wah...bu' Vera,
saya terharu sekali membacanya, dan Alhamdulillah mulai Hanif berusia 11 bl,
setiap
mau bobo' saya dan papanya membiasakan cium tangan dan cium pipi lalu baca
doa sebelum tidur, biar Hanif (anak saya) tahu kita berdua sangat sayang
padanya.
oh yah, saya baru tahu kalo' buku "Chicken Soup for the Kid's soul" itu ada,
saya pikir cuma "Chicken Soup for the Woman Soul".
Salam,
Mama Hanif
Vera S L wrote:
Mana ciuman untukku
Dulu ada seorang gadis kecil bernama Cindy. Ayah Cindy bekerja enam
hari dalam seminggu, dan sering kali sudah lelah saat pulang dari
kantor. Ibu Cindy bekerja sama kerasnya mengurus keluarga mereka
-memasak, mencuci dan mengerjakan banyak tugas rumah tangga lainnya.
Mereka keluarga baik-baik dan hidup mereka nyaman. Hanya ada satu
kekurangan, tapi Cindy tidak menyadarinya.
Suatu hari, ketika berusia sembilan tahun, ia menginap dirumah
temannya, Debbie, untuk pertama kalinya. Ketika waktu tidur tiba, ibu
Debbie mengantar dua anak itu ketempat tidur dam memberikan ciuman
selamat malam pada mereka berdua.
"Ibu sayang padamu," kata ibu Debbie.
"Aku juga sayang Ibu," gumam Debbie.
Cindy sangat heran, hingga tak bisa tidur. Tak pernah ada yang
memberikan ciuman apap pun padanya.. Juga tak ada yang pernah
mengatakan menyayanginya. Sepanjang malam ia berbaring sambil
berpikir, Mestinya memang seperti itu .
Ketika ia pulang, orangtuanya tampak senang melihatnya.
"Kau senang di rumah Debbie?" tanya ibunya.
"Rumah ini sepi sekali tanpa kau," kata ayahnya.
Cindy tidak menjawab. Ia lari ke kamarnya. Ia benci pada orangtunya.
Kenapa mereka tak pernah menciumnya? Kenapa mereka tak pernah
memeluknya atau mengatakan menyayanginya ? Apa mereka tidak
menyayanginya?.
Ingin rasanya ia lari dari rumah, dan tinggal bersama ibu Debbie.
Mungkin ada kekeliruan, dan orangtuanya ini bukanlah orang tua
kandungya. Mungkin ibunya yang asli adalah ibu Debbie.
Malam itu, sebelum tidur, ia mendatangi orangtunya.
"Selamat malam,"katanya. Ayahnya,yang sedang membaca koran, menoleh.
"Selamat malam,' sahut ayahnya.
Ibu Cindy meletakkan jahitannya dan tersenyum. "Selamat malam, Cindy."
Tak ada yang bergerak. Cindy tidak tahan lagi.
"Kenapa aku tidak pernah diberi ciuman?" tanyanya.
Ibunya tampak bingung. "Yah," katanya terbata-bata, "sebab... Ibu
rasanya karena tidak ada yang pernah mencium Ibu waktu waktu Ibu masih
kecil. Itu saja."
Cindy menangis sampai tertidur. Selama berhari-hari ia merasa marah.
Akhirnya ia memutuskan untuk kabur. ia akan pergi kerumah
Debbie dan tinggal bersama mereka. Ia tidak akan pernah kembali kepada
orangtuanya yang tidak pernah menyayanginya.
Ia mengemasi ranselnya dan pergi diam-diam. Tapi begitu tiba di rumah
Debbie, ia tidak berani masuk. Ia merasa takkan ada yang
mempercayainya. Ia takkan diizinkan tinggal bersama orangtua Debbie.
Maka ia membatalkan rencananya dan pergi.
Segalanya terasa kosong dan tidak menyenangkan. Ia takkan pernah
mempunyai keluarga seperti keluarga Debbie. Ia terjebak selamanya
bersama orangtua yang paling buruk dan paling tak punya rasa sayang di
dunia ini.
Cindy tidak langsung pulang, tapi pergi ke taman dan duduk di bangku.
Ia duduk lama, sambil berpikir,hingga hari gelap. Sekonyong-konyong
ia mendapat gagasan. Rencananya pasti berhasil . Ia kan membuatnya
berhasil.
Ketika ia masuk kerumahnya, ayahnya sedang menelpon. sang ayah
langsung menutup telepon. ibunya sedang duduk dengan ekspresi cemas.
Begitu Cindy masuk, ibunya berseru," Dari mana saja kau? Kami cemas
sekali!".
Cindy tidak menjawab, melainkan menghampiri ibunya dan memberikan
ciuman di pipi, sambil berkata,"Aku sayang padamu,Bu." Ibunya sangat
terperanjat, hingga tak bisa bicara. Lalu Cindy menghampiri ayahnya
dan memeluknya sambil berkata,"Selamat malam, Yah. Aku sayang
padamu," Lalu ia pergi tidur, meninggalkan kedua orangtunya yang
terperangah di dapur.
Keesokan paginya, ketika turun untuk sarapan, ia memberikan ciuman
lagi pada ayah dan ibunya. Di halte bus, ia berjingkat dan mengecup
ibunya. "Hai, Bu,"katanya. "Aku sayang padamu."
Itulah yang dilakukan Cindy setiap hari selama setiap minggu dan
setiap bulan. Kadang-kadang orangtuanya menarik diri darinya dengan
kaku dan canggung. Kadang-kadang mereka hanya tertawa. Tapi mereka
tak pernah membalas ciumannya. Namun Cindy tidak putus asa. Ia telah
membuat rencana, dan ia menjalaninya dengan konsisten. Lalu suatu
malam ia lupa mencium ibunya sebelum tidur. Tak lama kemudian, pintu
kamarnya terbuka dan ibunya masuk.
"Mana ciuman untukku ?" tanya ibunya, pura-pura marah.
Cindy duduk tegak. "Oh, aku lupa," sahutnya. Lalu ia mencium ibunya.
"Aku sayang padalmu, Bu." Kemudian ia berbaring lagi.
"Selamat malam,"katanya, lalu memejamkan mata. Tapi ibunya tidak
segera keluar. Akhirnya ibunya berkata. "Aku juga sayang padamu."
Setelah itu ibunya