Re: Bls: [Dokter Umum] Mengapa Puyer?- tulisan seorang dokter
Saya setuju. Yang dipersoalkan sekarang, kelihatannya hanya masalah tempat untuk menumbuk dan penumbuknya yang kadang-kadang, di beberapa apotik tidak dibersihkan dengan benar. Nah itu saja yang perlu diawasi dan selalu diingatkan. Salam. - Original Message - From: Sutjipto Effendi To: dokter_umum@yahoogroups.com Sent: Wednesday, March 04, 2009 8:14 PM Subject: Re: Bls: [Dokter Umum] Mengapa Puyer?- tulisan seorang dokter Mengapa puyer? karena pasien (orang sakit) membutuhkan! dan mengapa harus syrup? Benarkah syrup lebih menyembuhkan dan lebih akurat dosis pemakaianya? siapa berani jamin? kecuali dokternya. yang memeriksa sebelum dan sesudah menjalani pengobatan. Sejarah puyer sudah membuktikan selama puluhan bahkan ratusan, ribuan tahun telah menyembuhkan jutaan manusia. Kenapa musti dipermasalahkan dan diributkan, siapa sebenarnya yang berkepentingan dalam hal ini? kalau bukan perusahaan farmasi yang ngutak- ngatik dompet orang lain, tanpa mempertimbangkan kebutuhan masyarakyat kebanyakan. suatu KONSPIRASI sedang berjalan demi kepentingan uang? perlu dan patut dicurigai ke arah situ. Alasan yang digunakan untuk memojokan puyer bisa saja diterima, tetapi tidak berarti itu adalah hal yang salah. Tentu seharusnya bukan puyer yang jadi masalah , tetapi OPERATOR nya yang perlu di ingatkan dan di informasikan agar lebih sesuai dengan kaidah2 kefarmasian. Pada hakekatnya, kesehatan & kedokteran indonesia mau dibawa atau digiring ke arah mana sebenarnya? orientasi kita mau di kemanakan? itu lebih penting dari pada sekedar PUYER! sangat ga lucu puyer yang begitu bermanfaatnya & murah terjangkau rakyat banyak kok dipermasalahkan. yang anehnya lagi media massa yang ga ngerti secara keseluruhan masalah kok tidak punya tanggung kebangsaan? sekian, terimakasih. [Non-text portions of this message have been removed]
Re: Bls: [Dokter Umum] Mengapa Puyer?- tulisan seorang dokter
Mengapa puyer? karena pasien (orang sakit) membutuhkan! dan mengapa harus syrup? Benarkah syrup lebih menyembuhkan dan lebih akurat dosis pemakaianya? siapa berani jamin? kecuali dokternya. yang memeriksa sebelum dan sesudah menjalani pengobatan. Sejarah puyer sudah membuktikan selama puluhan bahkan ratusan, ribuan tahun telah menyembuhkan jutaan manusia. Kenapa musti dipermasalahkan dan diributkan, siapa sebenarnya yang berkepentingan dalam hal ini? kalau bukan perusahaan farmasi yang ngutak- ngatik dompet orang lain, tanpa mempertimbangkan kebutuhan masyarakyat kebanyakan. suatu KONSPIRASI sedang berjalan demi kepentingan uang? perlu dan patut dicurigai ke arah situ. Alasan yang digunakan untuk memojokan puyer bisa saja diterima, tetapi tidak berarti itu adalah hal yang salah. Tentu seharusnya bukan puyer yang jadi masalah , tetapi OPERATOR nya yang perlu di ingatkan dan di informasikan agar lebih sesuai dengan kaidah2 kefarmasian. Pada hakekatnya, kesehatan & kedokteran indonesia mau dibawa atau digiring ke arah mana sebenarnya? orientasi kita mau di kemanakan? itu lebih penting dari pada sekedar PUYER! sangat ga lucu puyer yang begitu bermanfaatnya & murah terjangkau rakyat banyak kok dipermasalahkan. yang anehnya lagi media massa yang ga ngerti secara keseluruhan masalah kok tidak punya tanggung kebangsaan? sekian, terimakasih.
Re: Bls: [Dokter Umum] Mengapa Puyer?- tulisan seorang dokter
Salam, Saya ingin mengomentari kata2 "jangan Terpengaruh Ucapan Tukang Obat... atau REP... dengan iming2 bonus" Dokter juga sebetulnya butuh REP, kenapa?? karena dokter bisa dibilang mempunya bisnis sampingan dengan REP dalam hal ini Seperti Bonus tak jarang ada dokter yang mendapatkan Sebuah mobil dengan FREE tanpa memperhatikan apakah obat itu baik/bagus atau tidak. Saya menghimbau kepada seluruh milist, agar apabila sakit sedikit jangan selalu langsung ke Rmh.Sakit. NB: tidak bermaksud untuk menyudutkan sebuah profesi... Thanks. dokter_umum@yahoogroups.com, anom jati wrote: > > Salam Sejawat > > wakakaka lucu tapi tragis > > yang jadi masalah bukan puyernya tapi etika kedokteranya.. > tanpa di periksa berani di beri obat???( sebagaimana kasus yang di publikasi di rcti), mengenai dispensing...dll > > Menjadi dokter itu baik > menjadi pedagang juga baik > tetapi menjadi dokter pedagang. mikir2 ya kasian psien kita > > begitu kita ingin memberi obat apapau ada 3 prinsip yang harus di pegang > Berikan Obat yang kita kenal kepada pasien yang kita kenal untuk penyakit yang kita kenal, > > aku gak perduli ketika harus resep racikan atau tunggal... > > jangan pernah membandingkan indonesia sebagai bangsa yang tidak mampu , di bawah bangsa manapun. > > karena kita bangsa INDONESIA > > Kesalahan yang sering dokter lakukan Adalah ketika dia menganggap dirinya > Mesias, (juru selamat) bagi pasien > ingat Kita Cuma ALAT (fasilitator)... > > kadang pasien cuma ingin di dengarkan keluhanya meskipun kita tau Dia AKAN MATI. > > pasien cuma ingin membagi kesakitan, penderitaan, harapan...dan itu kita tidak bisa melakukan jika anamnesa cuma 2 menit... > > Obat?? > kita punya prinsip metode penanganan penyakit > ikuti aja PROSEDURNYA!! > jangan Cuma nyontek warisan Puyer leluhur. > kenali obatnya, indikasinya, dosisnya, interaksinya,absorbsinya, distribusinya, metabolismenya, ekskresinya > lhaa khan dah di pelajari di kuliah? > jangan Terpengaruh Ucapan Tukang Obat... atau REP... dengan iming2 bonus > > MAAF SAYA KHILAP MATA GELAP. > > > > Penyakit.. > tidak semua penyakit bisa di sembuhkan. > tidak semua penyakit butuh obat > > JANGAN SEMBARANGAN MEMATIKAN ALARM PENYAKIT>>>> > > > > .. > demikian kesan dari saya sebagai dokter yan tidak pernah merasa hebat, pandai, specialCUMA DOKTER UMUM INDONESIA > > wassalam. shalom. semoga semua mahluk berbahagia > > > > > > > > > > > --- Pada Rab, 25/2/09, ferry wardhana menulis: > > Dari: ferry wardhana > Topik: Bls: [Dokter Umum] Mengapa Puyer?- tulisan seorang dokter > Kepada: dokter_umum@yahoogroups.com > Tanggal: Rabu, 25 Februari, 2009, 8:59 PM > > > > > > > gak semua obat bisa dipake untuk sirup bu..contoh,deksamet ason,..dan sy yakin gak ada dokter di dunia ini yg punya keinginan tuk membunuh pasiennya..kalo pasien gak mau dikasih puyer../ya udah..gak usah dipaksa..kasih aja sirup..beres khan..kasian dokter..kalo berjasa gak ada yg memperdulikan, eh giliran kena apes malah digembar-gemborin. .. > > --- Pada Sel, 24/2/09, hoesana menulis: > > Dari: hoesana > Topik: [Dokter Umum] Mengapa Puyer?- tulisan seorang dokter > Kepada: dokter_umum@ yahoogroups. com > Tanggal: Selasa, 24 Februari, 2009, 11:57 PM > > Ketika saya lulus menjadi seorang dokter, terus terang saya bagaikan > orang > buta yang baru pernah melihat merasa senang kegirangan karena status > dokter > yang saya sandang, tetapi masih meraba raba juga karena belum tahu apa > yang > harus saya lakukan. > > Menangani pasien pertama kalinya (sebagai seorang dokter tentunya) > merupakan > suatu kebanggaan tersendiri. Pasien datang, mendengarkan keluhannya, > memeriksa, dan memberikan obat. > Puas? Tentu saja puas rasanya. Pasien puas, karena keluhan berkurang > bahkan > menghilang. Dan bulan berikutnya pasien ada keluhan mereka kembali > kepada > saya karena merasa cocok dengan obat yang saya berikan. > > Sebagai catatan ketika saya bilang pasien, termasuk orang tua pasien > untuk > pasien saya yang tergolong anak anak. Anggap saja saya sedang > membicarakan > pasien anak anak. > > Tapi apakah saya sudah menangani pasien tersebut dengan baik? Tentu saja > TIDAK jawabannya. > Mengurangi keluhan pasien bukan berarti menyembuhkan, bahkan tanpa > disadari > bisa membahayakan pasien. > > Ada satu titik balik dimana saya menyadari terdapat kesalahan dalam > penanganan pasien saya selama ini, dan di kemudian hari saya bertemu > dengan > komunitas yang membuat saya semakin belajar dan belajar setiap harinya. > > Sebelumnya
Bls: [Dokter Umum] Mengapa Puyer?- tulisan seorang dokter
Salam Sejawat wakakaka lucu tapi tragis yang jadi masalah bukan puyernya tapi etika kedokteranya.. tanpa di periksa berani di beri obat???( sebagaimana kasus yang di publikasi di rcti), mengenai dispensing...dll Menjadi dokter itu baik menjadi pedagang juga baik tetapi menjadi dokter pedagang. mikir2 ya kasian psien kita begitu kita ingin memberi obat apapau ada 3 prinsip yang harus di pegang Berikan Obat yang kita kenal kepada pasien yang kita kenal untuk penyakit yang kita kenal, aku gak perduli ketika harus resep racikan atau tunggal... jangan pernah membandingkan indonesia sebagai bangsa yang tidak mampu , di bawah bangsa manapun. karena kita bangsa INDONESIA Kesalahan yang sering dokter lakukan Adalah ketika dia menganggap dirinya Mesias, (juru selamat) bagi pasien ingat Kita Cuma ALAT (fasilitator)... kadang pasien cuma ingin di dengarkan keluhanya meskipun kita tau Dia AKAN MATI. pasien cuma ingin membagi kesakitan, penderitaan, harapan...dan itu kita tidak bisa melakukan jika anamnesa cuma 2 menit... Obat?? kita punya prinsip metode penanganan penyakit ikuti aja PROSEDURNYA!! jangan Cuma nyontek warisan Puyer leluhur. kenali obatnya, indikasinya, dosisnya, interaksinya,absorbsinya, distribusinya, metabolismenya, ekskresinya lhaa khan dah di pelajari di kuliah? jangan Terpengaruh Ucapan Tukang Obat... atau REP... dengan iming2 bonus MAAF SAYA KHILAP MATA GELAP. Penyakit.. tidak semua penyakit bisa di sembuhkan. tidak semua penyakit butuh obat JANGAN SEMBARANGAN MEMATIKAN ALARM PENYAKIT>>>> .. demikian kesan dari saya sebagai dokter yan tidak pernah merasa hebat, pandai, specialCUMA DOKTER UMUM INDONESIA wassalam. shalom. semoga semua mahluk berbahagia --- Pada Rab, 25/2/09, ferry wardhana menulis: Dari: ferry wardhana Topik: Bls: [Dokter Umum] Mengapa Puyer?- tulisan seorang dokter Kepada: dokter_umum@yahoogroups.com Tanggal: Rabu, 25 Februari, 2009, 8:59 PM gak semua obat bisa dipake untuk sirup bu..contoh,deksamet ason,..dan sy yakin gak ada dokter di dunia ini yg punya keinginan tuk membunuh pasiennya..kalo pasien gak mau dikasih puyer../ya udah..gak usah dipaksa..kasih aja sirup..beres khan..kasian dokter..kalo berjasa gak ada yg memperdulikan, eh giliran kena apes malah digembar-gemborin. .. --- Pada Sel, 24/2/09, hoesana menulis: Dari: hoesana Topik: [Dokter Umum] Mengapa Puyer?- tulisan seorang dokter Kepada: dokter_umum@ yahoogroups. com Tanggal: Selasa, 24 Februari, 2009, 11:57 PM Ketika saya lulus menjadi seorang dokter, terus terang saya bagaikan orang buta yang baru pernah melihat merasa senang kegirangan karena status dokter yang saya sandang, tetapi masih meraba raba juga karena belum tahu apa yang harus saya lakukan. Menangani pasien pertama kalinya (sebagai seorang dokter tentunya) merupakan suatu kebanggaan tersendiri. Pasien datang, mendengarkan keluhannya, memeriksa, dan memberikan obat. Puas? Tentu saja puas rasanya. Pasien puas, karena keluhan berkurang bahkan menghilang. Dan bulan berikutnya pasien ada keluhan mereka kembali kepada saya karena merasa cocok dengan obat yang saya berikan. Sebagai catatan ketika saya bilang pasien, termasuk orang tua pasien untuk pasien saya yang tergolong anak anak. Anggap saja saya sedang membicarakan pasien anak anak. Tapi apakah saya sudah menangani pasien tersebut dengan baik? Tentu saja TIDAK jawabannya. Mengurangi keluhan pasien bukan berarti menyembuhkan, bahkan tanpa disadari bisa membahayakan pasien. Ada satu titik balik dimana saya menyadari terdapat kesalahan dalam penanganan pasien saya selama ini, dan di kemudian hari saya bertemu dengan komunitas yang membuat saya semakin belajar dan belajar setiap harinya. Sebelumnya puyer menjadi andalan saya, pasien (orang tua pasien) puas, waktu yang dibutuhkan untuk menangani pasien jauh lebih singkat. Cukup berkata: oh ini batuk pilek, obatnya cukup minum, 3 hari tidak sembuh balik kembali. Rutinitas yang saya lakukan selama sekitar 6 bulan pertama saya menjadi dokter. Sampai suatu saat saya menemukan suatu kejadian yang begitu menampar saya. Datanglah seorang pasien berumur 5 bulan, datang dengan keluhan mencret mencret. Seperti biasa, meresepkan puyer sepertinya sudah ada cetakan tersendiri di otak saya. Lalu saya berikan resep puyer yang kurang lebih fungsinya menghentikan kerja usus, sehingga keluhan mencret mencret berkurang. Apa yang terjadi. Apakah puyer yang saya berikan menjadi solusi atas kasus pasien saya? Ternyata tidak. Pasien saya tidak mencret lagi, tetapi jatuh ke dalam kondisi dehidrasi sedang. Karena apa? Sudah merasa yakin dengan puyer yang saya berikan, sehingga lupa dengan tata laksana diare akut yang seharusnya, pemberian larutan rehidrasi oral. Sejak saat itu saya menyesal, bukan hanya menyesali perbuatan saya yang melupakan guideline, tetapi penyesalan itu dilanjutkan dengan penyesalan dengan entah berapa resep puyer yang
Bls: [Dokter Umum] Mengapa Puyer?- tulisan seorang dokter
gak semua obat bisa dipake untuk sirup bu..contoh,deksametason,..dan sy yakin gak ada dokter di dunia ini yg punya keinginan tuk membunuh pasiennya..kalo pasien gak mau dikasih puyer../ya udah..gak usah dipaksa..kasih aja sirup..beres khan..kasian dokter..kalo berjasa gak ada yg memperdulikan,eh giliran kena apes malah digembar-gemborin... --- Pada Sel, 24/2/09, hoesana menulis: Dari: hoesana Topik: [Dokter Umum] Mengapa Puyer?- tulisan seorang dokter Kepada: dokter_umum@yahoogroups.com Tanggal: Selasa, 24 Februari, 2009, 11:57 PM Ketika saya lulus menjadi seorang dokter, terus terang saya bagaikan orang buta yang baru pernah melihat merasa senang kegirangan karena status dokter yang saya sandang, tetapi masih meraba raba juga karena belum tahu apa yang harus saya lakukan. Menangani pasien pertama kalinya (sebagai seorang dokter tentunya) merupakan suatu kebanggaan tersendiri. Pasien datang, mendengarkan keluhannya, memeriksa, dan memberikan obat. Puas? Tentu saja puas rasanya. Pasien puas, karena keluhan berkurang bahkan menghilang. Dan bulan berikutnya pasien ada keluhan mereka kembali kepada saya karena merasa cocok dengan obat yang saya berikan. Sebagai catatan ketika saya bilang pasien, termasuk orang tua pasien untuk pasien saya yang tergolong anak anak. Anggap saja saya sedang membicarakan pasien anak anak. Tapi apakah saya sudah menangani pasien tersebut dengan baik? Tentu saja TIDAK jawabannya. Mengurangi keluhan pasien bukan berarti menyembuhkan, bahkan tanpa disadari bisa membahayakan pasien. Ada satu titik balik dimana saya menyadari terdapat kesalahan dalam penanganan pasien saya selama ini, dan di kemudian hari saya bertemu dengan komunitas yang membuat saya semakin belajar dan belajar setiap harinya. Sebelumnya puyer menjadi andalan saya, pasien (orang tua pasien) puas, waktu yang dibutuhkan untuk menangani pasien jauh lebih singkat. Cukup berkata: oh ini batuk pilek, obatnya cukup minum, 3 hari tidak sembuh balik kembali. Rutinitas yang saya lakukan selama sekitar 6 bulan pertama saya menjadi dokter. Sampai suatu saat saya menemukan suatu kejadian yang begitu menampar saya. Datanglah seorang pasien berumur 5 bulan, datang dengan keluhan mencret mencret. Seperti biasa, meresepkan puyer sepertinya sudah ada cetakan tersendiri di otak saya. Lalu saya berikan resep puyer yang kurang lebih fungsinya menghentikan kerja usus, sehingga keluhan mencret mencret berkurang. Apa yang terjadi. Apakah puyer yang saya berikan menjadi solusi atas kasus pasien saya? Ternyata tidak. Pasien saya tidak mencret lagi, tetapi jatuh ke dalam kondisi dehidrasi sedang. Karena apa? Sudah merasa yakin dengan puyer yang saya berikan, sehingga lupa dengan tata laksana diare akut yang seharusnya, pemberian larutan rehidrasi oral. Sejak saat itu saya menyesal, bukan hanya menyesali perbuatan saya yang melupakan guideline, tetapi penyesalan itu dilanjutkan dengan penyesalan dengan entah berapa resep puyer yang saya berikan. Terkadang saya merasa, Tuhan sangat baik terhadap saya. Masih menuntun saya, meskipun dengan tamparan, ke jalan yang seharusnya. Ketika saya masih merasa tidak ada yang salah dengan puyer, tapi di komunitas itu memperdebatkan penggunaan puyer. Lalu saya bertanya pada diri saya sendiri. Saya yang salah atau mereka yang menentang puyer yang tidak mengerti. Lalu pertanyaan pertanyaan yang mengalir di komunitas itu membuat saya lebih membuka mata saya, memanfaatkan teknologi canggih untuk memperbaharui keilmuan saya. Dan ternyata sebenarnya itu bukan ilmu baru, hanya saja saya yang terlalu malas dan bodoh untuk mengamalkan pelajaran saya yang semestinya. Mengapa saya harus memberikan puyer? Saya tidak hidup di daerah yang terpencil. Dimana akses untuk obat obatan dosis anak mungkin sulit sekali. Dan kalaupun membutuhkan obat hanya satu jenis saja, tapi rasanya parasetamol sirup bisa diusahakan, hanya kalau terdesak baru menggunakan parasetamol tablet yang dihancurkan (note hanya parasetamol tablet) Ya... saya telah bermain main dengan 3 hal. Puyer, polifarmasi, dan pengobatan yang tidak rasional. Lalu kemanakah ilmu farmakologi saya. Menguapkah seiring dengan kenaikan tingkat saya. Lupakah saya bahwa setiap obat dikemas sedemikan rupa sesuai dengan cara penggunaannya. Lupakah saya dengan interaksi obat. Dua obat yang dicampur saja risiko interaksi obat cukup berat, apalagi tiga atau empat macam obat. Mungkin saya tidak lupa dengan interaksi obat, tetapi saya tidak paham betul dengan interaksi obat. Lalu dimana ilmu klinis saya. Apa iya setiap pasien dengan keluhannya, yang diterapi adalah keluhannya bukan diagnosis atau penyakit itu sendiri. Apa iya saya harus memberikan puyer hanya karena pasien saya (orang tua pasien) merasa hanya puyer yang manjur untuk keluhan anaknya. Apa iya saya harus memberikan puyer hanya untuk mempersingkat waktu kunjungan dibanding saya harus menjelaskan panjang lebar mengenai diagnosis penyakitnya. Apa iya demi semua kenyamanan orang tua, maka anak