Re: [budaya_tionghua] Re: Tionghoa ter-paksa ganti nama, mari melihat ke depan.
yah benar, saya sendiri yang tidak ganti nama merasakan tekanan lingkungan. untung saja saya dari SMP saya sekolah di swasta yang mayoritas Tionghoa, tekanan sedikit berkurang. dan setelah lulus juga bekerja sendiri, proyeknya hanya berhubungan dng swasta. tapi saat saya ikut kegiatan extra campus, saya sempat merasakan sorotan mata orang2 yang aneh setiap nama saya disebut, karena bagaimanapun yang tdk ganti nama adalah minoritas. ZFy > Saya jadi nimbrung lagi,e > Masalah ganti nama semua orang sudah tahu, mengapa, > untuk apa, siapa yang mengharuskan, siapa yang merasa > ganti sendiri dll. > Sebetulnya dari diskusi sudah kelihatan, kapan > peraturan dibuat, siapa penganjurnya, lalu untuk apa > ada sumpah setia kalau bukan "paksaan"? > Hanya sayang sering dalam milis ini masalah yang sudah > semua sepakat, kecuali satu dua orang, lalu dipelintir > sehingga menjadi debat kusir. > Bagi yang suka ganti nama, peraturan ganti nama tak > terasa apa-apa, tapi bagi yang tidak rela ganti nama > tapi terpaksa karena lingkungan mengancam, itu sudah > pelanggaran hak azasi manusia yang paling dasar. > Muncul lagi komentar, siapa yang maksa, kalau presiden > yang maksa kenapa tidak diajukan kepangadilan? Orang > demikian sebenarnya sudah merasa kalah dalam debat > hanya ingin berputar-putar saja. Coba siapa yang bisa .: Forum Diskusi Budaya Tionghua dan Sejarah Tiongkok :. .: Kunjungi website global : http://www.budaya-tionghoa.org :. .: Untuk bergabung : http://groups.yahoo.com/group/budaya_tionghua :. .: Jaringan pertemanan Friendster : [EMAIL PROTECTED] :. SPONSORED LINKS Indonesia Culture Chinese YAHOO! GROUPS LINKS Visit your group "budaya_tionghua" on the web. To unsubscribe from this group, send an email to: [EMAIL PROTECTED] Your use of Yahoo! Groups is subject to the Yahoo! Terms of Service.
Re: [budaya_tionghua] Re: Tionghoa ter-paksa ganti nama, mari melihat ke depan.
Saya jadi nimbrung lagi, Masalah ganti nama semua orang sudah tahu, mengapa, untuk apa, siapa yang mengharuskan, siapa yang merasa ganti sendiri dll. Sebetulnya dari diskusi sudah kelihatan, kapan peraturan dibuat, siapa penganjurnya, lalu untuk apa ada sumpah setia kalau bukan "paksaan"? Hanya sayang sering dalam milis ini masalah yang sudah semua sepakat, kecuali satu dua orang, lalu dipelintir sehingga menjadi debat kusir. Bagi yang suka ganti nama, peraturan ganti nama tak terasa apa-apa, tapi bagi yang tidak rela ganti nama tapi terpaksa karena lingkungan mengancam, itu sudah pelanggaran hak azasi manusia yang paling dasar. Muncul lagi komentar, siapa yang maksa, kalau presiden yang maksa kenapa tidak diajukan kepangadilan? Orang demikian sebenarnya sudah merasa kalah dalam debat hanya ingin berputar-putar saja. Coba siapa yang bisa mengadili Suharto? Apalagi masalah ganti nama, masalah pembantaian manusia saja tidak mampu dituntut. Masalah korupsi saja tidak dituntut. Sudah dituntut dihapus lagi dengan alasan kesehatan dll. Dik Marthajan benar, yang tidak kita lupakan adalah pelanggaran HAMnya, pelanggaran demikian sudah harus lenyap siapapun yang menjadi presiden negara ini. Bila kita masih senang berputar-putar untuk debat kusir, saya jamin kita tak akan pernah maju. Bagi yang terpaksa ganti nama, gantilah kembali sekarang, minimal dari anak yang baru lahir. Yang sudah terlanjur sulit, sebab nanti harus ada surat ganti nama lagi, perizinan bisnis harus diganti, KTP diganti, paspor diganti dsb. Itu semua uang. Kalau anda merasa masih takut, risi atau ngeri, kembalikan dulu sne(marga, baca se dengan bunyi sengau) untuk keturunan anda. Nama pemberian orang tua, sne adalah warisan leluhur, sne hilnag berarti keturunan putus. Kalau binatang piaraan saja, ada silsilahnya, mengapa manusia Tionghoa harus putus silsilah. Kalau Tionghoa Amerika yang sudah turun temurun di US sana pada pulang ke RRT mencari di mana asal leluhurnya. Masa Tionghoa Indonesia berasal dari mana saja tidak kita ketahui. Inilah perlunya budaya, budaya Tionghoa. Ketika saya bekerja di Jakarta saya merekrut seorang engineer lulusan USA yang Tionghoa, saya dipanggil bos dan ditegur mengapa merekrut Tionghoa? Saya bawa setumpuk lamaran ada sekitar 10 orang. Semua lulusan US karena memang big boss menghendaki sarjana dari sana agar tidak ada kesulitan dengan bahasa Inggeris. Di sana yang non Tionghoa semua anak pejabat tinggi, akan maukah ia kerja siang malam menangani dapur logam yang bertemperatur tinggi? Karenanya saya ambil yang Tionghoa, nilai bagus, universitasnya bagus, anak keluarga pas-pasan, hasil psikotest dari SDM dialah yang terbaik. Celakanya, ketika diinterview boss saya bertanya, kamu anti Indonesia yah? Ia terperanjat, demikian juga saya yang menjadi pendamping boss. Mengapa ia ditanya begitu, tentu karena tidak ganti nama!!! Bagaimana rasanya dia? Saya paksakan terima dia meskipun boss tak senang, karena saya butuh pembantu yang handal, dan tindakan saya dibenarkan oleh big boss yang orang Amerika itu. Tapi.? Hubungan saya dengan boss sendiri menjadi problem, dan tahun itu tidak ada kenaikan gaji bagi saya, boss bilang, meskipun prestasi kamu baik, tapi kamu menentang keputusan saya, tahun ini tak ada adjusment Kalau masih ada yang ngotot ganti nama tak dipaksa, juga bukan terpaksa, silahkan saja, kita yang merasa terpaksa, termasuk saya, mempunyai hak berpendapat lain dan harus mencoba mengeliminir pengaruh negatifnya minimal di keluarga masing-masing. "Manusia yang kehilangan budaya akan sangat berbahaya" kata Lee Kuan Yew. Manusia demikianlah yang hanya tahu uang, uang, dan uang. Kalau kita ingin orang Tionghoa tidak digiring ke arah ini, biarkanlah kita menghidupkan kembali budaya kita. --- marthajan04 <[EMAIL PROTECTED]> wrote: > Ikut nimbrung juga ya, > Saya rasa, yang Kenken masalahkan itu pelanggaran > HAM-nya bukan > balas dendamnya. Memang pada waktu itu banyak juga > yang merasa > enggak suka. > Dibilang dipaksa ya enggak, tapi dibilang sukarela > ya enggak juga. > Dulu banyak yang enggak mau ganti nama, sampai > ber-tahun2 orang > tenang2saja. Sampai suatu saat, mungkin pemerintah > merasa imbauannya > dicuekin orang, jadi mulai mengadakan pembatasan2 > kemudahan bagi > tionghoa2 yang enggak mau ganti nama. > Masuk sekolah sulit. Yang udah ada disekolah itu > dengan nama > tionghoanya, diancam enggak boleh ikut ujian, dsb. > Yang mau buka usaha apa lagi. Jangan harap keluar > surat2 ijinnya > dengan 3 nama itu. > Nah dengan menghilangkan kemudahan2 ini, apa > bukannya paksaan > terselubung? Dan yang namanya paksaan itu kan juga > pelanggaran HAM. > > Kalo ada nama2 beken seperti YapThiam Hien, Soe Hok > Gie dll., enggak > ganti nama ya enggak apa2, wong bukan dia yang butuh > kerjaan tapi > kerjaan yang butuhin dia. > Ini, bagi orang2 biasa yang kayak gue ini, memang > dipaksa kok. > Belum lagi kalo ganti namanya dikota kecil yang > pejabatnya ndeso. > Ganti nama harus
RE: [budaya_tionghua] Re: Tionghoa ter-paksa ganti nama, mari melihat ke depan.
Shakespeare's Quote: "What's in a name? That which we call a rose By any other word would smell as sweet." Best, Richard Ah, sudahlah. Saya pribadi benar2 sudah muak dengan diskusi yang mutar-mutar ini. Sepertinya pembahasannya sangat mendalam, namun kalau ditilik, itu cuma berputar di situ2 saja. Kayaknya yang disinggung di sini sudah pernah disinggung sebelumnya dan jauh sebelumnya. Saya sudah katakan bahwa pemaksaan atau bukan, politisir masalah ini sudah harus dihentikan. Kalau peduli sama Indonesia, atau Tionghoa Indonesia, masih banyak pr yang lebih mendesak untuk diperhatikan, pengentasan kemiskinan misalnya. Kalau bisa bikin kenyang perut orang, saya rela saja berdiskusi 8 jam sehari dengan mengorbankan waktu istirahat saya. Bila sangat concern akan masalah ini, mohon diajukanlah petisi ke instansi bersangkutan supaya peraturan bersangkutan dicabut. Bila sangat concern, yah ubah kembali dong itu nama menjadi nama Tionghoa. Tidak usah malah tanpa sadar melakukan "penghimbauan" untuk kembali menyandang nama Tionghoa. Punya nama Tionghoa akan menjadikan orang tambah Tionghoa-kah? Saya kenal banyak orang dengan nama non-Tionghoa, yang tidak berparas Tionghoa, dari suku non-Tionghoa yang malah lebih concern akan kelangsungan kebudayaan Tionghoa di Indonesia lewat jalan yang lebih konkrit. Melakukan liputan2 sejarah kelenteng2 di seluruh Jawa misalnya, itu suku Jawa yang bikin itu liputan dan kirim VCD-nya ke saya. Sampai malu saya kalau kelenteng2 Tionghoa itu harus diperhatikan oleh orang non-Tionghoa. Terus, banyak pula anggota2 non-Tionghoa di milis ini yang malah lebih fasih peribahasa Tionghoa. Apalah arti sebuah nama. Diskriminasi ada di mana2 sebenarnya, walau di negara se-demokratis apapun. Saya sendiri tidak mendukung peraturan yang notabene sangat absurd itu, yang mana mengharuskan orang jangan bernama Tionghoa. Mau bernama Amerika, Itali, Antartika, Mars, Venus boleh saja, asalkan jangan Tionghoa. Tapi, berkoar2 di milis ini apa gunanya? Kalau mau demo saja ke DPR? Lakukan sesuatu yang konkrit. Jangan cuma bisa bicara. Saya sendiri, untuk sementara ini tak dapat melakukan apa2, sehingga saya memilih diam. Apalagi, saya tidak merasa nama lokal saya annoying. Suruh saya mengganti nama balik ke Tionghoa, malas saya. Kurang kerjaan yah? Kalau cuma mau menekankan pelanggaran HAM-nya, yah sudah, jangan memaksakan kehendak sama yang tidak merasa itu sebagai pelanggaran HAM. Prinsip kita itu satu, nama adalah hak pribadi seseorang. Jadi, bila seseorang memutuskan walau dengan berat hati untuk menukar namanya secara terpaksa, itu juga keputusan pribadinya. Begitu saja dari saya. Hemat waktu dan bandwith untuk diskusi yang lebih bermanfaat dan bergizi, daripada sekedar berputar2 di situ2 saja. Kapan majunya? Rinto Jiang .: Forum Diskusi Budaya Tionghua dan Sejarah Tiongkok :. .: Kunjungi website global : http://www.budaya-tionghoa.org :. .: Untuk bergabung : http://groups.yahoo.com/group/budaya_tionghua :. .: Jaringan pertemanan Friendster : [EMAIL PROTECTED] :. SPONSORED LINKS Indonesia Culture Chinese YAHOO! GROUPS LINKS Visit your group "budaya_tionghua" on the web. To unsubscribe from this group, send an email to: [EMAIL PROTECTED] Your use of Yahoo! Groups is subject to the Yahoo! Terms of Service.
Re: [budaya_tionghua] Re: Tionghoa ter-paksa ganti nama, mari melihat ke depan.
Ah, sudahlah. Saya pribadi benar2 sudah muak dengan diskusi yang mutar-mutar ini. Sepertinya pembahasannya sangat mendalam, namun kalau ditilik, itu cuma berputar di situ2 saja. Kayaknya yang disinggung di sini sudah pernah disinggung sebelumnya dan jauh sebelumnya. Saya sudah katakan bahwa pemaksaan atau bukan, politisir masalah ini sudah harus dihentikan. Kalau peduli sama Indonesia, atau Tionghoa Indonesia, masih banyak pr yang lebih mendesak untuk diperhatikan, pengentasan kemiskinan misalnya. Kalau bisa bikin kenyang perut orang, saya rela saja berdiskusi 8 jam sehari dengan mengorbankan waktu istirahat saya. Bila sangat concern akan masalah ini, mohon diajukanlah petisi ke instansi bersangkutan supaya peraturan bersangkutan dicabut. Bila sangat concern, yah ubah kembali dong itu nama menjadi nama Tionghoa. Tidak usah malah tanpa sadar melakukan "penghimbauan" untuk kembali menyandang nama Tionghoa. Punya nama Tionghoa akan menjadikan orang tambah Tionghoa-kah? Saya kenal banyak orang dengan nama non-Tionghoa, yang tidak berparas Tionghoa, dari suku non-Tionghoa yang malah lebih concern akan kelangsungan kebudayaan Tionghoa di Indonesia lewat jalan yang lebih konkrit. Melakukan liputan2 sejarah kelenteng2 di seluruh Jawa misalnya, itu suku Jawa yang bikin itu liputan dan kirim VCD-nya ke saya. Sampai malu saya kalau kelenteng2 Tionghoa itu harus diperhatikan oleh orang non-Tionghoa. Terus, banyak pula anggota2 non-Tionghoa di milis ini yang malah lebih fasih peribahasa Tionghoa. Apalah arti sebuah nama. Diskriminasi ada di mana2 sebenarnya, walau di negara se-demokratis apapun. Saya sendiri tidak mendukung peraturan yang notabene sangat absurd itu, yang mana mengharuskan orang jangan bernama Tionghoa. Mau bernama Amerika, Itali, Antartika, Mars, Venus boleh saja, asalkan jangan Tionghoa. Tapi, berkoar2 di milis ini apa gunanya? Kalau mau demo saja ke DPR? Lakukan sesuatu yang konkrit. Jangan cuma bisa bicara. Saya sendiri, untuk sementara ini tak dapat melakukan apa2, sehingga saya memilih diam. Apalagi, saya tidak merasa nama lokal saya annoying. Suruh saya mengganti nama balik ke Tionghoa, malas saya. Kurang kerjaan yah? Kalau cuma mau menekankan pelanggaran HAM-nya, yah sudah, jangan memaksakan kehendak sama yang tidak merasa itu sebagai pelanggaran HAM. Prinsip kita itu satu, nama adalah hak pribadi seseorang. Jadi, bila seseorang memutuskan walau dengan berat hati untuk menukar namanya secara terpaksa, itu juga keputusan pribadinya. Begitu saja dari saya. Hemat waktu dan bandwith untuk diskusi yang lebih bermanfaat dan bergizi, daripada sekedar berputar2 di situ2 saja. Kapan majunya? Rinto Jiang odeon_cafe wrote: > ci Martha benar, > > NKRI itu tadinya hendak didirikan diatas > landasan NATION-STATE bukan nation ras > atau religio based nation. > > kemerdekaan dan bentuk negara spt ini > didukung oleh golongan Tionghoa, baik > nasionalis Tiongkok spt SIN PO maupun > keturunan Tionghoa yang berkiblat pada > 'ibu Indonesia' spt PTI. > > SIN PO dan kalangan nasionalis Tiongkok > berjabat erat dengan nasionalis indonesia > dengan kesatuan perspektif anti kolonialisme > eropa. jalinan kerja sama ini pernah terjadi. > nasionalis Tiongkok membantu nasionalis > Indonesia mengusir kolonial Eropa. > > Dr. Tjipto Mangunkusumo berpesan kepada > Tionghoa untuk mengabdi pada 'ibu indonesia' > tanpa melupakan 'bapak Tiongkok'. > > bung Karno berucap bahwa ia lebih hormat > kepada golongan Nasionalis Tiongkok yang > menyokong penuh kemerdekaan Indonesia daripada > Tionghoa yang memilih jadi orang Indonesia > dengan maksud mengambil keuntungan oportunis. > > Liem Koen Hian pernah menggelar comite van > aksi bangsa-bangsa asia yang terdiri dari > Indonesia, Tionghoa dan Arab untuk bersikap > menentang Belanda. > > adanya prejudis dari sejumlah kalangan 'pribumi' > Indonesia seharusnya tidak perlu dilanjutkan > pada generasi ini. harus disadari dengan jelas > bahwa kehadiran Tionghoa di Nusantara ini tidak > dengan maksud imperium, mengambil hak kepemilikan > tanah, menindas rakyat 'pribumi' dan lain-lain > prejudis yang sengaja dihembus-hembuskan. > > adanya desas-desus tentang kolone kelima, > bahaya kuning dari utara, ekslusifisme > negatif, tidak loyal dsb dsb terbukti > tidak benar dan tidak pernah terjadi. > > pelanggaran HAM yang pernah dilakukan terhadap > Tionghoa semestinya diakui dengan jujur untuk > itikad perbaikan ke depan. > > semoga, peristiwa pemaksaan ganti nama > tidak akan pernah lagi terjadi di atas bumi > Indonesia. > > Sub-Rosa II > [Non-text portions of this message have been removed] .: Forum Diskusi Budaya Tionghua dan Sejarah Tiongkok :. .: Kunjungi website global : http://www.budaya-tionghoa.org :. .: Untuk bergabung : http://groups.yahoo.com/group/budaya_tionghua :. .: Jaringan pertemanan Friendster : [EMAIL PROTECTED] :. SPONSORED LINKS Indonesia
[budaya_tionghua] Re: Tionghoa ter-paksa ganti nama, mari melihat ke depan.
ci Martha benar, NKRI itu tadinya hendak didirikan diatas landasan NATION-STATE bukan nation ras atau religio based nation. kemerdekaan dan bentuk negara spt ini didukung oleh golongan Tionghoa, baik nasionalis Tiongkok spt SIN PO maupun keturunan Tionghoa yang berkiblat pada 'ibu Indonesia' spt PTI. SIN PO dan kalangan nasionalis Tiongkok berjabat erat dengan nasionalis indonesia dengan kesatuan perspektif anti kolonialisme eropa. jalinan kerja sama ini pernah terjadi. nasionalis Tiongkok membantu nasionalis Indonesia mengusir kolonial Eropa. Dr. Tjipto Mangunkusumo berpesan kepada Tionghoa untuk mengabdi pada 'ibu indonesia' tanpa melupakan 'bapak Tiongkok'. bung Karno berucap bahwa ia lebih hormat kepada golongan Nasionalis Tiongkok yang menyokong penuh kemerdekaan Indonesia daripada Tionghoa yang memilih jadi orang Indonesia dengan maksud mengambil keuntungan oportunis. Liem Koen Hian pernah menggelar comite van aksi bangsa-bangsa asia yang terdiri dari Indonesia, Tionghoa dan Arab untuk bersikap menentang Belanda. adanya prejudis dari sejumlah kalangan 'pribumi' Indonesia seharusnya tidak perlu dilanjutkan pada generasi ini. harus disadari dengan jelas bahwa kehadiran Tionghoa di Nusantara ini tidak dengan maksud imperium, mengambil hak kepemilikan tanah, menindas rakyat 'pribumi' dan lain-lain prejudis yang sengaja dihembus-hembuskan. adanya desas-desus tentang kolone kelima, bahaya kuning dari utara, ekslusifisme negatif, tidak loyal dsb dsb terbukti tidak benar dan tidak pernah terjadi. pelanggaran HAM yang pernah dilakukan terhadap Tionghoa semestinya diakui dengan jujur untuk itikad perbaikan ke depan. semoga, peristiwa pemaksaan ganti nama tidak akan pernah lagi terjadi di atas bumi Indonesia. Sub-Rosa II --- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, "marthajan04" <[EMAIL PROTECTED]> wrote: > > Ikut nimbrung juga ya, > Saya rasa, yang Kenken masalahkan itu pelanggaran HAM-nya bukan > balas dendamnya. Memang pada waktu itu banyak juga yang merasa > enggak suka. > Dibilang dipaksa ya enggak, tapi dibilang sukarela ya enggak juga. > Dulu banyak yang enggak mau ganti nama, sampai ber-tahun2 orang > tenang2saja. Sampai suatu saat, mungkin pemerintah merasa imbauannya > dicuekin orang, jadi mulai mengadakan pembatasan2 kemudahan bagi > tionghoa2 yang enggak mau ganti nama. > Masuk sekolah sulit. Yang udah ada disekolah itu dengan nama > tionghoanya, diancam enggak boleh ikut ujian, dsb. > Yang mau buka usaha apa lagi. Jangan harap keluar surat2 ijinnya > dengan 3 nama itu. > Nah dengan menghilangkan kemudahan2 ini, apa bukannya paksaan > terselubung? Dan yang namanya paksaan itu kan juga pelanggaran HAM. > > Kalo ada nama2 beken seperti YapThiam Hien, Soe Hok Gie dll., enggak > ganti nama ya enggak apa2, wong bukan dia yang butuh kerjaan tapi > kerjaan yang butuhin dia. > Ini, bagi orang2 biasa yang kayak gue ini, memang dipaksa kok. > Belum lagi kalo ganti namanya dikota kecil yang pejabatnya ndeso. > Ganti nama harus yang seperti orang deso punya nama, seperti > Sariyem ato dikasih imbuhan yati atau wati yang enggak match banget > sama nama lamanya. Ada Imiyati, Linawati, Tjinawati� yang aneh2. > > MJ > > > > > .: Forum Diskusi Budaya Tionghua dan Sejarah Tiongkok :. .: Kunjungi website global : http://www.budaya-tionghoa.org :. .: Untuk bergabung : http://groups.yahoo.com/group/budaya_tionghua :. .: Jaringan pertemanan Friendster : [EMAIL PROTECTED] :. SPONSORED LINKS Indonesia Culture Chinese YAHOO! GROUPS LINKS Visit your group "budaya_tionghua" on the web. To unsubscribe from this group, send an email to: [EMAIL PROTECTED] Your use of Yahoo! Groups is subject to the Yahoo! Terms of Service.
[budaya_tionghua] Re: Tionghoa ter-paksa ganti nama, mari melihat ke depan.
Ikut nimbrung juga ya, Saya rasa, yang Kenken masalahkan itu pelanggaran HAM-nya bukan balas dendamnya. Memang pada waktu itu banyak juga yang merasa enggak suka. Dibilang dipaksa ya enggak, tapi dibilang sukarela ya enggak juga. Dulu banyak yang enggak mau ganti nama, sampai ber-tahun2 orang tenang2saja. Sampai suatu saat, mungkin pemerintah merasa imbauannya dicuekin orang, jadi mulai mengadakan pembatasan2 kemudahan bagi tionghoa2 yang enggak mau ganti nama. Masuk sekolah sulit. Yang udah ada disekolah itu dengan nama tionghoanya, diancam enggak boleh ikut ujian, dsb. Yang mau buka usaha apa lagi. Jangan harap keluar surat2 ijinnya dengan 3 nama itu. Nah dengan menghilangkan kemudahan2 ini, apa bukannya paksaan terselubung? Dan yang namanya paksaan itu kan juga pelanggaran HAM. Kalo ada nama2 beken seperti YapThiam Hien, Soe Hok Gie dll., enggak ganti nama ya enggak apa2, wong bukan dia yang butuh kerjaan tapi kerjaan yang butuhin dia. Ini, bagi orang2 biasa yang kayak gue ini, memang dipaksa kok. Belum lagi kalo ganti namanya dikota kecil yang pejabatnya ndeso. Ganti nama harus yang seperti orang deso punya nama, seperti Sariyem ato dikasih imbuhan yati atau wati yang enggak match banget sama nama lamanya. Ada Imiyati, Linawati, Tjinawati� yang aneh2. MJ --- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, liang u <[EMAIL PROTECTED]> wrote: > > Ikut nimbrung sedikit: > Debat ganti nama, apa dipaksa atau tidak, kapan > peraturan keluar, siapa yang menjadi pelopor dll, saya > kira sudah cukup, semua orang kecuali anak muda yang > baru gede, mengerti dan masih ingat hal ini. Dalam > segala hal, pro dan kontra adalah wajar, semua proses > kalau berjalan tanpa paksaan adalah wajar dan tidak > perlu diperdebatkan, jang menjadi masalah kalau proses > itu dipaksakan untuk kepentingan suatu golongan atau > suatu aliran. > Sekarang semua sudah lewat, yang penting untuk kita: > BAGAIMANA MENGATASI PENGARUH NEGATIFNYA TERHADAP > GOLONGAN TIONGHOA, KALAU ANDA MERASA ITU ADA. > Kalau anda merasa ganti nama tidak ada pengaruh > negatifnya untuk anda, ya, anda diam, jangan > mengganggu yang tak sependapat. Bila anda merasa ganti > nama ada pengaruh negatifnya terhadap anda, terhadap > golongan Tionghoa, saat inilah anda harus merubah > kenegatifan itu. Kembalikan budaya Tionghoa, > kembalikan nama dan sne (marga) Tionghoa, kembalikan > bahasa Tionghoa, sebagai bagian dari bangsa Indonesia > yang ber-Bhinneka Tunggal Ika. > Berdebat terlalu lama tak ada faedahnya, tindakan > sesuai paham anda yang diperlukan. > Salam bekerja. > LU .: Forum Diskusi Budaya Tionghua dan Sejarah Tiongkok :. .: Kunjungi website global : http://www.budaya-tionghoa.org :. .: Untuk bergabung : http://groups.yahoo.com/group/budaya_tionghua :. .: Jaringan pertemanan Friendster : [EMAIL PROTECTED] :. SPONSORED LINKS Indonesia Culture Chinese YAHOO! GROUPS LINKS Visit your group "budaya_tionghua" on the web. To unsubscribe from this group, send an email to: [EMAIL PROTECTED] Your use of Yahoo! Groups is subject to the Yahoo! Terms of Service.
Re: [budaya_tionghua] Re: Tionghoa ter-paksa ganti nama, mari melihat ke depan.
Ikut nimbrung sedikit: Debat ganti nama, apa dipaksa atau tidak, kapan peraturan keluar, siapa yang menjadi pelopor dll, saya kira sudah cukup, semua orang kecuali anak muda yang baru gede, mengerti dan masih ingat hal ini. Dalam segala hal, pro dan kontra adalah wajar, semua proses kalau berjalan tanpa paksaan adalah wajar dan tidak perlu diperdebatkan, jang menjadi masalah kalau proses itu dipaksakan untuk kepentingan suatu golongan atau suatu aliran. Sekarang semua sudah lewat, yang penting untuk kita: BAGAIMANA MENGATASI PENGARUH NEGATIFNYA TERHADAP GOLONGAN TIONGHOA, KALAU ANDA MERASA ITU ADA. Kalau anda merasa ganti nama tidak ada pengaruh negatifnya untuk anda, ya, anda diam, jangan mengganggu yang tak sependapat. Bila anda merasa ganti nama ada pengaruh negatifnya terhadap anda, terhadap golongan Tionghoa, saat inilah anda harus merubah kenegatifan itu. Kembalikan budaya Tionghoa, kembalikan nama dan sne (marga) Tionghoa, kembalikan bahasa Tionghoa, sebagai bagian dari bangsa Indonesia yang ber-Bhinneka Tunggal Ika. Berdebat terlalu lama tak ada faedahnya, tindakan sesuai paham anda yang diperlukan. Salam bekerja. LU --- odeon_cafe <[EMAIL PROTECTED]> wrote: > Ulysee yth, > > Saya mengatakan bahwa LPKB tidak memaksa Tionghoa > untuk ganti agama, > ganti nama, kawin campur tetapi sebagai warga-negara > yang baik > semestinya Tionghoa ganti agama, ganti nama, kawin > campur dll. > > Begitu banyak artikel, orasi, pidato yang > disampaikan oleh tokoh- > tokoh LPKB. Langkah kongkrit pun diambil oleh LPKB. > Seluruh artikel, > orasi dan perilaku LPKB disimpulkan dengan amat > sederhana dengan > ungkapan LPKB tidak memaksa Tionghoa untuk ganti > agama, ganti nama, > kawin campur tetapi kalau Tionghoa tidak ganti > agama, ganti nama, > kawin campur bukan warga-negara yang baik. > > Ong hok Ham mengatakan bahwa ganti nama merupakan > simbol loyalitas > terhadap Indonesia. Tulisan ini dikutip oleh Pak > Beni G. Setiono > dalam bukunya. Nah, kata-kata Ong dapat disimpulkan > bahwa Tionghoa > yang tidak ganti nama adalah tidak loyal terhadap > Indonesia. Coba > tanya dalam hati anda setelah baca kata-kata Ong > tersebut dgn > pertanyaan "bagaimana dengan tionghoa yang tidak > ganti nama?" > > Omongan ulysee yang mengatakan "saking cintanya > terhadap Indonesia, > Tionghoa ganti nama". Statemen ini juga dapat > ditarik kesimpulan > bahwa Tionghoa yang tidak ganti nama berarti tidak > cinta terhadap > Indonesia. > > Padahal, Go Gien Tjwan (menyebut satu contoh dari > ribuan contoh) > ikut dalam perjuangan surabaya bersama Angkatan Muda > Tionghoa > Malang. Toch, Dr. Go Gien Tjwan tidak ganti nama. > Namanya tetap nama > Tionghoa. > > Memang, gagasan-gagasan `sok pribumi-pribumian' itu > telah ada > sebelum tahun 60. beberapa Tionghoa yang masuk > Masyumi dan PSII itu > telah mengganti namanya. Tetapi tetap mereka > dipandang sebagai > tionghoa. gagasan `sok pribumi-pribumian' ini tidak > menjadi tindakan > PEMAKSAAN seblum LPKB muncul dan diperparah pada > saat Pak Harto naik > ke panggung. > > Saya sudah katakan kalau sebatas anjuran maka tidak > perlu ada sebuah > regulasi setingkat Keppres yang semestinya bersifat > imperatif. > > Bahkan saya juga tidak setuju dengan segala macam > anjuran asimilasi. > Apalagi sampai dikampanyekan dan mengeluarkan sebuah > statemen > asimilasi segala. > > Karena dampak dari anjuran-anjuran ini memiliki > `side effect' > negatif. Contohnya kalau tidak mau kawin campur > dikatakan rasis. > Kalau tidak mau ganti nama disebut tidak loyal. > Kalau tidak mau > ganti agama dikatakan tidak indonesia. > > Bahkan di tahun 70-an, gereja katolik mengeluarkan > maklumat kepada > orang Tionghoa katolik bahwa `ganti nama' itu bukan > kebijakan gereja > dan gereja tidak mengharuskan Tionghoa menanggalkan > nama-nama > Tionghoa. > > Sub-Rosa II > > > > --- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, "ulysee" > <[EMAIL PROTECTED]> wrote: > > > > Huehuehue, keluar lagi jurusnya. Gagal meniru koh > hong hay siang > lay > > (burung dari lautan terbang sendirian) kepleset > yang keluar jadi > jurus > > koh hong Han siang lay ( manusia datang sendirian > teriak teriak). > > > > Pertama, menghindari jebakan kulit pisang yang kau > tebarkan, > > Gue luruskan dulu ya, > > > > Gue nggak pernah bilang PAKSAAN ganti nama keluar > tahun 51 > > Gue bilang HIMBAUAN ganti nama sudah ada sejak > 1951. > > > > Gila ya, masalah nama aja bisa dipelintir begitu. > > Kebangetan gak sih? > > Atau semata mata hanya memperlihatkan ketiadaan > etika politik? > > Hehehe. > > > > Sejak tahun 1951, darimana? > > Duh elu tuh mentok di buku Ong Hok Ham melulu dari > kemarin. > > Luaskan wawasan donk, baca juga buku buku yang > memperlihatkan pro- > kontra > > opini di masa itu. > > > > Coba deh lu lihat di buku Pemikiran Politik Etnis > tionghoa > > Editornya Leo Suryadinata > > Gue hari ini ngga bawa bukunya, besok gue kasih > tahu lu musti > lihat di