Re: [budaya_tionghua] Re: ASAL OWE DARI MANA?
Dear member, Terima kasih atas segala masukan tentang asal usul kata ganti "OWE". Sekarang sudah jelas tentang sumber kata "OWE". Mari kita galakkan pemakaian kata "OWE" sebagai kata ganti orang pertama yang santun. RGDS,.TG --- On Thu, 3/25/10, liang u wrote: From: liang u Subject: Re: [budaya_tionghua] Re: ASAL OWE DARI MANA? To: budaya_tionghua@yahoogroups.com Date: Thursday, March 25, 2010, 12:48 PM Sdr. Zhou, maaf sekali saya keliru, wei yang saya maksud adalah wei 唯 dalam kamus Hokkian karangan Douglas yang dibuat dua abad yang lalu, maupun kamus baru yang diterbitkan belum 5 tahun yang lalu di Tiongkok yang artinya mengiakan, yaitu "ya" yang cocok dengan owe yang berarti ya dalam kebiasaan orang Tionghoa peranakan. Untuk wei hallo anda yang benar, jadi tak dapat dikaitkan. Maaf atas kesalahan ini. Xiexie Liang U From: "zho...@yahoo. com" To: budaya_tionghua@ yahoogroups. com Sent: Wed, March 24, 2010 3:44:26 PM Subject: Re: [budaya_tionghua] Re: ASAL OWE DARI MANA? Setahu saya, pengganti kata hallo memang Wei, tapi ini tdk hanya untuk yg menjawab, juga untuk yg memanggil. Rasanya cukup jauh dihubungkan dng kata ganti orang pertama. Lagian wei disini tulisannya 喂, bukan 唯。 Sent from my BlackBerry® powered by Sinyal Kuat INDOSAT From: liang u Date: Tue, 23 Mar 2010 19:22:20 -0700 (PDT) To: Subject: Re: [budaya_tionghua] Re: ASAL OWE DARI MANA? Hiantit David Kwa, Keterangan anda benar, oe dalam kamus Douglas berasal dari 唯。Kata wei (Mandarin) adalah kata populer yang dipergunakan setiap orang kalau menelpon di Tiongkok sampai sekarang, mereka tidak pernah memakai kata Hallo, begitu telpon diangkat mereka menyahut wei? Yang aneh, kata ini kata Tionghoa asli, dipakai diseluruth Tiongkok, mengapa di Indonesia yang totok justru tak tahu, tapi yang peranakan yang menggunakannya? Oleh karena itu kesimpulan banyak orang (termasuk saya sendiri) kata owe khas di Indonesia, khususnya Jawa adalah kata khusus kaum peranakan. Mungkinkah karena waktu itu belum banyak telpon, sehingga saya tak pernah mendengar orang totok menggunakan kata owe? Kata wei (Hokkian we), masih dipakai terus di Tiongkok, kecuali yang sudah westernisasi menggunakan kata hallo, adakah teman kita yang sering ke Hokkian atau Taiwan pernah mendengar mereka menjawab telpon dengan kata we? Kalau ada maka pasti owe ini berasal dari we. Tinggal owe yang berarti saya, kata ganti pertama, dapatkah kita tarik bahwa juga berasal dari kata wei? Di kamus tidak disebut apa-apa. Tolong input yang lain, agar kedua arti kata owe ini pasti posisinya, tidak menjadi tanda tanya lagi. Terima kasih atas masukan hiantit David Kwa, saya sendiri punya kamus sejenis itu hanya saja ragu kesimpulannya seperti saya katakan di atas. Hanya sayang saya tak dapat membuka Hanzi dari email anda, apakah huruf 唯 saya sama dengan yang dimaksud anda? Banban kamsia li. Liang U From: David To: budaya_tionghua@ yahoogroups. com Sent: Tue, March 23, 2010 2:36:47 PM Subject: [budaya_tionghua] Re: ASAL OWE DARI MANA? Ngpeq Liang U, pak Ie, dan RRS, Sepengetahuan owè, kata ganti orang pertama tunggal laki-laki bentuk hormat khas Tionghoa Peranakan OWÈ berasal dari kata Hokkian (Selatan) UÈ å"¯. Dalam Douglas, Carstairs, Chinese-English Dictionary of the Vernacular or Spoken Language of Amoy, with the Principal Variations of the Chang-chew (i.e. Zhangzhou 漳州) and Chin-chew (i.e. Quanzhou 泉州) Dialects (London: 1873), halaman 350b, ada entri OÈ å"¯ (baca: UÈ) yang didefinisikan sebagai “the answer to a call; yes, sir!â€� Jadi, menurut kamus itu, anak orang Hokkian biasanya menjawab panggilan bapanya atau ibunya, atau orang lain yang dihormati, dengan “UÈ å"¯!â€� Kata UÈ å"¯ ini diadopsi dalam bahasa Melayu Tionghoa, bahasa kaum Peranakan di berbagai kota di seluruh Nusantara, a.l. sampai ke Sumatra Barat, bukan hanya Jawa dari Barat hingga Timur, seiring dengan meningkatnya jumlah kaum Peranakan yang merupakan keturunan orang Tionghoa Totok (SINKHEQ 新客) dengan perempuan lokal (NYAI). Kaum Baba (laki-laki Tionghoa Peranakan) mengadopsi budaya dari pihak ayah yang Totok, sementara kaum Nyonya (perempuan Tionghoa Peranakan) mewarisi budaya ibunya yang perempuan lokal. Di kalangan kaum Baba UÈ―yang dieja OWÈ dalam bahasa Melayu Tionghoa dan Indonesia―memperoleh makna tambahan; OWÈ tidak lagi sekadar mengiakan panggilan seseorang yang dihormati, OWÈ juga mengandung makna kata ganti orang pertama tunggal laki-laki bentuk hormat. Namun, berbeda dengan kaum BABA, kaum NYONYA tetap menggunakan SAYA yang dipakai ibu mereka, BUKAN OWÈ! Di kuping kaum BABA, kata ganti Hokkian (Selatan) GUA æˆ`, yang sebenarnya bermakna netral, terdengar lebih kasar ketimbang kata OWÈ, yang halus. Dalam budaya Peranakan, akan dianggap SANGAT TIDAK SOPAN apabila seorang anak berani memakai kata ganti GUA terhadap orangtuanya, di mana seharusnya kata ganti h
Re: [budaya_tionghua] Re: Tanya penamaan dalam budaya Tionghua
Memang ada orang yang meniru kebiasaan orang barat, tapi tak tuntas. Misalnya di Singapore presiden yang lalu adalah Ong Teng Chiong, isterinya Ong Siu Mey. Saya kaget, koq semarga, meskipun sekarang ada orang menikah semarga, tapi masih tidak banyak. Tapi ketika membaca koran Tionghoa ternyata marga nyonya presiden bukan Ong tapi lain (maaf tak ingat, tapi bukan Ong), jadi kalau ditulis dalam bahasa Inggeris mereka ganti marga, tapi kalau dalam huruf Tionghoa marganya tetap. Ternyata saya sudah menemukan beberapa yang begitu, tapi tak banyak. Sekedar tambahan. From: "zho...@yahoo.com" To: budaya_tionghua@yahoogroups.com Sent: Wed, March 24, 2010 7:10:20 PM Subject: Re: [budaya_tionghua] Re: Tanya penamaan dalam budaya Tionghua Benar, di Indonesia seorang wanita begitu menikah, nama marganya dlm akte resmi langsung berganti mengikuti marga suami, begitu cerai kembali lagi ke marga asal. Sedangkan dlm budaya tionghoa tdk mengenal hal ini, dlm akte mama saya tetap bertahan dng marga aslinya. Sent from my BlackBerry® powered by Sinyal Kuat INDOSAT From: liang u Date: Tue, 23 Mar 2010 19:42:18 -0700 (PDT) To: Subject: Re: [budaya_tionghua] Re: Tanya penamaan dalam budaya Tionghua Mengikuti nama (marga) suami hanya mencontoh orang Barat, bukan budaya Tionghoa. Panggilan Ny. Lim Tjeng Hiang hanya panggilan, dalam segala surat tetap Tan Giok Nio, panggilan itu hanya untuk memberi penjelasan siapa wanita itu, kasarnya nebeng popularitas suami. Di Hongkong marga suami ditambahkan pada namanya, jadilah Lim Tan Giok Nio. Ada sebagian orang ingin menjadikan ini sebagai marga, jadi anaknya Lim Tan Sin Lan misalnya, tapi cara ini tak laku. Kalau anak ini menikah dengan Lao Yo Hui Beng, maka anaknya lagi akan punya marga Lim Tan Lao Yo. Turunan ketiga anaknya sudah mempunyai 8 marga berderet. Memang banyak salah info, di Tiongkok seorang mahasiswi yang saya kenal, ketika bertemu menanyakan pada saya nama barat apa yang harus dia pakai, ada 5 nama yang ia pilih. Saya jawab, untuk apa pakai nama barat? Ia bilang, katanya kalau keluar negeri harus ada nama baratnya! Nah info atau gosip ini rupanya menyebar di Tiongkok, pantas banyak mahasiswa Tiongkok semua pakai nama barat, beda dengan Korea dan Jepang, yang tetap menggunakan nama aslinya. Sampai beberapa hari lalu di harian Straits Times Lee Wei Ling putri Lee Kuan Yew menulis artikel yang berjudul "Untuk apa menggunakan nama barat?" Nama Tionghoa dipilih orang tua biasanya mengandung arti dan harapan yang terkandung dalam benak orang tuanya, beda dengan nama barat yang sekedar meniru orang lain yang sudah ada, meskipun di Singapore sekarang banyak nama barat yang tak ada di barat sendiri, yaitu mereka-reka bunyi seperti nama barat, padahal nama itu di barat tak ada. Nama adalah hak semua orang, tapi bila nama itu mengandung harapan orang tua, tidak selayaknya dibuang begitu saja, terutama untuk orang Tionghoa yang sangat menghormati leluhurnya. Milis Budaya Tionghoa harus jadi pelopor mengembalikan kebudayaan tentang nama. Kiongchiu From: David To: budaya_tionghua@ yahoogroups. com Sent: Tue, March 23, 2010 3:53:20 PM Subject: [budaya_tionghua] Re: Tanya penamaan dalam budaya Tionghua Setahu owe, dalam tradisi Tionghoa, perempuan Tionghoa yang sudah menikah memakai nama suaminya, dengan tambahan kata Nyonya di depan nama suaminya. Misalnya, di kalangan Peranakan, seorang perempuan bernama (Nona) Tan Giok Nio menikah dengan (Baba) Lim Tjeng Hiang. Setelah menikah, namanya berubah menjadi Nyonya Lim Tjeng Hiang (terlahir Tan Giok Nio). Ini yang terjadi di kalangan Peranakan, dari tradisi turun-temurun yang diwariskan dari Tiongkok. Namun ada beberapa kasus dimana perempuan Tionghoa terkenal yang sudah menikah tetap memakai terus namanya, seperti Madame/Nyonya Sun Yat-sen (terlahir Soong Ching-ling) yang Fuyuan-heng sebutkan. Tapi ini adalah kasus yang luar biasa, yang merupakan pengecualian, yang terjadi pada orang-orang luar biasa. Orang biasa rata-rata memakai nama suaminya seperti contoh di atas. Sebenarnya gejala ini bukan hal yang eksklusif Tionghoa, tetapi berlaku umum pada bangsa-bangsa di Asia. Ibu negara kita juga memakai nama suaminya, ibu Ani Bambang Yudhoyono, begitu pula istri, Imelda Marcos, janda mendiang Presiden Filipina Ferdinand Marcos, dan Sonia Gandhi, janda mendiang Perdana Menteri India Rajiv Gandhi, dll. Di sisi lain, kalau mau bicara pengecualian, di kita juga toch ada Megawati Soekarnoputri yang tidak mengganti namanya menjadi Megawati Kiemas, meski telah menikah dengan Taufik Kiemas! Namun ini lagi-lagi hanya contoh kasus. Jadi, Jenny Suwandi yang menikah dengan Johan Liu dengan sendirinya namanya akan menjadi Jenny Liu. Kiongchiu, DK --- In budaya_tionghua@ yahoogroups. com, zho...@... wrote: Tdk, dlm tradisi Tionghoa, wanita
Re: [budaya_tionghua] Re: ASAL OWE DARI MANA?
Sdr. Zhou, maaf sekali saya keliru, wei yang saya maksud adalah wei 唯 dalam kamus Hokkian karangan Douglas yang dibuat dua abad yang lalu, maupun kamus baru yang diterbitkan belum 5 tahun yang lalu di Tiongkok yang artinya mengiakan, yaitu "ya" yang cocok dengan owe yang berarti ya dalam kebiasaan orang Tionghoa peranakan. Untuk wei hallo anda yang benar, jadi tak dapat dikaitkan. Maaf atas kesalahan ini. Xiexie Liang U From: "zho...@yahoo.com" To: budaya_tionghua@yahoogroups.com Sent: Wed, March 24, 2010 3:44:26 PM Subject: Re: [budaya_tionghua] Re: ASAL OWE DARI MANA? Setahu saya, pengganti kata hallo memang Wei, tapi ini tdk hanya untuk yg menjawab, juga untuk yg memanggil. Rasanya cukup jauh dihubungkan dng kata ganti orang pertama. Lagian wei disini tulisannya 喂, bukan 唯。 Sent from my BlackBerry® powered by Sinyal Kuat INDOSAT From: liang u Date: Tue, 23 Mar 2010 19:22:20 -0700 (PDT) To: Subject: Re: [budaya_tionghua] Re: ASAL OWE DARI MANA? Hiantit David Kwa, Keterangan anda benar, oe dalam kamus Douglas berasal dari 唯。Kata wei (Mandarin) adalah kata populer yang dipergunakan setiap orang kalau menelpon di Tiongkok sampai sekarang, mereka tidak pernah memakai kata Hallo, begitu telpon diangkat mereka menyahut wei? Yang aneh, kata ini kata Tionghoa asli, dipakai diseluruth Tiongkok, mengapa di Indonesia yang totok justru tak tahu, tapi yang peranakan yang menggunakannya? Oleh karena itu kesimpulan banyak orang (termasuk saya sendiri) kata owe khas di Indonesia, khususnya Jawa adalah kata khusus kaum peranakan. Mungkinkah karena waktu itu belum banyak telpon, sehingga saya tak pernah mendengar orang totok menggunakan kata owe? Kata wei (Hokkian we), masih dipakai terus di Tiongkok, kecuali yang sudah westernisasi menggunakan kata hallo, adakah teman kita yang sering ke Hokkian atau Taiwan pernah mendengar mereka menjawab telpon dengan kata we? Kalau ada maka pasti owe ini berasal dari we. Tinggal owe yang berarti saya, kata ganti pertama, dapatkah kita tarik bahwa juga berasal dari kata wei? Di kamus tidak disebut apa-apa. Tolong input yang lain, agar kedua arti kata owe ini pasti posisinya, tidak menjadi tanda tanya lagi. Terima kasih atas masukan hiantit David Kwa, saya sendiri punya kamus sejenis itu hanya saja ragu kesimpulannya seperti saya katakan di atas. Hanya sayang saya tak dapat membuka Hanzi dari email anda, apakah huruf 唯 saya sama dengan yang dimaksud anda? Banban kamsia li. Liang U From: David To: budaya_tionghua@ yahoogroups. com Sent: Tue, March 23, 2010 2:36:47 PM Subject: [budaya_tionghua] Re: ASAL OWE DARI MANA? Ngpeq Liang U, pak Ie, dan RRS, Sepengetahuan owè, kata ganti orang pertama tunggal laki-laki bentuk hormat khas Tionghoa Peranakan OWÈ berasal dari kata Hokkian (Selatan) UÈ å"¯. Dalam Douglas, Carstairs, Chinese-English Dictionary of the Vernacular or Spoken Language of Amoy, with the Principal Variations of the Chang-chew (i.e. Zhangzhou 漳州) and Chin-chew (i.e. Quanzhou 泉州) Dialects (London: 1873), halaman 350b, ada entri OÈ å"¯ (baca: UÈ) yang didefinisikan sebagai “the answer to a call; yes, sir!â€� Jadi, menurut kamus itu, anak orang Hokkian biasanya menjawab panggilan bapanya atau ibunya, atau orang lain yang dihormati, dengan “UÈ å"¯!â€� Kata UÈ å"¯ ini diadopsi dalam bahasa Melayu Tionghoa, bahasa kaum Peranakan di berbagai kota di seluruh Nusantara, a.l. sampai ke Sumatra Barat, bukan hanya Jawa dari Barat hingga Timur, seiring dengan meningkatnya jumlah kaum Peranakan yang merupakan keturunan orang Tionghoa Totok (SINKHEQ 新客) dengan perempuan lokal (NYAI). Kaum Baba (laki-laki Tionghoa Peranakan) mengadopsi budaya dari pihak ayah yang Totok, sementara kaum Nyonya (perempuan Tionghoa Peranakan) mewarisi budaya ibunya yang perempuan lokal. Di kalangan kaum Baba UÈ―yang dieja OWÈ dalam bahasa Melayu Tionghoa dan Indonesia―memperoleh makna tambahan; OWÈ tidak lagi sekadar mengiakan panggilan seseorang yang dihormati, OWÈ juga mengandung makna kata ganti orang pertama tunggal laki-laki bentuk hormat. Namun, berbeda dengan kaum BABA, kaum NYONYA tetap menggunakan SAYA yang dipakai ibu mereka, BUKAN OWÈ! Di kuping kaum BABA, kata ganti Hokkian (Selatan) GUA æˆ`, yang sebenarnya bermakna netral, terdengar lebih kasar ketimbang kata OWÈ, yang halus. Dalam budaya Peranakan, akan dianggap SANGAT TIDAK SOPAN apabila seorang anak berani memakai kata ganti GUA terhadap orangtuanya, di mana seharusnya kata ganti hormat OWÈ lah yang dipakai. Begitulah, kata OWÈ seharusnya dipakai oleh seseorang yang berkedudukan sosial lebih rendah terhadap seseorang yang lebih tinggi (anak terhadap orangtua, adik terhadap koko/cici, bawahan terhadap atasan, dsb). Dalam posisi sebaliknya, termasuk antarsahabat AKRAB, kata ganti GUA lah yang dipakai. Kata G
Re: [budaya_tionghua] ASAL OWE DARI MANA?
Terima kasih banyak atas masukannya, selama ini semua rekan mengatakan owe hanya dipakai di Jawa Barat, Jawa Tengah dan Timur ada tapi tidak semua. Saya tak pernah ke Padang, jadi tak tahu. Meskipun we tanpa o tapi saya yakin itu maksudnya dan asalnya sama, cuma variasi daerah saja. Panggilan untuk yang lebih tua kalau begitu lebih mirip dalam Mandarin, laki-laki shushu yang berarti encek dan perempuan ayi yang berarti ie-ie. Hanya di Jawa tak ada panggilan baba, nona ada. Baba dipakai panggilan orang Indonesia non Tionghoa terhadap orang laki-laki Tionghoa. Dalam arti sehari-hari baba atau babah adalah peranakan Tionghoa laki-laki. Perbedaan ini tak aneh di Tiongkok sendiri banyak variasi, meskipun panggilan Mandarin makin populer karena menjadi bahasa persatuan. Di Singapore sendiri panggilan akong, engkong, atau akung mulai digantikan jadi yeye, dan panggilan anma, ama, ataupun emma, mulai diganti jadi nainai. Tapi untuk kakek nenek dari pihak perempuan belum menggunakan laoye dan laolao seperti dalam Mandarin di Tiongkok utara. Sekali lagi terima kasih atas masukan yang berharganya. Kiongchiu. Liang U From: iskandar effendi To: budaya_tionghua@yahoogroups.com Sent: Mon, March 22, 2010 8:31:46 PM Subject: Re: [budaya_tionghua] ASAL OWE DARI MANA? salam hormat , oom Liang, semoga sehat selalu. ingin berbagi sedikit, tentang sebutan owe ini. di daerah Padang, dalam pergaulan sehari hari , kita menyebut diri sendiri kepada yang lebih tua, sebagai "we", .. tidak pake "o". sedangkan terhadap teman sebaya, .."gua"... kepada yang lebih tua umurnya,... memanggil " ie--ie",perempuan ...dan ... "encek",lelaki kepada yang seumur "lu" kepada yang lebih muda ..."baba"lelaki... "nona"perempuan. .salam ie Pada 20 Maret 2010 12:10, liang u menulis: >Rekan-rekan, > Dulu waktu masih zaman orba, saya lupa majalah Star Weekly atau Pancawarna >pernah memuat beberapa artikel yang mendiskusikan dari mana kata owe itu >berasal? Kata itu dalam masyarakat Tionghoa Jawa Barat dipergunakan sebagai >kata "saya" untuk laki-laki, tapi dipakai juga sebagai kata "ya" untuk >laki-laki. Kaum Tionghoa totok yang menggunakan bahasa Indonesia juga >menggunakan kata owe , tentu tidak kalau ia menggunakan bahasa daerah >Tiongkok. Orang Tionghoa non Hokkian jarang menggunakan kata itu, kecuali ia >berbicara dengan orang peranakan Hokkian dalam bahasa Indonesia atau Melayu >Tionghoa. > Sampai sekarang saya tidak dapat menemukan jawaban yang tepat. Menurut >perkiraan saya, kata "owe" yang berarti saya berasal dari kata gua dalam >dialek Hokkian. Orang yang berdialek Melayu Jakarta, mengucapkan gua menjadi >gue. Kata gue ini yang berubah bunyi menjadi owe. Dalam dialek Hokkian bunyi w >itu dari segi linguistik agak beda dengan w Indonesia, tapi lebih dekat ke o. >Kata gwan lebih tepat diucapkan goan, jadi owe itu berasal dari o-e, yang >bunyinya dekat dengan gue Jakarta. Karena oe zaman Belanda dibaca u, maka o-e >tidak ditulis oe tapi ditambah w, menjadi owe. > Owe juga digunakan sebagai kaya "ya" dalam menjawab pertanyaan atau >perintah orang. Kalau orang tua memerintah kita: " Kau pulang cepat yah." Si >anak akan menjawab "Owe, ne!" ne adalah ibu dari dialek Hokkian. Sedang >kalau perempuan akan menjawab, "Saya, ne:". Baik owe maupun saya di sini >berarti "ya." Lalu dari mana datangnya owe di sini ? Kita lihat dalam dialek >Hokkian kalau diperintah demikian orang akan menjawab: "Ho! kadang "ho e!" >Ho berarti baik 好, e adalah akhiran, yang berfungsi seperti lah dalam bahasa >Indonesia. Bunyi ho-e ini menjadi owe. Jadi jawaban : "owe" berarti "ya" atau >"baiklah." Dalam bahasa Mandarin dikatakan: "好” atau "好的“ 。 Dalam dialek >Hokkian hao adalah ho, de adalah e. > Lama-lama terjadilah pembagian kerja, kalau gue atau gua dianggap kasar >hanya digunakan terhadap orang yang setingkat atau lebih rendah, owe digunakan >kepada orang yang lebih tinggi. Jadi owe halus, sedang gue atau gua kasar. >Mengapa untuk perempuan owe diganti saya atau ya? Maaf, saya tak dapat >menjawab. > Tolong diperhatikan, gua atau gue dianggap kasar kalau bicara dalam bahasa >Indonesia atau Melayu Tionghoa, dialek Betawi dll. Tapi gua dianggap tidak >kasar sebab berarti saya dalam dialek Hokkian. Saya sendiri kalau ada anak >muda yang berkata. "Apeq, itu punya gua." Hati langsung agak tersinggung, >kasar benar, kalau bicara dalam dialek Hokkian: "Hallo, li apeq aq, gua >Abeng." merasa tidak apa-apa. Kata yang sama dalam dua bahasa yang berbeda >menghasilkan arti yang berbeda, itu tak aneh, yang penting kita tahu di mana >dan kapan kita gunakan. > Tolong masukan lain atau sanggahan dari teman yang Hokkian native speaker. > Kiongchiu > > > > > From: Tjandra Ghozalli > >To: budaya_tionghua@ yahoogroups. com > >Sent: Fri, March 19, 2010 2:29:49 PM >Subject: [budaya_tionghua] ASAL OWE DARI MAN
[budaya_tionghua] Re: Undangan Wawancara
dear Bapak atau ibu Daurinal, Saya boleh bertanya Maksud Pertanyaan bapak atau ibu apakah mengenai "sejarah komunitas kami" ?. Kami memiliki banyak moderator dan kontributor, yang mana yang bapak atau ibu mau wawancarai ?. Kalau soal sejarah berdirinya Milis Budaya Tionghoa, Itu dimulai pada tahun 2003. Didirikan oleh sekelompok Anak muda yang sangat peduli akan pelestarian Budaya Tionghoa. Tepat pendiriannya adalah tepat pada saat Imlek pada tahun 2003 Berdirinya milis Budaya Tionghoa itu dimulai ketika adanya peraturan pemerintah yang memperbolehkan memperluas Budaya Tionghoa kembali dan melestarikannya. Pendirinya Milis Budaya Tionghoa adalah Saudara King Hian, Saudara Rinto Jiang, Saudara Ardian Chagianto, Saudara Hendra Irawan, Saudara Ivan Taniputera, Saudara Jimmy lominto. Saya pribadi bukan pendiri, saya pertama kali masuk budaya tionghoa adalah member karena kecintaan saya terhadap budaya saya sendiri, dan mempelajarinya. Sehingga posisi saya sekarang menjadi moderator, dan pengembang milis Budaya Tionghoa di Facebook. Budaya Tionghoa sendiri memiliki banyak sekali Moderator dan Kontributor yang masuk dan membantu kami, Jumlah moderator budaya tionghoa yang sekarang adalah 20 Orang diantaranya masih aktif, dan 5 orang moderator adalah wanita. Kontributor Milis Budaya Tionghoa juga berjumlah kurang lebih 30 orang, Diantaranya 3 orang berasal Dari suku Non Tionghoa, dan memiliki latar belakang berbeda, dari agama, suku, ras dan Antar golongan. Latar belakang Milis Budaya Tionghoa. Latar belakang kami berdiri adalah : Dikarenakan lamanya budaya tionghoa dipasung oleh pemerintahan sebelumnya, mengakibatkan beberapa generasi muda Tionghoa khususnya tidak mengetahui budaya dan tradisi yang dijalankan oleh orang tuanya. Sehingga timbul perntanyaan diantara mereka mengapa budaya mereka jalani dan tidak tahu makna dibalik budaya mereka jalani, dan orang tuanya tidak mampu menjawab, maka kami mengumpulkan jawaban untuk selama ini tradisi budaya tionghoa dijalankan oleh orang tua mereka, menjelaskan dan membabarkan makna sebenarnya. Memperkenalkan Akulturasi budaya tionghoa dengan budaya lainnya di Indonesia, banyaknya generasi muda Tionghoa tidak memahami bahwa budaya Tionghoa sudah mengalami akulturasi budaya bahkan berkesinambungan dengan budaya lainnya. Sehingga memiliki rasa kebanggaan dan menanamkan sikap nasionalis kepada Generasi Muda Tionghoa . Selain itu memperkenalkan Budaya Tionghoa kepada Non Tionghoa, agar mengetahui bahwa suku Tionghoa sudah bersahabat dan bahkan bersama sama membangun negeri Indonesia. Menumbuhkan sikap nasionalis dan Persahabatan antar anggota, tidak mengenal latar belakang, suku, agama, ras dan antar golongan, dan sesuai dengan ajaran tradisi dari akar Budaya Tionghoa. Yang berasal dari ajaran Konficius "Semua manusia dibumi ini adalah Saudara" itulah prinsip kami tanamkan kepada semua member Budaya Tionghoa. Menyelesaikan Masalah Ketionghoaan seperti Politik, Diskriminasi, Akar Budaya dan sebagainya, yang sekian lama dipasung, Semua masalah dan akar permasalahan masyarakat Tionghoa di Indonesia dapat diselesaikan dengan cara kekeluargaan, dengan membahas latar belakang, dan juga mencari solusi penyelesaiannya. Visi dan misi Budaya Tionghoa. Visi : Memperkenalkan, Melestarikan, Budaya Tionghoa kepada Masyarakat Indonesia, Khususnya Generasi Muda Tionghoa Indonesia, dan menjalin persahabatan. Misi : - Memperkenalkan kembali Budaya Tionghoa . - Melestarikan Budaya Tionghoa - Menjalin persahabatan - Mencari akar solusi dari semua masalah Ketionghoaan di Indonesia - Membantu masyarakat pengertian Budaya Tionghoa - Memumpuk Sikap nasionalis, rasa kekeluargaan - Menjelaskan Latar belakang sejarah Tiongkok. - Membahas semua masalah Ketionghoaan, dan menyelesaikannya - Membantu Generasi Muda Tionghoa Indonesia untuk memahami apa dibalik semua Tradisi yang dijalankan oleh Orang tuanya sendiri. Sekian informasi dari saya Bila ada moderator lain ingin menambahkan atau merevisi penejelasan saya silakan, Sekiranya informasi ini dapat membantu anda Sedikit mengerti Sejarah milis Budaya Tionghoa. Terima kasih Purnama. --- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, "daurinal" wrote: > > Kepada Moderator budaya_tiong...@yahoogroups.com > > Selamat Siang, > Cici/Koko > > Saya Daurina dari Harian Sore Suara Pembaruan. > > Kami memiliki rubrik Ni Hoa Ma di Suara Pembaruan. Saya tertarik untuk > mengangkat komunitas anda. > > Mohon responnya bila anda bersedia di wawancarai, silakan hubungi saya > melalui email ini. > > Sebelumnya terimakasih atas bantuannya. > > Daurina Lestari Sinurat > Suara Pembaruan >
[budaya_tionghua] Re: Indosat meminta maaf kepada Buddhis Indonesia
Bagaimana dengan beredarnya kaset/CD dengan label Buddha Bar ? Apakah akan terus dibiarkan ? Salam, Anton W --- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, kevin wu wrote: > > Dear All, > > berikut ini adalah surat permintaan maaf yang kami terima dari Indosat > terkait penayangan IKLAN mereka Di Harian Kompas, yang kita protes beberapa > waktu yang lalu. > > walaupun dari sisi tanggal agak usang, tetapi sepertinya tidak demikian > dengan kontennya. jika berkenan pls forward atau print untuk teman2 di > Tempat2 Ibadah, Perkumpulan2, Kelompok2 dan lain sebagainnya agar Kegiatan > komersial tidak lagi semena-mena menggunakan Nama Nabi dan Simbol2 Agama > terlebih di tempat Hiburan malam. > > Semoga semua makhluk berbahagia, > Â Kevin WuKoordinator Forum Anti Buddha-Bar (FABB)
Re: [budaya_tionghua] Re: ASAL OWE DARI MANA?
Black barry sebenarnya adalah mini komputer, semua program dasar bisa diset, termasuk pilihan bahasanya. pada dasarnya pilihan bahasanya cukup komplit. Tapi kalau semua diupload terlalu membebani mesinnya, makanya biasanya penjualnya mensettingkan kita beberapa pilihan saja, tergantung kebutuhan kita. Demikian juga saat beli komputer, kita harus pesan ke penjual, agar program windownya diupload komplit, termasuk "asian languade". Dari window ini kita otomatis sudah bisa baca dan menulis huruf Han pakai berbagai metode. Tapi yg paling praktis saya kira adalah pakai program google chinese input, yg bisa didownload dari internet. Sent from my BlackBerry® powered by Sinyal Kuat INDOSAT -Original Message- From: ANDREAS MIHARDJA Date: Wed, 24 Mar 2010 08:53:46 To: Subject: Re: [budaya_tionghua] Re: ASAL OWE DARI MANA? Sdr zhoufy saya ingin tanya Kirim email dgn blackberry - koq bisa kirim huruf kanji. Apakah blackberry diIndonesia ada kemungkinan utk menulis pakai pinyin sehingga hurufnya dpt keluar. Kita diUS tidak punya kemungkinan utk menulis huruf kanji dan dulu NJstar dpt dipakai - tetapi sekarang ini dgn MS yg terachir semua macet. Dulu juga bisa krim dgn menulis pakai tangan tetapi sekarang kaga bisa lagi -- malah baca email sering kali mendapat text nawur meskipun didalam email system ada segala macem encoding dari UTF sampai simplified dan traditional belasan macem. Terus terang saya sekarang sudah give-up utk mencoba. Andreas From: "zho...@yahoo.com" To: budaya_tionghua@yahoogroups.com Sent: Wed, March 24, 2010 12:44:26 AM Subject: Re: [budaya_tionghua] Re: ASAL OWE DARI MANA? Setahu saya, pengganti kata hallo memang Wei, tapi ini tdk hanya untuk yg menjawab, juga untuk yg memanggil. Rasanya cukup jauh dihubungkan dng kata ganti orang pertama. Lagian wei disini tulisannya 喂, bukan 唯。 Sent from my BlackBerry® powered by Sinyal Kuat INDOSAT From: liang u Date: Tue, 23 Mar 2010 19:22:20 -0700 (PDT) To: Subject: Re: [budaya_tionghua] Re: ASAL OWE DARI MANA? Hiantit David Kwa, Keterangan anda benar, oe dalam kamus Douglas berasal dari 唯。Kata wei (Mandarin) adalah kata populer yang dipergunakan setiap orang kalau menelpon di Tiongkok sampai sekarang, mereka tidak pernah memakai kata Hallo, begitu telpon diangkat mereka menyahut wei? Yang aneh, kata ini kata Tionghoa asli, dipakai diseluruth Tiongkok, mengapa di Indonesia yang totok justru tak tahu, tapi yang peranakan yang menggunakannya? Oleh karena itu kesimpulan banyak orang (termasuk saya sendiri) kata owe khas di Indonesia, khususnya Jawa adalah kata khusus kaum peranakan. Mungkinkah karena waktu itu belum banyak telpon, sehingga saya tak pernah mendengar orang totok menggunakan kata owe? Kata wei (Hokkian we), masih dipakai terus di Tiongkok, kecuali yang sudah westernisasi menggunakan kata hallo, adakah teman kita yang sering ke Hokkian atau Taiwan pernah mendengar mereka menjawab telpon dengan kata we? Kalau ada maka pasti owe ini berasal dari we. Tinggal owe yang berarti saya, kata ganti pertama, dapatkah kita tarik bahwa juga berasal dari kata wei? Di kamus tidak disebut apa-apa. Tolong input yang lain, agar kedua arti kata owe ini pasti posisinya, tidak menjadi tanda tanya lagi. Terima kasih atas masukan hiantit David Kwa, saya sendiri punya kamus sejenis itu hanya saja ragu kesimpulannya seperti saya katakan di atas. Hanya sayang saya tak dapat membuka Hanzi dari email anda, apakah huruf 唯 saya sama dengan yang dimaksud anda? Banban kamsia li. Liang U From: David To: budaya_tionghua@ yahoogroups. com Sent: Tue, March 23, 2010 2:36:47 PM Subject: [budaya_tionghua] Re: ASAL OWE DARI MANA? Ngpeq Liang U, pak Ie, dan RRS, Sepengetahuan owè, kata ganti orang pertama tunggal laki-laki bentuk hormat khas Tionghoa Peranakan OWÈ berasal dari kata Hokkian (Selatan) UÈ å"¯. Dalam Douglas, Carstairs, Chinese-English Dictionary of the Vernacular or Spoken Language of Amoy, with the Principal Variations of the Chang-chew (i.e. Zhangzhou 漳州) and Chin-chew (i.e. Quanzhou 泉州) Dialects (London: 1873), halaman 350b, ada entri OÈ å"¯ (baca: UÈ) yang didefinisikan sebagai “the answer to a call; yes, sir!â€� Jadi, menurut kamus itu, anak orang Hokkian biasanya menjawab panggilan bapanya atau ibunya, atau orang lain yang dihormati, dengan “UÈ å"¯!â€� Kata UÈ å"¯ ini diadopsi dalam bahasa Melayu Tionghoa, bahasa kaum Peranakan di berbagai kota di seluruh Nusantara, a.l. sampai ke Sumatra Barat, bukan hanya Jawa dari Barat hingga Timur, seiring dengan meningkatnya jumlah kaum Peranakan yang merupakan keturunan orang Tionghoa Totok (SINKHEQ 新客) dengan perempuan lokal (NYAI). Kaum Baba (laki-laki Tionghoa Peranakan) mengadopsi budaya dari pihak ayah yang Totok, sementara kaum Nyonya (perempuan Tionghoa Peranakan) mewarisi budaya ibunya
Re: [budaya_tionghua] Re: ASAL OWE DARI MANA?
Kalo BB di indo ma tinggal ganti apa upgrade software saja.. Udh bs ngtik pake pinyin dan zhuyin... Sent from BlackBerry® on 3 -Original Message- From: ANDREAS MIHARDJA Date: Wed, 24 Mar 2010 08:53:46 To: Subject: Re: [budaya_tionghua] Re: ASAL OWE DARI MANA? Sdr zhoufy saya ingin tanya Kirim email dgn blackberry - koq bisa kirim huruf kanji. Apakah blackberry diIndonesia ada kemungkinan utk menulis pakai pinyin sehingga hurufnya dpt keluar. Kita diUS tidak punya kemungkinan utk menulis huruf kanji dan dulu NJstar dpt dipakai - tetapi sekarang ini dgn MS yg terachir semua macet. Dulu juga bisa krim dgn menulis pakai tangan tetapi sekarang kaga bisa lagi -- malah baca email sering kali mendapat text nawur meskipun didalam email system ada segala macem encoding dari UTF sampai simplified dan traditional belasan macem. Terus terang saya sekarang sudah give-up utk mencoba. Andreas From: "zho...@yahoo.com" To: budaya_tionghua@yahoogroups.com Sent: Wed, March 24, 2010 12:44:26 AM Subject: Re: [budaya_tionghua] Re: ASAL OWE DARI MANA? Setahu saya, pengganti kata hallo memang Wei, tapi ini tdk hanya untuk yg menjawab, juga untuk yg memanggil. Rasanya cukup jauh dihubungkan dng kata ganti orang pertama. Lagian wei disini tulisannya 喂, bukan 唯。 Sent from my BlackBerry® powered by Sinyal Kuat INDOSAT From: liang u Date: Tue, 23 Mar 2010 19:22:20 -0700 (PDT) To: Subject: Re: [budaya_tionghua] Re: ASAL OWE DARI MANA? Hiantit David Kwa, Keterangan anda benar, oe dalam kamus Douglas berasal dari 唯。Kata wei (Mandarin) adalah kata populer yang dipergunakan setiap orang kalau menelpon di Tiongkok sampai sekarang, mereka tidak pernah memakai kata Hallo, begitu telpon diangkat mereka menyahut wei? Yang aneh, kata ini kata Tionghoa asli, dipakai diseluruth Tiongkok, mengapa di Indonesia yang totok justru tak tahu, tapi yang peranakan yang menggunakannya? Oleh karena itu kesimpulan banyak orang (termasuk saya sendiri) kata owe khas di Indonesia, khususnya Jawa adalah kata khusus kaum peranakan. Mungkinkah karena waktu itu belum banyak telpon, sehingga saya tak pernah mendengar orang totok menggunakan kata owe? Kata wei (Hokkian we), masih dipakai terus di Tiongkok, kecuali yang sudah westernisasi menggunakan kata hallo, adakah teman kita yang sering ke Hokkian atau Taiwan pernah mendengar mereka menjawab telpon dengan kata we? Kalau ada maka pasti owe ini berasal dari we. Tinggal owe yang berarti saya, kata ganti pertama, dapatkah kita tarik bahwa juga berasal dari kata wei? Di kamus tidak disebut apa-apa. Tolong input yang lain, agar kedua arti kata owe ini pasti posisinya, tidak menjadi tanda tanya lagi. Terima kasih atas masukan hiantit David Kwa, saya sendiri punya kamus sejenis itu hanya saja ragu kesimpulannya seperti saya katakan di atas. Hanya sayang saya tak dapat membuka Hanzi dari email anda, apakah huruf 唯 saya sama dengan yang dimaksud anda? Banban kamsia li. Liang U From: David To: budaya_tionghua@ yahoogroups. com Sent: Tue, March 23, 2010 2:36:47 PM Subject: [budaya_tionghua] Re: ASAL OWE DARI MANA? Ngpeq Liang U, pak Ie, dan RRS, Sepengetahuan owè, kata ganti orang pertama tunggal laki-laki bentuk hormat khas Tionghoa Peranakan OWÈ berasal dari kata Hokkian (Selatan) UÈ å"¯. Dalam Douglas, Carstairs, Chinese-English Dictionary of the Vernacular or Spoken Language of Amoy, with the Principal Variations of the Chang-chew (i.e. Zhangzhou 漳州) and Chin-chew (i.e. Quanzhou 泉州) Dialects (London: 1873), halaman 350b, ada entri OÈ å"¯ (baca: UÈ) yang didefinisikan sebagai “the answer to a call; yes, sir!â€� Jadi, menurut kamus itu, anak orang Hokkian biasanya menjawab panggilan bapanya atau ibunya, atau orang lain yang dihormati, dengan “UÈ å"¯!â€� Kata UÈ å"¯ ini diadopsi dalam bahasa Melayu Tionghoa, bahasa kaum Peranakan di berbagai kota di seluruh Nusantara, a.l. sampai ke Sumatra Barat, bukan hanya Jawa dari Barat hingga Timur, seiring dengan meningkatnya jumlah kaum Peranakan yang merupakan keturunan orang Tionghoa Totok (SINKHEQ 新客) dengan perempuan lokal (NYAI). Kaum Baba (laki-laki Tionghoa Peranakan) mengadopsi budaya dari pihak ayah yang Totok, sementara kaum Nyonya (perempuan Tionghoa Peranakan) mewarisi budaya ibunya yang perempuan lokal. Di kalangan kaum Baba UÈ―yang dieja OWÈ dalam bahasa Melayu Tionghoa dan Indonesia―memperoleh makna tambahan; OWÈ tidak lagi sekadar mengiakan panggilan seseorang yang dihormati, OWÈ juga mengandung makna kata ganti orang pertama tunggal laki-laki bentuk hormat. Namun, berbeda dengan kaum BABA, kaum NYONYA tetap menggunakan SAYA yang dipakai ibu mereka, BUKAN OWÈ! Di kuping kaum BABA, kata ganti Hokkian (Selatan) GUA æˆ`, yang sebenarnya bermakna netral, terdengar lebih kasar ketimbang kata OWÈ, yang halus. Dalam budaya Perana
[budaya_tionghua] The expats will rule Singapore
Tulisan yang menarik dari Adam Khoo, penduduk asli S'pore yang menulis soal expats yang dikemudian hari bisa pegang tampuk pimpinan di S'pore. Beberapa waktu lalu aku pernah baca kalau di S'pore mulai dirasakan dimulainya banyak tenaga ahli di segala bidang hengkang keluar S'pore untuk mendapatkan pekerjaan, alias .brain drain. Apakah ini karena S'pore hanya sebuah ..."just a red dot" (istilahnya Habibie) yang sudah ...saturated... dengan banyak orang pintar?, sehingga achirnya si red dot ini akan terpuruk? Sepertinya aku pernah baca ulasan Dr Jo yang memberitakan bahwa uni2 di USA juga dipenuhi dengan orang2 pintar dari China dan India. Apakah nantinya, atau memang sudah mulai terjadi bahwa orang2 pintar asal China dan India ini akan menduduki posisi2 strategis/penting dalam masyarakat negara2 ybs? Sebagai tambahan pribadi, jangan ya terus di cap chauvinistis, atau ultra nasionalis ataupun racist, tapi terasa benar kalau saya pribadi(paling tidak) ya merasa bangga atas kemajuan orang2 Chinese. Sekarang terasa benar orang bule sudah tidak bisa menghina orang China. Di Australia mulai dirasakan/ dimaklumi bahwa terhindarnya Australia dari imbas jelek global recession itu adalah berkat paling sedikit secara indirek karena pertolongan dalam bentuk perdagangan dengan China. Di di bagian barat Australia(Perth) mulai terasa kekurangan tenaga pegawai dalam menangani tambang2 iron ore dan batu bara, karena produksi perlu gede karena pesanan dari China yang memerlukan bahan2 energi ini. Harga2 rumah di Perth mulai naik karena demand perumahan mendesak untuk mengakomodir pegawai yang perlu naungan. Diberitakan bahwa baru saja Queensland meratifisir perjanjian me lever China dengan liquid gas(LNG) , dalam perjanjian ,ini Australia, mendapatkan stimuli sebanyak 50 billion dollar. Tiap hari aku mengikuti berita dunia, soal China tidak pernah ketinggalan. Harry Adinegara #yiv348236886 #yiv1592592953 .ExternalClass .ecxhmmessage P {padding:0px;} #yiv348236886 #yiv1592592953 .ExternalClass body.ecxhmmessage {font-size:10pt;font-family:Verdana;} #yiv348236886 #yiv1592592953 .ExternalClass .ecxhmmessage P {padding:0px;} #yiv348236886 #yiv1592592953 .ExternalClass p.ecxMsoNormal, #yiv348236886 #yiv1592592953 .ExternalClass li.ecxMsoNormal, #yiv348236886 #yiv1592592953 .ExternalClass div.ecxMsoNormal {margin-bottom:.0001pt;font-size:12.0pt;font-family:'serif';} #yiv348236886 #yiv1592592953 .ExternalClass a:link, #yiv348236886 #yiv1592592953 .ExternalClass span.ecxMsoHyperlink {color:blue;text-decoration:underline;} #yiv348236886 #yiv1592592953 .ExternalClass a:visited, #yiv348236886 #yiv1592592953 .ExternalClass span.ecxMsoHyperlinkFollowed {color:purple;text-decoration:underline;} #yiv348236886 #yiv1592592953 .ExternalClass p {margin-right:0cm;margin-left:0cm;font-size:12.0pt;font-family:'serif';} #yiv348236886 #yiv1592592953 .ExternalClass span.ecxEmailStyle18 {font-family:'sans-serif';color:#3A70C0;} #yiv348236886 #yiv1592592953 .ExternalClass .ecxMsoChpDefault {font-size:10.0pt;} #yiv348236886 filtered #yiv1592592953 {} #yiv348236886 #yiv1592592953 .ExternalClass div.ecxSection1 {} I have a prediction. My prediction is that in a couple of years, the expatriates (from China, India, US etc...) will rule Singapore . They will increasingly take on more leadership roles of CEOs, directors, heads of organizations, award winners etc... If you observe closely, it is already happening now. Last year's top PSLE (Primary School Leaving Exam) student is a China National. Most of the deans list students and first class honours students in the local universities are foreigners and more and more CEOs, even that of government link corporations are expats. The top players in our National teams are expats. As a Singaporean, I am not complaining. I think that in a meritocratic society like Singapore, it is only fair that the very best get rewarded, no matter their race, religion or nationality. Like Lee Kwan Yew said, I rather have these talented and driven people be on our team contributing to our nation than against us from their home country. The question I have been asking is, 'Why are the expats beating the crap out of Singaporeans?' What I noticed is that these expats have a very important quality that many Singaporeans (especially the new Y generation lack). It is a quality that our grandfathers and great-grandfathers (who came from distant lands) had that turned Singapore from a fishing village to the third richest country in the world (according to GDP per capita). Unfortunately, I fear this quality is soon disappearing from the new generation of Singaporeans. This quality is the HUNGER FOR SUCCESS and the FIGHTING SPIRIT!!! Expats who come here today have the same tremendous HUNGER for success that our grandfathers had. They are willing to sacrifice, work hard and pay the price to succeed. They also believe that no one owes t
[budaya_tionghua] Undangan Wawancara
Kepada Moderator budaya_tiong...@yahoogroups.com Selamat Siang, Cici/Koko Saya Daurina dari Harian Sore Suara Pembaruan. Kami memiliki rubrik Ni Hoa Ma di Suara Pembaruan. Saya tertarik untuk mengangkat komunitas anda. Mohon responnya bila anda bersedia di wawancarai, silakan hubungi saya melalui email ini. Sebelumnya terimakasih atas bantuannya. Daurina Lestari Sinurat Suara Pembaruan
Re: [budaya_tionghua] Kehidupan Seksual Mao Ze Dong
lama2 disini klita bicara masalah kebutuhan seks... Kekekeke... Ada yang tahu sejarah seks di Tiongkok ga??? 2010/3/23 Dada > > > Coba ini agan agan cek en ricek dulu kebenaran saduran dari satu buku > berbahasa inggris , sebelum gw posting ke blog gw ( > http://bentara.asia/?p=693) linknya masih di hidden... > > -- -
[budaya_tionghua] Re: Tanya penamaan dalam budaya Tionghua
Contoh kasus yang saya berikan adalah nama saya dan istri. Memang nama keluarga tsb baru seumur jagung. Tetapi bagaimana dengan banyak teman saya yang terlahir dengan nama Tionghoa tetapi tidak mencantumkan nama marga ? Misalnya saja salah satu teman bernama Fei Cing tanpa embel embel marga. Saya pikir ini hanya karena ketidak tahuan ttg teknis penggunaan nama marga secara hukum. Pada akte kelahiran nama marga memang tidak tercantum tetapi boleh digunakan pada dokumen lain. Salam, Anton W --- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, zho...@... wrote: > > Banyak teman2 anda tidak mencantumkan nama marga, bisa dimaklumi, karena > mereka pakai nama Indonesia yg baru dibentuk, sedangkan orang tua mereka > masih memakai tiga nama. Jika mau pakai nama marga ayah mereka, nanti muncul > lagi nama tionghoanya. > > Perlu diingat: marga sentoso dan wijaya adalah nama marga jadi2an, baru > seumur jagung. Paling2 generasi. > > Sent from my BlackBerry® > powered by Sinyal Kuat INDOSAT
Re: [budaya_tionghua] Re: ASAL OWE DARI MANA?
Sdr zhoufy saya ingin tanya Kirim email dgn blackberry - koq bisa kirim huruf kanji. Apakah blackberry diIndonesia ada kemungkinan utk menulis pakai pinyin sehingga hurufnya dpt keluar. Kita diUS tidak punya kemungkinan utk menulis huruf kanji dan dulu NJstar dpt dipakai - tetapi sekarang ini dgn MS yg terachir semua macet. Dulu juga bisa krim dgn menulis pakai tangan tetapi sekarang kaga bisa lagi -- malah baca email sering kali mendapat text nawur meskipun didalam email system ada segala macem encoding dari UTF sampai simplified dan traditional belasan macem. Terus terang saya sekarang sudah give-up utk mencoba. Andreas From: "zho...@yahoo.com" To: budaya_tionghua@yahoogroups.com Sent: Wed, March 24, 2010 12:44:26 AM Subject: Re: [budaya_tionghua] Re: ASAL OWE DARI MANA? Setahu saya, pengganti kata hallo memang Wei, tapi ini tdk hanya untuk yg menjawab, juga untuk yg memanggil. Rasanya cukup jauh dihubungkan dng kata ganti orang pertama. Lagian wei disini tulisannya 喂, bukan 唯。 Sent from my BlackBerry® powered by Sinyal Kuat INDOSAT From: liang u Date: Tue, 23 Mar 2010 19:22:20 -0700 (PDT) To: Subject: Re: [budaya_tionghua] Re: ASAL OWE DARI MANA? Hiantit David Kwa, Keterangan anda benar, oe dalam kamus Douglas berasal dari 唯。Kata wei (Mandarin) adalah kata populer yang dipergunakan setiap orang kalau menelpon di Tiongkok sampai sekarang, mereka tidak pernah memakai kata Hallo, begitu telpon diangkat mereka menyahut wei? Yang aneh, kata ini kata Tionghoa asli, dipakai diseluruth Tiongkok, mengapa di Indonesia yang totok justru tak tahu, tapi yang peranakan yang menggunakannya? Oleh karena itu kesimpulan banyak orang (termasuk saya sendiri) kata owe khas di Indonesia, khususnya Jawa adalah kata khusus kaum peranakan. Mungkinkah karena waktu itu belum banyak telpon, sehingga saya tak pernah mendengar orang totok menggunakan kata owe? Kata wei (Hokkian we), masih dipakai terus di Tiongkok, kecuali yang sudah westernisasi menggunakan kata hallo, adakah teman kita yang sering ke Hokkian atau Taiwan pernah mendengar mereka menjawab telpon dengan kata we? Kalau ada maka pasti owe ini berasal dari we. Tinggal owe yang berarti saya, kata ganti pertama, dapatkah kita tarik bahwa juga berasal dari kata wei? Di kamus tidak disebut apa-apa. Tolong input yang lain, agar kedua arti kata owe ini pasti posisinya, tidak menjadi tanda tanya lagi. Terima kasih atas masukan hiantit David Kwa, saya sendiri punya kamus sejenis itu hanya saja ragu kesimpulannya seperti saya katakan di atas. Hanya sayang saya tak dapat membuka Hanzi dari email anda, apakah huruf 唯 saya sama dengan yang dimaksud anda? Banban kamsia li. Liang U From: David To: budaya_tionghua@ yahoogroups. com Sent: Tue, March 23, 2010 2:36:47 PM Subject: [budaya_tionghua] Re: ASAL OWE DARI MANA? Ngpeq Liang U, pak Ie, dan RRS, Sepengetahuan owè, kata ganti orang pertama tunggal laki-laki bentuk hormat khas Tionghoa Peranakan OWÈ berasal dari kata Hokkian (Selatan) UÈ å"¯. Dalam Douglas, Carstairs, Chinese-English Dictionary of the Vernacular or Spoken Language of Amoy, with the Principal Variations of the Chang-chew (i.e. Zhangzhou 漳州) and Chin-chew (i.e. Quanzhou 泉州) Dialects (London: 1873), halaman 350b, ada entri OÈ å"¯ (baca: UÈ) yang didefinisikan sebagai “the answer to a call; yes, sir!â€� Jadi, menurut kamus itu, anak orang Hokkian biasanya menjawab panggilan bapanya atau ibunya, atau orang lain yang dihormati, dengan “UÈ å"¯!â€� Kata UÈ å"¯ ini diadopsi dalam bahasa Melayu Tionghoa, bahasa kaum Peranakan di berbagai kota di seluruh Nusantara, a.l. sampai ke Sumatra Barat, bukan hanya Jawa dari Barat hingga Timur, seiring dengan meningkatnya jumlah kaum Peranakan yang merupakan keturunan orang Tionghoa Totok (SINKHEQ 新客) dengan perempuan lokal (NYAI). Kaum Baba (laki-laki Tionghoa Peranakan) mengadopsi budaya dari pihak ayah yang Totok, sementara kaum Nyonya (perempuan Tionghoa Peranakan) mewarisi budaya ibunya yang perempuan lokal. Di kalangan kaum Baba UÈ―yang dieja OWÈ dalam bahasa Melayu Tionghoa dan Indonesia―memperoleh makna tambahan; OWÈ tidak lagi sekadar mengiakan panggilan seseorang yang dihormati, OWÈ juga mengandung makna kata ganti orang pertama tunggal laki-laki bentuk hormat. Namun, berbeda dengan kaum BABA, kaum NYONYA tetap menggunakan SAYA yang dipakai ibu mereka, BUKAN OWÈ! Di kuping kaum BABA, kata ganti Hokkian (Selatan) GUA æˆ`, yang sebenarnya bermakna netral, terdengar lebih kasar ketimbang kata OWÈ, yang halus. Dalam budaya Peranakan, akan dianggap SANGAT TIDAK SOPAN apabila seorang anak berani memakai kata ganti GUA terhadap orangtuanya, di mana seharusnya kata ganti hormat OWÈ lah yang dipakai. Begitulah, kata OWÈ seharusnya dipakai oleh seseorang yang berkedudukan sosial lebih rendah terhad
[budaya_tionghua] UNDANGAN diskusi # 9. tanggal 9-4-2010. [1 Attachment]
++ Undangan Forum Budaya, diskusi ke 9. Thema : Bedah Buku , Arsitektur tradisional Tionghoa dan perkembangan kota. Nara sumber : Bpk. Pratiwo ( penulisnya). Pembahas : Bpk Sutrisno Murtiyoso. Waktu : Jumat 9 April 2009. Jam 13.00- 15.00. Terbuka untuk umum. Tempat : Ruang FSRD, UK Maranatha , Jl. Suria Sumantri 65 , Bandung. Pengunjung masuk dari gerbang no 1. Semua peminat ditunggu kehadirannya. Biaya gratis . Salam erat, CCDACS Universitas Kristen Maranatha. Bandung, Indonesia. Arsip presentasi pertemuan yang lalu dapat dilihat pada blog: http://chinese-diaspora-art-culture.blogspot.com/ http://chinesediasporastudy.wordpress.com/ >oo<<< Invitation from the Culture Forum, 9th discussion. Subject : Book discussion. Chinese traditional architecture and urban development. Speaker : Pratiwo ( writer ) Reviewer : Sutrisno Murtiyoso. Time : Friday 9th April 2009, At 1.00 - 3.00 PM. Premise : Fine Art and Design dept. Maranatha Christian University, Jl. Suryasumantri 65. Bandung. Entrance through the gate # 1. Free of charge. All parties are welcome. Regards, CCDACS Maranatha Christian University, Bandung. Indonesia. Archives of past presentations are available on the blog : http://chinese-diaspora-art-culture.blogspot.com/ http://chinesediasporastudy.wordpress.com/
Re: [budaya_tionghua] Re: Tanya penamaan dalam budaya Tionghua
Banyak teman2 anda tidak mencantumkan nama marga, bisa dimaklumi, karena mereka pakai nama Indonesia yg baru dibentuk, sedangkan orang tua mereka masih memakai tiga nama. Jika mau pakai nama marga ayah mereka, nanti muncul lagi nama tionghoanya. Perlu diingat: marga sentoso dan wijaya adalah nama marga jadi2an, baru seumur jagung. Paling2 generasi. Sent from my BlackBerry® powered by Sinyal Kuat INDOSAT -Original Message- From: "pempekd9" Date: Wed, 24 Mar 2010 14:18:20 To: Subject: [budaya_tionghua] Re: Tanya penamaan dalam budaya Tionghua Saya tidak sepakat kalau nama marga berubah ubah berdasarkan status pernikahan. Saya menggunakan nama Anton WIDJAJA sementara istri saya Susana SENTOSA. Dalam akta perkawinan nama marga masing masing tercantum apa adanya. Sangat mudah untuk melihat ini karena nama keluarga selalu menggunakan huruf besar. Jadi nama keluarga istri saya tetap SENTOSA. Demikian pula dalam semua surat surat yang berkaitan dengan hukum atau pemerintahan nama keluarganya tetap SENTOSA. Saya malah heran kalau ada wanita yang nama keluarganya dalam KTP berubah. Kalau dalam pergaulan sehari hari dikalangan yang mengikuti budaya barat/Arab mungkin saja nama panggilan istri saya berubah menjadi Ny Anton WIDJAJA (tanpa ada nama diri si istri). Tapi istri saya tidak pernah dipanggil Ny Susana WIDJAJA. Juga saya heran kalau banyak teman Tionghoa saya tidak mencantumkan nama keluarga di KTP dan surat surat lainnya. Alasannya dalam akta lahir tidak tercantum nama keluarga. Padahal nama marga bisa dicantumkan dengan mengikuti nama marga ayah (atau ibu jika orang tua tidak menikah secara sipil/KUA). Sementara di beberapa negara di Eropa ketika menikah orang bisa memilih nama keluarga yang akan digunakan pada dokumen resmi setelah nikah. Apakah akan menggunakan nama keluarga suami, atau nama keluarga istri atau menggabungkan kedua nama keluarga. Salam, Anton W --- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, zho...@... wrote: > > Benar, di Indonesia seorang wanita begitu menikah, nama marganya dlm akte > resmi langsung berganti mengikuti marga suami, begitu cerai kembali lagi ke > marga asal. Sedangkan dlm budaya tionghoa tdk mengenal hal ini, dlm akte mama > saya tetap bertahan dng marga aslinya. > > Sent from my BlackBerry® > powered by Sinyal Kuat INDOSAT
[budaya_tionghua] Re: Tanya penamaan dalam budaya Tionghua
Saya tidak sepakat kalau nama marga berubah ubah berdasarkan status pernikahan. Saya menggunakan nama Anton WIDJAJA sementara istri saya Susana SENTOSA. Dalam akta perkawinan nama marga masing masing tercantum apa adanya. Sangat mudah untuk melihat ini karena nama keluarga selalu menggunakan huruf besar. Jadi nama keluarga istri saya tetap SENTOSA. Demikian pula dalam semua surat surat yang berkaitan dengan hukum atau pemerintahan nama keluarganya tetap SENTOSA. Saya malah heran kalau ada wanita yang nama keluarganya dalam KTP berubah. Kalau dalam pergaulan sehari hari dikalangan yang mengikuti budaya barat/Arab mungkin saja nama panggilan istri saya berubah menjadi Ny Anton WIDJAJA (tanpa ada nama diri si istri). Tapi istri saya tidak pernah dipanggil Ny Susana WIDJAJA. Juga saya heran kalau banyak teman Tionghoa saya tidak mencantumkan nama keluarga di KTP dan surat surat lainnya. Alasannya dalam akta lahir tidak tercantum nama keluarga. Padahal nama marga bisa dicantumkan dengan mengikuti nama marga ayah (atau ibu jika orang tua tidak menikah secara sipil/KUA). Sementara di beberapa negara di Eropa ketika menikah orang bisa memilih nama keluarga yang akan digunakan pada dokumen resmi setelah nikah. Apakah akan menggunakan nama keluarga suami, atau nama keluarga istri atau menggabungkan kedua nama keluarga. Salam, Anton W --- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, zho...@... wrote: > > Benar, di Indonesia seorang wanita begitu menikah, nama marganya dlm akte > resmi langsung berganti mengikuti marga suami, begitu cerai kembali lagi ke > marga asal. Sedangkan dlm budaya tionghoa tdk mengenal hal ini, dlm akte mama > saya tetap bertahan dng marga aslinya. > > Sent from my BlackBerry® > powered by Sinyal Kuat INDOSAT
[budaya_tionghua] Re: Tanya penamaan dalam budaya Tionghua
Saya tidak sepakat kalau nama marga berubah ubah berdasarkan status pernikahan. Saya menggunakan nama Anton WIDJAJA sementara istri saya Susana SENTOSA. Dalam akta perkawinan nama marga masing masing tercantum apa adanya. Sangat mudah untuk melihat ini karena nama keluarga selalu menggunakan huruf besar. Jadi nama keluarga istri saya tetap SENTOSA. Demikian pula dalam semua surat surat yang berkaitan dengan hukum atau pemerintahan nama keluarganya tetap SENTOSA. Saya malah heran kalau ada wanita yang nama keluarganya dalam KTP berubah. Kalau dalam pergaulan sehari hari dikalangan yang mengikuti budaya barat/Arab mungkin saja nama panggilan istri saya berubah menjadi Ny Anton WIDJAJA (tanpa ada nama diri si istri). Tapi istri saya tidak pernah dipanggil Ny Susana WIDJAJA. Juga saya heran kalau banyak teman Tionghoa saya tidak mencantumkan nama keluarga di KTP dan surat surat lainnya. Alasannya dalam akta lahir tidak tercantum nama keluarga. Padahal nama marga bisa dicantumkan dengan mengikuti nama marga ayah (atau ibu jika orang tua tidak menikah secara sipil/KUA). Sementara di beberapa negara di Eropa ketika menikah orang bisa memilih nama keluarga yang akan digunakan pada dokumen resmi setelah nikah. Apakah akan menggunakan nama keluarga suami, atau nama keluarga istri atau menggabungkan kedua nama keluarga. Salam, Anton W --- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, zho...@... wrote: > > Benar, di Indonesia seorang wanita begitu menikah, nama marganya dlm akte > resmi langsung berganti mengikuti marga suami, begitu cerai kembali lagi ke > marga asal. Sedangkan dlm budaya tionghoa tdk mengenal hal ini, dlm akte mama > saya tetap bertahan dng marga aslinya. > > Sent from my BlackBerry® > powered by Sinyal Kuat INDOSAT
Re: [budaya_tionghua] Re: Tanya penamaan dalam budaya Tionghua
Benar, di Indonesia seorang wanita begitu menikah, nama marganya dlm akte resmi langsung berganti mengikuti marga suami, begitu cerai kembali lagi ke marga asal. Sedangkan dlm budaya tionghoa tdk mengenal hal ini, dlm akte mama saya tetap bertahan dng marga aslinya. Sent from my BlackBerry® powered by Sinyal Kuat INDOSAT -Original Message- From: liang u Date: Tue, 23 Mar 2010 19:42:18 To: Subject: Re: [budaya_tionghua] Re: Tanya penamaan dalam budaya Tionghua Mengikuti nama (marga) suami hanya mencontoh orang Barat, bukan budaya Tionghoa. Panggilan Ny. Lim Tjeng Hiang hanya panggilan, dalam segala surat tetap Tan Giok Nio, panggilan itu hanya untuk memberi penjelasan siapa wanita itu, kasarnya nebeng popularitas suami. Di Hongkong marga suami ditambahkan pada namanya, jadilah Lim Tan Giok Nio. Ada sebagian orang ingin menjadikan ini sebagai marga, jadi anaknya Lim Tan Sin Lan misalnya, tapi cara ini tak laku. Kalau anak ini menikah dengan Lao Yo Hui Beng, maka anaknya lagi akan punya marga Lim Tan Lao Yo. Turunan ketiga anaknya sudah mempunyai 8 marga berderet. Memang banyak salah info, di Tiongkok seorang mahasiswi yang saya kenal, ketika bertemu menanyakan pada saya nama barat apa yang harus dia pakai, ada 5 nama yang ia pilih. Saya jawab, untuk apa pakai nama barat? Ia bilang, katanya kalau keluar negeri harus ada nama baratnya! Nah info atau gosip ini rupanya menyebar di Tiongkok, pantas banyak mahasiswa Tiongkok semua pakai nama barat, beda dengan Korea dan Jepang, yang tetap menggunakan nama aslinya. Sampai beberapa hari lalu di harian Straits Times Lee Wei Ling putri Lee Kuan Yew menulis artikel yang berjudul "Untuk apa menggunakan nama barat?" Nama Tionghoa dipilih orang tua biasanya mengandung arti dan harapan yang terkandung dalam benak orang tuanya, beda dengan nama barat yang sekedar meniru orang lain yang sudah ada, meskipun di Singapore sekarang banyak nama barat yang tak ada di barat sendiri, yaitu mereka-reka bunyi seperti nama barat, padahal nama itu di barat tak ada. Nama adalah hak semua orang, tapi bila nama itu mengandung harapan orang tua, tidak selayaknya dibuang begitu saja, terutama untuk orang Tionghoa yang sangat menghormati leluhurnya. Milis Budaya Tionghoa harus jadi pelopor mengembalikan kebudayaan tentang nama. Kiongchiu From: David To: budaya_tionghua@yahoogroups.com Sent: Tue, March 23, 2010 3:53:20 PM Subject: [budaya_tionghua] Re: Tanya penamaan dalam budaya Tionghua Setahu owe, dalam tradisi Tionghoa, perempuan Tionghoa yang sudah menikah memakai nama suaminya, dengan tambahan kata Nyonya di depan nama suaminya. Misalnya, di kalangan Peranakan, seorang perempuan bernama (Nona) Tan Giok Nio menikah dengan (Baba) Lim Tjeng Hiang. Setelah menikah, namanya berubah menjadi Nyonya Lim Tjeng Hiang (terlahir Tan Giok Nio). Ini yang terjadi di kalangan Peranakan, dari tradisi turun-temurun yang diwariskan dari Tiongkok. Namun ada beberapa kasus dimana perempuan Tionghoa terkenal yang sudah menikah tetap memakai terus namanya, seperti Madame/Nyonya Sun Yat-sen (terlahir Soong Ching-ling) yang Fuyuan-heng sebutkan. Tapi ini adalah kasus yang luar biasa, yang merupakan pengecualian, yang terjadi pada orang-orang luar biasa. Orang biasa rata-rata memakai nama suaminya seperti contoh di atas. Sebenarnya gejala ini bukan hal yang eksklusif Tionghoa, tetapi berlaku umum pada bangsa-bangsa di Asia. Ibu negara kita juga memakai nama suaminya, ibu Ani Bambang Yudhoyono, begitu pula istri, Imelda Marcos, janda mendiang Presiden Filipina Ferdinand Marcos, dan Sonia Gandhi, janda mendiang Perdana Menteri India Rajiv Gandhi, dll. Di sisi lain, kalau mau bicara pengecualian, di kita juga toch ada Megawati Soekarnoputri yang tidak mengganti namanya menjadi Megawati Kiemas, meski telah menikah dengan Taufik Kiemas! Namun ini lagi-lagi hanya contoh kasus. Jadi, Jenny Suwandi yang menikah dengan Johan Liu dengan sendirinya namanya akan menjadi Jenny Liu. Kiongchiu, DK --- In budaya_tionghua@ yahoogroups. com, zho...@... wrote: Tdk, dlm tradisi Tionghoa, wanita yg menikah tetap mempertahankan nama marga asalnya. Seperti istri Sun Yatsen tetap dipanggil sbg Song Furen/ nyonya Song. Di zaman kuno dimana satu pria banyak istri, pemakaian nama marga jelas sangat membantu membedakan istri yg satu dng lain. -Original Message- From: pozz...@... Date: Sun, 21 Mar 2010 01:12:15 To: Subject: [budaya_tionghua] Tanya penamaan dalam budaya Tionghua Apakah dalam budaya Tionghua nama famili suami akan ada/ditambahkan pada nama istri? Mis: Jenny Suwandi menikah dengan Johan Liu, akankah menjadi Jenny Liu? Trims.
Re: [budaya_tionghua] Re: ASAL OWE DARI MANA?
Setahu saya, pengganti kata hallo memang Wei, tapi ini tdk hanya untuk yg menjawab, juga untuk yg memanggil. Rasanya cukup jauh dihubungkan dng kata ganti orang pertama. Lagian wei disini tulisannya 喂, bukan 唯。 Sent from my BlackBerry® powered by Sinyal Kuat INDOSAT -Original Message- From: liang u Date: Tue, 23 Mar 2010 19:22:20 To: Subject: Re: [budaya_tionghua] Re: ASAL OWE DARI MANA? Hiantit David Kwa, Keterangan anda benar, oe dalam kamus Douglas berasal dari 唯。Kata wei (Mandarin) adalah kata populer yang dipergunakan setiap orang kalau menelpon di Tiongkok sampai sekarang, mereka tidak pernah memakai kata Hallo, begitu telpon diangkat mereka menyahut wei? Yang aneh, kata ini kata Tionghoa asli, dipakai diseluruth Tiongkok, mengapa di Indonesia yang totok justru tak tahu, tapi yang peranakan yang menggunakannya? Oleh karena itu kesimpulan banyak orang (termasuk saya sendiri) kata owe khas di Indonesia, khususnya Jawa adalah kata khusus kaum peranakan. Mungkinkah karena waktu itu belum banyak telpon, sehingga saya tak pernah mendengar orang totok menggunakan kata owe? Kata wei (Hokkian we), masih dipakai terus di Tiongkok, kecuali yang sudah westernisasi menggunakan kata hallo, adakah teman kita yang sering ke Hokkian atau Taiwan pernah mendengar mereka menjawab telpon dengan kata we? Kalau ada maka pasti owe ini berasal dari we. Tinggal owe yang berarti saya, kata ganti pertama, dapatkah kita tarik bahwa juga berasal dari kata wei? Di kamus tidak disebut apa-apa. Tolong input yang lain, agar kedua arti kata owe ini pasti posisinya, tidak menjadi tanda tanya lagi. Terima kasih atas masukan hiantit David Kwa, saya sendiri punya kamus sejenis itu hanya saja ragu kesimpulannya seperti saya katakan di atas. Hanya sayang saya tak dapat membuka Hanzi dari email anda, apakah huruf 唯 saya sama dengan yang dimaksud anda? Banban kamsia li. Liang U From: David To: budaya_tionghua@yahoogroups.com Sent: Tue, March 23, 2010 2:36:47 PM Subject: [budaya_tionghua] Re: ASAL OWE DARI MANA? Ngpeq Liang U, pak Ie, dan RRS, Sepengetahuan owè, kata ganti orang pertama tunggal laki-laki bentuk hormat khas Tionghoa Peranakan OWÈ berasal dari kata Hokkian (Selatan) UÈ å"¯. Dalam Douglas, Carstairs, Chinese-English Dictionary of the Vernacular or Spoken Language of Amoy, with the Principal Variations of the Chang-chew (i.e. Zhangzhou 漳州) and Chin-chew (i.e. Quanzhou 泉州) Dialects (London: 1873), halaman 350b, ada entri OÈ å"¯ (baca: UÈ) yang didefinisikan sebagai “the answer to a call; yes, sir!â€� Jadi, menurut kamus itu, anak orang Hokkian biasanya menjawab panggilan bapanya atau ibunya, atau orang lain yang dihormati, dengan “UÈ å"¯!â€� Kata UÈ å"¯ ini diadopsi dalam bahasa Melayu Tionghoa, bahasa kaum Peranakan di berbagai kota di seluruh Nusantara, a.l. sampai ke Sumatra Barat, bukan hanya Jawa dari Barat hingga Timur, seiring dengan meningkatnya jumlah kaum Peranakan yang merupakan keturunan orang Tionghoa Totok (SINKHEQ 新客) dengan perempuan lokal (NYAI). Kaum Baba (laki-laki Tionghoa Peranakan) mengadopsi budaya dari pihak ayah yang Totok, sementara kaum Nyonya (perempuan Tionghoa Peranakan) mewarisi budaya ibunya yang perempuan lokal. Di kalangan kaum Baba UÈ―yang dieja OWÈ dalam bahasa Melayu Tionghoa dan Indonesia―memperoleh makna tambahan; OWÈ tidak lagi sekadar mengiakan panggilan seseorang yang dihormati, OWÈ juga mengandung makna kata ganti orang pertama tunggal laki-laki bentuk hormat. Namun, berbeda dengan kaum BABA, kaum NYONYA tetap menggunakan SAYA yang dipakai ibu mereka, BUKAN OWÈ! Di kuping kaum BABA, kata ganti Hokkian (Selatan) GUA æˆ`, yang sebenarnya bermakna netral, terdengar lebih kasar ketimbang kata OWÈ, yang halus. Dalam budaya Peranakan, akan dianggap SANGAT TIDAK SOPAN apabila seorang anak berani memakai kata ganti GUA terhadap orangtuanya, di mana seharusnya kata ganti hormat OWÈ lah yang dipakai. Begitulah, kata OWÈ seharusnya dipakai oleh seseorang yang berkedudukan sosial lebih rendah terhadap seseorang yang lebih tinggi (anak terhadap orangtua, adik terhadap koko/cici, bawahan terhadap atasan, dsb). Dalam posisi sebaliknya, termasuk antarsahabat AKRAB, kata ganti GUA lah yang dipakai. Kata GUA juga sering dipakai dalam keadaan marah. Seseorang yang tadinya secara sopan menggunakan kata ganti OWÈ dalam bertutur, bisa saja tiba-tiba beralih ke kata ganti GUA dalam keadaan marah kepada orang kedua. Demikianlah pendapat owè mengenai asal-usul kata ganti OWÈ. Kiongchiu, DK --- In budaya_tionghua@ yahoogroups. com, iskandar effendi wrote: salam hormat , oom Liang, semoga sehat selalu. ingin berbagi sedikit, tentang sebutan owe ini. di daerah Padang, dalam pergaulan sehari hari , kita menyebut diri sendiri kepada yang lebih tua, sebagai "we", .. tidak pake "o". sedangkan terhadap teman sebaya, .."gua"... kepada yang lebi