Re: Fw: [budaya_tionghua] Ang Kee

2007-03-26 Terurut Topik Golden Horde
GS wrote:

Fatahilah di tahun 1527M, berputra/i 4 orang salah satunya Ratu Ayu 
yang  menikah dengan Pangeran Djaya Ki Gedeng Angke..
dari pasangan ini ber cucu Pangeran Djayakarta dan Pangeran Surya.
 
Demikian sekilas tambahan info dari kertas silsilah keluaran Banten.
 
sur.
ps.
Gelar Tubagus tidak tertulis di silsilah keturunan Fatahilah, dimana 
untuk  pria mendapat gelar Pangeran sedang Perempuannya Ratu.
Tubagus setingkat dengan Pangeran.
--

Nama Fatahillah atau  kadang-kadang disebut Faddillah Khan, Faletehan 
dari Pasei atau Tagaril seperti disebutkan oleh orang Portugis, 
disebutkan  dalam catatan  sejarah sebagai panglima pasukan Cirebon 
yang merebut Sunda Kelapa di tahun 1527. Tetapi sampai kini sampai 
kini masih belum ada kesepakatan atau kepastian sejarah  identitas  
sebenarnya Fatahillah tersebut. 

Sejauh ini namanya disebutkan sebagai panglima yang ikut  merebut 
Banten lalu kemudian merebut Sunda Kelapa ( Jakarta ) dari tangan 
Raja Pakuan Pajajaran (kerajaan Sunda) dengan bantuan tentara dari 
Demak. Selain itu juga ia  disebutkan dalam naskah Carita Caruban 
menikah dengan puteri Sunan Gunung Jati dan dimakamkan dekat makam 
Sunan Gunung Jati di Cirebon dengan nama Tubagus Pase. (Tempat-tempat 
bersejarah di Jakarta, A. Heuken, hal 26).

Menurut Hoesein Djajadiningrat dalam bukunya (Tinjauan Kritis Sajarah 
Banten) menyebutkan Fatahillah identik dengan Sunan Gunungj Jati 
(Nurullah), sedangkan menurut naskah `Carita Purwaka Caruban Nagari  
yang ditulis  sekitar  tahun 1720  itu, disebutkan bahwa Fatahillah  
berbeda dengan Sunan Gunung Jati. 

Tetapi beberapa sejarawan meragukan nilai historisnya naskah  Carita 
Caruban ini, karena dianggap penuh mitos dan dan bertendensi 
melegitimasikan kesultanan Cirebon , serta ditulis 200 tahun setelah 
peristiwa sejarah itu  terjadi. (Sejarah Indonesia Modern, 1200-2004, 
M.C. Riclefs, hal 92 ).

Saya sendiri belum pernah mendapatkan informasi atau catatan sejarah 
tentang  silsilah   putera-puteri dari Fatahilah tersebut  yang  
disebutkan sebagai  kakek dari Pangeran Jayakarta itu. Apakah dapat 
disebutkan sumbernya ? karena cukup menarik untuk diketahui .

Sampai kini para sejarawan pada umumnya  (Prof. Dr. Hasan Muarif 
Ambary, Dr. Uka Tjandrasasmita, Dr. Nina Lubis, Drs. Halwany Michrob, 
A. Heuken SJ, dll) sependapat  dengan  Hoesein Djajadiningrat 
(Tinjauan Kritis Tentang Sajarah Banten, 1913),  bahwa Ratu Bagus 
Angke adalah menantu dari Sultan Maulana Hasanuddin dari Banten 
(1552-1570)  yang menikah dengan salah satu puterinya (Ratu 
Pambayun). Sultan Hasanuddin sendiri adalah putera dari Sunan Gunung 
Jati, yang didalam Sejarah Banten disebut sebagai Sultan pertama 
Banten.

Versi resmi sejarah kota Jakarta juga menyebutkan hal yang sama 
seperti yang ditulis di Jakarta Dari Tepian Air Ke Kota Proklamasi 
yang diterbitkan oleh  Pemerintah Daerah Kusus Ibukota Jakarta, Dinas 
Museum Dan Sejarah,1988 serta  buku kumpulan makalah diskusi yang 
diselenggarakan oleh Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan RI, Jakarta 
ditahun 1997 (Sunda Kelapa Sebagai Bandar Jalur Sutera).

Ratu Bagus Angke, atau Ra(Tu)bagus Angke, dinamakan  mengikuti 
toponinym (toponimi) setempat yaitu daerah kali Angke, dan nama Angke 
sendiri berasal dari bahasa Tionghoa, seperti  sejarawan Denys 
Lombard menulisnya. Hal ini dimungkinkan karena orang Tionghoa sudah 
ada di Jakarta di abad ke 16 itu. Di Banten sendiri sudah ada orang 
Tionghoa sejak abad ke 12 dan 13 (The Sulanate of Banten, Claude 
Guillot).

Dalam bahasa Indonesia sendiri toponimi Angke hampir tidak pernah 
dijumpai ditempat lain dan sering seseorang dinamakan berdasarkan 
sebutan toponiminya, seperti sebutan  Sultan Ageng Tirtayasa (1651-
1682). Tirtayasa adalah nama sebuah desa dekat Serang , dimana ia 
mendirikan keraton baru dan tempat mengasingkan diri sementara di 
desa tersebut.

Nama Ratu untuk seorang  bangsawan laki  mungkin agak membingungkan, 
karena biasanya nama Ratu diasosiasikan dengan nama seorang wanita. 
Tetapi dalam sejarah Indonesia,  hal ini sering ditemukan sebagai 
nama gelar. 

Seperti seorang bangsawan Banten bernama Ratu Bagus Buang bersama 
guru agama Kiai Tapa  (namanya diabadikan sebagai nama jalan di 
Grogol sekarang) pada tahun 1750 melakukan pemberontakan terhadap 
Ratu Syarifah Fatimah (keturunan Arab) dan Pangeran Syarif, sebagai 
penguasa Banten yang didukung oleh VOC ketika itu.  

Ketika pada tahun 1750  itu, dan baru sepuluh tahun peristiwa 
pembantaian orang Tionghoa terjadi (1740), Angke menjadi lagi sasaran 
penghancuran lagi, ketika pasukan Kiai Tapa bergerak maju ke Batavia 
dan menghancurkan wilayah pinggiran kota yang bernama Angke (Nusa 
Jawa: Silang Budaya 1, hal 65, Denys Lombard). Kejadian seperti ini 
terulang kembali pada Mei 1998, dimana  kawasan Angke menjadi salah 
satu sasaran awalnya.

Didepan nama Ratu juga sering ditambahkan dengan gelar Pangeran atau 
Panembahan sebagai 

Re: Fw: [budaya_tionghua] Ang Kee

2007-03-26 Terurut Topik Skalaras
Ke disini bukan He, tapi  Xi. 

kata Sungai dlm bhs mandarin sangat banyak istilahnya: bisa He, Jiang, Xi, 
Jian,Qian dll dll.

Salam,
ZFy

  - Original Message - 
  From: ChanCT 
  To: budaya_tionghua@yahoogroups.com 
  Sent: Sunday, March 25, 2007 6:50 AM
  Subject: Re: Fw: [budaya_tionghua] Ang Kee


  Kenapa yang dibahas hanya pengertian Ang-nya saja, ya? Sedang ke nya itu 
sudah pasti sama dengan he yang berarti sungai dalam bunyi Hokkian?

  - Original Message - 
  寄件者: King Hian 
  收件者: budaya_tionghua@yahoogroups.com 
  傳送日期: Sunday, 25 March, 2007 1:02
  主旨: Re: Fw: [budaya_tionghua] Ang Kee

  UTF 8

  Pertanyaan Pak Raharjo Irawan adalah:
  Dalam bahasa Hokkian, kata 'Ang' dari Angke bisa berarti Merah (紅) atau 
Banjir (洪) - Ang yang berarti banjir ini sama dengan marga Ang Chit Kong 
(tokoh dalam Sia Tiao Eng Hiong). Dalam bahasa Mandarin, keduanya diucapkan 
'Hong'.

  Selama ini teori yang sering kita dengar adalah Angke berarti kali merah. 
Rupanya Pak Raharjo juga mendengar ada yang mengatakan bahwa Angke berarti kali 
banjir, bukan kali merah. Karena huruf (洪) dalam bhs Hokkian juga diucapkan Ang.

  Sulit untuk menentukan mana yang benar. Tetapi saya lebih memilih pendapat 
bhw Angke berarti kali merah (karena peristiwa pembantaian orang2 Tionghoa 
1740). Alasannya:
  1. Lebih banyak orang2 yang berpendapat Angke: kali merah
  2. Kali Angke berhulu di daerah Semplak (Bogor Barat Laut), melalui Parung, 
Pamulang, Ciledug, Angke, Muara Angke. Kali Angke relatif pendek (dibanding 
Ciliwung atau Cisadane), sehingga dulu kali ini seharusnya tidak sering banjir.
  3. Di sepanjang kali Angke sampai ke daerah Semplak, banyak bermukim orang2 
Tionghoa peranakan seperti Tionghoa Benteng (yang berbahasa Melayu dan kaum 
perempuannya berkebaya, umumnya mereka adalah petani). Ada teori yang 
mengatakan bahwa mereka ini adalah orang2 Tionghoa yang melarikan diri ke 
daerah hulu kali Angke, waktu terjadi pembantaian 1740.
  4. Dalam bhs Hokkian, huruf (洪) dan (紅) sama2 bisa dibaca Hong (bunyi wenyan) 
dan Ang (bunyi baihua). Tetapi, dalam frase2 yang berarti banjir, huruf (洪) 
dibaca Hong. Misalnya:
  - (洪水) Mandarin: Hongshui, Hokkian: Hong Sui atau Hong Cui
  - (分洪) MD: Fenhong, HK: Hun Hong
  - (洪流) MD: Hongliu, HK: Hong Liu

  salam,
  KH


  [EMAIL PROTECTED] wrote:

  Ang itu berarti Hung yang kalau bahasa mandarinnya berarti Merah. Kalau 
  banjir air tidak akan berwarna merah , kecuali banjir darah.
  Yang menggelitik keingintahuan lebih lanjut adalah mengapa sampai dinamakan 
  ANGKE dari salah satu dialek Tionghoa ? kenapa tidak KALMER (Kali merah) ? 
  Mengapa nama dari Tionghoa yang justru di adopt ? Dulu banyak daerah dan nama 
  jalan yang memakai kata dari istilah , nama, dan bahasa/dialek Tionghoa , 
  contoh Gang Toa Hong, Gang Kong Goan, Gang Kong Kwan , Toa She Bio, , Gang Lo 
Su 
  Fan, Gang Lautze, Bo Ciang, Gang Yo Sun Bie , Gang Cay Ho, Tay Kung Sie 
  (Kongsi Besar), gang Sen Tiong, Ji Lak Keng, gang Mo Cui, Gang Hok Tien, Gang 
Lam 
  Ceng, Petak Sing Kian, Sam Pan Lio, gang Tiongkok, dan seabreg nama yang 
  bukan istilah Melayu. 
  Satu alasan yang mungkin bisa masuk akal adalah , pernah suatu waktu 
  Tionghoa mendapat legitimasi di Nusantara, Koq sekarang tidak ada lagi/kurang 
? 
  Mengapa Angke menjadi dinamakan jalan TUBAGUS ANGKE ? katanya nama Pahlawan 
  . Tolong ahli sejarah disini bantu menjelaskan . 

  salam,
  Dr.Irawan.
  xx
  In a message dated 3/24/2007 2:39:15 A.M. Pacific Daylight Time, 
  [EMAIL PROTECTED] writes:

  Kali Angke
  Dari Wikipedia Indonesia, ensiklopedia bebas berbahasa Indonesia.
  Kali Angke adalah sebuah sungai di Jakarta, Indonesia. Nama Kali Angke 
  diberikan setelah pembantaian etnis Tionghoa selama tiga hari oleh VOC di 
Batavia 
  pada tanggal 9 Oktober 1740. Dikatakan akibat peristiwa tersebut warna sungai 
  berubah menjadi merah oleh darah etnis Tionghoa. Sejak itu namanya berubah 
  menjadi Kali Angke. [1][2]

  sur

  - Original Message - 
  From: raharjo irawan [EMAIL PROTECTED]

   
   Salam,
   
   Mohon info dari rekan-rekan, sungai Ang Kee di
   Jakarta
   itu berasal dari kata Hong Xi ( #32005; #28330;
   #65104;yang berarti sungai merah ) atau Hong Xi (
   #27946; #28330;#65104;yang berarti sungai yang
   sering banjir ) ???
   
   Menurut beberapa orang, disebut Ang Kee karena
   dahulu
   ketika terjadi pembantaian 1740, banyak mayat orang
   Tionghoa yang dibuang ke dalam sungai tersebut,
   sehingga memerahkan sungai.
   
   Namun ada pendapat yang mengatakan disebut Ang Kee
   itu, karena sungai itu sering meluap ketika terjadi
   hujan besar.
   
   Mana yang benar ??? mohon pencerahan.
   
   Irawan R
   

  Recent Activity

  21
  New Members

  Visit Your Group 
  SPONSORED LINKS

  Indonesian languages 
  Dan 
  Indonesian 
  Indonesian language course 
  Indonesian language learn

  Got Yodel?
  Best Yahoo! Yodel
  Give us your best
  yodel

Re: Fw: [budaya_tionghua] Ang Kee

2007-03-26 Terurut Topik gsuryana
Aku punya foto copydaftar silsilah dari Banten, memang tidak benar2 komplit, 
karena silsilah dibuat secara turun temurun dalam bentuk satu lembar besar 
ukuran  2 X 2 M ( kurang lebihnya ) dan sebuah buku tebal kecil tulisan 
tangan ( yg ini aku tidak minta foto copynya ).

1426 M Sinuhun Sayidina Syaryf Hidayatullah Mahdumdjati Tjirebon, berputra 
( ke 4 ) Ratu Mas Ayu Pakuan Dyah bersuami Pangeran Paseh/Patahilah 
Khan/Patahilah ( 1527 M ) dan berputra Ratu Ayu yang menikah dengan Pangeran 
Djaya Ki Gedeng Angke..

Sinuhun Saydina Syarif Hidayatullah Mahdumdjati Tjirebon berputra ( 1468 M ) 
Pangeran Sabda KingKing Sorasowan Sultan Maulana Hassanudin Panembahan 
Surosowan ( cikal bakal kesultanan Banten )

Silsilah yang aku miliki termasuk unik, karena diatas nya sekali adalah Adam 
dan Hawa, dan silsilah ini bisa dibilang tidak ada di luaran, jadi mengenai 
kebenaran nya tidak bisa di bukti kan.

Yang jelas silsilah keluarga ini disusun secara turun temurun dari keluarga 
Banten, sedang untuk keluarga Cirebon  bisa dibilang hanya sampai 5 
keturunan dan itupun tidak semua komplit.

Pernah aku tanya mengenai silsilah yang dimiliki oleh penulis silsilah 
dengan apa yang tertulis di buku2 yang sudah ada dimasyarakat perbedaannya 
dimana saja, dijawab sederhana : bakal banyak bedanya karena sejak 
Kesultanan Tjirebon berperang dengan VOC bisa dibilang anak keturunan 
Kesultanan Tjirebon banyak yang di adu domba dan mengakibatkan penulisan 
silsilah menjadi terganggu, belum lagi adanya oknum yang di masuk kan 
kedalam silsilah sehingga bisa terjadi perbedaan pada keturunan2 setelah VOC 
menguasai kesultanan Tjirebon dan Banten.

Penulis silsilah di tunjuk tidak semata-mata asal tunjuk, selain di beri 
warisan data, juga kemampuan untuk mengetahui 'seseorang' ini keturunan 
Tjirebon/Banten tidak nya.unik memang.

sur.
- Original Message - 
From: Golden Horde [EMAIL PROTECTED]


 GS wrote:

Fatahilah di tahun 1527M, berputra/i 4 orang salah satunya Ratu Ayu
yang  menikah dengan Pangeran Djaya Ki Gedeng Angke..
dari pasangan ini ber cucu Pangeran Djayakarta dan Pangeran Surya.

Demikian sekilas tambahan info dari kertas silsilah keluaran Banten.

sur.
ps.
Gelar Tubagus tidak tertulis di silsilah keturunan Fatahilah, dimana
untuk  pria mendapat gelar Pangeran sedang Perempuannya Ratu.
Tubagus setingkat dengan Pangeran.
 --

 Nama Fatahillah atau  kadang-kadang disebut Faddillah Khan, Faletehan
 dari Pasei atau Tagaril seperti disebutkan oleh orang Portugis,
 disebutkan  dalam catatan  sejarah sebagai panglima pasukan Cirebon
 yang merebut Sunda Kelapa di tahun 1527. Tetapi sampai kini sampai
 kini masih belum ada kesepakatan atau kepastian sejarah  identitas
 sebenarnya Fatahillah tersebut.

 Sejauh ini namanya disebutkan sebagai panglima yang ikut  merebut
 Banten lalu kemudian merebut Sunda Kelapa ( Jakarta ) dari tangan
 Raja Pakuan Pajajaran (kerajaan Sunda) dengan bantuan tentara dari
 Demak. Selain itu juga ia  disebutkan dalam naskah Carita Caruban
 menikah dengan puteri Sunan Gunung Jati dan dimakamkan dekat makam
 Sunan Gunung Jati di Cirebon dengan nama Tubagus Pase. (Tempat-tempat
 bersejarah di Jakarta, A. Heuken, hal 26).

 Menurut Hoesein Djajadiningrat dalam bukunya (Tinjauan Kritis Sajarah
 Banten) menyebutkan Fatahillah identik dengan Sunan Gunungj Jati
 (Nurullah), sedangkan menurut naskah `Carita Purwaka Caruban Nagari 
 yang ditulis  sekitar  tahun 1720  itu, disebutkan bahwa Fatahillah
 berbeda dengan Sunan Gunung Jati.

 Tetapi beberapa sejarawan meragukan nilai historisnya naskah  Carita
 Caruban ini, karena dianggap penuh mitos dan dan bertendensi
 melegitimasikan kesultanan Cirebon , serta ditulis 200 tahun setelah
 peristiwa sejarah itu  terjadi. (Sejarah Indonesia Modern, 1200-2004,
 M.C. Riclefs, hal 92 ).

 Saya sendiri belum pernah mendapatkan informasi atau catatan sejarah
 tentang  silsilah   putera-puteri dari Fatahilah tersebut  yang
 disebutkan sebagai  kakek dari Pangeran Jayakarta itu. Apakah dapat
 disebutkan sumbernya ? karena cukup menarik untuk diketahui .

 Sampai kini para sejarawan pada umumnya  (Prof. Dr. Hasan Muarif
 Ambary, Dr. Uka Tjandrasasmita, Dr. Nina Lubis, Drs. Halwany Michrob,
 A. Heuken SJ, dll) sependapat  dengan  Hoesein Djajadiningrat
 (Tinjauan Kritis Tentang Sajarah Banten, 1913),  bahwa Ratu Bagus
 Angke adalah menantu dari Sultan Maulana Hasanuddin dari Banten
 (1552-1570)  yang menikah dengan salah satu puterinya (Ratu
 Pambayun). Sultan Hasanuddin sendiri adalah putera dari Sunan Gunung
 Jati, yang didalam Sejarah Banten disebut sebagai Sultan pertama
 Banten.

 Versi resmi sejarah kota Jakarta juga menyebutkan hal yang sama
 seperti yang ditulis di Jakarta Dari Tepian Air Ke Kota Proklamasi
 yang diterbitkan oleh  Pemerintah Daerah Kusus Ibukota Jakarta, Dinas
 Museum Dan Sejarah,1988 serta  buku kumpulan makalah diskusi yang
 diselenggarakan oleh Departemen 

Re: Fw: [budaya_tionghua] Ang Kee

2007-03-25 Terurut Topik gsuryana
Nama Jl Tubagus Angke bisa dibilang baru populer setelah tahun 70-an, sedang 
nama Tubagus Angke akan coba aku cari di silsilah Cirebon dan 
Banten..karena marga Tubagus juga adalah gelar bagi keturunan kesultanan 
Cirebon dan Banten.

sur.
- Original Message - 
From: [EMAIL PROTECTED]


 Ang itu berarti Hung yang kalau bahasa mandarinnya berarti Merah. Kalau
 banjir air tidak akan berwarna merah , kecuali banjir darah.
 Yang menggelitik keingintahuan lebih lanjut adalah mengapa sampai 
 dinamakan
 ANGKE dari salah satu dialek Tionghoa ? kenapa tidak KALMER (Kali merah) ?
 Mengapa nama dari Tionghoa yang justru di adopt ? Dulu banyak daerah dan 
 nama
 jalan yang memakai kata dari istilah , nama, dan bahasa/dialek  Tionghoa ,
 contoh Gang Toa Hong, Gang Kong Goan, Gang Kong Kwan , Toa She Bio, , Gang 
 Lo Su
 Fan, Gang Lautze, Bo Ciang, Gang Yo Sun Bie , Gang Cay Ho, Tay Kung Sie
 (Kongsi  Besar), gang Sen Tiong, Ji Lak Keng, gang Mo Cui, Gang Hok Tien, 
 Gang Lam
 Ceng,  Petak Sing Kian, Sam Pan Lio, gang Tiongkok, dan seabreg nama yang
 bukan istilah Melayu.
 Satu alasan yang mungkin bisa masuk akal adalah , pernah suatu waktu
 Tionghoa mendapat legitimasi di Nusantara, Koq sekarang tidak ada 
 lagi/kurang ?
 Mengapa Angke menjadi dinamakan jalan TUBAGUS ANGKE ? katanya nama 
 Pahlawan
 .  Tolong ahli sejarah disini bantu menjelaskan .


 salam,
 Dr.Irawan.



Re: Fw: [budaya_tionghua] Ang Kee

2007-03-25 Terurut Topik gsuryana
From: Golden Horde [EMAIL PROTECTED]

 Nama Angke sebenarnya sudah ada jauh sebelum terjadi pembantaian
 Tionghoa di Batavia di  tahun 1740 (pertengahan abad ke 18) . Dalam
 sejarah kota Jakarta disebutkan pada  abad ke 16 dan awal  ke abad
 17, penguasa Jayakarta (nama Jakarta dahulu) ketika itu bernama
 Pangeran Tubagus Angke (1570-1600 ?), sebagai Adipati  Jayakarta
 kedua dan  bawahan (vasal) kesultanan Banten serta  penerus
 Fatahillah.

Fatahilah di tahun 1527M, berputra/i 4 orang salah satunya Ratu Ayu yang 
menikah dengan Pangeran Djaya Ki Gedeng Angke..
dari pasangan ini ber cucu Pangeran Djayakarta dan Pangeran Surya.

Demikian sekilas tambahan info dari kertas silsilah keluaran Banten.

sur.
ps.
Gelar Tubagus tidak tertulis di silsilah keturunan Fatahilah, dimana untuk 
pria mendapat gelar Pangeran sedang Perempuannya Ratu.
Tubagus setingkat dengan Pangeran. 



Tubagus.....Re: Fw: [budaya_tionghua] Ang Kee

2007-03-25 Terurut Topik gsuryana
From: [EMAIL PROTECTED]
cut---
 Mengapa Angke menjadi dinamakan jalan TUBAGUS ANGKE ? katanya nama
 Pahlawan
 .  Tolong ahli sejarah disini bantu menjelaskan .
+++
Sebelumnya maaf, aku bukan ahli sejarah, hanya sedikit tambahan info
mengenai gelar/marga Tubagus.
Menurut para tetua, nama/gelar Tubagus berganti menjadi bergelar/marga Thung
untuk sebagian keturunan kesultanan Banten, dimana marga Thung diberikan
ketika Kesultanan Banten berperang dengan VOC, dan ...Banten kalah,
sehingga banyak yang keluar dari Banten, dimana untuk menghindari kejaran
VOC, para Tubagus dan Ratu Ayu berganti nama dengan marga Thung yang berarti
air ( ? ), dan kelompok marga Thung ini banyak tersebar di daerah Ciampea,
Bogor sd Sukabumi, Padalarang sampai kembali ke Cirebon.
Dan bagi yang bermarga Thung juga banyak yang menikah dengan etnis Tionghoa,
hanya kelompok ini memiliki ciri yang unik, dimana tidak bisa berbahasa
Hokkian.
Peninggalan di Bogor yang sampai saat ini masih eksis keturunannya pun masih
banyak salah satunya nama pasar tradisional pasar Cun Pok, sebagai orang
'terkaya' pada jamannya, dan tidak memakai nama/gelar Tubagus.( kekayaannya
dalam bentuk luas tanah yang bisa dibilang dari Bogor sd daerah Parung ),
dan sekolah Kesatuan ( mohon koreksi untuk yang ini ).
Dan mereka yang ber marga Thung pun banyak yang akhirnya beragama Kristen
sehingga bisa mendekat dengan Belanda, dimana usahanya dibidang perkebunan,
sedang yang kembali memakai gelar Tubagus masih memegang agama asalnya
Islam.

Sayang nya gelar Tubagus tersebut bisa di perjual beli kan oleh oknum2 yang
tidak bertanggung jawab. ( terutama dari kesultanan Cirebon ).

sur.


 salam,
 Dr.Irawan.



Fw: [budaya_tionghua] Ang Kee

2007-03-24 Terurut Topik gsuryana
Kali Angke
Dari Wikipedia Indonesia, ensiklopedia bebas berbahasa Indonesia.
Kali Angke adalah sebuah sungai di Jakarta, Indonesia. Nama Kali Angke 
diberikan setelah pembantaian etnis Tionghoa selama tiga hari oleh VOC di 
Batavia pada tanggal 9 Oktober 1740. Dikatakan akibat peristiwa tersebut warna 
sungai berubah menjadi merah oleh darah etnis Tionghoa. Sejak itu namanya 
berubah menjadi Kali Angke. [1][2]

sur

- Original Message - 
From: raharjo irawan [EMAIL PROTECTED]


 
 Salam,
 
 Mohon info dari rekan-rekan, sungai Ang Kee di
 Jakarta
 itu berasal dari kata Hong Xi ( #32005; #28330;
 #65104;yang berarti sungai merah ) atau Hong Xi (
 #27946; #28330;#65104;yang berarti sungai yang
 sering banjir ) ???
 
 Menurut beberapa orang, disebut Ang Kee karena
 dahulu
 ketika terjadi pembantaian 1740, banyak mayat orang
 Tionghoa yang dibuang ke dalam sungai tersebut,
 sehingga memerahkan sungai.
 
 Namun ada pendapat yang mengatakan disebut Ang Kee
 itu, karena sungai itu sering meluap ketika terjadi
 hujan besar.
 
 Mana yang benar ??? mohon pencerahan.
 
 Irawan R
 
 
 
 
 
 ___ 
 New Yahoo! Mail is the ultimate force in competitive emailing. Find out more 
 at the Yahoo! Mail Championships. Plus: play games and win prizes. 
 http://uk.rd.yahoo.com/evt=44106/*http://mail.yahoo.net/uk 
 
 
 .: Forum Diskusi Budaya Tionghua dan Sejarah Tiongkok :.
 
 .: Website global http://www.budaya-tionghoa.org :.
 
 .: Pertanyaan? Ajukan di http://groups.yahoo.com/group/budaya_tionghua :.
 
 .: Arsip di Blog Forum Budaya Tionghua http://iccsg.wordpress.com :.
 
 
 Yahoo! Groups Links
 
 
 


[Non-text portions of this message have been removed]



Re: Fw: [budaya_tionghua] Ang Kee

2007-03-24 Terurut Topik drirawan
 
Ang itu berarti Hung yang kalau bahasa mandarinnya berarti Merah. Kalau  
banjir air tidak akan berwarna merah , kecuali banjir darah.
Yang menggelitik keingintahuan lebih lanjut adalah mengapa sampai dinamakan  
ANGKE dari salah satu dialek Tionghoa ? kenapa tidak KALMER (Kali merah) ?  
Mengapa nama dari Tionghoa yang justru di adopt ? Dulu banyak daerah dan nama  
jalan yang memakai kata dari istilah , nama, dan bahasa/dialek  Tionghoa ,  
contoh Gang Toa Hong, Gang Kong Goan, Gang Kong Kwan , Toa She Bio, , Gang Lo 
Su  
Fan, Gang Lautze, Bo Ciang, Gang Yo Sun Bie , Gang Cay Ho, Tay Kung Sie 
(Kongsi  Besar), gang Sen Tiong, Ji Lak Keng, gang Mo Cui, Gang Hok Tien, Gang 
Lam 
Ceng,  Petak Sing Kian, Sam Pan Lio, gang Tiongkok, dan seabreg nama yang  
bukan istilah Melayu.  
Satu alasan yang mungkin bisa masuk akal adalah , pernah suatu waktu  
Tionghoa mendapat legitimasi di Nusantara, Koq sekarang tidak ada lagi/kurang ? 
 Mengapa Angke menjadi dinamakan jalan TUBAGUS ANGKE ? katanya nama  Pahlawan 
.  Tolong ahli sejarah disini bantu menjelaskan . 
 
 
salam,
Dr.Irawan.
xx
In a message dated 3/24/2007 2:39:15 A.M. Pacific Daylight Time,  
[EMAIL PROTECTED] writes:

Kali  Angke
Dari Wikipedia Indonesia, ensiklopedia bebas berbahasa  Indonesia.
Kali Angke adalah sebuah sungai di Jakarta, Indonesia. Nama Kali  Angke 
diberikan setelah pembantaian etnis Tionghoa selama tiga hari oleh VOC  di 
Batavia 
pada tanggal 9 Oktober 1740. Dikatakan akibat peristiwa tersebut  warna sungai 
berubah menjadi merah oleh darah etnis Tionghoa. Sejak itu  namanya berubah 
menjadi Kali Angke. [1][2]

sur

- Original  Message - 
From: raharjo irawan  [EMAIL PROTECTED]


 
 Salam,
  
 Mohon info dari rekan-rekan, sungai Ang Kee di
  Jakarta
 itu berasal dari kata Hong Xi ( #32005;  #28330;
 #65104;yang berarti sungai merah ) atau Hong Xi  (
 #27946; #28330;#65104;yang berarti sungai  yang
 sering banjir ) ???
 
 Menurut beberapa orang,  disebut Ang Kee karena
 dahulu
 ketika terjadi pembantaian 1740,  banyak mayat orang
 Tionghoa yang dibuang ke dalam sungai  tersebut,
 sehingga memerahkan sungai.
 
 Namun ada  pendapat yang mengatakan disebut Ang Kee
 itu, karena sungai itu sering  meluap ketika terjadi
 hujan besar.
 
 Mana yang benar  ??? mohon pencerahan.
 
 Irawan R
  







** AOL now offers free email to everyone. 
 Find out more about what's free from AOL at http://www.aol.com.


[Non-text portions of this message have been removed]



Re: Fw: [budaya_tionghua] Ang Kee

2007-03-24 Terurut Topik King Hian
UTF 8
   
  Pertanyaan Pak Raharjo Irawan adalah:
  Dalam bahasa Hokkian, kata 'Ang' dari Angke bisa berarti Merah (紅) atau 
Banjir (æ´ª) - Ang yang berarti banjir ini sama dengan marga Ang Chit Kong 
(tokoh dalam Sia Tiao Eng Hiong). Dalam bahasa Mandarin, keduanya diucapkan 
'Hong'.
   
  Selama ini teori yang sering kita dengar adalah Angke berarti kali merah. 
Rupanya Pak Raharjo juga mendengar ada yang mengatakan bahwa Angke berarti kali 
banjir, bukan kali merah. Karena huruf (æ´ª) dalam bhs Hokkian juga diucapkan 
Ang.
   
  Sulit untuk menentukan mana yang benar. Tetapi saya lebih memilih pendapat 
bhw Angke berarti kali merah (karena peristiwa pembantaian orang2 Tionghoa 
1740). Alasannya:
  1. Lebih banyak orang2 yang berpendapat Angke: kali merah
  2. Kali Angke berhulu di daerah Semplak (Bogor Barat Laut), melalui Parung, 
Pamulang, Ciledug, Angke, Muara Angke. Kali Angke relatif pendek (dibanding 
Ciliwung atau Cisadane), sehingga dulu kali ini seharusnya tidak sering banjir.
  3. Di sepanjang kali Angke sampai ke daerah Semplak, banyak bermukim orang2 
Tionghoa peranakan seperti Tionghoa Benteng (yang berbahasa Melayu dan kaum 
perempuannya berkebaya, umumnya mereka adalah petani). Ada teori yang 
mengatakan bahwa mereka ini adalah orang2 Tionghoa yang melarikan diri ke 
daerah hulu kali Angke, waktu terjadi pembantaian 1740.
  4. Dalam bhs Hokkian, huruf (洪) dan (紅) sama2 bisa dibaca Hong (bunyi 
wenyan) dan Ang (bunyi baihua). Tetapi, dalam frase2 yang berarti banjir, huruf 
(æ´ª) dibaca Hong. Misalnya:
   - (洪水) Mandarin: Hongshui, Hokkian: Hong Sui atau Hong Cui
   - (分洪) MD: Fenhong, HK: Hun Hong
   - (洪流) MD: Hongliu, HK: Hong Liu
   
  salam,
  KH
  

[EMAIL PROTECTED] wrote:
  
Ang itu berarti Hung yang kalau bahasa mandarinnya berarti Merah. Kalau 
banjir air tidak akan berwarna merah , kecuali banjir darah.
Yang menggelitik keingintahuan lebih lanjut adalah mengapa sampai dinamakan 
ANGKE dari salah satu dialek Tionghoa ? kenapa tidak KALMER (Kali merah) ? 
Mengapa nama dari Tionghoa yang justru di adopt ? Dulu banyak daerah dan nama 
jalan yang memakai kata dari istilah , nama, dan bahasa/dialek Tionghoa , 
contoh Gang Toa Hong, Gang Kong Goan, Gang Kong Kwan , Toa She Bio, , Gang Lo 
Su 
Fan, Gang Lautze, Bo Ciang, Gang Yo Sun Bie , Gang Cay Ho, Tay Kung Sie 
(Kongsi Besar), gang Sen Tiong, Ji Lak Keng, gang Mo Cui, Gang Hok Tien, Gang 
Lam 
Ceng, Petak Sing Kian, Sam Pan Lio, gang Tiongkok, dan seabreg nama yang 
bukan istilah Melayu. 
Satu alasan yang mungkin bisa masuk akal adalah , pernah suatu waktu 
Tionghoa mendapat legitimasi di Nusantara, Koq sekarang tidak ada lagi/kurang ? 
Mengapa Angke menjadi dinamakan jalan TUBAGUS ANGKE ? katanya nama Pahlawan 
. Tolong ahli sejarah disini bantu menjelaskan . 


salam,
Dr.Irawan.
xx
In a message dated 3/24/2007 2:39:15 A.M. Pacific Daylight Time, 
[EMAIL PROTECTED] writes:

Kali Angke
Dari Wikipedia Indonesia, ensiklopedia bebas berbahasa Indonesia.
Kali Angke adalah sebuah sungai di Jakarta, Indonesia. Nama Kali Angke 
diberikan setelah pembantaian etnis Tionghoa selama tiga hari oleh VOC di 
Batavia 
pada tanggal 9 Oktober 1740. Dikatakan akibat peristiwa tersebut warna sungai 
berubah menjadi merah oleh darah etnis Tionghoa. Sejak itu namanya berubah 
menjadi Kali Angke. [1][2]

sur

- Original Message - 
From: raharjo irawan [EMAIL PROTECTED]

 
 Salam,
 
 Mohon info dari rekan-rekan, sungai Ang Kee di
 Jakarta
 itu berasal dari kata Hong Xi ( #32005; #28330;
 #65104;yang berarti sungai merah ) atau Hong Xi (
 #27946; #28330;#65104;yang berarti sungai yang
 sering banjir ) ???
 
 Menurut beberapa orang, disebut Ang Kee karena
 dahulu
 ketika terjadi pembantaian 1740, banyak mayat orang
 Tionghoa yang dibuang ke dalam sungai tersebut,
 sehingga memerahkan sungai.
 
 Namun ada pendapat yang mengatakan disebut Ang Kee
 itu, karena sungai itu sering meluap ketika terjadi
 hujan besar.
 
 Mana yang benar ??? mohon pencerahan.
 
 Irawan R
 



  Recent Activity

  21
  New Members

Visit Your Group 
  SPONSORED LINKS
  
   Indonesian languages  
   Dan  
   Indonesian  
   Indonesian language course  
   Indonesian language learn

  Got Yodel?
  Best Yahoo! Yodel
  Give us your best
  yodel and win!

Yahoo! Mail
  You're invited!
  Try the all-new
  Yahoo! Mail Beta

Search Ads
  Get new customers.
  List your web site
  in Yahoo! Search.



  .

 
 

 
-
TV dinner still cooling?
Check out Tonight's Picks on Yahoo! TV.

[Non-text portions of this message have been removed]



Re: Fw: [budaya_tionghua] Ang Kee

2007-03-24 Terurut Topik Golden Horde
--- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, [EMAIL PROTECTED] wrote:

  
Ang itu berarti Hung yang kalau bahasa mandarinnya berarti Merah. 
Kalau  banjir air tidak akan berwarna merah , kecuali banjir darah.
Yang menggelitik keingintahuan lebih lanjut adalah mengapa sampai 
dinamakan   ANGKE dari salah satu dialek Tionghoa ? kenapa tidak 
KALMER (Kali merah) ?   

Mengapa nama dari Tionghoa yang justru di adopt ? Dulu banyak daerah 
dan nama   jalan yang memakai kata dari istilah , nama, dan 
bahasa/dialek  Tionghoa ,   contoh Gang Toa Hong, Gang Kong Goan, 
Gang Kong Kwan , Toa She Bio, , Gang Lo Su Fan, Gang Lautze, Bo 
Ciang, Gang Yo Sun Bie , Gang Cay Ho, Tay Kung Sie  (Kongsi  Besar), 
gang Sen Tiong, Ji Lak Keng, gang Mo Cui, Gang Hok Tien, Gang Lam 
Ceng,  Petak Sing Kian, Sam Pan Lio, gang Tiongkok, dan seabreg nama 
yang   bukan istilah Melayu.  

Satu alasan yang mungkin bisa masuk akal adalah , pernah suatu 
waktu   Tionghoa mendapat legitimasi di Nusantara, Koq sekarang 
tidak ada lagi/kurang ? 

Mengapa Angke menjadi dinamakan jalan TUBAGUS ANGKE ? katanya nama  
Pahlawan   Tolong ahli sejarah disini bantu menjelaskan . 
==  
  
Nama Angke sebenarnya sudah ada jauh sebelum terjadi pembantaian 
Tionghoa di Batavia di  tahun 1740 (pertengahan abad ke 18) . Dalam 
sejarah kota Jakarta disebutkan pada  abad ke 16 dan awal  ke abad  
17, penguasa Jayakarta (nama Jakarta dahulu) ketika itu bernama 
Pangeran Tubagus Angke (1570-1600 ?), sebagai Adipati  Jayakarta 
kedua dan  bawahan (vasal) kesultanan Banten serta  penerus 
Fatahillah.

Anak dari Pangeran Tubagus Angke ini adalah Pangeran Jayakarta yang 
disebutkan  oleh orang Inggris  dan Belanda  sebagai   Regent of 
Jakarta atau   Koning van Jacatra. (Tempat-tempat bersejarah di 
Jakarta, A. Heuken SJ).

Pada jaman Pangeran Jayakarta inilah orang-orang asing Eropah  
seperti Inggris dan Belanda (sebelumnya  di abad ke 16 orang Portugis 
juga sudah mengunjungi Jakarta)  mulai berdatangan yang kemudian 
harinya pecah konflik dengannya. 

Penduduk Tionghoa sendiri  juga sudah ada sebelumnya di kota ini, dan 
kemudian harinya bertambah lagi dengan orang-orang Tionghoa  yang 
berdatangan   dari Banten dan terutama   sesudah Banten  (dibawah 
Sultan Ageng Tirtayasa) dikuasai  oleh Belanda.

Nama Pangeran Tubagus Angke  sendiri didalam   buku  Tinjauan Kritis 
Tentang Sajarah Banten (Hoesein Djajadiningrat) disebutkan 
sebagai Ratu Bagus Angke yang juga adalah  menantu  dari Sultan  
Hasanuddin, penguasa Banten  yang dinikahkan dengan  putrinya Ratu 
Pembajun. 

Dia disebut Ratu Bagus Angke, karena  ditempatkan didaerah dekat kali 
Angke di Jakarta.  Ketika itu kali Angke merupakan  perbatasan antara 
wilayah kekuasaan Banten dan Jayakarta sebelum dipindahkan dikemudian 
harinya ke sungai Cisadane. Nama Pangeran Tubagus Angke kini 
dijadikan  nama jalan  di Angke  yang dahulunya  
bernama Bacherachtsgracht.

Menurut Denys Lombard, Angke adalah berasal dari kata Tionghoa yang 
berarti Riviere qui deborde', yakni kali yang (suka) banjir  (Tempat-
tempat bersejarah di Jakarta, hal 166. A. Heuken SJ). Apakah benar 
transliterasi Lombard ini ?

Di pemukiman-pemukiman yang mayoritas penduduknya orang Tionghoa pada 
jaman dahulu, terutama di kawasan kota lama seperti di Jakarta Utara, 
tak jarang nama lokasi atau jalan berasal dari bahasa atau dialek 
Tionghoa.

Angke sebagai bagian kota tua dan bersejarah Jakarta, selain pernah 
terjadi peristiwa pembunuhan orang Tionghoa  di tahun 1740 juga  
mempunyai cerita sejarah  lain yang menarik seperti :

Pada  abad ke 17 itu  juga, Arung Palakka  (pahlawan  dan bangsawan  
Bugis dari  Bone) berserta pengikutnya pernah bermukim di Angke  pada 
tahun 1663 sebagai  tempat penampungan  dan pengungsian  sementara di 
Batavia setelah terdesak oleh kerajaan Gowa di Sulawesi Selatan 
ketika itu. 

Kemudian  di tahun 1666  Arung Palakka kembali bersama pengikutnya 
dan tentara VOC lainnya ke Makassar  untuk menaklukan  Sultan 
Hasanuddin dari  kerajaan Gowa di Makassar.

Pengikut  Arung Palakka ini adalah prajurit-prajurit tangguh yang  
disegani lawan  (warrior) dan  dinamakan Toangke , yakni orang  
dari Angke  (People of Angke),  dinamakan demikian karena tempat 
pemukimannya di Jakarta terletak di  daerah sekitar  kali Angke 
ketika itu.   (The Heritage Of Arung Palakka, Leonard Y. Andaya).

Disini   juga terdapat sebuah mesjid  bersejarah yang menarik, baik 
dari segi sejarah maupun dari segi arsitektur. Mesjid ini dinamakan 
mesjid Angke, kini disebut sebagai Masjid Al- Anwar yang  didirikan 
pada tahun 1761 untuk orang Bali pemeluk Islam yang bermukim di  
kampung Gusti dan dibangun oleh seorang kontraktor Tionghoa. Ketika 
itu banyak orang Bali yang tinggal di Batavia yang sebagian dijual 
oleh raja mereka sebagai budak.

Walaupun sudah diperbaiki beberapa kali, bangunan mesjid  Angke ini 
masih menunjukkan campuran harmonis antara unsur-unsur bangunan Bali, 

Re: Fw: [budaya_tionghua] Ang Kee

2007-03-24 Terurut Topik ChanCT
Kenapa yang dibahas hanya pengertian Ang-nya saja, ya? Sedang ke nya itu 
sudah pasti sama dengan he yang berarti sungai dalam bunyi Hokkian?

  - Original Message - 
  寄件者: King Hian 
  收件者: budaya_tionghua@yahoogroups.com 
  傳送日期: Sunday, 25 March, 2007 1:02
  主旨: Re: Fw: [budaya_tionghua] Ang Kee


  UTF 8
 
Pertanyaan Pak Raharjo Irawan adalah:
Dalam bahasa Hokkian, kata 'Ang' dari Angke bisa berarti Merah (紅) atau 
Banjir (洪) - Ang yang berarti banjir ini sama dengan marga Ang Chit Kong 
(tokoh dalam Sia Tiao Eng Hiong). Dalam bahasa Mandarin, keduanya diucapkan 
'Hong'.
 
Selama ini teori yang sering kita dengar adalah Angke berarti kali merah. 
Rupanya Pak Raharjo juga mendengar ada yang mengatakan bahwa Angke berarti kali 
banjir, bukan kali merah. Karena huruf (洪) dalam bhs Hokkian juga diucapkan Ang.
 
Sulit untuk menentukan mana yang benar. Tetapi saya lebih memilih pendapat 
bhw Angke berarti kali merah (karena peristiwa pembantaian orang2 Tionghoa 
1740). Alasannya:
1. Lebih banyak orang2 yang berpendapat Angke: kali merah
2. Kali Angke berhulu di daerah Semplak (Bogor Barat Laut), melalui Parung, 
Pamulang, Ciledug, Angke, Muara Angke. Kali Angke relatif pendek (dibanding 
Ciliwung atau Cisadane), sehingga dulu kali ini seharusnya tidak sering banjir.
3. Di sepanjang kali Angke sampai ke daerah Semplak, banyak bermukim orang2 
Tionghoa peranakan seperti Tionghoa Benteng (yang berbahasa Melayu dan kaum 
perempuannya berkebaya, umumnya mereka adalah petani). Ada teori yang 
mengatakan bahwa mereka ini adalah orang2 Tionghoa yang melarikan diri ke 
daerah hulu kali Angke, waktu terjadi pembantaian 1740.
4. Dalam bhs Hokkian, huruf (洪) dan (紅) sama2 bisa dibaca Hong (bunyi 
wenyan) dan Ang (bunyi baihua). Tetapi, dalam frase2 yang berarti banjir, huruf 
(洪) dibaca Hong. Misalnya:
 - (洪水) Mandarin: Hongshui, Hokkian: Hong Sui atau Hong Cui
 - (分洪) MD: Fenhong, HK: Hun Hong
 - (洪流) MD: Hongliu, HK: Hong Liu
 
salam,
KH


  [EMAIL PROTECTED] wrote:

  Ang itu berarti Hung yang kalau bahasa mandarinnya berarti Merah. Kalau 
  banjir air tidak akan berwarna merah , kecuali banjir darah.
  Yang menggelitik keingintahuan lebih lanjut adalah mengapa sampai dinamakan 
  ANGKE dari salah satu dialek Tionghoa ? kenapa tidak KALMER (Kali merah) ? 
  Mengapa nama dari Tionghoa yang justru di adopt ? Dulu banyak daerah dan nama 
  jalan yang memakai kata dari istilah , nama, dan bahasa/dialek Tionghoa , 
  contoh Gang Toa Hong, Gang Kong Goan, Gang Kong Kwan , Toa She Bio, , Gang Lo 
Su 
  Fan, Gang Lautze, Bo Ciang, Gang Yo Sun Bie , Gang Cay Ho, Tay Kung Sie 
  (Kongsi Besar), gang Sen Tiong, Ji Lak Keng, gang Mo Cui, Gang Hok Tien, Gang 
Lam 
  Ceng, Petak Sing Kian, Sam Pan Lio, gang Tiongkok, dan seabreg nama yang 
  bukan istilah Melayu. 
  Satu alasan yang mungkin bisa masuk akal adalah , pernah suatu waktu 
  Tionghoa mendapat legitimasi di Nusantara, Koq sekarang tidak ada lagi/kurang 
? 
  Mengapa Angke menjadi dinamakan jalan TUBAGUS ANGKE ? katanya nama Pahlawan 
  . Tolong ahli sejarah disini bantu menjelaskan . 


  salam,
  Dr.Irawan.
  xx
  In a message dated 3/24/2007 2:39:15 A.M. Pacific Daylight Time, 
  [EMAIL PROTECTED] writes:

  Kali Angke
  Dari Wikipedia Indonesia, ensiklopedia bebas berbahasa Indonesia.
  Kali Angke adalah sebuah sungai di Jakarta, Indonesia. Nama Kali Angke 
  diberikan setelah pembantaian etnis Tionghoa selama tiga hari oleh VOC di 
Batavia 
  pada tanggal 9 Oktober 1740. Dikatakan akibat peristiwa tersebut warna sungai 
  berubah menjadi merah oleh darah etnis Tionghoa. Sejak itu namanya berubah 
  menjadi Kali Angke. [1][2]

  sur

  - Original Message - 
  From: raharjo irawan [EMAIL PROTECTED]

   
   Salam,
   
   Mohon info dari rekan-rekan, sungai Ang Kee di
   Jakarta
   itu berasal dari kata Hong Xi ( #32005; #28330;
   #65104;yang berarti sungai merah ) atau Hong Xi (
   #27946; #28330;#65104;yang berarti sungai yang
   sering banjir ) ???
   
   Menurut beberapa orang, disebut Ang Kee karena
   dahulu
   ketika terjadi pembantaian 1740, banyak mayat orang
   Tionghoa yang dibuang ke dalam sungai tersebut,
   sehingga memerahkan sungai.
   
   Namun ada pendapat yang mengatakan disebut Ang Kee
   itu, karena sungai itu sering meluap ketika terjadi
   hujan besar.
   
   Mana yang benar ??? mohon pencerahan.
   
   Irawan R
   



Recent Activity
  
21
New Members

  Visit Your Group 
SPONSORED LINKS

 Indonesian languages  
 Dan  
 Indonesian  
 Indonesian language course  
 Indonesian language learn

Got Yodel?
Best Yahoo! Yodel
Give us your best
yodel and win!

  Yahoo! Mail
You're invited!
Try the all-new
Yahoo! Mail Beta

  Search Ads
Get new customers.
List your web site
in Yahoo! Search