CiKEAS Teror Kepada Wartawan di Merauke Kembali Terjadi

2010-08-01 Terurut Topik sunny
Refleksi : Tanah  500.000 ha di sekitar Merauke digadaikan kepada Bin Laden 
Groups.   Jadi tentu saja para wartawan diperingati untuk tidak boleh menulis 
hal-hal yang bisa merugikan kepentingan  kerjasama investor dan pemerintah NKRI

http://www.antaranews.com/berita/1280636988/teror-kepada-wartawan-di-merauke-kembali-terjadi

Teror Kepada Wartawan di Merauke Kembali Terjadi
Minggu, 1 Agustus 2010 11:29 WIB | Peristiwa | Hukum/Kriminal | 
Jayapura (ANTARA News) - Teror wartawan di Kabupaten Merauke, Papua, kembali 
terjadi dan kali ini dalam bentuk ancaman menggunakan kertas bertuliskan darah.

Ketua Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Jayapura, Victor Mambor, saat dihubungi 
di Jayapura, Minggu, membenarkan bahwa dirinya juga sudah menerima laporan 
tentang ancaman berupa kertas yang ditulis dengan menggunakan darah tersebut. 

Bentuk teror sudah berubah sekarang dan isi kalimatnya menyebutkan bahwa 
mereka para peneror sudah tahu sedang dilacak oleh polisi. Pelaku teror 
pastilah orang terlatih dan terbiasa untuk melakukan teror seperti ini, kata 
Victor.

Ancaman teror dengan kertas bertuliskan darah ini terjadi pada Sabtu (31/7) 
pukul 18.00 WIB yang dikirimkan orang tak dikenal dengan cara menaruh kertas 
tersebut di depan rumah wartawan Harian Bintang Papua bernama Lala, di 
Kabupaten Merauke.

Kertas tersebut dibubuhi cap darah dengan kalimat` Ingat, kami tidak pernah 
main-main dengan ancaman kami. Kami tahu polisi sedang mencari siapa oknum itu. 
Maaf, kami tidak lengah. Mati Kamu!.

Sebelumnya, ancaman terhadap sejumlah jurnalis di Jayapura dilakukan orang tak 
bertanggung jawab melalui pesan singkat (SMS) yang dikirimkan kepada sejumlah 
wartawan.

Victor Mambor mengatakan, pelaku pasti menyadari bahwa ia perlu mengubah cara 
terornya agar tidak mudah terlacak.

Untuk itu, pihak kepolisian setempat perlu bekerja keras untuk secepat mungkin 
menemukan pelaku teror ini. Jika situasi seperti ini terus berlangsung hingga 
pilkada, maka jurnalis akan merasa tidak nyaman untuk meliput pilkada di 
Merauke, katanya. 

Sedangkan Lala, wartawan yang menerima ancaman teror itu, menurut Informasi, 
akan melakukan perjalan menuju Jayapura menggunakan pesawat untuk mengamankan 
dirinya.

Ini tentunya merugikan sebuah proses demokrasi yang sedang didorong oleh 
berbagai pihak selama ini, ujar Victor. 

Peran jurnalis dalam pembangunan demokrasi di Indonesia, katanya, seharusnya 
bisa berjalan normal termasuk dalam mengawal proses pilkada.

Kapolres Merauke sendiri, saat dihubungi mengatakan pihak Kepolisian Merauke 
sedang mengecek langsung kepada wartawan yang bersangkutan.

Sementara itu, Wartawan JUBI, Indri mengakui bahwa dirinya merasa takut dengan 
SMS pesan singkat yang meneror dirinya bersama teman-teman wartawan lainnya.

Kami hanya bisa berharap pelakunya bisa ditemukan polisi dan ada kesadaran 
untuk tidak melakukan teror, ujar Indri, yang bertugas meliput di Merauke, 
namun saat ini berada di Jayapura.  (PSO-186/B/A041)

CiKEAS Kopassus still has long road to go despite ban lifting

2010-08-01 Terurut Topik sunny
http://www.thejakartapost.com/news/2010/07/29/kopassus-still-has-long-road-go-despite-ban-lifting.html

Kopassus still has long road to go despite ban lifting
Donny Syofyan, Padang | Thu, 07/29/2010 9:47 AM | Opinion 


During his visit to Indonesia, US Secretary of Defense Robert M. Gates 
announced Thursday (July 22) that the US government would lift the ban on the 
Army's Special Forces (Kopassus). The military cooperation between the US and 
Indonesia, Gates asserted, would be based on a measured and gradual program of 
security cooperation activities.

The US government decided to take the measure following Indonesian military 
reforms over the past decade, the ongoing professionalization of the Indonesian 
Military (TNI) and recent measures taken by the Defense Ministry in response to 
human rights issues.

Despite the US's commitment to place importance on human rights and 
accountability, the resumption of ties with Kopassus has attracted rejection 
abroad and at home. Senator Patrick Leahy of Vermont, the author of the law 
that bans US support to foreign militaries that violate human rights in 1999, 
believed that Kopassus remains unrepentant, essentially unreformed and 
unaccountable.

In Indonesia, the Commission for Missing Persons and Victims of Violence had 
long lobbied the US Congress against resumption of cooperation with the 
Kopassus without taking two important conditions into account: The unit's past 
accountability and Indonesian military reforms. 

Current surveys conducted in Indonesia present that Kopassus actually arrives 
at the point of winning public trust, in contrast to the National Police 
suffering from lack of public confidence. Widespread opposition to American 
military reinstatement of ties with Kopassus suggests that the unit still has a 
long way to go in its reform attempts on three crucial matters.

First, the TNI must show its abilities to respect and defend human rights in 
practice. On many occasions, TNI generals asked for the public not to accuse 
their soldiers of violating human rights any more. They argue that human rights 
education has been integrated into Indonesia's military schools and training, 
noting TNI soldiers especially Kopassus are getting familiar with or 
knowledgeable about human right issues. 

However, it is less than enough as Kopassus has failed to reform and the 
officers accused of human rights crimes continue to serve with the unit. 
Prabowo Subianto and Sjafrie Sjamsuddin, former Kopassus leaders blamed for 
gross human rights violations, remain free from any trial or legal cases. 

The country's military court's position to take no legal action against those 
violating human rights not only confirms the TNI's approach to settle human 
rights cases out of court, but also provides the opportunity for future human 
rights violations.

Reforming the Indonesian military justice system, therefore, is a must. For 
years, military suspects are not provided with many of the basic protections in 
line with the civilian Criminal Code Procedures, such as the right to an 
immediate trial, right to advice throughout the process, and access to family 
members or medical treatment. 

Things get worse as the Indonesian military justice system has a record of 
limiting tribunals and sentencing those convicted of serious crimes to 
extremely light sentences. A credible trial will only succeed if Kopassus 
cooperates by handing down documents and personnel necessary to prosecuting 
attorney.

Second, reform of the territorial command structure is needed. Despite the 
TNI's political role has terminated, the Indonesian army's presence at local 
levels are still there. Such a policy is believed to channel its new power and 
position into law enforcement, business and even politics.

It is ironic while the TNI's role in internal security has reduced, the number 
of regional military commands has increased, like in West Kalimantan and West 
Papua. The step has great potential to undermine peace efforts in conflict zone 
such as Papua, unnecessarily spends state budget, and extends over and covers a 
part of the police function.

Numerous cases at local levels show how military officers are involved in 
backing businessmen up for land acquisition, harassing, extorting money from, 
and in some cases using violence against lay people.

Hence, the US military aid to Indonesian military should stipulate a friendly, 
democratic and humanitarian approach of the TNI's territorial command 
structure. The US should ensure that the content and participants in training, 
joint exercises, and other assistance must be clear of legal and illegal 
business activities, human rights violations, and surveillance of government 
critics. 

Third, civilian supremacy becomes non-compromised. Military cooperation between 
the US and Indonesia will be in vain without egging civilian supremacy on. 
Encouraging civilian supremacy is important to bolster political institutions 
and 

CiKEAS Sihir Setan Gundul bin Nanoteknologi!

2010-08-01 Terurut Topik sunny
http://www.lampungpost.com/buras.php?id=2010080100201915

  Minggu, 1 Agustus 2010 
 

  BURAS 
 
 
 

Sihir Setan Gundul bin Nanoteknologi!

   
  H. Bambang Eka Wijaya



  SEORANG tokoh dari desa Umar datang menemuinya di kota. Warga desa kita 
resah! keluh sang tokoh. Ada sepasang setan gundul ahli sihir!

  Setan gundul seperti apa? potong Umar.

  Sebetulnya setan gundul itu julukan dari warga desa buat sepasang 
suami-istri pensiunan dengan kepala sama-sama botak, yang dikirim yayasan 
tinggal di kompleks tepian desa kita! jelas tokoh.

  Yang itu! Aku jumpa waktu mudik Lebaran! timpal Umar. Tak mungkin 
mereka main sihir!

  Kalau tak melihat sendiri memang tak percaya! tegas tokoh. Warga desa 
yang melihat langsung menyimpulkan itu sihir! Ceritanya, Pak Joyo pingsan. 
Suami-istri itu datang membawa kopor berisi botol-botol kosong. Si istri 
mencolok lengan kiri dengan jarum infus yang nyambung ke botol kosong dari 
kopornya, suaminya melakukan hal serupa di lengan kanan juga dengan botol 
kosong! Keduanya berkali-kali menukar botol kosong itu dengan botol kosong 
lainnya. Akhirnya, setelah satu jam lebih ke botol terakhir milik istrinya, 
mengalir cairan mirip lemak dari dalam tubuh Pak Joyo! Tak lama Pak Joyo sadar 
dan menyatakan tubuhnya merasa sehat! Warga yakin, botol-botol kosong itu 
tempat para jin pelaksana sihirnya!

  Itu bukan sihir! tegas Umar. Bapak itu ahli nanoteknologi, bisa 
membuat mesin-mesin berukuran sepermiliar (nano) meter, atau 10 pangkat minus 
9. Istrinya ahli mikrobioteknologi, kerjanya membuat virus dari beragam enzim 
untuk menghasilkan virus yang dibutuhkan!

  Apa ada teknologi seperti itu? potong tokoh.

  Maka itu, jangan tergesa menuduh sihir! tegas Umar. Jangan-jangan Pak 
Joyo kena serangan jantung atau malah strok! Untung cepat datang bantuan 
pasangan ilmu mutakhir!

  Kalau tak terlihat mata, sepermiliar meter begitu, bagaimana mereka 
menanganinya? kejar tokoh.

  Pakai scanning tunneling microscopy (STM) dan atomic force 
microscopy--AFM! jelas Umar. Tak cuma kecilnya ukuran yang ditangani 
alat-alat itu, kecepatan proses kerja atomiknya juga mencapai 
nanoseconds--sepermiliar detik! Kecil dan cepatnya nanotek itu jadi unggulan 
teknologi informasi! Intel, tahun 2005 merelis static random access memory 
(SRAM) 70 MB--mega (juta) bit--chip sebesar kuku itu berisi 500 juta 
transistor! Kini, persaingan chip di ponsel kita sudah di tataran GB--giga 
(miliar) bit per detik--1000 kali lebih cepat dari lima tahun lalu!

  Uedan! entak tokoh. Kemajuan pengetahuan sudah sejauh itu, pendidikan 
kita bagaimana?

  Dunia pendidikan kita masih sibuk mencari tambahan kutipan pada orang 
tua murid! jawab Umar. ***
 


 Cetak Berita bening.gifburas.jpgcetak.gif

CiKEAS Perdagangan Sayur dan Buah Indonesia Defisit US$ 500 Juta

2010-08-01 Terurut Topik sunny
http://www.suarapembaruan.com/index.php?detail=Newsid=22090

 2010-07-30
Perdagangan Sayur dan Buah Indonesia Defisit US$ 500 Juta




[JAKARTA] Selama periode 2003-2008, volume dan nilai impor berbagai jenis sayur 
dan buah terus meningkat. Untuk komoditas sayur, pada 2003 Indonesia mengimpor 
343.935 ton dan pada 2008 melonjak menjadi 917.190 ton. Nilai impornya pun 
melonjak dari US$ 103,39 juta menjadi US$ 442,41 juta. Hal yang sama juga 
terjadi pada buah. Pada 2003, sebanyak 228.447 ton berbagai jenis buah diimpor 
dan pada 2008 menjadi 501.962 ton. Nilai impor meningkat dari US$ 194,86 juta 
menjadi US$ 474,19 juta. Devisa yang dikeluarkan untuk mengimpor sayur dan buah 
pada 2008 mencapai US$ 916,60 juta atau sekitar Rp 8,25 triliun.  Sebaliknya, 
volume dan nilai ekspor sayur dan buah lebih sedikit. Pada 2008, ekspor sayur 
tercatat 175.927 ton dengan nilai US$ 171,47 juta dan ekspor buah men- capai 
323.888 ton senilai US$ 234,8 juta. Dengan demikian, devisa yang masuk hanya 
US$ 406,27 juta atau Indonesia masih mengalami defisit US$ 500 juta dalam 
perdagangan sayur dan buah. 


Menteri Pertanian (Mentan) Suswono yang dihubungi SP, Jumat (30/7), mengakui 
peningkatan impor buah-buahan, khususnya dari Tiongkok. Hal itu merupakan 
konsekuensi penerapan perdagangan bebas ASEAN-Tiongkok. Namun secara 
keseluruhan, perdagangan sektor pertanian dengan Tiongkok, Indonesia masih 
surplus, antara lain melalui produk minyak sawit mentah (CPO), kakao, dan 
karet.  Buah-buahan dari Tiongkok dan beberapa negara lain memang banyak masuk 
ke Indonesia, terutama ke beberapa kota besar. Tapi buah-buahan itu sudah tidak 
segar lagi, bahkan ada yang sampai berbulan-bulan di dalam kontainer. Buah kita 
jauh lebih segar dan sehat, tegasnya.


Untuk itu, Mentan menyarankan masyarakat membeli buah dalam negeri agar petani 
mendapat pasar yang luas. Pihaknya terus melakukan kampanye konsumsi buah dalam 
negeri, termasuk di pasar swalayan besar. Sejumlah pasar swalayan sudah bekerja 
sama dengan petani untuk menjual berbagai macam buah segar. Hotel, restoran, 
dan berbagai tempat usaha pariwisata juga harus menyuguhkan buah lokal, karena 
wisatawan datang untuk menikmati makanan lokal, bukan yang diimpor. Suswono 
mengatakan buah lokal Indonesia sebenarnya sangat eksotik dan diminati banyak 
negara. Manggis, mangga, dan salak, digemari masyarakat Tiongkok dan Eropa. 


Sedangkan Dirjen Hortikultura Kementerian Pertanian, Ahmad Dimyati menyatakan 
impor buah masih dalam koridor aturan perdagangan internasional yang berlaku. 
Tetapi dia menilai volume dan nilai impor sudah tidak wajar dari sudut 
kepentingan petani buah, khususnya yang produknya sama atau substitusi dengan 
yang diimpor. 
Oleh karena itu, salah satu strategi makro yang disiapkan adalah memanfaatkan 
berbagai peraturan internasional agar lebih berpihak pada kepentingan nasional, 
khususnya petani buah. Strategi lainnya adalah upaya di tingkat makro, meso, 
dan mikro, untuk meningkatkan daya saing produk buah Indonesia. 

Pasar Dalam Negeri
Sementara itu, guru besar Institut Pertanian Bogor (IPB), Roedhy Poerwanto 
menyatakan produk impor harus dibatasi dan diimbangi dengan meningkatkan ekspor 
produk hortikultura Indonesia. Hal itu bisa diwujudkan dengan meningkatkan 
kualitas dan mempertahankan kelanjutan produksi untuk memenuhi kebutuhan pasar.


Indonesia sebenarnya sudah mempunyai keunggulan produk hortikultura yang bisa 
menjadi pemasok utama kebutuhan dunia. Untuk jumlah produksi buah tropika, 
seperti pisang (menempati urutan 1 dunia), nanas (urutan 3 dunia), mangga 
(urutan 4 dunia), dan pepaya (urutan 5 dunia). Namun besarnya jumlah produksi 
tersebut belum mampu menjadi pengekspor utama karena ada sejumlah kendala. 
Dari sisi produksi hortikultura tropika, Indonesia umumnya unggul. Namun, hal 
itu tidak sejalan dengan jumlah ekspor kita yang masih sangat minim, tegas 
mantan Direktur Tanaman Buah, Kementrian Pertanian ini. 


Dia menjelaskan, sejumlah kendala yang dihadapi adalah kualitas produksi dan 
penanganan produksi yang ramah lingkungan masih minim, penanganan pascapanen 
dan kelanjutan produksi yang masih terbatas sehingga sulit menjamin pasokan. 
Padahal, konsumen dunia sudah mempunyai banyak kriteria kualitas sejak 
penanaman hingga pasca panen yang harus dipenuhi pihak produsen.
Sayur dan buah layak ekspor saat ini harus minim pestisida, penanganan pasca 
panen yang aman dan baik hingga packaging yang menarik, hingga produksi yang 
memberatkan petani. Saat ini banyak konsumen yang membeli buah atau sayur 
dengan catatan memberdayakan petani produsen. Ini merupakan kecenderungan dalam 
perdagangan hortikultura internasional, katanya. 


Sedangkan, peneliti Pusat Kajian Buah Tropika (PKBT) IPB Rahmad Suhartanto 
mengatakan impor hortikultura bisa dibatasi dengan menggenjot produksi untuk 
mengoptimalkan pasar dalam negeri. Potensi pasar dalam negeri bisa ditingkatkan 
dengan mendorong investasi pihak swasta. Selain itu, para pejabat dan 

CiKEAS Jelang Ramadan, Stok Sembako Lancar

2010-08-01 Terurut Topik sunny
Refleksi : Menjelalang perayaan hari raya agama selalu  harga barang-barang, 
teristimewa harga sembako menjulang ke langit nan biru. Makin sering ada hari 
raya agama istimewa  bukan saja makin baik untuk pebisnis, tetapi juga membawa 
beban tidak ringan bagi kaum berpendapatan rendah atau miskin. 

Semoga tidak tinggal hanya harapan abadi,tetapi menjadi kenyataan  bahwa 
sekali-sekali di masa depan penguasa alam semesta bisa menganugerahkan limpahan 
berkat harga sembako menjadi lebih murah pada perayaan hari besarnyaNya agar 
kaum miskin bisa dengan lebih gembira bisa turut merayakan hari-hari raya tsb.

http://suaramerdeka.com/v1/index.php/read/news/2010/08/01/61292/Jelang-Ramadan-Stok-Sembako-Lancar

01 Agustus 2010 | 23:55 wib | Ekonomi

Jelang Ramadan, Stok Sembako Lancar
Harga Mulai Merangkak Naik

 
Semarang, CyberNews. Harga sembilan bahan pokok di sejumlah pasar tradisional 
di Semarang lagi-lagi mengalami kenaikan menjelang Ramadan. Namun, dipastikan 
tidak akan ada kekurangan pasokan selama Ramadan dan Lebaran nanti.

Seperti ayam potong yang mengalami kenaikan Rp 3.000/kg. Bahkan, kenaikan harga 
tersebut tak diikuti dengan naiknya permintaan. Harga ayam potong broiler 
berkisar antara Rp 32.000-37.000 per ekor.

Menurut Rahmadi (36) pedagang ayam di Pasar Johar, kenaikan ayam potong sudah 
terjadi sejak beberapa hari silam, setelah harga sejumlah kebutuhan pokok sudah 
naik terlebih dahulu. Ironisnya, kenaikan ini tak diikuti dengan jumlah 
pembeli. Seminggu lalu masih Rp 35 ribu untuk ayam ukuran besar. Sebulan lalu 
Rp 30 ribu, tambahnya.

Ia memperkirakan kenaikan harga akan terus terjadi sampai masuk bulan puasa. 
Namun biasanya pertengahan bulan puasa harga akan kembali turun dan kembali 
naik menjelang lebaran. Untuk harga daging sapi mengalami lonjakan harga yang 
cukup tinggi. Harga daging per kilogramnya mencapai Rp 60.000 dari Rp 58.000.

Beras juga terus mengalami kenaikan harga meskipun tidak ada pengurangan 
pasokan. Beras dengan harga paling mahal yang dijual saat ini jenis IR42 dengan 
harga Rp 7.800 per kilogram. Padahal sebulan lalu harga beras jenis serupa 
sekitar Rp 6.000an.

Harga sayur mayur rata-rata juga mengalami kenaikan Rp 1.000 sejak sepekan 
terakhir. Sementara cabai merah besar stabil di Rp 40 ribu per kilogram, cabai 
rawit hijau Rp 20 ribu per kilogram dan cabai rawit merah Rp 50 ribu per 
kilogram. Harga bawang merah masih tinggi, yakni Rp 14 ribu per kilogram.

Padahal pekan lalu seharga Rp 10 ribu per kilogram.  Yang juga mengalami 
kenaikan drastis adalah bawang putih, harganya kini mencapai Rp 28 ribu per 
kilogram dari harga sebelumnya Rp 22 ribu per kilogram.

Produk lain seperti telur ayam juga mengalami kenaikan secara bertahap mulai 
dari Rp 12.000  per kilogram dua minggu lalu sampai hari ini menjadi Rp 16.000 
per kilogram. Sementara, minyak goreng curah dijual Rp 8.200 per kilogram dan 
gula Rp 10.000 per kilogram.


CiKEAS 30 Juta Penduduk Indonesia Menderita Hepatitis

2010-08-01 Terurut Topik sunny
Refleksi :  Setalah  meredeka-merdeka 65 tahun terdapat 30 juta penduduk 
menderita hepatitis? Apakah ada kemungkinan  bisa diatasi dengan politik 
kesehatan rakyat dan sistem pengobatan yang berlaku?

http://www.suarakarya-online.com/news.html?category_name=Nusantara


KESEHATAN
30 Juta Penduduk Indonesia Menderita Hepatitis 


Jumat, 30 Juli 2010

YOGYAKARTA (Suara Karya): Waspadai penyebaran virus hepatitis (A, B, dan C) di 
sekitar lingkungan hidup Anda. Sebab, saat ini ada sekitar 2 miliar penduduk 
dunia terinfeksi hepatitis (A, B, dan C) dan 360 juta penduduk di antaranya 
berakhir kronis.

Angka kematian penduduk akibat komplikasi hepatitis masih cukup tinggi 
mencapai 350 ribu per tahun, kata Menteri Kesehatan (Menkes) Endang Rahayu 
Sedyaningsih dalam peringatan hari hepatitis sedunia di Rumah Sakit dr 
Sardjito, DI Yogyakarta, Rabu (28/7).

Badan Kesehatan Dunia (WHO) menetapkan 28 Juli sebagai hari hepatitis sedunia 
mulai tahun ini dengan pertimbangan masyarakat semakin sadar akan bahaya virus 
hepatitis.

Di Indonesia, menurut Menkes, penderita hepatitis B dan C diperkirakan mencapai 
30 juta orang. Sekitar 15 juta orang berpotensi menjadi kronis.

Indonesia sendiri tergolong negara dengan prevalensi hepatitis tingkat 
menengah sampai tinggi di dunia, ujarnya.

Namun disayangkan, Menkes menambahkan, penderita hepatitis C justru dialami 
penduduk usia produktif (30-39 tahun) sebesar 29,6 persen dan kelompok usia 
20-29 tahun sebesar 27 persen.

Masih tingginya prevalensi hepatitis di Indonesia, menurut Endang Rahayu, 
akibat masih rendahnya cakupan imunisasi bayi di bawah 7 hari. Begitu juga 
masih ada anggapan yang salah dari masyarat di daerah yang tidak mengizinkan 
anaknya diimunisasi sebelum usia 40 hari.

Kekurangan lainnya fasilitas diagnosis belum merata dan keberhasilan pengobatan 
masih kurang karena pasien datang terlambat, resistensi virus, dan harga obat 
yang relatif mahal. Sementara, operasi dan transplantasi hati masih terbatas 
dan biaya tinggi, katanya.

Biaya pengobatan hepatitis B dan C selama ini masih menjadi beban yang besar 
bagi masyarakat di negara berkembang. Sebagai gambaran, biaya pengobatan 
hepatitis B untuk obat oral sekitar 800 ribu per bulan dan dibutuhkan waktu 
minimal 6 bulan.

Pengobatan dengan injeksi bahkan memerlukan biaya tiga kali lipat. Padahal, 
peluang sembuh hepatitis B hanya sekitar 55 persen. Sedangkan hepatitis C 
sekitar 70 persen, ucap Menkes.

Disinggung soal rencana pemerintah meminimalisasi kasus hepatitis di Tanah Air, 
Menkes mengatakan, pihaknya akan semakin menggiatkan pemberian imunisasi untuk 
bayi di bawah 7 hari di seluruh rumah sakit.

Pemberian imunisasi hepatitis B untuk memutus rantai penularan dari ibu 
pengidap kepada bayinya dan memberikan perlindungan hepatitis B di masa 
datang, katanya. (Tri Wahyuni) 

CiKEAS DPR Makin Malas Bersidang

2010-08-01 Terurut Topik sunny
Refleksi : Tidak mengherankan kalau anggota DPR malas bersidang, sebab selain 
DPR adalah  Dewan Penipu Rakyat, juga DPR bukan instansi kesatuan militer. 
Kalau di militer, prajurit yang rajin bisa naik pangkat sampai jenderal, 
contohnya Pak Harto, dari prajurit tentara kolonial, kemudian sersan naik lagi 
jadi kapten, lantas kemudian terus naik-naik menjadi jenderal TNI 
berbintang-bintang dipundak dan di dada.  

Tetapi, sebagai anggota DPR, jabatannya hanya 5 tahun, jadi dalam pikiran 
mereka buat apa merepotkan diri  sebab situasinya seperti buruh kontrak. 
Setelah lima tahun habislah riwayat duduk di kursi empuk. Jadi ikut sidang atau 
tidak, gaji, tunjangan jalan terus. Gaji dan suapan dari sana sini ditabung, 
bisa menjadi bekal goyang kaki selama hidup setelah 5 tahun bertugas. Bukankah 
mengumpul rejeki menjadi target utama untuk menjadi anggota DPR?  Misalnya, 
waktu Pemilu lalu, banyak suami isteri bersama, anak, cucu, kakek, nenek, 
keponakan, paman etc semua ramai-ramai  satu keluarga mencalonkan diri untuk 
dipilih menjadi anggota DPR. DPR adalah bisnis keluarga.



http://www.suarakarya-online.com/news.html?category_name=Opini


Hadar Navis Gumay
DPR Makin Malas Bersidang 


Sabtu, 31 Juli 2010

Dalam ilmu ketatanegaraan, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) biasa disebut 
parlemen. Parlemen sendiri berasal dari kata parle (bahasa Prancis) yang 
berarti 'bicara'. Karena itu, 'bicara' (menyuarakan) aspirasi rakyat adalah 
kewajiban para anggota DPR. Dan, salah satu cara untuk menyuarakan aspirasi 
rakyat tersebut adalah melalui persidangan secara berkala.

Namun, bagaimana mungkin para wakil rakyat itu mampu memperjuangkan aspirasi 
rakyat jika mereka enggan menghadiri persidangan? Terlebih lagi, sebagai 
lembaga legislatif, DPR memiliki tugas untuk menghasilkan berbagai produk 
perundang-undangan yang di dalam mekanismenya harus dirumuskan melalui 
persidangan. 

Jadi, bagaimana mungkin para wakil rakyat itu mampu menyuarakan, apalagi 
memperjuangkan aspirasi rakyat, jika malas-malasan untuk hadir di persidangan?

Kondisi macam ini sebenarnya terjadi bukan baru kali ini (pada DPR periode 
sekarang) saja. Para periode DPR sebelumnya, Badan Kehormatan (BK) DPR, yang 
seyogianya memiliki tanggung jawab mengawasi kinerja DPR, juga tidak mampu 
bekerja maksimal. 

Melihat fakta persoalan tersebut, akhirnya muncullah sejumlah wacana untuk 
mengatasi masalah malasnya anggota DPR mengikuti persidangan. Salah satunya 
melalui pemberlakuan absensi dengan menggunakan sistem elektronik 
(fingerprint). 

Masalahnya, apakah sistem tersebut benar-benar efektif untuk mendorong agar 
wakil rakyat rajin mengikuti persidangan? Ini masih perlu pembuktian. Dapatkah 
sistem tersebut mampu meminimalisasi anggota DPR yang suka bolos? Berikut ini 
petikan hasil wawancara wartawan Suara Karya Tri Handayani dengan Direktur 
Centre for Electoral Reform (Cetro) Hadar Navis Gumay terkait masalah kinerja 
anggota DPR, di Jakarta, baru-baru ini. 

Menurut Anda, apakah sistem fingerprint bisa meningkatkan kinerja DPR?

Sebenarnya tidak ada masalah kalau menggunakan sistem itu. Tapi, jika tidak 
diumumkan, siapa yang akan tahu, siapa saja nama-nama anggota yang bolos? Hanya 
internal DPR saja yang tahu. Berbeda jika hasilnya nanti diumumkan. Penerapan 
sistem itu memang cukup baik, tetapi akan tidak terlalu berguna bagi 
masyarakat, jika tidak diumumkan hasil akumulasinya. 

Yang penting, data absensi itu dibuka ke publik. Itu sebetulnya yang dapat 
membuat mereka malu. Jika yang tahu hanya orang-orang dari sekretariat, buat 
apa? Sebab, yang tahu itu internal atau teman-teman DPR lainnya. 

Jadi, seberapa efektif langkah itu mampu membuat jera anggota DPR yang suka 
membolos di persidangan?

Harus diberikan satu upaya yang dapat membuat mereka kapok agar lebih rajin. 
Minimal yang perlu dilakukan adalah mengumumkan nama-nama itu. Dan, ini bukan 
pekerjaan yang sulit. Saat kita di sekolah pun dapat diketahui di dalam rapor 
itu ada keterangan berapa kali tidak masuk, izin maupun sakit. 

Nah, itu di DPR juga ada absensinya. Itu dapat diumumkan, dipasang, misalnya di 
website. Dengan demikian, dengan cara ini, masyarakat bisa secara langsung 
melihat siapa saja anggota DPR yang memang rajin atau malas. Dan, dengan cara 
ini pun, mereka akan merasa perlu lebih berhati-hati karena nantinya akan 
terlihat betul apakah mereka menjalankan tugasnya, menghadiri rapat atau tidak. 

Ada yang beranggapan, anggota DPR tidak hanya sekadar hadir di persidangan. 
Mereka juga dituntut kekritisannya selama persidangan. 

Memang. Tapi, untuk tahap awal, tidak perlu diperdebatkan dahulu apakah yang 
hadir itu jarang bicara. Yang sederhana saja dulu, bagaimana kehadirannya dapat 
diperbaiki. Jika mereka mau izin tidak ikut sidang, juga harus jelas alasannya. 
Itu nantinya juga dapat tertulis di absensi. Minimal langkah itu merupakan 
upaya pertama untuk meningkatkan kinerja DPR. 

Apakah perlu ada sanksi lainnya?

Tentu saja. Kalau ini dinilai tidak 

CiKEAS Menghancurkan Ahmadiah Jembatan Menghancurkan Semua Islam !!!

2010-08-01 Terurut Topik muskitawati
Menghancurkan Ahmadiah Jembatan Menghancurkan Semua Islam !!!
  
Umum bagi ajaran semua agama adalah melatih perasaan berdosa apabila umatnya 
berbuat salah yang merugikan kelompok umatnya.  Berjalan sejajar bersamaan 
ajaran ini juga dilatih perasaan berjasa dan berpahala apabila perbuatan salah 
ini dilakukan terhadap musuhnya.

Inilah ajaran Islam yang paling unik, mendidik umatnya untuk saling 
menghancurkan dengan kata2 selubung sebagai saling melindungi, saling 
memperingatkan, saling memperbaiki yang kesemua kata2 ini akan berakhir 
dengan total self-destruction.

Membakar bangunan mesjid yang disucikan akan membuat pelakunya yang muslim bisa 
mati mendadak, bisa lumpuh, dan bisa gila atau hilang ingatan yang kesemuanya 
diakibatkan keimanan yang tinggi terhadap kepercayaan yang diagungkannya dialam 
bawah sadarnya.

Dengan menanamkan akidah bahwa mesjid itu adalah musuh akidah agamanya yang 
berpahala apabila dibakar dan halal umatnya dijarah akan menciptakan 
conditional reflex dalam alam bawah sadarnya apabila dilakukan ber-ulang2.  
Akhirnya dimasa depan, perasaan ini sudah tertanam sehingga meskipun bukan lagi 
mesjid Ahmadiah, meskipun bukan umat Ahmadiah, para pelaku yang sudah 
ditanamkan conditional reflex ini tidak lagi canggung atau merasa berdosa 
apabila dilakukan pembakaran kepada mesjidnya sendiri dan penjarahan kepada 
sesama umatnya sendiri.

Pembakaran mesjid dan penjarahan muslimin Ahmadiah merupakan teknik fisiologis 
penanaman conditioned reflex yang merupakan cara alQuran mendidik muslimin 
menuju total self-destruction.

Russian behavioral psychologist Ivan Pavlov, adalah pencipta teknik ini ditahun 
1870 yang kemudian digunakan untuk menghancurkan musuh melalui total 
self-destruction persis seperti yang dilakukan umat Islam diseluruh dunia 
sekarang ini.

http://nobelprize.org/nobel_prizes/medicine/laureates/1904/pavlov-bio.html

Sesungguhnya cara ini termasuk dalam teknik brainwashing dan sudah dikenal 
sejak zaman sebelum nabi Muhammad dilahirkan dimana waktu itu dianggap sebagai 
sihir

A mysterious mix of oriental mystery and Soviet rationality, the
technique now seemed like witchcraft, with its incantations, trances, poisons, 
and potions, with a strange fl air of science about it all, like a devil dancer 
in a tuxedo carrying his magic brew in a test tube.

 sunny am...@... wrote:
 Tindak tegas pelaku anarki Ahmadiah,
 Tentu saja  presiden tidak tegas, sebab
 yang bertindak adalah anak buahnya.
 Hendaklah diingat bahwa yang sekarang
 presiden, dulunya adalah salah satu
 sponsor pengiriman Laskar Jihad Sunnah
 Wal Jamaah ke Sulawesi Tengah dan Maluku.
 Bukankah sponsornya menyababkan puluhan
 ribu rakyat menjadi korban.
 

http://ngc.dukejournals.org/cgi/reprint/35/1_103/145.pdf

Russian behavioral psychologist Ivan Pavlov, whose insights had supposedly made 
it possible to supplant an individual's consciousness with fabricated beliefs, 
memories, and even traits. Conditioned refl exes, Hunter explained, could 
conceivably be produced to make [a man] react like [a] dog that rolled over at 
its trainer's signal. . . . the Kremlin could use words as signals—any words 
would do—imperialism, learning, running dog of the imperialists, people,
friend of the people, big brother, without any relationship to their actual 
meaning.

Saling bunuh sesama Islam diseluruh dunia sejak zaman Muhammad merupakan hasil 
dari keajaiban conditional reflex yang sekarang tidak terlepas dari bagian 
strategi perang ideologi, perang dingin, dan perang fisik.

Dengan bukti2 ajaran Islam seperti ini diperkuat dengan kenyataan bahwa 
pencetakan AlQuran pertama kali oleh pendeta2 Katolik di Venice, tidak bisa 
dipungkiri lagi, bahwa AlQuran memang diciptakan dalam kerangka perang antara 
katolik dan yahudi dengan menyihir mereka para pelaku dengan ajaran Islam.

Islam merupakan ajaran yang sangat spesifik dalam mempertunjukkan bagaimana 
cara melatih conditional reflex sejalan dengan brainwashing yang menuju total 
self-destruction.  Sejarah juga membuktikan, begitu kuatnya kerajaan2 Islam 
pada mulanya akhirnya hancur dengan sendirinya tanpa perlu diserang dari musuh2 
diluarnya.

Untuk lebih memahami teknik pelatihan conditional reflex dalam perang modern 
sekarang ini, saya mendorong para pembaca membaca secara teliti website yang 
saya cantumkan diatas.

Ny. Muslim binti Muskitawati.








CiKEAS Rawan Pangan Mengancam Separuh Penduduk NTT

2010-08-01 Terurut Topik sunny
Refleksi: Astafirullah, ada saja bencana. Menjelang hari raya agama, kelaparan 
berada di ambang pintu rakyat NTT.

http://www.suarakarya-online.com/news.html?id=258631


PASOKAN BELUM STABIL
Rawan Pangan Mengancam Separuh Penduduk NTT 


Kamis, 29 Juli 2010

KUPANG (Suara Karya): Rawan pangan di Nusa Tenggara Timur (NTT) saat ini sudah 
semakin serius. Sedikitnya 1. 236.479 warga NTT yang tersebar di 1.481 
desa/kelurahan dari 2.836 desa/kelurahan di daerah itu terancam rawan pangan 
serius. 

Kepala Bidang Ketersediaan dan Kerawanan Pangan pada Badan Ketahanan Pangan dan 
Penyuluhan (BKPP) NTT, Alexander Sena, yang dihubungi di kantornya, Rabu 
(28/7), menjelaskan, pada April lalu rawan pangan hanya mengancam 206 desa di 7 
dari 21 kabupaten di Provinsi NTT. Namun, pada bulan ini ancaman rawan pangan 
makin meluas ke 1.481 desa/kelurahan yang tersebar di 201 kecamatan di NTT. 

Menurut Sena, dari jumlah desa/kelurahan yang terancam rawan pangan itu, 400 
desa/kelurahan dengan jumlah kepala keluarga (KK) sebanyak 74.774 (356.007 
jiwa) mengalami rawan pangan dengan risiko rendah, risiko sedang 335 
desa/kelurahan dengan 64.658 KK (332. 104 jiwa), dan risiko tinggi sebanyak 746 
desa/kelurahan dengan jumlah 189. 058 KK (548.368 jiwa). 

Sena menuturkan, desa yang berisiko rawan pangan tinggi atau kategori merah 
berdasarkan kesimpulan analisis tim dari BKPP perlu mendapat perhatian serius 
berupa penanggulangan cepat dan tepat. 

Dikatakannya, langkah-langkah yang telah diambil pemerintah pada April lalu 
ketika muncul ancaman rawan pangan, yakni pemberian bantuan beras yang 
bersumber dari dana intervensi rawan pangan APBD NTT sebesar Rp 1.050. 000.000 
atau ekuivalen 175 ton beras dengan asumsi harga Rp 6.000/kg. Beras itu 
diprioritaskan di desa-desa dengan rawan pangan berisiko tinggi. 

Sena menguraikan, pemerintah provinsi bersama pemerintah kabupaten/kota di NTT 
harus bisa mengupayakan bantuan pangan dari pemerintah pusat. Pasalnya, saat 
ini cadangan pangan pada posisi Juli 2010 yang menjadi kewenangan gubernur 
sebanyak 400 ton dan kewenangan bupati/wali kota masing-masing sebanyak 100 
ton. 

Jumlah beras itu, menurutnya, belum termasuk beras untuk rumah tangga miskin 
(raskin) sebanyak 94. 000 ton bagi 553.770 rumah tangga miskin (RTM) di NTT. 
Beras itu diperkirakan bisa untuk melayani tindakan tanggap darurat. 

Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Provinsi NTT Edy 
Ismail yang ditemui terpisah di kantornya mengakui, kenaikan harga barang di 
NTT saat ini bersifat sementara. Pasalnya, pasokan barang dari sentra 
produksi-seperti Sulawesi, Jawa Timur, dan NTB-tidak lancar akibat cuaca buruk. 

Edy juga mengaku, bersama tim turun langsung memantau perkembangan kenaikan 
harga barang di sejumlah pasar di Kota Kupang. Kita sudah turun memantau 
langsung perkembangan kenaikan harga barang-barang di semua pasar tradisional 
dalam Kota Kupang. Kesimpulan sementara, kenaikan harga barang itu dipicu oleh 
pasokan barang dari sentra produksi yang belum stabil akibat cuaca buruk, 
katanya. (Bonne Pukan)

CiKEAS Amerika Menyebar Agama Seperti Menyebar Racun !!!

2010-08-01 Terurut Topik muskitawati
Amerika Menyebar Agama Seperti Menyebar Racun !!!
  
Tanpa kata2, Amerika secara implisit menyampaikan pesan kepada bangsanya bahwa 
agama itu racun.  Sebaliknya pesan implisit ini disampaikan kepada negara2 lain 
diluarnya justru sebaliknya, agama adalah Obat.

Melarang pelajaran Agama disemua kegiatan ilmiah di Amerika merupakan tekad 
bangsa ini untuk menjadi pelopor penemuan2 ilmiah yang menguasai semua 
teknologi yang akan dikonsumsi bangsa2 lainnya.

Dan terbukti, Amerika berhasil, bukan berhasil karena kebetulan melainkan 
berhasil melalui perencanaan yang sangat teliti.  Disetiap laboratorium IBM 
selalu terpampang tulisan peringatan: Tajamkan Logika Anda Bukan Kepercayaan 
Anda.


 Wal Suparmo wal.supa...@... wrote:
 Semua agama itu seperti komunisme,
 teorinya setinggi langit tetapi
 prakteknya serendah comberan dan
 yang memegang rekord adalah agama
 Islam.
 


Itulah sebabnya, untuk membuat kesimpulan secara scientifik digunakan angka2 
yang dalam hal ini adalah angka statistik bukan kata2.  Karena kata2 yang biasa 
digunakan dalam agama merupakan mantera2 yang melumpuhkan kemampuan pikiran 
orang.  Sekali angka2 berbicara maka punahlah mantera2 tersebut.

Kalo anda teliti fungsi logic dalam komputer anda, maka ada bagian yang 
dinamakan ALU (arithmetic logic unit) yang membuat fungsi komputer ini mampu 
memproses apa saja.  Dan yang perlu anda ketahui bahwa fungsi logic itu terdiri 
dari 3 aktivitas yaitu: comparing (antara lebih besar, lebih kecil, atau sama), 
processing (antara lain menambah, mengurang, kali dan bagi), dan storing 
(menyimpan hasilnya untuk proses yang lebih lanjut).

Demikianlah, kemampuan pikiran manusia persis menyerupai ALU ini, namun oleh 
keimanan, kepercayaan, doa atau mantera2 maka fungsi ALU ini dirusak secara 
total.  Hal inilah menyebabkan tidak memungkinkan dunia agama untuk melahirkan 
ilmuwan2 yang tangguh.

Jadi bukan asal2an keputusan pemerintah Amerika yang melarang semua pelajaran 
agama di-sekolah2 publik dalam meraih cita2 bangsa ini untuk menjadi pelopor 
dan pemegang copyright semua penemuan2 yang canggih.  Dan jangan dilupakan, 
semua kegiatan beragama diarahkan kedunia luar meskipun pusat research semua 
agama dikembangkan di Amerika dalam menguasai semua negara2 lain didunia tanpa 
perlu perang tapi melalui keimanan dan kepercayaan agama masing2.

Ny. Muslim binti Muskitawati.
















CiKEAS All Is Not Well With Indonesia, as Country Struggles to Shake Its New Order Past

2010-08-01 Terurut Topik sunny
http://www.thejakartaglobe.com/comentary/all-is-not-well-with-indonesia-as-country-struggles-to-shake-its-new-order-past/388855

August 01, 2010 

All Is Not Well With Indonesia, as Country Struggles to Shake Its New Order Past


Despite remarkable strides in the last 11 years after the economic, social and 
political chaos of the Asian financial crisis, Indonesia remains to some extent 
caught in the coils of Suharto's New Order - overly dependent on resource 
extraction and with its political and social institutions still inadequately 
developed - according to an exhaustive 105-page report by a Harvard University 
program. 

Improving the quality of Indonesian government institutions will not be easy, 
the report claims, under the unwieldy title From Reformasi to Institutional 
Transformation: A Strategic Assessment of Indonesia's Prospects for Growth, 
Equity and Democratic Governance. 

Democracy has not eliminated corruption or strengthened the rule of law. The 
economic oligarchy has survived the crisis intact, and its relationship to the 
state is largely unchanged, it says. 

The report, by the Indonesia program at Harvard's Kennedy School, is bound to 
stir up controversy in Jakarta, which has been the flavor of the month with 
investment bankers for its accomplishments through the global financial crisis 
of 2008-09 and with a government and society in a self-congratulatory mood. 

Indonesia's economic performance through the crisis was remarkably smooth, 
built on domestic consumption rather than exports. 

Although the economy slowed, Indonesia, along with China and India, became the 
only G-20 members to record GDP growth during the crisis. 

Government planners used fiscal stimulus and monetary policy judiciously to 
counter the effects of the crisis. 

On July 30 it was announced that for the first time car sales in Indonesia had 
surpassed Thailand's, rising 76 percent in the first half of 2010 to make the 
country the biggest auto market in the region. 

Nonetheless, the report says, reformasi, which began with Suharto's fall in 
1998 to create what hopefully would be a more open and liberal political and 
social environment, must move to the hard work of substantive institutional 
transformation. 

While Indonesia deals with the political and institutional legacy of the 
Suharto era, the rest of the world is rewriting the rules of production and 
trade and if Indonesia doesn't transform its institutions in a hurry to take 
advantage of globalization, it will remain mired in heavy dependency on natural 
resources and low-wage manufacturing. 

Unfortunately, according to the report, oligarchy and collusive democracy have 
left Indonesia ill equipped to respond to the challenge of globalization. 

Most analysts point to widespread institutional corruption, particularly the 
judicial system and the police force, which have received considerable 
attention in the last few weeks. 

In recent weeks the National Police managed to ignore evidence that top 
officers had bank accounts holding far more money than would have been possible 
given their salaries, instead attempting to buy up all the copies of a magazine 
that detailed the amounts in the accounts, as reported by Asia Sentinel on June 
29. 

Also, charges were dropped against two high-ranking officers, Brig. Gen. Edmond 
Ilyas and Brig. Gen. Raja Erizman, who had been indirectly implicated by the 
National Police's former chief of detectives, Comr. Gen. Susno Duadji, for 
receiving bribes in relation to a case against rogue tax official Gayus 
Tambunan. 

The current chief of detectives, Comr. Gen. Ito Sumardi, told journalists last 
week that there was no indication of wrongdoing by the officers. 

Economic oligarchy and political collusion are maintained through high barriers 
to entry, a dysfunctional legal system, patrimonial politics, disempowered 
citizens and political gangsterism, the report says. 

While domestic demand carried the country through the financial crisis, that 
will not be enough for Indonesia to compete on an international stage. 

Indonesian companies, the report says, must be more nimble, tied more closely 
to the international economy and less dependent on government protection. 

Barriers to entry to the formation of new firms must be eliminated, since it is 
likely that many of the world beaters of the future will not be the legacy 
firms carried over from the New Order. 

Barriers to job growth and the formation of small businesses must also be 
relaxed to give hard-working Indonesians a chance to reduce the risk of falling 
into poverty and to secure their hard-won middle-class status. 

Unsettlingly, Indonesia's social indicators are also trailing other 
middle-income countries, with the country falling behind on technological 
readiness, infrastructure, health, primary education, higher education and 
training and labor market efficiency. 

Growth in manufactured exports has been slow in comparison with 

CiKEAS Kekerasan Meningkat Negara Mengendur

2010-08-01 Terurut Topik sunny
http://www.mediaindonesia.com/read/2010/08/02/159384/265/114/Kekerasan-Meningkat-Negara-Mengendur


Kekerasan Meningkat Negara Mengendur 
Senin, 02 Agustus 2010 00:00 WIB  


AKSI kekerasan massa semakin marak. Ironisnya, negara bungkam terhadap fenomena 
penggunaan kekerasan itu. 

Sedikitnya telah terjadi tiga kasus kekerasan dalam sepekan terakhir, seperti 
bentrokan antara warga Ahmadiyah dan massa ormas di Desa Manis Lor, Kecamatan 
Jalaksana, Kabupaten Kuningan, Jawa Barat, Kamis (29/7). Disusul bentrokan 
antarmassa ormas di Rempoa, Tangerang Selatan, pada Sabtu (31/7), lalu 
bentrokan antara massa ormas dan jemaat yang sedang beribadah di Bekasi, Jawa 
Barat, kemarin. 

Ada dua bentuk kekerasan yang kerap terjadi. Pertama, kekerasan antarormas 
seperti yang terjadi di Rempoa. Kedua, kekerasan atas nama agama seperti di 
Kuningan dan Bekasi. Sebaran kekerasan jenis kedua itu semakin luas (lihat 
grafis). 

Ketua DPR Marzuki Alie di Jakarta, kemarin, meminta aparat kepolisian harus 
menindak tegas pelaku dan aktor intelektual di balik kerusuhan yang 
membawa-bawa nama ormas. 

Dia mengingatkan kepolisian agar bisa bertindak tegas sehingga ormas-ormas 
seperti itu tidak dibiarkan berkembang. Menurut Marzuki, akan sangat berbahaya 
jika aksi anarki yang dilakukan pendukung ormas itu dibiarkan. Jika terus 
dibiarkan, baik aturan maupun lembaga atau institusi yang formal, menjadi tidak 
berfungsi. 

Ibarat bendungan 

Sejauh ini, terhadap kekerasan antarormas, kepolisian mengupayakan perdamaian 
antarpemimpinnya. Akan tetapi, terhadap kekerasan yang mengatasnamakan agama, 
kepolisian seperti belum maksimal. Itulah sebabnya, Ketua Komisi Nasional HAM 
Ifdal Kasim mengingatkan bahwa negara wajib melindungi warga dalam menjalankan 
ibadah. 

Kewajiban negara itu sering diabaikan. Sosiolog Imam B Prasodjo pun meminta 
negara melakukan mediasi diiringi langkah tegas agar aksi kekerasan di 
masyarakat tidak terus-menerus terjadi. Negara di sini bisa berperan seperti 
pendidik sambil mengedukasi para pihak terkait. 

Cendekiawan Komaruddin Hidayat juga melihat kelemahan negara mengontrol ormas. 
Ini pangkalnya di pemerintah. Seharusnya pemerintah tegas dalam melihat 
fenomena yang ada. Kalau perlu, anggap ormas-ormas yang membandel sebagai 
organisasi terlarang, pintanya. 

Ia menyesalkan bahwa agama dibawa-bawa ketika ormas-ormas beraksi di 
masyarakat. Ironisnya, kata dia, pemerintah mengendur jika berhadapan dengan 
ormas membawa agama atau etnik tertentu. 

Tidak peduli mau membawa agama atau etnik apa, kalau merugikan masyarakat, 
harus ditindak. Ini masalah hukum. Mestinya ditindak tegas dari dulu karena 
ibarat bendungan, kalau bocornya masih kecil, masih mudah diperbaiki, tapi 
kalau sudah besar, akan repot. (Tim/X-3) 

CiKEAS STOP PRESS... Pemerintah Akan Potong Uang !!!

2010-08-01 Terurut Topik muskitawati
STOP PRESS... Pemerintah Akan Potong Uang !!!

Keselamatan uang anda tergantung dari kecepatan anda memahami berita yang saya 
tulis dibawah ini.

Kalo pemerintah RI menghadapi financial crisis, maka cara yang paling gampang 
adalah menjarah hasil keringat rakyatnya sendiri dengan cara sanering.  
Ternyata masih belum cukup cuma menjarah harta benda umat Ahmadiah, gantian 
sekarang semua rakyat akan dijarah melalui sanering tanpa membedakan apa agama 
anda.  Cara ini sudah yang ketiga kalinya dalam sejarah berdirinya RI.
 
Pemerintah RI sudah mengakui sedang mempersiapkan sanering yaitu pemotongan 
uang Rp 1000 menjadi Rp 1 dalam bentuk uang yang baru dikeluarkan seri-nya.

http://us.detikfinance.com/read/2010/08/02/100240/1411525/5/dpr-redenominasi-rupiah-jangan-sampai-timbulkan-gejolak?f9911013

Meskipun oleh pemerintah itu dinamakan sebagai redominasi yang katanya 
nilainya tidak berubah, tetap nilainya menjadi berubah juga dan rakyat 
dirugikan.

http://us.detikfinance.com/read/2010/08/02/092723/1411500/5/redenominasi-rupiah-bisa-kacaukan-perekonomian-ri?f9911013

Dulu juga pernah saya alami dilakukan oleh Sukarno dan juga Suharto, namun yang 
dilakukan Sukarno lebih parah dalam merampok rakyatnya melalui sanering ini.

Dizaman Sukarno, uang Rp 1000 menjadi Rp 1 dimana nilainya benar2 cuma satu 
rupiah dari tadinya seribu rupiah.

Dizaman Suharto, juga uang Rp 1000 menjadi Rp 1 yang katanya nilainya tidak 
berubah karena Rp 1 ini pun didapat dengan menukarkan dengan uang baru Rp 1.

Tapi apa yang dikatakan Suharto tidak berubah nilainya ternyata bohong, 
kenyataannya apa bila anda membawa uang Rp 1000 untuk ditukarkan dengan uang 
baru, maka anda hanya mendapatkan Rp 0,90, karena yang 10 sen ini merupakan 
biaya tukar seperti kalo anda menukarkan uang rupiah dengan dollar yang ada 
biaya atau ongkosnya.

Pada waktu pemotongan nilai uang dizaman dulu, sebelum keluarnya pengumuman 
pemotongan uang ini pada hari d, dimasyarakat sudah tersebar isu2 tentang 
pemotongan ini, namun kebanyakan masyarakat tidak mengerti bagaimana prosesnya 
hanya percaya saja apa yang dikatakan pemerintah tentang tidak merugikan 
masyarakat karena nilainnya katanya tidak berobah.  Tetapi para pejabatnya dan 
para pedagang2 yang mengerti waktu itu, semuanya sudah melepaskan uang2 pecahan 
besar dan hanya menyimpan uang2 pecahan kecil saja agar tidak merugikan.

Demikianlah, dizaman Bung Karno banyak masyarakat yang dirugikan akhirnya bunuh 
diri terutama mereka yang berhutang dimana hutangnya jadi 1000x lipat dari yang 
dihutangnya.

Sebaliknya, dizaman Suharto setelah sanering ini, semua barang harganya naik 
lebih dari 10x padahal cuma di denominasi 1000x yang katanya tidak mempengaruhi 
nilainya.

Untuk yang mau cari selamat saya cuma menasihati agar anda mulai sekarang 
memegang US$ saja daripada resiko memegang rupiah, dan bagi yang biasa boleh 
menukarkan uangnya dengan Yen, Euro, atau emas batangan.

Pemerintah telah resmi memberi tahukan rencana pemotongan uang ini akan 
dilakukan dalam jangka 5 tahun kedepan, tetapi jangan kaget kalo dilakukannya 
justru 5 hari kedepan, atau 5 minggu kedepan.  Karena setelah pemberitahuan 
ini, pemerintah harus cepat2 melaksanakannya untuk menghindari masyarakat yang 
mengalihkan uangnya dengan mata uang lain yang menyebabkan situasi ekonomi jadi 
goyang dan bank2 akan mengalami rush kalo tidak secepatnya dilakukan oleh 
pemerintah RI yang akibatnya malah akan merugikan pemerintah lebih banyak lagi.

Cara sanering ini memang sama dengan merampok atau menjarah masyarakat 
terang2an.  Tapi memang beginilah kehidupan Islamiah, biarpun sama2 Islam akan 
halal menjarah harta benda umat Islam Ahmadiah, lalu apa bedanya menjarah 
sesama bangsa sendiri, sesama rakyat sendiri bukan cuma sesama agama sendiri 


Bedanya, kalo menjarah sesama Islam dari umat Ahmadiah difatwakan oleh MUI, 
maka menjarah sesama bangsa melalui sanering ini difatwakan oleh Departement 
Keuangan RI.  Ke-dua2nya adalah fatwa yang tidak bisa dihindari, paling tidak 
bisa dikurangi akibat2 yang merugikan anda.

Ny. Muslim binti Muskitawati.






CiKEAS Sanering Cara Suharto !!!

2010-08-01 Terurut Topik muskitawati
Sanering Cara Suharto !!!
 
Dulu Suharto juga melakukan sanering, 99% rakyat mutlak dirugikan, hanya para 
pejabat dan pedagang besar saja yang jumlahnya kira2 1% yang tidak dirugikan 
malah diuntungkan.

Pemerintah kelihatannya akan melakukan cara2 Suharto bukan cara2 Sukarno yang 
betul2 mematikan merampok secara brutal rakyatnya sendiri demi revolusi.

Saya akan memaparkan cara2nya dimasa lalu itu agar anda semua bisa 
mempersiapkan segala kemungkinan dalam memperkecil kerugian.

Kalo anda punya selembar uang Rp 10 ribu sebelum sanering, maka setelah 
sanering uang itu anda tukar atau belanjakan maka nilainya cuma Rp 9 uang baru.

Sebaliknya, apabila anda berhutang pajak kepada pemerintah sebelum saneering 
sebanyak Rp 10 ribu, maka setelah sanering anda membayar pajak anda sebesar Rp 
10 (bukan Rp 9).

Jadi dalam proses sanering ini, pemerintah menerbitkan uang versi baru dengan 
nominasi seperseribu lebih kecil tapi nilainya dianggap sama meskipun waktu 
dibelanjakan nilainya jadi lebih kecil 10%.

Jadi, nanti pasca sanering, apabila anda punya selembar uang Rp 10 ribu uang 
lama, maka waktu anda deposito atau anda masukkan kedalam tabungan, maka 
tertulis dalam deposito atau tabungan anda hanya Rp 9.

Sebaliknya, kalo anda punya 100 lembar pecahan Rp 100 (yang nilainya adalah Rp 
10 ribu) dan anda bawa ke bank untuk ditabungkan, maka akan tertulis dalam 
tabungan anda adalah Rp 10 (nilai uang baru).

Itulah sebabnya dizaman Suharto, para pedagang sebelum sanering telah 
menukarkan lebih dulu uang2 besarnya dengan pecahan kecil2 agar nilainya jangan 
dikurangi 10%.

Tetapi saya kira cara pemerintah sekarang akan melakukan pemotongan 10% tidak 
peduli apakah uang anda itu pecahan besar ataupun pecahan kecil.

Oleh karena itu, jangan cari resiko, tukarkan aja semua simpanan anda jadi 
dollar daripada terpotong 10% atau bahkan lebih.  Namun menukarkan dollar juga 
tetap saja besarnya uang anda juga terpangkas oleh harga jual dollar itu 
sendiri, namun tetap nilai dollar nanti setelah sanering akan meroket sehingga 
bisa menutupi kerugian anda bahkan besar kemungkinan malah bisa untung berlipat 
kali.

Tapi, menukarkan uang anda dengan dollar juga belum tentu berhasil, karena 
disemua tempat dollar dan mata uang asing lainnya akan kosong diserbu pejabat, 
penguasa, abri dan ulama yang biasanya diberi prioritas oleh pemerintah untuk 
menyelamatkan kekayaan mereka.  Oleh karena itu berusahalah bergerak cepat, 
gagal beli dollar cari mata uang lainnya, gagal juga mata uang lainnya, maka 
belilah emas, tapi kalo harga emas meroket tidak masuk akal, maka tumpuklah 
sembako.  Tapi kalo anda terlambat, maka semua tindakan itupun tidak ada 
gunanya.

Begitulah sanering dizaman Suharto, dan dizaman Sukarno betul2 perupakan 
pelanggaran HAM, karena kalo anda punya tabungan Rp10 ribu, maka kalo anda 
tarik akan dibayar bank pemerintah cuma Rp 1 uang lama tanpa perlu pemerintah 
mengeluarkan uang baru.

Naaah...  Selamat berjuang mengejar waktu.

Ny. Muslim binti Muskitawati.