Re: [budaya_tionghua] Re: Mao Tanya

2009-11-12 Terurut Topik King Hian
Istri saya juga sempat kosong dua tahun lebih. 
Kemudian kami berobat di ibu Liliana. Ini adalah Pengobatan Alternatif Romo 
Loogman cabang Bogor, pusatnya di Purworejo.
Sekali berobat diberi obat2an untuk sebulan, dan kembali berobat bulan 
berikutnya. Obat2an yang diberikan berupa jamu dan obat2an Tionghoa. Selain 
itu, istri saya diberikan senam yang harus dilakukan setiap hari.
Sama seperti pengalaman Pak Anton, setelah enam kali berobat berobat, ibu 
Liliana bilang semua sudah bagus, tinggal menunggu saja. Dan ternyata benar, 
bulan berikutnya  istri saya sudah hamil, ini anak kami yang pertama.
Alamat praktik yang sekarang di Jl. Sukajaya VI no 50, Tajur Bogor

kiongchiu,
KH

 





From: pempekd9 pempe...@yahoo.com
To: budaya_tionghua@yahoogroups.com
Sent: Wed, November 11, 2009 5:53:01 PM
Subject: [budaya_tionghua] Re: Mao Tanya

  
Kami dahulu pernah berobat ke beberapa dokter kandungan dan angka angka yang 
tersaji di hasil laboratorium tidak meningkat. Waktu itu menurut pemeriksaan 
dokter masalahnya adalah rahim terbalik dan sperma aktif kurang dari angka 
minimum. 

Kemudian berobat ke pengobatan alternatif yang berpusat di Purworejo dan 
akhirnya berhasil.  Bahkan pada pemeriksaan terakhir praktisi mengatakan pada 
beberapa orang yang saya kenal bahwa seelah pemeriksaan terakhir ini akan 
berhasil. 

Beberapa praktisi pengobatan alternatif ini ada di Jakarta, Bandung dan Bogor. 

Salam,
Anton W

--- In budaya_tionghua@ yahoogroups. com, Rosiana r05...@... wrote:

 halo semuanya...salam kenal yah...
 ada yang tau ga yah..ada yang pernah ke sinshe dan dibilang rahimnya dingin 
 ga sih( untuk perempuan) makanya susah punya anak?? ada yang pernah ngalamin 
 ga? thx


 


  

Re: [budaya_tionghua] Tokoh Tiongkok Klassik

2009-11-12 Terurut Topik Akhmad Bukhari Saleh
- Original Message - 
From: King Hian 
To: budaya_tionghua@yahoogroups.com 
Sent: Thursday, November 12, 2009 2:14 PM
Subject: Re: [budaya_tionghua] Tokoh Tiongkok Klassik

 nama pangeran Duan Yu (段誉) disebut Toan Kie.
 Seharusnya dalam bhs Hokkian dialek Zhangzhou
 namanya adalah Tuan Yi.

- - - - - - - - - - - - - -

Betul, penggunaan transliterasi Toan Kie untuk 段誉 itu memang tidak tepat.

Dan penerjemah yang bersangkutan, alm. Gan Kok Liang (Gan KL), sebelum wafatnya 
(28 Nopember 2003) dalam suatu diskusi sudah pernah mengakui bahwa hal itu 
merupakan kesalahan.

Penerjemah lain, alm. Boe Beng Tjoe / Oey Kim Tiang (OKT), di luar tahunya 
banyak orang, juga pernah menerjemahkan cerita ini, hanya tidak sampai 
diterbitkan.
Namun kebetulan saya pernah lihat transkripnya. Dan untuk nama 段誉 ini, OKT 
menggunakan transliterasi Toan Ie.

Wasakam.



  - Original Message - 
  From: King Hian 
  To: budaya_tionghua@yahoogroups.com 
  Sent: Thursday, November 12, 2009 2:14 PM
  Subject: Re: [budaya_tionghua] Tokoh Tiongkok Klassik

  Alim Heng,
  Saya tidak bisa memastikan apakah Bhok Tjoe adalah Mozi.
  Kalau benar yang dimaksud adalah Mozi, saya duga, mungkin ada kesalahan 
pelafalan bhs Hokkiannya.
  Seharusnya BEK CU (atau di Jateng bisa ditulis BIK CU), jadi ditulis BOK CU.

  Karena kesalahan seperti ini juga terjadi pada cerita silat, contohnya: nama 
tokoh utama cerita Tianlong Babu (Thian Liong Pat Pou), di mana nama pangeran 
Duan Yu (段誉) disebut Toan Kie. Seharusnya dalam bhs Hokkian dialek Zhangzhou 
namanya adalah Tuan Yi. (dalam dialek Xiamen dibaca: Tuan Wu, dialek Quanzhou 
Tuan Eu)


  kiongchiu,
  KH 


  ---


--
  From: harry alim hari.a...@yahoo.com
  To: King Hian email king_h...@yahoo.com; Budaya_tionghua 
budaya_tionghua@yahoogroups.com
  Sent: Thu, November 12, 2009 2:00:33 PM
  Subject: Re: [budaya_tionghua] Tokoh Tiongkok Klassik

  Looheng,

  Cayhe pernah baca di salah satu cerita silat. Ada istilah Bhok Tjoe. Itu yang 
sebenarnya mau saya cek sama dengan Mozu atau tidak. Belum pernah ketemu yang 
Bek Cu atau Bak Cu

  Kiongtjhioe, Harry Alim



[budaya_tionghua] UNDANGAN PELUNCURAN BUKU DAN FILM

2009-11-12 Terurut Topik ChanCT
- Original Message -
From: putu oka sukanta
To: wahana-n...@yahoogroups.com ; 
Sent: Wednesday, November 11, 2009 9:51 PM
Subject: UNDANGAN PELUNCURAN BUKU DAN FILM


KESENYAPAN GEMURUH 1965

Masa lalu bagaikan tulang punggung sejarah yang menopang
perjalanan bangsa ke masa depan yang lebih baik. Oleh karena
itu mengingat dan memahami masa lalu adalah kearifan yang
perlu terus kita pelihara untuk pembangunan watak bangsa yang
lebih beradab.

Dalam upaya mengingat dan memahami masa lalu, Lembaga
Kreatifitas Kemanusiaan, bekerjasama dengan Goethe-Institut,
Institut Sejarah Sosial Indonesia, TAPOL London, Jaker, KIPAS,
menggelar bedah buku dan pemutaran film documenter, serta
mengundang kehadiran Anda.


1.   Buku Antologi cerita pendek LOBAKAN: kesenyapan gemuruh Bali 1965.

Buku ini memuat 22 cerpen bertema Tragedi Kemanusiaan 1965 di Bali

Penulis: 14 pengarang dari berbagai generasi: Dyah Merta,
Fatie Soewandi, Gde Aryantha Soetama, Happy Salma, Ni Komang
Ariani, Kadek Sonia Piscayanti, Martin Aleida, May Swan, Putu
Satria Kusuma, Putu Fajar Arcana, Putu Oka Sukanta, Sunaryono
Basuki KS, Soeprijadi Tomodihardjo, dan T.Iskandar A.S

Kata Pengantar ditulis oleh I Gusti Agung Ayu Ratih,
sejarawan, yang memberikan gambaran makro situasi di Bali saat
itu. Ilustrasi menawan dibuat oleh Salim M, Misbach Tamrin,
Adrianus Gumelar dan Imas Masnu'ah.

Pembacaan cerpen  oleh Happy Salma, dan Ni Komang Ariani duet
dengan  Arswendi Nasution.

Pembahasan buku oleh Ni Made Purnama Sari, mahasiswi muda yang
 brilian dari Denpasar, dan DS Putra, pekerja kebudayaan yang
kritis dari Kabupaten Negara Bali,  tempat pembantaian paling
kejam dan luas di Bali.

Kelompok KIPAS muncul dengan tarian, diiringi musik
tradisional Bali, Genggong oleh Afrizal.

Penerbit : Koekoesan dan Lembaga Kreatifitas Kemanusiaan, atas
 dukungan YAPPIKA dan Imparsial.

Moderator: I Gusti Agung Ayu Ratih



2.Novel BURUAN karya Putu Oka Sukanta yang ditulis
pada tahun 1963, pernah dimuat bersambung di Majalah Minggu
Pagi di Jogja, 1tahun 964,  dan sekarang diterbitkan oleh
JAKER (Jaringan Kerja Kebudayaan Rakyat). Karya fiksi ini
bercerita  tentang  peran nelayan di masa Revoslui 45, di
Tambak Lorok dan perjuangannya melawan si Juragan Perahu di
Kali Klidang Jawa Tengah.

Pembahas AJ Susmana, penulis, alumnus Universitas Gajah Mada
1998, yang menjabat Wakil Sekjen DPP PAPERNAS.

Moderator : I Gusti Agung Ayu Ratih.

3.Pemutaran dan diskusi film dokumenter TJIDURIAN
19. Film ini mengisahkan pengalaman para  seniman LEKRA yang
sempat tinggal,  berkantor,  dan berkreasi di Jalan Tjidurian
19, Cikini, Jakarta Pusat.  Rumah-kantor milik kepala rumah
tangga Lekra, Oey Hay Djoen, tersebut dirampas, diduduki,
kemudian dijual ke pihak lain oleh aparat negara Orde Baru.
Sekarang telah berubah menjadi gedung mewah bertingkat dengan
fungsinya yang baru pula. Perampasan gedung dan penguburan
ingatan berlangsung secara terstruktur dan sistematis oleh
penguasa Orde Baru, sehingga terjadi kesenjangan dalam lintas
perjalanan sejarah negeri ini. Seniman-seniman seperti  Amrus
Natalsya, Amarzan Ismail Hamid, S.Anantaguna, Hersri Setiawan
Martin Aleida, Putu Oka, dan T.Iskandar A.S menceritakan
pengalaman mereka yang penuh semangat dan gairah berinteraksi
dengan sesama seniman di gedung tersebut, serta rasa
kehilangan yang mendalam. Mereka tidak hanya menghasilkan
karya-karya mereka,  tetapi juga  menjalin kesetaraan serta
memperdebatkan soal-soal estetika, politik dan ideologi.

Sutradara: Lasja Susatyo dan M.Abduh Azxiz..

 Produser: M.Abduh Aziz , dan  Putu Oka Sukanta.

Film ini diproduksi oleh Lembaga Kreatifitas Kemanusiaan
bekerjasama dengan Innstitut Sejarah Sosial Indonesia dan
TAPOL London.

Pemandu diskusi: Th.J. Erlijna.

Acara

Tempat :  Goethe Institut, Jl. Sam Ratulangi 9 Jakarta Pusat.

Hari /Tanggal:  Selasa, 17 Nopember 2009

Jam 15.00 - 18.30: Bedah 2 buku dan pembacaan cerpen.

Jam  18,30 - 19,15:  Istirahat (Santap malam)

Jam  19,15 - 21.00i: Pemutaran dan diskusi film Tjidurian 19.

[budaya_tionghua] Sumber Info singkawang

2009-11-12 Terurut Topik Tan In

Buat saudara yg membutuhkan info sejarah kongsi,saudara bisa menghubungi
bapa sikip/bong miau kit,biasa beliau suka nongkrong di warung kopi
akiong jl.kepol mahmud sebrang hotel kalbar.smoga info ini bisa membantu
saudara.




[budaya_tionghua] Undangan Pameran Kaligrafi Dan Lukisan

2009-11-12 Terurut Topik henyung
The Chinese Four Great Classical Novels
Chinese Calligraphy  Painting Exhibition

Kami mengundang Anda untuk menghadiri Seremoni Pembukaan Pameran Seni Kaligrafi 
dan Lukisan terbesar sepanjang tahun 2009 yang menggelar karya-karya terbaik 
para Seniman Akbar dari empat negara (Indonesia, Malaysia, Tiongkok, Amerika 
Serikat)

Tempat
Yayi Art  Culture Center
Gedong Galangan VOC Lt. 2
Jl. Kakap No. 1
Jakarta 14440, Indonesia

Hari  Tanggal
Jumat, 13 November 2009

Waktu
Pukul 14.00 WIB - selesai




[budaya_tionghua] Hans Gouw pelopor??? (WAS: Re: Hingar Bingar...) -- younginheart

2009-11-12 Terurut Topik tanaya.geo
Bung Younginheart5000,

Tidak salah nih mengambil contoh Hans Gouw sebagai pelopor? pelopor tindakan 
kejahatan penipuan maksudnya? Mbok lebih berhati-hati saat meneruskan informasi.

Sama saja antara Hans Gouw, artalyta ataupun anggodo. Sama-sama pelaku 
kejahatan.


salam,
jimmy

--- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, younginheart5000 crv...@... wrote:

 Pelopor sudah banyak, nih daftarnya secara acak, tokoh sejak kemerdekaan RI 
 sampai  kini:
 
 Hans Gouw, direktur Chinese Indonesian American Society,
 Na? masih cari pelopor? asal jangan Artalyta atau Anggodo ya?
 
 
  -Original Message-
  From: younginheart5000 crv118@
  
  Mudah mudahan banyak sekali politikus asal Tionghoa dinegeri ini, yang ikut 
  aktif menentukan jalan sejarah bangsa ini. Seperti di Singapura, Penang, 
  dll. Bahkan di Amerika ada beberapa politisi Tionghoa yang jadi walikota 
  dsb.




Yap Thiam Hien Award (Re: [budaya_tionghua] Re: Hingar Bingar kasus KPK versus POLRI)

2009-11-12 Terurut Topik tanaya.geo
Bung,

Apanya yang seru dari kelompok non-tionghoa memilih sosok tionghoa sebagai 
nama penghargaan? Apakah nama YTH dipilih hanya karena nama tiga suku tersebut 
(alias sosok cina)? ataukah, jangan-jangan nama YTH dipilih karena sepak 
terjang beliau dalam dunia hukum di indonesia?

Kalau ternyata alasan yang kedua, lalu apa hubungannya mengaitkan nama YTH 
dengan inisiatif kelompok non-tionghoa? oh ya, omong-omong apa betul pak 
Jakob Oetomo itu non-tionghoa ya?

Silahkan diperjelas letak 'serunya' ya.


salam,
jimmy

--- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, younginheart5000 crv...@... wrote:

 Bung ABS, anda benar, bukan komunitas Tionghoa yang memunculkan Yap Thiam 
 Hien Award, tetapi kelompok non Tionghoa. Nah, kelompok non Tionghoa ini 
 memilih nama seorang sosok Tionghoa yang dihormati bersama secara nasional, 
 sebagai nama award. Lebih seru ya?
 
 Bagaimana kalau teman kita yang cari pelopor ikuti saja derap pak Yap?
 
 Thanks bung ABS!



Re: [budaya_tionghua] Djamin Ceha tutup usia. [1 Attachment]

2009-11-12 Terurut Topik liang u
 
MININJAU “NEGERI TAILI  (3)
 
Meninggalkan Kunming: 
   
 Setelah sarapan pagi, kami
meninggalkan hotel menuju terminal bis luar kota. Tiket bis yang sudah dibeli
adalah untuk jam 10:30 pagi. Kami datang tepat jam 10, sehingga tak usah
tergesah-gesah membawa bawaan. Taksi berhenti di luar terminal, kami harus
berjalan kaki masuk terminal, kalau membawa bagasi besar akan cukup berabe.
Setelah ditunggu-tunggu bis tidak juga berangkat,
biasanya di Tiongkok bis harus tepat berangkat pada waktunya biarpun kosong.
Supir nakal biasanya berhenti lagi di pinggir jalan menunggu muatan. Di Kunming
tak mungkin melakukan hal demikian karena jalan raya sedemikian padatnya. 
Jam bergulir terus, baru ketika ada orang
marah-marah supir datang dan tanpa bicara lagi bis berjalan, jam……..13.30, tiga
jam terlambat tanpa alasan jelas. Ketika mulai masuk highway,  terasa bis 
bergoyang, joint antar batang
kemudi dan bagian bawah rasanya ada yang tidak beres. Sambil mengemudi supir
menelpon seseorang,  karena menggunakan
dialek saya tak mengerti, tapi kelihatannya memang melaporkan keadaan
kendaraan. Kendaraan tidak berhenti, hanya kecepatan dikurangi, kalau sudah
stabil lagi baru tancap gas lagi begitu seterusnya. Saya was-was. Saya khawatir
terjadi sesuatu di jalan, melihat ke pinggir jurang dalamnya luar biasa, di
sebelah kanan gunung menjulang tingggi. Tak kelihatan ada kampung di bawah sana
meskipun jalan raya biaya (bukan highway) kelihatan kecil berbelok-belok. 
Hal kedua yang membuat saya khawatir, perjalanan
dijanjikan 8 jam sampai ke Lijiang, kota turis yang kenamaan, jauhnya 600 km
lebih. Dari Kunming 400 km ke barat akan sampai ke Dali. Dari Dali jalan utama
terpecah dua, ke utara ke Li Jiang terus ke Sangrila atau ke selatan ke Ruili ,
kota kabupaten yang terletak diperbatasan Tiongkok – Myanmar. Karena berangkat
terlambat, sudah jelas kami akan sampai malam hari. Jam 9? Masih lumayan, tapi
kalau bis ada kerusakan di jalan, bisa-bisa sampai tengah malam atau subuh.
Berabelah, datang ke tempat asing tengah malam buta. Saya masih mengharap dari
Lijiang ke Dali yang kurang dari 300 km tidak akan 4 jam, seperti Dali ke
Lijiang yang 400 km.
Perjalanan akan melalui Dali (Taili), tapi kami
tidak singgah dulu di situ, rencana pulangnya akan ke Dali. Kami menunju
Lijiang yang paling jauh dulu, banyak orang bertanya mengapa tidak ke Sangrila.
Sangrila disebut Tibet kecil, karena penduduknya mayoritas etnis Tibet. Jadi
kebudayaan Tibet sudah dominan di situ. Karena waktu tak mengijinkan memang
saya tak mempunyai rencana ke sana. Sampai ke Lijiang balik lagi, singgah di
Dali dan Chuxiong dalam perjalanan kembali ke Kunming. 
Tiga kota keresidenan yang dikunjungi ini, uniknya
merupakan tiga wilayah yang dihuni tiga minoritas yang berbeda. Di Lijiang
etnis Naxi yang dominan, di Dali etnis Bai, sedang di Chuxiong etnis Yi. Kalau
ditambah Sangrila, di sana etnis Tibet yang dominan. Empat keresidenan dengan
empat etnis berbeda yang dominan. Dengan contoh ke empat keresidenan ini saja,
sudah bisa dibayangkan bagaimana komplexnya masalah etnis di Tiongkok. 
Meskipun etnis yang demikian kompleks, tidak pernah
ada perselisihan etnis di daerah ini, apalagi bentrokan. Tangan-tangan hitam
dari luar tidak mempunyai “perwakilan” di sini seperti Dalai Lama di Tibet dan
Rebiya Kadeer di Xinjiang.   
Akhirnya setelah 4 jam, sampailah kami ke Xiaguan.
Xiaguan adalah kota baru Dali. Kota lamanya tidak diganggu, pusat kota pindah
ke Xiaguan, sekitar 20 km  sebelah barat
kota tua Dali.  
Kami turun dulu untuk pergi ke toilet, ketika
kembali supir kelihatan sedang membawa barang-barang saya yang di taruh di
bagasi. Ia bilang, barang anda yang ada di bis segera turunkan bawa ke bis itu,
ia menunjuk bis di dekat bangunan terminal, kalian harus pindah bis. 
“Mengapa?” kata saya.
 “Apa anda
tidak merasa, ada yang tak beres di sana, nanti celaka, saya terlambat karena
menunggu bis pengganti yang tidak datang-datang.”, jawabnya. 
 Kata saya
lagi” Mengapa tidak memberi tahu kami?”
“Kalau diberi tahu, kalian akan turun semua lalu ke
loket minta uang kembali, saya yang akan dimarahi bos!”
 Haha, pantas
terlambat tiga jam tidak dipaksa keluar oleh petugas terminal kalau begitu,
pikir saya. Saya jadi ingat di terminal bis Chengdu, saya pernah dua kali naik
bis di sana. Bis yang akan keluar terminal, di pos penjagaan diperiksa dulu
oleh petugas, lampu, rem, richting, kemudi. Kalau ada yang tak beres tidak
boleh diberangkatkan. Di Kunming pemeriksaan demikian tidak ada. 
Kami pindah ke bis trayek Dali Lijiang, dan jam
pemberangkatan masih setengah jam. Apa boleh buat. 
Perjalanan dari Dali ke Lijiang, melalui jalan
negara, bukan highway, jalan negara bukan highway meskipun kondisinya termasuk
kelas satu. Karena bukan highway maka sulit cepat, setiap melalui kota kecil,
kecamatan maupun desa terpaksa diperlambat, mau menyiap harus menunggu kosong
sebab dua arah. Barulah tahu saya meskipun Dali Lijiang kurang dari 300 km,
perlu waktu 4 jam. “Dulu paling