CiKEAS> UU Parpol, Calon Perseorangan, dan Kue Kekuasaan

2007-12-27 Terurut Topik Sunny

PIKIRAN RAKYAT
Jum'at, 28 Desember 2007 

Laporan Akhir Tahun Bidang Politik
UU Parpol, Calon Perseorangan, dan Kue Kekuasaan

Oleh SUHIRLAN A.

PERLAHAN tapi pasti, geliat persiapan menghadapi pesta demokrasi 2009, yakni 
pemilu legislatif (DPR, DPD, dan DPRD) dan pemilu presiden/wakil presiden 
(pilpres) mulai terasa. Partai-partai politik baru mulai bermunculan dan siap 
pasang kuda-kuda menghadapi agenda politik lima tahunan. Di kantor Depkumham 
saja, tahun ini sudah tercatat lebih dari 50 parpol baru yang mendaftarkan diri 
untuk diverifikasi sebagai calon parpol peserta Pemilu 2009.

Jumlah itu masih terhitung relatif sedikit. Pasalnya diperkirakan lebih dari 
100 parpol baru akan bermunculan menjelang 2008. Sebagian besar parpol baru 
masih berkonsolidasi dan menunggu aturan-aturan baru yang sedang digodok. 
Aturan baru itu yakni empat UU paket politik (UU Parpol, UU Pemilu, UU Susduk 
DPR, DPD, dan DPRD serta UU Pilpres).

Menjelang akhir 2007, baru Undang-Undang (UU) Parpol saja yang sudah disahkan 
DPR RI. Padahal, pemerintah dan DPR RI menargetkan empat UU paket politik itu 
dapat selesai pada akhir 2007.

Meski pembahasan UU Parpol relatif "lebih cepat", tidak berarti berjalan mulus. 
Isu krusial UU Parpol terletak pada masalah "lama" yakni soal asas partai. 
Fraksi-fraksi di DPR sibuk berkutat mengenai masalah asas pendirian parpol. 
Akibat alotnya pembahasan asas parpol itu pulalah pengesahan UU Parpol mundur 
dari 4 Desember 2007 menjadi 6 Desember 2007.

Sebenarnya, masalah asas parpol pada UU Parpol sekarang dengan UU Parpol No. 
31/2002 tidak jauh berbeda. Pasal 9 ayat 1 yang berbunyi asas politik tidak 
boleh bertentangan dengan Pancasila dan UUD Negara RI 1945 sama seperti yang 
tertulis dalam pasal 5 UU 31/2002. Justru, yang menjadi alot adalah keinginan 
sejumlah parpol untuk memberlakukan kembali asas tunggal Pancasila, seperti 
yang tertuang dalam UU No 3/1985 tentang Parpol dan Golkar. Bunyi pasal itu 
adalah "Parpol dan Golkar berasaskan Pancasila sebagai satu-satunya asas".

Usulan asas Pancasila dikemukakan partai Golkar, PDIP, dan Demokrat. Sementara 
itu, pihak yang berkeras untuk menolak usulan asas itu adalah partai berbasis 
Islam seperti, PPP, PKS, PAN, dan PBR.

Wakil Ketua Pansus RUU Parpol Chozin Chumaidy mengatakan, asas tunggal parpol 
tidak jadi dipaksakan dalam RUU ini, namun diakomodasi dalam pasal 9 ayat 3 
yang berbunyi, "Asas dan ciri parpol sebagaimana yang termaktub dalam ayat 1 
dan 2 merupakan penjabaran dari Pancasila dan UUD 1945".

"Kami pun meminta agar kata `penjabaran` diganti dengan `selaras`. Karena, jika 
penjabaran, Islam sebagai asas dapat ditafsirkan sebagai subordinasi Pancasila. 
Usulan PPP didukung PKS, PBR, PBB, dan PAN. Namun, tidak diterima fraksi-fraksi 
lainnya. Oleh karena itu, pada saat paripurna pengesahan kami mengajukan 
minderheitnota," kata Chozin, yang menegaskan bahwa minderheitnota sebagai nota 
keberatan jika ada implikasi di kemudian hari.

Ada beberapa hal yang membedakan isi UU Parpol yang baru ini bila dibandingkan 
dengan UU Parpol sebelumnya. UU Parpol yang baru mencantumkan syarat pendirian 
parpol harus mencantumkan 30% keterwakilan perempuan, serta mengharuskan 
keterwakilan 30% perempuan dalam kepengurusan parpol. Begitu juga dengan 
persebaran pengurus disepakati diambil angka 60% dari jumlah provinsi, 50% 
untuk kab./kota, dan 25% dari jumlah kecamatan. Beberapa pasal lain yang 
menjadi perdebatan antara lain mengenai keuangan parpol, mekanisme internal 
parpol, dan sanksinya.

Berpihak

UU Parpol tampaknya masih berpihak kepada parpol-parpol baru. Pasalnya, 
keinginan pemerintah yang ingin agar syarat dukungan pendirian parpol 
diperketat dari minimal 50 orang menjadi minimal 250 orang, ternyata kandas. 
Dalam forum lobi, keinginan pemerintah itu melunak sehingga syarat jumlah 
minimal pendirian ini sama dengan UU 31/2002 tentang Parpol yakni minimal 50 
orang.

Sekjen Partai Matahari Bangsa (PMB) Ahmad Rofiq menilai, UU Parpol yang baru 
ini memang lebih tegas dibandingkan dengan UU terdahulunya. Namun, bagi 
parpol-parpol baru justru merasa "dikerjai" karena pengesahannya justru baru 
akhir 2007. Padahal, verifikasi di Depkumham terhadap parpol-parpol akan 
dimulai Februari 2008.

Namun, Sekretaris Nasional Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat (JPPR) 
Jerry Sumampaw justru menilai UU Parpol yang baru memuat persyaratan berat 
untuk pendirian parpol baru sehingga timbul diskriminasi. Hal ini membuktikan 
bahwa UU Parpol menjadi instrumen strategis yang semakin menguatkan posisi dan 
kepentingan yang ingin dicapai partai-partai dominan. 

Jerry menyoroti pengaturan dana sumbangan untuk parpol yang relatif lebih besar 
dari UU sebelumnya. Hal ini justru dinilai sebagai kemunduran karena pada UU 
Parpol yang baru batasan maksimum untuk penyumbang perorangan sebesar Rp 1 
miliar dan badan hukum/perusahaan sebesar Rp 4 miliar. Padahal di UU 
sebelumnya, batasan sumbangan perorangan hanya Rp 200 juta dan badan huk

CiKEAS> Saatnya Seriusi Kejahatan Lingkungan

2007-12-27 Terurut Topik Sunny
REFLEKSI: Harus juga ditaati progam keluarga berencana, agar hutan bisa 
dilidungi. Makin banyak orang makin banyak kebutuhan, makin banyak pula 
tuntutan yang tidak dapat dipenuhi karena sumber untuk kebutuhan hidup 
terbatas. 

http://www.surya.co.id/web/index.php?option=com_content&task=view&id=30500&Itemid=68


  Saatnya Seriusi Kejahatan Lingkungan 
   
  Thursday, 27 December 2007  
  Kasus pembalakan liar harus disamakan perlakuannya dengan penanganan 
kasus korupsi. Sudah saatnya dibentuk badan atau lembaga ad hoc yang khusus 
menangani kasus illegal logging, seperti halnya Komisi Pemberantasan Korupsi 
(KPK) menangani kasus-kasus korupsi. 

  Bencana terjadi lagi. Bahkan bulan ini diprediksi akan menjadi bulan yang 
tidak ramah bagi kehidupan kita.
  Hujan deras hanya beberapa jam saja yang mengguyur sebagian besar wilayah 
Jatim telah mendatangkan bencana dimana-mana. Wilayah Madiun, Ngawi, Ponorogo, 
Trenggalek, Ngawi, Malang, Jember, hingga Madura, semua terjamah bencana banjir 
dan longsor.
  Bahkan di Karanganyar, Jawa Tengah, puluhan jiwa menjadi korban longsor. 
Demikian pula di luar Jawa. Di Padang, Sumatera Barat, juga Jambi, ribuan rumah 
terendam air bah, dan puluhan ribu orang harus mengungsi.

  Musibah ini seolah sudah menjadi bencana rutin bagi kita. Dari tahun ke 
tahun selalu terulang, di hampir seluruh wilayah. Boleh dikata, setiap bulan 
Desember dan bulan-bulan berikutnya kita diharuskan ekstra waspada akan 
datangnya musibah, yang sebenarnya kita sendiri ikut berperan dalam terjadinya 
musibah itu.
  Karenanya diperlukan komitmen bersama, bahwa yang diperlukan tidak hanya 
menolong korban pascabencana dan merehabilitasi kawasan bencana. Tetapi 
bagaimana komitmen kita untuk mengantisipasi agar bencana tersebut tidak 
terulang, atau setidaknya meminimalisir korban dan area bencana.

  Di Jombang dua hari lalu, Menteri Kehutanan (Menhut) MS Ka'ban 
menyatakan, tingkat kerusakan hutan di Indonesia dalam tiga tahun terakhir 
telah menurun dibanding tahun-tahun sebelumnya. Tetapi tetap saja bahwa potensi 
terjadinya bencana alam berupa banjir dan longsor masih cukup besar.

  Menhut menambahkan, di tahun 2007 ini hampir 90 persen lahan Perum 
Perhutani seluas 210.000 hektare sudah ditanami pohon. Diperkirakan, tahun 2015 
mendatang, hasil penanaman hutan tersebut bisa dinikmati masyarakat. 


CiKEAS> Silakan Berzina! [intermezzo?]

2007-12-27 Terurut Topik Sunny
Refleksi: Apa mau dibilang selain karunia illahi tuntutan jasmaniah guna 
mencapai kenikmatan langit bahagia :-))

http://www.banjarmasinpost.co.id/content/view/10898/309/


  Silakan Berzina!  
  Jumat, 28-12-2007 | 00:31:32  
  Oleh: Rasyid Ridho
  Sekretaris Yayasan Ukhuwah Banjarmasin

  "Jika kamu tidak memiliki rasa malu, maka berbuatlah semaumu!" Demikian 
suatu hari sang junjungan yang paling mulia, Nabi Muhammad SAW bersabda, yang 
mengingatkan agar kita selaku umatnya memiliki rasa malu. Malu dalam arti 
ketika melakukan sesuatu yang dilarang agama, bukan malu dalam melakukan 
kebaikan.

  Tapi yang terjadi sekarang, banyak orang tidak malu atau bangga dalam 
melakukan kemaksiatan. Sungguh jauh dari perintah Rasulullah untuk malu ketika 
berbuat yang dilarang agama. Salah satu yang saat ini dibanggakan banyak orang 
adalah mendukung perbuatan zina. Entah dukungan terhadap hal yang mendekati 
zina, atau malah yang benar-benar mendukung perbuatan zina sungguhan. 
Na'udzubillah.

  Untuk contoh perbuatan mendekati zina sudah menjadi makanan kita 
sehari-hari di  jalan. Cukup banyak anak muda yang asyik masyuk berpelukan di 
atas kendaraan roda dua. Juga ada yang terang-terangan berduaan di sisi jalan 
raya.  Saya yakin, mayoritas remaja itu rata-rata beragama Islam. Bahkan tidak 
jarang terdapat perempuan berjilbab, juga terjebak dalam aksi maksiat masal 
tersebut.

  Yang kedua, hampir di seluruh media massa di hari-hari ini sibuk 
mendukung program (katanya) internasional yang menggalakkan perang terhadap 
HIV/AIDS.  Puncaknya diperingati pada 1 Desember setiap tahun, yang disebut 
Hari AIDS Sedunia. Moto yang digaungkan, kampanye menggunakan kondom ketika 
melakukan hubungan agar tidak terjangkit virus yang membunuh orang secara 
perlahan itu.

  Sungguh aneh. Bukannya program pelarangan untuk berhubungan bebas, malah 
menganjurkan berhubungan bebas. Namun, diembel-embeli harus menggunakan kondom 
agar tidak terjangkit HIV/AIDS!

  Puncak kedahsyatan program kondom itu adalah pemberitaan media televisi 
pada Kamis, 13 Desember 2007 lalu, tentang adanya satu kontainer kondom impor 
masuk Indonesia yang berasal dari Jerman. Apakah satu peti raksasa itu akan 
dipergunakan untuk mendukung program menggunakan kondom atau  tidak, saya 
kurang mengetahui pasti. Yang jelas dari informasi itu disebutkan, rencananya 
didaur ulang untuk digunakan di Indonesia.

  Ada hal yang cukup membuat hati saya miris dan mungkin juga ada orang 
merasa seperti saya, jika membaca berita BPost edisi 3 Desember 2007 di halaman 
utama. Isinya, tentang serunya suasana sebuah lokasi (katanya) eks lokalisasi 
di Pembatuan Banjarbaru.

  Tidak tanggung-tanggung, yang terjadi di sana ketika itu adalah 
Perlombaan Memasang Kondom yaitu dengan cara adu cepat memasang kondom ke suatu 
benda yang hampir mirip dengan (maaf) kemaluan laki-laki.  Acara yang 'seru' 
itu digagas oleh Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI),  didukung 
Pemko Banjarbaru dengan mengusung tema Kenakan Kondom atau Kena!

  Semakin menyedihkan adalah salah satu dari kutipan dalam berita itu:  
'Selama lomba berlangsung, Kepala Dinas Kesehatan Banjarbaru dr Nurleny Saleh 
terus mengimbau penghuni lokalisasi itu menggunakan kondom saat melayani tamu,  
untuk mencegah penularan HIV/AIDS.  "Semua orang bisa terkena virus itu, tetapi 
semua orang juga bisa mencegahnya. Salah satunya dengan menggunakan kondom dan 
tak ganti-ganti pasangan," katanya.

  Berita BPost edisi Rabu, 4 Desember 2007, Ketua TP PKK Kota Banjarbaru Hj 
Rosdiawati Rudy Resnawan menyatakan: "Sebenarnya Lomba Pasang Kondom dalam 
rangka Hari AIDS Sedunia itu,  bertujuan menyosialisasi pencegahan penyebaran 
HIV/AIDS melalui penggunaan kondom bagi penghuni lokalisasi. Walau di sisi 
agama memang terkesan negatif, melegalkan kegiatan prostitusi yang dilakukan 
PSK. Namun tujuannya baik,  terkait pemberantasan HIV/AIDS termasuk di Kota 
Banjarbaru." Namun, menurut saya, hal itu tetap saja secara tidak langsung 
mengesahkan praktik zina dengan diperhalus melalui kondom.

  Saya malah lebih mendukung pernyataan beberapa warga yang tercantum di 
BPost dalam Rubrik Apa Kata Mereka. Ada yang menyatakan, kampanye menggunakan 
kondom bukan solusi untuk memberantas HIV/AIDS. Kampanye besar-besaran yang 
seharusnya dilakukan untuk memberantas penyakit yang belum ditemukan obatnya 
itu, adalah kampanye menghindari perbuatan seks bebas atau zina.

  Apakah kurang jelas firman Allah dalam QS Al-Israa' ayat 17: Walaa 
taqrabuz zinaa, innahuu kaana faahisyataw wa saa'a sabiilaa. Artinya: Dan 
janganlah kamu mendekati zina, sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan 
yang keji dan jalan yang buruk.

  Dari ayat itu jelas mendekati zina saja dilarang oleh Allah, apalagi 
sampai menjerumuskan diri ke dalamnya. Jika pejabat dan publik figur yang 
berpendidikan saja menganjurkan PSK menggunakan kondom saat melayani tamunya, 
hal itu secara 

CiKEAS> Tertipu Ikuti Biro Jodoh

2007-12-27 Terurut Topik Sunny
http://www.banjarmasinpost.co.id/content/view/10839/297/


  Tertipu Ikuti Biro Jodoh  


  Kamis, 27-12-2007 | 01:25:10  
  JAKARTA, BPOST - Kemalangan menimpa Sri Wulandari (36) alias Rinda, 
seorang karyawan swasta di Jakarta. Gara-gara kenalan dengan pria melalui biro 
jodoh, dia tertipu hingga Rp 30 juta.

  Peristiwa ini berawal ketika dia mengikuti situs biro jodoh pada 2005. 
Lalu pada akhir 2007, dia melihat ada dua orang yang tertarik dengan dirinya 
bernama Tedy Rendrawan dan Nazaruddin

  Ketika berkenalan di dunia maya itu, Tedy mengaku bekerja sebagai PNS di 
Depdagri dengan jabatan Kepala Bagian Depdagri Bidang Otda Lintas Sektoral. 
Sedangkan Nazarudin menjabat sebagai kepala bagian Sekjen Deplu.   

  Singkat cerita, Rinda dan Tedy janjian bertemu di Kota Malang, Jawa 
Timur. Di sana Rinda dan Teddy langsung akrab. Kemudian, ketika Tedy bercerita 
kepada Rinda jika bosnya di Depdagri sedang terkena kasus perselingkuhan, maka 
mulailah aksi penipuan tersebut. 

  Tedy kemudian meminta kepada Rinda uang Rp30 juta. Tapi, Rinda mengaku 
hanya memiliki uang Rp25 juta. Akhirnya untuk menutupi kekurangan, perhiasan, 
kamera dan jam tangan Rinda diserahkan kepada Teddy. "Dia bilangnya hanya 
pinjam," tutur Rinda di Mapolda Metro Jaya, Rabu (26/12).

  Kemudian keesokan harinya atau hari Natal tadi, Rinda mengirim pesan 
singkat lewat handphone untuk bertemu di bandara. Tapi, ketika sudah sampai di 
Bandara, Rinda tak bertemu dengan Tedy. Hingga dia ke Jakarta dan akhirnya 
sadar jika dirinya sudah ditipu.

  "Selama di Malang saya seperti terkena hipnotis. Saya tidak bisa mengelak 
ketika dia minta uang dan perhiasan saya," jelas Rinda.

  Rupanya, kesialan Rinda tak hanya sampai di situ. Laporan Rinda ke 
Mapolda juga ditolak dengan alasan tempat kejadian tidak berlokasi di Jakarta 
melainkan Malang, Jawa Timur. "Jadi saya disuruh melapor ke Mabes Polri," 
tandasnya.dtk
 


CiKEAS> CPO Naik, Harga Minyak Goreng Merayap ke Rp 8.000-an

2007-12-27 Terurut Topik Sunny
http://hariansib.com/2007/12/27/cpo-naik-harga-minyak-goreng-merayap-ke-rp-8000-an/


Des 27
CPO Naik, Harga Minyak Goreng Merayap ke Rp 8.000-an
Ekonomi & Keuangan Add comments
Jakarta (SIB)
Kenaikan harga minyak sawit mentah atau Crude Palm Oil (CPO) di bursa Malaysia 
yangmencetak rekor di level US$ 992 per ton mulai berdampak terhadap harga 
minyak goreng dalam negeri.


Sejak Minggu 23 Desember 2007, harga minyak goreng dalam negeri merayap dari Rp 
7.800/kg menjadi Rp 8.200/kg pada Kamis (27/12). "Untungnya ada subsidi PPN 
untuk minyak goreng, jadi harga bisa ditekan kalau tidak harga minyak goreng 
sudah di atas Rp 9.000 per kg," kata Ketua Asosiasi Industri Minyak Makan 
Indonesia (AIMMI) Adiwisoko Kasman saat dihubungi detikFinance, Jakarta, Kamis 
(27/12).
Adi menerangkan harga tender CPO pada deal tender terakhir berkisar Rp 8.415 
per kg untuk lokasi Dumai, Rp 8.360 per kg di Jambi, dan Rp 8.125-Rp 8.195 per 
kilogram di Kalimantan.
"Dengan keadaan ini pemerintah sebaiknya memperpanjang pemberian subsidi PPN, 
karena harga CPO tampaknya akan terus naik setelah semalam harga soyabean oil 
melonjak dan tidak turunnya harga minyak dunia," ungkapnya.


"Terus terang kami para produsen minyak goreng bingung kenapa bisa terjadi 
lonjakan dipenghujung tahun ini padahal tahun sebelumnya tidak pernah terjadi," 
keluhnya.
Meskipun ada kenaikan permintaan minyak goreng karena Natal dan Idul Adha, 
menurut Adi, kenaikan itu tidak signifikan. Sehingga tidak terpengaruh pada 
lonjakan permintaan CPO dalam negeri.


"Bisa saja keadaan ini hanya sesaat karena libur panjang, tapi kemungkinan 
besar kondisi CPO naik karena minyak dunia, selama harga minyak dunia melonjak, 
CPO ikut naik," jelasnya. (detikcom


CiKEAS> Pegadaian Beri Kredit Rp100 Milyar Untuk TKI

2007-12-27 Terurut Topik Sunny
http://www.poskota.co.id/news_baca.asp?id=42962&ik=6


Pegadaian Beri Kredit Rp100 Milyar Untuk TKI 

Kamis 27 Desember 2007, Jam: 19:58:00 

JAKARTA (Pos Kota) - Calon tenaga kerja (TKI) yang akan bekerja di luar negeri 
tidak perlu pusing lagi memikirkan biaya untuk bikin paspor atau uang kebutuhan 
bagi keluarga yang ditinggalkan, karena Perum Pegadaian akan memberikan kredit 
sesuai kebutuhan. 

Direktur Utama Perum Pegadaian Deddy Kusdedi, Kamis (27/12) mengaku pihaknya 
telah mengalokasikan anggaran sebesar Rp 100 milyar untuk tahap pertama, karena 
program yang rencananya akan diluncurkan awal 2008 ini masih dalam proses 
penjajakan. 

"Kami akan melakukan kerjasama dengan asosiasi jasa pengirim TKI dan asuransi. 
Penanggung jawabnya pihak asosiasi dan pendanaan ini berlaku untuk TKI yang 
akan bekerja ke luar negeri di seluruh dunia," paparnya. 

Menurut Deddy, pengembalian kredit ini bisa dicicil setelah TKI tersebut 
bekerja dengan bunga sekitar 12 persen per tahun. Selain itu Pegadaian juga 
menerima jasa pengiriman uang TKI yang akan mengirimkan uang untuk keluarganya 
di tanah air.

CiKEAS> SBY-JK Dinilai Gagal Berantas Korupsi

2007-12-27 Terurut Topik Sunny
kompas
Jumat, 28 Desember 2007

 
Catatan Akhir Tahun
SBY-JK Dinilai Gagal Berantas Korupsi 




Yogyakarta, Kompas - Catatan akhir tahun pemberantasan korupsi oleh Pusat 
Kajian Anti Korupsi atau PuKAT Universitas Gadjah Mada menyatakan, pemerintahan 
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono telah gagal dalam upaya pemberantasan 
korupsi. Pada tahun 2007, pengungkapan kasus korupsi belum menyentuh aktor 
besar dan masih terpusat pada pemberantasan di daerah-daerah. 

PuKAT juga menyoroti tren baru yang dipopulerkan Presiden dan mulai berkembang 
dalam pemberantasan korupsi, yaitu penyelesaian secara adat. "Ini akan 
berdampak sangat buruk, pola penyelesaian secara adat terbukti mengaburkan 
proses hukum serta menghentikan proses hukum sama sekali," ujar Direktur Divisi 
Advokasi PuKAT Zainal Arifin Mochtar, Kamis (27/12) di Yogyakarta. 

Setidaknya ada tiga kasus yang diselesaikan secara adat pada tahun ini, yaitu 
perseteruan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Taufiequrachman Ruki dengan 
mantan Menteri Sekretaris Negara Yusril Ihza Mahendra, konflik Presiden dengan 
Amien Rais, serta perseteruan Mahkamah Agung dan Badan Pemeriksa Keuangan. 
"Perkembangan proses hukum kasus-kasus tersebut tidak jelas," tambahnya. 

Korupsi di Indonesia telah terjadi di seluruh sektor, baik di lembaga 
eksekutif, legislatif, maupun yudikatif. Selama tahun 2007, PuKAT memantau 143 
kasus korupsi yang masih dalam proses hukum taksiran kerugian negara dari 
seluruh kasus tersebut, Rp 15,077 triliun. 

Harus obyektif 

Secara terpisah, Gubernur Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhannas) Muladi 
mengatakan, boleh-boleh saja mengkritik pemerintahan saat ini telah gagal. 
Namun, ia menegaskan bahwa kritik seperti itu bisa saja hanya merupakan 
pendapat pribadi yang dilakukan pihak tertentu dengan latar belakang tertentu 
pula. 

"Mungkin saja pendapat itu muncul dari orang berlatar belakang partai politik 
yang berbeda atau mungkin karena sakit hati akibat tidak kebagian jabatan. Saya 
sih bisa mengira-ira dan membaca siapa yang ngomong seperti itu," ujar Muladi 
di Jakarta. 

Menurut Muladi, semua pihak harus bisa bersikap obyektif dalam persoalan ini. 
Terlepas dari masih banyaknya persoalan yang belum terselesaikan, seperti 
masalah kemiskinan, tetapi ia menganggap pemerintah telah menghasilkan kemajuan 
yang bahkan diakui dunia internasional. 

Menurut Muladi, kalaupun pasangan Susilo Bambang Yudhoyono-Jusuf Kalla diadu 
dengan pasangan lainnya, keduanya masih jauh unggul. (WKM/DW


CiKEAS> Arus Utama Kebebasan Beragama

2007-12-27 Terurut Topik Sunny
KOMPAS
Jumat, 28 Desember 2007

 
Arus Utama Kebebasan Beragama 


R u m a d i 

Freedom of religion is one of the oldest and most controversial of all human 
rights and has been the object of international concern from the very 
beginnings of the modern international state system. 

Malcolm D Evans, "Historical Analysis of Freedom of Religion or Belief as a 
Technique for Resolving Conflict" dalam Facilitating Freedom of Religion or 
Belief: A Deskbook, 2004. 

Dalam berbagai forum evaluasi dan laporan kebebasan beragama/berkeyakinan atau 
FoRB di Indonesia tahun 2007 dapat disimpulkan, perkembangan FoRB 2007 dinilai 
buruk. Buruknya tingkat FoRB sepanjang tahun ini bukan semata-mata terletak 
pada jaminan konstitusi dan undang-undang, tetapi justru pada tingkat 
implementasi. 

Meski masih ada kekurangan, jaminan regulasi kita, baik pada tingkat 
konstitusi, undang-undang, maupun aturan-aturan lain, sudah cukup baik dan 
memadai. Namun, pada tingkat implementasi jaminan itu hanya menjadi tulisan di 
atas kertas yang nihil pada realitas. 

Salah satu sebabnya, aparatur pemerintah dan birokrasi kita belum mempunyai 
visi yang jelas tentang isu ini. Masih ada sikap ambigu di antara aparat hukum, 
antara menegakkan hukum serta keadilan dan desakan massa. Sikap yang banyak 
diambil aparat pemerintah adalah mengambil langkah "populer" dengan mengikuti 
selera massa daripada menegakkan hukum dan konstitusi. 

Isu pinggiran 

Terlepas dari itu, sikap keseluruhan bangsa ini memang belum menjadikan FoRB 
sebagai isu penting yang harus terus dikontrol. Meski beberapa eksponen 
mengontrol dan berteriak-teriak tentang buruknya pemenuhan hak FoRB, isu ini 
tetap saja belum dijadikan sebagai instrumen penting untuk mengukur tingkat 
keberhasilan sebuah pemerintahan. Akibatnya, FoRB, meskipun diproteksi melalui 
konstitusi dan undang-undang di bawahnya, masih menjadi isu pinggiran yang 
dianggap tidak terlalu penting. 

Hal demikian sebenarnya agak sulit dipahami karena isu kebebasan beragama, 
sebagaimana penulis kutip di awal tulisan ini, merupakan salah satu isu paling 
tua dalam sejarah kehidupan manusia dan menjadi perhatian internasional sejak 
awal, namun FoRB masih tetap dipandang sebagai problem perifer. Bahkan, 
sebagian bangsa ini memandang FoRB sebagai isu "Barat" yang tidak mempunyai 
relevansi dengan kehidupan beragama di Indonesia. 

Hal ini tentu berbeda dengan isu ekonomi, misalnya. Perkembangan ekonomi 
menjadi instrumen penting untuk mengukur tingkat keberhasilan dan kegagalan 
sebuah rezim. Media juga biasanya membuat laporan panjang lebar tentang 
perkembangan ekonomi. Pemerintah merasa kebingungan jika perkembangan 
ekonominya dinilai tidak mengalami perkembangan berarti, bahkan gagal. Bila hal 
ini terjadi, sebuah rezim akan kehilangan popularitasnya. Karena itu, program 
pengembangan ekonomi akan menjadi prioritas utama dan energi pemerintahan akan 
digerakkan ke arah itu. 

Tidak demikian dengan FoRB. Pemerintah tampaknya tidak terlalu peduli dengan 
isu ini. Bahkan ada kesan, FoRB hanya menjadi agenda organisasi masyarakat 
sipil, bukan agenda utama pemerintah. Akibatnya, meski sejumlah organisasi 
masyarakat sipil memberi evaluasi akhir tahun bahwa tingkat perkembangan FoRB 
di Indonesia buruk, pemerintah agaknya tenang-tenang saja. Hal ini karena 
pemerintah tahu isu ini tidak akan mengurangi popularitasnya, bahkan semakin 
populer di kalangan tertentu. Evaluasi dan desakan dunia internasional juga 
dianggap angin lalu oleh pemerintah. 

Tiga masalah FoRB 

Setiap tahun Perserikatan Bangsa-Bangsa senantiasa mengeluarkan laporan 
perkembangan HAM di sejumlah negara, yang di dalamnya menyangkut FoRB. Dalam 
laporan itu, Indonesia senantiasa dikategorikan sebagai negara yang bermasalah 
dalam penegakan FoRB. Setidaknya ada tiga hal yang menjadi masalah FoRB di 
Indonesia. Pertama, pada aras regulasi, meskipun Indonesia sudah mengamandemen 
UUD 1945 dan memasukkan pasal tentang FoRB (Pasal 28e dan Pasal 29), masih ada 
kekosongan produk hukum yang mengikat (legally binding products) yang 
melindungi hak-hak asasi FoRB. 

Jaminan konstitusional atas FoRB sebenarnya memberi payung hukum yang sangat 
kuat. Namun, jaminan konstitusional tersebut masih merupakan prinsip-prinsip 
etis-normatif, dan belum menjadi produk hukum yang mengikat dan dapat 
dipraktikkan secara konkret. Padahal, tanpa adanya produk dan mekanisme hukum 
tersebut, jaminan konstitusional hanya "macan ompong" yang tidak mempunyai 
kekuatan apa-apa. Belum lagi kita masih mempunyai problem dengan UU Nomor 
1/PNPS/1965 yang menjadi sumber diskriminasi agama/keyakinan karena di dalamnya 
hanya mengakui enam agama. 

Kedua, terjadinya aksi-aksi kekerasan dalam masyarakat atas nama agama, seperti 
kasus penutupan tempat ibadah dan isu aliran sesat, di mana telah terjadi 
"politik pembiaran", baik oleh negara maupun aparat keamanan secara mencolok. 
Praktik-praktik pembiaran yang dilakukan aparat keamanan menjadi lebih kompleks 
ketika ne

CiKEAS> Indonesia Rawan Pangan

2007-12-27 Terurut Topik Sunny
http://www.indopos.co.id/index.php?act=detail_c&id=318999

Jumat, 28 Des 2007,


Indonesia Rawan Pangan


SEBUAH publikasi dari Badan PBB untuk Urusan Pangan dan Pertanian (FAO) tak 
banyak memantik perhatian publik. Padahal, laporan resmi itu sangat memiriskan 
hati. Apa itu? Indonesia termasuk salah satu negara yang terancam rawan pangan.

Agak aneh memang, negara agraris yang sejak merdeka memiliki basis sektor 
pertanian yang kuat, ke depan bisa kekurangan pangan. Namun, inilah warning 
bahwa kita sedang menghadapi problem yang sangat serius.

Tentu, tidak perlu lagi diperdebatkan apakah laporan dari badan dunia tersebut 
akurat atau tidak. Sebab, pasti itu merupakan hasil sebuah studi mendalam. Itu 
adalah peringatan dan pemerintah harus mengambil kebijakan-kebijakan strategis 
di bidang pangan dan pertanian.

Laporan FAO tersebut tak hanya membuat kita terbelalak akan sebuah kenyataan 
yang dua dekade lalu tak pernah kita bayangkan bisa terjadi. Laporan itu juga 
sangat memalukan kita sebagai bangsa.

Negara besar ini, negara kepulauan ini, dan negara yang gemah ripah loh jinawi 
ini, rakyatnya terancam kelaparan. Mungkin tidak seekstrem itu karena kita bisa 
mengimpor beras dari Thailand atau Vietnam. Tapi, sampai berapa lama kemampuan 
impor kita itu ketika sektor-sektor yang lain juga mulai bergantung pada 
pasokan dari luar negeri?

Yang juga memalukan adalah Indonesia sejajar dengan negara-negara miskin 
seperti Timor Leste, Bangladesh, Pakistan, Sri Lanka, Haiti, Nikaragua, 
Jamaika, dan Chechnya. Apa yang sudah dilakukan pemerintah selama 62 tahun 
merdeka untuk mengembangkan sektor pertanian?

Indonesia menjadi negara rawan pangan tentu bukan karena keterbatasan alam 
seperti Timor Leste atau Sri Lanka, tapi karena mismanajemen. Ada kesalahan 
kebijakan, strategi, dan iktikad baik untuk mengembangkan sektor strategis 
tersebut. 

Sektor pertanian di Indonesia seperti anak tiri. Petani tidak lagi menjadi 
salah satu pilar dalam pemberdayaan ekonomi. Sektor tersebut mulai ditinggalkan 
karena memang leverage-nya sangat terbatas. Petani kalah oleh tengkulak gabah. 
Jadi, sektor pertanian tak mungkin lagi bisa menjadi penopang ekonomi warga.

Pemerintah memiliki Bulog (Badan Usaha Logistik) yang memiliki tugas untuk 
stabilisasi harga. Namun, langkah-langkah yang diterapkan Bulog sering tidak 
pada momentum yang tepat. Ujung-ujungnya, eksistensi lembaga itu tak pernah 
berpihak kepada petani, tapi justru menguntungkan para tengkulak tersebut.

Menteri Pertanian Anton Apriantono langsung merespons laporan FAO tersebut. Dia 
mengajak departemen pemerintah yang lain untuk siaga dan mengambil langkah 
strategis mengantisipasi warning FAO itu. Hanya, kebijakan-kebijakan tersebut 
pasti tidak fundamental dan hanya bersifat tambal sulam. Indonesia butuh lebih 
dari sekadar respons, juga reformasi struktural dalam bidang pertanian dan 
pangan


CiKEAS> Indonesian peace delegation meets with Peres

2007-12-27 Terurut Topik Sunny
http://www.jpost.com/servlet/Satellite?cid=1196847286830&pagename=JPost/JPArticle/ShowFull

 
Indonesian peace delegation meets with Peres



  Greer Fay Cashman , THE JERUSALEM POST  Dec. 8, 2007 



Despite the lack of formal relations between Israel and Indonesia, a 
five-member Indonesian peace delegation met with President Shimon Peres on 
Friday. The delegation spent a week in the country under the joint aegis of the 
Simon Wiesenthal Center and the LibForAll Foundation, which promotes the 
culture of liberty and tolerance. 

The five Indonesians represented two major Muslim movements, Nahdlatul Ulama, 
generally known as NU, which is headed by former Indonesian president 
Abdurrahman Wahid, who is a cofounder of LibForAll, and Mohammadia. Together, 
the two movements include 70 million of the 195 million Muslims in Indonesia, 
out of a total population of 240 million people. 

Wahid is a member of the International Board of Governors of the Peres Peace 
Center, in which capacity he has visited Israel in the past. Peres also visited 
Wahid in Indonesia, but for security reasons could not stay for more than a 
day. 

Despite the absence of diplomatic ties, there are some Indonesian business 
people engaged in ventures with Israel. When Peres mentioned this, members of 
the delegation indicated that they were aware of this activity. 

In 2005, Israel provided humanitarian aid for Indonesian, Sri Lankan and Thai 
victims of a massive earthquake that rocked the region. 

Taylor told Peres that Wahid had issued a decree against Hamas, and said that 
Indonesia was the only place in the world in which Hamas had been rejected by 
such a large Muslim organization.
Syfiq Mugni, representing Mohammadia, presented Peres with a knitted kippa with 
the word "shalom" in Hebrew and Latin letters, plus the Indonesian word for 
peace - Kedamaian. Peres promptly placed the kippa on his head to the 
undisguised delight of his visitors. 

The broad-ranging conversation covered topics including economics, politics, 
religion and Israel's 60th anniversary celebrations. 

Peres predicted that because Indonesia is an island republic surrounded by 
water, it would one day be one of the most prosperous countries in the world. 
This is because, unlike many other countries, it would not have to import 
water, merely to desalinate it. In addition, because it has so much sunshine 
for most of the year, it can operate on solar energy, which aside from reducing 
energy costs, would also relieve pollution. 

Peres said that Israel would be happy to enter into relations with Indonesia 
and to invite the Indonesian leadership, along with leaders of other countries 
around the globe, to join in a prayer for peace on Israel's 60th anniversary. 

Peres was expected to issue a call to Jews throughout the world to attend 
synagogue services on the Shabbat closest to Israel Independence Day and to 
similarly pray for peace. He wanted to take the day of prayer to an even 
further dimension. 

"We will call on all the children of Abraham to come and pray for peace," he 
said. "It will be a silent demonstration of unity." 

In this context, he was referring specifically to adherents of the three 
monotheistic faiths - but then in further conversation, broadened the scope to 
include people of all faiths. 

Mugni spoke of Indonesia's efforts to develop its economy, its democracy and, 
most importantly, its educational system. "We hope this track will run faster," 
he said in relation to the latter. "We have economic problems, but we [also] 
have mentality problems. We are trying to encourage a more peaceful, more 
tolerant Muslim attitude. Some people oppose democracy." 

Nahdlatul Ulama representative Abdul A'la, who concurred with Mugni, said there 
were small groups of extremists, but emphasized that through Islamic values 
"there must be peace. We cannot live without peace." 

The group shared their experiences in speaking with Palestinian moderates who 
had agreed that there would be mutual benefits for both Palestinians and 
Israelis if there were no conflict or physical violence. 

"We pray for this," said Mugni. 

Peres told the group that the 1947 United Nations resolution on the partition 
of Palestine had not referred to a Palestinian state, but to an Arab state. 
"The Palestinians were not recognized as a people or a state," he said. "The 
Arab states never recognized the Palestinians. Israel was the first state to 
recognize the Palestinians as a people with a right to have a state of their 
own." 

In June of this year, the two organizations cosponsored a conference in Bali on 
"Tolerance between religions," in which Hindu, Muslim and Jewish survivors of 
suicide bombings, as well as a Holocaust survivor, participated. The conference 
was organized under the patronage of

CiKEAS> Indonesian Religious Delegation Visits Israel

2007-12-27 Terurut Topik Sunny
http://www.infoisrael.net/cgi-local/text.pl?source=2/a/ix/101220072

Israel Hasbara Committee



Indonesian Religious Delegation Visits Israel

By Amihai Zippor

(IHC News, 10 December 2007) On Friday, 07 December 2007 a religious delegation 
from Indonesia, the world's largest Muslim country, visited Israel and met with 
President Shimon Peres. 

The five delegates, who represent some 70 million of Indonesia's Muslim 
population were brought under the auspices of the Simon Wiesenthal Center and 
the LibForAll Foundation organization.

LibForAll which was founded by former Indonesian President Abdurrahman Wahid, 
promotes the culture of liberty and tolerance.

Wahid, who is on the international Board of Governors of the Peres Peace Center 
has visited Israel in the past. Peres himself has visited Indonesia, though due 
to security concerns his stay was brief. 

Indonesia does not have diplomatic relations with Israel but covert contacts 
have been ongoing for decades and unofficial public meetings for peace and 
interfaith dialogue have been ongoing since the early 1990s.

Following the signing of the Oslo Accords in 1993, former Israeli Prime 
Minister Yitzhak Rabin was the first Israeli head of state to visit Jakarta.

Today, Indonesia and Israel have improved trade ties and tourism. However, 
Jakarta will only upgrade official relations according to Israeli progress in 
peace talks with the Palestinians. 






Source: Original text contributed by the author, IHC reporter.

Copyright © Israel Hasbara Committee, 10 December 2007.

Permission is granted to use this material on condition the Israel Hasbara 
Committee is properly credited and that it is not for commercial purposes.



CiKEAS> Indonesian 'peace delegation' to Israel

2007-12-27 Terurut Topik Sunny
http://www.bt.com.bn/en/editorial/2007/12/11/indonesian_peace_delegation_to_israel

Published on The Brunei Times (http://www.bt.com.bn/en) 

Indonesian 'peace delegation' to Israel 


Tuesday, December 11, 2007


CUNNINGLY? Sneakily? One can take one's pick of adverbs to describe the manner 
in which a group of so-called Indonesian "Muslim leaders" conducted their visit 
last Friday with Israeli President Shimon Peres in the occupied Palestine to 
commiserate over their shared fear for terrorism and their "quest for peace". 

The trip went unreported in the Indonesian media, which meant it could only 
have been conducted in an atmosphere of secrecy, given the public uproar 
following an earlier visit by yet another so-called Muslim leader a number of 
years earlier.

The so-called "peace delegation" claimed they represented "the moderate face of 
Islam" and spent a week in the occupied land under the joint aegis of the Simon 
Wiesenthal Center and the LibForAll Foundation, which "promotes the culture of 
liberty and tolerance".

Coming from two major Indonesian Muslim organisations, Muhammadiyah and 
Nahldatul Ulama whose head is former Indonesian president Abdurahman Wahid, the 
delegation claimed to have 70 million members between them. Wahid himself is a 
member of International Board of Governors of the Peres Peace Center; he has 
visited Israel in the past. Peres also visited Wahid in Indonesia, but for 
security reasons could not stay for more than a day. 

Accompanied by Wiesenthal Center Associate Dean Rabbi Abraham Cooper and 
LibForAll Foundation CEO C Holland Taylor, the "peace delegation" enjoyed both 
Jewish and Muslim religious experiences, joining in a Hanukka candle-lighting 
ceremony followed by dancing at a hesder yeshiva in Kiryat Shmona, touring 
Bethlehem and attending prayers at Masjidil Aqsa in Jerusalem following the 
meeting with Peres.

How contemptible. First of all, how did the clerics know that the members of 
those organisations would have all supported the visit? Several times over the 
past two decades some elements within Nahdlatul 'Ulama had publicly toyed with 
the idea of, say, inviting Israeli leaders to Indonesia but the outrage of both 
so-called "members" and non-members was usually so great they had to cancel 
such events.

Secondly , these "clerics" had the stomach to discuss issues of terror or even 
peace with Shimon Peres, the person responsible for the death of so many 
people. Maybe they have forgotten that in 1999, Peres, during his brief term as 
caretaker Prime Minister following Isaac Rabin's assassination by a Jewish 
extremist, ordered the Israeli army to bomb the headquarters of the United 
Nations peace-keeping forces at the village of Qana in southern Lebanon, at 
which hundreds of women and children had sought protection from indiscriminate 
Israeli bombardment. As many as 106 innocent people, mostly women and kids, 
were killed instantly. The images of badly-mutilated women and decapitated 
children were shown on TV screens all over the world. Moreover, a subsequent UN 
report ascertained that the Israeli army bombed Qana knowingly and deliberately.

If those "clerics" had indeed forgotten Qana massacre, could they have also 
forgotten that this beautiful, scenic city was again the site of Israeli 
massacre when its jets roamed the Lebanon sky almost unimpeded to drop millions 
of cluster bombs on Southern Lebanon? Indonesian Muslims were outraged and 
street protests were held then. Did not these so-called Muslim leaders follow 
the news then? Let's not even discuss how the "ulama" were able to take part in 
different "religious experiences" before entering Masjidil Aqsa which remains 
under the Israeli siege so that no Palestinian Muslims under the age of 50 can 
go there! 

Have they forgotten, or have simply chosen not to care, that Israel is carrying 
out, in the words of one writer, a slow-motion genocide against 1.5 million 
Palestinians, both Muslim and non-Muslim, in Gaza by blocking access to food 
and medicine? Every day, Palestinians in that territory are either dying or 
falling ill in the torments inflicted on them by Israel. Indeed, during the 
past three months, Israel killed more than 200 Palestinians.

There are simply too many evidences that peace is non-existent, or even is 
killed, when the Zionist Israel enters the picture. So, what peace was the 
Indonesian "peace delegation" pursuing?



CiKEAS> Kunjungan ke Israel yang Memalukan

2007-12-27 Terurut Topik Sunny
http://www.indopos.co.id/index.php?act=detail_c&id=319000

Jumat, 28 Des 2007,



Kunjungan ke Israel yang Memalukan
oleh Khalid Amayreh 


Pada 8 Desember 2007, media Israel menurunkan laporan tentang kunjungan 
delegasi muslim Indonesia (di antaranya Syafiq A. Mughni dan Abdul A'la) ke 
tanah yang terjajah, Palestina, atas undangan sang penjajah, Presiden Israel 
Shimon Peres.

Menurut laporan tersebut, ulama-ulama Indonesia itu mengklaim mewakili 70 juta 
muslim dari negeri mayoritas muslim. Kepada Peres, delegasi tersebut menyatakan 
ingin menampilkan "wajah Islam moderat" yang ingin membangun perdamaian dengan 
negara dan agama lain serta menolak muslim ekstrem.

Dalam laporan yang sama, Peres menyebutkan, sesungguhnya musuh Israel sama 
sekali bukanlah Islam. Musuh Israel adalah teror. Ungkapan itu merupakan sebuah 
sindiran Peres agar tidak menyebut mereka yang melawan Israel sebagai 
"pejuang". 

Sungguh pun perilaku Israel sudah sama dengan Nazi, memerkosa tanah Palestina 
dan bertindak brutal terhadap rakyat Palestina. "Masyarakat internasional harus 
menolak penggunaan alasan agama untuk teror dan pertumpahan darah," ujar Peres.

Peres, seperti halnya pemimpin Zionis lainnya, adalah sosok yang tidak layak 
mengajarkan kepada dunia, terutama kepada umat Islam, tentang apa itu teror dan 
apa itu agama. Peres, bagi yang belum tahu, saya akan memberi informasi, dia 
adalah sosok penjahat perang dengan dosa yang sangat besar. Tangannya 
berlumuran darah manusia-manusia tak berdosa.

Sebagai catatan, pertengahan 1996, saat menjabat PM menggantikan Yitzhak Rabin 
yang dibunuh seorang Yahudi garis keras, dia pernah memerintahkan penyerangan 
terhadap markas PBB di Qana, sebuah desa di Selatan Lebanon. Ratusan perempuan 
dan anak-anak menjadi korban serangan bom Israel tersebut. Dunia masih 
mencatat, 106 perempuan dan anak-anak tak berdosa terbunuh seketika. Tubuh 
mereka yang hancur ditayangkan di layar kaca dan disiarkan ke seluruh penjuru 
dunia. Tentu, orang masih mengingatnya! 

Serangan itu atas sepengetahuan pemerintah Israel dan dilakukan secara sengaja. 
Sementara, pembantaian yang lain, baru terjadi pada 2006, yakni angkatan udara 
Israel menghujani Lebanon Selatan dengan cluster bomb yang mematikan.

Tapi, menariknya, Peres adalah penerima hadiah Nobel Perdamaian. Hal tersebut 
menjadi fenomena yang mengenaskan, betapa seorang penjahat perang paling 
berdosa justru diterima seluruh dunia. Bahkan, mereka menyebutnya sebagai the 
true man of peace!

Karena itu, amat disayangkan, ulama Indonesia datang ke Israel justru ketika 
negara penjajah tersebut sedang melakukan pembantaian masal secara pelan-pelan 
terhadap 1,5 juta penduduk Gaza, baik muslim maupun Kristen.

Akses bantuan internasional, makanan, dan obat-obatan sejak lama dihalangi 
masuk ke Palestina oleh Israel. Itu terjadi karena rakyat Palestina memilih 
pemerintahan yang tidak disetujui Israel melalui cara yang demokratis, pemilu.

Israel menyatakan, semua itu terjadi sebagai balasan tindakan atas roket-roket 
Al-Qassam yang diluncurkan ke wilayah-wilayah koloni Yahudi. Tak satu pun 
rakyat sipil Israel terbunuh oleh roket-roket primitif yang sama sekali tidak 
efektif. 

Tapi, hitung saja, selama tiga bulan terakhir, tentara Zionis Israel telah 
membunuh lebih dari 200 rakyat sipil Palestina. Kenyataannya, kita sedang 
membahas pembantaian masal yang dilakukan secara perlahan dalam jangka waktu 
yang panjang di Palestina.

Laporan HAM Internasional menyebutkan, "Rakyat Palestina menderita justru 
karena memilih dan menjadi satu-satunya negara demokrasi di Timur Tengah." 
Karena itu pula, jalur bantuan obat-obatan dan perawatan medis dihentikan. 
Listrik dan suplai bahan makanan juga dimatikan di Jalur Gaza.

Pertanyaannya, apa dosa mereka? Mengapa Israel sampai hati membuat mereka mati 
kelaparan dan menyiksanya? Apakah Israel sudah menjelma menjadi neraka dan 
ladang pembantaian bagi rakyat Palestina?

Pertanyaan ini kami ajukan untuk saudara-saudara muslimin Indonesia yang 
terhormat, yang telah mengunjungi negara yang menjajah dan melukai rakyat 
Palestina. Pertanyaan ini untuk mereka yang telah berkunjung dan berjabat 
tangan dengan manusia-manusia paling pembohong di dunia.

Rakyat Palestina bukanlah orang-orang yang menolak nilai-nilai luhur dan 
perdamaian, baik antar sesama muslim maupun dengan umat lain, seperti Nasrani 
dan Yahudi, atau agama apa pun. Tapi, bagaimanapun, mengunjungi negara dengan 
pemimpin-pemimpin yang selalu mengirimkan tentaranya dengan gembira untuk 
membunuh anak-anak sekolah, petani, dan pekerja adalah sebuah kesalahan. 

Hal itu akan menjadi propaganda yang cabul. Propaganda yang akan mengubah putih 
menjadi hitam, atau sebaliknya. Apakah tentara Israel adalah tentara dengan 
moral paling mulia di seluruh dunia?

Tak diragukan lagi, kunjungan delegasi muslim Indonesia ke Israel melukai umat 
Islam seluruhnya, melukai rakyat Palestina, dan menodai kesucian Masjid 
Al-Aqsha. Sebab, sama saja artinya,

CiKEAS> Agustadi KSAD, Subandrio KSAU

2007-12-27 Terurut Topik Sunny
http://www.indopos.co.id/index.php?act=detail&id=9766

Jumat, 28 Des 2007,



Agustadi KSAD, Subandrio KSAU 

JAKARTA - Presiden SBY memilih Letjen Agustadi Sasongko Purnomo menjadi kepala 
Staf Angkatan Darat menggantikan Djoko Santoso. Tadi malam, Agustadi dipanggil 
ke istana. Selain KSAD, KSAU Marsekal Herman Prajitno yang memasuki masa 
pensiun bulan depan diganti oleh Marsekal Madya Subandrio yang sekarang 
menjabat wakil kepala Staf Angkatan Udara.

Agustadi datang paling awal pukul 21.15. Sekretaris Menko Polhukam itu 
mengenakan baju batik. Setelah itu, disusul Subandrio. Sekitar 15 menit 
kemudian, datang Menko Polhukam Widodo A.S. dan Panglima Marsekal Djoko 
Suyanto. 

Djoko Santoso yang juga berbaju batik datang belakangan. Saking khawatirnya 
terlambat, Djoko meloncat dan berlari begitu Range Rover TNI-AD masuk ke 
pelataran parkir istana. "Besok ( hari ini), presiden melantik panglima TNI, 
disusul kepala staf," ujar Juru Bicara SBY Andi Mallarangeng. 

Presiden memilih Agustadi dan Subandrio setelah berkonsultasi dengan Panglima 
TNI Djoko Suyanto, Menko Polhukam Widodo A.S., serta Menseskab Sudi Silalahi. 

SBY berpesan agar panglima, KSAD, dan KSAU menjadi pelajaran bagi TNI. "Tahun 
depan akan menghadapi pemilu. Eskalasi meningkat. Jadi, perlu kerja sama yang 
baik antartiga angkatan," kata SBY. 

Terpilihnya Agustadi menyisihkan kandidat kuat lain seperti Sekjen Dephan 
Letjen Sjafrie Sjamsoeddin dan kakak ipar SBY, Letjen Erwin Sudjono yang kini 
menjabat Kasum TNI. Sebelum nama KSAD baru itu diumumkan, nama Pangkostrad 
Letjen George Toisutta sempat menguat. 

Agustadi lahir di Surabaya pada 6 Agustus 1952. Dia menyelesaikan pendidikan 
militer di Akmil 1974 dengan predikat terbaik meraih Ad Makayasa. Pendidikan 
pengembangan umum yang pernah diikuti, antara lain, Sussarcab, Sus Staf Pur, 
dan Seskoad/1995. 

Perjalanan karir militernya diawali sebagai Danton Tiga/A Yonif Linud 
305/17/I/K. Karirnya mulai meningkat saat menjabat Waasops Kasdam I/BB. Lalu, 
dia menjadi anggota Fraksi ABRI DPR (1992-1997), anggota Fraksi ABRI DPR 
(1997-1999), Pati Mabes TNI-AD, Kasdam XVII/Trikora, Pangdivif 2/Kostrad, 
Pangdam XVI/Pattimura, Pangdam Jaya, dan Sesmenko Polhukam.

Dalam bidang penugasan operasi, Agustadi pernah mengikuti Operasi Seroja di 
Timtim (1975), Operasi Pamungkas di Timtim (1978), Operasi Kikis di Timtim 
(1981), Operasi Kilat di Timtim (1983), Operasi Jaring Merah Aceh I-IV 
(1991-1994), serta Operasi Nuri 01 di Irian Jaya (2001). 

Sementara itu, KSAU baru, Marsda Subandrio, kelahiran Bandung 1953, adalah 
alumnus Akademi Angkatan Udara (AAU) 1975 dan Sekolah Penerbang (Sekbang) 1977. 
Sejak dilantik sebagai perwira TNI-AU, Subandrio, ayah tiga anak dari istri Sri 
Esa Fitriana tersebut, memulai karirnya sebagai penerbang helikopter. Berbagai 
penugasan telah dilaksanakan dengan sukses dan lancar. Di antaranya, menjadi 
kepala Dinas Operasi Skadron Udara 7 Lanud Sanjaya Bogor. 

Pada 1990, dia diangkat menjadi Komandan Skadron 7 Lanud Kalijati. Sebelum 
menjabat komandan Lanud Antang Sanjaya pada 1996, Subandrio pernah menjabat 
Patun Seskoau. Pada 1998, dia dilantik menjadi direktur Pendidikan Seskoau dan 
empat tahun kemudian menjadi wakil komandan Seskoau, sebelum diangkat menjadi 
komandan Korps Pasukan Khas AU pada 2003. 

Bintang Subandrio terus bersinar ketika pada 2004 dipercaya menjadi Komandan 
Seskoau dan pada April 2005 dipromosikan lagi menjadi Pangkoopsau II di 
Makassar. Oktober lalu, dia menjadi Wakasau menggantikan Mardya Wresniwiro yang 
memasuki masa pensiun. (tom/rdl/tom


CiKEAS> Wartawan pun bisa buktikan tindak korupsi

2007-12-27 Terurut Topik Sunny
Refleksi: Problem pembuktian yang dihadapi ialah instansi pemeberantasan 
korupsi dan pengadilan mau pun politik negara terhadap kasus-kasus korupsi 
berkarakter "tebang pilih", selain  itu juga  badan-badan negara di segala 
bidang dan tingkat masih tetap dikuasai kaum kleptokratik. Contoh korupsi kelas 
kakap seperti kasus mantan presiden NKRI Muhammad Soeharto, adalah buktinya. 
Sekalipun sudah dibeberkan kasusnya oleh wartawan media maupun oleh instansi 
PBB, tetapi pihak penguasa negara Indonesia tetap berlagak acuh tak acuh untuk 
mengambil lankah serius guna menyelidiki agar dapat diambil kembali harta 
negara yang diduga telah diselewengkan oleh Soeharto selama 32 tahun 
kekuasaannya. 

Bayangkan saja kalau dapat disita 32 milyar dollar untuk memperbaiki kehidupan 
rakyat yang makin miskin dan diciptakan berbagai lapangan kerja, pasti langkah 
demikian akan menjadi keajaiban perbaikan adanya faedah NKRI untuk rakyat, 
maupun mutu NKRI di mata dunia. 

http://www.harianterbit.com/artikel/rubrik/artikel.php?aid=32980


Wartawan pun bisa buktikan tindak korupsi
  Tanggal:  29 Nov 2007 
  Sumber:  Harian Terbit 


Oleh Haris Fadillah 

RENCANA pembacaan tuntutan terhadap terdakwa Eddy Sumarsono, Pemimpin Redaksi 
Tabloid Investigasi, yang sedianya dilakukan pada Rabu (28/11) ditunda karena 
jaksa penuntut umum menyatakan kepada Majelis Hakim belum siap. Padahal pada 
persidangan sebelumnya, jaksa telah meminta waktu dua minggu untuk 
mempersiapkan tuntutannya.

Persidangan perkara pencemaran nama baik terkait pemberitaan "Warisan Korupsi 
Ismeth di Badan Otorita Batam" yang diturunkan Tabloid Investigasi itu berjalan 
menarik perhatian publik. Terdapat sejumlah catatan penting dari kemampuan 
wartawan membuktikan kebenaran tulisannya di pengadilan. 

Menurut catatan Harian Terbit, beberapa fakta yang terungkap selama persidangan 
antara lain,selama penyidikan di kepolisian hingga penyerahan tahap kedua, 
terdakwa dikenakan pasal 311, 310 dan 316 KUHP, serta tidak pernah 
dipersangkakan melanggar Undang-Undang Pers No. 40 Tahun 1999. 

Akan tetapi dalam dakwaan, jaksa penuntut umum telah "menyelundupkan" pasal 18 
ayat (2) dan pasal 5 ayat (1) Undang-Undang No. 40 Tahun 1999 tentang Pers. 
Jaksa telah mendakwa ketentuan yang tidak pernah dipersangkakan sebelumnya. 
Terungkap disidang selama menjadi Ketua Otorita Batam pada periode tahun 
1998-2005,Tabloid Investigasi menyuguhkan tulisan bernada miring tentang Ismeth 
Abdullah, khususnya menyangkut tudingan korupsi. 

Di depan Majelis diketuai Ketut Manika, terdakwa memberikan bukti tetulis 
mengenai dana pengeluaran uang yang dilakukan mantan Ketua Otorita Batam.

Data yang disodorkan ke depan majelis adalah data keuangan OB per Januari-April 
2005 (menjelang pilkada Gubernur Kepulauan Riau) terdapat bukti Ismeth Abdullah 
memberi sumbangan uang kepada 658 (enam ratus lima puluh delapan) lembaga, 
organisasi, dan perorangan. 

Total sumbangan mencapai angka sebesar Rp. 7 miliar. Bantuan sebesar Rp 7 
miliar itu diberikan kepada aneka ragam organisasi, lem-baga kemasyarakatan, 
dan perorangan, jumlahnya mencapai 658 hanya dalam kurun waktu 4 (empat) bulan. 

Tercatat yang memperoleh ban-tuan, antara lain, LSM Singa Lapar, Forum 
Masyarakat Pesisir Batam, LSM Lintas Peduli Anak Negeri, pe-nerbitan Tabloid 
Lancang, Dewan Pimpinan Daerah Bela Mega, Yayasan Piayu Laut Masyarakat 
Tempatan dan sebagainya. Namun sumbangan dana itu ditanggapi Ismet 
Abddulah,sudah sesuai dan tidak ada pelanggaran hukum.

Fakta lainnya diungkap terdakwa dengan bukti pengeluaran kas dari kas Badan 
Otorita Batam untuk Harian Suara Karya sebesar Rp. 36.352.800,00- dengan 
tulisan berjudul "Kawasan Barelang Layak Berpredikat FTZ" tanggal 23-04-2003. 
Juga pengeluaran untuk pembayaran pemuatan advertorial di Majalah Mentari 
Oktober 2002 dan Januari 2003 sebesar Rp 100 juta Atau untuk reporter TVRI 
sebesar Rp. 3.014.600,00 pada 21 Nopember 2003.

Pada tanggal 9 Juni 2003, ada pengeluaran kas OB untuk biaya penginapan tamu OB 
di Hotel IBIS Ta-marin sebesar Rp. 49.595.723,00, tanggal 15 Juli 2003 sebesar 
Rp. 32.379.924,00, dan tanggal 14 Agustus 2003 sebesar Rp.49.731.213,00. Data 
tertulis pengeluaran dana itu dibawa ke persidangan pencemaran nama baik yang 
dilaporkan Ismeth Abdullah.

Dokumen lain menyangkut pemberian fasilitas hotel, souvenir. kunjungan diplomat 
dan pengusaha ke Pulau Batam tanggal 5 Juni 2003, tercatat ada pembelian 45 
item souvenir menelan biaya sebesar Rp. 425.000.000,00 dan, bulan Maret 2003 
sebesar Rp. 100 juta serta dikumen Surat Perintah Kerja No. 030/UM-SPK/XI/2003 
beli wadah memo, jam dan ballpoint saja mencapai Rp. 376.750.000,00. 

Mengenai berita dengan judul : "Lukisan Mahal di Ruang Pak Ketua" TI menulis 
menulis berdasarkan dokumen tanggal 30 September 2003,dimana ada pengeluaran 
uang kas OB sebesar Rp. 75 juta untuk membeli 1 (satu) buah lukisan bunga 
Flamboyan karya Sutopo ukuran 120 X 200 cm dengan judul "Berkembang dan 
Berkemb

CiKEAS> Al Qaeda Klaim Dalangi Pembunuhan Benazir Bhutto

2007-12-27 Terurut Topik Sunny
http://www.detiknews.com/indexfr.php?url=http://www.detiknews.com/index.php/detik.read/tahun/2007/bulan/12/tgl/28/time/022912/idnews/871814/idkanal/10


Al Qaeda Klaim Dalangi Pembunuhan Benazir Bhutto
Anwar Khumaini - detikcom

 Karachi - Teka-teki dalang pembunuh Benazir Bhutto mulai terkuak. Juru bicara 
Al Qaeda mengklaim bertanggungjawab atas aksi tersebut.

"Kami bersumpah aset-aset berharga milik Amerika akan dikalahkan oleh para 
mujahid," ujar juru bicara Al Qaeda Mustafa Abu Al-Yazid dalam sebuah 
perbincangan via telfon dengan Adnkronos International (AKI) dari sebuah lokasi 
yang dirahasiakan.

Kata-kata tersebut ia ucapkan dalam bahasa Inggris yang terbata-bata. Al Yazid 
adalah komandan utama Al Qaeda.

Sementara itu, Gedung Putih juga mengatakan, tindakan pembunuhan ini sangat 
mirip dengan gerakan Al Qaeda dalam memerangi musuh-musuhnya selama ini.

"Bagaimanapun juga, pelaku dari pembantaian ini adalah musuh demokrasi. Taktik 
yang mereka gunakan ini mirip dengan Al Qaeda, yakni mereka melakukan bom bunuh 
diri yang menewaskan orang-orang yang tak berdosa serta mengganggu proses 
demokrasi," ujar juru bicara Gedung Putih, Scott Stanzel.

"Tapi terlalu dini untuk menyimpulkan hal tersebut," kata Stanzel ragu.

Namun Stanzel yakin, pemerintah Pakistan akan segera menangkap otak pelaku 
pembantaian tersebut. ( anw / gah ) 





CiKEAS> Russia's strategic bombers trouble quite Europe

2007-12-27 Terurut Topik Sunny
http://english.pravda.ru/russia/politics/26-12-2007/103172-strategic_bombers-0

26.12.2007

Russia's strategic bombers trouble quite Europe

Two F-16 fighter jets of Denmark's Air Force took off for an on-call mission 
after Russia's strategic bombers Tu-160 appeared near the country's air space. 

  
  
Russia's strategic bombers trouble quite Europe 
 
  
  
  
  
  
Radars of the Danish air defense system detected the target at about midnight 
local time. "We contacted Russians at 00:18 a.m. and escorted them for 18 
minutes as they continued to fly in the south-western direction. We accompanied 
the Russian bombers until pilots of the British Air Force intercepted them. 
Afterwards, we returned to our airbase," Danish pilot Peter Melgord said. 

Russian bombers have never approached Denmark's air space so close before. 
Danish news agency Ritzan said that it was the third incident with the 
participation of Russian combat aircraft near the borders of Denmark. The 
previous incident took place on October 30. The Russian bombers flew 120 
kilometers far from the air space of the country, a member of NATO. 

Russian president stated on August 17 that Russia was going to resume the 
flights of its strategic aviation in remote areas. The flights were suspended 
in 1992. Putin particularly stated that the Russian aviation should have a new 
life. 

The bombers will patrol the areas of Russia's active economic activities 
particularly connected with sea navigation, Putin said. 

The news received an extensive coverage in Western press. Many foreign 
newspapers and magazines wrote that Putin's decision to resume strategic 
flights had brought the world back to the cold war era. 

Britain's Typhoon fighter jets took off soon after Putin's statement: a Russian 
bomber was approaching the British air space. The Tu-95 bomber eventually 
returned to Russia. 

The Tupolev Tu-160 (NATO reporting name Blackjack) is a supersonic, 
variable-geometry heavy bomber designed by the Soviet Union. Similar to, but 
more complex and with more payload capacity than the B-1 Lancer, it was the 
last Soviet strategic bomber design and the heaviest combat aircraft ever 
built. Introduced in 1987, production of the aircraft still continues, with 16 
currently in service with the Russian Air Force. Its pilots call the Tu-160 the 
"White Swan", due to the surprising maneuverability and antiflash white finish 
of the aircraft. 

The Tu-160 bears a strong resemblance to the North American B-1A Lancer, 
although it is significantly larger, faster and with far greater range. The 
Blackjack has a blended wing profile and variable-geometry wings, with sweep 
selectable from 20° to 65°. Full-span slats are used on the leading edges, with 
double-slotted flaps on the trailing edges. The Tu-160 has a fly-by-wire 
control system. 

Source: agencies

Translated by Dmitry Sudakov
Pravda.ru
<<0.gif>><>

CiKEAS> Russia launches new generation of GLONASS satellites into orbit

2007-12-27 Terurut Topik Sunny
http://english.pravda.ru/russia/kremlin/26-12-2007/103163-glonass-0

26.12.2007

Russia launches new generation of GLONASS satellites into orbit

Russia launched three navigation space satellites GLONASS-M into space on 
December 25. The satellites have successfully entered Earth's orbit at the 
height of 19,140 kilometers above the planet. 

  
  
Russia launches new generation of GLONASS satellites into orbit 
 
  
  
  
  
  
GLONASS-M satellites have been built to replace GLONASS spacecraft in the 
structure of Russia's global navigation satellite system. The new generation of 
satellites will be able to perform their functions for seven years. 

The GLONASS orbital group will count 24 satellites by 2010. Russia's space 
navigation system is an alternative and competition to USA's Global Positioning 
System (GPS) and the planned Galileo system of the European Union. 

Development on the GLONASS began in 1976, with a goal of global coverage by 
1991. Beginning on 12 October 1982, numerous rocket launches added satellites 
to the system until the constellation was completed in 1995. Following 
completion, the system rapidly fell into disrepair with the collapse of the 
Russian economy. Beginning in 2001, Russia committed to restoring the system, 
and in recent years has diversified, introducing the Indian government as a 
partner, and accelerated the program with a goal of restoring global coverage 
by 2009. 

GLONASS was developed to provide real-time position and velocity determination, 
initially for use by the Soviet military in navigating and ballistic missile 
targeting. It was the Soviet's second generation satellite navigation system, 
improving on their Cicada system which required one to two hours of signal 
processing to calculate a location with high accuracy. In contrast, once a 
GLONASS receiver is tracking the satellite signals a position fix is available 
instantly. It's stated that at peak efficiency system's standard positioning 
and timing service provide horizontal positioning accuracy within 57-70 meters, 
vertical positioning within 70 meters, velocity vector measuring within 15 
cm/s, and time transfer within 1 µs (all within 99.7% probability). 

A fully operational GLONASS constellation consists of 24 satellites, with 21 
used for transmitting signals and three for on-orbit spares, deployed in three 
orbital planes. The three orbital planes' ascending nodes are separated by 120° 
with each plane containing eight equally spaced satellites. The orbits are 
roughly circular, with an inclination of about 64.8°, and orbit the Earth at an 
altitude of 19,100 km, which yields an orbital period of approximately 11 
hours, 15 minutes. The planes themselves have a latitude displacement of 15°, 
which results in the satellites crossing the equator one at a time, instead of 
three at once. The overall arrangement is such that, if the constellation is 
fully populated, a minimum of five satellites are in view from any given point 
at any given time. 

Each satellite is identified by a "slot" number, which defines the 
corresponding orbital plane and the location within the plane; numbers 1-8 are 
in plane one, 9-16 are in plane two, and 17-24 are in plane three. 

A characteristic of the GLONASS constellation is that any given satellite only 
passes over the exact same spot on the Earth every eighth sidereal day. 
However, as each orbit plane contains eight satellites, a satellite will pass 
the same place every sidereal day. For comparison, each GPS satellite passes 
over the same spot once every sidereal day. 

SourceL age

<<0.gif>><>

CiKEAS> What Drives a Woman to Think of Suicide?

2007-12-27 Terurut Topik Sunny
http://www.arabnews.com/?page=7§ion=0&article=105015&d=27&m=12&y=2007&pix=opinion.jpg&category=Opinion


  The Middle East's Leading English Language Daily 
   
   

  Thursday 27 December 2007 (18 Dhul Hijjah 1428) 

 
  What Drives a Woman to Think of Suicide? 
  Abeer Mishkhas, [EMAIL PROTECTED] -
 

  In a recent study, a researcher from King Saud University 
tackled the often-unmentioned subject of suicide in Saudi Arabia. In her study, 
which concentrated on failed suicide attempts in 2006, the researcher found out 
that 96 percent of the cases involved women. She told Reuters that in the 
hospital where she works, they receive around 11 cases every month of women who 
have failed in their suicide attempts. 

  So far, we are talking about survivors, but if the figures 
are correct, then we must assume that there are as many, if not more, who 
actually manage to kill themselves. The report says that most of those cases 
are filed at hospitals as drug overdose.

  The researcher attributed the high suicide rate among women 
to social pressures. Within family circles, boys always get preferential 
treatment. What is more, there is very little or no communication between girls 
and their parents.

  The report highlights many factors that can lead women to 
consider killing themselves, one of them being forced marriages. This is not a 
problem among the rich where women usually have a say in the matter of who 
should be their husbands.

  The report should lead to a frank discussion on many aspects 
of our society. In a religious society such as ours, suicide is ruled out 
completely. Still some of us think of it as a way out of their predicament. 
This is quite disturbing and unsettling. The report mentions that in most cases 
women who overdose on a drug to end their life do not go all the way. This 
means that their attempts are not wholehearted and the suicide attempt might be 
considered a desperate cry for help. 

  However, if we stop for a second here, we have to admit that 
if a woman resorts to such drastic action to get sympathy for her, then that 
means that there are bigger problems in our society that we should address head 
on.

  If the report mentions forced marriages as a cause for some 
of the suicide cases, the story published in the Arab News about Fatima, the 
woman who was forcibly divorced from her husband, makes the point clearer. It 
was reported that Fatima told a friend that she was considering suicide as she 
"can't take this anymore". 

  For those who are unaware of the case, Fatima's tragedy began 
with her half-brothers objecting to what they considered her husband's low 
tribal background. They asked a local court to divorce the couple even though 
they had been happily married for over two years and had children.

  The judge agreed. The couple fled and were later arrested in 
Jeddah where they were seeking help from officials. Fatima and her children 
spent some time in a women's prison and when she refused to go back to her 
family, the state sent her to the women's shelter.

  This concerns a woman who bravely stood for her rights and 
refused to be intimidated, and yet all her efforts were disregarded as she was 
denied the right to a normal life with her husband. If she contemplates 
suicide, it means she has lost all hope. Should not that embarrass those who 
caused the divorce? The obvious answer is no, because in our society a woman 
can be sidelined, and her complaints are destined to fall on deaf ears. In this 
kind of environment, suicide can appear to some as a solution.

  Disregarding a woman's free will and her right to choose her 
life can simply lead her to desperation. The researcher told Reuters that many 
Saudi girls do not have channels of communication with their parents, and that 
they seldom find sympathy for their emotional and social distress. As a people 
we are used to hiding our emotions and keeping quiet about our problems. So 
lending an ear to a teenager and actually sympathizing with them does not seem 
to be part of our skills. 
 
   
 
<><>

CiKEAS> Presiden dan Wakil Presiden Akan Berkeliling ke Sejumlah Departemen

2007-12-27 Terurut Topik Sunny
--
KOMPAS
Kamis, 27 Desember 2007

 
PEMERINTAHAN
Presiden dan Wakil Presiden Akan Berkeliling ke Sejumlah Departemen 




Jakarta, Kompas - Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Wakil Presiden Muhammad 
Jusuf Kalla awal tahun 2008 direncanakan akan berkeliling lagi ke sejumlah 
departemen. Selain untuk menggerakkan birokrasi, kunjungan itu juga dilakukan 
untuk mengevaluasi target-target pencapaian program pemerintah. 

Kunjungan yang disertai rapat koordinasi di sejumlah departemen itu akan 
diawali kunjungan dan rapat yang dipimpin Presiden ke salah satu departemen. 

Menurut Juru Bicara Kepresidenan Andi Mallarangeng, Senin (24/12) kepada 
Kompas, Presiden Yudhoyono memang sewaktu-waktu akan meminta perkembangan dan 
mengevaluasi hasil kerja setiap departemen yang pernah dikunjunginya awal tahun 
ini. 

Kunjungan itu, kata Andi, bisa dilakukan Presiden sendiri atau oleh Wapres. 
Pemantauan program itu dilakukan terus-menerus. Pada waktu tertentu, Presiden 
akan datang kembali untuk menanyakan sesuai dengan target yang ditetapkan 
Presiden. 

"Kalau nanti Presiden melihat langsung, tentu Presiden ingin tahu capaian apa 
saja yang sudah dan yang belum dilakukan sesuai dengan arahan Presiden," ujar 
Andi. 

Pekan lalu, saat menerima Forum Komunikasi Wartawan yang bertugas di Istana 
Wapres, Jakarta, Wapres mengungkapkan rencananya bersama Presiden untuk 
memimpin rapat dan evaluasi program ke sejumlah departemen. 

"Konsepnya memang pemerintah. Akan tetapi, teknisnya, itu nanti departemen yang 
menjalankan. Bukan saya lagi. Presiden dan saya memberi semua departemen 
target-target, untuk menggerakkan ekonomi. Januari (tahun depan), kami mau 
periksa lagi. Rapat keliling lagi. Akan tetapi, Presiden dulu yang buka, dan 
saya akan menindaklanjuti ke sejumlah departemen," kata Wapres. 

Menurut Wapres Kalla, program-program yang akan dicek lagi di antaranya 
pencapaian produksi beras 2 juta ton, target pembangunan rumah sehat sederhana, 
program konversi minyak tanah, penghematan energi dan produksi minyak mentah, 
serta perbaikan iklim usaha dan investasi. 

Anggota Komisi XI DPR Dradjad H Wibowo menyatakan, kunjungan dan rapat seperti 
itu bisa saja dilakukan oleh Presiden dan Wapres. 

"Kalau cuma rapat, lalu tidak ditindaklanjuti dengan pemantauan, apa itu 
efektif? Sebab, birokrasi kita itu seperti ada penyakit yang kronis, yaitu 
kelambatan dalam bertindak, kekakuan prosedur dan bertele-tele serta perilaku 
mencari rente," ujar Dradjad. (HAR)


CiKEAS> Merebut kekuasaan politik

2007-12-27 Terurut Topik Umar Said
 (Tulisan ini juga disajikan di website
http://kontak.club.fr/index.htm)


Merebut kekuasaan politik


Menjelang ditutupnya tahun 2007,  berikut ini adalah sekadar bahan untuk
renungan bersama mengenai masa depan  rakyat beserta negara RI  :



Dengan datangnya tahun baru 2008,  maka mungkin ada banyak orang yang
bertanya-tanya apakah tahun baru ini akan bisa mendatangkan
perubahan-perubahan besar yang menguntungkan negara dan bangsa, serta bisa
memperbaiki kehidupan sebagian terbesar rakyat Indonesia?



Mohon ma’af terlebih dulu kepada para pembaca yang sekiranya mempunyai
harapan (atau ilusi?) bahwa tahun 2008 bisa merupakan tahun yang membawa
perubahan-perubahan besar yang menguntungkan rakyat. Sebab, tulisan ini
dengan terus-terang menyatakan bahwa tahun 2008 akan tetap mengecewakan atau
akan terus menyedihkan bagi sebagian terbesar rakyat kita.  Terutama bagi
rakyat miskin yang jumlahnya lebih dari 40 juta orang, serta bagi orang yang
menganggur (termasuk pengangguran di kalangan orang muda) yang juga puluhan
juta jumlahnya.



Di samping itu, korupsi akan tetap terus merajalela, baik di kalangan atas,
menengah maupun kalangan  bawah. Penyuapan, penggelapan,  penyalahgunaan
kekuasaan dan praktek-praktek bathil lainnya akan terus banyak terjadi di
berbagai bidang eksekutif, legislatif dan yudikatif. Ketidakjujuran dan
ketidakadilan para hakim, para jaksa, para pejabat kepolisian, akan tetap
menjadikan hukum di Indonesia dilecehkan oleh banyak orang. Kebejatan moral
yang sangat meluas ini akan terus  - dalam tahun 2008 – menjadikan bangsa
kita sakit parah.



Dan ketika sebagian terbesar rakyat kita mengalami penderitaan berat akibat
kehidupan sehari-hari yang sulit (bahkan banyak yang busung lapar) maka
kita akan menyaksikan juga bahwa sebagian kecil bangsa kita hidup dengan
kelewat mewah berlebih-lebihan. Yang patut kita kutuk atau kita hujat adalah
bahwa banyak kehidupan bermewah-mewah dan berfoya-foya itu adalah hasil
curian atau praktek-praktek kriminal lainnya, yang merugikan kepentingan
rakyat dan negara.



Orde Baru adalah sumber banyak penyakit parah



Seperti yang sudah kita saksikan atau alami sendiri masing-masing,
kebobrokan moral dan kebusukan mental ini sebenarnya sudah terjadi sejak
lahirnya kekuasaan rejim militer Orde Baru, yang diteruskan oleh berbagai
pemerintahan yang menyusulnya (pemerintahan Habibi, Abdurrahman Wahid,
Megawati dan SBY-JK sekarang). Dan bagi mereka yang benar-benar serius
mengamati perkembangan rakyat dan bangsa adalah jelas sekali bahwa terutama
sekali Orde Barunya Suharto-lah yang telah menimbulkan kerusakan moral dan
pembusukan mental di banyak kalangan masyarakat. Kerusakan moral ini tidak
hanya tercermin dalam pelanggaran HAM secara besar-besaran terhadap jutaan
golongan kiri pendukung politik Bung Karno saja. Dan,  juga, tidak hanya
terwujud dalam merajalelanya korupsi secara parah dan ganas. Jauh lebih luas
dan lebih besar  dari itu semua !



Orde Barunya rejim militer Suharto telah mengubur segala yang luhur dan
besar dari tradisi perjuangan banyak perintis kemerdekaan, hanya oleh karena
perintis kemerdekaan ini pada umumnya  dianggap “kiri”, atau  simpatisan dan
pendukung gagasan-gagasan besar Bung Karno. Seperti kita saksikan bersama,
selama pemerintahan Orde Baru perkataan “revolusi” tidak banyak terdengar
lagi, karena revolusi adalah musuh rejim militer Suharto. Begitu juga
perkataan “gotong royong”, “berdikari”, “kolonialisme” dan “imperialisme”,
“sosialisme”, dan NASAKOM adalah kata-kata yang sering diucapkan oleh Bung
Karno, yang kemudian dijadikan “taboo”  selama jaman Orde Baru itu.



“De-Sukarnoisasi” yang dijalankan oleh Orde Baru adalah pada dasarnya
pengkhianatan terhadap perjuangan bangsa Indonesia untuk menciptakan
masyarakat adil dan makmur, masyarakat sosialis à la Indonesia dan
penguburan jiwa revolusioner sebagian besar rakyat Indonesia melawan
imperialisme. Sejak diberlakukannya “de-Sukarnoisasi” ini Orde Baru bukan
saja menjadikan bangsa kita sebagai antek imperialisme (terutama AS), dan
negara kita sebagai ladang pengurasan kekayaan bagi kepentingan modal asing,
melainkan juga telah merusak besar-besaran jiwa bangsa lewat berbagai
indoktrinasi yang menyesatkan. Akibat buruk berbagai macam indoktrinasi yang
menyesatkan ini kita bisa saksikan di berbagai bidang kehidupan bangsa
sampai sekarang.



Jadi, proses pembusukan moral secara besar-besaran ini sudah berjalan lebih
dari 40 tahun, dan dimulai  sejak dibangunnya Orde Baru oleh “golongan tua”
TNI-AD di bawah pimpinan Suharto. Pembusukan moral inilah yang menimbulkan
di seluruh negeri kita berbagai masalah sulit dan parah sekarang ini di
bidang politik, ekonomi, sosial, kebudayaan, termasuk agama.



Tidak mungkin ada perubahan dan perbaikan, kalau  ..



Sampai akhir tahun 2007, kalau kita baca suratkabar atau majalah Indonesia
(dan kita lihat tayangan di TV), maka tercerminlah di situ betapa banyaknya
persoalan-persoalan besar dan rumit yang harus dihadapi bangsa dan negara

CiKEAS> Merebut kekuasaan politik

2007-12-27 Terurut Topik Umar Said
 (Tulisan ini juga disajikan di website
http://kontak.club.fr/index.htm)


Merebut kekuasaan politik


Menjelang ditutupnya tahun 2007,  berikut ini adalah sekadar bahan untuk
renungan bersama mengenai masa depan  rakyat beserta negara RI  :



Dengan datangnya tahun baru 2008,  maka mungkin ada banyak orang yang
bertanya-tanya apakah tahun baru ini akan bisa mendatangkan
perubahan-perubahan besar yang menguntungkan negara dan bangsa, serta bisa
memperbaiki kehidupan sebagian terbesar rakyat Indonesia?



Mohon ma’af terlebih dulu kepada para pembaca yang sekiranya mempunyai
harapan (atau ilusi?) bahwa tahun 2008 bisa merupakan tahun yang membawa
perubahan-perubahan besar yang menguntungkan rakyat. Sebab, tulisan ini
dengan terus-terang menyatakan bahwa tahun 2008 akan tetap mengecewakan atau
akan terus menyedihkan bagi sebagian terbesar rakyat kita.  Terutama bagi
rakyat miskin yang jumlahnya lebih dari 40 juta orang, serta bagi orang yang
menganggur (termasuk pengangguran di kalangan orang muda) yang juga puluhan
juta jumlahnya.



Di samping itu, korupsi akan tetap terus merajalela, baik di kalangan atas,
menengah maupun kalangan  bawah. Penyuapan, penggelapan,  penyalahgunaan
kekuasaan dan praktek-praktek bathil lainnya akan terus banyak terjadi di
berbagai bidang eksekutif, legislatif dan yudikatif. Ketidakjujuran dan
ketidakadilan para hakim, para jaksa, para pejabat kepolisian, akan tetap
menjadikan hukum di Indonesia dilecehkan oleh banyak orang. Kebejatan moral
yang sangat meluas ini akan terus  - dalam tahun 2008 – menjadikan bangsa
kita sakit parah.



Dan ketika sebagian terbesar rakyat kita mengalami penderitaan berat akibat
kehidupan sehari-hari yang sulit (bahkan banyak yang busung lapar) maka
kita akan menyaksikan juga bahwa sebagian kecil bangsa kita hidup dengan
kelewat mewah berlebih-lebihan. Yang patut kita kutuk atau kita hujat adalah
bahwa banyak kehidupan bermewah-mewah dan berfoya-foya itu adalah hasil
curian atau praktek-praktek kriminal lainnya, yang merugikan kepentingan
rakyat dan negara.



Orde Baru adalah sumber banyak penyakit parah



Seperti yang sudah kita saksikan atau alami sendiri masing-masing,
kebobrokan moral dan kebusukan mental ini sebenarnya sudah terjadi sejak
lahirnya kekuasaan rejim militer Orde Baru, yang diteruskan oleh berbagai
pemerintahan yang menyusulnya (pemerintahan Habibi, Abdurrahman Wahid,
Megawati dan SBY-JK sekarang). Dan bagi mereka yang benar-benar serius
mengamati perkembangan rakyat dan bangsa adalah jelas sekali bahwa terutama
sekali Orde Barunya Suharto-lah yang telah menimbulkan kerusakan moral dan
pembusukan mental di banyak kalangan masyarakat. Kerusakan moral ini tidak
hanya tercermin dalam pelanggaran HAM secara besar-besaran terhadap jutaan
golongan kiri pendukung politik Bung Karno saja. Dan,  juga, tidak hanya
terwujud dalam merajalelanya korupsi secara parah dan ganas. Jauh lebih luas
dan lebih besar  dari itu semua !



Orde Barunya rejim militer Suharto telah mengubur segala yang luhur dan
besar dari tradisi perjuangan banyak perintis kemerdekaan, hanya oleh karena
perintis kemerdekaan ini pada umumnya  dianggap “kiri”, atau  simpatisan dan
pendukung gagasan-gagasan besar Bung Karno. Seperti kita saksikan bersama,
selama pemerintahan Orde Baru perkataan “revolusi” tidak banyak terdengar
lagi, karena revolusi adalah musuh rejim militer Suharto. Begitu juga
perkataan “gotong royong”, “berdikari”, “kolonialisme” dan “imperialisme”,
“sosialisme”, dan NASAKOM adalah kata-kata yang sering diucapkan oleh Bung
Karno, yang kemudian dijadikan “taboo”  selama jaman Orde Baru itu.



“De-Sukarnoisasi” yang dijalankan oleh Orde Baru adalah pada dasarnya
pengkhianatan terhadap perjuangan bangsa Indonesia untuk menciptakan
masyarakat adil dan makmur, masyarakat sosialis à la Indonesia dan
penguburan jiwa revolusioner sebagian besar rakyat Indonesia melawan
imperialisme. Sejak diberlakukannya “de-Sukarnoisasi” ini Orde Baru bukan
saja menjadikan bangsa kita sebagai antek imperialisme (terutama AS), dan
negara kita sebagai ladang pengurasan kekayaan bagi kepentingan modal asing,
melainkan juga telah merusak besar-besaran jiwa bangsa lewat berbagai
indoktrinasi yang menyesatkan. Akibat buruk berbagai macam indoktrinasi yang
menyesatkan ini kita bisa saksikan di berbagai bidang kehidupan bangsa
sampai sekarang.



Jadi, proses pembusukan moral secara besar-besaran ini sudah berjalan lebih
dari 40 tahun, dan dimulai  sejak dibangunnya Orde Baru oleh “golongan tua”
TNI-AD di bawah pimpinan Suharto. Pembusukan moral inilah yang menimbulkan
di seluruh negeri kita berbagai masalah sulit dan parah sekarang ini di
bidang politik, ekonomi, sosial, kebudayaan, termasuk agama.



Tidak mungkin ada perubahan dan perbaikan, kalau  ..



Sampai akhir tahun 2007, kalau kita baca suratkabar atau majalah Indonesia
(dan kita lihat tayangan di TV), maka tercerminlah di situ betapa banyaknya
persoalan-persoalan besar dan rumit yang harus dihadapi bangsa dan negara

Balasan: CiKEAS> 26.720 Penduduk Solo Mengungsi

2007-12-27 Terurut Topik arinda anantha
Pernyataan Bupati Karanganyar soal penyebab banjir terlalu prematur!!!
   
  pernyataan Bupati karanganyar tentang penyebab musibah tanah longsor di 
tawangmangu, karanganyar jawa tengah baru2 ini dengan menimpakan penyebab pada 
perilaku pertanian warga yang menanam tanaman ladang yang tidak bisa menyangga 
tanah terlalu prematur, dan justifikatif, alangkah baiknya apabila dilakukan 
analisis singkat terlebih dahulu yang komprehensif dari berbagai perspektif 
mengenai penyebab longsor tsb. Tidak bijaksana dan malah justru bisa 
memperkeruh suasana berkabung warga yang menjadi korban apabila pernyataan dari 
pejabat yang menjadi pucuk pimpinan di kabupaten karanganyar tersebut,
   
   

   
-
Bergabunglah dengan orang-orang yang berwawasan, di bidang Anda di Yahoo! 
Answers

CiKEAS> Kaji Ulang Penjualan Gas Tangguh

2007-12-27 Terurut Topik Sunny
Refleksi: Penanggung jawab rezim zaman Megawati seharusnya bisa memberikan 
penjelasan seluas-luasnya, apabila  tidak mau dicap ada rejeki nomplok bagi 
oknom-oknom tertentu dibalik persetujuan Tangguh. 

http://www.suarapembaruan.com/News/2007/12/27/index.html

SUARA PEMBARUAN DAILY 
Kaji Ulang Penjualan Gas Tangguh

[JAKARTA] Pemerintah masih berkesempatan mengkaji ulang penjualan gas Tangguh, 
Papua ke sejumlah negara. Sebab penjualan yang disepakati pada 
masa Pemerintahan Megawati Soekarnoputri itu harganya terlalu rendah dan 
berpotensi merugikan negara sebesar Rp 15 triliun tiap tahun.Demikian 
disampaikan Koordinator Badan Pekerja Society Corruption Investigation Asmawi 
HS dan Ketua Nusantara Corruption Watch (NCW) Gobuan Harahap di Jakarta, Rabu 
(26/12). 

Asmawi menilai, kontrak gas itu merugikan bangsa. Pengelolaan migas negeri ini, 
kata dia, buruk bahkan disetting untuk dijual murah dengan argumentasi 
lemah. "Padahal industri dalam negeri teriak kekurangan gas. Pengelolaan gas 
tak lagi mengacu pada aturan, tapi kepentingan kelompok dan golongan," 
tegasnya. 

Pemerintahan Megawati Soekarnoputri menandatangani kontrak penjualan gas 
Tangguh selama 25 tahun untuk Fujian (Tiongkok) sebanyak 2,6 juta ton/tahun 
seharga US$ 3,35 per Million British Thermal Unit (MBTU), ke Sempra Energy 
Pantai Barat Amerika 3,7 juta ton/tahun senilai US$ 5,94 per MBTU. Juga dipasok 
untuk SK Power Korsel sebanyak 0,55 juta ton/tahun seharga US$ 3,7/MBTU dan 
untuk Posco Korsel seharga US$ 3,36/MBTU sebanyak 0,55 juta ton. 

Gobuan menambahkan, harga itu di bawah harga pasar apalagi sekarang harga 
minyak dunia terus naik. Bila kontrak ditinjau ulang, paling tidak bisa 
meminimalkan kerugian Rp 15 triliun per tahun. Meski kontrak penjualan gas 
sudah ditandatangani, proyek Tangguh di Teluk Bintuni, Kabupaten Bintuni, Papua 
Barat itu mulai berproduksi kuartal empat 2008 dan siap beroperasi komersial 
pertengahan Januari 2009. 


Tinjau Ulang 

"Kita baru bisa jual setelah berproduksi Januari 2009 dengan kapasitas 7,6 juta 
ton per tahun. Bila penjualan mengacu harga gas dunia saat ini (US$ 12/MBTU), 
hasilnya bisa US$ 2,49 miliar atau Rp 30,9 triliun," katanya. Pembagian yang 
adil, kata dia, masyarakat lokal mendapat dana segar Rp 9,79 triliun/tahun. 

Sebelumnya, Komisi VII DPR RI sepakat akan meninjau ulang kontrak penjualan gas 
Tangguh ke sejumlah negara dengan alasan serupa . 

"Kami akan kaji ulang dan mendesak pemerintah dan BP Migas melibatkan 
masyarakat setempat dalam pelaksanaan proyek baik sebagai tenaga kerja maupun 
suplier," ujar Alvin Lie dari Komisi VII pekan lalu. 
Anggota Komisi VII lainnya, Sony Keraf meminta BP Migas dan semua pihak 
terkait, melibatkan masyarakat dalam proyek daerahnya. 

Tokoh pemuda Teluk Bintuni Provinsi Papua Barat Ferry Korain mengungkapkan, 
pemerintah tidak melibatkan masyarakat setempat dalam proyek itu. "Pada 1999 
saat Amdal disetujui, Kepala Suku dan masyarakat lokal menyambut baik karena 
pemerintah berjanji melibatkan kami. Tapi setelah proyek itu jalan, tak satupun 
tenaga lokal dilibatkan," katanya. 

Kepala Suku Sebyar Kabupaten Teluk Bintuni, GM Braweri menyatakan, 
masyarakatnya punya gas, tapi tetap miskin. [Y-4] 


Last modified: 27/12/07 

CiKEAS> Antisipasi Kenaikan Harga

2007-12-27 Terurut Topik Sunny
http://www.suarapembaruan.com/News/2007/12/27/index.html

SUARA PEMBARUAN DAILY 
TAJUK RENCANA I

Antisipasi Kenaikan Harga

Tahun baru sebentar lagi kita masuki. Setumpuk harapan ikut menanti. Harapan 
akan kehidupan yang lebih baik bagi diri sendiri maupun bangsa ini. Gemah ripah 
loh jinawi. Penduduk yang begitu banyak dan beragam, dengan rukun bersama-sama 
membangun negeri yang subur dan berlimpah sumber daya alamnya. Mewujudkan 
bangsa yang tangguh dan maju. Itulah harapan yang bila kita serius 
mewujudkannya, bukan lagi menjadi sebuah kemustahilan. 

Tetapi, di akhir tahun ini kita disuguhi berbagai prediksi yang mau tidak mau 
membuat dahi kita berkerut. Lihatlah, Direktur Utama Perum Bulog Mustafa 
Abubakar pekan lalu menyampaikan hasil kajian lapangan tim gabungan dari Perum 
Bulog, Departemen Pertanian, dan Departemen Perdagangan dari sejumlah daerah. 
Hasilnya, harga beras pada Januari hingga Februari 2008 diperkirakan naik lagi. 

Kenaikan harga beras tersebut sebenarnya sangat rasional karena jumlah beras di 
pasar mulai menipis akibat paceklik musim kemarau lalu. Penyebab lainnya adalah 
terjadinya penimbunan beras oleh para spekulan. Isu kenaikan harga bahan bakar 
minyak (BBM) dan naiknya gaji pegawai negeri sipil (PNS) pada 2008 menjadi 
pemicu para spekulan melancarkan aksinya, menimbun beras. Dan aksi inilah yang 
perlu diwaspadai karena bisa menciptakan instabilitas harga. 

Ulah spekulan itu juga merupakan hal yang wajar jika dilihat dari kepentingan 
pedagang. Harga premium yang tahun depan diperkirakan mencapai Rp 6.000 per 
liter merupakan angka signifikan dibanding harga saat ini, yang Rp 4.500. 
Kenaikan harga itu akan memberikan dampak pada ongkos produksi dan distribusi 
barang, sehingga harga barang-barang juga akan meningkat. Selain itu, kenaikan 
gaji menambah daya beli pegawai negeri, sehingga ikut mendongkrak harga barang. 
Oleh ka- rena itu, spekulan memilih membo- rong barang dan menjualnya di tahun 
depan agar mendapatkan keuntungan besar. 

Namun, kenaikan harga barang-barang, termasuk ulah spekulan tersebut, terasa 
tidak adil terutama bagi rakyat kecil yang masih mengalokasikan sebagian besar 
penghasilannya untuk membeli beras. Bagi golongan ini, kenaikan harga beras 
sangat berpengaruh bagi kehidupan rumah tangga mereka. Sedangkan rakyat yang 
berpenghasilan menengah ke atas tidak begitu terpengaruh. Oleh karena itu, 
prediksi kenaikan harga beras dan bahan pangan lainnya perlu mendapat perhatian 
khusus dan diantisipasi agar tidak menggoncangkan kehidupan rumah tangga rakyat 
miskin. 

Harus diakui, kenaikan harga bahan pangan sebenarnya menguntungkan bagi para 
petani, karena produksi dijual dengan harga yang lebih tinggi. Namun, yang kita 
jumpai di lapangan adalah para petani tidak menikmati kenaikan harga tersebut 
karena mereka menjual gabah dengan harga relatif rendah. Pada akhirnya, petani 
juga harus membeli beras yang harganya sudah tinggi. 

Kita berharap pemerintah aktif mengantisipasi kenaikan harga beras ini, yakni 
menyediakan beras murah bagi rakyat miskin melalui operasi pasar, seperti yang 
biasa dilakukan. Peran Bulog sebagai penyangga pangan juga harus diperkuat, 
jangan mengimpor beras karena dijadikan proyek, sehingga pejabatnya yang untung 
sedang rakyat buntung. Selain itu, pemerintah juga harus berupaya menaikkan 
penghasilan rakyat untuk meningkatkan daya beli. Memang disayangkan, saat ini 
perkembangan sektor riil masih belum menggembirakan dan angka pengangguran 
masih cukup tinggi. Hal itulah yang membuat sebagian rakyat tidak sanggup 
membeli beras yang harganya terus merangkak. 


Last modified: 27/12/0

CiKEAS> Kebebasan Semakin Terancam

2007-12-27 Terurut Topik Sunny
Refleksi: Untuk membongkar kebobrokan penyebab ketidakadilan dan kemiskinan 
dibutuhkan kebebasan pers. Tanpa kebebasan pers akan makin diperketat 
cengkraman ketidakadilan sosial dan ekonomi kehidupan rakyat mayoritas. 
Kebebasan pers adalah salah satu landasan pokok untuk memberantas ketidakadilan 
di masyarakat demi untuk bisa diciptakan kehidupan manusia beradab berazaskan 
hak-hak azasinya.

http://www.suarapembaruan.com/News/2007/12/27/index.html

SUARA PEMBARUAN DAILY 
Catatan Akhir Tahun LBH Pers 
Kebebasan Semakin Terancam


[JAKARTA] Pemerintah dan DPR harus membuat regulasi yang menjamin kebebasan 
pers dan kebebasan berekspresi. Hal itu sebagai jaminan pemenuhan hak mencari, 
memperoleh dan menyebarluaskan gagasan dan informasi bagi masyarakat. 

Demikian catatan akhir tahun 2007 yang dikeluarkan Lembaga Bantuan Hukum (LBH) 
LBH Pers di Jakarta, Rabu (27/12). 

Menurut Direktur Eksekutif LBH Pers, Hendrayana, pihaknya juga meminta 
pemerintah memperkuat peran Dewan Pers sebagai lembaga penyelesaian sengketa 
pers dalam tahap tertentu. Langkah tersebut untuk merubah paradigma rezim 
ketertutupan dengan membuka akses informasi kepada masyarakat untuk terwujudnya 
clean and good governance. Selain itu, tidak melakukan intervensi terhadap 
kebebasan pers dengan menghambat dan menekan pers nasional. 

LBH Pers juga meminta aparat penegak hukum agar menggunakan UU Pers dalam 
menyelesaikan sengketa pers. Penyelesaian sengketa pers dimulai dengan dengan 
mengadukan ke Dewan Pers sebelum mengajukan gugatan atau laporan ke pihak 
kepolisian. Aparat penegak hukum terutama hakim dalam gugatan, tuntutan, dan 
dakwaan perkara pers hendaknya menolak bila tidak ditempuhnya mekanisme 
penyelesaian sengketa pers dengan UU Pers. 

Hendrayana mengatakan, kondisi kebebasan pers di Indonesia sepanjang tahun 
2007, sangat memprihatinkan. Kasus-kasus kekerasan fisik dan nonfisik terhadap 
jurnalis masih dominan dan menjadi ancaman serius terhadap keselamatan 
jurnalis. 

Lebih memprihatinkan lagi, kata dia, tahun 2007 merupakan rekor sejarah 
kebebasan pers di Indonesia sepanjang reformasi, di mana dua orang jurnalis 
masuk penjara karena pemberitaan yang dibuatnya. "Pemenjaraan jurnalis jelas 
menjadi preseden buruk bagi kebebasan pers di masa datang karena menimbulkan 
ketakutan bagi jurnalis dan media dalam melakukan pengawasan, koreksi, dan 
kontrol sosial terhadap hal-hal yang berkaitan dengan kepentingan umum," kata 
dia. 

Dikatakan, lembaga peradilan yang seharusnya turut menjaga dan melindungi pers 
sebagai pilar demokrasi keempat, justru turut menjadi bagian pelaku yang 
memberangus kebebasan pers dengan putusan-putusan yang kontroversial. Mahkamah 
Agung (MA) sebagai benteng terakhir yang seharusnya menjaga dan melindungi 
kebebasan pers, kini menjelma menjadi institusi yang antikebebasan pers. 

Selama 2007, MA telah mengebiri dan memasung pers dengan putusannya yang sangat 
kontroversial dalam menghukum Majalah Time dengan denda Rp 1 triliun rupiah 
terkait perkara Soeharto melawan majalah itu, serta menghukum Group Jawa Pos 
sebesar US$ 600.000 dalam perkara perdata antara Kedaulatan Rakyat melawan 
Group Jawa Pos. 

Hendrayana mengatakan, ada sejumlah kebijakan pemerintah yang menghambat 
kebebasan pers seperti beberapa rancangan peraturan perundang-undangan yang 
telah masuk dalam agenda program legislasi nasional di DPR. Salah satunya 
keinginan untuk merevisi UU 40/1999 Tentang Pers oleh Departemen Informasi dan 
Komunikasi, sebagai upaya pemerintah mengontrol kembali pers. [E-8] 




Last modified: 27/12/07 

CiKEAS> Angka Kemiskinan Turun atau Turun-temurun?

2007-12-27 Terurut Topik Sunny
Refelksi: Zaman raja-raja feodal inlander rakyat miskin. Zaman penjajahan 
rakyat miskin. Zaman NKRI rakyat tetap miskin, terkecuali  pejabat wakil rakyat 
bin penguasa kleptokratik serta konco-konco kongkalikong mereka. Kemiskinanan 
menjadi pusaka abadi turun temurun. Awas bahaya! Barang siapa yang mau merusak 
pilar-pilar kemiskanan guna perbaikan hidup alam sejahtera bisa dihukum dengan 
alasan komnuis perusak tatacara negara dan dasar-dasarnya.

http://www.suarapembaruan.com/News/2007/12/27/index.html

SUARA PEMBARUAN DAILY 
Catatan Akhir Tahun 2007

Angka Kemiskinan Turun atau Turun-temurun?

Tepat di bibir Hotel Salak, Bogor, yang berhadapan muka dengan Istana Presiden, 
seorang pria berusia 65 tahun yang biasa disapa Abah Markum duduk santai 
mengibaskan topi lusuh di wajahnya yang bercucur peluh. Setiap hari, kakek enam 
cucu itu selama 12 jam berburu penumpang untuk mendapat rupiah guna membeli 
kebutuhan keluarga dengan mengayuh becak. 

Sudah puluhan tahun, becak dayung yang dibeli menjadi andalannya. Kendaraan 
tradisional beroda tiga itu sangat berjasa bagi keluarga Abah. Sebagai tukang 
becak, keempat anaknya dibesarkan. 

"Kalau tidak salah pekerjaan sebagai tukang becak sudah Abah lakukan sejak 
1963. Awalnya narik becak di Petamburan dan Tanah Abang, Jakarta. Tapi karena 
terlalu jauh dari rumah, akhirnya Abah pulang ke Bogor dan mangkal di sekitar 
stasiun kereta api dan di samping hotel," ujar warga Gang Masjid, Desa 
Neglasari, Kecamatan Darmaga, Kabupaten Bogor. 

Berbagai pekerjaan sudah digeluti Abah, tapi semuanya tidak membuahkan hasil. 
Ia pernah menjadi pedagang, namun malah gulung tikar. Modal pengetahuan yang 
hanya sampai kelas dua sekolah rakyat, tidak memberinya pe- luang bekerja di 
kantor. Akhirnya, penarik becak menjadi pilihan terakhir. 

Dia menuturkan, kalau dulu dengan Rp 5.000 cukup menutupi kebutuhan 
sehari-hari, tetapi sekarang penghasilan Rp 20.000 per hari masih sangat 
kurang. "Paling yang bisa dibawa ke rumah hanya cukup membeli beras satu atau 
dua liter. Kondisinya cukup sulit, tapi mau gimana lagi. Kalau Abah bisa punya 
rumah atau mobil itu mah cuma mimpi. Abah cuma berdoa semoga cucu-cucu Abah 
nanti tidak miskin kayak kakek atau orangtuanya," ujarnya pasrah. 

Lain lagi dengan Mang Ja'ini, Koordinator Komunitas Becak Pondok Gede, Bekasi 
ini, mengaku hampir seluruh pengemudi becak yang ada di tempatnya semakin hari 
semakin sulit mengumpulkan uang. "Jangan mimpi tukang becak punya tabungan atau 
simpanan. Pendapatan rata-rata sehari hanya Rp 15.000 - Rp 25.000. Untuk makan 
tiga kali dengan lauk sayur atau tempe dan tahu, sudah syukur. Belum lagi uang 
setoran becak Rp 5.000 sehari. Sekali makan paling murah Rp 3.000 hingga Rp 
4.000," ujarnya. 


Akar Permasalahan 

Persoalan yang terkait dengan tukang becak, pengemis, anak jalanan, pedagang 
kaki lima, sopir kendaraan umum yang mengambil dan menurunkan penumpang di 
sembarang tempat, pengguna kendaraan umum yang naik-turun sesuka hati, bukanlah 
semata-mata persoalan ketertiban umum. Akar permasalahannya adalah kemiskinan, 
tata ruang kota, dan disiplin warga kota. 

"Untuk mengatasi ketiga akar masalah ini hanya dengan melarang lewat peraturan 
dan ancaman kurungan serta denda yang berat, tanpa kebijakan dan program 
konkret menunjukkan cara pandang hukum rimba, siapa yang kuat dia yang menang. 
Alih-alih memecahkan masalah, peraturan ini membuka masalah baru, karena 
menghilangkan hak tinggal dan hak kerja kaum marginal kota," ujar Arif Suherman 
dari Koalisi Masyarakat Anti-Kemiskinan di Jakarta, Rabu (26/12). 


Dengan proses yang tidak transparan dan tanpa konsultasi publik, DPRD dan 
Pemerintah Provinsi DKI Jakarta telah mengeluarkan Peraturan Daerah Nomor 8 
Tahun 2007. Sebagai revisi Perda 11/1988, Perda ini terkesan sebagai upaya 
menampilkan citra Jakarta yang megapolitan, indah, sejahtera tanpa kemiskinan 
dan dengan warga yang penuh disiplin. "Namun, larangan-larangan dengan ancaman 
hukuman yang berat dalam Perda ini terlihat hanya menyembunyikan bopeng dan 
karut-marut kota, bukan mengatasinya," tegas Arif Suherman. 


Optimistis 

Terkait persoalan kemiskinan, Menteri Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat 
Aburizal Bakrie mengatakan tingkat kemiskinan relatif berkurang. Untuk melihat 
angka kemiskinan, pemerintah menggunakan ukuran Badan Pusat Statistik (BPS) 
sebagai lembaga resmi milik negara. 

Dia menyebutkan angka kemiskinan pada saat ini mencapai 37,17 juta jiwa atau 
16,58 persen populasi penduduk. Angka itu lebih baik dibanding tahun lalu, saat 
kemiskinan meliputi 39,30 juta jiwa atau 17,75 persen populasi penduduk. 

Menurutnya, tingkat kemiskinan dalam periode 2006-2007 menurun seiring 
peningkatan daya beli masyarakat yang mencapai 6,36 persen. Bahkan, peningkatan 
daya beli masyarakat desa lebih tinggi (7,54 persen) dibanding masyarakat kota 
(5,56 persen). 

Jika digunakan ukuran internasional, yaitu US$ 1/PPP (purchasing power 
parity)/kapita/hari, maka angka kemiskinan

CiKEAS> Teka-Teki Eksekusi Mati Imam Samudra dkk.

2007-12-27 Terurut Topik Rusdi Mathari
Kamis ini, 27 Desember 2007 adalah hari pertama dari hitungan mundur 
pelaksanaan eksekusi mati terhadap pelaku Bom Bali I. Menurut 
keluarga Imam Samudra, jika pelaksanaan eksekusi tidak jadi 
dilakukan, Imam Samudra akan diantar oleh pihak keluarga ke 
Palestina atau Irak. Sebuah wawancara melalui email dengan Lulu 
Jamaludin adik Imam Samudra tentang eksekusi mati terhadap Abdul 
Aziz, kakaknya.

Oleh Rusdi Mathari
SAYA tiba di Serang pada Jumat 21 Desember 2007 sore hari. Tujuan 
saya melakukan wawancara dengan istri, ibu dan anggota keluarga dari 
Abdul Aziz yang popular dengan nama Imam Samdudra. Pernyataan dari 
pejabat Kejaksaan Agung yang dikeluarkan pada Rabu 20 Desember 2007 
tentang batas waktu 30 hari yang diberikan kepada Imam dkk. untuk 
mengajukan grasi kepada Presiden RI membuat saya ingin mengetahui 
reaksi keluarga Imam .

Sekitar seminggu sebelum keluar pernyataan dari pejabat Kejaksaan 
Agung itu, saya mendapat informasi bahwa keluarga Imam pergi 
Nusakambangan untuk menjenguk Imam. Saya berpikir, jangan-jangan 
kunjungan mereka akan menjadi kunjungan terakhir sehingga saya juga 
menduga, akan ada sebuah pembicaraan khusus antara pihak keluarga 
dengan Imam. Maka berangkatlah saya dengan bis AC ekonomi Primajasa 
dari Kampung Rambutan Jakarta menuju Serang.

Sepanjang Jumat itu, sebelum dan sesudah saya tiba di Serang, saya 
dua kali berkirim SMS kepada Lulu Jamaludin, adik Imam. Berkali-kali 
pula saya berusaha menghubungi secara langsung dua nomor telepon 
genggam dia tapi tidak ada jawaban dari telepon Lulu. Dua nomor 
telepon genggam Lulu, saya dapatkan dari seorang teman di Serang, 
yang pernah satu sekolah dengan istri Imam , ketika SD.

Sabtu sehabis subuh saya kembali menghubungi HP Lulu. Ada nada 
tunggu dengan sebuah lagu tentang khilafah dari sebuah kelompok 
nasid tapi tetap tidak ada jawaban dari pemilik telepon. Sekitar 
pukul 7 pagi saya lalu memutuskan untuk berangkat ke rumah Keluarga 
Imam di daerah Lopang, dekat Pasar Lama tapi kemudian telepon 
genggam saya mendapat balasan SMS dari Lulu. Isinya permintaan maaf 
karena HP-nya diprogram tidak berdering sehingga tidak mengetahui 
ada telepon maupun SMS. Saya lalu berinisiatif meneleponnya.

Dalam pembicaraan di telepon saya utarakan niat saya untuk 
wawancara. Lulu menjawab bersedia, tapi menurut dia, ibunya hanya 
mau diwawancarai jika didampingi oleh Tim Pembela Muslim. Ada pun 
untuk wawancara dengan istri Imam, menurut Lulu, sampai kapanpun 
saya tidak akan bisa mewawancarai istri Imam . "Saya no comment," 
kata Lulu.

Lulu juga mengaku sedang tidak di Serang, ketika hari itu saya 
usulkan "Kalau begitu wawancara dengan Anda saja." Saya sebenarnya 
bisa saja datang langsung menemui  ibu dan istri Imam di Lopang, 
namun saya mencoba menghormati keputusan Lulu
Saya akhirnya memutuskan untuk melalukan wawancara melalui email dan 
dia setuju. Saya berkirim email dua kali dengan Lulu. Email pertama 
saya kirim pada 23 Desember 2007. Lewat SMS saya memberitahu Lulu 
bahwa email telah saya kirim. "Saya sudah tunggung-tunggu sejak 
Jumat," kata Lulu.

Lulu menjawab email saya pada 24 Desember 2007. Membaca jawaban 
Lulu, saya kembali mengirim pertanyaan dan jawaban kedua dari Lulu 
saya terima pada Kamis 27 Desember 2007. "Saya belum sempat 
mengangkses internet, mau bersabar kan?" jawab Lulu ketika sehari 
setelah Natal saya mengirimkan SMS menanyakan kapan email saya akan 
dijawab.

Imam bersama Amrozi dan Ali Gufron (Mukhlas) adalah terpidana mati 
kasus Bom Bali I, 12 Oktober 2002. Vonis itu dijatuhkan oleh 
Pengadilan Negeri Denpasar dalam persidangan yang berbeda antara 
Agutus-Oktober 2003. Mereka lantas mendekap di LP Krobokan, Denpasar 
selama hampir 3 tahun sebelum dipindah ke LP Nusakambangan, di 
Cilacap Jawa Tengah pada pertengahan Okober 2005. Selama itu, 
ketiganya melakukan berbagai upaya hukum, mulai dari banding hingga 
kasasi. Semua upaya hukum itu ditolak. Terakhir permohonan 
Peninjauan Kembali atau PK mereka juga ditolak oleh Mahkamah Agung 
(lihat "MA Tolak PK Imam Samudra dan Ali Ghufron" tempointeraktif, 
24 September 2007). Satu-satunya upaya hukum yang belum mereka 
lakukan adalah permohonan grasi kepada Presiden RI.

Ihwal semacam itulah yang saya tanyakan kepada Lulu lewat email. 
Awalnya saya bertanya tentang kapan kali terakhir pihak keluarga 
menjenguk Imam , menggunakan kendaraan apa, dan asal-usul ongkos 
mereka. Jawaban yang saya peroleh ternyata sesuai dengan informasi 
awal yang saya terima dari seorang teman. Keluarga Imam ke 
Nusamkambangan pada 15 Desember 2007, atau lima hari sebelum keluar 
pernyataan dari Kejaksaan Agung tentang eksekusi mati untuk Imam dkk.

Mengendarai mobil sewaan, bertujuh mereka pergi mengunjungi Imam. 
Selain Lulu, istri dan anaknya, ada Ibu dari Imam , kakaknya bernama 
Wawan Setiabudi dan aliyah Dedi Chaidir (adik). Semua biaya 
perjalanan ditanggung sendiri oleh keluarga Imam dan sebagian 
disumbang oleh teman-teman, dan tidak ada sumbangan dari kepolisi

CiKEAS> Menangkan Penghargaan HOKI Spesial Akhir Tahun!

2007-12-27 Terurut Topik kabarindonesia
26-Des-2007, 12:17:17 WIB - [www.kabarindonesia.com]

KabarIndonesia – Dalam rangka menggelorakan semangat memperbaiki, 
merawat, dan meningkatkan kualitas lingkungan hidup, khususnya di 
lingkungan tempat tinggal masing-masing, Harian Online 
KabarIndonesia (HOKI) meluncurkan program peduli lingkungan 
melalui "Gerakan Penanaman Pohon Hoki 2007" sebagai kegiatan 
pamungkas tahun ini. 

Gerakan tersebut dimaksudkan untuk memotivasi setiap penulis dan 
pembaca HOKI agar turut serta membantu masyarakat dan pemerintah 
untuk memperbaiki lingkungan sekitar melalui penanaman pohon. 
Gerakan ini, selanjutnya diharapkan akan menularkan semangat sadar 
lingkungan kepada masyarakata luas.

Implementasi program ini amat sederhana yakni sebagai berikut:

1. Setiap penulis dan pembaca HOKI mengusahakan mencari minimal satu 
bibit pohon apa saja, diutamakan tanaman keras tahunan, baik tanaman 
buah-buahan maupun pohon kayu-kayuan lainnya.

2. Menanam bibit pohon tersebut pada hari Senin, tanggal 31 Desember 
2007, di halaman rumah, kantor, sekolah, dan lain-lain. Lebih dekat 
dari tempat tinggal lebih bagus, sehingga kelangsungan hidup sang 
pohon dapat lebih terjamin.

3. Memberi nama pohon yang baru saja ditanam dengan kata "Hoki" 
kemudian diikuti nama penanam. Misalnya, Mang Soleh menanam pohon 
duren di tepi kali dekat rumah, kemudian dinamai Pohon "Hoki Soleh". 
Setidaknya, sepuluh tahun kemudian, pohon Hoki Soleh akan membawa 
hoki (keberuntungan) bagi Mang Soleh maupun warga lainnya dengan 
kehadiran buah durennya.

4. Bila diperlukan, membuatkan pagar pengaman pohon yang baru saja 
ditanam, disiram air secukupnya, dan beri perhatian padanya di hari-
hari selanjutnya.

5. Mengajak anggota keluarga, teman, sahabat dekat maupun jauh, 
tetangga, dan lainnya untuk turut serta melakukan hal yang sama di 
tempat masing-masing. Penanaman pohon dapat dilakukan bersama-sama 
maupun sendiri-sendiri.

Keterangan lengkap tentang program ini dapat dibaca pada Berita 
Redaksi sebelumnya di link ini http://kabarindonesia.com/berita.php?
pil=25&dn=20071223042641. 

Harapan Redaksi, para penulis, pembaca, dan masyarakata luas kiranya 
tergerak hati dengan kesadaran yang tinggi atas kebutuhan jangka 
panjang ke masa depan, turut serta berpartisipasi 
menyukseskan "Gerakan Menanam Pohon Hoki 2007" ini. Bila bukan kita, 
dus siapa lagi yang kita harapkan? Bila bukan sekarang, dus kapan 
lagi kita bisa berbuat bagi keselamatan bumi ini? Marilah bersama-
sama menanam pohon Hoki, dan berikan hoki pada diri sendiri, juga 
kepada orang lain.

Sebagai harian online yang amat konsern dengan persoalan lingkungan 
hidup secara global, maka dengan segenap daya upaya yang dimiliki 
HOKI, kami akan berbuat yang terbaik bagi melayani masyarakat dan 
dunia. Dalam pelaksanaan program ini, HOKI akan menyediakan 
penghargaan spesial berupa Piagam Penghargaan Ekslusif bagi pengirim 
berita foto dan artikel terbaik yang menceritakan tentang 
pelaksanaan kegiatan ini di lingkungan masing-masing. Untuk itu, 
kami menyarankan kepada setiap penulis, pembaca, dan siapa saja yang 
ikut serta, baik sebagai peserta maupun hanya menyaksikan kegiatan 
penanaman pohon Hoki di tempat masing-masing agar mengirimkan foto 
di kolom Berita Foto dan artikel berita (boleh salah satu maupun 
keduanya) ke website KabarIndonesia di 
http://www.kabarindonesia.com//. Ada Piagam Spesial menanti Anda 
sebagai penghargaan atas karya terbaik yang sudah Anda lakukan di 
akhir tahun 2007.

Selain itu, Redaksi juga masih menyediakan hadiah istimewa bagi 
pemenang berupa "bibit pohon terbaik" dari Negeri Belanda, yang akan 
dibawa langsung dari Belanda!

Untuk itu, buruan… jangan ketinggalan!! Ikuti program menanam pohon 
Hoki di tempat Anda dan dapatkan hadiah-hadiah spesial dari Harian 
Online KabarIndonesia (HOKI). Penghargaan tersebut pasti akan sangat 
berkesan, akan dikenang sepanjang masa, dan yang jelas Anda serta 
masyarakat sekitar akan menikmati hoki (keberuntungan) sepanjang 
masa sumbangan berbagai pohon Hoki Soleh yang ditanam pada tanggal 
31 Desember 2007 tersebut.

Cerita dan foto-foto hasil karya terbaik Anda tentang pelaksanaan 
program "Gerakan Menanam Pohon Hoki 2007" di tempat masing-masing 
ditunggu di meja Redaksi untuk menjadi bacaan ringan bagi pembaca 
HOKI lainnya. Bila Anda belum terdaftar menjadi Penulis di Harian 
Online KabarIndonesia (HOKI) ini, dengan senang hati kami 
persilahkan untuk mendaftarkan diri dengan meng-klik menu "Daftar 
Jadi Penulis" pada situs ini. Bagilah cerita, harapan, ide, dan 
bahkan hoki Anda di HOKI kapan saja Anda mau dan punya waktu luang. 
Sekali lagi, Ayo Para Penulis dan Pembaca HOKI semua di manapun 
berada, sukseskan "Gerakan Menanam Pohon Hoki 2007" menuju tahun 
pengharapan yang penuh hoki, 2008.

Terima kasih dan salam hangat selalu.
Redaksi HOKI

Blog: http://www.pewarta-kabarindonesia.blogspot.com/
Alamat ratron (surat elektronik): [EMAIL PROTECTED]
Berita besar hari ini...!!! Kunjungi segera:
www.kabarindonesi

CiKEAS> Partai Golkar, PDIP, Partai Demokrat, PKS

2007-12-27 Terurut Topik Arahman Ali
Menjelang Pemilu 2009, partai-partai politik di Indonesia semakin
sibuk. Sibuk menjalin aliansi temporer, sibuk menggalang massa, sibuk
membuat pernyataan. Lihat saja geliat di tubuh pengurus Partai Golkar,
Jusuf Kalla dan Akbar Tanjung masih meributkan ihwal Konvensi Partai.
Akbar Tanjung berharap partai beringin ini menyelenggarakan konvensi,
dimana ia memungkinkan untuk masuk sebagai kandidat. Di sisi lain,
Jusuf Kalla ingin mengamankan pencalonannya sebagai presiden/wakil
presiden. Pencalonan kandidat tanpa konvensi berarti kemunduran bagi
Golkar. Karena hanya elit partai saja yang masuk dalam daftar
kandidat. Sedangkan orang-orang partai di luar pengurus dan orang
diluar partai tidak mendapat tempat untuk maju bertarung. Langkah
mundur bagi Golkar, sebab semakin mengecilkan kesiapan Golkar pada
perubahan iklim politik di Indonesia.

Selain Golkar, yang sudah sibuk duluan ya, PDIP. Megawati dan
pendukungnya sudah sibuk membangun citra kandidat. Memang, PDIP sudah
identik dengan Megawati. Begitu pula sebaliknya. Terkesan, geliat di
tubuh PDIP hanya untuk pencalonan Megawati saja. Tidak terlihat
keluar, bagaimana persiapan PDIP dalam usaha menambah anggota di
parlemen. PDIP masih sibuk dengan sosok Megawati. 

Berbeda dengan geliat di Partai Demokrat. Demokrat masih sibuk
membangun cabang dan merumuskan strategi. Kandidat presiden yang
diusung oleh partai ini pasti SBY. Sebuah keputusan yang susah untuk
diubah. Dari berita-berita dapat dilihat naiknya aktivitas partai
untuk membangun jaringan di seluruh Indonesia. Sang ketua umum partai
sibuk bertemu, membuka, meresmikan cabang-cabang partai. 

Tiga partai tersebut di atas sibuk dengan pencalonan presiden/wakil
presiden, PKS lain lagi. Partai ini lebih sibuk untuk menambah kursi
di parlemen. Tidak memaksakan diri untuk mencalonkan orang dari
internal partai. Partai ini lebih senang "melihat ke depan", membangun
kekuatan setahap demi setahap. Sebuah partai kader yang semakin lama
semakin besar.

Bagaimana dengan partai-partai kecil yang mau ikut Pemilu. Untuk
kandidat presiden/wakil presiden mereka masih melihat-lihat untuk
mendukung siapa dan partai mana. Strategi yang disiapkan masih seputar
bersekutu dengan partai mana dan mendukung siapa. Sedang untuk kursi
di parlemen, mereka pasti mengejar kursi sebanyak mungkin. 


ARAHMAN ALI
http://dewa-api.blogspot.com