Re: [budaya_tionghua] Fw: [Politik_Tionghoa] Re: Mengapa harus mengharamkah istilah Pribumi dan Non Pribumi?
Pak Asahan, Saya hanya ingin menekankan: setiap istilah, mungkin asalnya netral, tapi setelah luas dipakai masyarakat, dia akan mengalami perkembangan, bisa positif bisa negatif. kita tidak bisa mengesampingkan konteks sosial yang membebani satu istilah begitu saja. Contohnya istilah Cina, bagi orang diluar Jawa, mungkin biasa memakai istilah ini, tapi orang jawa biasanya memakai istilah JOWO atau Cinten. sebelum orde baru, jika mereka memakai bahasa Indonesia, mereka akan memakai istilah Tionghoa, istilah Cina dipakai hanya saat dia marah. namun sejak orde baru, istilah tionghoa dilarang, istilah Cina disodorkan paksa oleh pemerintah rezim militer,istilah ini dipopulerkan denganmaksud merendahkan dan mendeskreditkan.sekarang, jika kita menolak istilah Cina, inikarena kita menolak konteks politik yang terkandung di dalamnya. sama seperti orang Hitam amerika menolak istilah Negro. Demikian juga dengan istilah Pribumi. selama ini, istilah ini banyak dipakai oleh rezim Orba dan kalangan rasialis untuk mempertentangkanorang tionghoa dan non Tionghoa. jikatokoh politikmelontarkan istilah Pribumi non pribumi, pasti ada maksud tersembunyi dibalik perkataan itu. tendensinya selalukearah negatif. ini tidak boleh kitapungkiri. sekarang, karena sering mendapatsorotan masyarakat yang kritis,supaya tidak terlihatrasialis, merekamenghindari istilah ini. tapi mereka pintar mencari pengganti istilah:,istilah Pribumi diganti istilah Kaum Islam. Non Pribumi pun diganti istilah Non Islam.lihat kalimat ini :" selama orde baru, Kaum Islam terpinggirkan dalam bidang ekonomi!" Jika sebuah istilah sudah terdestorsi sedemikina jauh,apa manfaatnya kitaterus mempertahankan? Pak asahan, bagaimana jika istilah Pribumi sering dipakai orang untuk memaki dan merendahkan? misalnya disamakan dengan Istilah " barbar", sehingga muncul ungkapan:" dasar Pribumi!!", apakahBapak masih senang mendengar disebut Pribumi? salam, Zhou Fy - Original Message - From: BISAI Dan sekarang lagi-lagi saya terpaksa dan sangat terpaksa bicara soal kata pribumi. Saudara punya dalil, bahwa bila tidak mau mengharamkan kata pribumi adalah rasialist. Saya berpendirian, tidak seorang manusiapun yang berhak mengharamkan sebuah kata biasa yang adalah kepunyaan perbendaraan kata-kata bahasa Indonesia, milik orang Indonesia, lalu demi kepentingan politiktiba-tiba diharamkan untuk memenuhi kebutuhan satu etnis lain. Pun, Habibi tidakpunya hak demikianmeskipun dia seorang Presiden pada waktunya yang juga sekaligus produk terbesar dari Orde Baru itu. Saudara Mayat, seperti juga orang-orang yang sepikiran dengan saudara, saudara ingin mempertahankan peninggalan murtad Orde Baru itu yang saudara anggap anti rasialist. Dari sudut pandang sempit bertolak dari kepentingan satu etnis semata-mata, tentu saudara akan menghalalkan dan mengharamkan semua saja menurut cita rasa golongan saudara sendiri, kepentingan dan keuntungan golongan saudara sendiri. Tapi Indonesia tidak cuma mengurusi satu etnis saja, memanjakan satu etnis saja, memperhatikan keluhan satu etnis saja. Dengan mentalitas yang demikian, etnis yang saudara wakili, setiap hari akan menambah musuh dan bukan memperbanyak kawan dan kalau begitu alangkah kasihannya dengan golongan etnis Cina yang lainnya yang dengan sepenuh hati dan jujur, rendah hati dan tulus untuk menyatukan diri dengan etnis-etnis Indonesia yang lainnya, dengan bangsa Indonesia, akan jadi sasaran kerusuhan rasial sepanjang masa akibat ulah golongan etnis yang punya mentalitas seperti saudara. Percayalah, semua orang yang masih waras,masih normal, tidak akan memperdulikan budaya stempel saudara yang main hitam putih, main cap asal tidak sependapat dengan pikiran saudara atau etnis Cina. Betapa naif-nya kesimpulan saudara yang mengatakan, bila tidak mengharamkan atau menghilangkan kata pribumi akan memberi peluang bagi rasisme. Kata pribumi adalah milik bangsa Indonesia yang berada dalam perbendaharaan kata-katanya, dan bukan milik Habibi, bukan milik kaum kolonialis lama maupun baru dan juga bukan milik orang Cina. Tapi kalau saudara ingin setia pada Habibi yang dedengkot Orba itu, silahkan saja dan bagi saya perdebatan ini tidaklah sia-sia, karena saya menjadi lebih tahu di mana saudara berdiri meskipun dalam omongan sepertinya juga mengumpat Orba dan saya saudara tuduh sebagai yang "menjalankan project rasialis anti tionghoa". Orang-orang sebangsa saya bila ingin berhianapun tidak mungkin dan akan mati. Kami tidak punya jalan lain kecuali tetap setia asahan aidit. - Original Message - From: ChanCT To: Asahan Aidit Sent: Tuesday, September 13, 2005 4:20 AM Subject: Fw: [Politik_Tionghoa] Re: Mengapa harus mengharamkah istilah Pribumi dan Non Pribumi? - Original Message - From: mayatperempuan To: [EMAIL PROTECTED]com Sent:
[budaya_tionghua] Fw: [Politik_Tionghoa] Re: Mengapa harus mengharamkah istilah Pribumi dan Non Pribumi?
Saudara Mayat Yt.hormat. Ah, nama persembunyian saudara sungguh menakutkan. Tapi apalah arti sebuah nama. Saya akan menanggapi komentar saudara sambil berkelakar saja menyesuaikan diri dengan gaya saudara yang sebelumnya sudah sedikit saya kenal di mulis BT. Rupanya saudara termasuk penganut budaya stempel. Saudara mempunyai dua buah stempel: yang satu dengan tinta Cinadan satunya lagi dengan cat putih. Saudara memulai dengan basa-basi dengan stempel putih saudara yang seakan mengangkat uraian saya dan lalu dengan cepat saudara mengayunkan tangan kuat-kuat dan...Plok! "bung Asahah Aidit ternyata melaksanakan project rasialist anti tionghoa" tentu saja dengan stempel tinta Cina. Tidak secuil argumentasi ataupun petikan kata-kata dari saya yang saudara gunakan sebagai alasan saudara, mengapa saya dianggap melaksanakan ""project rasialist anti tionghoa". Tentu dengan stempel hitam yang saudara gunakan itu, saudara bayangkan bahwa saudara telah menjatuhkan bom di atas kepala sayayang sebelum bom itu meledak saudara tulisi dengan huruf-huruf besar "pembunuhan karakter" agar saya runtuh. Ya, saudara Mayat, bukan saya berlagak hebat, tapi selama sepuluh tahunperang Vietnam, hampir setiap hari saya mendengar jatuhan bom yang kadang-kadang cuma puluhan meter jaraknya dari lubang perlindungan. Alhamdulillah saya masih dilindungi Tuhah dan diberi hidup hingga kini.Tapi bom yang saudara jatuhkan meskipun bunyinya seperti suara pistol beneran,tapi pelurunya cuma dari kertas yang dikunyah kunyah duluan lalu dimasukkan ke tabung bambu atau sumpitan anak-anak,lalu disodok...bum!. Peluru kertasnya bertaburan yang semula saudara maksudkan, untuk membunuh karakter saya. Tipikal cara yang sering digunakan oleh orang-orang yang menjadi panik kehilangan argumentasi dan lalu main kasar sambil memberikan cap-cap (tapi saudara menggunakan stempel kuno) secara membabi buta dan itu saudara anggap hebat dan akan mempengaruhi banyak orang. Cara demikian sudah sangat klassik dan saya anjurkan pada saudara janganlah berpikir bahwa pembaca itu bodoh semuanya hingga mudah saudara bawa kemana saja menuruti gertakan saudara. Dunia sudah sangat berubah, demikian pula manusianya, generasinya. Sentimen, emosi, gertak, tidak ada lagi tempatnya dalam perbincangan serius untuk mencari kebenaran. Biasakanlah menggunakan argumen yang baik, analisa yang jernih dan jangan cepat main maki, main cap, main hitam putih hanya oleh karena tidak sependapat dengan orang lain.Tapi rupanya modal terbesar satu-satunyayang saudara miliki adalah kepekaan yang berlebih lebihan. Sedikit sedikit, belum apa-apa asal terasa etnis Cina disinggung, mesin otomatisnya langsung bunyi: anti Cina! rasialist! hayy, bikin orang takut saja. Saya sudah pernah bilang, untuk memerangi rasialist, anti Cina ,tidak bisa dengan cara menakut nakuti orang agar takut dituduh rasialist. Dan juga saya pernah bilang apakah Cina itu sejenis super etnis, tidak boleh dikritik, tidak bolehdicela dan hanya harus dipuja dan dikagumi saja. Untuk menjadi teman Cina yang bersih anti Cina, seseorang harus diawasi dan diteliti kata-katanya,diperiksa sikapnya, dihitung puji-pujiannya,seolah bersahabat dengan Cina seperti bersahabat dengan Nabi atau anakTuhan. Wah, capek sekali kalo gitubetemen ame Cina. Tapi dalam kenyataan, di Indonesia selalu terdapat dua macam Cina: Cina yang merakyat yang secara wajar dan alamiah ingin menjadi orang Indonesia, merasa orang Indonesia, rendah hati dan tidak angkuh dan sungguh aneh, kadang-kadang Cina yang begini sering-sering asalnya adalah Cina totok, nggak bisa bahasa Indonesia sepatahpun tapi berasedia menjadi orang Indonesia secara sungguh-sungguh dan nggak pernah merasa dirinya di diskriminasi. Pengalaman demikian, temasuk yang keluarga kami alami sendiri. Sedangkan Cina jenis kedua dengan ciri-ciri arogan bukan kepalang, biasanya yang kaya-kaya(tentu tidak semuanya) dan dari pagi hingga petang cuma curiga dan merasa didiskriminasi dan mem-phoby-kan semua orang yang tidak mengaguminya, kurang memperhatikannya, merasa dirinya selalu diabaikan dan seperti yang saya katakan tadi, pekanya bukan alang kepalang dan selalu dihantui merasa didiskriminasi selama 24 jam. Memang jenis ini merasa hidupnya tidak aman, penuh curiga, tidak bisa bersahabat dengan tulus dengan pribumi. Dan sekarang lagi-lagi saya terpaksa dan sangat terpaksa bicara soal kata pribumi. Saudara punya dalil, bahwa bila tidak mau mengharamkan kata pribumi adalah rasialist. Saya berpendirian, tidak seorang manusiapun yang berhak mengharamkan sebuah kata biasa yang adalah kepunyaan perbendaraan kata-kata bahasa Indonesia, milik orang Indonesia, lalu demi kepentingan politiktiba-tiba diharamkan untuk memenuhi kebutuhan satu etnis lain. Pun, Habibi tidakpunya hak demikianmeskipun dia seorang Presiden pada waktunya yang juga sekaligus produk terbesar dari Orde Baru itu. Saudara Mayat, seperti juga orang-orang yang sepikiran