Memang ada orang yang meniru kebiasaan orang barat, tapi tak tuntas. Misalnya 
di Singapore presiden yang lalu adalah Ong Teng Chiong, isterinya Ong Siu Mey. 
Saya kaget, koq semarga, meskipun sekarang ada orang menikah semarga, tapi 
masih tidak banyak. Tapi ketika membaca koran Tionghoa ternyata marga nyonya 
presiden bukan Ong tapi lain (maaf tak ingat, tapi bukan Ong), jadi kalau 
ditulis dalam bahasa Inggeris mereka ganti marga, tapi kalau dalam huruf 
Tionghoa marganya tetap. Ternyata saya sudah menemukan beberapa yang begitu, 
tapi tak banyak. 
Sekedar tambahan. 

 



________________________________
From: "zho...@yahoo.com" <zho...@yahoo.com>
To: budaya_tionghua@yahoogroups.com
Sent: Wed, March 24, 2010 7:10:20 PM
Subject: Re: [budaya_tionghua] Re: Tanya penamaan dalam budaya Tionghua

  
Benar, di Indonesia seorang wanita begitu menikah, nama marganya dlm akte resmi 
langsung berganti mengikuti marga suami, begitu cerai kembali lagi ke marga 
asal. Sedangkan dlm budaya tionghoa tdk mengenal hal ini, dlm akte mama saya 
tetap bertahan dng marga aslinya. 

Sent from my BlackBerry®
powered by Sinyal Kuat INDOSAT
________________________________

From: liang u <lian...@yahoo. com> 
Date: Tue, 23 Mar 2010 19:42:18 -0700 (PDT)
To: <budaya_tionghua@ yahoogroups. com>
Subject: Re: [budaya_tionghua] Re: Tanya penamaan dalam budaya Tionghua
  
     Mengikuti nama (marga) suami hanya mencontoh orang Barat, bukan budaya 
Tionghoa. Panggilan Ny. Lim Tjeng Hiang hanya panggilan, dalam segala surat 
tetap Tan Giok Nio, panggilan itu hanya untuk memberi penjelasan siapa wanita 
itu, kasarnya nebeng popularitas suami.  Di Hongkong marga suami ditambahkan 
pada namanya, jadilah Lim Tan Giok Nio.  Ada sebagian orang ingin menjadikan 
ini sebagai marga, jadi anaknya Lim Tan Sin Lan misalnya, tapi cara ini tak 
laku. Kalau anak ini menikah dengan Lao Yo Hui Beng, maka anaknya lagi  akan 
punya marga Lim Tan Lao Yo. Turunan ketiga anaknya sudah mempunyai 8 marga 
berderet. 
     Memang banyak salah info, di Tiongkok seorang mahasiswi yang saya kenal, 
ketika bertemu menanyakan pada saya nama barat apa yang harus dia pakai, ada 5 
nama yang ia pilih. Saya jawab, untuk apa pakai nama barat? Ia bilang, katanya 
kalau keluar negeri harus ada nama baratnya!
Nah  info atau gosip ini rupanya  menyebar di Tiongkok, pantas banyak mahasiswa 
Tiongkok semua pakai nama barat, beda dengan Korea dan Jepang, yang tetap 
menggunakan nama aslinya. Sampai beberapa hari lalu di harian Straits Times Lee 
Wei Ling putri Lee Kuan Yew menulis artikel yang berjudul "Untuk apa 
menggunakan nama barat?" 
     Nama Tionghoa dipilih orang tua biasanya mengandung arti dan harapan yang 
terkandung dalam benak orang tuanya, beda dengan nama barat yang sekedar meniru 
orang lain yang sudah ada, meskipun di Singapore sekarang banyak nama barat 
yang tak ada di barat sendiri, yaitu mereka-reka bunyi seperti nama barat, 
padahal nama itu di barat tak ada. 
    Nama adalah hak semua orang, tapi bila nama itu mengandung harapan orang 
tua, tidak selayaknya dibuang begitu saja, terutama untuk orang Tionghoa yang 
sangat menghormati leluhurnya. 
    Milis Budaya Tionghoa harus jadi pelopor mengembalikan kebudayaan tentang 
nama.
     Kiongchiu 




________________________________
From: David <dkh...@yahoo. com>
To: budaya_tionghua@ yahoogroups. com
Sent: Tue, March 23, 2010 3:53:20 PM
Subject: [budaya_tionghua] Re: Tanya penamaan dalam budaya Tionghua

  
Setahu owe, dalam tradisi Tionghoa, perempuan Tionghoa yang sudah menikah 
memakai nama suaminya, dengan tambahan kata Nyonya di depan nama suaminya. 
Misalnya, di kalangan Peranakan, seorang perempuan bernama (Nona) Tan Giok Nio 
menikah dengan (Baba) Lim Tjeng Hiang. Setelah menikah, namanya berubah menjadi 
Nyonya Lim Tjeng Hiang (terlahir Tan Giok Nio). Ini yang terjadi di kalangan 
Peranakan, dari tradisi turun-temurun yang diwariskan dari Tiongkok. 

Namun ada beberapa kasus dimana perempuan Tionghoa terkenal yang sudah menikah 
tetap memakai terus namanya, seperti Madame/Nyonya Sun Yat-sen (terlahir Soong 
Ching-ling) yang Fuyuan-heng sebutkan. Tapi ini adalah kasus yang luar biasa, 
yang merupakan pengecualian, yang terjadi pada orang-orang luar biasa. Orang 
biasa rata-rata memakai nama suaminya seperti contoh di atas.

Sebenarnya gejala ini bukan hal yang eksklusif Tionghoa, tetapi berlaku umum 
pada bangsa-bangsa di Asia. Ibu negara kita juga memakai nama suaminya, ibu Ani 
Bambang Yudhoyono, begitu pula istri, Imelda Marcos, janda mendiang Presiden 
Filipina Ferdinand Marcos, dan Sonia Gandhi, janda mendiang Perdana Menteri 
India Rajiv Gandhi, dll. Di sisi lain, kalau mau bicara pengecualian, di kita 
juga toch ada Megawati Soekarnoputri yang tidak mengganti namanya menjadi 
Megawati Kiemas, meski telah menikah dengan Taufik Kiemas! Namun ini lagi-lagi 
hanya contoh kasus.

Jadi, Jenny Suwandi yang menikah dengan Johan Liu dengan sendirinya namanya 
akan menjadi Jenny Liu.

Kiongchiu,
DK

--- In budaya_tionghua@ yahoogroups. com, zho...@... wrote:

Tdk, dlm tradisi Tionghoa, wanita yg menikah tetap mempertahankan nama marga 
asalnya. Seperti istri Sun Yatsen tetap dipanggil sbg Song Furen/ nyonya Song. 
Di zaman kuno dimana satu pria banyak istri, pemakaian nama marga jelas sangat 
membantu membedakan istri yg satu dng lain. 

-----Original Message-----
From: pozz...@...
Date: Sun, 21 Mar 2010 01:12:15 
To: <budaya_tionghua@ yahoogroups. com>
Subject: [budaya_tionghua] Tanya penamaan dalam budaya Tionghua

Apakah dalam budaya Tionghua nama famili suami akan ada/ditambahkan pada nama 
istri? Mis: Jenny Suwandi menikah dengan Johan Liu, akankah menjadi Jenny Liu? 
Trims.






      

Kirim email ke