa yang terjadi pada anak yang sedang tumbuh dan berkembang jika mereka dipapari rangsangan audio dan visual pada saat bersamaan? b.. Berapa banyak kemampuan otak yang hilang atau bahkan tidak berkembang akibat kebiasaan itu? Tiga tahap perkembangan otak Kemampuan anak ibarat benih yang perlu dipelihara dan dipupuk agar tumbuh dengan baik. Kalau lingkungan tidak memberikan pemeliharaan dan perlindungan terhadap rangsangan yang berlebihan, maka potensi serta kemampuan-kemampuan tertentu tidak dapat terwujud. Anak dilahirkan dengan 10 miliar neuron (sel syaraf) di otaknya. Tiga tahun pertama sejak lahir merupakan periode di mana miliaran sel glial terus bertambah untuk memupuk neuron. Sel-sel syaraf ini dapat membentuk ribuan sambungan antarneuron yang disebut dendrite yang mirip sarang laba-laba, dan axon yang berbentuk memanjang. Otak anak usia 6 - 7 tahun besarnya dua pertiga otak orang dewasa, tapi memiliki 5 - 7 kali lebih banyak sambungan antarneuron daripada otak anak usia 18 bulan atau orang dewasa. Otak mereka memang punya kemampuan besar untuk menyusun ribuan sambungan antarneuron. Namun, kemampuan itu berhenti pada umur 10 - 11 tahun jika tidak dikembangkan atau digunakan. Saat itu enzim tertentu dilepaskan dalam otak dan melarutkan semua jalur atau urat syaraf (pathways) yang tidak termielinasi dengan baik (mielinasi adalah proses pembungkusan jalur syaraf dengan myelin yang berujud protein-lemak). Perkembangan otak anak yang sedang tumbuh melalui tiga tahapan, mulai dari otak primitif (action brain), otak limbik (feeling brain), dan akhirnya ke neocortex (atau disebut juga thought brain, otak pikir). Meski saling berkaitan, ketiganya punya fungsi sendiri-sendiri. Otak primitif mengatur fisik kita untuk bertahan hidup, mengelola gerak refleks, mengendalikan gerak motorik, memantau fungsi tubuh, dan memproses informasi yang masuk dari pancaindera. Saat menghadapi ancaman atau keadaan bahaya, bersama dengan otak limbik, otak primitif menyiapkan reaksi hadapi atau lari (fight or flight response) bagi tubuh. Kita akan bereaksi secara fisik dan emosi lebih dulu sebelum otak pikir
Re: [balita-anda] MATIKAN SAJA TV ANDA
artikel yang sangat bagus Mama 2D, mungkin harus saya baca beberapa kali nih supaya bisa mudeng! Pada tanggal 21/08/09, heni nur raina heni_...@yahoo.com menulis: gw pasang di fb ya tfs mbak --- On Fri, 21/8/09, Mama 2D mam...@gmail.com wrote: From: Mama 2D mam...@gmail.com Subject: [balita-anda] MATIKAN SAJA TV ANDA To: balita-anda@balita-anda.com Date: Friday, 21 August, 2009, 12:07 PM Diambil dari web www.kompas.co.id MATIKAN Saja TV Anda! Jakarta, Kamis Kedengarannya ekstrem. Tapi ini salah satu saran seorang dokter spesialis anak asal Amerika kepada para orang tua agar perkembangan otak dan kemampuan anak berkembang dengan baik. Kalau anak-anak dibiarkan bebas sebebas-bebasnya menonton TV, video, dan main game di komputer, apa yang terjadi terhadap pertumbuhan dan kemampuan belajar mereka? Itulah pertanyaan yang mengusik benak Susan R. Johnson, M.D., dokter spesialis anak asal San Francisco dan pernah mendalami ilmu kesehatan anak yang berkaitan dengan perilaku dan perkembangan. Ratusan anak mengalami kesulitan berkonsentrasi pada pekerjaan, dan melakukan gerakan motorik kasar maupun halus. Kebanyakan mereka memenemui kesulitan dalam berhubungan dengan orang dewasa dan kelompok seusianya, paparnya. Semula ia menduga, itu melulu akibat tayangan di televisi yang sering menampilkan kekerasan (terutama film kartun) dan semua iklan ditujukan pada mereka. Tetapi, baru semenjak kelahiran anaknya enam tahun lalu ia berhadapan dengan dampak yang sesungguhnya. Saat bermain di luar, jelas Susan, anaknya bisa asyik mengamati binatang kecil atau serangga, bikin mainan dari ranting dan batu, atau main air dan pasir. Ia tampak begitu damai dengan dirinya, tubuhnya, dan lingkungannya. Tetapi begitu di depan TV, ia begitu cuek dengan si ibu maupun lingkungannya. Waktu saya matikan TV-nya, ia gelisah, senewen, dan selalu berteriak minta dinyalakan lagi. Tingkah polahnya kacau dan gerakan-gerakannya impulsif. Boro-boro bikin kreasi sendiri, ia justru meniru saja apa yang dilihatnya di TV dengan gerakan yang tidak kreatif, kaku, dan diulang-ulang. Saat berusia 3,5 tahun, dia ajak anaknya mengunjungi sepupunya naik pesawat. Di pesawat diputar film Mission: Impossible. Kebetulan mereka tidak kebagian earphone sehingga yang tertangkap hanya gambarnya. Tapi justru karena itulah, Ia mendapat mimpi buruk dan takut pada api atau bunyi ledakan selama enam bulan setelahnya, dan perilakunya berubah. Setahun kemudian ia meneliti enam orang anak berusia 8 - 11 tahun yang semuanya memiliki kesulitan membaca di Pusat Kesehatan Sekolah. Menurut Susan, Kalau saya tunjukkan sejumlah huruf lalu saya minta mengenali huruf tertentu, mereka dapat melakukannya. Tapi kalau saya tidak menunjukkan apa-apa - berarti tanpa masukan visual - lalu saya suruh menuliskan huruf tertentu, mereka tidak bisa. Timbul pertanyaan: a.. Apa yang terjadi pada anak yang sedang tumbuh dan berkembang jika mereka dipapari rangsangan audio dan visual pada saat bersamaan? b.. Berapa banyak kemampuan otak yang hilang atau bahkan tidak berkembang akibat kebiasaan itu? Tiga tahap perkembangan otak Kemampuan anak ibarat benih yang perlu dipelihara dan dipupuk agar tumbuh dengan baik. Kalau lingkungan tidak memberikan pemeliharaan dan perlindungan terhadap rangsangan yang berlebihan, maka potensi serta kemampuan-kemampuan tertentu tidak dapat terwujud. Anak dilahirkan dengan 10 miliar neuron (sel syaraf) di otaknya. Tiga tahun pertama sejak lahir merupakan periode di mana miliaran sel glial terus bertambah untuk memupuk neuron. Sel-sel syaraf ini dapat membentuk ribuan sambungan antarneuron yang disebut dendrite yang mirip sarang laba-laba, dan axon yang berbentuk memanjang. Otak anak usia 6 - 7 tahun besarnya dua pertiga otak orang dewasa, tapi memiliki 5 - 7 kali lebih banyak sambungan antarneuron daripada otak anak usia 18 bulan atau orang dewasa. Otak mereka memang punya kemampuan besar untuk menyusun ribuan sambungan antarneuron. Namun, kemampuan itu berhenti pada umur 10 - 11 tahun jika tidak dikembangkan atau digunakan. Saat itu enzim tertentu dilepaskan dalam otak dan melarutkan semua jalur atau urat syaraf (pathways) yang tidak termielinasi dengan baik (mielinasi adalah proses pembungkusan jalur syaraf dengan myelin yang berujud protein-lemak). Perkembangan otak anak yang sedang tumbuh melalui tiga tahapan, mulai dari otak primitif (action brain), otak limbik (feeling brain), dan akhirnya ke neocortex (atau disebut juga thought brain, otak pikir). Meski saling berkaitan, ketiganya punya fungsi sendiri-sendiri. Otak primitif mengatur fisik kita untuk bertahan hidup, mengelola gerak refleks, mengendalikan gerak motorik, memantau fungsi tubuh, dan memproses informasi yang masuk dari pancaindera. Saat menghadapi ancaman atau keadaan bahaya, bersama dengan otak limbik, otak primitif
RE: [balita-anda] Matikan saja TV Anda!
iyo, kapanane aku yo wis mboco. Tapi lali ngomong nang kowe. -Original Message- From: Vivi Noviyanti [SMTP:[EMAIL PROTECTED] Sent: Friday, February 20, 2004 11:54 AM To: [EMAIL PROTECTED] Subject: [balita-anda] Matikan saja TV Anda! MATIKAN Saja TV Anda! Jakarta, Kamis Kedengarannya ekstrem. Tapi ini salah satu saran seorang dokter spesialis anak asal Amerika kepada para orang tua agar perkembangan otak dan kemampuan anak berkembang dengan baik. Kalau anak-anak dibiarkan bebas sebebas-bebasnya menonton TV, video, dan main game di komputer, apa yang terjadi terhadap pertumbuhan dan kemampuan belajar mereka? Itulah pertanyaan yang mengusik benak Susan R. Johnson, M.D., dokter spesialis anak asal San Francisco dan pernah mendalami ilmu kesehatan anak yang berkaitan dengan perilaku dan perkembangan. Ratusan anak mengalami kesulitan berkonsentrasi pada pekerjaan, dan melakukan gerakan motorik kasar maupun halus. Kebanyakan mereka memenemui kesulitan dalam berhubungan dengan orang dewasa dan kelompok seusianya, paparnya. Semula ia menduga, itu melulu akibat tayangan di televisi yang sering menampilkan kekerasan (terutama film kartun) dan semua iklan ditujukan pada mereka. Tetapi, baru semenjak kelahiran anaknya enam tahun lalu ia berhadapan dengan dampak yang sesungguhnya. Saat bermain di luar, jelas Susan, anaknya bisa asyik mengamati binatang kecil atau serangga, bikin mainan dari ranting dan batu, atau main air dan pasir. Ia tampak begitu damai dengan dirinya, tubuhnya, dan lingkungannya. Tetapi begitu di depan TV, ia begitu cuek dengan si ibu maupun lingkungannya. Waktu saya matikan TV-nya, ia gelisah, senewen, dan selalu berteriak minta dinyalakan lagi. Tingkah polahnya kacau dan gerakan-gerakannya impulsif. Boro-boro bikin kreasi sendiri, ia justru meniru saja apa yang dilihatnya di TV dengan gerakan yang tidak kreatif, kaku, dan diulang-ulang. Saat berusia 3,5 tahun, dia ajak anaknya mengunjungi sepupunya naik pesawat. Di pesawat diputar film Mission: Impossible. Kebetulan mereka tidak kebagian earphone sehingga yang tertangkap hanya gambarnya. Tapi justru karena itulah, Ia mendapat mimpi buruk dan takut pada api atau bunyi ledakan selama enam bulan setelahnya, dan perilakunya berubah. Setahun kemudian ia meneliti enam orang anak berusia 8 - 11 tahun yang semuanya memiliki kesulitan membaca di Pusat Kesehatan Sekolah. Menurut Susan, Kalau saya tunjukkan sejumlah huruf lalu saya minta mengenali huruf tertentu, mereka dapat melakukannya. Tapi kalau saya tidak menunjukkan apa-apa - berarti tanpa masukan visual - lalu saya suruh menuliskan huruf tertentu, mereka tidak bisa. Timbul pertanyaan: a.. Apa yang terjadi pada anak yang sedang tumbuh dan berkembang jika mereka dipapari rangsangan audio dan visual pada saat bersamaan? b.. Berapa banyak kemampuan otak yang hilang atau bahkan tidak berkembang akibat kebiasaan itu? Tiga tahap perkembangan otak Kemampuan anak ibarat benih yang perlu dipelihara dan dipupuk agar tumbuh dengan baik. Kalau lingkungan tidak memberikan pemeliharaan dan perlindungan terhadap rangsangan yang berlebihan, maka potensi serta kemampuan-kemampuan tertentu tidak dapat terwujud. Anak dilahirkan dengan 10 miliar neuron (sel syaraf) di otaknya. Tiga tahun pertama sejak lahir merupakan periode di mana miliaran sel glial terus bertambah untuk memupuk neuron. Sel-sel syaraf ini dapat membentuk ribuan sambungan antarneuron yang disebut dendrite yang mirip sarang laba-laba, dan axon yang berbentuk memanjang. Otak anak usia 6 - 7 tahun besarnya dua pertiga otak orang dewasa, tapi memiliki 5 - 7 kali lebih banyak sambungan antarneuron daripada otak anak usia 18 bulan atau orang dewasa. Otak mereka memang punya kemampuan besar untuk menyusun ribuan sambungan antarneuron. Namun, kemampuan itu berhenti pada umur 10 - 11 tahun jika tidak dikembangkan atau digunakan. Saat itu enzim tertentu dilepaskan dalam otak dan melarutkan semua jalur atau urat syaraf (pathways) yang tidak termielinasi dengan baik (mielinasi adalah proses pembungkusan jalur syaraf dengan myelin yang berujud protein-lemak). Perkembangan otak anak yang sedang tumbuh melalui tiga tahapan, mulai dari otak primitif (action brain), otak limbik (feeling brain), dan akhirnya ke neocortex (atau disebut juga thought brain, otak pikir). Meski saling berkaitan, ketiganya punya fungsi sendiri-sendiri. Otak primitif mengatur fisik kita untuk bertahan hidup, mengelola gerak refleks, mengendalikan gerak motorik, memantau fungsi tubuh, dan memproses informasi yang masuk dari pancaindera. Saat menghadapi ancaman atau keadaan bahaya, bersama dengan otak limbik, otak primitif menyiapkan reaksi hadapi atau lari (fight or flight response) bagi tubuh. Kita akan bereaksi secara fisik dan emosi lebih dulu sebelum otak pikir sempat memproses informasi, papar dr. Susan. Otak