Re: Fw: [budaya_tionghua] Ang Kee
GS wrote: Fatahilah di tahun 1527M, berputra/i 4 orang salah satunya Ratu Ayu yang menikah dengan Pangeran Djaya Ki Gedeng Angke.. dari pasangan ini ber cucu Pangeran Djayakarta dan Pangeran Surya. Demikian sekilas tambahan info dari kertas silsilah keluaran Banten. sur. ps. Gelar Tubagus tidak tertulis di silsilah keturunan Fatahilah, dimana untuk pria mendapat gelar Pangeran sedang Perempuannya Ratu. Tubagus setingkat dengan Pangeran. -- Nama Fatahillah atau kadang-kadang disebut Faddillah Khan, Faletehan dari Pasei atau Tagaril seperti disebutkan oleh orang Portugis, disebutkan dalam catatan sejarah sebagai panglima pasukan Cirebon yang merebut Sunda Kelapa di tahun 1527. Tetapi sampai kini sampai kini masih belum ada kesepakatan atau kepastian sejarah identitas sebenarnya Fatahillah tersebut. Sejauh ini namanya disebutkan sebagai panglima yang ikut merebut Banten lalu kemudian merebut Sunda Kelapa ( Jakarta ) dari tangan Raja Pakuan Pajajaran (kerajaan Sunda) dengan bantuan tentara dari Demak. Selain itu juga ia disebutkan dalam naskah Carita Caruban menikah dengan puteri Sunan Gunung Jati dan dimakamkan dekat makam Sunan Gunung Jati di Cirebon dengan nama Tubagus Pase. (Tempat-tempat bersejarah di Jakarta, A. Heuken, hal 26). Menurut Hoesein Djajadiningrat dalam bukunya (Tinjauan Kritis Sajarah Banten) menyebutkan Fatahillah identik dengan Sunan Gunungj Jati (Nurullah), sedangkan menurut naskah `Carita Purwaka Caruban Nagari yang ditulis sekitar tahun 1720 itu, disebutkan bahwa Fatahillah berbeda dengan Sunan Gunung Jati. Tetapi beberapa sejarawan meragukan nilai historisnya naskah Carita Caruban ini, karena dianggap penuh mitos dan dan bertendensi melegitimasikan kesultanan Cirebon , serta ditulis 200 tahun setelah peristiwa sejarah itu terjadi. (Sejarah Indonesia Modern, 1200-2004, M.C. Riclefs, hal 92 ). Saya sendiri belum pernah mendapatkan informasi atau catatan sejarah tentang silsilah putera-puteri dari Fatahilah tersebut yang disebutkan sebagai kakek dari Pangeran Jayakarta itu. Apakah dapat disebutkan sumbernya ? karena cukup menarik untuk diketahui . Sampai kini para sejarawan pada umumnya (Prof. Dr. Hasan Muarif Ambary, Dr. Uka Tjandrasasmita, Dr. Nina Lubis, Drs. Halwany Michrob, A. Heuken SJ, dll) sependapat dengan Hoesein Djajadiningrat (Tinjauan Kritis Tentang Sajarah Banten, 1913), bahwa Ratu Bagus Angke adalah menantu dari Sultan Maulana Hasanuddin dari Banten (1552-1570) yang menikah dengan salah satu puterinya (Ratu Pambayun). Sultan Hasanuddin sendiri adalah putera dari Sunan Gunung Jati, yang didalam Sejarah Banten disebut sebagai Sultan pertama Banten. Versi resmi sejarah kota Jakarta juga menyebutkan hal yang sama seperti yang ditulis di Jakarta Dari Tepian Air Ke Kota Proklamasi yang diterbitkan oleh Pemerintah Daerah Kusus Ibukota Jakarta, Dinas Museum Dan Sejarah,1988 serta buku kumpulan makalah diskusi yang diselenggarakan oleh Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan RI, Jakarta ditahun 1997 (Sunda Kelapa Sebagai Bandar Jalur Sutera). Ratu Bagus Angke, atau Ra(Tu)bagus Angke, dinamakan mengikuti toponinym (toponimi) setempat yaitu daerah kali Angke, dan nama Angke sendiri berasal dari bahasa Tionghoa, seperti sejarawan Denys Lombard menulisnya. Hal ini dimungkinkan karena orang Tionghoa sudah ada di Jakarta di abad ke 16 itu. Di Banten sendiri sudah ada orang Tionghoa sejak abad ke 12 dan 13 (The Sulanate of Banten, Claude Guillot). Dalam bahasa Indonesia sendiri toponimi Angke hampir tidak pernah dijumpai ditempat lain dan sering seseorang dinamakan berdasarkan sebutan toponiminya, seperti sebutan Sultan Ageng Tirtayasa (1651- 1682). Tirtayasa adalah nama sebuah desa dekat Serang , dimana ia mendirikan keraton baru dan tempat mengasingkan diri sementara di desa tersebut. Nama Ratu untuk seorang bangsawan laki mungkin agak membingungkan, karena biasanya nama Ratu diasosiasikan dengan nama seorang wanita. Tetapi dalam sejarah Indonesia, hal ini sering ditemukan sebagai nama gelar. Seperti seorang bangsawan Banten bernama Ratu Bagus Buang bersama guru agama Kiai Tapa (namanya diabadikan sebagai nama jalan di Grogol sekarang) pada tahun 1750 melakukan pemberontakan terhadap Ratu Syarifah Fatimah (keturunan Arab) dan Pangeran Syarif, sebagai penguasa Banten yang didukung oleh VOC ketika itu. Ketika pada tahun 1750 itu, dan baru sepuluh tahun peristiwa pembantaian orang Tionghoa terjadi (1740), Angke menjadi lagi sasaran penghancuran lagi, ketika pasukan Kiai Tapa bergerak maju ke Batavia dan menghancurkan wilayah pinggiran kota yang bernama Angke (Nusa Jawa: Silang Budaya 1, hal 65, Denys Lombard). Kejadian seperti ini terulang kembali pada Mei 1998, dimana kawasan Angke menjadi salah satu sasaran awalnya. Didepan nama Ratu juga sering ditambahkan dengan gelar Pangeran atau Panembahan sebagai
Re: Fw: [budaya_tionghua] Ang Kee
Ke disini bukan He, tapi Xi. kata Sungai dlm bhs mandarin sangat banyak istilahnya: bisa He, Jiang, Xi, Jian,Qian dll dll. Salam, ZFy - Original Message - From: ChanCT To: budaya_tionghua@yahoogroups.com Sent: Sunday, March 25, 2007 6:50 AM Subject: Re: Fw: [budaya_tionghua] Ang Kee Kenapa yang dibahas hanya pengertian Ang-nya saja, ya? Sedang ke nya itu sudah pasti sama dengan he yang berarti sungai dalam bunyi Hokkian? - Original Message - 寄件者: King Hian 收件者: budaya_tionghua@yahoogroups.com 傳送日期: Sunday, 25 March, 2007 1:02 主旨: Re: Fw: [budaya_tionghua] Ang Kee UTF 8 Pertanyaan Pak Raharjo Irawan adalah: Dalam bahasa Hokkian, kata 'Ang' dari Angke bisa berarti Merah (紅) atau Banjir (洪) - Ang yang berarti banjir ini sama dengan marga Ang Chit Kong (tokoh dalam Sia Tiao Eng Hiong). Dalam bahasa Mandarin, keduanya diucapkan 'Hong'. Selama ini teori yang sering kita dengar adalah Angke berarti kali merah. Rupanya Pak Raharjo juga mendengar ada yang mengatakan bahwa Angke berarti kali banjir, bukan kali merah. Karena huruf (洪) dalam bhs Hokkian juga diucapkan Ang. Sulit untuk menentukan mana yang benar. Tetapi saya lebih memilih pendapat bhw Angke berarti kali merah (karena peristiwa pembantaian orang2 Tionghoa 1740). Alasannya: 1. Lebih banyak orang2 yang berpendapat Angke: kali merah 2. Kali Angke berhulu di daerah Semplak (Bogor Barat Laut), melalui Parung, Pamulang, Ciledug, Angke, Muara Angke. Kali Angke relatif pendek (dibanding Ciliwung atau Cisadane), sehingga dulu kali ini seharusnya tidak sering banjir. 3. Di sepanjang kali Angke sampai ke daerah Semplak, banyak bermukim orang2 Tionghoa peranakan seperti Tionghoa Benteng (yang berbahasa Melayu dan kaum perempuannya berkebaya, umumnya mereka adalah petani). Ada teori yang mengatakan bahwa mereka ini adalah orang2 Tionghoa yang melarikan diri ke daerah hulu kali Angke, waktu terjadi pembantaian 1740. 4. Dalam bhs Hokkian, huruf (洪) dan (紅) sama2 bisa dibaca Hong (bunyi wenyan) dan Ang (bunyi baihua). Tetapi, dalam frase2 yang berarti banjir, huruf (洪) dibaca Hong. Misalnya: - (洪水) Mandarin: Hongshui, Hokkian: Hong Sui atau Hong Cui - (分洪) MD: Fenhong, HK: Hun Hong - (洪流) MD: Hongliu, HK: Hong Liu salam, KH [EMAIL PROTECTED] wrote: Ang itu berarti Hung yang kalau bahasa mandarinnya berarti Merah. Kalau banjir air tidak akan berwarna merah , kecuali banjir darah. Yang menggelitik keingintahuan lebih lanjut adalah mengapa sampai dinamakan ANGKE dari salah satu dialek Tionghoa ? kenapa tidak KALMER (Kali merah) ? Mengapa nama dari Tionghoa yang justru di adopt ? Dulu banyak daerah dan nama jalan yang memakai kata dari istilah , nama, dan bahasa/dialek Tionghoa , contoh Gang Toa Hong, Gang Kong Goan, Gang Kong Kwan , Toa She Bio, , Gang Lo Su Fan, Gang Lautze, Bo Ciang, Gang Yo Sun Bie , Gang Cay Ho, Tay Kung Sie (Kongsi Besar), gang Sen Tiong, Ji Lak Keng, gang Mo Cui, Gang Hok Tien, Gang Lam Ceng, Petak Sing Kian, Sam Pan Lio, gang Tiongkok, dan seabreg nama yang bukan istilah Melayu. Satu alasan yang mungkin bisa masuk akal adalah , pernah suatu waktu Tionghoa mendapat legitimasi di Nusantara, Koq sekarang tidak ada lagi/kurang ? Mengapa Angke menjadi dinamakan jalan TUBAGUS ANGKE ? katanya nama Pahlawan . Tolong ahli sejarah disini bantu menjelaskan . salam, Dr.Irawan. xx In a message dated 3/24/2007 2:39:15 A.M. Pacific Daylight Time, [EMAIL PROTECTED] writes: Kali Angke Dari Wikipedia Indonesia, ensiklopedia bebas berbahasa Indonesia. Kali Angke adalah sebuah sungai di Jakarta, Indonesia. Nama Kali Angke diberikan setelah pembantaian etnis Tionghoa selama tiga hari oleh VOC di Batavia pada tanggal 9 Oktober 1740. Dikatakan akibat peristiwa tersebut warna sungai berubah menjadi merah oleh darah etnis Tionghoa. Sejak itu namanya berubah menjadi Kali Angke. [1][2] sur - Original Message - From: raharjo irawan [EMAIL PROTECTED] Salam, Mohon info dari rekan-rekan, sungai Ang Kee di Jakarta itu berasal dari kata Hong Xi ( #32005; #28330; #65104;yang berarti sungai merah ) atau Hong Xi ( #27946; #28330;#65104;yang berarti sungai yang sering banjir ) ??? Menurut beberapa orang, disebut Ang Kee karena dahulu ketika terjadi pembantaian 1740, banyak mayat orang Tionghoa yang dibuang ke dalam sungai tersebut, sehingga memerahkan sungai. Namun ada pendapat yang mengatakan disebut Ang Kee itu, karena sungai itu sering meluap ketika terjadi hujan besar. Mana yang benar ??? mohon pencerahan. Irawan R Recent Activity 21 New Members Visit Your Group SPONSORED LINKS Indonesian languages Dan Indonesian Indonesian language course Indonesian language learn Got Yodel? Best Yahoo! Yodel Give us your best yodel
Re: Fw: [budaya_tionghua] Ang Kee
Aku punya foto copydaftar silsilah dari Banten, memang tidak benar2 komplit, karena silsilah dibuat secara turun temurun dalam bentuk satu lembar besar ukuran 2 X 2 M ( kurang lebihnya ) dan sebuah buku tebal kecil tulisan tangan ( yg ini aku tidak minta foto copynya ). 1426 M Sinuhun Sayidina Syaryf Hidayatullah Mahdumdjati Tjirebon, berputra ( ke 4 ) Ratu Mas Ayu Pakuan Dyah bersuami Pangeran Paseh/Patahilah Khan/Patahilah ( 1527 M ) dan berputra Ratu Ayu yang menikah dengan Pangeran Djaya Ki Gedeng Angke.. Sinuhun Saydina Syarif Hidayatullah Mahdumdjati Tjirebon berputra ( 1468 M ) Pangeran Sabda KingKing Sorasowan Sultan Maulana Hassanudin Panembahan Surosowan ( cikal bakal kesultanan Banten ) Silsilah yang aku miliki termasuk unik, karena diatas nya sekali adalah Adam dan Hawa, dan silsilah ini bisa dibilang tidak ada di luaran, jadi mengenai kebenaran nya tidak bisa di bukti kan. Yang jelas silsilah keluarga ini disusun secara turun temurun dari keluarga Banten, sedang untuk keluarga Cirebon bisa dibilang hanya sampai 5 keturunan dan itupun tidak semua komplit. Pernah aku tanya mengenai silsilah yang dimiliki oleh penulis silsilah dengan apa yang tertulis di buku2 yang sudah ada dimasyarakat perbedaannya dimana saja, dijawab sederhana : bakal banyak bedanya karena sejak Kesultanan Tjirebon berperang dengan VOC bisa dibilang anak keturunan Kesultanan Tjirebon banyak yang di adu domba dan mengakibatkan penulisan silsilah menjadi terganggu, belum lagi adanya oknum yang di masuk kan kedalam silsilah sehingga bisa terjadi perbedaan pada keturunan2 setelah VOC menguasai kesultanan Tjirebon dan Banten. Penulis silsilah di tunjuk tidak semata-mata asal tunjuk, selain di beri warisan data, juga kemampuan untuk mengetahui 'seseorang' ini keturunan Tjirebon/Banten tidak nya.unik memang. sur. - Original Message - From: Golden Horde [EMAIL PROTECTED] GS wrote: Fatahilah di tahun 1527M, berputra/i 4 orang salah satunya Ratu Ayu yang menikah dengan Pangeran Djaya Ki Gedeng Angke.. dari pasangan ini ber cucu Pangeran Djayakarta dan Pangeran Surya. Demikian sekilas tambahan info dari kertas silsilah keluaran Banten. sur. ps. Gelar Tubagus tidak tertulis di silsilah keturunan Fatahilah, dimana untuk pria mendapat gelar Pangeran sedang Perempuannya Ratu. Tubagus setingkat dengan Pangeran. -- Nama Fatahillah atau kadang-kadang disebut Faddillah Khan, Faletehan dari Pasei atau Tagaril seperti disebutkan oleh orang Portugis, disebutkan dalam catatan sejarah sebagai panglima pasukan Cirebon yang merebut Sunda Kelapa di tahun 1527. Tetapi sampai kini sampai kini masih belum ada kesepakatan atau kepastian sejarah identitas sebenarnya Fatahillah tersebut. Sejauh ini namanya disebutkan sebagai panglima yang ikut merebut Banten lalu kemudian merebut Sunda Kelapa ( Jakarta ) dari tangan Raja Pakuan Pajajaran (kerajaan Sunda) dengan bantuan tentara dari Demak. Selain itu juga ia disebutkan dalam naskah Carita Caruban menikah dengan puteri Sunan Gunung Jati dan dimakamkan dekat makam Sunan Gunung Jati di Cirebon dengan nama Tubagus Pase. (Tempat-tempat bersejarah di Jakarta, A. Heuken, hal 26). Menurut Hoesein Djajadiningrat dalam bukunya (Tinjauan Kritis Sajarah Banten) menyebutkan Fatahillah identik dengan Sunan Gunungj Jati (Nurullah), sedangkan menurut naskah `Carita Purwaka Caruban Nagari yang ditulis sekitar tahun 1720 itu, disebutkan bahwa Fatahillah berbeda dengan Sunan Gunung Jati. Tetapi beberapa sejarawan meragukan nilai historisnya naskah Carita Caruban ini, karena dianggap penuh mitos dan dan bertendensi melegitimasikan kesultanan Cirebon , serta ditulis 200 tahun setelah peristiwa sejarah itu terjadi. (Sejarah Indonesia Modern, 1200-2004, M.C. Riclefs, hal 92 ). Saya sendiri belum pernah mendapatkan informasi atau catatan sejarah tentang silsilah putera-puteri dari Fatahilah tersebut yang disebutkan sebagai kakek dari Pangeran Jayakarta itu. Apakah dapat disebutkan sumbernya ? karena cukup menarik untuk diketahui . Sampai kini para sejarawan pada umumnya (Prof. Dr. Hasan Muarif Ambary, Dr. Uka Tjandrasasmita, Dr. Nina Lubis, Drs. Halwany Michrob, A. Heuken SJ, dll) sependapat dengan Hoesein Djajadiningrat (Tinjauan Kritis Tentang Sajarah Banten, 1913), bahwa Ratu Bagus Angke adalah menantu dari Sultan Maulana Hasanuddin dari Banten (1552-1570) yang menikah dengan salah satu puterinya (Ratu Pambayun). Sultan Hasanuddin sendiri adalah putera dari Sunan Gunung Jati, yang didalam Sejarah Banten disebut sebagai Sultan pertama Banten. Versi resmi sejarah kota Jakarta juga menyebutkan hal yang sama seperti yang ditulis di Jakarta Dari Tepian Air Ke Kota Proklamasi yang diterbitkan oleh Pemerintah Daerah Kusus Ibukota Jakarta, Dinas Museum Dan Sejarah,1988 serta buku kumpulan makalah diskusi yang diselenggarakan oleh Departemen
Re: Fw: [budaya_tionghua] Ang Kee
Nama Jl Tubagus Angke bisa dibilang baru populer setelah tahun 70-an, sedang nama Tubagus Angke akan coba aku cari di silsilah Cirebon dan Banten..karena marga Tubagus juga adalah gelar bagi keturunan kesultanan Cirebon dan Banten. sur. - Original Message - From: [EMAIL PROTECTED] Ang itu berarti Hung yang kalau bahasa mandarinnya berarti Merah. Kalau banjir air tidak akan berwarna merah , kecuali banjir darah. Yang menggelitik keingintahuan lebih lanjut adalah mengapa sampai dinamakan ANGKE dari salah satu dialek Tionghoa ? kenapa tidak KALMER (Kali merah) ? Mengapa nama dari Tionghoa yang justru di adopt ? Dulu banyak daerah dan nama jalan yang memakai kata dari istilah , nama, dan bahasa/dialek Tionghoa , contoh Gang Toa Hong, Gang Kong Goan, Gang Kong Kwan , Toa She Bio, , Gang Lo Su Fan, Gang Lautze, Bo Ciang, Gang Yo Sun Bie , Gang Cay Ho, Tay Kung Sie (Kongsi Besar), gang Sen Tiong, Ji Lak Keng, gang Mo Cui, Gang Hok Tien, Gang Lam Ceng, Petak Sing Kian, Sam Pan Lio, gang Tiongkok, dan seabreg nama yang bukan istilah Melayu. Satu alasan yang mungkin bisa masuk akal adalah , pernah suatu waktu Tionghoa mendapat legitimasi di Nusantara, Koq sekarang tidak ada lagi/kurang ? Mengapa Angke menjadi dinamakan jalan TUBAGUS ANGKE ? katanya nama Pahlawan . Tolong ahli sejarah disini bantu menjelaskan . salam, Dr.Irawan.
Re: Fw: [budaya_tionghua] Ang Kee
From: Golden Horde [EMAIL PROTECTED] Nama Angke sebenarnya sudah ada jauh sebelum terjadi pembantaian Tionghoa di Batavia di tahun 1740 (pertengahan abad ke 18) . Dalam sejarah kota Jakarta disebutkan pada abad ke 16 dan awal ke abad 17, penguasa Jayakarta (nama Jakarta dahulu) ketika itu bernama Pangeran Tubagus Angke (1570-1600 ?), sebagai Adipati Jayakarta kedua dan bawahan (vasal) kesultanan Banten serta penerus Fatahillah. Fatahilah di tahun 1527M, berputra/i 4 orang salah satunya Ratu Ayu yang menikah dengan Pangeran Djaya Ki Gedeng Angke.. dari pasangan ini ber cucu Pangeran Djayakarta dan Pangeran Surya. Demikian sekilas tambahan info dari kertas silsilah keluaran Banten. sur. ps. Gelar Tubagus tidak tertulis di silsilah keturunan Fatahilah, dimana untuk pria mendapat gelar Pangeran sedang Perempuannya Ratu. Tubagus setingkat dengan Pangeran.
Tubagus.....Re: Fw: [budaya_tionghua] Ang Kee
From: [EMAIL PROTECTED] cut--- Mengapa Angke menjadi dinamakan jalan TUBAGUS ANGKE ? katanya nama Pahlawan . Tolong ahli sejarah disini bantu menjelaskan . +++ Sebelumnya maaf, aku bukan ahli sejarah, hanya sedikit tambahan info mengenai gelar/marga Tubagus. Menurut para tetua, nama/gelar Tubagus berganti menjadi bergelar/marga Thung untuk sebagian keturunan kesultanan Banten, dimana marga Thung diberikan ketika Kesultanan Banten berperang dengan VOC, dan ...Banten kalah, sehingga banyak yang keluar dari Banten, dimana untuk menghindari kejaran VOC, para Tubagus dan Ratu Ayu berganti nama dengan marga Thung yang berarti air ( ? ), dan kelompok marga Thung ini banyak tersebar di daerah Ciampea, Bogor sd Sukabumi, Padalarang sampai kembali ke Cirebon. Dan bagi yang bermarga Thung juga banyak yang menikah dengan etnis Tionghoa, hanya kelompok ini memiliki ciri yang unik, dimana tidak bisa berbahasa Hokkian. Peninggalan di Bogor yang sampai saat ini masih eksis keturunannya pun masih banyak salah satunya nama pasar tradisional pasar Cun Pok, sebagai orang 'terkaya' pada jamannya, dan tidak memakai nama/gelar Tubagus.( kekayaannya dalam bentuk luas tanah yang bisa dibilang dari Bogor sd daerah Parung ), dan sekolah Kesatuan ( mohon koreksi untuk yang ini ). Dan mereka yang ber marga Thung pun banyak yang akhirnya beragama Kristen sehingga bisa mendekat dengan Belanda, dimana usahanya dibidang perkebunan, sedang yang kembali memakai gelar Tubagus masih memegang agama asalnya Islam. Sayang nya gelar Tubagus tersebut bisa di perjual beli kan oleh oknum2 yang tidak bertanggung jawab. ( terutama dari kesultanan Cirebon ). sur. salam, Dr.Irawan.
Fw: [budaya_tionghua] Ang Kee
Kali Angke Dari Wikipedia Indonesia, ensiklopedia bebas berbahasa Indonesia. Kali Angke adalah sebuah sungai di Jakarta, Indonesia. Nama Kali Angke diberikan setelah pembantaian etnis Tionghoa selama tiga hari oleh VOC di Batavia pada tanggal 9 Oktober 1740. Dikatakan akibat peristiwa tersebut warna sungai berubah menjadi merah oleh darah etnis Tionghoa. Sejak itu namanya berubah menjadi Kali Angke. [1][2] sur - Original Message - From: raharjo irawan [EMAIL PROTECTED] Salam, Mohon info dari rekan-rekan, sungai Ang Kee di Jakarta itu berasal dari kata Hong Xi ( #32005; #28330; #65104;yang berarti sungai merah ) atau Hong Xi ( #27946; #28330;#65104;yang berarti sungai yang sering banjir ) ??? Menurut beberapa orang, disebut Ang Kee karena dahulu ketika terjadi pembantaian 1740, banyak mayat orang Tionghoa yang dibuang ke dalam sungai tersebut, sehingga memerahkan sungai. Namun ada pendapat yang mengatakan disebut Ang Kee itu, karena sungai itu sering meluap ketika terjadi hujan besar. Mana yang benar ??? mohon pencerahan. Irawan R ___ New Yahoo! Mail is the ultimate force in competitive emailing. Find out more at the Yahoo! Mail Championships. Plus: play games and win prizes. http://uk.rd.yahoo.com/evt=44106/*http://mail.yahoo.net/uk .: Forum Diskusi Budaya Tionghua dan Sejarah Tiongkok :. .: Website global http://www.budaya-tionghoa.org :. .: Pertanyaan? Ajukan di http://groups.yahoo.com/group/budaya_tionghua :. .: Arsip di Blog Forum Budaya Tionghua http://iccsg.wordpress.com :. Yahoo! Groups Links [Non-text portions of this message have been removed]
Re: Fw: [budaya_tionghua] Ang Kee
Ang itu berarti Hung yang kalau bahasa mandarinnya berarti Merah. Kalau banjir air tidak akan berwarna merah , kecuali banjir darah. Yang menggelitik keingintahuan lebih lanjut adalah mengapa sampai dinamakan ANGKE dari salah satu dialek Tionghoa ? kenapa tidak KALMER (Kali merah) ? Mengapa nama dari Tionghoa yang justru di adopt ? Dulu banyak daerah dan nama jalan yang memakai kata dari istilah , nama, dan bahasa/dialek Tionghoa , contoh Gang Toa Hong, Gang Kong Goan, Gang Kong Kwan , Toa She Bio, , Gang Lo Su Fan, Gang Lautze, Bo Ciang, Gang Yo Sun Bie , Gang Cay Ho, Tay Kung Sie (Kongsi Besar), gang Sen Tiong, Ji Lak Keng, gang Mo Cui, Gang Hok Tien, Gang Lam Ceng, Petak Sing Kian, Sam Pan Lio, gang Tiongkok, dan seabreg nama yang bukan istilah Melayu. Satu alasan yang mungkin bisa masuk akal adalah , pernah suatu waktu Tionghoa mendapat legitimasi di Nusantara, Koq sekarang tidak ada lagi/kurang ? Mengapa Angke menjadi dinamakan jalan TUBAGUS ANGKE ? katanya nama Pahlawan . Tolong ahli sejarah disini bantu menjelaskan . salam, Dr.Irawan. xx In a message dated 3/24/2007 2:39:15 A.M. Pacific Daylight Time, [EMAIL PROTECTED] writes: Kali Angke Dari Wikipedia Indonesia, ensiklopedia bebas berbahasa Indonesia. Kali Angke adalah sebuah sungai di Jakarta, Indonesia. Nama Kali Angke diberikan setelah pembantaian etnis Tionghoa selama tiga hari oleh VOC di Batavia pada tanggal 9 Oktober 1740. Dikatakan akibat peristiwa tersebut warna sungai berubah menjadi merah oleh darah etnis Tionghoa. Sejak itu namanya berubah menjadi Kali Angke. [1][2] sur - Original Message - From: raharjo irawan [EMAIL PROTECTED] Salam, Mohon info dari rekan-rekan, sungai Ang Kee di Jakarta itu berasal dari kata Hong Xi ( #32005; #28330; #65104;yang berarti sungai merah ) atau Hong Xi ( #27946; #28330;#65104;yang berarti sungai yang sering banjir ) ??? Menurut beberapa orang, disebut Ang Kee karena dahulu ketika terjadi pembantaian 1740, banyak mayat orang Tionghoa yang dibuang ke dalam sungai tersebut, sehingga memerahkan sungai. Namun ada pendapat yang mengatakan disebut Ang Kee itu, karena sungai itu sering meluap ketika terjadi hujan besar. Mana yang benar ??? mohon pencerahan. Irawan R ** AOL now offers free email to everyone. Find out more about what's free from AOL at http://www.aol.com. [Non-text portions of this message have been removed]
Re: Fw: [budaya_tionghua] Ang Kee
UTF 8 Pertanyaan Pak Raharjo Irawan adalah: Dalam bahasa Hokkian, kata 'Ang' dari Angke bisa berarti Merah (ç´ ) atau Banjir (æ´ª) - Ang yang berarti banjir ini sama dengan marga Ang Chit Kong (tokoh dalam Sia Tiao Eng Hiong). Dalam bahasa Mandarin, keduanya diucapkan 'Hong'. Selama ini teori yang sering kita dengar adalah Angke berarti kali merah. Rupanya Pak Raharjo juga mendengar ada yang mengatakan bahwa Angke berarti kali banjir, bukan kali merah. Karena huruf (æ´ª) dalam bhs Hokkian juga diucapkan Ang. Sulit untuk menentukan mana yang benar. Tetapi saya lebih memilih pendapat bhw Angke berarti kali merah (karena peristiwa pembantaian orang2 Tionghoa 1740). Alasannya: 1. Lebih banyak orang2 yang berpendapat Angke: kali merah 2. Kali Angke berhulu di daerah Semplak (Bogor Barat Laut), melalui Parung, Pamulang, Ciledug, Angke, Muara Angke. Kali Angke relatif pendek (dibanding Ciliwung atau Cisadane), sehingga dulu kali ini seharusnya tidak sering banjir. 3. Di sepanjang kali Angke sampai ke daerah Semplak, banyak bermukim orang2 Tionghoa peranakan seperti Tionghoa Benteng (yang berbahasa Melayu dan kaum perempuannya berkebaya, umumnya mereka adalah petani). Ada teori yang mengatakan bahwa mereka ini adalah orang2 Tionghoa yang melarikan diri ke daerah hulu kali Angke, waktu terjadi pembantaian 1740. 4. Dalam bhs Hokkian, huruf (æ´ª) dan (ç´ ) sama2 bisa dibaca Hong (bunyi wenyan) dan Ang (bunyi baihua). Tetapi, dalam frase2 yang berarti banjir, huruf (æ´ª) dibaca Hong. Misalnya: - (洪水) Mandarin: Hongshui, Hokkian: Hong Sui atau Hong Cui - (åæ´ª) MD: Fenhong, HK: Hun Hong - (æ´ªæµ) MD: Hongliu, HK: Hong Liu salam, KH [EMAIL PROTECTED] wrote: Ang itu berarti Hung yang kalau bahasa mandarinnya berarti Merah. Kalau banjir air tidak akan berwarna merah , kecuali banjir darah. Yang menggelitik keingintahuan lebih lanjut adalah mengapa sampai dinamakan ANGKE dari salah satu dialek Tionghoa ? kenapa tidak KALMER (Kali merah) ? Mengapa nama dari Tionghoa yang justru di adopt ? Dulu banyak daerah dan nama jalan yang memakai kata dari istilah , nama, dan bahasa/dialek Tionghoa , contoh Gang Toa Hong, Gang Kong Goan, Gang Kong Kwan , Toa She Bio, , Gang Lo Su Fan, Gang Lautze, Bo Ciang, Gang Yo Sun Bie , Gang Cay Ho, Tay Kung Sie (Kongsi Besar), gang Sen Tiong, Ji Lak Keng, gang Mo Cui, Gang Hok Tien, Gang Lam Ceng, Petak Sing Kian, Sam Pan Lio, gang Tiongkok, dan seabreg nama yang bukan istilah Melayu. Satu alasan yang mungkin bisa masuk akal adalah , pernah suatu waktu Tionghoa mendapat legitimasi di Nusantara, Koq sekarang tidak ada lagi/kurang ? Mengapa Angke menjadi dinamakan jalan TUBAGUS ANGKE ? katanya nama Pahlawan . Tolong ahli sejarah disini bantu menjelaskan . salam, Dr.Irawan. xx In a message dated 3/24/2007 2:39:15 A.M. Pacific Daylight Time, [EMAIL PROTECTED] writes: Kali Angke Dari Wikipedia Indonesia, ensiklopedia bebas berbahasa Indonesia. Kali Angke adalah sebuah sungai di Jakarta, Indonesia. Nama Kali Angke diberikan setelah pembantaian etnis Tionghoa selama tiga hari oleh VOC di Batavia pada tanggal 9 Oktober 1740. Dikatakan akibat peristiwa tersebut warna sungai berubah menjadi merah oleh darah etnis Tionghoa. Sejak itu namanya berubah menjadi Kali Angke. [1][2] sur - Original Message - From: raharjo irawan [EMAIL PROTECTED] Salam, Mohon info dari rekan-rekan, sungai Ang Kee di Jakarta itu berasal dari kata Hong Xi ( #32005; #28330; #65104;yang berarti sungai merah ) atau Hong Xi ( #27946; #28330;#65104;yang berarti sungai yang sering banjir ) ??? Menurut beberapa orang, disebut Ang Kee karena dahulu ketika terjadi pembantaian 1740, banyak mayat orang Tionghoa yang dibuang ke dalam sungai tersebut, sehingga memerahkan sungai. Namun ada pendapat yang mengatakan disebut Ang Kee itu, karena sungai itu sering meluap ketika terjadi hujan besar. Mana yang benar ??? mohon pencerahan. Irawan R Recent Activity 21 New Members Visit Your Group SPONSORED LINKS Indonesian languages Dan Indonesian Indonesian language course Indonesian language learn Got Yodel? Best Yahoo! Yodel Give us your best yodel and win! Yahoo! Mail You're invited! Try the all-new Yahoo! Mail Beta Search Ads Get new customers. List your web site in Yahoo! Search. . - TV dinner still cooling? Check out Tonight's Picks on Yahoo! TV. [Non-text portions of this message have been removed]
Re: Fw: [budaya_tionghua] Ang Kee
--- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, [EMAIL PROTECTED] wrote: Ang itu berarti Hung yang kalau bahasa mandarinnya berarti Merah. Kalau banjir air tidak akan berwarna merah , kecuali banjir darah. Yang menggelitik keingintahuan lebih lanjut adalah mengapa sampai dinamakan ANGKE dari salah satu dialek Tionghoa ? kenapa tidak KALMER (Kali merah) ? Mengapa nama dari Tionghoa yang justru di adopt ? Dulu banyak daerah dan nama jalan yang memakai kata dari istilah , nama, dan bahasa/dialek Tionghoa , contoh Gang Toa Hong, Gang Kong Goan, Gang Kong Kwan , Toa She Bio, , Gang Lo Su Fan, Gang Lautze, Bo Ciang, Gang Yo Sun Bie , Gang Cay Ho, Tay Kung Sie (Kongsi Besar), gang Sen Tiong, Ji Lak Keng, gang Mo Cui, Gang Hok Tien, Gang Lam Ceng, Petak Sing Kian, Sam Pan Lio, gang Tiongkok, dan seabreg nama yang bukan istilah Melayu. Satu alasan yang mungkin bisa masuk akal adalah , pernah suatu waktu Tionghoa mendapat legitimasi di Nusantara, Koq sekarang tidak ada lagi/kurang ? Mengapa Angke menjadi dinamakan jalan TUBAGUS ANGKE ? katanya nama Pahlawan Tolong ahli sejarah disini bantu menjelaskan . == Nama Angke sebenarnya sudah ada jauh sebelum terjadi pembantaian Tionghoa di Batavia di tahun 1740 (pertengahan abad ke 18) . Dalam sejarah kota Jakarta disebutkan pada abad ke 16 dan awal ke abad 17, penguasa Jayakarta (nama Jakarta dahulu) ketika itu bernama Pangeran Tubagus Angke (1570-1600 ?), sebagai Adipati Jayakarta kedua dan bawahan (vasal) kesultanan Banten serta penerus Fatahillah. Anak dari Pangeran Tubagus Angke ini adalah Pangeran Jayakarta yang disebutkan oleh orang Inggris dan Belanda sebagai Regent of Jakarta atau Koning van Jacatra. (Tempat-tempat bersejarah di Jakarta, A. Heuken SJ). Pada jaman Pangeran Jayakarta inilah orang-orang asing Eropah seperti Inggris dan Belanda (sebelumnya di abad ke 16 orang Portugis juga sudah mengunjungi Jakarta) mulai berdatangan yang kemudian harinya pecah konflik dengannya. Penduduk Tionghoa sendiri juga sudah ada sebelumnya di kota ini, dan kemudian harinya bertambah lagi dengan orang-orang Tionghoa yang berdatangan dari Banten dan terutama sesudah Banten (dibawah Sultan Ageng Tirtayasa) dikuasai oleh Belanda. Nama Pangeran Tubagus Angke sendiri didalam buku Tinjauan Kritis Tentang Sajarah Banten (Hoesein Djajadiningrat) disebutkan sebagai Ratu Bagus Angke yang juga adalah menantu dari Sultan Hasanuddin, penguasa Banten yang dinikahkan dengan putrinya Ratu Pembajun. Dia disebut Ratu Bagus Angke, karena ditempatkan didaerah dekat kali Angke di Jakarta. Ketika itu kali Angke merupakan perbatasan antara wilayah kekuasaan Banten dan Jayakarta sebelum dipindahkan dikemudian harinya ke sungai Cisadane. Nama Pangeran Tubagus Angke kini dijadikan nama jalan di Angke yang dahulunya bernama Bacherachtsgracht. Menurut Denys Lombard, Angke adalah berasal dari kata Tionghoa yang berarti Riviere qui deborde', yakni kali yang (suka) banjir (Tempat- tempat bersejarah di Jakarta, hal 166. A. Heuken SJ). Apakah benar transliterasi Lombard ini ? Di pemukiman-pemukiman yang mayoritas penduduknya orang Tionghoa pada jaman dahulu, terutama di kawasan kota lama seperti di Jakarta Utara, tak jarang nama lokasi atau jalan berasal dari bahasa atau dialek Tionghoa. Angke sebagai bagian kota tua dan bersejarah Jakarta, selain pernah terjadi peristiwa pembunuhan orang Tionghoa di tahun 1740 juga mempunyai cerita sejarah lain yang menarik seperti : Pada abad ke 17 itu juga, Arung Palakka (pahlawan dan bangsawan Bugis dari Bone) berserta pengikutnya pernah bermukim di Angke pada tahun 1663 sebagai tempat penampungan dan pengungsian sementara di Batavia setelah terdesak oleh kerajaan Gowa di Sulawesi Selatan ketika itu. Kemudian di tahun 1666 Arung Palakka kembali bersama pengikutnya dan tentara VOC lainnya ke Makassar untuk menaklukan Sultan Hasanuddin dari kerajaan Gowa di Makassar. Pengikut Arung Palakka ini adalah prajurit-prajurit tangguh yang disegani lawan (warrior) dan dinamakan Toangke , yakni orang dari Angke (People of Angke), dinamakan demikian karena tempat pemukimannya di Jakarta terletak di daerah sekitar kali Angke ketika itu. (The Heritage Of Arung Palakka, Leonard Y. Andaya). Disini juga terdapat sebuah mesjid bersejarah yang menarik, baik dari segi sejarah maupun dari segi arsitektur. Mesjid ini dinamakan mesjid Angke, kini disebut sebagai Masjid Al- Anwar yang didirikan pada tahun 1761 untuk orang Bali pemeluk Islam yang bermukim di kampung Gusti dan dibangun oleh seorang kontraktor Tionghoa. Ketika itu banyak orang Bali yang tinggal di Batavia yang sebagian dijual oleh raja mereka sebagai budak. Walaupun sudah diperbaiki beberapa kali, bangunan mesjid Angke ini masih menunjukkan campuran harmonis antara unsur-unsur bangunan Bali,
Re: Fw: [budaya_tionghua] Ang Kee
Kenapa yang dibahas hanya pengertian Ang-nya saja, ya? Sedang ke nya itu sudah pasti sama dengan he yang berarti sungai dalam bunyi Hokkian? - Original Message - 寄件者: King Hian 收件者: budaya_tionghua@yahoogroups.com 傳送日期: Sunday, 25 March, 2007 1:02 主旨: Re: Fw: [budaya_tionghua] Ang Kee UTF 8 Pertanyaan Pak Raharjo Irawan adalah: Dalam bahasa Hokkian, kata 'Ang' dari Angke bisa berarti Merah (紅) atau Banjir (洪) - Ang yang berarti banjir ini sama dengan marga Ang Chit Kong (tokoh dalam Sia Tiao Eng Hiong). Dalam bahasa Mandarin, keduanya diucapkan 'Hong'. Selama ini teori yang sering kita dengar adalah Angke berarti kali merah. Rupanya Pak Raharjo juga mendengar ada yang mengatakan bahwa Angke berarti kali banjir, bukan kali merah. Karena huruf (洪) dalam bhs Hokkian juga diucapkan Ang. Sulit untuk menentukan mana yang benar. Tetapi saya lebih memilih pendapat bhw Angke berarti kali merah (karena peristiwa pembantaian orang2 Tionghoa 1740). Alasannya: 1. Lebih banyak orang2 yang berpendapat Angke: kali merah 2. Kali Angke berhulu di daerah Semplak (Bogor Barat Laut), melalui Parung, Pamulang, Ciledug, Angke, Muara Angke. Kali Angke relatif pendek (dibanding Ciliwung atau Cisadane), sehingga dulu kali ini seharusnya tidak sering banjir. 3. Di sepanjang kali Angke sampai ke daerah Semplak, banyak bermukim orang2 Tionghoa peranakan seperti Tionghoa Benteng (yang berbahasa Melayu dan kaum perempuannya berkebaya, umumnya mereka adalah petani). Ada teori yang mengatakan bahwa mereka ini adalah orang2 Tionghoa yang melarikan diri ke daerah hulu kali Angke, waktu terjadi pembantaian 1740. 4. Dalam bhs Hokkian, huruf (洪) dan (紅) sama2 bisa dibaca Hong (bunyi wenyan) dan Ang (bunyi baihua). Tetapi, dalam frase2 yang berarti banjir, huruf (洪) dibaca Hong. Misalnya: - (洪水) Mandarin: Hongshui, Hokkian: Hong Sui atau Hong Cui - (分洪) MD: Fenhong, HK: Hun Hong - (洪流) MD: Hongliu, HK: Hong Liu salam, KH [EMAIL PROTECTED] wrote: Ang itu berarti Hung yang kalau bahasa mandarinnya berarti Merah. Kalau banjir air tidak akan berwarna merah , kecuali banjir darah. Yang menggelitik keingintahuan lebih lanjut adalah mengapa sampai dinamakan ANGKE dari salah satu dialek Tionghoa ? kenapa tidak KALMER (Kali merah) ? Mengapa nama dari Tionghoa yang justru di adopt ? Dulu banyak daerah dan nama jalan yang memakai kata dari istilah , nama, dan bahasa/dialek Tionghoa , contoh Gang Toa Hong, Gang Kong Goan, Gang Kong Kwan , Toa She Bio, , Gang Lo Su Fan, Gang Lautze, Bo Ciang, Gang Yo Sun Bie , Gang Cay Ho, Tay Kung Sie (Kongsi Besar), gang Sen Tiong, Ji Lak Keng, gang Mo Cui, Gang Hok Tien, Gang Lam Ceng, Petak Sing Kian, Sam Pan Lio, gang Tiongkok, dan seabreg nama yang bukan istilah Melayu. Satu alasan yang mungkin bisa masuk akal adalah , pernah suatu waktu Tionghoa mendapat legitimasi di Nusantara, Koq sekarang tidak ada lagi/kurang ? Mengapa Angke menjadi dinamakan jalan TUBAGUS ANGKE ? katanya nama Pahlawan . Tolong ahli sejarah disini bantu menjelaskan . salam, Dr.Irawan. xx In a message dated 3/24/2007 2:39:15 A.M. Pacific Daylight Time, [EMAIL PROTECTED] writes: Kali Angke Dari Wikipedia Indonesia, ensiklopedia bebas berbahasa Indonesia. Kali Angke adalah sebuah sungai di Jakarta, Indonesia. Nama Kali Angke diberikan setelah pembantaian etnis Tionghoa selama tiga hari oleh VOC di Batavia pada tanggal 9 Oktober 1740. Dikatakan akibat peristiwa tersebut warna sungai berubah menjadi merah oleh darah etnis Tionghoa. Sejak itu namanya berubah menjadi Kali Angke. [1][2] sur - Original Message - From: raharjo irawan [EMAIL PROTECTED] Salam, Mohon info dari rekan-rekan, sungai Ang Kee di Jakarta itu berasal dari kata Hong Xi ( #32005; #28330; #65104;yang berarti sungai merah ) atau Hong Xi ( #27946; #28330;#65104;yang berarti sungai yang sering banjir ) ??? Menurut beberapa orang, disebut Ang Kee karena dahulu ketika terjadi pembantaian 1740, banyak mayat orang Tionghoa yang dibuang ke dalam sungai tersebut, sehingga memerahkan sungai. Namun ada pendapat yang mengatakan disebut Ang Kee itu, karena sungai itu sering meluap ketika terjadi hujan besar. Mana yang benar ??? mohon pencerahan. Irawan R Recent Activity 21 New Members Visit Your Group SPONSORED LINKS Indonesian languages Dan Indonesian Indonesian language course Indonesian language learn Got Yodel? Best Yahoo! Yodel Give us your best yodel and win! Yahoo! Mail You're invited! Try the all-new Yahoo! Mail Beta Search Ads Get new customers. List your web site in Yahoo! Search