Re: [budaya_tionghua] Fw: [Politik_Tionghoa] Re: Mengapa harus mengharamkah istilah Pribumi dan Non Pribumi?

2005-09-14 Terurut Topik skala selaras





Pak Asahan, 

Saya hanya ingin menekankan: setiap istilah, mungkin asalnya 
netral, tapi setelah luas dipakai masyarakat, dia akan mengalami perkembangan, 
bisa positif bisa negatif. kita tidak bisa mengesampingkan konteks sosial yang 
membebani satu istilah begitu saja. 

Contohnya istilah Cina, bagi orang diluar Jawa, mungkin biasa 
memakai istilah ini, tapi orang jawa biasanya memakai istilah JOWO atau Cinten. 
sebelum orde baru, jika mereka memakai bahasa Indonesia, mereka akan memakai 
istilah Tionghoa, istilah Cina dipakai hanya saat dia marah. namun sejak orde 
baru, istilah tionghoa dilarang, istilah Cina disodorkan paksa oleh pemerintah 
rezim militer,istilah ini dipopulerkan denganmaksud merendahkan dan 
mendeskreditkan.sekarang, jika kita menolak istilah Cina, inikarena 
kita menolak konteks politik yang terkandung di dalamnya. sama seperti orang 
Hitam amerika menolak istilah Negro.

Demikian juga dengan istilah Pribumi. selama ini, istilah ini 
banyak dipakai oleh rezim Orba dan kalangan rasialis untuk 
mempertentangkanorang tionghoa dan non Tionghoa. jikatokoh 
politikmelontarkan istilah Pribumi non pribumi, pasti ada maksud 
tersembunyi dibalik perkataan itu. tendensinya selalukearah negatif. ini 
tidak boleh kitapungkiri. sekarang, karena sering mendapatsorotan 
masyarakat yang kritis,supaya tidak terlihatrasialis, 
merekamenghindari istilah ini. tapi mereka pintar mencari pengganti 
istilah:,istilah Pribumi diganti istilah Kaum Islam. Non Pribumi pun 
diganti istilah Non Islam.lihat kalimat ini :" selama orde baru, Kaum 
Islam terpinggirkan dalam bidang ekonomi!"

Jika sebuah istilah sudah terdestorsi sedemikina 
jauh,apa manfaatnya kitaterus mempertahankan? Pak asahan, bagaimana 
jika istilah Pribumi sering dipakai orang untuk memaki dan merendahkan? misalnya 
disamakan dengan Istilah " barbar", sehingga muncul ungkapan:" dasar Pribumi!!", 
apakahBapak masih senang mendengar disebut Pribumi?

salam,
Zhou Fy

  - Original Message - 
  From: 
  BISAI 
  
  Dan sekarang lagi-lagi saya terpaksa dan sangat terpaksa 
  bicara soal kata pribumi. Saudara punya dalil, bahwa bila tidak mau 
  mengharamkan kata pribumi adalah rasialist. Saya berpendirian, 
  tidak seorang manusiapun yang berhak mengharamkan sebuah kata biasa yang 
  adalah kepunyaan perbendaraan kata-kata bahasa Indonesia, milik orang 
  Indonesia, lalu demi kepentingan politiktiba-tiba diharamkan untuk 
  memenuhi kebutuhan satu etnis lain. 
  Pun, Habibi tidakpunya hak demikianmeskipun 
  dia seorang Presiden pada waktunya yang juga sekaligus produk terbesar dari 
  Orde Baru itu. Saudara Mayat, seperti juga orang-orang yang sepikiran dengan 
  saudara, saudara ingin mempertahankan peninggalan murtad Orde Baru itu yang 
  saudara anggap anti rasialist. Dari sudut pandang sempit bertolak dari 
  kepentingan satu etnis semata-mata, tentu saudara akan menghalalkan dan 
  mengharamkan semua saja menurut cita rasa golongan saudara sendiri, 
  kepentingan dan keuntungan golongan saudara sendiri. Tapi Indonesia tidak cuma 
  mengurusi satu etnis saja, memanjakan satu etnis saja, memperhatikan keluhan 
  satu etnis saja. 
  Dengan mentalitas yang demikian, etnis yang saudara 
  wakili, setiap hari akan menambah musuh dan bukan memperbanyak kawan dan kalau 
  begitu alangkah kasihannya dengan golongan etnis Cina yang lainnya yang dengan 
  sepenuh hati dan jujur, rendah hati dan tulus untuk menyatukan diri dengan 
  etnis-etnis Indonesia yang lainnya, dengan bangsa Indonesia, akan jadi sasaran 
  kerusuhan rasial sepanjang masa akibat ulah golongan etnis yang punya 
  mentalitas seperti saudara. Percayalah, semua orang yang masih waras,masih 
  normal, tidak akan memperdulikan budaya stempel saudara yang main hitam putih, 
  main cap asal tidak sependapat dengan pikiran saudara atau etnis Cina. 
  Betapa naif-nya kesimpulan saudara yang mengatakan, bila tidak mengharamkan 
  atau menghilangkan kata pribumi akan memberi peluang bagi rasisme. 
  Kata pribumi adalah milik bangsa Indonesia yang berada dalam 
  perbendaharaan kata-katanya, dan bukan milik Habibi, bukan milik kaum 
  kolonialis lama maupun baru dan juga bukan milik orang Cina. Tapi kalau 
  saudara ingin setia pada Habibi yang dedengkot Orba itu, silahkan saja dan 
  bagi saya perdebatan ini tidaklah sia-sia, karena saya menjadi lebih tahu di 
  mana saudara berdiri meskipun dalam omongan sepertinya juga mengumpat Orba dan 
  saya saudara tuduh sebagai yang "menjalankan project rasialis anti tionghoa". 
  Orang-orang sebangsa saya bila ingin berhianapun tidak mungkin dan akan mati. 
  Kami tidak punya jalan lain kecuali tetap setia 
  
  asahan aidit.
  
  - Original Message - 
  
  From: ChanCT 

  To: Asahan Aidit 
  Sent: Tuesday, September 13, 2005 4:20 AM
  Subject: Fw: [Politik_Tionghoa] Re: Mengapa harus mengharamkah 
  istilah Pribumi dan Non Pribumi?
  
  
  - Original Message - 
  From: mayatperempuan 
  To: [EMAIL PROTECTED]com 
  Sent: 

[budaya_tionghua] Fw: [Politik_Tionghoa] Re: Mengapa harus mengharamkah istilah Pribumi dan Non Pribumi?

2005-09-13 Terurut Topik BISAI





Saudara Mayat Yt.hormat.
Ah, nama persembunyian saudara sungguh menakutkan. Tapi 
apalah arti sebuah nama. Saya akan menanggapi komentar saudara sambil 
berkelakar saja menyesuaikan diri dengan gaya saudara yang sebelumnya sudah 
sedikit saya kenal di mulis BT. Rupanya saudara termasuk penganut budaya 
stempel. Saudara mempunyai dua buah stempel: yang satu dengan 
tinta
Cinadan satunya lagi dengan cat putih. 
Saudara memulai dengan basa-basi dengan stempel putih 
saudara yang seakan mengangkat uraian saya dan lalu dengan cepat saudara 
mengayunkan tangan kuat-kuat dan...Plok! "bung Asahah 
Aidit ternyata melaksanakan project rasialist anti 
tionghoa" tentu saja dengan stempel tinta Cina. Tidak secuil 
argumentasi ataupun petikan kata-kata dari saya yang saudara gunakan 
sebagai alasan saudara, mengapa saya dianggap melaksanakan ""project rasialist 
anti tionghoa". Tentu dengan stempel hitam yang saudara gunakan itu, saudara 
bayangkan bahwa saudara telah menjatuhkan bom di atas kepala sayayang 
sebelum bom itu meledak saudara tulisi dengan huruf-huruf besar "pembunuhan 
karakter" agar saya runtuh. Ya, saudara Mayat, bukan saya berlagak hebat, tapi 
selama sepuluh tahunperang Vietnam, hampir setiap hari saya mendengar 
jatuhan bom yang kadang-kadang cuma puluhan meter jaraknya dari lubang 
perlindungan. Alhamdulillah saya masih dilindungi Tuhah dan diberi hidup hingga 
kini.Tapi bom yang saudara jatuhkan meskipun bunyinya seperti suara pistol 
beneran,tapi pelurunya cuma dari kertas yang dikunyah kunyah duluan lalu 
dimasukkan ke tabung bambu atau sumpitan anak-anak,lalu disodok...bum!. 
Peluru kertasnya bertaburan yang semula saudara maksudkan, untuk membunuh 
karakter saya. Tipikal cara yang sering digunakan oleh orang-orang yang menjadi 
panik kehilangan argumentasi dan lalu main kasar sambil memberikan cap-cap (tapi 
saudara menggunakan stempel kuno) secara membabi buta dan itu saudara anggap 
hebat dan akan mempengaruhi banyak orang. 
Cara demikian sudah sangat klassik dan saya anjurkan pada 
saudara janganlah berpikir bahwa pembaca itu bodoh semuanya hingga mudah saudara 
bawa kemana saja menuruti gertakan saudara. Dunia sudah sangat berubah, demikian 
pula manusianya, generasinya. Sentimen, emosi, gertak, tidak ada lagi tempatnya 
dalam perbincangan serius untuk mencari kebenaran. Biasakanlah menggunakan 
argumen yang baik, analisa yang jernih dan jangan cepat main maki, main cap, 
main hitam putih hanya oleh karena tidak sependapat dengan orang lain.Tapi 
rupanya modal terbesar satu-satunyayang saudara miliki adalah kepekaan 
yang berlebih lebihan. Sedikit sedikit, belum apa-apa asal terasa etnis Cina 
disinggung, mesin otomatisnya langsung bunyi: anti Cina! rasialist! 
hayy, bikin orang takut saja. Saya sudah pernah bilang, untuk 
memerangi rasialist, anti Cina ,tidak bisa dengan cara menakut nakuti 
orang agar takut dituduh rasialist. Dan juga saya pernah bilang apakah Cina itu 
sejenis super etnis, tidak boleh dikritik, tidak bolehdicela dan hanya 
harus dipuja dan dikagumi saja. Untuk menjadi teman Cina yang bersih anti Cina, 
seseorang harus diawasi dan diteliti kata-katanya,diperiksa sikapnya, dihitung 
puji-pujiannya,seolah bersahabat dengan Cina seperti bersahabat 
dengan Nabi atau anakTuhan. Wah, capek sekali kalo gitubetemen ame 
Cina. Tapi dalam kenyataan, di Indonesia selalu terdapat dua macam Cina: Cina 
yang merakyat yang secara wajar dan alamiah ingin menjadi orang Indonesia, 
merasa orang Indonesia, rendah hati dan tidak angkuh dan sungguh aneh, 
kadang-kadang Cina yang begini sering-sering asalnya adalah Cina totok, nggak 
bisa bahasa Indonesia sepatahpun tapi berasedia menjadi orang Indonesia secara 
sungguh-sungguh dan nggak pernah merasa dirinya di diskriminasi. Pengalaman 
demikian, temasuk yang keluarga kami alami sendiri. Sedangkan Cina jenis 
kedua dengan ciri-ciri arogan bukan kepalang, biasanya yang kaya-kaya(tentu 
tidak semuanya) dan dari pagi hingga petang cuma curiga dan merasa 
didiskriminasi dan mem-phoby-kan semua orang yang tidak mengaguminya, kurang 
memperhatikannya, merasa dirinya selalu diabaikan dan seperti yang saya katakan 
tadi, pekanya bukan alang kepalang dan selalu dihantui merasa 
didiskriminasi selama 24 jam. Memang jenis ini merasa hidupnya tidak aman, penuh 
curiga, tidak bisa bersahabat dengan tulus dengan pribumi.
Dan sekarang lagi-lagi saya terpaksa dan sangat terpaksa 
bicara soal kata pribumi. Saudara punya dalil, bahwa bila tidak mau 
mengharamkan kata pribumi adalah rasialist. Saya berpendirian, tidak 
seorang manusiapun yang berhak mengharamkan sebuah kata biasa yang adalah 
kepunyaan perbendaraan kata-kata bahasa Indonesia, milik orang Indonesia, lalu 
demi kepentingan politiktiba-tiba diharamkan untuk memenuhi kebutuhan satu 
etnis lain. 
Pun, Habibi tidakpunya hak demikianmeskipun 
dia seorang Presiden pada waktunya yang juga sekaligus produk terbesar dari Orde 
Baru itu. Saudara Mayat, seperti juga orang-orang yang sepikiran