Re: Bls: [Dokter Umum] Mengapa Puyer?- tulisan seorang dokter

2009-03-05 Terurut Topik Henkie Basuki Djayapranata
Saya setuju.  

Yang dipersoalkan sekarang, kelihatannya hanya masalah tempat untuk menumbuk 
dan penumbuknya yang kadang-kadang, di beberapa apotik tidak dibersihkan dengan 
benar.  Nah itu saja yang perlu diawasi dan selalu diingatkan.

Salam.

  - Original Message - 
  From: Sutjipto Effendi 
  To: dokter_umum@yahoogroups.com 
  Sent: Wednesday, March 04, 2009 8:14 PM
  Subject: Re: Bls: [Dokter Umum] Mengapa Puyer?- tulisan seorang dokter


  Mengapa puyer? karena pasien (orang sakit) membutuhkan! dan mengapa harus 
syrup? Benarkah syrup lebih menyembuhkan dan lebih akurat dosis pemakaianya? 
siapa berani jamin? kecuali dokternya. yang memeriksa sebelum dan sesudah 
menjalani pengobatan. Sejarah puyer sudah membuktikan selama puluhan bahkan 
ratusan, ribuan tahun telah menyembuhkan jutaan manusia. Kenapa musti 
dipermasalahkan dan diributkan, siapa sebenarnya yang berkepentingan dalam hal 
ini? kalau bukan perusahaan farmasi yang ngutak- ngatik dompet orang lain, 
tanpa mempertimbangkan kebutuhan masyarakyat kebanyakan. suatu KONSPIRASI 
sedang berjalan demi kepentingan uang? perlu dan patut dicurigai ke arah situ.
  Alasan yang digunakan untuk memojokan puyer bisa saja diterima, tetapi tidak 
berarti itu adalah hal yang salah. Tentu seharusnya bukan puyer yang jadi 
masalah , tetapi OPERATOR nya yang perlu di ingatkan dan di informasikan agar 
lebih sesuai dengan kaidah2 kefarmasian. 
  Pada hakekatnya, kesehatan & kedokteran indonesia mau dibawa atau digiring ke 
arah mana sebenarnya? orientasi kita mau di kemanakan? itu lebih penting dari 
pada sekedar PUYER! sangat ga lucu puyer yang begitu bermanfaatnya & murah 
terjangkau rakyat banyak kok dipermasalahkan. yang anehnya lagi media massa 
yang ga ngerti secara keseluruhan masalah kok tidak punya tanggung kebangsaan? 
sekian, terimakasih.



  

[Non-text portions of this message have been removed]



Re: Bls: [Dokter Umum] Mengapa Puyer?- tulisan seorang dokter

2009-03-05 Terurut Topik Sutjipto Effendi
Mengapa puyer? karena pasien (orang sakit) membutuhkan! dan mengapa harus 
syrup? Benarkah syrup lebih menyembuhkan dan lebih akurat dosis pemakaianya? 
siapa berani jamin? kecuali dokternya. yang memeriksa sebelum dan sesudah 
menjalani pengobatan. Sejarah puyer sudah membuktikan selama puluhan bahkan 
ratusan, ribuan tahun telah menyembuhkan jutaan manusia. Kenapa musti 
dipermasalahkan dan diributkan, siapa sebenarnya yang berkepentingan dalam hal 
ini? kalau bukan perusahaan farmasi yang ngutak- ngatik dompet orang lain, 
tanpa mempertimbangkan kebutuhan masyarakyat kebanyakan. suatu KONSPIRASI 
sedang berjalan demi kepentingan uang? perlu dan patut dicurigai ke arah situ.
Alasan yang digunakan untuk memojokan puyer bisa saja diterima, tetapi tidak 
berarti itu adalah hal yang salah. Tentu seharusnya bukan puyer yang jadi 
masalah , tetapi OPERATOR nya yang perlu di ingatkan dan di informasikan agar 
lebih sesuai dengan kaidah2 kefarmasian. 
Pada hakekatnya, kesehatan & kedokteran indonesia mau dibawa atau digiring ke 
arah mana sebenarnya? orientasi kita mau di kemanakan? itu lebih penting dari 
pada sekedar PUYER! sangat ga lucu puyer yang begitu bermanfaatnya & murah 
terjangkau rakyat banyak kok dipermasalahkan. yang anehnya lagi media massa 
yang ga ngerti secara keseluruhan masalah kok tidak punya tanggung kebangsaan? 
sekian, terimakasih.



Re: Bls: [Dokter Umum] Mengapa Puyer?- tulisan seorang dokter

2009-03-02 Terurut Topik loveblueberrys
Salam,

Saya ingin mengomentari kata2 "jangan Terpengaruh Ucapan Tukang
Obat... atau REP... dengan iming2 bonus" Dokter juga sebetulnya
butuh REP, kenapa?? karena dokter bisa dibilang mempunya bisnis
sampingan dengan REP dalam hal ini Seperti Bonus tak jarang ada dokter
yang mendapatkan Sebuah mobil dengan FREE tanpa memperhatikan apakah
obat itu baik/bagus atau tidak. Saya menghimbau kepada seluruh milist,
agar apabila sakit sedikit jangan selalu langsung ke Rmh.Sakit.

NB: tidak bermaksud untuk menyudutkan sebuah profesi...

Thanks. 
dokter_umum@yahoogroups.com, anom jati  wrote:
>
> Salam Sejawat
>  
> wakakaka lucu tapi tragis
>  
> yang jadi masalah bukan puyernya tapi etika kedokteranya..
> tanpa di periksa berani di beri obat???( sebagaimana kasus yang di
publikasi di rcti), mengenai dispensing...dll 
>  
> Menjadi dokter itu baik
> menjadi pedagang juga baik
>  tetapi menjadi dokter pedagang. mikir2 ya kasian psien kita
>  
> begitu kita ingin memberi obat apapau ada 3 prinsip yang harus di pegang
>  Berikan Obat yang kita kenal kepada pasien yang kita kenal untuk
penyakit yang kita kenal,
>  
> aku gak perduli ketika harus resep racikan atau tunggal...
>  
> jangan pernah membandingkan indonesia sebagai bangsa yang tidak
mampu , di bawah bangsa  manapun.
>  
>  karena kita bangsa INDONESIA
>  
> Kesalahan yang sering dokter lakukan Adalah ketika dia menganggap
dirinya 
> Mesias, (juru selamat) bagi pasien
>  ingat Kita Cuma ALAT (fasilitator)...
>  
> kadang pasien cuma ingin di dengarkan keluhanya meskipun kita tau
Dia AKAN MATI.
>  
> pasien cuma ingin membagi kesakitan, penderitaan, harapan...dan itu
kita tidak bisa melakukan jika anamnesa cuma 2 menit...
>  
> Obat?? 
> kita punya prinsip metode penanganan penyakit
> ikuti aja PROSEDURNYA!!
> jangan Cuma nyontek warisan Puyer leluhur.
> kenali obatnya, indikasinya, dosisnya, interaksinya,absorbsinya,
distribusinya, metabolismenya, ekskresinya 
> lhaa khan dah di pelajari di kuliah?
> jangan Terpengaruh Ucapan Tukang Obat... atau REP... dengan iming2
bonus
>  
> MAAF SAYA KHILAP MATA GELAP.
>  
>  
>  
> Penyakit..
> tidak semua penyakit bisa di sembuhkan.
> tidak semua penyakit butuh obat
>  
> JANGAN SEMBARANGAN MEMATIKAN ALARM PENYAKIT>>>>
>  
>  
>  
> ..
>  demikian kesan dari saya sebagai dokter yan tidak pernah merasa
hebat, pandai, specialCUMA DOKTER UMUM INDONESIA
>  
> wassalam. shalom. semoga semua mahluk berbahagia
>  
>  
>  
>  
>  
>  
>  
>  
> 
> 
> --- Pada Rab, 25/2/09, ferry wardhana  menulis:
> 
> Dari: ferry wardhana 
> Topik: Bls: [Dokter Umum] Mengapa Puyer?- tulisan seorang dokter
> Kepada: dokter_umum@yahoogroups.com
> Tanggal: Rabu, 25 Februari, 2009, 8:59 PM
> 
> 
> 
> 
> 
> 
> gak semua obat bisa dipake untuk sirup bu..contoh,deksamet
ason,..dan sy yakin gak ada dokter di dunia ini yg punya keinginan tuk
membunuh pasiennya..kalo pasien gak mau dikasih puyer../ya udah..gak
usah dipaksa..kasih aja sirup..beres khan..kasian dokter..kalo berjasa
gak ada yg memperdulikan, eh giliran kena apes malah digembar-gemborin. ..
> 
> --- Pada Sel, 24/2/09, hoesana  menulis:
> 
> Dari: hoesana 
> Topik: [Dokter Umum] Mengapa Puyer?- tulisan seorang dokter
> Kepada: dokter_umum@ yahoogroups. com
> Tanggal: Selasa, 24 Februari, 2009, 11:57 PM
> 
> Ketika saya lulus menjadi seorang dokter, terus terang saya bagaikan
> orang
> buta yang baru pernah melihat merasa senang kegirangan karena status
> dokter
> yang saya sandang, tetapi masih meraba raba juga karena belum tahu apa
> yang
> harus saya lakukan.
> 
> Menangani pasien pertama kalinya (sebagai seorang dokter tentunya)
> merupakan
> suatu kebanggaan tersendiri. Pasien datang, mendengarkan keluhannya,
> memeriksa, dan memberikan obat.
> Puas? Tentu saja puas rasanya. Pasien puas, karena keluhan berkurang
> bahkan
> menghilang. Dan bulan berikutnya pasien ada keluhan mereka kembali
> kepada
> saya karena merasa cocok dengan obat yang saya berikan.
> 
> Sebagai catatan ketika saya bilang pasien, termasuk orang tua pasien
> untuk
> pasien saya yang tergolong anak anak. Anggap saja saya sedang
> membicarakan
> pasien anak anak.
> 
> Tapi apakah saya sudah menangani pasien tersebut dengan baik? Tentu saja
> TIDAK jawabannya.
> Mengurangi keluhan pasien bukan berarti menyembuhkan, bahkan tanpa
> disadari
> bisa membahayakan pasien.
> 
> Ada satu titik balik dimana saya menyadari terdapat kesalahan dalam
> penanganan pasien saya selama ini, dan di kemudian hari saya bertemu
> dengan
> komunitas yang membuat saya semakin belajar dan belajar setiap harinya.
> 
> Sebelumnya

Bls: [Dokter Umum] Mengapa Puyer?- tulisan seorang dokter

2009-03-01 Terurut Topik anom jati
Salam Sejawat
 
wakakaka lucu tapi tragis
 
yang jadi masalah bukan puyernya tapi etika kedokteranya..
tanpa di periksa berani di beri obat???( sebagaimana kasus yang di publikasi di 
rcti), mengenai dispensing...dll 
 
Menjadi dokter itu baik
menjadi pedagang juga baik
 tetapi menjadi dokter pedagang. mikir2 ya kasian psien kita
 
begitu kita ingin memberi obat apapau ada 3 prinsip yang harus di pegang
 Berikan Obat yang kita kenal kepada pasien yang kita kenal untuk penyakit yang 
kita kenal,
 
aku gak perduli ketika harus resep racikan atau tunggal...
 
jangan pernah membandingkan indonesia sebagai bangsa yang tidak mampu , di 
bawah bangsa  manapun.
 
 karena kita bangsa INDONESIA
 
Kesalahan yang sering dokter lakukan Adalah ketika dia menganggap dirinya 
Mesias, (juru selamat) bagi pasien
 ingat Kita Cuma ALAT (fasilitator)...
 
kadang pasien cuma ingin di dengarkan keluhanya meskipun kita tau Dia AKAN MATI.
 
pasien cuma ingin membagi kesakitan, penderitaan, harapan...dan itu kita tidak 
bisa melakukan jika anamnesa cuma 2 menit...
 
Obat?? 
kita punya prinsip metode penanganan penyakit
ikuti aja PROSEDURNYA!!
jangan Cuma nyontek warisan Puyer leluhur.
kenali obatnya, indikasinya, dosisnya, interaksinya,absorbsinya, distribusinya, 
metabolismenya, ekskresinya 
lhaa khan dah di pelajari di kuliah?
jangan Terpengaruh Ucapan Tukang Obat... atau REP... dengan iming2 bonus
 
MAAF SAYA KHILAP MATA GELAP.
 
 
 
Penyakit..
tidak semua penyakit bisa di sembuhkan.
tidak semua penyakit butuh obat
 
JANGAN SEMBARANGAN MEMATIKAN ALARM PENYAKIT>>>>
 
 
 
..
 demikian kesan dari saya sebagai dokter yan tidak pernah merasa hebat, pandai, 
specialCUMA DOKTER UMUM INDONESIA
 
wassalam. shalom. semoga semua mahluk berbahagia
 
 
 
 
 
 
 
 


--- Pada Rab, 25/2/09, ferry wardhana  menulis:

Dari: ferry wardhana 
Topik: Bls: [Dokter Umum] Mengapa Puyer?- tulisan seorang dokter
Kepada: dokter_umum@yahoogroups.com
Tanggal: Rabu, 25 Februari, 2009, 8:59 PM






gak semua obat bisa dipake untuk sirup bu..contoh,deksamet ason,..dan sy yakin 
gak ada dokter di dunia ini yg punya keinginan tuk membunuh pasiennya..kalo 
pasien gak mau dikasih puyer../ya udah..gak usah dipaksa..kasih aja 
sirup..beres khan..kasian dokter..kalo berjasa gak ada yg memperdulikan, eh 
giliran kena apes malah digembar-gemborin. ..

--- Pada Sel, 24/2/09, hoesana  menulis:

Dari: hoesana 
Topik: [Dokter Umum] Mengapa Puyer?- tulisan seorang dokter
Kepada: dokter_umum@ yahoogroups. com
Tanggal: Selasa, 24 Februari, 2009, 11:57 PM

Ketika saya lulus menjadi seorang dokter, terus terang saya bagaikan
orang
buta yang baru pernah melihat merasa senang kegirangan karena status
dokter
yang saya sandang, tetapi masih meraba raba juga karena belum tahu apa
yang
harus saya lakukan.

Menangani pasien pertama kalinya (sebagai seorang dokter tentunya)
merupakan
suatu kebanggaan tersendiri. Pasien datang, mendengarkan keluhannya,
memeriksa, dan memberikan obat.
Puas? Tentu saja puas rasanya. Pasien puas, karena keluhan berkurang
bahkan
menghilang. Dan bulan berikutnya pasien ada keluhan mereka kembali
kepada
saya karena merasa cocok dengan obat yang saya berikan.

Sebagai catatan ketika saya bilang pasien, termasuk orang tua pasien
untuk
pasien saya yang tergolong anak anak. Anggap saja saya sedang
membicarakan
pasien anak anak.

Tapi apakah saya sudah menangani pasien tersebut dengan baik? Tentu saja
TIDAK jawabannya.
Mengurangi keluhan pasien bukan berarti menyembuhkan, bahkan tanpa
disadari
bisa membahayakan pasien.

Ada satu titik balik dimana saya menyadari terdapat kesalahan dalam
penanganan pasien saya selama ini, dan di kemudian hari saya bertemu
dengan
komunitas yang membuat saya semakin belajar dan belajar setiap harinya.

Sebelumnya puyer menjadi andalan saya, pasien (orang tua pasien) puas,
waktu
yang dibutuhkan untuk menangani pasien jauh lebih singkat. Cukup
berkata: oh
ini batuk pilek, obatnya cukup minum, 3 hari tidak sembuh balik kembali.
Rutinitas yang saya lakukan selama sekitar 6 bulan pertama saya menjadi
dokter.

Sampai suatu saat saya menemukan suatu kejadian yang begitu menampar
saya.
Datanglah seorang pasien berumur 5 bulan, datang dengan keluhan mencret
mencret. Seperti biasa, meresepkan puyer sepertinya sudah ada cetakan
tersendiri di otak saya. Lalu saya berikan resep puyer yang kurang lebih
fungsinya menghentikan kerja usus, sehingga keluhan mencret mencret
berkurang.
Apa yang terjadi. Apakah puyer yang saya berikan menjadi solusi atas
kasus
pasien saya? Ternyata tidak. Pasien saya tidak mencret lagi, tetapi
jatuh ke
dalam kondisi dehidrasi sedang. Karena apa? Sudah merasa yakin dengan
puyer
yang saya berikan, sehingga lupa dengan tata laksana diare akut yang
seharusnya, pemberian larutan rehidrasi oral.

Sejak saat itu saya menyesal, bukan hanya menyesali perbuatan saya yang
melupakan guideline, tetapi penyesalan itu dilanjutkan dengan penyesalan
dengan entah berapa resep puyer yang 

Bls: [Dokter Umum] Mengapa Puyer?- tulisan seorang dokter

2009-02-25 Terurut Topik ferry wardhana
gak semua obat bisa dipake untuk sirup bu..contoh,deksametason,..dan sy yakin 
gak ada dokter di dunia ini yg punya keinginan tuk membunuh pasiennya..kalo 
pasien gak mau dikasih puyer../ya udah..gak usah dipaksa..kasih aja 
sirup..beres khan..kasian dokter..kalo berjasa gak ada yg memperdulikan,eh 
giliran kena apes malah digembar-gemborin...

--- Pada Sel, 24/2/09, hoesana  menulis:

Dari: hoesana 
Topik: [Dokter Umum] Mengapa Puyer?- tulisan seorang dokter
Kepada: dokter_umum@yahoogroups.com
Tanggal: Selasa, 24 Februari, 2009, 11:57 PM









Ketika saya lulus menjadi seorang dokter, terus terang saya bagaikan
orang
buta yang baru pernah melihat merasa senang kegirangan karena status
dokter
yang saya sandang, tetapi masih meraba raba juga karena belum tahu apa
yang
harus saya lakukan.

Menangani pasien pertama kalinya (sebagai seorang dokter tentunya)
merupakan
suatu kebanggaan tersendiri. Pasien datang, mendengarkan keluhannya,
memeriksa, dan memberikan obat.
Puas? Tentu saja puas rasanya. Pasien puas, karena keluhan berkurang
bahkan
menghilang. Dan bulan berikutnya pasien ada keluhan mereka kembali
kepada
saya karena merasa cocok dengan obat yang saya berikan.

Sebagai catatan ketika saya bilang pasien, termasuk orang tua pasien
untuk
pasien saya yang tergolong anak anak. Anggap saja saya sedang
membicarakan
pasien anak anak.

Tapi apakah saya sudah menangani pasien tersebut dengan baik? Tentu saja
TIDAK jawabannya.
Mengurangi keluhan pasien bukan berarti menyembuhkan, bahkan tanpa
disadari
bisa membahayakan pasien.

Ada satu titik balik dimana saya menyadari terdapat kesalahan dalam
penanganan pasien saya selama ini, dan di kemudian hari saya bertemu
dengan
komunitas yang membuat saya semakin belajar dan belajar setiap harinya.

Sebelumnya puyer menjadi andalan saya, pasien (orang tua pasien) puas,
waktu
yang dibutuhkan untuk menangani pasien jauh lebih singkat. Cukup
berkata: oh
ini batuk pilek, obatnya cukup minum, 3 hari tidak sembuh balik kembali.
Rutinitas yang saya lakukan selama sekitar 6 bulan pertama saya menjadi
dokter.

Sampai suatu saat saya menemukan suatu kejadian yang begitu menampar
saya.
Datanglah seorang pasien berumur 5 bulan, datang dengan keluhan mencret
mencret. Seperti biasa, meresepkan puyer sepertinya sudah ada cetakan
tersendiri di otak saya. Lalu saya berikan resep puyer yang kurang lebih
fungsinya menghentikan kerja usus, sehingga keluhan mencret mencret
berkurang.
Apa yang terjadi. Apakah puyer yang saya berikan menjadi solusi atas
kasus
pasien saya? Ternyata tidak. Pasien saya tidak mencret lagi, tetapi
jatuh ke
dalam kondisi dehidrasi sedang. Karena apa? Sudah merasa yakin dengan
puyer
yang saya berikan, sehingga lupa dengan tata laksana diare akut yang
seharusnya, pemberian larutan rehidrasi oral.

Sejak saat itu saya menyesal, bukan hanya menyesali perbuatan saya yang
melupakan guideline, tetapi penyesalan itu dilanjutkan dengan penyesalan
dengan entah berapa resep puyer yang saya berikan.

Terkadang saya merasa, Tuhan sangat baik terhadap saya. Masih menuntun
saya,
meskipun dengan tamparan, ke jalan yang seharusnya.

Ketika saya masih merasa tidak ada yang salah dengan puyer, tapi di
komunitas itu memperdebatkan penggunaan puyer. Lalu saya bertanya pada
diri
saya sendiri. Saya yang salah atau mereka yang menentang puyer yang
tidak
mengerti.

Lalu pertanyaan pertanyaan yang mengalir di komunitas itu membuat saya
lebih
membuka mata saya, memanfaatkan teknologi canggih untuk memperbaharui
keilmuan saya. Dan ternyata sebenarnya itu bukan ilmu baru, hanya saja
saya
yang terlalu malas dan bodoh untuk mengamalkan pelajaran saya yang
semestinya.

Mengapa saya harus memberikan puyer? Saya tidak hidup di daerah yang
terpencil. Dimana akses untuk obat obatan dosis anak mungkin sulit
sekali.
Dan kalaupun membutuhkan obat hanya satu jenis saja, tapi rasanya
parasetamol sirup bisa diusahakan, hanya kalau terdesak baru menggunakan
parasetamol tablet yang dihancurkan (note hanya parasetamol tablet)

Ya... saya telah bermain main dengan 3 hal. Puyer, polifarmasi, dan
pengobatan yang tidak rasional.

Lalu kemanakah ilmu farmakologi saya. Menguapkah seiring dengan kenaikan
tingkat saya. Lupakah saya bahwa setiap obat dikemas sedemikan rupa
sesuai
dengan cara penggunaannya. Lupakah saya dengan interaksi obat. Dua obat
yang
dicampur saja risiko interaksi obat cukup berat, apalagi tiga atau empat
macam obat. Mungkin saya tidak lupa dengan interaksi obat, tetapi saya
tidak
paham betul dengan interaksi obat.

Lalu dimana ilmu klinis saya. Apa iya setiap pasien dengan keluhannya,
yang
diterapi adalah keluhannya bukan diagnosis atau penyakit itu sendiri.

Apa iya saya harus memberikan puyer hanya karena pasien saya (orang tua
pasien) merasa hanya puyer yang manjur untuk keluhan anaknya.
Apa iya saya harus memberikan puyer hanya untuk mempersingkat waktu
kunjungan dibanding saya harus menjelaskan panjang lebar mengenai
diagnosis
penyakitnya.
Apa iya demi semua kenyamanan orang tua, maka anak