RE: [balita-anda] Terima kasih Tuhan, telah mengingatkanku.

2003-02-27 Terurut Topik Kamariah Latief

Cerita yang sangat menyentuh dan membuatku meneteskan air mata pagi ini.
Namun air mata ini adalah rasa syukur karena masih ada yang berbaik hati
mengingatkan kita.

Memang anak-anak itu penuh dengan kepolosan dan tidak ada rekayasa apalagi
intrik di dalah hati dan pikirannya. Makanya kita akan bisa hidup dengan
enteng dan bahagia tanpa beban jika kita bisa bersikap seperti anak kecil
yang Gampang Memaafkan dan Tidak Menyimpan Dendam serta selalu ceria.

Saya pernah 'diuji' kesabaran juga oleh-Nya pada saat saya mengalami
kecelakaan lalu lintas sehingga saya harus istirahat selama kurang lebih 2
bulan. Anak saya baru berusia 8 bulan. Karena selama sakit saya di rumah
sakit dan hanya sekali2 nengok saya, anak saya memanggil saya 'Mbak' dan
baby sitternya dipanggil 'Mama'.
Sepulang ke rumah, penerimaan anak saya tersebut terasa lebih menyakitkan
daripada penderitaan fisik yang saya alami akibat kecelakaan. Saya coba beri
pengertian ke BS supaya menolak jika dipanggil Mama, namun anak saya selalu
meronta-ronta ingin selalu lari ke BS-nya jika saya sentuh. Saya benar-benar
seperti asing buatnya.  Selama masa ini, saya sering menangis curhat ke Ibu
saya. Ibu hanya menyarankan saya bersabar karena ketulusan kita mencintai
pasti akan lebih besar dari BS dan lama kelamaan anak akan merasakan itu.
Tadinya saya ingin menyuruh BS saya pulang dan saya ganti dengan yang lain.
Tapi setelah dipikir2 saya khawatir anak saya malah akan semakin kehilangan
orang yang selama ini menyayangi dia dan mengurus dia. 
Kondisi ini baru bisa normal kembali dalam waktu kira2 4 bulan. Setelah 4
bln barulah anak saya memanggil saya 'Mama'.
Itulah kepolosan anak dan mereka tidak sekedar memerlukan kata 'sayang' dari
kita sebagai orang tua, tapi harus kita buktikan dengan perhatian tulus
kepada mereka.

Ini sekedar sharing pengalaman semoga rekans netter tidak akan mengalaminya.
Salam,
Ria

-Original Message-
From: [EMAIL PROTECTED] [mailto:[EMAIL PROTECTED] 
Sent: Thursday, February 27, 2003 3:33 PM
To: [EMAIL PROTECTED]; [EMAIL PROTECTED];
[EMAIL PROTECTED]
Subject: [balita-anda] Terima kasih Tuhan, telah mengingatkanku.

Ini di-forward oleh seorang teman cukup menyentuh buat direnungkan para
ibu hiks...

--

Terima kasih Tuhan, telah mengingatkanku.


Sore, pulang kantor, seperti biasa aku menunggu bis didepan Chase Plaza,
untuk membawaku pulang, bertemu dengan kedua anak-anakku yang masih berusia
2 tahun dan 9 bulan.  Mikhail dan Fara namanya.  Cuaca menggerahkan
tubuhku.
Penat seharian kerja, dengan segala masalah yang ada selama bekerja.  Sudah
seminggu ini aku selalu lupa menanyakan keadaan kedua anakku Entah
menanyakan sudah makan siang atau belum, bagaimana keseharian mereka, atau
hanya sekedar memainkan telfon untuk mendengarkan suara sang buah hatiku,
si
sulung Mikhail yang sudah banyak bicara.  Bahkan aku juga lupa bahwa saat
ini kedua buah hati tercinta sedang sakit flu.  Aku terlalu sibuk sehingga
sempat melupakan mereka.
Tapi ah, aku pikir aku meninggalkan buah hati bersama orangtuaku dan
pengasuhnya.  Jadi, untuk apa aku pusingkan akan hal itu?  Jahatkah aku?
Aku rasa betul, aku jahat.  Tapi aku lebih mementingkan pekerjaanku
daripada
keluargaku.

Aku termenung.  Tadi pagi sebelum berangkat aku lagi-lagi lupa membekalkan
suami dengan dua potong roti omelete kesukaannya.  Aku juga lupa
membekalkan
teh hangat manis dimobilnya.  Aku sempat merajuk gara-gara suamiku
menanyakan sarapan rutinnya untuk dimobil.  Aku kan cape Mas, aku kan harus
siapkan bekal anak-anak sebelum mereka dititipkan ketempat Oma-nya.  Aku
kan
harus selesaikan cucian sebelum aku mandi tadi pagi.  Dan sejuta alasanku
untuk tidak lagi dibahas masalah sarapan rutin mobil.  Dan ini sudah
terjadi
selama satu minggu pula.  Ah, aku juga melupakan kebiasaanku yang disukai
suami, ternyata.  Bahkan, aku lupa minta maaf dengan kelakuanku seminggu
ini.

Bahkan, akupun lupa Shalat sudah seminggu ini !!!  Alangkah ajaibnya
diriku.
Tapi kurasa Tuhan mengerti.  Begitu pikirku selama dikantor.  Dan akupun
tenggelam dengan pekerjaanku dikantor.

Saat itu jam sudah menunjukkan pukul 5.25 sore, langit mendung, dengan
udara
lembab.  Haus.  Aku lupa minum sebelum pulang tadi.  Mestinya aku sediakan
segelas minum untuk bekalku diperjalanan.  Aku membutuhkan 2 jam perjalanan
dari kantor sampai rumahku di Bintaro.  Lagi-lagi, alasan sibuk yang
membuatku lupa membawa gelas hijauku yang dulu biasa tidur
dalam tasku.

Pada saat itulah mataku tertuju dengan 2 orang kakak beradik, anak pengamen
jalanan.  Tidak beralas kaki, kotor dan kumuh.  Usia mereka sekitar 4 dan 2
tahun.  Mataku tertuju dengan sang adik.  Wajahnya kuyu.
Kotor dan diam.  Terlihat wajah manisnya walaupun kurasa anak kecil itu
tidak pernah mandi.  Tidak beralas kaki.  Terlihat ada luka ditelapak
kakinya yang mungil, semungil telapak kaki buah hatiku Mikhail.  Sang adik
tertawa saat seorang wanita muda memberikan pecahan Rp.  2000 kepada
kakaknya.  Alangkah 

RE: [balita-anda] Terima kasih Tuhan, telah mengingatkanku.

2003-02-27 Terurut Topik Erna Purwita
Saya juga mengalami hal tersebut, sediih banget waktu dia cari mama tapi
yang didatanginya pengasuhnya... tapi Alhamdulillah sekarang tiap pulang
kerja ataupun saat libur saya dan suami yang full pegang dia, dan saya
istirahatkan pengasuhnya... sehingga dia tahu bahwa mbaknya hanya
menggantikan bunda dan ayah bila sedang bekerja.
Bunda AQILLA


-Original Message-
From: Kamariah Latief [mailto:[EMAIL PROTECTED]
Sent: 28 Februari 2003 8:54
To: [EMAIL PROTECTED]; [EMAIL PROTECTED];
[EMAIL PROTECTED]
Subject: RE: [balita-anda] Terima kasih Tuhan, telah mengingatkanku.



Cerita yang sangat menyentuh dan membuatku meneteskan air mata pagi ini.
Namun air mata ini adalah rasa syukur karena masih ada yang berbaik hati
mengingatkan kita.

Memang anak-anak itu penuh dengan kepolosan dan tidak ada rekayasa apalagi
intrik di dalah hati dan pikirannya. Makanya kita akan bisa hidup dengan
enteng dan bahagia tanpa beban jika kita bisa bersikap seperti anak kecil
yang Gampang Memaafkan dan Tidak Menyimpan Dendam serta selalu ceria.

Saya pernah 'diuji' kesabaran juga oleh-Nya pada saat saya mengalami
kecelakaan lalu lintas sehingga saya harus istirahat selama kurang lebih 2
bulan. Anak saya baru berusia 8 bulan. Karena selama sakit saya di rumah
sakit dan hanya sekali2 nengok saya, anak saya memanggil saya 'Mbak' dan
baby sitternya dipanggil 'Mama'.
Sepulang ke rumah, penerimaan anak saya tersebut terasa lebih menyakitkan
daripada penderitaan fisik yang saya alami akibat kecelakaan. Saya coba beri
pengertian ke BS supaya menolak jika dipanggil Mama, namun anak saya selalu
meronta-ronta ingin selalu lari ke BS-nya jika saya sentuh. Saya benar-benar
seperti asing buatnya.  Selama masa ini, saya sering menangis curhat ke Ibu
saya. Ibu hanya menyarankan saya bersabar karena ketulusan kita mencintai
pasti akan lebih besar dari BS dan lama kelamaan anak akan merasakan itu.
Tadinya saya ingin menyuruh BS saya pulang dan saya ganti dengan yang lain.
Tapi setelah dipikir2 saya khawatir anak saya malah akan semakin kehilangan
orang yang selama ini menyayangi dia dan mengurus dia. 
Kondisi ini baru bisa normal kembali dalam waktu kira2 4 bulan. Setelah 4
bln barulah anak saya memanggil saya 'Mama'.
Itulah kepolosan anak dan mereka tidak sekedar memerlukan kata 'sayang' dari
kita sebagai orang tua, tapi harus kita buktikan dengan perhatian tulus
kepada mereka.

Ini sekedar sharing pengalaman semoga rekans netter tidak akan mengalaminya.
Salam,
Ria

-Original Message-
From: [EMAIL PROTECTED] [mailto:[EMAIL PROTECTED] 
Sent: Thursday, February 27, 2003 3:33 PM
To: [EMAIL PROTECTED]; [EMAIL PROTECTED];
[EMAIL PROTECTED]
Subject: [balita-anda] Terima kasih Tuhan, telah mengingatkanku.

Ini di-forward oleh seorang teman cukup menyentuh buat direnungkan para
ibu hiks...

--

Terima kasih Tuhan, telah mengingatkanku.


Sore, pulang kantor, seperti biasa aku menunggu bis didepan Chase Plaza,
untuk membawaku pulang, bertemu dengan kedua anak-anakku yang masih berusia
2 tahun dan 9 bulan.  Mikhail dan Fara namanya.  Cuaca menggerahkan
tubuhku.
Penat seharian kerja, dengan segala masalah yang ada selama bekerja.  Sudah
seminggu ini aku selalu lupa menanyakan keadaan kedua anakku Entah
menanyakan sudah makan siang atau belum, bagaimana keseharian mereka, atau
hanya sekedar memainkan telfon untuk mendengarkan suara sang buah hatiku,
si
sulung Mikhail yang sudah banyak bicara.  Bahkan aku juga lupa bahwa saat
ini kedua buah hati tercinta sedang sakit flu.  Aku terlalu sibuk sehingga
sempat melupakan mereka.
Tapi ah, aku pikir aku meninggalkan buah hati bersama orangtuaku dan
pengasuhnya.  Jadi, untuk apa aku pusingkan akan hal itu?  Jahatkah aku?
Aku rasa betul, aku jahat.  Tapi aku lebih mementingkan pekerjaanku
daripada
keluargaku.

Aku termenung.  Tadi pagi sebelum berangkat aku lagi-lagi lupa membekalkan
suami dengan dua potong roti omelete kesukaannya.  Aku juga lupa
membekalkan
teh hangat manis dimobilnya.  Aku sempat merajuk gara-gara suamiku
menanyakan sarapan rutinnya untuk dimobil.  Aku kan cape Mas, aku kan harus
siapkan bekal anak-anak sebelum mereka dititipkan ketempat Oma-nya.  Aku
kan
harus selesaikan cucian sebelum aku mandi tadi pagi.  Dan sejuta alasanku
untuk tidak lagi dibahas masalah sarapan rutin mobil.  Dan ini sudah
terjadi
selama satu minggu pula.  Ah, aku juga melupakan kebiasaanku yang disukai
suami, ternyata.  Bahkan, aku lupa minta maaf dengan kelakuanku seminggu
ini.

Bahkan, akupun lupa Shalat sudah seminggu ini !!!  Alangkah ajaibnya
diriku.
Tapi kurasa Tuhan mengerti.  Begitu pikirku selama dikantor.  Dan akupun
tenggelam dengan pekerjaanku dikantor.

Saat itu jam sudah menunjukkan pukul 5.25 sore, langit mendung, dengan
udara
lembab.  Haus.  Aku lupa minum sebelum pulang tadi.  Mestinya aku sediakan
segelas minum untuk bekalku diperjalanan.  Aku membutuhkan 2 jam perjalanan
dari kantor sampai rumahku di Bintaro.  Lagi-lagi, alasan sibuk yang
membuatku