[budaya_tionghua] Sejarah kartu lebaran: Merdeka Kartu Lebaran

2010-09-01 Terurut Topik hendri f isnaeni
 karcis-karcis itu tepat
waktu.

“Akhirnya diperingatkan kepada umum bahwa pada sampul-sampul karcis-karcis
Lebaran pun harus ditulis juga nama dan alamat si pengirim dengan lengkap
dan terang,” tulis *Soeara Asia*, 23 September 1943.

Setahun kemudian, kembali penguasa militer memanfaatkan momen Idul Fitri
untuk mendapat dukungan dari umat Islam di tanah air. Pada 7 September 1944,
dalam Sidang Istimewa ke-85 *Teikoku Ginkai *(Parlemen Jepang), Perdana
Menteri Koiso mengumumkan bahwa Hindia Timur (Indonesia) akan merdeka di
kemudian hari. Janji itu juga tercermin dalam kartu Lebaran. Selain berisi
ucapan “Selamat Idul Fitri”, karcis lebaran rata-rata disertai salam
“Indonesia Merdeka”.

“Slogan ‘Indonesia Merdeka’ itu ibarat obat mujarab bagi bangsa Indonesia
yang menderita selama dijajah Belanda. Kita harus memakainya dengan
baik-baik sesuai dengan petunjuk dan resep dokternya, yaitu Dai Nippon. Yang
tidak dapat ditawar lagi ialah kita harus berani dan ikhlas berkorban untuk
mencapai Indonesia merdeka itu dengan berjuang mati-matian bersama Dai
Nippon dalam perang Asia Timur Raya ini. Dai Nippon menang, Indonesia pasti
merdeka!” tulis *Tjahaja*, 22 September 1944.

Politisasi kartu Lebaran juga terjadi pada masa Orde Baru. Pada 1997, Ketua
Umum Partai Uni Demokrasi Indonesia (PUDI) Sri-Bintang Pamungkas membuat
kartu Lebaran berisi agenda politik PUDI yang menentang rezim Soeharto.
Penguasa menganggap Bintang melakukan makar. Bintang pun menghuni LP
Cipinang.

Hingga pengujung 1990-an, kartu Lebaran masih diminati hingga posisinya
mulai tergantikan oleh internet dan ponsel. Kantor Pos pun mesti
tertatih-tatih mempertahankan keberadaan kartu Lebaran, termasuk dengan
membagikannya secara gratis.*[HENDRI F. ISNAENI]
*

*Sumber:
http://www.majalah-historia.com/majalah/historia/berita-306-merdeka-kartu-lebaran.html#cn
*

*Tulisan-tulisan sejarah lainnya klik saja **
http://www.majalah-historia.com/majalah/historia/home*

*Salam, Redaksi Majalah Historia Online
*


[budaya_tionghua] sejarah bedug: Tak-tak-tak, Dung…

2010-08-30 Terurut Topik hendri f isnaeni
bedug bid’ah. Penggunaan bedug tampaknya sempat menjadi perdebatan hangat di
kalangan Islam tradisional dan modernis. NU sendiri, pada Muktamar ke-11 di
Banjarmasin Kalimantan Selatan tahun 1936, kembali mengukuhkan penggunaan
bedug dan kentongan di masjid-masjid karena diperlukan untuk syiar Islam.
Perdebatan itu, selain soal-soal lainnya, masih mengemuka pada 1950-an dan
1960-an.

Ada upaya untuk menjembatani perbedaan yang berkaitan dengan hal semacam itu
tapi tidak sepenuhnya berhasil. Sampai-sampai cendekiawan Nurcholish Madjid,
yang pada 1970-an melontarkan desakralisasi, akhirnya berkesimpulan bahwa
umat Muslim bukan hanya menyucikan bedug tapi sudah sampai menyucikan
organisasi atau partai; partai mereka yang paling benar, paling suci.

Mirisnya, pertentangan itu masih bertahan hingga bertahun-tahun kemudian.
Gara-gara bedug, pada 1987, warga Kampung Gunung Kembang di Tasikmalaya
bersitegang. Seperti ditulis Sofyan Samandawai dalam *Mikung: Bertahan dalam
Himpitan, *warga Persis menyerang praktik penggunaan bedug di masjid-masjid
NU. Sebaliknya warga NU menyerang ijtihad yang dilakukan Persis. Konflik itu
berlanjut hingga 1988, yang kemudian diselesaikan dengan pembagian wilayah
Kampung Gunung Kembang secara administratif.

Perdebatan mengenai bedug mulai mereda sekarang. Peran bedug sudah
tergantikan dengan pengeras suara. Tapi ada sejumlah masjid yang tetap
menabuhkan bedug dan kentongan sebagai pembuka azan. Ia juga dianggap
sebagai praktik budaya dan seni, yang ditabuhkan untuk menyambut bulan
Ramadan dan Idulfitri. *[HENDRI F. ISNAENI]*

*Sumber:
http://www.majalah-historia.com/majalah/historia/berita-304-taktaktak-dung%E2%80%A6.html
*

*Untuk tulisan-tulisan sejarah lainnya:
http://www.majalah-historia.com/majalah/historia/home*

*Salam, Redaksi Majalah Historia Online
*


[budaya_tionghua] sejarah baju koko: Koko Masuk Islam

2010-08-30 Terurut Topik hendri f isnaeni
 *assalamu’alaikum*,” tulis M. Imadun Rahmat dalam *Arus Baru Islam
Radikal.*

Sejak saat itu hingga kini pemakaian baju koko kian masif. Ia hampir menjadi
pakaian resmi beribadah. Seperti kata Rosid, sebagian besar yang salat di
masjid pakai baju koko. Baju koko menjadi komoditas yang menggiurkan,
terutama menjelang lebaran, karena tradisi tunjangan hari raya (THR),
salahsatunya dengan baju koko untuk dipakai salat Id.

Pemakaian baju koko tidak hanya untuk beribadah. Tapi, menjadi seragam
sekolah SMP dan SMA setiap hari Jumat. Juga, di beberapa daerah seperti di
Kabupaten Pamekasan Jawa Timur, Kabupaten Maros Sulawesi Selatan; Kabupaten
Cianjur dan Kabupaten Indramayu Jawa Barat; baju koko menjadi seragam wajib
bagi pegawai negeri sipil setiap hari Jumat.

Baju koko yang tiada lain adalah modifikasi dari* tui-khim*, baju harian *
cokin* dan telah ditanggalkan, kini begitu Islami. *[HENDRI F. ISNAENI]*

*Sumber:
http://www.majalah-historia.com/majalah/historia/berita-302-koko-masuk-islam.html
*

*Untuk tulisan-tulisan sejarah lainnya klik saja :
http://www.majalah-historia.com/majalah/historia/home*

*Salam, Redaksi Majalah Historia Online
*


[budaya_tionghua] Yang baru di Majalah HistoriA

2010-07-02 Terurut Topik hendri f isnaeni
*Rasisme di Titik Nol*

--Nelson Mandela berjuang keras melawan politik apartheid. Dia menggunakan
olahraga untuk mempersatukan negerinya.

Selengkapnya
http://www.majalah-historia.com/majalah/historia/berita-264-rasisme-di-titik-nol.html

*Sel, Etika, dan Sains*
*
*
--Benturan batasan etik dan sains dalam eksperimen subjek manusia
membawa kesadaran untuk menjaga hak-hak pasien/subjek penelitian.

Selengkapnya
http://www.majalah-historia.com/majalah/historia/berita-263-sel-etik-dan-sains-.html


Selamat Membaca!

Salam, Redaksi Majalah HistoriA


[budaya_tionghua] Perjanjian Diplomatik yang Dilupakan

2010-06-02 Terurut Topik hendri f isnaeni
Tahun ini Indonesia–Rusia memperingati 60 tahun hubungan diplomatiknya.
Peringatan yang ahistoris?

Kisah hubungan dua negeri ini diwarnai pasang surut. Masa-masa bulan madu
hubungan Indonesia-Uni Soviet terjadi pada era pemerintahan Sukarno.
Hubungan itu kian merenggang saat Soeharto memimpin negeri ini.

Sejarah hubungan diplomatik Indonesia-Uni Soviet berdasarkan versi
pemerintah bemula pada 24 Desember 1949 ketika pemerintah Uni Soviet
menerima pesan resmi mengenai kesepakatan hubungan antara Belanda dan
Indonesia. Setelah itu, Menteri Luar Negeri Uni Soviet Andrei Vyshinsky
mengirimkan telegram kepada Perdana Menteri dan Menteri Luar Negeri Republik
Indonesia Mohammad Hatta.

Telegram tersebut berbunyi, “Atas nama pemerintah Uni Soviet, saya dengan
hormat menginformasikan kepada Anda, sejak pengakuan kedaulatan Republik
Indonesia pada 27 Desember 1949 di Den Haag, Belanda, pemerintah Uni Soviet
memutuskan mengakui kedaulatan dan kemerdekaan Republik Indonesia dan akan
membangun hubungan diplomatik dengan Indonesia.”

Kemudian pada 2 Februari 1950 diselenggarakan sidang kabinet menteri
Republik Indonesia untuk membahas telegram dari Uni Soviet itu. Dalam
telegram jawaban yang dikirim dari Jakarta ke Moskow pada tanggal 3
Februari 1950, Menteri Luar Negeri Republik Indonesia Mohammad Hatta
memastikan telah menerima telegram keputusan Pemerintah Uni Soviet yang
mengakui Republik Indonesia sebagai negara merdeka dan berdaulat dan
merencanakan menjalin hubungan diplomatik dengan pihak Uni Soviet. Balasan
pemerintah RI itulah yang dijadikan tonggak resmi pembukaan hubungan
diplomatik kedua negara.

Jika menilik lebih jauh ke belakang, hubungan Indonesia dengan Uni Soviet
sebenarnya telah dirintis oleh Soeripno dengan Duta Uni Soviet di Praha,
Silin, pada 22 Mei 1948. Namun hubungan yang telah terjalin itu tidak diakui
secara resmi oleh pemerintah Indonesia. Penandatanganan hubungan diplomatik
Indonesia dengan Uni Soviet dianggap di luar dugaan.


selengkapnya
http://www.majalah-historia.com/majalah/historia/berita-250-perjanjian-diplomatik-yang-dilupakan.html


Salam,

Redaksi Majalah Historia Online

www.majalah-historia.com
*

Jalan Raya Kebayoran Lama
No. 18 CD Jakarta Selatan 12220

p. +62.21.722 1041
f. +62.21.722 3760
e-mail: reda...@majalah-historia.com

*


[budaya_tionghua] Kursus Menulis Sejarah

2010-05-27 Terurut Topik hendri f isnaeni
KURSUS MENULIS SEJARAH
Jakarta, 8 – 11 Juni 2010

Selama 32 tahun Orde Baru pernah menggunakan sejarah untuk melegitimasi
kekuasaannya. Sejarah dihadirkan sebagai propaganda, bukan ilmu. Bahkan,
penguasa melarang sejarah alternatif yang digunakan oleh sejarawan lain
untuk menandingi sejarah versi pemerintah. Lebih dari itu, rezim Orde Baru
juga membredel media massa yang melawannya dan membuat mereka bungkam.

Setelah kejatuhan Soeharto, sejarawan terlibat dalam pertarungan sejarah.
Sumber alternatif juga bermunculan. Suara pelaku atau korban keluar dalam
bentuk biografi atau memoar. Tapi, perkembangan ini justru membuat
masyarakat bingung, juga wartawan. Ada banyak versi sejarah; mana yang harus
diikuti? Lantas, bagaimana menulis persoalan sejarah dalam konteks masa
kini? Bagaimana metodenya, dan sebagainya.

Pelatihan ini dimaksudkan untuk meningkatkan kemampuan wartawan, aktivis,
penulis dan para peminat sejarah dalam penulisan sejarah. Kursus akan
memberikan dasar-dasar historiografi, teori dan metodologinya, bagaimana
mencari dan memilih sumber, serta mengemasnya dalam berita yang enak dibaca
sekaligus dalam. Pelatihan ini akan dilengkapi dengan teknik interpretasi
atas dokumentasi visual seperti foto dan film dokumenter.

Kursus ini akan dilakukan selama empat hari dengan sesi pertemuan dua sessi
sehari. Akan lebih banyak diskusi ketimbang pemberian materi atau teori.
Instruktur utama akan memimpin dan mengarahkan diskusi, sementara instruktur
tamu memberikan materi-materi yang dibutuhkan dalam penulisan sejarah.

INSTRUKTUR

Gerry van Klinken kini peneliti di Koninklijk Instituut voor Taal,- Land en
Volkenkunde (AkademiKITLV) Leiden, Belanda. Setelah meraih gelar master
dalam bidang geofisika dari Macquarie University, Sydney (1978) ia mengajar
fisika di beberapa universitas di Malaysia dan Indonesia (1979 – 1991). Pada
1996 Klinken mulai mengalihkan perhatiannya kepada kajian Asia setelah ia
lulus doktor dalam bidang sejarah Indonesia dari Griffith University,
Brisbane. Setelah itu ia mulai mengajar dan melakukan penelitian dalam
bidang sejarah di berbagai universitas di Brisbane, Sydney, Canberra,
Yogyakarta (Indonesia), dan sekarang di Leiden.

Sejak 1998 ia terlibat aktif sebagai komentator yang memokuskan perhatiannya
pada masalah Indonesia di berbagai media massa di Australia. Sejak 1996 –
2002 Klinken bekerja sebagai editor di majalah Inside Indonesia. Pada
2002-2004 ia menjadi research advisor untuk Komisi Kebenaran dan
Rekonsiliasi di Timor Leste (CAVR).

Bonnie Triyana, pemimpin redaksi majalah Historia online (
www.majalah-historia.com) kelahiran Rangkasbitung, Banten. Pernah bekerja
sebagai wartawan di beberapa media massa. Alumnus jurusan sejarah
Universitas Diponegoro, Semarang. Mengelola Masyarakat Indonesia Sadar
Sejarah (Mesiass) di Semarang. Ia co-editor Revolusi Belum Selesai, Kumpulan
Pidato Presiden Soekarno (30 September 1965-Pelengkap Nawaksara). Turut
menulis dan menjadi penyunting sejumlah buku. Menulis kolom untuk Majalah
TEMPO dan beberapa penerbitan lainnya.

INSTRUKTUR TAMU

Fadjar Ibnu Thufail, antropolog Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI).
Lulus PhD dari University of Wisconsin-Madison, Amerika Serikat. Pernah
menjadi peneliti tamu di Max Planck Institute di Hale, Jerman. Menulis
artikel di berbagai media massa nasional dan di beberapa jurnal ilmiah
internasional.

JJ Rizal, sejarawan, kolumnis yang kerapkali menulis kolom sejarah di
berbagai media massa nasional di Jakarta. Pernah menjadi kolumnis untuk
Moesson Het Indisch Maandblad di Belanda Penerima Anugerah Budaya dari
Pemerintah DKI Jakarta (2009) ini mengelola penerbitan Komunitas Bambu yang
banyak menerbitkan buku-buku sejarah dan budaya.

Teguh Santosa, wartawan, pemimpin redaksi RakyatMerdeka.co.id. Alumnus Ilmu
Politik University Hawaii at Manoa, Amerika Serikat dengan konsentrasi studi
Futures Studies. Malang melintang sebagai wartawan yang meliput konflik di
berbagai belahan dunia.

SYARAT DAN BIAYA

Peserta terbiasa dengan dunia tulis-menulis. Entah menulis di blog, makalah,
buku harian atau media. Mereka juga terbiasa melakukan riset dan akrab
dengan internet. Latar belakang bisa dari berbagai disiplin ilmu, minat atau
profesi. Setiap peserta yang akan ikut setidaknya sudah memiliki tema
penulisan dan atau mengirimkan contoh tulisan bertema sejarah. Ide itu akan
didiskusikan dalam tiap sesi, dan hasil akhirnya adalah sebuah tulisan 3.000
kata –tidak harus selesai dalam sesi itu. Biaya Rp 2,5 juta (konsumsi +
fotocopy materi). Peserta dibatasi maksimal 20 orang.


INFORMASI DAN PENDAFTARAN

Kantor Redaksi Majalah Historia Online
Gedung Strategy Jl. Raya Kebayoran Lama No. 18 CD-Lt. 2C
Jakarta Selatan
Telp : +62 21 7221041 (MF Mukthi)
Hp : +62 856 887 0011 (MF Mukthi) atau +62818 0637 0121 (Hendri)

Email: laya...@majalah-historia.com
**
Kawan-kawan, bagi yang belum mendaftar segeralah mendaftar. Berikut ini saya
sertakan jadwal dan materi kursus menulis sejarah.

Tabik

JADWAL KEGIATAN DAN MATERI