[budaya_tionghua] RENUNGAN MINGGU INI.

2009-03-08 Terurut Topik Teng Aina
" USIA AYAH BUNDA TIDAK BOLEH TIDAK DIKETAHUI, DISATU PIHAK BOLEH MERASA 
GEMBIRA, DILAIN PIHAK HARUS MERASA KHAWATIR " (Confucius)


  

[budaya_tionghua] Serahkan ke Polisi

2009-03-08 Terurut Topik Sunny
http://www.pontianakpost.com/index.php?mib=berita.detail&id=16041

Sabtu, 07 Maret 2009 , 08:38:00


Serahkan ke Polisi



KETUA Majelis Tao Indonesia Resort Singkawang, Chai Ket Khiong mengatakan, 
serahkan sepenuhnya kepada kepolisian untuk mengungkap pengrusakan patung singa 
di Vihara Tri Dharma Tengah Kota Selasa (3/3) malam. "Semua pihak, tak perlu 
banyak komentar. Serahkan saja sepenuhnya kepada kepolisian. Sebab, 
kepolisianlah yang berhak. Kalau kita punya informasi, tentu kita harus berikan 
kepada kepolisian," kata Akiong, kepada Pontianak Post, kemarin. Kata Akiong, 
jangan sampai kita mengatakan ada provokator dalam kejadian tersebut. 

"Mana bisa kita mengungkap bahwa ada provokator, sementara pelaku dan motif 
pengrusakan saja belum diketahui. Serahkan saja sepenuhnya kepada mereka 
(polisi). Yakinlah, polisi mampu mengungkapnya. Apalagi, identitas yang 
diungkapkan Kapolres Singkawang sudah dikantongi," kata Akiong lagi. (zrf)
 

[budaya_tionghua] Re: Astrologi di Zaman Tiongkok Kuno

2009-03-08 Terurut Topik ivan_taniputera
Benar sekali. Karena adanya perbedaan pandangan terhadap penyusunan konstelasi 
bintang ini, maka astrologi Barat sangat berbeda dengan astrologi Tiongkok. 
Kendati demikian, menurut saya astrologi Tiongkok (dalam hal ini Ziweidoushu) 
mirip dengan fixed star astrology (astrologi bintang tetap) dalam astrologi 
Barat. Dalam astrologi penitik beratan terletak pada posisi planet pada tanda 
zodiak saat dilihat dari bumi. Sedangkan astrologi Ziwei terletak pada 7 
bintang kutub dan 7 bintang di rasi Sagitarius. Inilah yang menjadi 
bintang-bintang utama dalam Ziwei (Ziwei, Wuqu, Pojun, Tianliang, Tianxiang, 
Tanlang, dll). Kajian perbandingan ini akan sangat menarik. Dengan melakukan 
penelitian terhadap kedua sistim kita akan menemukan benang merahnya.

Salam,

IT.

--- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, ANDREAS MIHARDJA  wrote:
>
> Saya pernah mendengarkan ceramah mengenai astronomy dari China yg menurut 
> ilmu archeology sudah dipergunakan sejak jaman Shang Dynasty - kira² 4000 
> BCE. Ini diketemukan diatas oracle bones jaman tsb.
> Tetapi yg paling penting didalam ilmu astronomy adalah constellation dari 
> China yg samgat berbeda dgn yg dikenal dinegara barat berdasarkan system 
> Greek.  Didalam system greek kita mendengar system gemini. Leo, Libra etc 
> didalam system yg chinese kita tidak mengenal istilah² tsb.
> Yg penting didalam system ini adalah Polar star - yg dibagian utara equator 
> dilihat sebagai bintang yg paling terang dan yg dipakai oleh semua bangsa² 
> sebagai titik orientatie dari langit sewaktu malam. Kemudian dgn memakai 
> titik ini mereka membagi langit dalam 28 istana yg didalamnya berisi puluhan 
> constellations dari bintang²
> Berdasarkan pengetahuan ini, maka menurut legend Huang Ti menciptakan 
> calender dan emperor ke-ampat menentukan bulan lun - bulan tambahan. 
> Mengenai ramalan musim dan malapetaka - ini juga menjadi essential. Didalam 
> ilmu climatology modern - kita mengenal cycle musim yg disebabkan oleh 
> samudera Atlantic, dan Pacific dimana samudera Pacific menciptakan 7 yrs 
> climate cycle dan Atlantic 6 years climate cycle. Dgn memakai observation dan 
> katalogisatie dari kejadian² sewaktu cycle ini maka ahli² astronomy sejak 
> jaman Han WuTie sudah dpt menentukan penghasilan panen etc dari negara. Juga 
> banjir² dapat diperhitungkan [ini bukan meramal tetapi mathematic]
> Han WuTie berhasil mencapai level pengetahuan ini karena dia sudah 
> menstandardisatie waktu.  Pengetahuan astromomy ini adalah basic science 
> yg setiap emperor dari China harus tahu utk memimpin dan membangun negara.
>  
> Andreas
> 
> --- On Sun, 3/1/09, ivan_taniputera  wrote:
> 
> From: ivan_taniputera 
> Subject: [budaya_tionghua] Astrologi di Zaman Tiongkok Kuno
> To: budaya_tionghua@yahoogroups.com
> Date: Sunday, March 1, 2009, 1:57 AM
> 
> 
> 
> 
> 
> 
> 
> Bangsa Tiongkok telah memanfaatkan ilmu prediksi semenjak zaman 
> dahulu. Semasa dinasti Xia dan Shang, prediksi dilakukan dengan 
> menelaah bentuk retakan tulang-tulang hewan yang dibakar. Tentu saja 
> menafsirkan bentuk-bentuk retakan itu guna menjawab pertanyaan-
> pertanyaan tertentu sungguh sulit. Itulah sebabnya, semasa dinasti 
> Zhou dikembangkan suatu bentuk ilmu prediksi yang kini kita kenal 
> dengan nama Yijing. Metoda prediksinya lebih mudah karena 
> menggunakan suatu sistematika tertentu.
> Kitab Cunqiu memperlihatkan bahwa bangsa Tiongkok semenjak zaman 
> dinasti Zhou telah mengenal pula suatu bentuk astrologi yang 
> didasari oleh gerakan planet dan lima unsur. Mereka mengamati letak 
> planet pada 28 rasi bintang kedudukan bulan (Inggris: lunar mansion, 
> Mandari: xiu). Selanjutnya mereka mengasosiasikan masing-masing xiu, 
> planet, dan unsur dengan berbagai negara bagian yang menbentuk 
> dinasti Zhou, seperti Lu, Qi, Han, Wei, Chu, dan lain sebagainya. 
> Setelah itu, dilakukan prediksi mengenai jatuh bangunnya suatu 
> negara atau prenguasa. Astrologi yang mereka kembangkan ini 
> merupakan sesuatu yang menarik, karena kita boleh mengajukan 
> berbagai pertanyaan. Apakah sistim astrologi yang mereka kembangkan 
> tersebut hanya berlaku bagi Tiongkok saat itu saja? Mengingat bahwa 
> di masa sekarang sudah tidak ada lagi negara bagian. Apakah masing-
> masing xiu, planet, dan unsur itu boleh diasosiasikan dengan 
> propinsi-propinsi masa kini yang dulunya merupakan letak berbagai 
> negara bagian tersebut? Bagaimana dengan propinsi-propinsi yang 
> baru, seperti Xinjiang, Tibet, Mongolia Dalam, Heilongjiang, 
> Ningxia, Yunnan, dll? Semuanya ini merupakan kajian yang menarik
> Terlepas dari semua itu, kita dapat menyimpulkan bahwa astrologi 
> yang mereka kembangkan termasuk mundane astrology atau astrologi 
> yang dipergunakan memprediksi nasib suatu negara. Pada zaman itu, 
> belum ada perhitunban astrologi pribadi seperti saat ini.
> Sayangnya, ilmu astrologi juga hanya berkembang di kalangan istana. 
> Ahli astrologi yang berani membocorkannnya diancam hukuman mati. 
> Itulah sebabnya 

[budaya_tionghua] Re: Astrologi di Zaman Tiongkok Kuno

2009-03-08 Terurut Topik ivan_taniputera
Sdr. Henyung

Saya senang sekali kalau bisa diadakan pembahasan mengenai hal ini. Nanti saya 
bawakan beberapa literatur yang bagus. Semoga saja pertengahan tahun ini ada 
banyak waktu.

Salam,

Ivan T.

--- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, "Hendri Irawan"  wrote:
>
> Ivan xiong,
> 
> Jangan lupakan juga susunan rasi bintang dan benda-benda langit yang
> dinamis. Posisi bintang dan benda-benda langit 2000-5000 tahun yang
> lalu tentu saja sudah berbeda dengan posisi sekarang. 
> 
> Dalam hal ini, saya ingin sekali berdiskusi lebih lanjut mengenai
> rumusan dasar perhitungannya. Tanggal 4-7 bulan ini kebetulan saya
> tidak bisa meninggalkan pekerjaan untuk bergabung ke Semarang. Lain
> waktu bila kita berjodoh saya janji kita akan semalam suntuk membahas ini.
> 
> Hormat saya,
> 
> Yongde
> 
> --- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, "ivan_taniputera"
>  wrote:
> >
> > 
> > Bangsa Tiongkok telah memanfaatkan ilmu prediksi semenjak zaman 
> > dahulu. Semasa dinasti Xia dan Shang, prediksi dilakukan dengan 
> > menelaah bentuk retakan tulang-tulang hewan yang dibakar. Tentu saja 
> > menafsirkan bentuk-bentuk retakan itu guna menjawab pertanyaan-
> > pertanyaan tertentu sungguh sulit. Itulah sebabnya, semasa dinasti 
> > Zhou dikembangkan suatu bentuk ilmu prediksi yang kini kita kenal 
> > dengan nama Yijing. Metoda prediksinya lebih mudah karena 
> > menggunakan suatu sistematika tertentu.
> > Kitab Cunqiu memperlihatkan bahwa bangsa Tiongkok semenjak zaman 
> > dinasti Zhou telah mengenal pula suatu bentuk astrologi yang 
> > didasari oleh gerakan planet dan lima unsur. Mereka mengamati letak 
> > planet pada 28 rasi bintang kedudukan bulan (Inggris: lunar mansion, 
> > Mandari: xiu). Selanjutnya mereka mengasosiasikan masing-masing xiu, 
> > planet, dan unsur dengan berbagai negara bagian yang menbentuk 
> > dinasti Zhou, seperti Lu, Qi, Han, Wei, Chu, dan lain sebagainya. 
> > Setelah itu, dilakukan prediksi mengenai jatuh bangunnya suatu 
> > negara atau prenguasa. Astrologi yang mereka kembangkan ini 
> > merupakan sesuatu yang menarik, karena kita boleh mengajukan 
> > berbagai pertanyaan. Apakah sistim astrologi yang mereka kembangkan 
> > tersebut hanya berlaku bagi Tiongkok saat itu saja? Mengingat bahwa 
> > di masa sekarang sudah tidak ada lagi negara bagian. Apakah masing-
> > masing xiu, planet, dan unsur itu boleh diasosiasikan dengan 
> > propinsi-propinsi masa kini yang dulunya merupakan letak berbagai 
> > negara bagian tersebut? Bagaimana dengan propinsi-propinsi yang 
> > baru, seperti Xinjiang, Tibet, Mongolia Dalam, Heilongjiang, 
> > Ningxia, Yunnan, dll? Semuanya ini merupakan kajian yang menarik
> > Terlepas dari semua itu, kita dapat menyimpulkan bahwa astrologi 
> > yang mereka kembangkan termasuk mundane astrology atau astrologi 
> > yang dipergunakan memprediksi nasib suatu negara. Pada zaman itu, 
> > belum ada perhitunban astrologi pribadi seperti saat ini.
> > Sayangnya, ilmu astrologi juga hanya berkembang di kalangan istana. 
> > Ahli astrologi yang berani membocorkannnya diancam hukuman mati. 
> > Itulah sebabnya dikembangkan suatu bentuk astrologi yang yang tidak 
> > berkaitan secara langsung dengan gerakan benda langit (astrologi 
> > yang langsung didasari gerakan benda langit disebut "tianwen" - tian 
> > = langit; wen = bahasa), seperti Bazi.
> > Ilmu astrologi di Tiongkok juga mendorong perkembangan ilmu 
> > astronomi, karena kaisar-kaisar banyak memerintahkan pembangunan 
> > observatorium (pusat pengamatan bintang) dan penciptaan peralatan 
> > astronomi canggih (seperti yang diciptakan oleh Yijing beserta 
> > ilmuwan2 lainnya) guna menghitung posisi benda langit secara lebih 
> > akurat. Para astronom Tiongkok pada akhirnya dapat memprediksi 
> > peristiwa gerhana matahari secara cukup akurat.
> > Semasa dinasti Tang mulai dikenal apa yang disebut ilmu astrologi 
> > Ziweidoushu. Ini merupakan cabang astrologi yang menarik karena 
> > didasari oleh bintang kutub (Ziwei mengenal dua kelompok bintang 
> > utara dan selatan. Tujuh bintang utara merupakan bagian rasi bintang 
> > Ursa Mayor, sedangkan tujuh bintang selatan merupakan bagian rasi 
> > bintang Sagitarius). Menariknya 12 rumah dalam bagan Ziwei sangat 
> > mirip dengan 12 rumah dalam astrologi Barat.
> > Ilmu prediksi ini merupakan sesuatu yang sangat menarik dan 
> > membutuhkan kajian lebih lanjut. Sudah menjadi tugas untuk 
> > melestarikannya dan juga sekaligus membebaskannya dari tahayul dan 
> > pandangan salah.
> > 
> > Ivan Taniputera
> > 1 Maret 2009
> >
>




[budaya_tionghua] Re: Kisah Dewata yang Pindah Agama

2009-03-08 Terurut Topik iwan kustiawan
Saya setuju bahwa sebaiknya urusan kepercayaan dan agama ini adalah urusan 
internal vihara/bio tersebut, lagipula juga akar permasalahan sebenarnya adalah 
kebijakan ( walaupun sama sekali tidak bijak ) negara saat itu untuk melarang 
apapun yang berbau tionghoa. Saya yakin kalau oragnisasi Budhis juga akan 
dengan rela menanyakan kepada "anak pungut"nya setelah mandiri mau tetap 
menjadi anggota keluarga ataukah  berdiri sendiri? jadi yang menjadi penentu 
adalah umat vihara/bio tersebut apakah ingin menjadi Budhis atau konghucu/ Tao. 
Yang perlu diperhatikan adalah jika selama ini mereka lebih mendapatkan ajaran 
Budhisme yang lebih mapan pengajarannya sementara tidak pernah ada yang 
mengajarkan Tao dan Konghucu jadi  tidak bisa disalahkan kalau ada diantara 
mereka lebih memilih Budhism. anlangkah baiknya duduk rembuk antara umat dan 
tentukan sendiri enaknya seperti apa. Organisasi Budhisme itu seperti Ibu yang 
telah menyelamatkan nyawa anaknya. Anaknya
 sendiri ( umat vihara/bio) tersebut yang menentukan. Kalau ada pertentangan 
antar umat vihara tersebut ( pertentangan bathin sang anak mau ikut ibu angkat 
atau mandiri ) itu adalah murni keputusan anak tersebut, ndak perlu mencak 
mencak kepada Ibu yang telah menyelamatkannya

--- On Sun, 3/8/09, agoeng_...@yahoo.com  wrote:

From: agoeng_...@yahoo.com 
Subject: RE: [budaya_tionghua] Re: Kisah Dewata yang Pindah Agama
To: budaya_tionghua@yahoogroups.com
Date: Sunday, March 8, 2009, 12:13 AM

 Menyelamatkan itu artinya setelah selamat yah dikembalikan 
seperti semula kan? Klo yg diselamatkan balik mengusir yg menyelamatkan yah itu 
seh emang malu2in n bagai kacang lupa kulitnya. Tapi klo maksudnya 
menyelamatkan trus setelah selamat tetap juga ga dibalikin bukankah itu menilap 
atau mencuri?
Btw napa gak tanya langsung aja yah ke altar utama klenteng itu, mau balik lg 
ke semula atau tetap seperti saat ini, klo ga bisa nanya yah dilelang aja, 
masing2 pihak mau jadikan klenteng itu seperti apa n gimana caranya, yg paling 
baik yg menang ( tanya ke altar utama) atau mau yg praktir yah adu duit aja, 
sapa yg brani " beli" dgn harga tertinggi yg menang. Klo ga adu otot aja, 
brantem gebuk2an kayak di film2 triad HK yg menang yg berkuasa.


[budaya_tionghua] Kultur stelsel hidup kembali?

2009-03-08 Terurut Topik sans_culotte_30

 
Sangat menarik apa yang di harapkan oleh Pak Prabowo dalam suratnya yang 
terachir. Belliau mengangkat penanaman pohon Aren untuk di jadikan bahan 
bio-etanol sebagai bahan energi suplemen.
 
Apakah sekarang pun sudah ada semacam perkebunan besar2an menanam kelapa sawit?
 
Kalau menyimak-i semua usaha guna mengejar bahan energi ujung2nya nanti rakyat 
dipaksakan untuk menanam jenis2 tanaman yang bisa di sulut jadi bahan energi. 
Apakah ini nantinya tidak sebagai bumerang? Pertama, kemungkinan besar bahan2 
ini di-ekspor seperti cara Belanda dalam Kultur Stelselnya abad ke 18. yang 
hanya menguntungkan pemerintah penjajah. Apakah nantinya bisa terjadi kalau apa 
yang dihasilkan oleh ekspor itu bisa menimbulkan sumber ber-korupsi ria? Kedua, 
seperti yang sudah terjadi dengan Brazilia, begitu banyaknya ekspor tebu 
sehingga harga jatuh di pasaran dunia, dan Brazilia sekarang mulai merasakan 
dampak negatipnya.
 
Lagipula sudah di buktikan bahwa menanam satu jenis tanaman akan menghasilkan 
climate change yang ber aspek negatip.
 
Rupanya sekali lagi China punya inovasi dalam menemukan daya energi, mereka 
menemukan kotoran manusia yang di-olah menjadi energi ..jadi bio-gas.
Sekarang sistim ini mulai marak di galakkan di desa2 untuk memicu tenaga 
listrik.
Bukankah suatu idee yang bagus...manusia...kluarin kotoran (tai) dan bisa 
di-olah jadi bio-gas? Beneran apa bohong2an ini, cuman aku dengar dari berita 
saja.
 
Harry Adinegara


  Stay connected to the people that matter most with a smarter inbox. Take 
a look http://au.docs.yahoo.com/mail/smarterinbox

Re: [budaya_tionghua] Re: Kisah Dewata yang Pindah Agama

2009-03-08 Terurut Topik agoeng_set
So? Menurut anda sebaiknya para pihak yg terlibat konflik meminta pemerintah 
untuk membereskan hal2 seperti ini?
-Original Message-
From: "Dr. Irawan" 

Date: Sat, 7 Mar 2009 16:11:32 
To: 
Subject: Re: [budaya_tionghua] Re: Kisah Dewata yang Pindah Agama


Kawan2 yb,
Kalau boleh say kasih komentar , urusan semacam ini sebenarnya tidak akan
terjadi kalau negara tidak ikut campur urusan dalam kepercayaan masyarakat
(beragama), dan praktek kebudayaan. Jadi biang keladinya adalah negara atau
rezim . Jadi janganlah kawan2 menjadi teradudomba dikarenakan kelakuan
negara. jadi janganlah diperalat oleh negara atau rezim ,kuncinya adalah
jadilah bagian dari alat pengatur negara, agar dikemudian hari Indonesia
tidak direpotkan oleh urusan gontok2an sesama anak bangsa, dan bisa
menggunakan energinya maju kedepan sebagai negara yang kuat dan makmur.

salam,
Dr.Irawan.





.: Forum Diskusi Budaya Tionghua dan Sejarah Tiongkok :.

.: Website global http://www.budaya-tionghoa.net :.

.: Pertanyaan? Ajukan di http://groups.yahoo.com/group/budaya_tionghua :.

.: Arsip di Blog Forum Budaya Tionghua http://iccsg.wordpress.com :.

Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
http://groups.yahoo.com/group/budaya_tionghua/

<*> Your email settings:
Individual Email | Traditional

<*> To change settings online go to:
http://groups.yahoo.com/group/budaya_tionghua/join
(Yahoo! ID required)

<*> To change settings via email:
mailto:budaya_tionghua-dig...@yahoogroups.com 
mailto:budaya_tionghua-fullfeatu...@yahoogroups.com

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
budaya_tionghua-unsubscr...@yahoogroups.com

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
http://docs.yahoo.com/info/terms/



[budaya_tionghua] Pride and Prejudice

2009-03-08 Terurut Topik Harry Adinegara

Belum pernah dalam sejarah manusia ada suatu negara yang melesat
maju seperti China. Tidak perlu kita punya pandangan yang negatip atau 
mengecilkan ke-majuan China, tapi satu hal punya pengaruh gede yakni 
globalisasi.
Rupanya hanya China yang bisa menggunakan faktor globalisasi ini untuk 
mengangkat kemajuan negaranya. Tidak semua negara berkembang bisa menggunakan 
faktor globalisasi ini untuk kepentingannya. Yang jelas tanpa kita perlu 
terperosok dalam anggapan
chauvinistic memang tiap bangsa itu punya bakat-nya masing2. 
Disini rupanya, menghadapi globalisasi rakyat China me-"mekar-kan" apa yang 
inherent sudah dipunyai, sifat rajin, hemat i,novatip dan berani berkorban  
demi mengangkat martabat bangsa dan negaranya.
 
Harry Adinegara

 
 




#yiv1167903364 .ExternalClass .EC_hmmessage P
{padding:0px;}
#yiv1167903364 .ExternalClass body.EC_hmmessage
{font-size:10pt;font-family:Verdana;}


Pride and prejudice
By Patrick Chovanec
If Chinese President Hu Jintao and US Secretary of State Hillary Clinton had 
had any spare moments during their time together in Beijing at the weekend, 
they might have done worse than view a DVD (unpirated, of course) of Jane 
Austen's Pride and Prejudice. The might have recognized in Miss Austen's 
drawing room romance some rather striking resemblances to that other great 
love-hate saga, the US-China relationship.
For those who have somehow avoided the countless movies and mini-series, much 
less the book itself, Pride and Prejudice is the tale of two headstrong 
individuals whose own shortcomings blind them to the fact that they are made 
for one other. Mr Darcy's puffed up pride prevents him from recognizing Miss 
Bennett's obvious virtues, while her own terrible first impressions of Mr Darcy 
prejudice Miss Bennett against discovering his true, more generous nature.
The Darcy of our story is China. To be fair, the Chinese have much to be proud 
of. Since market reforms began 30 years ago, the country's economy has expanded 
14-fold in real terms, and living standards (measured by real per capital gross 
domestic product) have risen 10-fold. China's exports are now 90 times greater 
than in 1979, transforming a US$2 billion annual trade deficit into a $290 
billion surplus. China now holds by far the largest hard currency reserves of 
any country in the world, nearly $2 trillion.
By any measure, China has had a spectacular run, and the Chinese know it. 
China's runaway gold-medal lead at the Beijing Olympics, its successful manned 
space flights, and the relative insulation of its state-owned banks from the 
global financial crisis have all reinforced this newfound sense of pride. In 
fact, many Chinese see the crisis as proof that the time for the US has passed, 
and as an opportunity for China to take its rightful place as the world's new 
economic superpower.
In the mid-1980s, when I first came to China, what impressed me most was the 
modesty of its people. China, they would tell visitors, has so much to learn 
from the rest of the world, so much to improve. Sure, it was flattering to 
hear, but it also struck me as pragmatic and smart. That humble but hopeful 
attitude, by inspiring Chinese students to learn English and study abroad, by 
welcoming foreign investment and expertise, was a vital ingredient in making 
China's transformation possible.
Today, pride threatens to erode this advantage. All too many managers I've 
encountered in Chinese companies have come to believe, based on the phenomenal 
growth of businesses within China, that the world has nothing more to teach 
them and is only holding them back out of jealousy. What they fail to realize 
is that, for years, China has enjoyed a home court advantage, as foreign 
companies flocked there and adapted, often with great difficulty, to doing 
business by Chinese rules. Successful Chinese companies may have mastered that 
game, but now they face a whole new challenge: building global brands and 
managing operations in places where someone else's rules apply. Several have 
stumbled, badly, because they assumed they knew it all.
Pride also threatens to obscure China's real interests as a global stakeholder. 
The increasingly popular idea that a strong China can "go it alone" is a 
dangerous illusion. Any country whose exports account for 40% of GDP will 
quickly find that its customers' problems are its own. China's outstanding 
economic accomplishments make it more, not less, reliant on the wellbeing of 
its trade partners, particularly the United States. As Clinton herself 
observed: "We rise or fall together."
Americans may come to find Chinese pride as aggravating as Elizabeth Bennett 
found Mr Darcy's, but they suffer from a good dose of Miss Bennett's own flaw, 
prejudice. I do not mean racial prejudice, but preconceptions that prevent 
Americans from appreciating the real China and engaging it as a full partner.
Again, to be fair, China - like the much misunderstood Mr Darcy - rarely misses 
an opport