[budaya_tionghua] Re: (Tanya)Tata cara pembagian waris kaum Tionghoa

2010-03-22 Terurut Topik djoko santoso
Diluar nikah karena tanpa surat catatan sipil? Surat catatan sipil setau saya 
cuma pengakuan administrasi negara, sedangkan pernikahan adalah 
urusan keluarga, jika kedua keluarga setuju dan sudah melakukan upacara 
pernikahan secara adat maka dianggap sah, tidak peduli ada surat catatan sipil 
atau tidak.

Memang pernikahan yang baik adalah:
1. Kemauan atau tekad berdua calon penganten
2. Persetujuan kedua keluarga
3. Membuat akte nikah, untuk menghindari, kesulitan2 mengenai hukum pernikahan, 
hukum waris atas harta tidak bergerak, seperti rumah/tanah/perusahaan di 
kemudian hari, kecuali bila mempunyai alasan tertentu, yang luar biasa. Akte 
pernikahan di catatan sipil ini, adalah pengesahan negara terhadap pernikahan 
kedua belah pihak, dan kedua pihak mendapat perlindungan hukum negara, kalau 
tidak mendaftar di catatan sipil maka akan terjadi seperti kesulitan2 
dikemudian hari, dan  ada istilah kumpul kebo.


  

Re: [budaya_tionghua] Re: ASAL OWE DARI MANA?

2010-03-22 Terurut Topik djoko santoso
saya setuju dng.

Teorinya Apeq Liang U bisa jadi benar, bahwa kata Owe berasal dari kata 
Ho-e.

Tapi kalo sesama sebaya (setuju) akan dijawab E-SAI', kalo dipanggil sebaya 
akan dijawab Wei,
dijawab E_SAY soalnya kalo BE_SAY, artina tai kuda kan???/jelek
Wekekekekekek





From: ulysee_me2 ulysee_...@yahoo.com.sg
To: budaya_tionghua@yahoogroups.com
Sent: Mon, 22 March, 2010 9:23:15
Subject: [budaya_tionghua] Re: ASAL OWE DARI MANA?

   
Rasanya asal kata Owe/ Oweh/ O-eh ini udah pernah dibahas deh dulu, tapi gue 
nggak nyimak detail. 
Dipergunakan banyakan oleh tionghoa peranakan di jawa (doank?)
Asal kata dari dialek hokkian. 

Teorinya Apeq Liang U bisa jadi benar, bahwa kata Owe berasal dari kata Ho-e. 

Kenapa bisa jadi ada kata pengganti Ho-e ini? 
Kemungkinan disesuaikan dengan adat istiadat jawa feodal yang mengutamakan 
kesopanan dan kehalusan bahasa. 

Misalnya, sampe sekarang pun, kalau orangtua atau yang dihormati memanggil... . 
 Jokoo! 
Jawabnya Dalem, Bu...

Nah arti kata Jawa : 'Dalem' sewaktu menjawab itu apa ya??? 

Kalau diterjemahkan secara harfiah ke dalam bahasa hokkian apa artinya sama 
dengan Oweh itu??? 

--- In budaya_tionghua@ yahoogroups. com, Akhmad Bukhari Saleh absa...@...  
wrote:

 Jangankan dalam bahasa Jawa, dalam bahasa Indonesia pun di tahun 1940-an 
 sampai 1950-an, orang sering pakai kata saya sebagai penegasan affirmative.
 Jadi owe yang untuk affirmative memang bukan dari hauw-e, tetapi dari 
 owe itu sendiri.
 
 Mengenai owe berasal dari gue, teorinya juga lemah.
 Karena nyatanya modifikasi kata gua dilafalkan gue, itu tidak berlaku di 
 wilayah betawi udik, termasuk Tangerang, namun toh cina benteng pun 
 menggunakan kata owe.
 
 Wasalam.
 
  = ===
 
   - Original Message - 
   From: zho...@... 
   To: budaya_tionghua@ yahoogroups. com 
   Sent: Saturday, March 20, 2010 1:49 PM
   Subject: Re: [budaya_tionghua] ASAL OWE DARI MANA?
 
 
   Dlm bhs jawa halus, setiap kita mengiyakan ucapan orang tua, kita akan 
 berucap: Kulo, artinya saya.  Kulo pakde Saya Bu
 
   Jadi, kata owe yg dipakai utk mengiyakan ini maksudnya apa bukan tetap  
 saya?
 
 
 
 
 
 
  - - - - - -
 
 
   From: liang u lian...@...  
   Date: Fri, 19 Mar 2010 22:10:35 -0700 (PDT)
   To: budaya_tionghua@ yahoogroups. com
   Subject: Re: [budaya_tionghua] ASAL OWE DARI MANA?
 
 
   Rekan-rekan, 
   Dulu waktu masih zaman orba, saya lupa majalah Star Weekly atau 
 Pancawarna pernah memuat beberapa artikel yang mendiskusikan dari mana kata 
 owe itu berasal?  Kata itu dalam masyarakat Tionghoa Jawa Barat dipergunakan 
 sebagai kata saya untuk laki-laki, tapi dipakai juga sebagai kata ya 
 untuk laki-laki. Kaum Tionghoa totok yang menggunakan bahasa Indonesia juga 
 menggunakan kata owe , tentu tidak kalau ia menggunakan bahasa daerah 
 Tiongkok. Orang Tionghoa non Hokkian jarang menggunakan kata itu, kecuali ia 
 berbicara dengan orang peranakan Hokkian dalam bahasa Indonesia atau Melayu 
 Tionghoa. 
   Sampai sekarang saya tidak dapat menemukan jawaban yang tepat. Menurut  
 perkiraan saya, kata owe yang berarti saya berasal dari kata gua dalam 
 dialek Hokkian. Orang yang berdialek Melayu Jakarta, mengucapkan gua menjadi 
 gue. Kata gue ini yang berubah bunyi menjadi owe. Dalam dialek Hokkian bunyi 
 w itu dari segi linguistik agak beda dengan w Indonesia, tapi lebih dekat ke 
 o.  Kata gwan lebih tepat diucapkan goan, jadi owe itu berasal dari o-e, yang 
 bunyinya dekat dengan gue Jakarta. Karena oe zaman Belanda dibaca u, maka o-e 
 tidak ditulis oe tapi ditambah w, menjadi owe. 
Owe juga digunakan sebagai kaya ya dalam menjawab pertanyaan atau 
 perintah orang. Kalau orang tua memerintah kita:  Kau pulang cepat yah.  Si 
 anak akan menjawab Owe, ne!  ne adalah ibu dari dialek Hokkian.  Sedang  
 kalau perempuan akan menjawab, Saya, ne:.  Baik owe maupun saya di sini 
 berarti ya.  Lalu dari mana datangnya owe di sini ? Kita lihat dalam dialek 
 Hokkian kalau diperintah demikian orang akan menjawab: Ho! kadang ho e!
   Ho berarti baik 好ï? e adalah akhiran, yang berfungsi seperti lah dalam 
 bahasa Indonesia. Bunyi ho-e ini menjadi owe. Jadi jawaban : owe berarti 
 ya atau baiklah. Dalam bahasa Mandarin  dikatakan: 好�atau  
 好ç?Dalam dialek Hokkian hao adalah ho, de adalah e. 
Lama-lama terjadilah pembagian kerja, kalau gue atau gua dianggap 
 kasar hanya digunakan terhadap orang yang setingkat atau lebih rendah, owe 
 digunakan kepada orang yang lebih tinggi. Jadi owe halus, sedang gue atau gua 
 kasar. Mengapa untuk perempuan owe diganti saya atau ya? Maaf, saya tak dapat 
 menjawab.
   Tolong diperhatikan, gua atau gue dianggap kasar kalau bicara dalam 
 bahasa Indonesia atau Melayu Tionghoa, dialek Betawi dll. Tapi gua dianggap 
 tidak kasar sebab berarti saya dalam dialek Hokkian.  Saya sendiri kalau ada 
 anak muda yang berkata. 

[budaya_tionghua] Fw: Sincia Zaman Dulu di Rumah Kapten Tionghoa

2010-03-22 Terurut Topik ChanCT

- Original Message - 
From: Sien Ay Go 
To:  
Sent: Monday, March 22, 2010 4:18 PM
Subject: Sincia Zaman Dulu di Rumah Kapten Tionghoa




  Sincia Zaman Dulu di Rumah Kapten Tionghoa


Oleh: Go Sien Ay


  Suatu kenang-kenangan zaman dulu yang pernah saya alami ialah ketika 
perayaan Sincia  di rumah seorang Kapten Tionghoa Pati bernama Ong Kie Bik yang 
berdiam di Daendelsweg nomor 295, berdampingan dengan
  rumah kakek/nenek saya yakni Gan Swan Tien/Liem Per Nio di Daendelsweg 
297.

  Pada tiap perayaan Tahun Baru Imlek rumah Kapten tersebut selalu 
diterangi dengan lampu pom (lampu dengan bahan bakar gas) hingga terang 
benderang. 

  Kapten Ong berdiam dengan istrinya yang ketiga di situ bersama 9 anaknya 
yakni 4 putra dan 5 putri, dua di antaranya sebaya dengan saya.

  Dari istri pertamanya, Kapten Ong dikaruniai  seorang putra dan seorang 
putri. Putra pertamanya bernama Ong Gwat Tjee dan bersama adik prempuannya 
berdiam bersama ibunya di rumah lain. Sedang istri kedua Kapten Ong melahirkan 
seorang putra dan 2 putri. 
  Di masa kecilnya Ong Gwat Tjee, yang diharapkan dapat menggantikan 
kedudukan ayahnya kelak, ternyata lebih suka bermain dengan kudanya sampai 
berlebihan, sehingga membuat jengkel ayahnya dan ketika ia ditugaskan untuk 
melakukan suatu pekerjaan, ia membangkang. Maka ayahnya naik pitam dan 
menyumpahinya dengan kata-kata: Hee... Klembak, besok kau akan diberi makan 
oleh kudamu. Klembak ini adalah nama Jawanya Ong Gwat Tjee. Ternyata di 
kemudian hari ucapan sang Kapten kepada putranya itu manjur sekali dan Klembak 
seumur hidupnya tak bisa bekerja selain sebagai sais dokar yang ditarik 
kudanya, walaupun dokarnya itu lux, sering digunakan untuk mempelai sebagai 
gantinya mobil di zaman Jepang dan pada masa revolusi.

  Bahkan saya bersama Thio Kiat Sing, ketika ke Semarang tanggal 19 Januari 
1949 naik dokar Klembak, putra Kapten Ong sampai Kudus  yang dikusiri oleh 
Klembak sendiri. 

  Sudah menjadi tradisi, bahwa pada tiap Sincia di rumah Kapten Ong itu 
diadakan judi antar kaum prempuan Tionghoa kaya Pati, yang disponsori oleh Ny. 
Kapten. Sayang Kapten Ong setelah baru naik pangkat dari Letnan menjadi Kapten 
telah wafat.

  Judi yang diadakan di sana adalah ceki dengan menggunakan meja bulat 
pendek. Semua peserta ceki duduk lesehan diatas tikar halus. Di situ ada 2 
pasangan ibu dan putrinya salah satunya ialah Ny Kapten dan ibunya sendiri yang 
khusus datang dari Tayu. 

  Sebelum kedatangan nyonya-nyonya besar itu, telah dipersiapkan payung 
kebesaran untuk menyambut mereka. Saya dan adik Sien Ging serta putra Kapten 
Ong Hong LIat dan putrinya Ong Hong Ien, ditugaskan untuk memayungi pata tamu 
agung tersebut dan kalau hujan ditugaskan juga untuk mengganti sepatu mereka 
dengan sandal cap Macan buatan Srondol yang terkenal ketika itu. Sepatu-sepatu 
mereka kita bawa masuk. Kita juga ditugaskan mengambil buah pinang di belakang 
kebun rumah kakek/nenek saya serta membuatkan rokok dari bunga kecubung yang 
telah dikeringkan untuk ibu Ny. Kapten yang menderita asma alias bengek. Para 
putri Ny. Kapten mempersiapkan perangkat menginang yang ditempatkan dalam kotak 
perak antik serta tempolong tempat membuang ludah terbuat dari kuningan. 

  Kita juga ditugaskan menyajikan minuman dan snack, yang seringkali kita 
mencicipinya terlebih  dahulu, dasar anak-anak.

  Momen yang paling mendebarkan dan menggembirakan, ialah ketika perjudian 
ceki berakhir. Kita ramai-ramai minta cok (baca seperti Koperasi) dari pemenang 
judi. Kita anak-anak diberi cok 4 sen masing-masing, sedang yang remaja 
mendapat 10 sen, lumayan.
  Kedatangan dan kepulangan para nyonya besar itu selalu menggunakan dokar, 
tapi tak pernah sekalipun naik dokar Klembak, putra sulung alm Kapten Ong Kie 
Bik. 

  Seringkali Ny. Kapten juga memanggil rombongan ketoprak jalanan Sipon 
untuk mementaskan cerita Sanpek Engtay atau Nyai Dasima atau cerita lainnya. 
Jika Capgomeh tiba maka di rumah itu dipertunjukkan wayang kulit semalam suntuk.

  Demikianlah sedikit kisah di zaman dahulu pada saat Sincia. Saya tunggu 
respons sdr.

  Go Sien Ay 

 








No virus found in this incoming message.
Checked by AVG - www.avg.com 
Version: 9.0.791 / Virus Database: 271.1.1/2760 - Release Date: 03/21/10 
03:33:00


Re: [budaya_tionghua] Panggilan agyu\kuku pada keluarga khek

2010-03-22 Terurut Topik zhoufy
Prinsipnya, orang tionghoa membedakan panggilan utk family dari pihak ayah dan 
pihak ibu.

Sdr dari pihak ayah dipanggil Bobo/a Pak dlm bhs hakka (kakak laki ayah), 
Shushu(adik laki ayah) dan Gugu(sdr perempuan ayah), dari pihak ibu dipanggil 
Jiujiu(sdr laki ibu) dan yiyi(sdr perempuan ibu).

Sdr sepupu dr pihak ayah disebut Tang, dari pihak ibu disebut Biao 


Sent from my BlackBerry®
powered by Sinyal Kuat INDOSAT

-Original Message-
From: Ika Marlina caca...@gmail.com
Date: Sun, 21 Mar 2010 16:08:53 
To: budaya_tionghua@yahoogroups.com
Subject: [budaya_tionghua] Panggilan agyu\kuku pada keluarga khek


Dear all.. Mohon pencerahannya
Baru2 ini saya diberitahu mama mertua kalau kalau keponakan dari koko sepupu( 
biao, anak dari ii ) tidak boleh panggil saya kuku. Karena xing kami berbeda.

Begitupun dengan anak saya nantinya tidak boleh panggil koko sepupu saya itu 
agyu. ( Panggilan agyu khusus untuk orang tua bermarga sama ) , jadi panggilnya 
pak pak.

Apakah betul begitu?
Xie xie
Sent from my BlackBerry® smartphone from Sinyal Bagus XL, Nyambung Teruuusss...!



.: Forum Diskusi Budaya Tionghua dan Sejarah Tiongkok :.

.: Website global http://www.budaya-tionghoa.net :.

.: Pertanyaan? Ajukan di http://groups.yahoo.com/group/budaya_tionghua :.

.: Arsip di Blog Forum Budaya Tionghua http://iccsg.wordpress.com :.

Yahoo! Groups Links





[budaya_tionghua] Re: Susahnya Jadi Dokter Keturunan Tionghoa == [GELORA45] Diskriminasi di R.I.

2010-03-22 Terurut Topik ChanCT
Benar Bung Tjaniago,

Gerakan ganti-nama ditahun-tahun 1966 itu yang katanya sebagai pernyataan 
SETIA pada RI, sebenarnya hanya usaha Presiden Soeharto untuk menghilangkan 
segala yang berbau Tionghoa saja. Bahkan dilatar belakangi untuk melecehkan 
warga Tionghoa, untuk menekan yang katanya ketika itu Tionghoa merasa superior. 

Sungguh dagelan, Ke-SETIA-an seseorang pada RI cukup dinilai dengan ganti 
nama yang berbau Jawa bahkan Arab. Mereka tidak berani melihat kenyataan tidak 
sedikit tokoh-tokoh Tionghoa yang tetap gunakan nama 3 suku itu sudah ikut 
dalam gerakan perjuangan melawan koloni Belanda, termasuk yang diasingkan ke 
Digul. Pada saat Jepang masuk, tidak sedikit TIonghoa terlibat gerakan melawan 
Jepang, juga terlibat dalam gerakan Kemerdekaan, Agresi I-II Belanda, ... tidak 
sedikit Tionghoa yang oleh karenanya dijebloskan dalam penjara bahkan korbankan 
jiwa dan jelas tanpa ada orang yang mempersoalkan nama 3 sukunya apalagi 
mengharuskan ganti nama lebih dahulu. 

Hanya, hanya segelintir pejabat dan jenderal yang berjiwa rasialis saja yang 
dengki dan Selalu berusaha menggeser, ingin gantikan posisi Tionghoa dibidang 
ekonomi. Ganjelan, persulit usaha Tionghoa dapatkan ijin import-eksport, 
persulit dapatkan kredit, pembatasan kuota masuk Universitas negeri, ... 
dilakukan berpuluhtahun. Tapi dalam kenyataan tetap tidak sedikit TIonghoa yang 
survive, salah satunya Dr. Tjioe Tjay Kian ini. Bagus dan salut. Itulah yang 
namanya baja ditempa melalui kekerasan, bukan keluar dari kemudahaan hak 
istimewa dan bersekongkol dengan pejabat.

Salam,
ChanCT


- Original Message - 
  From: Barisan Merahputih 
  To: gelor...@yahoogroups.com 
  Cc: wahana-n...@yahoogroups.com 
  Sent: Monday, March 22, 2010 5:27 PM
  Subject: [GELORA45] Diskriminasi di R.I.
   


Sangat tragis Dr. Tjioe Tjay Kian alias Eka Julianta Wahjoepramono 
(nama Integrasi paksaan).Di sebuah Republik yang mempunyai Konstitusi1945 yang 
progresiv dalam hubungan Kemanusiaan, yang menjamin Hak sama dalam Bhinneka 
Tunggal Ika, tapi nama asli kelahiran tidakbisa dipakai, dan walaupun sudah di 
JOWOkan, diskriminasi dan malah di Perguruan Tinggi terus dilaksanakan.

Yeah, Dr. Tjioe Tjay Kian, untuk apa penggantian nama, kalau dikenakan 
juga oleh hubungan diskriminatif?

Pemerintahan yang tidakpernah menghormati Hak Hak Azasi Manusia, 
tumbuhsubur dalam berbagai bentuk, diskriminasi dalam hubungan masyarakat.

A.Tjaniago







Susahnya Jadi Dokter Keturunan Tionghoa
Posted on March 11 2010 by Sriwidjaja Post 



Dokter Eka Julianta Wahjoepramono SpBS menorehkan prestasi besar di 
dunia kedokteran. Ia menjadi dokter pertama dan satu-satunya di Indonesia yang 
sukses melakukan bedah batang otak. Berikut ini Eka menuturkan pahit-getir 
pengalamannya dalam buku berjudul Tinta Emas di Kanvas Dunia. Buku ini memuat 
kisah-kisah heroik Dr Eka, termasuk mengoperasi para penderita gangguan pada 
otak yang sulit dioperasi dan melambungkanya ke posisi dokter kaliber 
internasional. Berikut kisah-kisah dokter pada Rumah Sakit Siloam Karawaci ini.

LAHIR di Klaten, Jawa Tengah, 27 Juli 1958 dengan nama Tjioe Tjay Kian. 
Kakek-neneknya berasal dari Provinsi Fujian, Tiongkok bagian Selatan. Ketika 
pemerintah mewajibkan keturunan Tinghoa bernama Indonesia, tahun 1965, nama ini 
diubah menjadi Eka Julianta Wahjoepramono.

Tidak mudah bagi Eka mewujudkan cita-citanya menjadi dokter. Setamat 
SMA, dia mengikuti seleksi di sejumlah perguruan tinggi negeri. Antara lain 
Universitas Gadjahmada Yogyakarta dan Universitas Diponegoro Semarang. Bukan 
karena nilainya rendah, melainkan perlakuan diskriminasi yang membatasai kuota 
keturunan Tionghoa kuliah di universitas besar.

Eka gagal masuk UGM. Ia lalu mencoba peruntungan ke Undip. Ia 
menyaksikan hasil ujian yang menyatakan lulus. Namun aturannya sama dengan di 
UGM, mahasiswa keturunan Tionghoa dibatasi, serta permintaan uang sumbangan. 
Eka yang berasal dari keluarga tak mampu, sempat keder. Namun Eka tidak kurang 
akal. Ia menemui pakdenya yang akhirnya memberi uang sumbangan Rp 2 juta. Pada 
tahun 1977, uang sejumlah itu sudah dapat membeli mobil baru. Setelah membayar 
uang sumbangan itulah, Eka mendapat tiket menjadi dokter.

Eka kuliah selama 6 tahun di Undip. Dan selama kuliah, dia aktif dalam 
kegitan kampus. Ia pernah menjabat ketua kelas, jabatan yang strategis 
menunjang kuliah maupun mendekati mahasiswa baru. Dan jabatan itu pula yang 
dimanfaatkan Eka, mendekati seorang mahasiswi baru, Hannah Kiati Damar, putri 
Dr Gan Haoy Kiong, dokter ahli bedah yang sangat terkenal di Semarang.

Keduanya berjodoh dan berumah tangga, dan sama-sama dokter, jadilah 
rumah tangga dokter; pasangan Dr Eka dengan Hannah. Pasangan dokter yang 
bekerja di RS Siloam, Karawaci, ini dikaruniai tiga anak.  Lulus dari Fakultas 
Kedokteran Undip sebagai dokter umum tahun 1984, Eka ingin melanjutkan ke 
dokter 

[budaya_tionghua] Re: Kelas untuk Wing Chun, Ba Gua dan Tai Chi

2010-03-22 Terurut Topik Kawaii_no_Shogetsu
 Coba ke Sasana Wushu Sinduadi, atau kalau nggak datang ke belakang Ramai Mall 
Malioboro hari Minggu jam 6.30


--- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, hatma.suryoharyo 
hatma.suryoha...@... wrote:

 Dear All,
 
 Perkenalkan saya Hatma 29 tahun domisili di Jogja. Saya suka budaya Tiong Hoa 
 yang unik. Terutama beladirinya. Saya ingin mengenali diri saya sendiri 
 melalui jalan beladiri.
 Mohon bantuan anda sekalian untuk informasi dan referensi tentang dimana saya 
 bisa berguru Wing Chun atau Tai Chi atau Ba Gua di daerah Jogja atau Solo 
 (yang terjangkau oleh saya).
 
 Terima kasih sebelumnya.
 Salam hangat,





Re: [budaya_tionghua] ASAL OWE DARI MANA?

2010-03-22 Terurut Topik iskandar effendi
salam hormat , oom Liang, semoga sehat selalu.
ingin berbagi sedikit, tentang sebutan owe ini.
di daerah Padang, dalam pergaulan sehari hari , kita menyebut diri sendiri
kepada yang lebih tua, sebagai we, .. tidak pake o.
sedangkan terhadap teman sebaya, ..gua...
kepada yang lebih tua umurnya,... memanggil  ie--ie,perempuan ...dan ...
encek,lelaki
kepada yang seumur lu
kepada yang lebih muda ...babalelaki... nonaperempuan.
.salam
ie

Pada 20 Maret 2010 12:10, liang u lian...@yahoo.com menulis:



 Rekan-rekan,
 Dulu waktu masih zaman orba, saya lupa majalah Star Weekly atau
 Pancawarna pernah memuat beberapa artikel yang mendiskusikan dari mana kata
 owe itu berasal?  Kata itu dalam masyarakat Tionghoa Jawa Barat dipergunakan
 sebagai kata saya untuk laki-laki, tapi dipakai juga sebagai kata ya
 untuk laki-laki. Kaum Tionghoa totok yang menggunakan bahasa Indonesia juga
 menggunakan kata owe , tentu tidak kalau ia menggunakan bahasa daerah
 Tiongkok. Orang Tionghoa non Hokkian jarang menggunakan kata itu, kecuali ia
 berbicara dengan orang peranakan Hokkian dalam bahasa Indonesia atau Melayu
 Tionghoa.
 Sampai sekarang saya tidak dapat menemukan jawaban yang tepat. Menurut
 perkiraan saya, kata owe yang berarti saya berasal dari kata gua dalam
 dialek Hokkian. Orang yang berdialek Melayu Jakarta, mengucapkan gua menjadi
 gue. Kata gue ini yang berubah bunyi menjadi owe. Dalam dialek Hokkian bunyi
 w itu dari segi linguistik agak beda dengan w Indonesia, tapi lebih dekat ke
 o.  Kata gwan lebih tepat diucapkan goan, jadi owe itu berasal dari o-e,
 yang bunyinya dekat dengan gue Jakarta. Karena oe zaman Belanda dibaca u,
 maka o-e tidak ditulis oe tapi ditambah w, menjadi owe.
  Owe juga digunakan sebagai kaya ya dalam menjawab pertanyaan atau
 perintah orang. Kalau orang tua memerintah kita:  Kau pulang cepat yah.
 Si anak akan menjawab Owe, ne!  ne adalah ibu dari dialek Hokkian.
 Sedang  kalau perempuan akan menjawab, Saya, ne:.  Baik owe maupun saya di
 sini berarti ya.  Lalu dari mana datangnya owe di sini ? Kita lihat dalam
 dialek Hokkian kalau diperintah demikian orang akan menjawab: Ho! kadang
 ho e!
 Ho berarti baik 好, e adalah akhiran, yang berfungsi seperti lah dalam
 bahasa Indonesia. Bunyi ho-e ini menjadi owe. Jadi jawaban : owe berarti
 ya atau baiklah. Dalam bahasa Mandarin  dikatakan: 好” atau  好的“ 。
 Dalam dialek Hokkian hao adalah ho, de adalah e.
  Lama-lama terjadilah pembagian kerja, kalau gue atau gua dianggap
 kasar hanya digunakan terhadap orang yang setingkat atau lebih rendah, owe
 digunakan kepada orang yang lebih tinggi. Jadi owe halus, sedang gue atau
 gua kasar. Mengapa untuk perempuan owe diganti saya atau ya? Maaf, saya tak
 dapat menjawab.
 Tolong diperhatikan, gua atau gue dianggap kasar kalau bicara dalam
 bahasa Indonesia atau Melayu Tionghoa, dialek Betawi dll. Tapi gua dianggap
 tidak kasar sebab berarti saya dalam dialek Hokkian.  Saya sendiri kalau ada
 anak muda yang berkata. Apeq, itu punya gua.  Hati langsung agak
 tersinggung, kasar benar, kalau bicara dalam dialek Hokkian: Hallo, li
  apeq aq,  gua Abeng.  merasa tidak apa-apa. Kata yang sama dalam dua
 bahasa yang berbeda menghasilkan arti yang berbeda, itu tak aneh, yang
 penting kita tahu di mana dan kapan kita gunakan.
 Tolong masukan lain atau sanggahan dari teman yang Hokkian native
 speaker.
 Kiongchiu


  --
 *From:* Tjandra Ghozalli ghozalli2...@yahoo.com
 *To:* budaya_tionghua@yahoogroups.com
 *Sent:* Fri, March 19, 2010 2:29:49 PM
 *Subject:* [budaya_tionghua] ASAL OWE DARI MANA?



   Dear member,
 Kata ganti orang pertama OWE yang dipakai warga Tionghoa - ternyata tidak
 dipakai oleh warga Tionghoa luar pulau Jawa.  Kata OWE hanya dipakai oleh
 warga Tionghoa peranakan (babah) yang lahir di Jawa terutama dari suku
 Hokkian. Kata OWE hanya untuk laki laki, perempuan tetap pakai kata
 SAYA.  Di Tiongkok tidak dikenal kata OWE.  Mohon pencerahan dari para
 pakar bahasa Tionghoa; sesungguhnya kata OWE berasal dari mana? Dan sejak
 kapan digunakan secara luas?  RGDS.TG http://rgds.tg/


  



[budaya_tionghua] Re: Kelas untuk Wing Chun, Ba Gua dan Tai Chi

2010-03-22 Terurut Topik pinklotus3000
Informasi tambahan juga :

ATNI DIY (Daerah Istimewa Yogyakarta)
Jl. Nagan Tengah no.43 Kraton, Yogyakarta.
Phone: 0274-387108
Ketua Umum : Bp. Tjoe Ren Fat
Ketua Harian : Bp. Sutrisno
Sekretaris : Sdr. AP Sujito
Sdr. Didiek Sulistyo


ATNI Solo (JATENG)
Jl.Urip Sumoharjo no.55, Surakarta.
ph/fax : 0271-652965
Email : aestd_dew...@yahoo.com
Ketua : Bp.Thedjo Darmawan (The Kong Wan)
Sekretaris : Ibu Hartati Mulyodarsono
Wakil Sektrs. : Bp. Onggo T. Librawan

sepertinya ATNI ini hanya belajar tai chi chuan.

salam

--- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, Kawaii_no_Shogetsu fenghuan...@... 
wrote:

  Coba ke Sasana Wushu Sinduadi, atau kalau nggak datang ke belakang Ramai 
 Mall Malioboro hari Minggu jam 6.30
 
 
 --- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, hatma.suryoharyo 
 hatma.suryoharyo@ wrote:
 
  Dear All,
  
  Perkenalkan saya Hatma 29 tahun domisili di Jogja. Saya suka budaya Tiong 
  Hoa yang unik. Terutama beladirinya. Saya ingin mengenali diri saya sendiri 
  melalui jalan beladiri.
  Mohon bantuan anda sekalian untuk informasi dan referensi tentang dimana 
  saya bisa berguru Wing Chun atau Tai Chi atau Ba Gua di daerah Jogja atau 
  Solo (yang terjangkau oleh saya).
  
  Terima kasih sebelumnya.
  Salam hangat,
 





Re: [budaya_tionghua] Re: Susahnya Jadi Dokter Keturunan Tionghoa == [GELORA45] Diskriminasi di R.I.

2010-03-22 Terurut Topik lkartono
RSS,

Untuk pencerahan masalah ini mungkin bisa membaca memoarnya Prof  
DR.Han Hwie Song juga karena kebetulan beliau juga seorang dokter dan  
mempunyai suka duka selama menempuh pendidikan seorang dokter di  
Airlangga

salam

loek's


Quoting ChanCT sa...@netvigator.com:

 Gerakan ganti-nama ditahun-tahun 1966 itu yang katanya sebagai   
 pernyataan SETIA pada RI, sebenarnya hanya usaha Presiden Soeharto  
  untuk menghilangkan segala yang berbau Tionghoa saja. Bahkan  
 dilatar  belakangi untuk melecehkan warga Tionghoa, untuk menekan  
 yang  katanya ketika itu Tionghoa merasa superior.