Bls: [ekonomi-nasional] Kisah Pemeriksa Pajak Yg Lurus "antitesa gayus"

2010-03-30 Terurut Topik A Nizami
Iya pak Isa.
Beruntung saya juga punya Om (meski sudah pensiun) dari Pajak. Jadi bisa 
percaya kalau memang masih ada petugas pajak yang bersih.

Rumah cuma di pinggiran Cimanggis, dan kemana2 hanya naik motor dengan pakaian 
ala kadarnya. Padahal dulu yang ditangani adalah pengusaha seperti mantan 
wapres.

Jadi pada dasarnya masalahnya adalah sikap/moralitas agama.

Jika dia punya sikap qana'ah/merasa cukup, jujur, dan sederhana, insya Allah 
gaji Rp 12 juta/bulan pun sudah lebih dari cukup.

Ada juga PNS golongan 3 B (mungkin dari Depkeu/Pajak) yang menganggap gaji Rp 
12 juta itu gede sekali:
===


Yang
merasa kecil siapa ya Mas? Gayus kali ya…hehehe. Bagi saya gaji segitu
guede, wong saya yg gol 3B aja gajinya gak sampe 10 jt kok..

===


===

Belajar Islam sesuai Al Qur'an dan Hadits

http://media-islam.or.id

Milis Ekonomi Nasional: ekonomi-nasional-subscr...@yahoogroups.com

--- Pada Sel, 30/3/10, isa achmad  menulis:

Dari: isa achmad 
Judul: [ekonomi-nasional] Kisah Pemeriksa Pajak Yg Lurus "antitesa gayus"
Kepada: ekonomi-nasional@yahoogroups.com
Tanggal: Selasa, 30 Maret, 2010, 11:21 PM







 



  



  
  
  Rekan2

Sekedar share mohon maaf bila tidak berkenan

Wass

IA 

 - --

Sebagai pegawai Departemen Keuangan, saya tidak gelisah dan tidak kalang kabut 
akibat prinsip hidup [anti] korupsi. Ketika misalnya, tim Inspektorat Jenderal 
datang, BPKP datang, BPK datang, teman-teman di kantor gelisah dan belingsatan, 
kami tenang saja. Jadi sebenarnya hidup tanpa korupsi itu menyenangkan sekali. 
Hidup tidak korupsi itu sebenarnya lebih menyenangkan. Meski orang melihat kita 
sepertinya sengsara, tapi sebetulnya lebih menyenangkan. Keadaan itu paling 
tidak yang saya rasakan langsung.Saya Arif Sarjono, lahir di Jawa Timur tahun 
1970, sampai dengan SMA di Mojokerto, kemudian kuliah di Sekolah Tinggi 
Akuntansi Negara (STAN) dan selesai pada 1992. Pada 17 Oktober 1992 saya 
menikah dan kemudian saya ditugaskan di Medan. Saya ketika itu mungkin termasuk 
generasi pertama yang mencoba menghilangkan dan melawan arus korupsi yang sudah 
sangat lazim. Waktu itu pertentangan memang sangat keras. Saya punya prinsip 
satu saja, karena takut pada Allah,

 jangan sampai ada rezeki haram menjadi daging dalam diri dan keturunan. Itu 
saja yang selalu ada dalam hati saya.Kalau ingat prinsip itu, saya selalu 
menegaskan lagi untuk mengambil jarak yang jelas dan tidak menikmati sedikit 
pun harta yang haram. Syukurlah, prinsip itu bisa didukung keluarga, karena 
isteri juga aktif dalam pengajian keislaman. Sejak awal ketika menikah, saya 
sampaikan kepada isteri bahwa saya pegawai negeri di Departemen Keuangan, meski 
imej banyak orang, pegawai Departemen Keuangan kaya, tapi sebenarnya tidak 
begitu. Gaji saya hanya sekian, kalau mau diajak hidup sederhana dan tanpa 
korupsi, ayo. Kalau tidak mau, ya sudah tidak jadi.Jabatan saya sampai sekarang 
adalah petugas verifikasi lapangan atau pemeriksa pajak. Kalau dibandingkan 
teman-teman seangkatan sebenarnya karir saya bisa dikatakan terhambat antara 
empat sampai lima tahun. Seharusnya paling tidak sudah menjabat Kepala Seksi, 
Eselon IV. Tapi sekarang baru Eselon V.

 Apalagi dahulu di masa Orde Baru, penentangan untuk tidak menerima uang 
korupsi sama saja dengan karir terhambat. Karena saya dianggap tidak cocok 
dengan atasan, maka kondite saya di mata mereka buruk. Terutama poin 
ketaatannya, dianggap tidak baik dan jatuh.Banyak pelajaran yang bisa saya 
petik dari semua pengalaman itu. Antara lain, orang-orang yang berbuat jahat 
akan selalu berusaha mencari kawan apa pun caranya. Cara keras, pelan, lewat 
bujukan atau apa pun akan mereka lakukan agar mereka mendapat dukungan. Mereka 
pada dasarnya tidak ingin ada orang yang bersih. Mereka tidak ingin ada orang 
yang tidak seperti mereka.Pengalaman di kantor yang paling berkesan ketika 
mereka menggunakan cara paling halus, pura-pura berteman dan bersahabat. Tapi 
belakangan, setelah sekian tahun barulah ketahuan, kita sudah dikhianati. Cara 
seperti inI seperti sudah direkayasa. Misalnya, pegawai-pegawai baru didekati. 
Mereka dikenalkan dengan gaya hidup dan cara bekerja

 pegawai lama, bahwa seperti inilah gaya hidup pegawai Departemen Keuangan. 
Bila tidak berhasil, mereka akan pakai cara lain lagi, begitu seterusnya. 
Pola-pola apa saja dipakai, sampai mereka bisa merangkul orang itu menjadi 
teman.Saya pernah punya atasan. Dari awal ketika memperkenalkan diri, dia 
sangat simpatik di mata saya. Dia juga satu-satunya atasan yang mau bermain ke 
rumah bawahan. Saya dengan atasan itu kemudian menjadi seperti sahabat, bahkan 
seperti keluarga sendiri. Di akhir pekan, kami biasa memancing sama-sama atau 
jalan-jalan bersama keluarga. Dan keti

[ekonomi-nasional] Kisah Pemeriksa Pajak Yg Lurus "antitesa gayus"

2010-03-30 Terurut Topik isa achmad
Rekan2
Sekedar share mohon maaf bila tidak berkenan
Wass
IA 
 - --
Sebagai pegawai Departemen Keuangan, saya tidak gelisah dan tidak kalang kabut 
akibat prinsip hidup [anti] korupsi. Ketika misalnya, tim Inspektorat Jenderal 
datang, BPKP datang, BPK datang, teman-teman di kantor gelisah dan belingsatan, 
kami tenang saja. Jadi sebenarnya hidup tanpa korupsi itu menyenangkan sekali. 
Hidup tidak korupsi itu sebenarnya lebih menyenangkan. Meski orang melihat kita 
sepertinya sengsara, tapi sebetulnya lebih menyenangkan. Keadaan itu paling 
tidak yang saya rasakan langsung.Saya Arif Sarjono, lahir di Jawa Timur tahun 
1970, sampai dengan SMA di Mojokerto, kemudian kuliah di Sekolah Tinggi 
Akuntansi Negara (STAN) dan selesai pada 1992. Pada 17 Oktober 1992 saya 
menikah dan kemudian saya ditugaskan di Medan. Saya ketika itu mungkin termasuk 
generasi pertama yang mencoba menghilangkan dan melawan arus korupsi yang sudah 
sangat lazim. Waktu itu pertentangan memang sangat keras. Saya punya prinsip 
satu saja, karena takut pada Allah,
 jangan sampai ada rezeki haram menjadi daging dalam diri dan keturunan. Itu 
saja yang selalu ada dalam hati saya.Kalau ingat prinsip itu, saya selalu 
menegaskan lagi untuk mengambil jarak yang jelas dan tidak menikmati sedikit 
pun harta yang haram. Syukurlah, prinsip itu bisa didukung keluarga, karena 
isteri juga aktif dalam pengajian keislaman. Sejak awal ketika menikah, saya 
sampaikan kepada isteri bahwa saya pegawai negeri di Departemen Keuangan, meski 
imej banyak orang, pegawai Departemen Keuangan kaya, tapi sebenarnya tidak 
begitu. Gaji saya hanya sekian, kalau mau diajak hidup sederhana dan tanpa 
korupsi, ayo. Kalau tidak mau, ya sudah tidak jadi.Jabatan saya sampai sekarang 
adalah petugas verifikasi lapangan atau pemeriksa pajak. Kalau dibandingkan 
teman-teman seangkatan sebenarnya karir saya bisa dikatakan terhambat antara 
empat sampai lima tahun. Seharusnya paling tidak sudah menjabat Kepala Seksi, 
Eselon IV. Tapi sekarang baru Eselon V.
 Apalagi dahulu di masa Orde Baru, penentangan untuk tidak menerima uang 
korupsi sama saja dengan karir terhambat. Karena saya dianggap tidak cocok 
dengan atasan, maka kondite saya di mata mereka buruk. Terutama poin 
ketaatannya, dianggap tidak baik dan jatuh.Banyak pelajaran yang bisa saya 
petik dari semua pengalaman itu. Antara lain, orang-orang yang berbuat jahat 
akan selalu berusaha mencari kawan apa pun caranya. Cara keras, pelan, lewat 
bujukan atau apa pun akan mereka lakukan agar mereka mendapat dukungan. Mereka 
pada dasarnya tidak ingin ada orang yang bersih. Mereka tidak ingin ada orang 
yang tidak seperti mereka.Pengalaman di kantor yang paling berkesan ketika 
mereka menggunakan cara paling halus, pura-pura berteman dan bersahabat. Tapi 
belakangan, setelah sekian tahun barulah ketahuan, kita sudah dikhianati. Cara 
seperti inI seperti sudah direkayasa. Misalnya, pegawai-pegawai baru didekati. 
Mereka dikenalkan dengan gaya hidup dan cara bekerja
 pegawai lama, bahwa seperti inilah gaya hidup pegawai Departemen Keuangan. 
Bila tidak berhasil, mereka akan pakai cara lain lagi, begitu seterusnya. 
Pola-pola apa saja dipakai, sampai mereka bisa merangkul orang itu menjadi 
teman.Saya pernah punya atasan. Dari awal ketika memperkenalkan diri, dia 
sangat simpatik di mata saya. Dia juga satu-satunya atasan yang mau bermain ke 
rumah bawahan. Saya dengan atasan itu kemudian menjadi seperti sahabat, bahkan 
seperti keluarga sendiri. Di akhir pekan, kami biasa memancing sama-sama atau 
jalan-jalan bersama keluarga. Dan ketika pulang, dia biasa juga menitipkan uang 
dalam amplop pada anak-anak saya. Saya sendiri menganggap pemberian itu hanya 
hadiah saja, berapalah hadiah yang diberikan kepada anak-anak. Tidak terlalau 
saya perhatikan. Apalagi dalam proses pertemanan itu kami sedikit saja 
berbicara tentang pekerjaan. Dan dia juga sering datang menjemput ke rumah, 
mangajak mancing atau ke toko buku sambil membawa
 anak-anak.Hingga satu saat saya mendapat surat perintah pemeriksaan sebuah 
perusahaan besar. Dari hasil pemeriksaan itu saya menemukan penyimpangan sangat 
besar dan luar biasa jumlahnya. Pada waktu itu, atasan melakukan pendekatan 
pada saya dengan cara paling halus. Dia mengatakan, kalau semua penyimpangan 
ini kita ungkapkan, maka perusahaan itu bangkrut dan banyak pegawai yang 
di-PHK. Karena itu, dia menganggap efek pembuktian penyimpangan itu justru 
menyebabkan masyarakat rugi. Sementara dari sisi pandang saya, betapa tidak 
adilnya kalau tidak mengungkap temuan itu. Karena sebelumnya ada yang melakukan 
penyimpangan dan kami ungkapkan. Berarti ada pembedaan. Jadwal penagihannya pun 
sama seperti perusahaan lain.Karena dirasa sulit mempengaruhi sikap saya, 
kemudian dia memakai logika lain lagi. Apakah tidak sebaiknya kalau temuan itu 
diturunkan dan dirundingkan dengan klien, agar bisa membayar pajak dan negara 
untung, karena ada uang yang masuk negara.
 Logika seperti ini

Re: [ekonomi-nasional] Re: Nikmatnya jadi Pegawai Pajak.......

2010-03-30 Terurut Topik Wayan Sugara
Memang benar, kalau gaji 12juta akan ngiler dan kurang karena yang diurusi
ratusan milyar sampai trilyunan. Sebaiknya digaji pertahun 1 milyar. Tapi
harus ada konsekuensinya. Asalkan siap disita semua hartanya dan dihukum
mati jika kedapatan berbuat curang.

Ada rewards ada punishment dong.

'Salam
Pada 30 Maret 2010 12:25, Nizami  menulis:

>
>
> Rp 12 juta itu untuk golongan 3A sudah sangat besar baik dibanding dgn PNS
> departemen lain, atau pun buruh yang cuma Rp 1 juta.
>
> Biar pun digaji Rp 1 milyar per bulan, tapi sekali serakah tetap saja
> serakah. Kalau bisa dapat lebih kenapa harus ditolak? Begitu pikiran orang
> serakah dan koruptor.
>
> Uang Pajak ada Rp 600 trilyun/tahun. Apa petugas pajak yang jumlahnya 32
> ribu orang (kurang dari 0,015% rakyat Indonesia) harus digaji Rp 60 trilyun
> (10% pendapatan pajak) atau Rp 156 juta/bulan?
>
> Kalau tidak mau dapat gaji Rp 12 juta, berhenti saja. Dijamin jika keluar,
> untuk 1 orang petugas pajak akan ada 100 orang jujur yang siap menggantikan.
>
> Teman saya dengan gaji Rp 600 ribu/bulan, toh tetap saja bisa jujur meski
> sering bolak-balik mengantar dan mengambil uang sampai ratusan juta
> rupiah/bulan.
>
> Bagi orang serakah, tidak ada gaji yang cukup besar. Selalu dirasa kurang
> dan tetap saja korup jika ada peluang.
>
> Enak benar para pembayar pajak capek2 nyari uang hingga mengejar2 Bis, para
> petugas pajak dengan enaknya menghabiskan uang itu untuk rumah dan mobil
> mewah mereka. Harusnya uang itu untuk mensejahterakan rakyat. Bukan cuma
> petugas pajak.
>
> --- In ekonomi-nasional@yahoogroups.com,
> "Habibie Nugroho Wicaksono"  wrote:
> >
> > Kalau menurut saya, gaji 12 juta sebulan itu memang tidak cukup bagi
> pegawai pajak. Jangan hanya dilihat 12 jutanya yang memang besar. Namun,
> lihat juga tanggung jawabnya. Satu perusahaan besar saja bisa memiliki pajak
> sampai puluhan sampai ratusan miliar. Kalau kemudian penghasilannya hanya 12
> juta sebulan, jelas sangat tidak imbang. Inilah yang akhirnya bisa membuat
> seseorang tergoda untuk korupsi.
> > Saran saya, lebih baik dibuat sistem insentif yang lebih rasional untuk
> PNS. Saya beri contoh. Kalau untuk pegawai pajak ya misalnya sekitar 2-10
> persen dari besarnya pajak yang terutang. Angka itu kemudian dibagi dengan
> komposisi tertentu untuk kepala kantor dan tim pemeriksa. Auditor pemerintah
> diberi insentif 2-5 persen dari total anggaran di audit. Panitia pengadaan
> diberi 2-8 persen dari pagu anggaran. Pegawai fungsional diberi insentif
> untuk tiap pekerjaan yang diselesaikan.
> > Memang, belanja gaji pegawai dalam APBN akan meningkat pesat. Namun, ini
> akan menjadi insentif tak ternilai bagi peningkatan tata kelola pemerintahan
> kita. Selama sistem penghasilan tidak proporsional, maka risiko penyimpangan
> akan besar.
> > Korupsi yang dilakukan seseorang, terkadang karena keterpaksaan, semisal
> mendadak orang tua sakit, biaya sekolah anak mahal, yang membuat seseorang
> korupsi. Mungkin, hanya sekali itu dia berniat korupsi. Namun, sekali
> melakukan korupsi, maka orang itu akan terjebak ke dalam satu lingkaran
> korupsi lainnya.
> > Jadi, harus ada investasi pada sistem penggajian yang rasional. Masak
> ngurus uang ratusan miliar digaji 12 juta. Dimana ilmunya tuh.
> > Bahwa korupsi adalah salah. Yang penting saat ini, bagaimana agar ini
> tidak terulang. Harus ada solusinya.
> >
> >
> > Salam
> >
> > Habibie Nugroho Wicaksono
> > -Pesan Asli-
> > Dari: rifky pradana
> > Terkirim: 29/03/2010 00:45:35
> > Subjek: [ekonomi-nasional] Nikmatnya jadi Pegawai Pajak...
> >
> >
> >
> > Pegawai Negeri Sipil di Ditjen Pajak sepertinya memang enak.
> >
> > Paling tidak dalam soal gajinya yang jauh lebih besar dibandingkan dengan
> gajinya tentara (TNI) dan polisi (Polri) serta PNS di instansi lainnya yang
> non instansi Depkeu (Departemen Keuangan).
> >
> > PNS di Ditjen Pajak dengan golongan kepegawaian III-A saja gaji resmi
> sebulannya sudah lebih dari Rp. 12 Juta. Suatu jumlah yang memang cukup
> spektakuler untuk ukuran gaji TNI dan Polri serta PNS non Depkeu pada
> umumnya.
> >
> > Apalagi jika Gaji yang Rp. 12 Juta itu dibandingkan dengan UMR (Upah
> Minimum Regional) para buruh yang tak lebih dari Rp. 1 Juta saja.
> >
> >
> > Pegawai Negeri Sipil di Ditjen Pajak memang nikmat.
> >
> > Paling tidak jika ditilik dari taraf dan tingkat kehidupannya Gayus
> Halomoan Tambunan, seorang PNS di Ditjen Pajak dengan golongan kepegawaian
> III-A.
> >
> > Gayus Halomoan Tambunan, karena merupakan PNS golongan III-A di Ditjen
> Pajak yang merupakan instansi di lingkungan Depkeu, maka tentunya juga
> bergaji resmi sebesar lebih dari Rp. 12 Juta sebulannya.
> >
> > Jumlah gaji yang sudah sangat lumayan bagus, jika dicoba dibandingkan
> dengan seorang berumur 30 tahun dengan ijasah strata D-4 yang bekerja di
> perusahaan swasta nasional.
> >
> >
> > Pegawai Negeri Sipil di Ditjen Pajak memanglah enak dan nikmat.
> >
> > Rumah tinggalnya Gayus yang PNS di Ditjen Pajak ini tak l

[ekonomi-nasional] Rp 12 Juta Dianggap Kurang, tapi Rp 1,32 juta Dianggap Pantas Dipajaki

2010-03-30 Terurut Topik A Nizami
Saya lihat ada ambiguitas dalam sikap petugas pajak atau orang2 pro petugas 
pajak.

Meski remunerasi/gaji bersih petugas pajak paling tinggi di antara PNS lain, 
namun mereka menganggap gaji Rp 12,1 juta untuk petugas pajak golongan 3A 
terlalu kecil dan minta tambah gaji.

Sebaliknya mereka menganggap gaji rakyat sebesar Rp 1,32 juta/bulan dianggap 
sudah cukup besar sehingga harus dipajaki.

Di sini saya lihat ada ketidak-adilan.

Untuk kepentingan pribadinya, mereka menganggap Rp 12,1 juta kurang buat gaji 
mereka.

Tapi untuk kepentingan orang lain, mereka anggap gaji Rp 1,32 juta/bulan itu 
sudah cukp besar untuk dipajaki. Padahal gaji tersebut tidak dapat dipakai 
untuk hidup layak. Orang miskin kok dipaksa bayar pajak? Harusnya kalau gaji RP 
12,1 juta dianggap kurang, berarti pendapatan kena pajak itu minimal Rp 12,1 
juta. Bukan Rp 1,32 juta.

Lihat komentar beberapa orang:
Redi Sugihartono Says:

PTKP di Indonesia menurut saya kurang rasional, seseorang yang dikenai pajak 
logikanya adalah seseorang yang mempunyai penghasilan lebih dari normal atau 
termasuk level penghasilan menengah keatas, sementara PTKP yang berlaku saat 
ini sangat kecil sehingga seseorang yang hanya mempunyai penghasilan 1,5 juta 
(bujang) sudah harus dibebani pajak, padahal pengahsilan segitu pas - pasan 
saja untuk hidup bujangan. Banyak sekali orang yang punya pengahsilan lebih 
(pengusaha freeland/pedagang dll) yang hidup penuh kemewahan tidak kena jerat 
pajak, jangan hanya buruh saja yang dibebani. Tolong hal ini menjadi pemikiran 
pemerintah melalui departemen pajak. Terima kasih.

setia budi Says:

kenapa ptkp kawin hanya 132, padahal kebutuhan isteri akan lebih dari itu?? 
teori apa yang mendasari kebijakan ini? dalam kehidupan manusia pajak dipungut 
jika kebutuhan primer orang tersebut dipenuhi, sedangkan kalo melihat jumlah 
tersebut kawin ptkpnya kecil bagaimana cara perhitungannya kok bisa muncul 
angka demikian?
http://www.pajak.net/blog/2008/10/14/penghasilan-tidak-kena-pajak-ptkp-tahun-2009-uu-362008/
===
Belajar Islam sesuai Al Qur'an dan Hadits
http://media-islam.or.id
Milis Ekonomi Nasional: ekonomi-nasional-subscr...@yahoogroups.com


  Akses email lebih cepat. Yahoo! menyarankan Anda meng-upgrade browser ke 
Internet Explorer 8 baru yang dioptimalkan untuk Yahoo! Dapatkan di sini! 
http://downloads.yahoo.com/id/internetexplorer



[ekonomi-nasional] Re: Nikmatnya jadi Pegawai Pajak.......

2010-03-30 Terurut Topik A Nizami
Orang yang korup/serakah diberi berapa pun tidak akan jadi orang yang 
baik/qana'ah.
Terbukti meski gaji petugas pajak paling tinggi di antara PNS lain sehingga 
golongan 3A saja THPnya sampai Rp 12 juta lebih, sekali korup ya tetap korup.

Dan yang seperti Gayus itu banyak. Teman saya bilang bahwa temannya orang pajak 
yang umurnya di bawah dia (teman saya umur sekitar 32 tahun) beli rumah dan 
mobil Cash. Tidak pakai kredit! Tetangga istri saya yang orang pajak punya 
banyak rumah di situ. Cuma pintar atas namanya pakai nama istri dan anak2nya.

Agar pegawai pajak benar, ya kalau korup rp 100-200 juta dimaafkan. Paling cuma 
dikandangin saja. Tapi kalau nilai korupsinya melebihi 1000 x UMR (rp 1 
milyar), tembak mati saja dan sita hartanya. Sebagai contoh, jika Gayus benar 
korupsi, sita semua rumah, mobil, dan perhiasan istrinya.

Rekrutlah orang yang qana'ah, jujur, dan cerdas. Dengan gaji RP 12 juta untuk 
golongan 3A, banyak kok yang berminat untuk jadi petugas pajak.

Jadi kalau pak Nugroho yakin pajak bisa Rp 2000 trilyun sementara pajak yang 
terkumpul baru Rp 600 trilyun, berarti proyek Remunerasi pemerintah dengan 
memberi petugas pajak gaji paling besar di antara PNS gagal.
===

Belajar Islam sesuai Al Qur'an dan Hadits

http://media-islam.or.id

Milis Ekonomi Nasional: ekonomi-nasional-subscr...@yahoogroups.com

--- Pada Sel, 30/3/10, harryg...@gmail.com  menulis:

Dari: harryg...@gmail.com 
Judul: Re: BLS: [ekonomi-nasional] Re: Nikmatnya jadi Pegawai Pajak...
Kepada: ekonomi-nasional@yahoogroups.com
Tanggal: Selasa, 30 Maret, 2010, 4:16 AM







 



  



  
  
  Wah, jangan2 nanti yang bergelantungan di monas isinya pegawai pajak, 
polisi dan pegawai kejaksaan donk hehe





Haryadi


'Loving~Caring~ Believing'





-Original Message-


From: "Habibie Nugroho Wicaksono" 


Date: Tue, 30 Mar 2010 11:04:19 


To: ekonomi-nasional@ yahoogroups. com


Subject: BLS: [ekonomi-nasional] Re: Nikmatnya jadi Pegawai Pajak...





Justru saya mempertanyakan, apa benar penerimaan pajak kita hanya 600T??? Saya 
justru sangat yakin bahwa penerimaan pajak kita sebenarnya bisa melampaui 
2.000T! Jadi, seandainya 10% dihalalkan, maka penerimaan pajak kita menjadi 
2.000T, dimana 1.800T masuk ke kas negara sementara 200T jadi komisi pegawai 
pajak.


Salah satu rekan kita mengatakan diskriminasi dengan PNS lain. Lha pekerjaannya 
beda kok minta gaji sama. Apa golongan 3A petugas administratif di kelurahan 
sama dengan golongan 3A yang menjadi auditor pajak? Tanggung jawab dan beban 
kerjanya kan memang beda. Jangan dilihat 12 jutanya saja, tapi juga dilihat 
beban kerja ratusan miliarnya.


Kalau mau dapat gaji besar, pindah saja ke pajak, gitu aja kok repot. Kita 
bekerja kan dituntut prestasi. Kalau mau sama rata sama rasa seharusnya dulu 
jangan menolak komunis dong.


Nah, kalau masih korup juga, hayo pegawai yang korup kita gantung rame-rame di 
monas.





Salam





Habibie Nugroho Wicaksono


 - - - - - -


-Pesan Asli-


Dari: Nizami


Terkirim:  30/03/2010 13:25:29


Subjek:  [ekonomi-nasional] Re: Nikmatnya jadi Pegawai Pajak...





Rp 12 juta itu untuk golongan 3A sudah sangat besar baik dibanding dgn PNS 
departemen lain, atau pun buruh yang cuma Rp 1 juta.





Biar pun digaji Rp 1 milyar per bulan, tapi sekali serakah tetap saja serakah. 
Kalau bisa dapat lebih kenapa harus ditolak? Begitu pikiran orang serakah dan 
koruptor.





Uang Pajak ada Rp 600 trilyun/tahun. Apa petugas pajak yang jumlahnya 32 ribu 
orang (kurang dari 0,015% rakyat Indonesia) harus digaji Rp 60 trilyun (10% 
pendapatan pajak) atau Rp 156 juta/bulan?





Kalau tidak mau dapat gaji Rp 12 juta, berhenti saja. Dijamin jika keluar, 
untuk 1 orang petugas pajak akan ada 100 orang jujur yang siap menggantikan.





Teman saya dengan gaji Rp 600 ribu/bulan, toh tetap saja bisa jujur meski 
sering bolak-balik mengantar dan mengambil uang sampai ratusan juta 
rupiah/bulan.





Bagi orang serakah, tidak ada gaji yang cukup besar. Selalu dirasa kurang dan 
tetap saja korup jika ada peluang.





Enak benar para pembayar pajak capek2 nyari uang hingga mengejar2 Bis, para 
petugas pajak dengan enaknya menghabiskan uang itu untuk rumah dan mobil mewah 
mereka. Harusnya uang itu untuk mensejahterakan rakyat. Bukan cuma petugas 
pajak.





--- In ekonomi-nasional@ yahoogroups. com, "Habibie Nugroho Wicaksono" 
 wrote:


>


> Kalau menurut saya, gaji 12 juta sebulan itu memang tidak cukup bagi pegawai 
> pajak. Jangan hanya dilihat 12 jutanya yang memang besar. Namun, lihat juga 
> tanggung jawabnya. Satu perusahaan besar saja bisa memiliki pajak sampai 
> puluhan sampai ratusan miliar. Kalau kemudian penghasilannya hanya 12 juta 
> sebulan, jelas sangat tidak imbang. Inilah yang akhirnya bisa membuat 
> seseorang tergoda untuk korupsi.


> Saran saya, lebih baik dibuat sistem insentif yang lebih rasional untuk PNS. 
> Saya beri c

Re: BLS: [ekonomi-nasional] Re: Nikmatnya jadi Pegawai Pajak.......

2010-03-30 Terurut Topik jamila lestyowati
saya setuju dengan Pak habibie..
Mengingatkan juga, masih banyak pegawai pajak yang jujur,, yang rumah juga 
masih ngontrak, ke kantor naik angkot. 





From: "harryg...@gmail.com" 
To: ekonomi-nasional@yahoogroups.com
Sent: Tue, March 30, 2010 4:16:07 AM
Subject: Re: BLS: [ekonomi-nasional] Re: Nikmatnya jadi Pegawai Pajak...

  
Wah, jangan2 nanti yang bergelantungan di monas isinya pegawai pajak, polisi 
dan pegawai kejaksaan donk hehe 

Haryadi 
'Loving~Caring~ Believing' 

-Original Message- 
From: "Habibie Nugroho Wicaksono"  
Date: Tue, 30 Mar 2010 11:04:19 
To: ekonomi-nasional@ yahoogroups. com 
Subject: BLS: [ekonomi-nasional] Re: Nikmatnya jadi Pegawai Pajak... 

Justru saya mempertanyakan, apa benar penerimaan pajak kita hanya 600T??? Saya 
justru sangat yakin bahwa penerimaan pajak kita sebenarnya bisa melampaui 
2.000T! Jadi, seandainya 10% dihalalkan, maka penerimaan pajak kita menjadi 
2.000T, dimana 1.800T masuk ke kas negara sementara 200T jadi komisi pegawai 
pajak. 
Salah satu rekan kita mengatakan diskriminasi dengan PNS lain. Lha pekerjaannya 
beda kok minta gaji sama. Apa golongan 3A petugas administratif di kelurahan 
sama dengan golongan 3A yang menjadi auditor pajak? Tanggung jawab dan beban 
kerjanya kan memang beda. Jangan dilihat 12 jutanya saja, tapi juga dilihat 
beban kerja ratusan miliarnya. 
Kalau mau dapat gaji besar, pindah saja ke pajak, gitu aja kok repot. Kita 
bekerja kan dituntut prestasi. Kalau mau sama rata sama rasa seharusnya dulu 
jangan menolak komunis dong. 
Nah, kalau masih korup juga, hayo pegawai yang korup kita gantung rame-rame di 
monas. 

Salam 

Habibie Nugroho Wicaksono 
 - - - - - - 
-Pesan Asli- 
Dari: Nizami 
Terkirim:  30/03/2010 13:25:29 
Subjek:  [ekonomi-nasional] Re: Nikmatnya jadi Pegawai Pajak... 

Rp 12 juta itu untuk golongan 3A sudah sangat besar baik dibanding dgn PNS 
departemen lain, atau pun buruh yang cuma Rp 1 juta. 

Biar pun digaji Rp 1 milyar per bulan, tapi sekali serakah tetap saja serakah. 
Kalau bisa dapat lebih kenapa harus ditolak? Begitu pikiran orang serakah dan 
koruptor. 

Uang Pajak ada Rp 600 trilyun/tahun. Apa petugas pajak yang jumlahnya 32 ribu 
orang (kurang dari 0,015% rakyat Indonesia) harus digaji Rp 60 trilyun (10% 
pendapatan pajak) atau Rp 156 juta/bulan? 

Kalau tidak mau dapat gaji Rp 12 juta, berhenti saja. Dijamin jika keluar, 
untuk 1 orang petugas pajak akan ada 100 orang jujur yang siap menggantikan. 

Teman saya dengan gaji Rp 600 ribu/bulan, toh tetap saja bisa jujur meski 
sering bolak-balik mengantar dan mengambil uang sampai ratusan juta 
rupiah/bulan. 

Bagi orang serakah, tidak ada gaji yang cukup besar. Selalu dirasa kurang dan 
tetap saja korup jika ada peluang. 

Enak benar para pembayar pajak capek2 nyari uang hingga mengejar2 Bis, para 
petugas pajak dengan enaknya menghabiskan uang itu untuk rumah dan mobil mewah 
mereka. Harusnya uang itu untuk mensejahterakan rakyat. Bukan cuma petugas 
pajak. 

--- In ekonomi-nasional@ yahoogroups. com, "Habibie Nugroho Wicaksono" 
 wrote: 
> 
> Kalau menurut saya, gaji 12 juta sebulan itu memang tidak cukup bagi pegawai 
> pajak. Jangan hanya dilihat 12 jutanya yang memang besar. Namun, lihat juga 
> tanggung jawabnya. Satu perusahaan besar saja bisa memiliki pajak sampai 
> puluhan sampai ratusan miliar. Kalau kemudian penghasilannya hanya 12 juta 
> sebulan, jelas sangat tidak imbang. Inilah yang akhirnya bisa membuat 
> seseorang tergoda untuk korupsi. 
> Saran saya, lebih baik dibuat sistem insentif yang lebih rasional untuk PNS. 
> Saya beri contoh. Kalau untuk pegawai pajak ya misalnya sekitar 2-10 persen 
> dari besarnya pajak yang terutang. Angka itu kemudian dibagi dengan komposisi 
> tertentu untuk kepala kantor dan tim pemeriksa. Auditor pemerintah diberi 
> insentif 2-5 persen dari total anggaran di audit. Panitia pengadaan diberi 
> 2-8 persen dari pagu anggaran. Pegawai fungsional diberi insentif untuk tiap 
> pekerjaan yang diselesaikan. 
> Memang, belanja gaji pegawai dalam APBN akan meningkat pesat. Namun, ini akan 
> menjadi insentif tak ternilai bagi peningkatan tata kelola pemerintahan kita. 
> Selama sistem penghasilan tidak proporsional, maka risiko penyimpangan akan 
> besar. 
> Korupsi yang dilakukan seseorang, terkadang karena keterpaksaan, semisal 
> mendadak orang tua sakit, biaya sekolah anak mahal, yang membuat seseorang 
> korupsi. Mungkin, hanya sekali itu dia berniat korupsi. Namun, sekali 
> melakukan korupsi, maka orang itu akan terjebak ke dalam satu lingkaran 
> korupsi lainnya. 
> Jadi, harus ada investasi pada sistem penggajian yang rasional. Masak ngurus 
> uang ratusan miliar digaji 12 juta. Dimana ilmunya tuh. 
> Bahwa korupsi adalah salah. Yang penting saat ini, bagaimana agar ini tidak 
> terulang. Harus ada solusinya. 
> 
> 
> Salam 
> 
> Habibie Nugroho Wicaksono 
> -Pesan Asli- 
> D

Re: [ekonomi-nasional] Sri Mulyani & Pajak

2010-03-30 Terurut Topik zohrabaso
Setuju seratus persen, usut mulai dari menterinya dan harus team independen.
Zohra andi Baso
Powered by Telkomsel BlackBerry®

-Original Message-
From: Ikranagara 
Date: Mon, 29 Mar 2010 20:33:34 
To: Dear Friends
Subject: [ekonomi-nasional] Sri Mulyani & Pajak

Dari:http://www.facebook.com/group.php?v=wall&ref=search&gid=260450326078

Gerakan
1.000.000 Facebookers Dukung BOIKOT BAYAR PAJAK untuk KEADILAN

Meskipun untuk pajak 2009 aku sudah bayar lunas, tapi aku ikut mendukung 
gerakan di forum facebook itu
dan menulis sbb:


"Usut harta semua pegawai pajak dimulai dari yang teratas di Jakarta! Bukankah 
Sri Mulyani sudah menyuarakan hal ini? 
Jadi, laksanakanlah, Bu! Makin cepat makin baik! 

Karena pajak 
berada di lingkungan Menteri Keuangan, maka usut juga para petinggi 
departemen ini, mulai dari mengusut Sri Mulyani. 

Karena itu team pengusut harta kekayaan para petinggi di Jakarta itu 
haruslah indipenden, bukan lewat sistem "pengawasan melekat" alias 
pengusutan oleh orang dalam. Kita sudah tidak percaya kepada semua 
petinggi di kantor pajak dan depkeu!"
Ikra.-



  

[Non-text portions of this message have been removed]




[Non-text portions of this message have been removed]





Ingin bergabung ke milis ekonomi-nasional?
Kirim email ke ekonomi-nasional-subscr...@yahoogroups.com
http://capresindonesia.wordpress.com
http://infoindonesia.wordpress.comYahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
http://groups.yahoo.com/group/ekonomi-nasional/

<*> Your email settings:
Individual Email | Traditional

<*> To change settings online go to:
http://groups.yahoo.com/group/ekonomi-nasional/join
(Yahoo! ID required)

<*> To change settings via email:
ekonomi-nasional-dig...@yahoogroups.com 
ekonomi-nasional-fullfeatu...@yahoogroups.com

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
ekonomi-nasional-unsubscr...@yahoogroups.com

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
http://docs.yahoo.com/info/terms/



[ekonomi-nasional] Amrik berkembang jadi sarang teroris?; rencana revolusi?

2010-03-30 Terurut Topik Harlizon MBAu
 http://www.cbsnews.com/stories/2010/03/30/ap/national/main6346859.shtml
http://www.ajc.com/news/nation-world/feds-militia-plotted-for-418736.html
http://www.ktuu.com/global/story.asp?s=12227025 Why Are Extremist Militia
Groups Growing in the U.S.?
http://newamericatoday.com/na/2010/03/why-are-extremist-militia-groups-growing-in-the-us.html
Feds:
Militia plotted for anti-government revolt

By JOHN SEEWER

The Associated Press

WHEATLAND TOWNSHIP, Mich. — Members of a rural Michigan-based Christian
militia who believed a battle with the Antichrist was coming were plotting
to attack police officers in hopes of fomenting a violent uprising against
the government, federal prosecutors alleged.


This screen grab made Monday March 29, 2010 from the Christian militia group
Hutaree's site allegedly shows training videos. Nine suspects tied to a
Christian militia that was preparing for the Antichrist were charged with
conspiring to kill police officers, then kill scores more by attacking a
funeral using homemade bombs, federal prosecutors said Monday. The
Michigan-based group, called Hutaree, planned to use the attack on police as
a catalyst for a larger uprising against the government, according to newly
unsealed court papers. (AP Photo/Hutaree.com) NO SALES


[Non-text portions of this message have been removed]





Ingin bergabung ke milis ekonomi-nasional?
Kirim email ke ekonomi-nasional-subscr...@yahoogroups.com
http://capresindonesia.wordpress.com
http://infoindonesia.wordpress.comYahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
http://groups.yahoo.com/group/ekonomi-nasional/

<*> Your email settings:
Individual Email | Traditional

<*> To change settings online go to:
http://groups.yahoo.com/group/ekonomi-nasional/join
(Yahoo! ID required)

<*> To change settings via email:
ekonomi-nasional-dig...@yahoogroups.com 
ekonomi-nasional-fullfeatu...@yahoogroups.com

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
ekonomi-nasional-unsubscr...@yahoogroups.com

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
http://docs.yahoo.com/info/terms/



Re: BLS: [ekonomi-nasional] Re: Nikmatnya jadi Pegawai Pajak.......

2010-03-30 Terurut Topik harrygema
Wah, jangan2 nanti yang bergelantungan di monas isinya pegawai pajak, polisi 
dan pegawai kejaksaan donk hehe

Haryadi
'Loving~Caring~Believing'

-Original Message-
From: "Habibie Nugroho Wicaksono" 
Date: Tue, 30 Mar 2010 11:04:19 
To: ekonomi-nasional@yahoogroups.com
Subject: BLS: [ekonomi-nasional] Re: Nikmatnya jadi Pegawai Pajak...

Justru saya mempertanyakan, apa benar penerimaan pajak kita hanya 600T??? Saya 
justru sangat yakin bahwa penerimaan pajak kita sebenarnya bisa melampaui 
2.000T! Jadi, seandainya 10% dihalalkan, maka penerimaan pajak kita menjadi 
2.000T, dimana 1.800T masuk ke kas negara sementara 200T jadi komisi pegawai 
pajak.
Salah satu rekan kita mengatakan diskriminasi dengan PNS lain. Lha pekerjaannya 
beda kok minta gaji sama. Apa golongan 3A petugas administratif di kelurahan 
sama dengan golongan 3A yang menjadi auditor pajak? Tanggung jawab dan beban 
kerjanya kan memang beda. Jangan dilihat 12 jutanya saja, tapi juga dilihat 
beban kerja ratusan miliarnya.
Kalau mau dapat gaji besar, pindah saja ke pajak, gitu aja kok repot. Kita 
bekerja kan dituntut prestasi. Kalau mau sama rata sama rasa seharusnya dulu 
jangan menolak komunis dong.
Nah, kalau masih korup juga, hayo pegawai yang korup kita gantung rame-rame di 
monas.

Salam

Habibie Nugroho Wicaksono

-Pesan Asli-
Dari: Nizami
Terkirim:  30/03/2010 13:25:29
Subjek:  [ekonomi-nasional] Re: Nikmatnya jadi Pegawai Pajak...

Rp 12 juta itu untuk golongan 3A sudah sangat besar baik dibanding dgn PNS 
departemen lain, atau pun buruh yang cuma Rp 1 juta.

Biar pun digaji Rp 1 milyar per bulan, tapi sekali serakah tetap saja serakah. 
Kalau bisa dapat lebih kenapa harus ditolak? Begitu pikiran orang serakah dan 
koruptor.

Uang Pajak ada Rp 600 trilyun/tahun. Apa petugas pajak yang jumlahnya 32 ribu 
orang (kurang dari 0,015% rakyat Indonesia) harus digaji Rp 60 trilyun (10% 
pendapatan pajak) atau Rp 156 juta/bulan?

Kalau tidak mau dapat gaji Rp 12 juta, berhenti saja. Dijamin jika keluar, 
untuk 1 orang petugas pajak akan ada 100 orang jujur yang siap menggantikan.

Teman saya dengan gaji Rp 600 ribu/bulan, toh tetap saja bisa jujur meski 
sering bolak-balik mengantar dan mengambil uang sampai ratusan juta 
rupiah/bulan.

Bagi orang serakah, tidak ada gaji yang cukup besar. Selalu dirasa kurang dan 
tetap saja korup jika ada peluang.

Enak benar para pembayar pajak capek2 nyari uang hingga mengejar2 Bis, para 
petugas pajak dengan enaknya menghabiskan uang itu untuk rumah dan mobil mewah 
mereka. Harusnya uang itu untuk mensejahterakan rakyat. Bukan cuma petugas 
pajak.

--- In ekonomi-nasional@yahoogroups.com, "Habibie Nugroho Wicaksono" 
 wrote:
>
> Kalau menurut saya, gaji 12 juta sebulan itu memang tidak cukup bagi pegawai 
> pajak. Jangan hanya dilihat 12 jutanya yang memang besar. Namun, lihat juga 
> tanggung jawabnya. Satu perusahaan besar saja bisa memiliki pajak sampai 
> puluhan sampai ratusan miliar. Kalau kemudian penghasilannya hanya 12 juta 
> sebulan, jelas sangat tidak imbang. Inilah yang akhirnya bisa membuat 
> seseorang tergoda untuk korupsi.
> Saran saya, lebih baik dibuat sistem insentif yang lebih rasional untuk PNS. 
> Saya beri contoh. Kalau untuk pegawai pajak ya misalnya sekitar 2-10 persen 
> dari besarnya pajak yang terutang. Angka itu kemudian dibagi dengan komposisi 
> tertentu untuk kepala kantor dan tim pemeriksa. Auditor pemerintah diberi 
> insentif 2-5 persen dari total anggaran di audit. Panitia pengadaan diberi 
> 2-8 persen dari pagu anggaran. Pegawai fungsional diberi insentif untuk tiap 
> pekerjaan yang diselesaikan.
> Memang, belanja gaji pegawai dalam APBN akan meningkat pesat. Namun, ini akan 
> menjadi insentif tak ternilai bagi peningkatan tata kelola pemerintahan kita. 
> Selama sistem penghasilan tidak proporsional, maka risiko penyimpangan akan 
> besar.
> Korupsi yang dilakukan seseorang, terkadang karena keterpaksaan, semisal 
> mendadak orang tua sakit, biaya sekolah anak mahal, yang membuat seseorang 
> korupsi. Mungkin, hanya sekali itu dia berniat korupsi. Namun, sekali 
> melakukan korupsi, maka orang itu akan terjebak ke dalam satu lingkaran 
> korupsi lainnya.
> Jadi, harus ada investasi pada sistem penggajian yang rasional. Masak ngurus 
> uang ratusan miliar digaji 12 juta. Dimana ilmunya tuh.
> Bahwa korupsi adalah salah. Yang penting saat ini, bagaimana agar ini tidak 
> terulang. Harus ada solusinya.
> 
> 
> Salam
> 
> Habibie Nugroho Wicaksono
> -Pesan Asli-
> Dari: rifky pradana
> Terkirim:  29/03/2010 00:45:35
> Subjek:  [ekonomi-nasional] Nikmatnya jadi Pegawai Pajak...
> 
> 
> 
> Pegawai Negeri Sipil di Ditjen Pajak sepertinya memang enak.
> 
> Paling tidak dalam soal gajinya yang jauh lebih besar dibandingkan dengan 
> gajinya tentara (TNI) dan polisi (Polri) serta PNS di instansi lainnya yang 
> non instansi Depkeu (Departemen Keuangan).
> 
> PNS di Ditjen Pa

BLS: [ekonomi-nasional] Pegawai Pajak = Debt Collector?

2010-03-30 Terurut Topik Habibie Nugroho Wicaksono
Faktanya memang seperti itu. Bedanya yang satu diatur undang-undang yang 
lainnya diatur kontrak perjanjian. Yang penting harus profesional.
Saya menyoroti ini dari sudut pandang manajemen modern, bukan manajemen ala 
abdi dalem.

Salam

Habibie Nugroho Wicaksono

-Pesan Asli-
Dari: Ahmad Ifham
Terkirim:  30/03/2010 17:13:58
Subjek:  [ekonomi-nasional] Pegawai Pajak = Debt Collector?

Usul Pak Habibie (tersebut di bawah) cukup unik.
Apakah artinya Pegawai Pajak = Debt Collector?

Regards,
ahmad Ifham Sholihin



BLS: [ekonomi-nasional] Re: Nikmatnya jadi Pegawai Pajak.......

2010-03-30 Terurut Topik Habibie Nugroho Wicaksono
Justru saya mempertanyakan, apa benar penerimaan pajak kita hanya 600T??? Saya 
justru sangat yakin bahwa penerimaan pajak kita sebenarnya bisa melampaui 
2.000T! Jadi, seandainya 10% dihalalkan, maka penerimaan pajak kita menjadi 
2.000T, dimana 1.800T masuk ke kas negara sementara 200T jadi komisi pegawai 
pajak.
Salah satu rekan kita mengatakan diskriminasi dengan PNS lain. Lha pekerjaannya 
beda kok minta gaji sama. Apa golongan 3A petugas administratif di kelurahan 
sama dengan golongan 3A yang menjadi auditor pajak? Tanggung jawab dan beban 
kerjanya kan memang beda. Jangan dilihat 12 jutanya saja, tapi juga dilihat 
beban kerja ratusan miliarnya.
Kalau mau dapat gaji besar, pindah saja ke pajak, gitu aja kok repot. Kita 
bekerja kan dituntut prestasi. Kalau mau sama rata sama rasa seharusnya dulu 
jangan menolak komunis dong.
Nah, kalau masih korup juga, hayo pegawai yang korup kita gantung rame-rame di 
monas.

Salam

Habibie Nugroho Wicaksono

-Pesan Asli-
Dari: Nizami
Terkirim:  30/03/2010 13:25:29
Subjek:  [ekonomi-nasional] Re: Nikmatnya jadi Pegawai Pajak...

Rp 12 juta itu untuk golongan 3A sudah sangat besar baik dibanding dgn PNS 
departemen lain, atau pun buruh yang cuma Rp 1 juta.

Biar pun digaji Rp 1 milyar per bulan, tapi sekali serakah tetap saja serakah. 
Kalau bisa dapat lebih kenapa harus ditolak? Begitu pikiran orang serakah dan 
koruptor.

Uang Pajak ada Rp 600 trilyun/tahun. Apa petugas pajak yang jumlahnya 32 ribu 
orang (kurang dari 0,015% rakyat Indonesia) harus digaji Rp 60 trilyun (10% 
pendapatan pajak) atau Rp 156 juta/bulan?

Kalau tidak mau dapat gaji Rp 12 juta, berhenti saja. Dijamin jika keluar, 
untuk 1 orang petugas pajak akan ada 100 orang jujur yang siap menggantikan.

Teman saya dengan gaji Rp 600 ribu/bulan, toh tetap saja bisa jujur meski 
sering bolak-balik mengantar dan mengambil uang sampai ratusan juta 
rupiah/bulan.

Bagi orang serakah, tidak ada gaji yang cukup besar. Selalu dirasa kurang dan 
tetap saja korup jika ada peluang.

Enak benar para pembayar pajak capek2 nyari uang hingga mengejar2 Bis, para 
petugas pajak dengan enaknya menghabiskan uang itu untuk rumah dan mobil mewah 
mereka. Harusnya uang itu untuk mensejahterakan rakyat. Bukan cuma petugas 
pajak.

--- In ekonomi-nasional@yahoogroups.com, "Habibie Nugroho Wicaksono" 
 wrote:
>
> Kalau menurut saya, gaji 12 juta sebulan itu memang tidak cukup bagi pegawai 
> pajak. Jangan hanya dilihat 12 jutanya yang memang besar. Namun, lihat juga 
> tanggung jawabnya. Satu perusahaan besar saja bisa memiliki pajak sampai 
> puluhan sampai ratusan miliar. Kalau kemudian penghasilannya hanya 12 juta 
> sebulan, jelas sangat tidak imbang. Inilah yang akhirnya bisa membuat 
> seseorang tergoda untuk korupsi.
> Saran saya, lebih baik dibuat sistem insentif yang lebih rasional untuk PNS. 
> Saya beri contoh. Kalau untuk pegawai pajak ya misalnya sekitar 2-10 persen 
> dari besarnya pajak yang terutang. Angka itu kemudian dibagi dengan komposisi 
> tertentu untuk kepala kantor dan tim pemeriksa. Auditor pemerintah diberi 
> insentif 2-5 persen dari total anggaran di audit. Panitia pengadaan diberi 
> 2-8 persen dari pagu anggaran. Pegawai fungsional diberi insentif untuk tiap 
> pekerjaan yang diselesaikan.
> Memang, belanja gaji pegawai dalam APBN akan meningkat pesat. Namun, ini akan 
> menjadi insentif tak ternilai bagi peningkatan tata kelola pemerintahan kita. 
> Selama sistem penghasilan tidak proporsional, maka risiko penyimpangan akan 
> besar.
> Korupsi yang dilakukan seseorang, terkadang karena keterpaksaan, semisal 
> mendadak orang tua sakit, biaya sekolah anak mahal, yang membuat seseorang 
> korupsi. Mungkin, hanya sekali itu dia berniat korupsi. Namun, sekali 
> melakukan korupsi, maka orang itu akan terjebak ke dalam satu lingkaran 
> korupsi lainnya.
> Jadi, harus ada investasi pada sistem penggajian yang rasional. Masak ngurus 
> uang ratusan miliar digaji 12 juta. Dimana ilmunya tuh.
> Bahwa korupsi adalah salah. Yang penting saat ini, bagaimana agar ini tidak 
> terulang. Harus ada solusinya.
> 
> 
> Salam
> 
> Habibie Nugroho Wicaksono
> -Pesan Asli-
> Dari: rifky pradana
> Terkirim:  29/03/2010 00:45:35
> Subjek:  [ekonomi-nasional] Nikmatnya jadi Pegawai Pajak...
> 
> 
> 
> Pegawai Negeri Sipil di Ditjen Pajak sepertinya memang enak.
> 
> Paling tidak dalam soal gajinya yang jauh lebih besar dibandingkan dengan 
> gajinya tentara (TNI) dan polisi (Polri) serta PNS di instansi lainnya yang 
> non instansi Depkeu (Departemen Keuangan).
> 
> PNS di Ditjen Pajak dengan golongan kepegawaian III-A saja gaji resmi 
> sebulannya sudah lebih dari Rp. 12 Juta. Suatu jumlah yang memang cukup 
> spektakuler untuk ukuran gaji TNI dan Polri serta PNS non Depkeu pada umumnya.
> 
> Apalagi jika Gaji yang Rp. 12 Juta itu dibandingkan dengan UMR (Upah Minimum 
> Regional) para buruh yang tak lebih dari Rp. 1 Juta saja

Re: [ekonomi-nasional] Sistemiknya urusan Pajak.....!!!.

2010-03-30 Terurut Topik Susilo Sulistyanto
Permasalahannya sudah terpuntal-terpelilit... Darimana mau mengurai dan 
menyelesaikannya selain hukum gantung...
Sent from BlackBerry® on 3

-Original Message-
From: rifky pradana 
Date: Tue, 30 Mar 2010 03:20:23 
To: ; ; 
; ; 
; ; 
; ; 
; 
Subject: [ekonomi-nasional] Sistemiknya urusan Pajak.!!!.

Jajaran pegawai Pajak itu seakan memang mempunyai kasta tertinggi diantara para 
pegawai lainnya di Republik ini.

Kasta tertinggi itu tak hanya jika dibandingkan dengan para abdi negara 
lainnya, seperti PNS (Pegawai Negeri Sipil) atau Prajurit TNI serta Polisi 
Bhayangkara Negara.

Bahkan masih merupakan kasta tertinggi sekalipun dibandingkan dengan para 
pegawai di perusahaan swasta.


Barangkali karena sebagai kasta tertinggi, maka para pegawai pajak ini 
diberikan gaji yang jauh lebih tinggi dibandingkan dengan pegawai selevelnya di 
tempat lainnya.


Pegawai pajak yang berijazah D-3 (Diploma 3 Tahun) dengan kepangkatan III-A 
mempunyai gaji tak kurang dari Rp. 12,1 Juta per bulannya.

Gaji resmi per bulannya itu terdiri dari gaji pokok beserta tunjangan sebesar 
Rp. 2,4 Juta ditambah renumerasi sebesar Rp. 8,2 Juta ditambah lagi dengan 
imbalan prestasi sebesar Rp. 1,5 Juta.

Suatu jumlah gaji yang berlipat kali lebih tinggi dibandingkan dengan PNS 
lainnya yang juga bergolongan III-A. Bahkan juga lebih tinggi dibandingkan 
dosen di STAN yang selevelnya dimana mereka hanya menerima gaji sebesar Rp. 6 
Juta per bulannya saja.

Bahkan bagi pegawai pajak di bagian urusan juru sita, masih ditambahkan lagi 
dengan imbalan tambahan sebagai bonusnya yang senilai Rp. 20 Juta.


Menurut kabar, pemberian gaji dengan standar yang demikian tinggi itu 
dimaksudkan agar para pegawai pajak menjadi jujur dan amanah serta tak mudah 
tergoda untuk melakukan perbuatan tercela.

Namun kenyataannya, tidaklah seperti harapan dan tujuannya. Pemberian gaji yang 
besar itu ternyata tetap saja tak meluputkan mereka dari godaan untuk melakukan 
perbuatan tercela.

Salah satu contoh nyatanya dapat terlihat dari kasus yang terjadi pada diri 
Gayus Halomoan Tambunan.


Apakah itu hanya terjadi pada Gayus dan segelintir oknum saja ?.

Tak hanya segelintir oknum saja. Paling tidak demikian yang diungkap oleh Surat 
kabar harian Kompas, hari Selasa tanggal 30 Maret 2010 pada halaman 2 di 
tulisan yang berjudul ‘Kesejahteraan Pegawai : Renumerasi Pegawai Pajak yang 
Membikin Iri’.

Menurut pengakuan Gayus yang diungkap oleh anggota Satgas Mafia Hukum Mas 
Achmad Santoso, dikatakan bahwa jajaran staf di direktoratnya saja ada lebih 
dari 10 orang yang juga melakukan perbuatan seeperti dirinya.

Bahkan, masih di tulisan itu disebutkan juga bahwa sejumlah pegawai pajak 
mempercayai banyak rekannya yang memiliki kekayaan sejumlah milyaran rupiah.

Maka, tak berlebihan jika rakyat jelata kemudian menilai bahwa carut marut 
permainan pajak itu sudah sedemikian sistemik.


Lalu apa tindakan terbaik untuk mentuntaskan penyelidikan atas kasus yang 
sistemik ini ?.

Menteri Keuangan Sri Mulyani secara radikal dan serta merta dengan mengabaikan 
asas praduga tak bersalah, langsung membebas tugaskan seluruh pimpinan dan staf 
yang bertugas di Unit Keberatan Pajak.

Tindakan pe-non aktif-an yang tanpa menunggu selesainya proses hukum itu 
dimaksudkan agar memberikan keleluasaan kepada petugas penyidik untuk memeriksa 
kasus-kasus di unit tersebut.

Tindakannya Menteri Keuangan tersebut, secara tersirat sebenarnya mengakui 
bahwa untuk mentuntaskan penyelidikan atas sebuah kasus yang sudah sedemikian 
sistemik itu adalah dengan membebas tugaskan atau menonaktikan mereka yang 
diduga terlibat tanpa harus menunggu proses hukumnya terlebih dahulu.


Apakah kasus Gayus ini memang mencerminkan betapa sistemiknya carut marut di 
urusan pajak ini ?.

Sangat patut diduga memang sedemikian sistemik. Mengingat Gayus yang hanya 
seorang staf tanpa jabatan yang beruang eselon saja dapat mengumpulkan uang di 
rekening pribadinya yang ternyata tak hanya berjumlah Rp. 25 Milyar saja. Namun 
ternyata dari beberapa rekeningnya, total uangnya tak kurang dari Rp. 28 Milyar.

Sejumlah Rp. 28 Milyar itu hanya kekayaan yang berbentuk uang di rekening 
banknya saja.

Apabila kekayaan yang berbentuk uang itu ditambah dengan kekayaan dalam bentuk 
lainnya, maka bisa jadi jumlah harta kekayaan Gayus akan jauh melampaui jumlah 
kekayaannya Wakil Presiden Boediono. Bahkan mungkin melampaui juga jumlah 
kekayaannya Menteri Keuangan Sri Mulyani.


Fantastis, mungkin hanya kata itu yang tepat untuk menggambarkan betapa dahsyat 
dan sistemiknya kasus pajak ini.

Bisa dibayangkan, jika staf tanpa jabatan eselon saja sudah sedemikian kayanya, 
maka terbayang kekayaannya para atasannya yang sangat patut diduga tentu jauh 
melebihi kekayaannya Gayus sebagai bawahannya.

Dan, lagian melihat jumlah kekayaan yang mampu dikumpulkannya dengan masa kerja 
yang belum mencapai sepuluh tahun itu, maka sangat patut diduga bahwa 
permainannya Gayus yang hanya setingkat staf itu tentu ta

Re: [ekonomi-nasional] Nikmatnya jadi Pegawai Pajak.......

2010-03-30 Terurut Topik Habibie Nugroho Wicaksono
Ya kalau begitu naikkan lagi proporsinya. Saya melihat bahwa pemerintahan kita 
tidak berjalan profesional karena sistem reward and punishmentnya tidak 
profesional. Coba bayangakan, gaji 12 juta mengurusi 400 M. Itu masih belum 
nyampe 0,01%nya! Pernah gak nemu perjanjian komisi bagi hasil 0,01%? 
Daripada korup, mending yang 2-20% itu dihalalin aja, yaitu diatur jelas dalam 
aturan dengan sejumlah syarat. Kalau masih korup, kita gantung saja para 
koruptor itu rame-rame di monas.

Salam

Habibie Nugroho Wicaksono
-
Pesan Asli-
Dari: Irwan Kurniawan
Terkirim:  30/03/2010 13:03:47
Subjek:  Re: BLS: [ekonomi-nasional] Nikmatnya jadi Pegawai Pajak...

Kalau gajinya 2-10%, tawaran suapnya 10-20%, bisa kena goda juga..
Itu sih cuma alasan doank..

Lah nenek moyangnya (eh big bosnya -menkeu-) aja menghentikan penyidikan
tunggakan pajak konglomerat (bos ramayana) dari 400 M jadi cuma 7 M..
Guru kencing berdiri, murid kencing 

-- 
Wassalam,

Irwan.K
"Better team works could lead us to better results"
http://irwank.blogspot.com

Pada 29 Maret 2010 17:02, Habibie Nugroho Wicaksono
menulis:

>
>
> Kalau menurut saya, gaji 12 juta sebulan itu memang tidak cukup bagi
> pegawai pajak. Jangan hanya dilihat 12 jutanya yang memang besar. Namun,
> lihat juga tanggung jawabnya. Satu perusahaan besar saja bisa memiliki pajak
> sampai puluhan sampai ratusan miliar. Kalau kemudian penghasilannya hanya 12
> juta sebulan, jelas sangat tidak imbang. Inilah yang akhirnya bisa membuat
> seseorang tergoda untuk korupsi.
> Saran saya, lebih baik dibuat sistem insentif yang lebih rasional untuk
> PNS. Saya beri contoh. Kalau untuk pegawai pajak ya misalnya sekitar 2-10
> persen dari besarnya pajak yang terutang. Angka itu kemudian dibagi dengan
> komposisi tertentu untuk kepala kantor dan tim pemeriksa. Auditor pemerintah
> diberi insentif 2-5 persen dari total anggaran di audit. Panitia pengadaan
> diberi 2-8 persen dari pagu anggaran. Pegawai fungsional diberi insentif
> untuk tiap pekerjaan yang diselesaikan.
> Memang, belanja gaji pegawai dalam APBN akan meningkat pesat. Namun, ini
> akan menjadi insentif tak ternilai bagi peningkatan tata kelola pemerintahan
> kita. Selama sistem penghasilan tidak proporsional, maka risiko penyimpangan
> akan besar.
> Korupsi yang dilakukan seseorang, terkadang karena keterpaksaan, semisal
> mendadak orang tua sakit, biaya sekolah anak mahal, yang membuat seseorang
> korupsi. Mungkin, hanya sekali itu dia berniat korupsi. Namun, sekali
> melakukan korupsi, maka orang itu akan terjebak ke dalam satu lingkaran
> korupsi lainnya.
> Jadi, harus ada investasi pada sistem penggajian yang rasional. Masak
> ngurus uang ratusan miliar digaji 12 juta. Dimana ilmunya tuh.
> Bahwa korupsi adalah salah. Yang penting saat ini, bagaimana agar ini tidak
> terulang. Harus ada solusinya.
>
> Salam
>
> Habibie Nugroho Wicaksono
> -Pesan Asli-
> Dari: rifky pradana
> Terkirim: 29/03/2010 00:45:35
> Subjek: [ekonomi-nasional] Nikmatnya jadi Pegawai Pajak...
>
> Pegawai Negeri Sipil di Ditjen Pajak sepertinya memang enak.
>
> Paling tidak dalam soal gajinya yang jauh lebih besar dibandingkan dengan
> gajinya tentara (TNI) dan polisi (Polri) serta PNS di instansi lainnya yang
> non instansi Depkeu (Departemen Keuangan).
>
> PNS di Ditjen Pajak dengan golongan kepegawaian III-A saja gaji resmi
> sebulannya sudah lebih dari Rp. 12 Juta. Suatu jumlah yang memang cukup
> spektakuler untuk ukuran gaji TNI dan Polri serta PNS non Depkeu pada
> umumnya.
>
> Apalagi jika Gaji yang Rp. 12 Juta itu dibandingkan dengan UMR (Upah
> Minimum Regional) para buruh yang tak lebih dari Rp. 1 Juta saja.
>
> Pegawai Negeri Sipil di Ditjen Pajak memang nikmat.
>
> Paling tidak jika ditilik dari taraf dan tingkat kehidupannya Gayus
> Halomoan Tambunan, seorang PNS di Ditjen Pajak dengan golongan kepegawaian
> III-A.
>
> Gayus Halomoan Tambunan, karena merupakan PNS golongan III-A di Ditjen
> Pajak yang merupakan instansi di lingkungan Depkeu, maka tentunya juga
> bergaji resmi sebesar lebih dari Rp. 12 Juta sebulannya.
>
> Jumlah gaji yang sudah sangat lumayan bagus, jika dicoba dibandingkan
> dengan seorang berumur 30 tahun dengan ijasah strata D-4 yang bekerja di
> perusahaan swasta nasional.
>
> Pegawai Negeri Sipil di Ditjen Pajak memanglah enak dan nikmat.
>
> Rumah tinggalnya Gayus yang PNS di Ditjen Pajak ini tak lagi berstatus
> nebeng mertua, juga tak lagi hanya sekedar bisa sewa atau kontrak.
>
> Tapi ia sudah bisa memiliki rumah pribadi milik sendiri. Rumahnya ini juga
> bukan di tengah perkampungan padat yang kumuh. Namun rumah tinggalnya itu
> berada di lingkungan real estate elit yang harga rumahnya lebih dari Rp. 2
> Milyar.
>
> Kepemilikan mobil pribadinya juga berjumlah lebih dari satu buah mobil.
> Bahkan mobilnya itu bukanlah dari jenis mobil yang sembarangan saja, tapi
> mobil dengan kategori mobil mewah.
>
> Pegawai Pajak memang

[ekonomi-nasional] Sistemiknya urusan Pajak.....!!!.

2010-03-30 Terurut Topik rifky pradana
Jajaran pegawai Pajak itu seakan memang mempunyai kasta tertinggi diantara para 
pegawai lainnya di Republik ini.

Kasta tertinggi itu tak hanya jika dibandingkan dengan para abdi negara 
lainnya, seperti PNS (Pegawai Negeri Sipil) atau Prajurit TNI serta Polisi 
Bhayangkara Negara.

Bahkan masih merupakan kasta tertinggi sekalipun dibandingkan dengan para 
pegawai di perusahaan swasta.


Barangkali karena sebagai kasta tertinggi, maka para pegawai pajak ini 
diberikan gaji yang jauh lebih tinggi dibandingkan dengan pegawai selevelnya di 
tempat lainnya.


Pegawai pajak yang berijazah D-3 (Diploma 3 Tahun) dengan kepangkatan III-A 
mempunyai gaji tak kurang dari Rp. 12,1 Juta per bulannya.

Gaji resmi per bulannya itu terdiri dari gaji pokok beserta tunjangan sebesar 
Rp. 2,4 Juta ditambah renumerasi sebesar Rp. 8,2 Juta ditambah lagi dengan 
imbalan prestasi sebesar Rp. 1,5 Juta.

Suatu jumlah gaji yang berlipat kali lebih tinggi dibandingkan dengan PNS 
lainnya yang juga bergolongan III-A. Bahkan juga lebih tinggi dibandingkan 
dosen di STAN yang selevelnya dimana mereka hanya menerima gaji sebesar Rp. 6 
Juta per bulannya saja.

Bahkan bagi pegawai pajak di bagian urusan juru sita, masih ditambahkan lagi 
dengan imbalan tambahan sebagai bonusnya yang senilai Rp. 20 Juta.


Menurut kabar, pemberian gaji dengan standar yang demikian tinggi itu 
dimaksudkan agar para pegawai pajak menjadi jujur dan amanah serta tak mudah 
tergoda untuk melakukan perbuatan tercela.

Namun kenyataannya, tidaklah seperti harapan dan tujuannya. Pemberian gaji yang 
besar itu ternyata tetap saja tak meluputkan mereka dari godaan untuk melakukan 
perbuatan tercela.

Salah satu contoh nyatanya dapat terlihat dari kasus yang terjadi pada diri 
Gayus Halomoan Tambunan.


Apakah itu hanya terjadi pada Gayus dan segelintir oknum saja ?.

Tak hanya segelintir oknum saja. Paling tidak demikian yang diungkap oleh Surat 
kabar harian Kompas, hari Selasa tanggal 30 Maret 2010 pada halaman 2 di 
tulisan yang berjudul ‘Kesejahteraan Pegawai : Renumerasi Pegawai Pajak yang 
Membikin Iri’.

Menurut pengakuan Gayus yang diungkap oleh anggota Satgas Mafia Hukum Mas 
Achmad Santoso, dikatakan bahwa jajaran staf di direktoratnya saja ada lebih 
dari 10 orang yang juga melakukan perbuatan seeperti dirinya.

Bahkan, masih di tulisan itu disebutkan juga bahwa sejumlah pegawai pajak 
mempercayai banyak rekannya yang memiliki kekayaan sejumlah milyaran rupiah.

Maka, tak berlebihan jika rakyat jelata kemudian menilai bahwa carut marut 
permainan pajak itu sudah sedemikian sistemik.


Lalu apa tindakan terbaik untuk mentuntaskan penyelidikan atas kasus yang 
sistemik ini ?.

Menteri Keuangan Sri Mulyani secara radikal dan serta merta dengan mengabaikan 
asas praduga tak bersalah, langsung membebas tugaskan seluruh pimpinan dan staf 
yang bertugas di Unit Keberatan Pajak.

Tindakan pe-non aktif-an yang tanpa menunggu selesainya proses hukum itu 
dimaksudkan agar memberikan keleluasaan kepada petugas penyidik untuk memeriksa 
kasus-kasus di unit tersebut.

Tindakannya Menteri Keuangan tersebut, secara tersirat sebenarnya mengakui 
bahwa untuk mentuntaskan penyelidikan atas sebuah kasus yang sudah sedemikian 
sistemik itu adalah dengan membebas tugaskan atau menonaktikan mereka yang 
diduga terlibat tanpa harus menunggu proses hukumnya terlebih dahulu.


Apakah kasus Gayus ini memang mencerminkan betapa sistemiknya carut marut di 
urusan pajak ini ?.

Sangat patut diduga memang sedemikian sistemik. Mengingat Gayus yang hanya 
seorang staf tanpa jabatan yang beruang eselon saja dapat mengumpulkan uang di 
rekening pribadinya yang ternyata tak hanya berjumlah Rp. 25 Milyar saja. Namun 
ternyata dari beberapa rekeningnya, total uangnya tak kurang dari Rp. 28 Milyar.

Sejumlah Rp. 28 Milyar itu hanya kekayaan yang berbentuk uang di rekening 
banknya saja.

Apabila kekayaan yang berbentuk uang itu ditambah dengan kekayaan dalam bentuk 
lainnya, maka bisa jadi jumlah harta kekayaan Gayus akan jauh melampaui jumlah 
kekayaannya Wakil Presiden Boediono. Bahkan mungkin melampaui juga jumlah 
kekayaannya Menteri Keuangan Sri Mulyani.


Fantastis, mungkin hanya kata itu yang tepat untuk menggambarkan betapa dahsyat 
dan sistemiknya kasus pajak ini.

Bisa dibayangkan, jika staf tanpa jabatan eselon saja sudah sedemikian kayanya, 
maka terbayang kekayaannya para atasannya yang sangat patut diduga tentu jauh 
melebihi kekayaannya Gayus sebagai bawahannya.

Dan, lagian melihat jumlah kekayaan yang mampu dikumpulkannya dengan masa kerja 
yang belum mencapai sepuluh tahun itu, maka sangat patut diduga bahwa 
permainannya Gayus yang hanya setingkat staf itu tentu tak mungkin dapat 
dilakukannya sendirian tanpa melibatkan koleganya dan atasannya.


Apakah permainan pajak itu hanya terjadi di Unit Keberatan Pajak atau di 
Direktorat Keberatan dan Banding saja ?.

Sebenarnya, sangat patut diduga bahwa permaianan itu tidak hanya monopoli 
terjadinya di direktorat itu saja. Bol

Re: BLS: [ekonomi-nasional] Nikmatnya jadi Pegawai Pajak.......

2010-03-30 Terurut Topik kusnendar

Sependapat. Dari dulu sebenarnya klu itu boleh by uu, gak perlu bnyk lembaga. 
Jauh lbh simple. Ga ruwet. 
Toh sekarang ini juga akhirnya juga begitu ada case juga rekening dibuka juga 
oleh lembaga hkm.

Tks




-ouRNet-

-Original Message-
From: s_askan...@yahoo.com
Date: Tue, 30 Mar 2010 09:36:51 
To: 
Subject: Re: BLS: [ekonomi-nasional] Nikmatnya jadi Pegawai Pajak...

Kalau tidak ada hukum pembuktian terbalik, sampai kiamatpun korupsi di 
indonesia bakal tetap merajalela. Atasan gayus maupun semua jenderal polisi yg 
diperkirakan terlibat bakal lolos di pengadilan, siapapun tdk bs membuktikan 
kalau suapnya dg uang tunai.Karena itu mereka sesumbar " buktikan kalau saya 
terima suap", jangankan manusia, malaikat pun kesulitan kl suapnya brp uang 
tunai. Kalau bekas suapnya gampang dicari, rumah yg nilainya lebih besar dari 
gaji pns yg bekerja selama 100 tahun, aprtemen yg tersebar dimana mana, mobil 
mewah dll. Meskipun gaji mereka dinaikkan 100 kali lipat jg pasti blm cukup. 
Ini pengalaman pribadi saya,akhir  1972 saya diterima  kerja didepartemen 
keuangan, waktu itu ada yg namanya tunjangan pengelolaan keuangan negara, jadi 
saat itu gaji pokok org yg bekerja di depkeu 9 kali dr gaji pokok pegawai 
departemen lain shg kalau ditambah tunjangan macem2 kira2 take homepay org 
depkeu itu 3 kali pegawai departemen lain, krn gaji pokok saat itu memang 
kecil. Kalau kepala seksi keatas masih ditambah  tunjangan struktural yg cukup 
besar. Apa korupsi di depkeu berhenti. Tidak juga.  Karena itu pd awal 1975 
saya  mengundurkan diri lalu bekerja diperusahaan swasta yg lumayan.  

Sent from my BlackBerry®

powered by Sinyal Kuat INDOSAT



-Original Message-

From: Eko Subhan 

Date: Mon, 29 Mar 2010 23:08:23 

To: 

Subject: Re: BLS: [ekonomi-nasional] Nikmatnya jadi Pegawai Pajak...



proporsional dong ... gemana sih ...

tugas utama dari PNS adalah memberikan pelayanan bagi masyarakat sampai 
masyarakatnya sejahtera. Bukan dibalik berpikirnya, karena pekerjaannya 
mungutin duit rakyat jadinya musti dikasih imbalan gede; itu bagian dari 
resiko. Makanya pada PNS ada jaminan hari tua, ada mekanisme dana pensiun ampe 
mati. Ini kelebihannya PNS.

Kalau jaminan haritua itu tetap diberikan tapi gaji musti gede ... itu kan 
namanya mengkhianati amanah



 

Eko Subhan M











From: Habibie Nugroho Wicaksono 

To: "ekonomi-nasional@yahoogroups.com" 

Sent: Mon, March 29, 2010 5:02:48 PM

Subject: BLS: [ekonomi-nasional] Nikmatnya jadi Pegawai Pajak...



  

Kalau menurut saya, gaji 12 juta sebulan itu memang tidak cukup bagi pegawai 
pajak. Jangan hanya dilihat 12 jutanya yang memang besar. Namun, lihat juga 
tanggung jawabnya. Satu perusahaan besar saja bisa memiliki pajak sampai 
puluhan sampai ratusan miliar. Kalau kemudian penghasilannya hanya 12 juta 
sebulan, jelas sangat tidak imbang. Inilah yang akhirnya bisa membuat seseorang 
tergoda untuk korupsi.

Saran saya, lebih baik dibuat sistem insentif yang lebih rasional untuk PNS. 
Saya beri contoh. Kalau untuk pegawai pajak ya misalnya sekitar 2-10 persen 
dari besarnya pajak yang terutang. Angka itu kemudian dibagi dengan komposisi 
tertentu untuk kepala kantor dan tim pemeriksa. Auditor pemerintah diberi 
insentif 2-5 persen dari total anggaran di audit. Panitia pengadaan diberi 2-8 
persen dari pagu anggaran. Pegawai fungsional diberi insentif untuk tiap 
pekerjaan yang diselesaikan.

Memang, belanja gaji pegawai dalam APBN akan meningkat pesat. Namun, ini akan 
menjadi insentif tak ternilai bagi peningkatan tata kelola pemerintahan kita. 
Selama sistem penghasilan tidak proporsional, maka risiko penyimpangan akan 
besar.

Korupsi yang dilakukan seseorang, terkadang karena keterpaksaan, semisal 
mendadak orang tua sakit, biaya sekolah anak mahal, yang membuat seseorang 
korupsi. Mungkin, hanya sekali itu dia berniat korupsi. Namun, sekali melakukan 
korupsi, maka orang itu akan terjebak ke dalam satu lingkaran korupsi lainnya.

Jadi, harus ada investasi pada sistem penggajian yang rasional. Masak ngurus 
uang ratusan miliar digaji 12 juta. Dimana ilmunya tuh.

Bahwa korupsi adalah salah. Yang penting saat ini, bagaimana agar ini tidak 
terulang. Harus ada solusinya.



Salam



Habibie Nugroho Wicaksono

-Pesan Asli-

Dari: rifky pradana

Terkirim:  29/03/2010 00:45:35

Subjek:  [ekonomi-nasional] Nikmatnya jadi Pegawai Pajak...



Pegawai Negeri Sipil di Ditjen Pajak sepertinya memang enak.



Paling tidak dalam soal gajinya yang jauh lebih besar dibandingkan dengan 
gajinya tentara (TNI) dan polisi (Polri) serta PNS di instansi lainnya yang non 
instansi Depkeu (Departemen Keuangan).



PNS di Ditjen Pajak dengan golongan kepegawaian III-A saja gaji resmi 
sebulannya sudah lebih dari Rp. 12 Juta. Suatu jumlah yang memang cukup 
spektakuler untuk ukuran gaji TNI dan Polri serta PNS non Depkeu pada umumnya.



Apalagi jika Gaji yang Rp. 12 Juta itu dibandingkan dengan UMR (

Re: BLS: [ekonomi-nasional] Nikmatnya jadi Pegawai Pajak.......

2010-03-30 Terurut Topik s_askandar
Kalau tidak ada hukum pembuktian terbalik, sampai kiamatpun korupsi di 
indonesia bakal tetap merajalela. Atasan gayus maupun semua jenderal polisi yg 
diperkirakan terlibat bakal lolos di pengadilan, siapapun tdk bs membuktikan 
kalau suapnya dg uang tunai.Karena itu mereka sesumbar " buktikan kalau saya 
terima suap", jangankan manusia, malaikat pun kesulitan kl suapnya brp uang 
tunai. Kalau bekas suapnya gampang dicari, rumah yg nilainya lebih besar dari 
gaji pns yg bekerja selama 100 tahun, aprtemen yg tersebar dimana mana, mobil 
mewah dll. Meskipun gaji mereka dinaikkan 100 kali lipat jg pasti blm cukup. 
Ini pengalaman pribadi saya,akhir  1972 saya diterima  kerja didepartemen 
keuangan, waktu itu ada yg namanya tunjangan pengelolaan keuangan negara, jadi 
saat itu gaji pokok org yg bekerja di depkeu 9 kali dr gaji pokok pegawai 
departemen lain shg kalau ditambah tunjangan macem2 kira2 take homepay org 
depkeu itu 3 kali pegawai departemen lain, krn gaji pokok saat itu memang 
kecil. Kalau kepala seksi keatas masih ditambah  tunjangan struktural yg cukup 
besar. Apa korupsi di depkeu berhenti. Tidak juga.  Karena itu pd awal 1975 
saya  mengundurkan diri lalu bekerja diperusahaan swasta yg lumayan.  
Sent from my BlackBerry®
powered by Sinyal Kuat INDOSAT

-Original Message-
From: Eko Subhan 
Date: Mon, 29 Mar 2010 23:08:23 
To: 
Subject: Re: BLS: [ekonomi-nasional] Nikmatnya jadi Pegawai Pajak...

proporsional dong ... gemana sih ...
tugas utama dari PNS adalah memberikan pelayanan bagi masyarakat sampai 
masyarakatnya sejahtera. Bukan dibalik berpikirnya, karena pekerjaannya 
mungutin duit rakyat jadinya musti dikasih imbalan gede; itu bagian dari 
resiko. Makanya pada PNS ada jaminan hari tua, ada mekanisme dana pensiun ampe 
mati. Ini kelebihannya PNS.
Kalau jaminan haritua itu tetap diberikan tapi gaji musti gede ... itu kan 
namanya mengkhianati amanah

 
Eko Subhan M





From: Habibie Nugroho Wicaksono 
To: "ekonomi-nasional@yahoogroups.com" 
Sent: Mon, March 29, 2010 5:02:48 PM
Subject: BLS: [ekonomi-nasional] Nikmatnya jadi Pegawai Pajak...

  
Kalau menurut saya, gaji 12 juta sebulan itu memang tidak cukup bagi pegawai 
pajak. Jangan hanya dilihat 12 jutanya yang memang besar. Namun, lihat juga 
tanggung jawabnya. Satu perusahaan besar saja bisa memiliki pajak sampai 
puluhan sampai ratusan miliar. Kalau kemudian penghasilannya hanya 12 juta 
sebulan, jelas sangat tidak imbang. Inilah yang akhirnya bisa membuat seseorang 
tergoda untuk korupsi.
Saran saya, lebih baik dibuat sistem insentif yang lebih rasional untuk PNS. 
Saya beri contoh. Kalau untuk pegawai pajak ya misalnya sekitar 2-10 persen 
dari besarnya pajak yang terutang. Angka itu kemudian dibagi dengan komposisi 
tertentu untuk kepala kantor dan tim pemeriksa. Auditor pemerintah diberi 
insentif 2-5 persen dari total anggaran di audit. Panitia pengadaan diberi 2-8 
persen dari pagu anggaran. Pegawai fungsional diberi insentif untuk tiap 
pekerjaan yang diselesaikan.
Memang, belanja gaji pegawai dalam APBN akan meningkat pesat. Namun, ini akan 
menjadi insentif tak ternilai bagi peningkatan tata kelola pemerintahan kita. 
Selama sistem penghasilan tidak proporsional, maka risiko penyimpangan akan 
besar.
Korupsi yang dilakukan seseorang, terkadang karena keterpaksaan, semisal 
mendadak orang tua sakit, biaya sekolah anak mahal, yang membuat seseorang 
korupsi. Mungkin, hanya sekali itu dia berniat korupsi. Namun, sekali melakukan 
korupsi, maka orang itu akan terjebak ke dalam satu lingkaran korupsi lainnya.
Jadi, harus ada investasi pada sistem penggajian yang rasional. Masak ngurus 
uang ratusan miliar digaji 12 juta. Dimana ilmunya tuh.
Bahwa korupsi adalah salah. Yang penting saat ini, bagaimana agar ini tidak 
terulang. Harus ada solusinya.

Salam

Habibie Nugroho Wicaksono
-Pesan Asli-
Dari: rifky pradana
Terkirim:  29/03/2010 00:45:35
Subjek:  [ekonomi-nasional] Nikmatnya jadi Pegawai Pajak...

Pegawai Negeri Sipil di Ditjen Pajak sepertinya memang enak.

Paling tidak dalam soal gajinya yang jauh lebih besar dibandingkan dengan 
gajinya tentara (TNI) dan polisi (Polri) serta PNS di instansi lainnya yang non 
instansi Depkeu (Departemen Keuangan).

PNS di Ditjen Pajak dengan golongan kepegawaian III-A saja gaji resmi 
sebulannya sudah lebih dari Rp. 12 Juta. Suatu jumlah yang memang cukup 
spektakuler untuk ukuran gaji TNI dan Polri serta PNS non Depkeu pada umumnya.

Apalagi jika Gaji yang Rp. 12 Juta itu dibandingkan dengan UMR (Upah Minimum 
Regional) para buruh yang tak lebih dari Rp. 1 Juta saja.

Pegawai Negeri Sipil di Ditjen Pajak memang nikmat.

Paling tidak jika ditilik dari taraf dan tingkat kehidupannya Gayus Halomoan 
Tambunan, seorang PNS di Ditjen Pajak dengan golongan kepegawaian III-A.

Gayus Halomoan Tambunan, karena merupakan PNS golongan III-A di Ditjen Pajak 
yang merupakan instansi di lingkungan Depkeu, maka tentunya juga bergaji resmi 
se

[ekonomi-nasional] Pegawai Pajak = Debt Collector?

2010-03-30 Terurut Topik Ahmad Ifham
Usul Pak Habibie (tersebut di bawah) cukup unik.
Apakah artinya Pegawai Pajak = Debt Collector?

Regards,
ahmad Ifham Sholihin





From: isa achmad 
To: ekonomi-nasional@yahoogroups.com
Sent: Tue, March 30, 2010 3:21:29 PM
Subject: Re: [ekonomi-nasional] Re: Nikmatnya jadi Pegawai Pajak...

  
Saudaraku habibie,
Cara pandang anda sungguh tidak rasional. mengapa  anda jadi pegawai kalau 
memang gaji anda tidak dapat menopang cara  hidup andaapakah  anda lebih 
suka besar pasak dari pada tiang...kalau gaji anda cuma 10 jt ya..gaya hidup 
anda harus menyesuaikan pendapatan anda. jangan mengikuti gaya hidup pengusaha 
kalau hal ini terjadi maka anda dan keluarga akan terjerumus kejurang 
NISTA...lalu kalau semua pegawai berpola seperti GAYUS maka siap2 saja tatanan 
moral kita akan segera RUNTUH...

Yang terpenting kita harus sadar akan profesi kita..mencari tambahan 
penghasilkan sangat tidak dilarang..tapi menambah penghasilan dengan cara yg 
tidak wajar tentu sangat tidak waras dan melanggar semua norma yg ada...
Wallahualam
IA

 

 _ _ __
From: Nizami 
To: ekonomi-nasional@ yahoogroups. com
Sent: Tue, March 30, 2010 8:25:29 AM
Subject: [ekonomi-nasional] Re: Nikmatnya jadi Pegawai Pajak...

  
Rp 12 juta itu untuk golongan 3A sudah sangat besar baik dibanding dgn PNS 
departemen lain, atau pun buruh yang cuma Rp 1 juta.

Biar pun digaji Rp 1 milyar per bulan, tapi sekali serakah tetap saja serakah. 
Kalau bisa dapat lebih kenapa harus ditolak? Begitu pikiran orang serakah dan 
koruptor.

Uang Pajak ada Rp 600 trilyun/tahun. Apa petugas pajak yang jumlahnya 32 ribu 
orang (kurang dari 0,015% rakyat Indonesia) harus digaji Rp 60 trilyun (10% 
pendapatan pajak) atau Rp 156 juta/bulan?

Kalau tidak mau dapat gaji Rp 12 juta, berhenti saja. Dijamin jika keluar, 
untuk 1 orang petugas pajak akan ada 100 orang jujur yang siap menggantikan.

Teman saya dengan gaji Rp 600 ribu/bulan, toh tetap saja bisa jujur meski 
sering bolak-balik mengantar dan mengambil uang sampai ratusan juta 
rupiah/bulan.

Bagi orang serakah, tidak ada gaji yang cukup besar. Selalu dirasa kurang dan 
tetap saja korup jika ada peluang.

Enak benar para pembayar pajak capek2 nyari uang hingga mengejar2 Bis, para 
petugas pajak dengan enaknya menghabiskan uang itu untuk rumah dan mobil mewah 
mereka. Harusnya uang itu untuk mensejahterakan rakyat. Bukan cuma petugas 
pajak.

--- In ekonomi-nasional@ yahoogroups. com, "Habibie Nugroho Wicaksono" 
 wrote:
>
> Kalau menurut saya, gaji 12 juta sebulan itu memang tidak cukup bagi pegawai 
> pajak. Jangan hanya dilihat 12 jutanya yang memang besar. Namun, lihat juga 
> tanggung jawabnya. Satu perusahaan besar saja bisa memiliki pajak sampai 
> puluhan sampai ratusan miliar. Kalau kemudian penghasilannya hanya 12 juta 
> sebulan, jelas sangat tidak imbang. Inilah yang akhirnya bisa membuat 
> seseorang tergoda untuk korupsi.
> Saran saya, lebih baik dibuat sistem insentif yang lebih rasional untuk PNS. 
> Saya beri contoh. Kalau untuk pegawai pajak ya misalnya sekitar 2-10 persen 
> dari besarnya pajak yang terutang. Angka itu kemudian dibagi dengan komposisi 
> tertentu untuk kepala kantor dan tim pemeriksa. Auditor pemerintah diberi 
> insentif 2-5 persen dari total anggaran di audit. Panitia pengadaan diberi 
> 2-8 persen dari pagu anggaran. Pegawai fungsional diberi insentif untuk tiap 
> pekerjaan yang diselesaikan.
> Memang, belanja gaji pegawai dalam APBN akan meningkat pesat. Namun, ini akan 
> menjadi insentif tak ternilai bagi peningkatan tata kelola pemerintahan kita. 
> Selama sistem penghasilan tidak proporsional, maka risiko penyimpangan akan 
> besar.
> Korupsi yang dilakukan seseorang, terkadang karena keterpaksaan, semisal 
> mendadak orang tua sakit, biaya sekolah anak mahal, yang membuat seseorang 
> korupsi. Mungkin, hanya sekali itu dia berniat korupsi. Namun, sekali 
> melakukan korupsi, maka orang itu akan terjebak ke dalam satu lingkaran 
> korupsi lainnya.
> Jadi, harus ada investasi pada sistem penggajian yang rasional. Masak ngurus 
> uang ratusan miliar digaji 12 juta. Dimana ilmunya tuh.
> Bahwa korupsi adalah salah. Yang penting saat ini, bagaimana agar ini tidak 
> terulang. Harus ada solusinya.
> 
> 
> Salam
> 
> Habibie Nugroho Wicaksono
> -Pesan Asli-
> Dari: rifky pradana
> Terkirim: 29/03/2010 00:45:35
> Subjek: [ekonomi-nasional] Nikmatnya jadi Pegawai Pajak...
> 
> 
> 
> Pegawai Negeri Sipil di Ditjen Pajak sepertinya memang enak.
> 
> Paling tidak dalam soal gajinya yang jauh lebih besar dibandingkan dengan 
> gajinya tentara (TNI) dan polisi (Polri) serta PNS di instansi lainnya yang 
> non instansi Depkeu (Departemen Keuangan).
> 
> PNS di Ditjen Pajak dengan golongan kepegawaian III-A saja gaji resmi 
> sebulannya sudah lebih dari Rp. 12 Juta. Suatu jumlah yang memang cukup 
> spektakuler untuk ukuran gaji TNI dan Polri serta PNS non Depkeu pada umumnya.
> 
> Apalagi jika Ga

[ekonomi-nasional] PUISI ORANG BIJAK

2010-03-30 Terurut Topik Satrio Yudo Pamungkas
PUISI ORANG BIJAK

ORANG BIJAK TAAT PAJAK,
WANITA BIJAK PILIH PEGAWAI PAJAK.
PESUGIHAN ORANG BIJAK, YA...KANTOR PAJAK
KARYAWAN PAJAK PALING BIJAK
KARNA DIA TAHU MAININ PAJAK

SALAM,






 



  






  Apakah saya bisa menurunkan berat badan? Temukan jawabannya di Yahoo! 
Answers!
http://id.answers.yahoo.com

[Non-text portions of this message have been removed]



Re: [ekonomi-nasional] Re: Nikmatnya jadi Pegawai Pajak.......

2010-03-30 Terurut Topik isa achmad
Saudaraku habibie,
Cara pandang anda sungguh tidak rasional. mengapa anda jadi pegawai kalau 
memang gaji anda tidak dapat menopang cara hidup andaapakah anda lebih suka 
besar pasak dari pada tiang...kalau gaji anda cuma 10 jt ya..gaya hidup anda 
harus menyesuaikan pendapatan anda. jangan mengikuti gaya hidup pengusaha kalau 
hal ini terjadi maka anda dan keluarga akan terjerumus kejurang NISTA...lalu 
kalau semua pegawai berpola seperti GAYUS maka siap2 saja tatanan moral kita 
akan segera RUNTUH...

Yang terpenting kita harus sadar akan profesi kita..mencari tambahan 
penghasilkan sangat tidak dilarang..tapi menambah penghasilan dengan cara yg 
tidak wajar tentu sangat tidak waras dan melanggar semua norma yg ada...
Wallahualam
IA

 




From: Nizami 
To: ekonomi-nasional@yahoogroups.com
Sent: Tue, March 30, 2010 8:25:29 AM
Subject: [ekonomi-nasional] Re: Nikmatnya jadi Pegawai Pajak...

  
Rp 12 juta itu untuk golongan 3A sudah sangat besar baik dibanding dgn PNS 
departemen lain, atau pun buruh yang cuma Rp 1 juta.

Biar pun digaji Rp 1 milyar per bulan, tapi sekali serakah tetap saja serakah. 
Kalau bisa dapat lebih kenapa harus ditolak? Begitu pikiran orang serakah dan 
koruptor.

Uang Pajak ada Rp 600 trilyun/tahun. Apa petugas pajak yang jumlahnya 32 ribu 
orang (kurang dari 0,015% rakyat Indonesia) harus digaji Rp 60 trilyun (10% 
pendapatan pajak) atau Rp 156 juta/bulan?

Kalau tidak mau dapat gaji Rp 12 juta, berhenti saja. Dijamin jika keluar, 
untuk 1 orang petugas pajak akan ada 100 orang jujur yang siap menggantikan.

Teman saya dengan gaji Rp 600 ribu/bulan, toh tetap saja bisa jujur meski 
sering bolak-balik mengantar dan mengambil uang sampai ratusan juta 
rupiah/bulan.

Bagi orang serakah, tidak ada gaji yang cukup besar. Selalu dirasa kurang dan 
tetap saja korup jika ada peluang.

Enak benar para pembayar pajak capek2 nyari uang hingga mengejar2 Bis, para 
petugas pajak dengan enaknya menghabiskan uang itu untuk rumah dan mobil mewah 
mereka. Harusnya uang itu untuk mensejahterakan rakyat. Bukan cuma petugas 
pajak.

--- In ekonomi-nasional@ yahoogroups. com, "Habibie Nugroho Wicaksono" 
 wrote:
>
> Kalau menurut saya, gaji 12 juta sebulan itu memang tidak cukup bagi pegawai 
> pajak. Jangan hanya dilihat 12 jutanya yang memang besar. Namun, lihat juga 
> tanggung jawabnya. Satu perusahaan besar saja bisa memiliki pajak sampai 
> puluhan sampai ratusan miliar. Kalau kemudian penghasilannya hanya 12 juta 
> sebulan, jelas sangat tidak imbang. Inilah yang akhirnya bisa membuat 
> seseorang tergoda untuk korupsi.
> Saran saya, lebih baik dibuat sistem insentif yang lebih rasional untuk PNS. 
> Saya beri contoh. Kalau untuk pegawai pajak ya misalnya sekitar 2-10 persen 
> dari besarnya pajak yang terutang. Angka itu kemudian dibagi dengan komposisi 
> tertentu untuk kepala kantor dan tim pemeriksa. Auditor pemerintah diberi 
> insentif 2-5 persen dari total anggaran di audit. Panitia pengadaan diberi 
> 2-8 persen dari pagu anggaran. Pegawai fungsional diberi insentif untuk tiap 
> pekerjaan yang diselesaikan.
> Memang, belanja gaji pegawai dalam APBN akan meningkat pesat. Namun, ini akan 
> menjadi insentif tak ternilai bagi peningkatan tata kelola pemerintahan kita. 
> Selama sistem penghasilan tidak proporsional, maka risiko penyimpangan akan 
> besar.
> Korupsi yang dilakukan seseorang, terkadang karena keterpaksaan, semisal 
> mendadak orang tua sakit, biaya sekolah anak mahal, yang membuat seseorang 
> korupsi. Mungkin, hanya sekali itu dia berniat korupsi. Namun, sekali 
> melakukan korupsi, maka orang itu akan terjebak ke dalam satu lingkaran 
> korupsi lainnya.
> Jadi, harus ada investasi pada sistem penggajian yang rasional. Masak ngurus 
> uang ratusan miliar digaji 12 juta. Dimana ilmunya tuh.
> Bahwa korupsi adalah salah. Yang penting saat ini, bagaimana agar ini tidak 
> terulang. Harus ada solusinya.
> 
> 
> Salam
> 
> Habibie Nugroho Wicaksono
> -Pesan Asli-
> Dari: rifky pradana
> Terkirim: 29/03/2010 00:45:35
> Subjek: [ekonomi-nasional] Nikmatnya jadi Pegawai Pajak...
> 
> 
> 
> Pegawai Negeri Sipil di Ditjen Pajak sepertinya memang enak.
> 
> Paling tidak dalam soal gajinya yang jauh lebih besar dibandingkan dengan 
> gajinya tentara (TNI) dan polisi (Polri) serta PNS di instansi lainnya yang 
> non instansi Depkeu (Departemen Keuangan).
> 
> PNS di Ditjen Pajak dengan golongan kepegawaian III-A saja gaji resmi 
> sebulannya sudah lebih dari Rp. 12 Juta. Suatu jumlah yang memang cukup 
> spektakuler untuk ukuran gaji TNI dan Polri serta PNS non Depkeu pada umumnya.
> 
> Apalagi jika Gaji yang Rp. 12 Juta itu dibandingkan dengan UMR (Upah Minimum 
> Regional) para buruh yang tak lebih dari Rp. 1 Juta saja.
> 
> 
> Pegawai Negeri Sipil di Ditjen Pajak memang nikmat.
> 
> Paling tidak jika ditilik dari taraf dan tingkat kehidupannya Gayus Halomoan 
> Tambunan, seorang PNS di Ditjen Pajak dengan golongan kepegawaian III-