RE: [balita-anda] Terima kasih Tuhan, telah mengingatkanku.
Cerita yang sangat menyentuh dan membuatku meneteskan air mata pagi ini. Namun air mata ini adalah rasa syukur karena masih ada yang berbaik hati mengingatkan kita. Memang anak-anak itu penuh dengan kepolosan dan tidak ada rekayasa apalagi intrik di dalah hati dan pikirannya. Makanya kita akan bisa hidup dengan enteng dan bahagia tanpa beban jika kita bisa bersikap seperti anak kecil yang Gampang Memaafkan dan Tidak Menyimpan Dendam serta selalu ceria. Saya pernah 'diuji' kesabaran juga oleh-Nya pada saat saya mengalami kecelakaan lalu lintas sehingga saya harus istirahat selama kurang lebih 2 bulan. Anak saya baru berusia 8 bulan. Karena selama sakit saya di rumah sakit dan hanya sekali2 nengok saya, anak saya memanggil saya 'Mbak' dan baby sitternya dipanggil 'Mama'. Sepulang ke rumah, penerimaan anak saya tersebut terasa lebih menyakitkan daripada penderitaan fisik yang saya alami akibat kecelakaan. Saya coba beri pengertian ke BS supaya menolak jika dipanggil Mama, namun anak saya selalu meronta-ronta ingin selalu lari ke BS-nya jika saya sentuh. Saya benar-benar seperti asing buatnya. Selama masa ini, saya sering menangis curhat ke Ibu saya. Ibu hanya menyarankan saya bersabar karena ketulusan kita mencintai pasti akan lebih besar dari BS dan lama kelamaan anak akan merasakan itu. Tadinya saya ingin menyuruh BS saya pulang dan saya ganti dengan yang lain. Tapi setelah dipikir2 saya khawatir anak saya malah akan semakin kehilangan orang yang selama ini menyayangi dia dan mengurus dia. Kondisi ini baru bisa normal kembali dalam waktu kira2 4 bulan. Setelah 4 bln barulah anak saya memanggil saya 'Mama'. Itulah kepolosan anak dan mereka tidak sekedar memerlukan kata 'sayang' dari kita sebagai orang tua, tapi harus kita buktikan dengan perhatian tulus kepada mereka. Ini sekedar sharing pengalaman semoga rekans netter tidak akan mengalaminya. Salam, Ria -Original Message- From: [EMAIL PROTECTED] [mailto:[EMAIL PROTECTED] Sent: Thursday, February 27, 2003 3:33 PM To: [EMAIL PROTECTED]; [EMAIL PROTECTED]; [EMAIL PROTECTED] Subject: [balita-anda] Terima kasih Tuhan, telah mengingatkanku. Ini di-forward oleh seorang teman cukup menyentuh buat direnungkan para ibu hiks... -- Terima kasih Tuhan, telah mengingatkanku. Sore, pulang kantor, seperti biasa aku menunggu bis didepan Chase Plaza, untuk membawaku pulang, bertemu dengan kedua anak-anakku yang masih berusia 2 tahun dan 9 bulan. Mikhail dan Fara namanya. Cuaca menggerahkan tubuhku. Penat seharian kerja, dengan segala masalah yang ada selama bekerja. Sudah seminggu ini aku selalu lupa menanyakan keadaan kedua anakku Entah menanyakan sudah makan siang atau belum, bagaimana keseharian mereka, atau hanya sekedar memainkan telfon untuk mendengarkan suara sang buah hatiku, si sulung Mikhail yang sudah banyak bicara. Bahkan aku juga lupa bahwa saat ini kedua buah hati tercinta sedang sakit flu. Aku terlalu sibuk sehingga sempat melupakan mereka. Tapi ah, aku pikir aku meninggalkan buah hati bersama orangtuaku dan pengasuhnya. Jadi, untuk apa aku pusingkan akan hal itu? Jahatkah aku? Aku rasa betul, aku jahat. Tapi aku lebih mementingkan pekerjaanku daripada keluargaku. Aku termenung. Tadi pagi sebelum berangkat aku lagi-lagi lupa membekalkan suami dengan dua potong roti omelete kesukaannya. Aku juga lupa membekalkan teh hangat manis dimobilnya. Aku sempat merajuk gara-gara suamiku menanyakan sarapan rutinnya untuk dimobil. Aku kan cape Mas, aku kan harus siapkan bekal anak-anak sebelum mereka dititipkan ketempat Oma-nya. Aku kan harus selesaikan cucian sebelum aku mandi tadi pagi. Dan sejuta alasanku untuk tidak lagi dibahas masalah sarapan rutin mobil. Dan ini sudah terjadi selama satu minggu pula. Ah, aku juga melupakan kebiasaanku yang disukai suami, ternyata. Bahkan, aku lupa minta maaf dengan kelakuanku seminggu ini. Bahkan, akupun lupa Shalat sudah seminggu ini !!! Alangkah ajaibnya diriku. Tapi kurasa Tuhan mengerti. Begitu pikirku selama dikantor. Dan akupun tenggelam dengan pekerjaanku dikantor. Saat itu jam sudah menunjukkan pukul 5.25 sore, langit mendung, dengan udara lembab. Haus. Aku lupa minum sebelum pulang tadi. Mestinya aku sediakan segelas minum untuk bekalku diperjalanan. Aku membutuhkan 2 jam perjalanan dari kantor sampai rumahku di Bintaro. Lagi-lagi, alasan sibuk yang membuatku lupa membawa gelas hijauku yang dulu biasa tidur dalam tasku. Pada saat itulah mataku tertuju dengan 2 orang kakak beradik, anak pengamen jalanan. Tidak beralas kaki, kotor dan kumuh. Usia mereka sekitar 4 dan 2 tahun. Mataku tertuju dengan sang adik. Wajahnya kuyu. Kotor dan diam. Terlihat wajah manisnya walaupun kurasa anak kecil itu tidak pernah mandi. Tidak beralas kaki. Terlihat ada luka ditelapak kakinya yang mungil, semungil telapak kaki buah hatiku Mikhail. Sang adik tertawa saat seorang wanita muda memberikan pecahan Rp. 2000 kepada kakaknya. Alangkah
RE: [balita-anda] Terima kasih Tuhan, telah mengingatkanku.
Saya juga mengalami hal tersebut, sediih banget waktu dia cari mama tapi yang didatanginya pengasuhnya... tapi Alhamdulillah sekarang tiap pulang kerja ataupun saat libur saya dan suami yang full pegang dia, dan saya istirahatkan pengasuhnya... sehingga dia tahu bahwa mbaknya hanya menggantikan bunda dan ayah bila sedang bekerja. Bunda AQILLA -Original Message- From: Kamariah Latief [mailto:[EMAIL PROTECTED] Sent: 28 Februari 2003 8:54 To: [EMAIL PROTECTED]; [EMAIL PROTECTED]; [EMAIL PROTECTED] Subject: RE: [balita-anda] Terima kasih Tuhan, telah mengingatkanku. Cerita yang sangat menyentuh dan membuatku meneteskan air mata pagi ini. Namun air mata ini adalah rasa syukur karena masih ada yang berbaik hati mengingatkan kita. Memang anak-anak itu penuh dengan kepolosan dan tidak ada rekayasa apalagi intrik di dalah hati dan pikirannya. Makanya kita akan bisa hidup dengan enteng dan bahagia tanpa beban jika kita bisa bersikap seperti anak kecil yang Gampang Memaafkan dan Tidak Menyimpan Dendam serta selalu ceria. Saya pernah 'diuji' kesabaran juga oleh-Nya pada saat saya mengalami kecelakaan lalu lintas sehingga saya harus istirahat selama kurang lebih 2 bulan. Anak saya baru berusia 8 bulan. Karena selama sakit saya di rumah sakit dan hanya sekali2 nengok saya, anak saya memanggil saya 'Mbak' dan baby sitternya dipanggil 'Mama'. Sepulang ke rumah, penerimaan anak saya tersebut terasa lebih menyakitkan daripada penderitaan fisik yang saya alami akibat kecelakaan. Saya coba beri pengertian ke BS supaya menolak jika dipanggil Mama, namun anak saya selalu meronta-ronta ingin selalu lari ke BS-nya jika saya sentuh. Saya benar-benar seperti asing buatnya. Selama masa ini, saya sering menangis curhat ke Ibu saya. Ibu hanya menyarankan saya bersabar karena ketulusan kita mencintai pasti akan lebih besar dari BS dan lama kelamaan anak akan merasakan itu. Tadinya saya ingin menyuruh BS saya pulang dan saya ganti dengan yang lain. Tapi setelah dipikir2 saya khawatir anak saya malah akan semakin kehilangan orang yang selama ini menyayangi dia dan mengurus dia. Kondisi ini baru bisa normal kembali dalam waktu kira2 4 bulan. Setelah 4 bln barulah anak saya memanggil saya 'Mama'. Itulah kepolosan anak dan mereka tidak sekedar memerlukan kata 'sayang' dari kita sebagai orang tua, tapi harus kita buktikan dengan perhatian tulus kepada mereka. Ini sekedar sharing pengalaman semoga rekans netter tidak akan mengalaminya. Salam, Ria -Original Message- From: [EMAIL PROTECTED] [mailto:[EMAIL PROTECTED] Sent: Thursday, February 27, 2003 3:33 PM To: [EMAIL PROTECTED]; [EMAIL PROTECTED]; [EMAIL PROTECTED] Subject: [balita-anda] Terima kasih Tuhan, telah mengingatkanku. Ini di-forward oleh seorang teman cukup menyentuh buat direnungkan para ibu hiks... -- Terima kasih Tuhan, telah mengingatkanku. Sore, pulang kantor, seperti biasa aku menunggu bis didepan Chase Plaza, untuk membawaku pulang, bertemu dengan kedua anak-anakku yang masih berusia 2 tahun dan 9 bulan. Mikhail dan Fara namanya. Cuaca menggerahkan tubuhku. Penat seharian kerja, dengan segala masalah yang ada selama bekerja. Sudah seminggu ini aku selalu lupa menanyakan keadaan kedua anakku Entah menanyakan sudah makan siang atau belum, bagaimana keseharian mereka, atau hanya sekedar memainkan telfon untuk mendengarkan suara sang buah hatiku, si sulung Mikhail yang sudah banyak bicara. Bahkan aku juga lupa bahwa saat ini kedua buah hati tercinta sedang sakit flu. Aku terlalu sibuk sehingga sempat melupakan mereka. Tapi ah, aku pikir aku meninggalkan buah hati bersama orangtuaku dan pengasuhnya. Jadi, untuk apa aku pusingkan akan hal itu? Jahatkah aku? Aku rasa betul, aku jahat. Tapi aku lebih mementingkan pekerjaanku daripada keluargaku. Aku termenung. Tadi pagi sebelum berangkat aku lagi-lagi lupa membekalkan suami dengan dua potong roti omelete kesukaannya. Aku juga lupa membekalkan teh hangat manis dimobilnya. Aku sempat merajuk gara-gara suamiku menanyakan sarapan rutinnya untuk dimobil. Aku kan cape Mas, aku kan harus siapkan bekal anak-anak sebelum mereka dititipkan ketempat Oma-nya. Aku kan harus selesaikan cucian sebelum aku mandi tadi pagi. Dan sejuta alasanku untuk tidak lagi dibahas masalah sarapan rutin mobil. Dan ini sudah terjadi selama satu minggu pula. Ah, aku juga melupakan kebiasaanku yang disukai suami, ternyata. Bahkan, aku lupa minta maaf dengan kelakuanku seminggu ini. Bahkan, akupun lupa Shalat sudah seminggu ini !!! Alangkah ajaibnya diriku. Tapi kurasa Tuhan mengerti. Begitu pikirku selama dikantor. Dan akupun tenggelam dengan pekerjaanku dikantor. Saat itu jam sudah menunjukkan pukul 5.25 sore, langit mendung, dengan udara lembab. Haus. Aku lupa minum sebelum pulang tadi. Mestinya aku sediakan segelas minum untuk bekalku diperjalanan. Aku membutuhkan 2 jam perjalanan dari kantor sampai rumahku di Bintaro. Lagi-lagi, alasan sibuk yang membuatku