[ekonomi-nasional] Pidato Politik KP-PRP dalam rangka HUT RI ke-65

2010-08-18 Terurut Topik KP-PRP





 





Pidato Politik
Pimpinan
Komite Pusat Perhimpunan Rakyat Pekerja

Nomor:
266/PI/KP-PRP/e/VIII/10

(Disampaikan
pada saat HUT RI ke-65, 17 Agustus 2010)










“5
Setan Dunia Musuh Demokrasi Rakyat Pekerja”






Mari
Kibarkan Panji-panji Perang, Lawan Sampai Menang!










Jakarta,
17 Agustus 2010





Terbanglah
garudaku,
Singkirkanlah
kutu-kutu di sayapmu,
Berkibarlah
benderaku,
Jangan
ragu dan jangan malu,
Bahwa
sesungguhnya kita mampu
(“Bangunlah
Putra-putri Pertiwi”, Iwan
Fals)




Kawan-kawan
seperjuangan,
Hari
ini kita mengenang kembali Proklamasi Kemerdekaan RI dalam umur 65
tahun. Waktu melangkah terus, bangsa Indonesia masih jatuh bangun
dalam membangun demokrasi. Model demokrasi seperti apa yang dicari
oleh Indonesia? Jika menurut konsepsi umum, Indonesia pernah
bereksperimen dengan demokrasi parlementer/liberal (1950-1959),
demokrasi terpimpin (1959-1966), dan demokrasi Pancasila di bawah
Jenderal Soeharto (1966-1998). Kemudian, pada saat ini di bawah
Jenderal SBY-Boediono, Indonesia melangkah pada model demokrasi yang
menggunakan pemilihan langsung presiden, gubernur, bupati, dan
walikota sebagai mekanisme yang disebut demokratis. Namun, eksperimen
model demokrasi selama eksistensi kemerdekaan Indonesia ada, seperti
bangunan tanpa fondasi yang ambruk disikat gempa tanpa meninggalkan
internalisasi pengetahuan dan tradisi yang demokratis.
Sebagai
rakyat pekerja yang setia membayar pajak negara, pada kesempatan ini,
mari kita blejeti model-model demokrasi —yang telah disebutkan itu—
yang dicangkokkan di negeri ini sejak 17 Agustus 1945, yang terbukti
mengalienasikan (mengasingkan) rakyat pekerja dengan relasi-relasi
sosial-budayanya terhadap kontrol ekonomi-politik negara.




Kawan-kawan
seperjuangan,
Mengapa
eksperimen demokrasi dalam sejarah Indonesia merdeka tak
menginternalisasikan suatu pengetahuan dan tradisi, baik dalam
tatanan pemerintahan maupun relasi dalam berkehidupan bersama sebagai
rakyat Indonesia? Mengapa makin lama rakyat pekerja makin merasa tak
betah hidup di tanah air sendiri sebagai satu ikatan bangsa yang
multi-etnik dan multi-agama, yang di dalamnya terdapat relasi sosial
oleh karena perbedaan gender maupun perbedaan kelas? Mengapa rakyat
pekerja teralienasi dari model-model demokrasi yang pernah dilahirkan
maupun yang sedang dipraktekkan, selama 65 tahun Indonesia merdeka?
Jawabannya hanya satu kalimat: Karena konsepsi demokrasi kita
merupakan musyawarah mufakat dengan “5 Setan Dunia”, untuk
menyingkirkan, mengucilkan, “membunuh” rakyat pekerja dari
kehidupannya yang layak. Siapa “5 Setan Dunia” itu? Ialah
Neoliberalisme, Kolonialisme, Imperialisme, Patriarkisme, dan
Fundamentalisme (NEKOLIMPATFU).




Kawan-kawan
seperjuangan,

Secara kesejarahan, Indonesia adalah negara bangsa yang lahir dari
kolonialisme. Kolonialisme telah menjajah sekitar 4 abad lamanya dan
berganti-ganti alih kekuasaan dari VOC (perusahaan multinasional
pertama di dunia), Hindia Belanda, Inggris, Jepang, sampai kemudian
Indonesia mempunyai peluang mendeklarasikan kemerdekaannya di tengah
kecamuk Perang Dunia II. Secara formal Soekarno-Hatta —atas desakan
pemuda revolusioner— mendeklarasikan kemerdekaan Indonesia pada 17
Agustus 1945, tetapi masyarakat internasional baru mengakuinya pada
1949. Sedangkan dari perspektif Belanda, baru mengakui kedaulatan
kemerdekaan Indonesia pada Oktober 2005. Ini artinya apa? Dari aspek
ekonomi, kepentingan Belanda menjajah Indonesia pada mulanya bukan
untuk kepentingan politik dan militer, melainkan untuk kepentingan
dagang (bisnis). VOC bukan sama dengan pemerintah Belanda, melainkan
konsorsium 6 kamar dagang (investasi) di Belanda. Sehingga
kolonialisme di Indonesia berwatak mencari peruntungan dagang dengan
memonopoli komoditi hasil bumi sejak rempah-rempah, kayu cendana,
beras, kopi, tembakau hingga tambang, laut, hutan, dan lain-lain.
Maka terang sudah, disain kolonisasi atas Indonesia hanya menjadikan
negeri ini sebagai sumber bahan baku sekaligus pasar   
—sebagai teritorial untuk memutar kapital modal internasional.
Kemerdekaan
yang dideklarasikan pada saat itu merupakan gagasan, agar Indonesia
tidak lagi menjadi sumber bahan baku dan pasar bagi kepentingan
korporasi perusahaan internasional. Syaratnya, secara domestik harus
berdikari untuk mengurus dirinya sendiri dari campur tangan kekuatan
korporasi modal internasional yang kemudian disebut kaum imperialis.
Secara politik, berarti Indonesia harus menciptakan demokrasi yang
memberikan kedaualtan kepada rakyat pekerja untuk menentukan sendiri
bentuk struktur ekonominya yang tak berwatak kolonial. 

Tetapi,
rupanya tak semudah Soekarno membaca teks proklamasi di Lapangan
Ikada pada 17 Agustus 1945. Sebab, tak lama sesudah itu, pemerintah
Indonesia yang merdeka mengadakan transaksi utang kepada imperialisme
—karena sebuah kenyataan penguasaan modal terpusat di tangan
imperialis, dan Indonesia berada dalam

[ekonomi-nasional] Pernyataan Sikap PRP Mengutuk Serangan Israel terhadap Freedom Flotilla

2010-06-02 Terurut Topik KP-PRP








PERNYATAAN
SIKAP

PERHIMPUNAN
RAKYAT PEKERJA

Nomor:
241/PS/KP-PRP/e/VI/10











Hentikan
kekerasan!

Lawan
zionisme dan imperialisme!





Perhimpunan
Rakyat Pekerja mengutuk serangan brutal Zionist Israel terhadap bala
bantuan kemanusiaan, yang dikenal dengan Freedom Flotilla. Bala
bantuan kemanusiaan tersebut terdiri dari 6 buah kapal yang membawa
10.000 ton bantuan kemanusiaan. Rencananya bantuan kemanusiaan
tersebut akan dibawa ke Gaza yang sejak tahun 2007 telah diblokade
oleh Zionist Israel. Blokade tersebut telah mengakibatkan sekitar 1,5
juta rakyat Palestina di Gaza hidup dalam kesengsaraan. Didalam kapal
bala bantuan tersebut juga terdapat belasan wartawan dan relawan
kemanusiaan yang berasal dari Indonesia. Serangan itu sendiri telah
mengakibatkan belasan orang meninggal dunia dan puluhan lainnya
terluka. Israel juga akan memenjarakan relawan-relawan lainnya. 


Kejahatan
kemanusiaan ini, memperpanjang daftar kejahatan kemanusiaan yang
telah dilakukan oleh Zionist Israel. Kejahatan kemanusiaan yang
sampai sekarang belum pernah dipertanggung jawabkan oleh Zionist
Israel. Ini tidak terlepas karena besarnya dukungan Rejim berkuasa di
Amerika Serikat, bahkan oleh Obama yang baru saja menerima hadiah
Nobel. Dukungan ini jelas sekali terlihat dalam bentuk veto AS
terhadap semua resolusi Dewan Keamanan PBB yang merugikan Israel.
Ataupun pelanggaran Resolusi PBB oleh Israel yang dengan mudah
diabaikan. Dukungan AS tersebut juga berupa bantuan sebesar 3 miliar
US dollar pertahun sejak tahun 1985. Belum termasuk bantuan militer
sebesar miliaran US dollar pertahun yang diberikan oleh AS. 


Sementara
Rejim SBY-Budiono tidak jauh berbeda dengan juga bersedia menerima
bantuan militer dari AS. Termasuk rencana terakhir, saat Obama akan
berkunjung ke Indonesia, adalah menaktifkan kembali kerjasama militer
AS dengan Kopassus. Bagaimanapun penindasan yang dialami oleh Rakyat
Palestina, belum pernah ada tindakan tegas yang keluar dari Rejim
SBY-Budiono terhadap Israel maupun Amerika Serikat. Mereka lebih asik
membangun citra dengan pernyataan sikap. Tapi tidak pernah
menggunakan kekuasaan politiknya untuk benar-benar mendukung
pembebasan Rakyat Palestina. 


Oleh
karena itu Perhimpunan Rakyat Pekerja menuntut: 

Dihentikannya
blokade terhadap Rakyat Palestina di Gaza 

Pembebasan
terhadap seluruh relawan dan wartawan yang berada dalam armada
Freedom Flotilla 

Obama
menghentikan dukungan militer dan diplomatik yang diberikan oleh
Amerika Serikat kepada Zionist Israel. 

SBY-Boediono
harus menuntut agar PBB menyeret Zionist Israel ke Pengadilan HAM
Internasional karena kejahatan perang dan kemanusiaan. 

Mendukung
dan menyerukannya pembangunan solidaritas internasional untuk
melawan Rejim Zionist Israel dan Imperialis Amerika Serikat. 



Perhimpunan
Rakyat Pekerja menyampaikan solidaritasnya kepada Rakyat Palestina.
Serta menegaskan komitment kami untuk membangun solidaritas
internasional dan mendukung kemerdekaan sejati bagi rakyat Palestina.



















Jakarta,
1 Juni 2010
Komite
Pusat
Perhimpunan
Rakyat Pekerja
(KP-PRP)




Ketua
Nasional


Sekretaris
Jenderal







ttd.
(Anwar
Ma'ruf)





ttd.
(Rendro
Prayogo)










filtered {margin:0.79in;}P {margin-bottom:0.08in;}-->___*___Sosialisme 
Jalan Sejati Pembebasan Rakyat Pekerja!
Sosialisme Solusi Bagi Krisis Kapitalisme Global!
Bersatu Bangun Partai  Kelas Pekerja!

Komite Pusat
Perhimpunan Rakyat Pekerja
(KP PRP)
JL Cikoko Barat IV No. 13 RT 04/RW 05, Pancoran, Jakarta Selatan 12770 
Phone/Fax: (021) 798-2566
Email: komite.pu...@prp-indonesia.org / prppu...@yahoo.com
Website: www.prp-indonesia.org





[Non-text portions of this message have been removed]



[ekonomi-nasional] Pernyataan Sikap PRP Menuntut Pembebasan 13 Aktifis Talaga Raya

2010-05-19 Terurut Topik KP-PRP



PERNYATAAN
SIKAP

PERHIMPUNAN
RAKYAT PEKERJA

Nomor:
236/PS/KP-PRP/e/V/10






Bebaskan
13 aktifis dan warga Talaga Raya yang ditangkap!

Rezim
neoliberal semakin represif kepada rakyat!






Salam
rakyat pekerja,

Represifitas
rezim neoliberal dan mengkriminalisasi rakyat, melalui aparat
kepolisian, akhirnya kembali dilakukan. Sebanyak 13 orang aktifis dan
warga di Kecamatan Talaga Raya, Kabupaten Buton, Sulawesi Tenggara,
ditangkap oleh aparat kepolisian pada tanggal 16 Mei 2010.
Penangkapan tersebut akibat kerusuhan yang terjadi sebelumnya. Warga
Talaga Raya berhasil menduduki dan melakukan penyegelan terhadap
kantor PT Arga Morini Indah (AMI), perusahaan nikel yang kabarnya di
bawah Trans-Asia, milik Roman Abramovich.

Pendudukan
dan penyegelan tersebut akhirnya berlangsung ricuh karena warga
Talaga Raya menghadapi preman-preman bersenjata yang dibayar oleh PT
Arga Morini Indah (AMI). Pendudukan dan penyegelan PT Arga Morini
Indah (AMI) dilatarbelakangi oleh mangkirnya PT AMI dari
kesepakatannya dengan warga. Pada tahun 2009 lalu, PT AMI membuat
kesepakatan ganti rugi lahan dan tanaman milik warga. Kesepakatan
ganti rugi ini muncul karena keberadaan PT AMI telah merusak ekologi
sekitar pertambangan dan membuat tambak rumput laut milik warga
rusak. Hal ini diakibatkan karena semenjak keberadaan PT AMI, air
laut berubah menjadi kuning karena eksplorasi penambangan yang
dilakukan oleh PT AMI.

Dalam
kesepakatan tersebut tertera, bahwa PT AMI harus mengganti rugi lahan
dan tanaman milik warga. Untuk tanaman, PT AMI bersedia untuk
membayar Rp 7.000/meter, sedangkan tanaman milik warga diganti rugi
sebesar Rp 500.000/pohon. Namun dalam perjalanannya, kesepakatan ini
kemudian dirubah secara sepihak oleh Pemda Buton, dari Rp 7.000/meter
menjadi Rp 1.000/meter, sementara ganti rugi pohon turun setengahnya,
yaitu Rp 250.000/meter. Bahkan ganti rugi ini hendak disubsitusi oleh
Pemda Buton dengan beras raskin dan pembebasan retribusi lahan selama
setahun. Jelas sekali, bahwa Pemda Buton sangat berpihak kepada
pemilik modal, dalam hal ini PT AMI. Padahal jelas-jelas, PT AMI
telah merusak ekologi sekitar penambangan dan merusak tanaman warga.

Karena
masalah tersebut, warga kemudian melakukan pendudukan dan penyegelan
PT AMI. Selain itu, warga juga memblokir dermaga pengapalan nikel PT
AMI. Pemboikotan terhadap aktivitas PT AMI sebenarnya juga pernah
dilakukan oleh warga pada tahun 2009. Dengan kata lain, mangkirnya PT
AMI dari kesepakatan yang telah dibuat, telah berkali-kali dilakukan.
Namun PT AMI selalu saja didukung oleh Pemda Buton dan malah menuding
warga sebagai penghuni ilegal. Ini jelas merupakan bentuk
persengkokolan antara pemilik modal dengan aparat birokrasi
pemerintahan yang ingin memiskinkan rakyat. Demi keuntungan pemilik
modal, aparat birokrasi pemerintahan rela untuk menjerumuskan
rakyatnya ke jurang kemiskinan.

Dalam
bentrokan antara warga dengan preman-preman bersenjata yang dibayar
oleh PT AMI, pihak kepolisian juga tidak berbuat apapun. Malah dengan
penangkapan terhadap 13 aktifis dan warga Talaga Raya, semakin
menunjukkan bahwa aparat kepolisian juga bersekongkol dengan pemilik
modal. Sementara rakyat telah kehilangan mata pencahariannya sebagai
nelayan dan petani. Selain itu rakyat juga dirugikan karena tambak
rumput laut milik mereka telah rusak akibat penambangan nikel PT AMI.
Bahkan ganti rugi yang telah disepakati sebelumnya tidak pernah
dibayarkan oleh PT AMI.

Inilah
salah satu fakta, bahwa rezim neoliberal tidak akan pernah peduli
dengan nasib rakyatnya. Rezim neoliberal hanya akan peduli dengan
kepentingan para pemilik modal. Inilah kekuatan para penguasa yang
mengagung-agungkan Neoliberalisme, demi kepentingan para pemilik
modal.

Maka
dari itu, kami dari Perhimpunan Rakyat Pekerja menyatakan sikap:

Bebaskan
13 aktivis dan warga Talaga Raya yang ditangkap oleh aparat
kepolisian 

Bangun
persatuan dan wadah politik alternatif bagi seluruh rakyat pekerja
di Indonesia, untuk melawan neoliberalisme 

Neoliberalisme
telah gagal untuk mensejahterakan rakyat, dan hanya dengan
SOSIALISME lah maka rakyat akan sejahtera. 










Jakarta,
19 Mei 2010
Komite
Pusat
Perhimpunan
Rakyat Pekerja
(KP-PRP)




Ketua
Nasional


Sekretaris
Jenderal

[ekonomi-nasional] Pernyataan Sikap PRP Menolak Korupsi HAM

2010-05-17 Terurut Topik KP-PRP








PERNYATAAN
SOLIDARITAS

PERHIMPUNAN
RAKYAT PEKERJA

Nomor:
235/PS/KP-PRP/e/V/10










Tolak
Korupsi Hak Asasi Manusia!

Hak
Pemulihan untuk korban adalah tanggung jawab negara!






Salam
rakyat pekerja,

Pada
tanggal 12 Mei 2010, Menteri Hukum dan HAM, Patrialis Akbar
menyatakan pengusutan terhadap kasus orang hilang (penghilangan
paksa) akan memunculkan kegaduhan politik. Bersamaan dengan itu, di
hari yang sama, korban dan keluarga korban pelanggaran HAM sedang
memperingati peristiwa penembakan 4 mahasiswa Universitas Trisakti,
Jakarta pada tanggal 12 Mei 1998. Seakan-akan pernyataan tersebut
memupuskan harapan para korban dan keluarga korban pelanggaran HAM,
khususnya keluarga korban penghilangan paksa, untuk mencari keadilan.
Pernyataan Menteri Hukum dan HAM pun dapat diartikan bahwa setiap
pengungkapan kebenaran terhadap kasus-kasus pelanggaran HAM masa lalu
hanya akan membuat negara kita tidak stabil, sehingga sebaiknya
dilupakan saja.

Pernyataan
lanjut dari Menteri Hukum dan HAM, Patrialis Akbar, mengungkapkan
bahwa keluarga korban penghilangan paksa akan mendapatkan kesempatan
seluas-luasnya untuk bekerja di Kementerian Hukum dan HAM. Bagi
Patrialis Akbar, pemberian pekerjaan kepada keluarga korban
penghilangan paksa tersebut merupakan bentuk kompensasi kepada
keluarga korban penghilangan paksa.

Pemenuhan
hak pemulihan dan pengusutan akan suatu kasus pelanggaran HAM masa
lalu jelas merupakan tanggung jawab negara. Namun dari kedua
pernyataan Menteri Hukum dan HAM tersebut, terlihat bahwa pemberian
pekerjaan kepada keluarga korban seperti sebuah “sogokan” dari
rezim neoliberal, melalui Menteri Hukum dan HAM, kepada para keluarga
korban pelanggaran HAM. “Sogokan” tersebut dimaksudkan agar para
keluarga korban pelanggaran HAM tidak selalu menuntut kepada rezim
Neoliberal akan keadilan dan pemenuhan hak pemulihan. Inilah korupsi
terhadap hak asasi manusia yang dilakukan oleh rezim Neoliberal
kepada para korban dan keluarga korban pelanggaran HAM.

Hak
pemulihan terhadap korban dan keluarga korban pelanggaran HAM
merupakan salah satu tanggung jawab yang harus segera direalisasikan
oleh negara. Namun bentuk yang ditawarkan oleh rezim Neoliberal
mengenai “kompensasi”pemberian pekerjaan kepada keluarga korban
penghilangan paksa, tetapi melupakan proses pengusutan kasus tersebut
merupakan salah besar. Ini merupakan upaya dari rezim neoliberal
untuk “lari” dari tanggung jawabnya kepada korban dan keluarga
korban pelanggaran HAM. Pemberian hak pemulihan kepada korban dan
keluarga korban pelanggaran HAM tidak boleh melupakan proses
pengusutan terhadap kasus pelanggaran HAM masa lalu.

Dengan
memberikan kompensasi pekerjaan kepada para keluarga korban
penghilangan paksa tanpa pengusutan kasus tersebut, jelas tidak akan
membuat efek jera kepada para pelakunya. Hal ini artinya ada
kemungkinan kasus-kasus pelanggaran HAM akan terus terjadi di masa
mendatang seperti halnya kasus-kasus pelanggaran HAM masa lalu. Jika
pelanggaran-pelanggaran HAM terus berlangsung, maka pelanggaran HAM
tersebut bisa terjadi kapan saja, dimana saja, dan kepada siapa saja.
Solusi yang diberikan oleh rezim Neoliberal untuk menangani
kasus-kasus pelanggaran HAM di masa mendatang, bisa jadi hanya akan
memberikan “pekerjaan” kepada keluarga korban pelanggaran HAM.

Untuk
menjalankan atau mensukseskan agenda-agenda Neoliberalisme di
Indonesia pada masa Orde Baru, memang membutuhkan suatu “kepatuhan”
dari rakyatnya. Untuk itu negara memberikan jaminan keamanan untuk
berinvestasi bagi para pemilik modal. Jaminan akan keamanan untuk
berinvestasi tersebut akhirnya yang memunculkan
pelanggaran-pelanggaran HAM masa lalu, ketika rakyat berupaya menolak
penindasan yang dilakukan oleh para pemilik modal.

Jelas
lah, bahwa neoliberalisme bukan hanya akan menyengsarakan rakyat
Indonesia, namun juga akan membuat rakyat Indonesia menjadi korban
dan keluarga korban pelanggaran HAM di negerinya sendiri. Rezim
Neoliberal juga berupaya untuk melindungi para pelanggar HAM, bahkan
para pelanggar HAM masa lalu telah mendapatkan posisi yang sangat
strategis di kancah perpolitikan Indonesia, baik menjadi pejabat
birokrasi di pemerintahan maupun menjadi pemimpin partai politik.
Inilah wajah rezim Neoliberal yang selalu berupaya melindungi para
pemilik modal, para pelanggar HAM, dan para koruptor.

Untuk
itu, kami dari Perhimpunan Rakyat Pekerja menyatakan sikap:
Tolak
Korupsi Hak Asasi Manusia yang ditawarkan oleh Rezim Neoliberal.


Bangun
kekuatan korban dan keluarga korban pelanggaran HAM, bersama-sama
kekuatan rakyat yang lainnya untuk melawan neoliberalisme. 

Neoliberalisme
hanya akan menyengsarakan rakyat dan membuat rakyat menjadi korban
pelanggaran HAM, dan hanya dengan SOSIALISME lah rakyat akan
sejahtera

[ekonomi-nasional] Pernyataan Sikap PRP mendukung pemogokan kaum buruh

2010-05-07 Terurut Topik KP-PRP
PERNYATAAN SOLIDARITAS
PERHIMPUNAN RAKYAT PEKERJA
Nomor: 232/PS/KP-PRP/e/V/10
 
 
Pemogokan merupakan senjata kaum buruh!
Hapus Sistem Kerja Kontrak dan Outsourcing!
 
Salam rakyat pekerja,
Beberapa hari ini, kita sering mendengar berita pemogokan yang dilakukan oleh 
buruh-buruh di Indonesia. Yang paling santer terdengar adalah pemogokan buruh 
di Teriminal Peti Kemas (TPK Koja) dan PT Pertamina UP VI Balongan. Kedua 
pemogokan buruh tersebut dipicu oleh permasalahan yang sama, yaitu tertindasnya 
hak-hak buruh dalam hubungan industrial di Indonesia. Inilah dampak dari 
penerapan sistem neoliberalisme di Indonesia.
Beberapa hari lalu, kawan-kawan Serikat Pekerja Terminal Peti Kemas Koja (SP 
TPK Koja) melakukan aksi pemogokan selama 3 hari, dimulai dari tanggal 1-3 Mei 
2010. Aksi mogok kerja ini dipicu karena status perusahaan TPK Koja yang hingga 
saat ini masih Kerjasama Operasional (KSO). Hal ini menyebabkan nasib 
buruh-buruh terminal peti kemas Koja tidak menentu.
Namun dari aksi pemogokan SP TPK Koja tersebut ditanggapi negatif oleh rezim 
neoliberal. Bagi rezim neoliberal, pemogokan yang dilakukan SP TPK Koja selama 
3 hari tersebut, telah merugikan perekonomian nasional sebesar Rp 3 miliar. 
Rezim neoliberal menyayangkan pemogokan tersebut karena telah merugikan para 
pemilik modal. Inilah yang dipikirkan oleh rezim Neoliberal selama ini. Mereka 
hanya mementingkan kepentingan para pemilik modal tanpa memikirkan nasib para 
buruhnya. Jelas, bahwa kerugian yang dinyatakan oleh rezm neoliberal tidak 
sebanding dengan penderitaan dan ketertindasan yang dialami oleh para buruh 
selama bertahun-tahun.
Begitu juga yang dilakukan oleh Serikat Buruh Indramayu (SBI), yang merupakan 
anggota Konfederasi Kongres Aliansi Serikat Buruh Indonesia (KASBI). Mereka 
saat ini tengah melakukan aksi pemogokan di PT Pertamina (Persero) UP VI 
Balongan. Aksi pemogokan tersebut dipicu karena hingga saat ini PT Pertamina 
(Persero) UP VI Balongan tidak pernah menyesuaikan Upah Minimum Sektoral di 
Migas (UMS Migas). Padahal UMS Migas telah ditetapkan untuk tahun 2010 oleh 
Gubernur Provinsi Jawa Barat, dan penetapan tersebut merupakan rekomendasi dari 
Dewan Pengupahan Daerah dan bupati masing-masing kota/kabupaten. Namun, UMS 
Migas tidak pernah diterapkan di wilayah Indramayu, sementara kota/kabupaten 
lainnya, seperti Bekasi dan Sukabumi, telah menerapkan ketetapan Gubernur 
tersebut.
Berkali-kali SBI-KASBI telah berupaya berunding dengan pihak PT Pertamina UP VI 
Balongan, namun yang didapat hanyalah janji-janji yang hingga kini tidak pernah 
direalisasikan. Kehidupan buruh-buruh di PT Pertamina (Persero) UP VI Balogan 
juga diperparah dengan sistem kerja kontrak dan outsourcing. Hal ini 
menyebabkan tidak adanya kepastian kerja bagi para buruh tersebut.
Pemogokan selama ini dianggap hanya akan merugikan perekonomian nasional oleh 
rezim neoliberal. Namun rezim neoliberal tidak pernah menyebutkan berapa 
kerugian yang telah diderita oleh para buruh-buruh di Indonesia akibat sistem 
kerja kontrak/outsourcing serta penindasan yang dilakukan oleh para pemilik 
modal kepada para buruhnya. Upaya penindasan terhadap buruh tersebut juga 
didukung selama ini oleh rejim Neoliberal dengan memberlakukan aturan-aturan 
ketenagakerjaan yang menindas serta membiarkan penindasan tersebut berlangsung 
terus menerus. Praktek dari sistem Neoliberalisme memang selalu hanya ingin 
menguntungkan para pemilik modal dan selalu menindas para buruh.
Maka dari itu, kami dari Perhimpunan Rakyat Pekerja menyatakan sikap:

Mogok kerja adalah hak kaum buruh, dimana merupakan senjata buruh dalam 
berhadapan dengan pemilik modal maupun rezim neoliberal. Untuk itu, kami 
mendukung sepenuhnya aksi-aksi mogok kerja yang dilakukan oleh kaum buruh di 
Indonesia, termasuk pemogokan yang dilakukan oleh SP TPK Koja dan SBI-KASBI.
Sistem kerja kontrak dan outsourcing  telah nyata terbukti hanya menyengsarakan 
kaum buruh di Indonesia. Praktik neoliberalisme dalam bidang ketenagakerjaan 
ini telah membuat kaum buruh berada dalam jurang kemiskinan dan ketidakpastian 
kerja, serta mendapatkan upah murah.
Bangun kekuatan politik alternatif dari gerakan rakyat pekerja untuk melawan 
praktek neoliberalisme di Indonesia.
Neoliberalisme-kapitalisme telah gagal untuk mensejahterakan rakyat, dan hanya 
dengan SOSIALISME lah maka rakyat akan sejahtera.
 
Buruh Berkuasa, Rakyat Sejahtera !!!
 
Jakarta, 6 Mei 2010
Komite Pusat Perhimpunan Rakyat Pekerja
 
Ketua 
Nasional    
   Sekretaris Jenderal
 
Anwar 
Maruf  
 Rendro Prayogo



filtered {margin:0.79in;}P {margin-bottom:0.08in;}-->

___*___
Sosialisme Jalan Sejati Pembebasan Rakyat Pekerja!
Sosialisme Solusi Bagi Krisis Kapitalisme Global!
Bersatu Bangun Partai  Kelas Peke

[ekonomi-nasional] Pernyataan Sikap PRP: Neoliberalisme telah gagal mensejahterakan rakyat

2010-04-23 Terurut Topik KP-PRP












PERNYATAAN
SIKAP

PERHIMPUNAN
RAKYAT PEKERJA

Nomor:
228/PS/KP-PRP/e/IV/10






Neoliberalisme
telah gagal mensejahterakan rakyat!

Buruh
Berkuasa, Rakyat Sejahtera!





Salam
rakyat pekerja,

Sudah
hampir 12 tahun transisi demokrasi, dari Orde Baru ke Orde Reformasi,
telah berjalan. Tumbangnya diktator Soeharto yang berkuasa selama 32
tahun, tadinya diharapkan dapat mensejahterakan kehidupan rakyat
Indonesia. Namun kenyataannya, Orde Reformasi yang saat ini berjalan
tak ubahnya seperti masa kekuasaan Orde Baru yang memberangus
kehidupan demokrasi rakyat. Kesejahteraan pun semakin jauh dari
jangkauan rakyat, karena rezim yang berkuasa menerapkan kebijakan
neoliberalisme.
Ketertundukan
pemerintah Indonesia terhadap neoliberalisme ditunjukkan dengan
kebijakan-kebijakannya yang semakin menyengsarakan rakyat. Krisis
ekonomi yang melanda Indonesia pada akhir tahun 2009, dan belum usai
hingga saat ini, kenyataannya menelurkan solusi yang tidak pernah
dapat dirasakan oleh rakyat Indonesia. Lihat saja hasil rekomendasi
National Summit yang
dilakukan oleh rezim ini pada bulan Oktober 2009, kenyataannya
hanyalah menguntungkan para pemilik modal. Percepatan pembangunan
infrastruktur yang dihasilkan dari pertemuan para penguasa negeri ini
hanya akan menyengsarakan rakyat. Konsekuensi dari percepatan
pembangunan infrastruktur tersebut hanya akan menggusur lahan-lahan
rakyat karena kebutuhan lahan bagi pembangunan infrastruktur.

Kerusuhan
Koja, Tanjung Priok yang terjadi baru-baru ini menjelaskan, bahwa
penggusuran yang dilakukan oleh rezim neoliberal hanya untuk
kepentingan para pemilik modal. Dampak dari kerusuhan tersebut adalah
jatuhnya korban jiwa akibat berseterunya sesama rakyat pekerja (warga
versus Satpol PP). 


Belum
lagi ketika kita melihat kebijakan-kebijakan yang diterapkan di
perburuhan. Sistem kerja kontrak dan outsourcing menjadi salah
satu andalan bagi para pemilik modal untuk mengeruk keuntungan
sebesar-besarnya. Kebijakan sistem kerja kontrak dan outsourcing
yang dimunculkan oleh pemerintah tentunya menjelaskan bahwa rezim ini
merupakan rezim neoliberal, yang tidak peduli terhadap nasib
rakyatnya. Belum ditambah dengan penerapan upah murah bagi
buruh-buruh di pabrik sementara rezim neoliberal memberikan
kenyamanan bagi para pemilik modal.

Untuk
kesejahteraan rakyat pun dapat dilihat bahwa rezim neoliberal
berupaya menunda-nunda atau bisa dikatakan berupaya untuk tidak
memberikan kepada rakyat Indonesia. Lihat saja berlarut-larutnya
proses pengesahan RUU Badan Pelaksana Jaminan Sosial (BPJS). Sudah
seharusnya lah yang namanya sistem jaminan sosial tidak dianggap
sebagai urusan usaha bisnis atau upaya mengeruk keuntungan.
Dibentuknya sebuah sistem jaminan sosial justru menjadi jawaban atas
kegagalan usaha bisnis mewujudkan keadilan sosial sekaligus kepastian
perlindungan yang berkelanjutan bagi seluruh rakyat Indonesia. Namun
berbeda di negeri ini, sistem jaminan sosial yang seharusnya
diberikan untuk mensejahterakan rakyat, kenyataannya diupayakan
sebagai ladang bisnis.

Inilah
kegagalan neoliberalisme yang menerapkan segalanya berdasarkan
keuntungan semata. Tidak ada dalam logika neoliberalisme untuk
mensejahterakan rakyat dan mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh
rakyat Indonesia. 


Maka
dari itu, kami dari Perhimpunan Rakyat Pekerja menyatakan sikap:
Neoliberalisme
telah gagal untuk mensejahterakan rakyat Indonesia, dan hanya dengan
SOSIALISME lah maka rakyat akan sejahtera. 

Bangun
kekuatan politik alternatif dari seluruh elemen gerakan rakyat untuk
melawan kekuasaan neoliberal di Indonesia. 













Jakarta,
22 April 2010
Komite
Pusat
Perhimpunan
Rakyat Pekerja
(KP-PRP)




Ketua
Nasional


Sekretaris
Jenderal







ttd.
(Anwar
Ma'ruf)





ttd.
(Rendro
Pr

[ekonomi-nasional] Pernyataan Solidaritas PRP untuk Korban Banjir Karawang

2010-03-28 Terurut Topik KP-PRP

PERNYATAAN
SOLIDARITAS

PERHIMPUNAN
RAKYAT PEKERJA

Nomor:
219/PS/KP-PRP/e/III/10








Solidaritas
terhadap korban pengungsi banjir di Karawang!

Negara
harus menjamin kehidupan para pengungsi banjir di Karawang!






Salam
rakyat pekerja,

Bencana
kembali dialami oleh rakyat Indonesia. Kali ini bencana banjir sejak
tanggal 18 Maret 2010 hingga hari ini, terjadi di Karawang. Bencana
banjir yang menggenangi setidaknya 10 kecamatan di Karawang, terjadi
karena luapan sungai Citarum. Berdasarkan data Dinas Sosial Karawang,
hingga kini terdapat 16.000 rumah yang terendam banjir di 10
kecamatan, seperti Kecamatan Karawang Barat, Karawang Timur,
Telukjambe Timur, Telukjambe Barat, Ciampel, Batujaya, Pakisjaya,
Rengasdengklok, Klari, dan Jayakerta. Dari 16.000 rumah yang terendam
banjir tersebut terdapat 17.604 KK dan 66.382 jiwa yang menjadi
korban banjir akibat meluapnya sungai Citarum.

Dampak
dari bencana banjir di Karawang inipun akhirnya juga dialami oleh
anak-anak yang tidak bisa bersekolah dan kondisi yang sangat
memprihatinkan di posko pengungsian serta para buruh yang tidak dapat
bekerja. Pembangunan posko-posko pengungsian ini dikelola secara
swadaya karena hampir tidak ada bantuan resmi yang mereka dapatkan
dari pemerintah. Pengelolaan posko-posko pengungsian ini biasanya
dilakukan oleh serikat-serikat buruh/pekerja yang berada di Karawang.
Selain itu, perusahaan-perusahaan yang menjadi tempat bekerjanya para
pengungsi juga hanya memberikan bantuan minimal kepada para
pekerjanya, berupa bantuan makanan siap santap yang hanya diberikan
dalam 2 hari pertama musibah banjir. Selebihnya para pegungsi harus
berusaha sendiri untuk bertahan hidup.

Bahkan
banyak perusahaan di Karawang yang hanya memberikan dispensasi/ijin
untuk tidak kerja secara penuh kepada para pekerja hanya selama 2
hari saja. Hal ini menyebabkan pada hari ketiga, para pekerja dengan
terpaksa harus bekerja kembali secara normal. Sementara para pekerja
yang tergabung dalam serikat-serikat buruh/pekerja juga memiliki
tanggung jawab untuk mengelola posko pengungsian dan pencarian
bantuan. Pihak manajemen perusahaan-perusahaan tersebut, berusaha
menutup mata akan hal itu. Mereka tetap pada kebijakannya, bahwa bagi
para buruh yang tidak bekerja, maka perusahaan akan memotong cuti
atau dinyatakan alpa/mangkir dengan upah tidak dibayar serta
berpotensi menerima sanksi dikemudian hari karena dianggap melanggar
peraturan perusahaan.

Hal
ini tentu saja menjadi dilema bagi para pekerja yang terlibat di
dalam serikat buruh/pekerja. Di satu sisi para pekerja tersebut
mengelola posko pengungsian, karena pemerintah tidak menjalankan
tanggung jawabnya. Di sisi lain, para pekerja dipaksa bekerja oleh
perusahaan, karena perusahaan tidak memiliki toleransi terhadap
musibah yang dialami oleh pekerjanya. Artinya selalu saja pekerja
yang dikorbankan, baik oleh pemerintah maupun perusahaan.

Maka
dari itu, kami dari Perhimpunan Rakyat Pekerja menyatakan sikap:


Mendesak
pemerintah pusat maupun daerah untuk segera memberikan bantuan yang
menyeluruh kepada seluruh pengungsi bencana banjir di Karawang.

Pemerintah
pusat dan daerah harus mendesak dan menindak perusahaan-perusahaan
yang memaksa pekerjanya untuk bekerja selama musibah banjir,
terutama kepada para pengurus serikat pekeraj yang bertanggung jawab
dalam pengelolaan posko pengungsi.
Mendesak
perusahaan untuk memberikan bantuan berupa makanan siap
konsumsi/makanan instan/bantuan lainnya kepada para pekerjanya yang
mengalami musibah banjir sebagai bentuk tanggung jawab perusahaan
terhadap pekerja yang selama ini sudah bekerja dengan penuh dedikasi
untuk kemajuan perusahaan. 


Kepada
seluruh elemen gerakan rakyat untuk bersolidaritas terhadap para
pengungsi musibah banjir di Karawang.














Jakarta,
27 Maret 2010
Komite
Pusat
Perhimpunan
Rakyat Pekerja
(KP-PRP)




Ketua
Nasional


Sekretaris
Jenderal










ttd.
(Anwar

[ekonomi-nasional] Pernyataan Sikap PRP Mendukung Perjuangan Buruh PT Pertamina Balongan, Indramayu

2010-03-21 Terurut Topik KP-PRP








PERNYATAAN
SIKAP

PERHIMPUNAN
RAKYAT PEKERJA

Nomor:
210/PS/KP-PRP/e/III/10










PT
PERTAMINA harus memenuhi tuntutan para buruh !!!
Tindak
tegas pihak kepolisian dan TNI yang mengintimidasi buruh !!!





Salam
rakyat pekerja,

Sudah
4 hari (mulai dari tanggal 17 Maret 2010) para buruh/pekerja yang
bekerja dengan status kontrak melakukan mogok kerja di PT Pertamina
Balongan, Indramayu. Hal ini dipicu karena PT Pertamina telah
berulang kali bertindak secara arogan dengan membiarkan tuntutan
buruh agar mereka diangkat sebagai buruh tetap. Selain itu mereka
juga menuntut adanya penyesuaian Upah Minimum Sekotral di Migas (UMS
Migas). Namun hingga hari ini, hal tersebut tidak pernah
direalisasikan oleh PT Pertamina.

Pada
tanggal 11 Maret 2010, para pekerja PT Pertamina tersebut telah
berhasil menemui pihak manajemen perusahaan. Namun pertemuan tersebut
akhirnya hanya menghasilkan janji-janji yang diberikan oleh pihak
perusahaan kepada buruhnya untuk memenuhi tuntutan dari para buruh.
Berdasarkan dari pengingkaran janji yang dilakukan oleh pihak
manajemen perusahaan, maka pada tanggal 17 Maret 2010 (hingga hari
ini) buruh-buruh dari unit Pertamina, seperti LPG, TTU, EP, dan yang
lainnya, melaksanakan mogok kerja di PT Pertamina Balongan,
Indramayu.

Namun
pada tanggal 19-20 Maret 2010, aksi sweeping ke rumah-rumah buruh
dilakukan oleh pihak Kepolisian dan TNI, yang didampingi oleh pihak
manajemen untuk memaksa para buruh bekerja kembali. Hal ini tentu
saja menunjukkan keberpihakan pihak Kepolisian dan TNI kepada para
pemilik modal, sementara jelas dalam hal ini yang paling dirugikan
adalah para buruh. Sweeping yang dilakukan oleh pihak Kepolisian dan
TNI tersebut jelas-jelas membuat buruh sangat ketakutan karena dalam
aksi sweeping tersebut, pihak kepolisian menggunakan senjata laras
panjang untuk mengintimidasi para buruh. Dari hasil sweeping tersebut
diketahui, bahwa 3 orang buruh telah dibawa paksa oleh aparat Brigade
Mobil (Brimob) Polri dan pihak manajemen Pertamina Balongan ke tempat
pekerjaan dari rumah mereka.

Selama
2 hari berturut-turut aksi sweeping dilakukan oleh pihak Kepolisian
dan manajemen PT PERTAMINA. Hal ini kemudian memaksa para buruh untuk
bekerja kembali karena ada ancamana dari manajemen dari pihak
PERTAMINA yang didampingi oleh aparat Brimob. Keberpihakan aparat
Kepolisian dan TNI kepada para pemilik modal untuk melindungi
aset-aset yang dimiliki oleh aparat Kepolisian dan TNI tentu saja
bukan merupakan masalah yang baru. Hal ini telah diketahui sejak
lama, tanpa ada desakan apapun dari pihak kopolisian.

Perampasan
terhadap atribut aksi yang dibawa oleh kawan-kawan buruh dari Serikat
Buruh Indramayu – Konfederasi Kongres Aliansi Serikat Buruh
Indonesia (SBI-KASBI) juga dilakukan oleh aparat Kepolisian. Tentu
saja hal ini harus segera diperbaiki oleh pihak Kepolisian, mengingat
citranya semakin buruk, dengan adanya beberapa skandal Makelar Kasus
di tubuh institusi hukum tersebut. Bisa jadi upaya perlindungan
terhadap pemilik modal seperti halnya yang terjadi di beberapa kasus
yang lain.

Aparat
Kepolisian yang sebenarnya merupakan salah satu elemen dari sektor
perburuhan. Namun karena doktrin yang begitu kuat dari penguasa dan
pemilik modal saat ini, membuat aparat Kepolisian menjadi “musuh”
dari gerakan rakyat yang mulai melawan. Sementara, seharusnya pihak
perlawanan, termasuk aparat Kepolisian dapat bersatu untuk
memperjuangkan kesejehtaran rakyat, neoliberalisme memang mampu
membuat individu-individu yang seharusnya masuk ke dalam kelas
pekerja, menjadi tercerai berai dan bermusuhan satu sama lainnya.

Untuk
itu, kami dari Perhimpunan Rakyat Pekerja menyatakan sikap:
Mendukung
sepenuhnya perlawanan yang dilakukan oleh buruh-buruh PT Pertamina
Balongan, Indramayu dalam melakukan mogok kerja. 

Buruh-buruh
yang bekerja di PT Pertamina harus bersatu dan melakukan perlawanan
yang lebih besar dan politis untuk pergantian rezim dan sistem
kekuasaan di Indonesia. 

Kapitalisme
sudah gagal dalam mensejahterakan rakyat Indonesia, hanya SOSIALISME
lah yang mampu mensejahterakan rakyat Indonesia. 









Jakarta,
21 Maret 2010
Komite
Pusat – Perhimpunan Rakyat Pekerja
(KP-PRP)




Ketua
Nasional


Sekretaris
Jenderal

[ekonomi-nasional] Pernyataan Sikap PRP Mengecam Tindakan Aparat Mengkriminalisasi Rakyat

2010-03-08 Terurut Topik KP-PRP












PERNYATAAN
SIKAP

PERHIMPUNAN
RAKYAT PEKERJA
Nomor:
207/PS/KP-PRP/e/III/10




Hentikan
upaya pembungkaman terhadap rakyat!
Mengecam
tindakan kriminalisasi terhadap anggota Forum Warga Kota (FWK)
Padang!




Salam
rakyat pekerja,
Upaya
pembungkaman terhadap demokratisasi di Indonesia, ternyata masih
sering kali terjadi. Pembungkaman demokratisasi terhadap rakyat
Indonesia selalu saja dilakukan oleh rejim Neoliberal. Hal ini
tentunya dilakukan demi mengejar keuntungan semata yang dilakukan
oleh para pejabat pemerintah dan pemilik modal. 

Upaya
pembungkaman demokratisasi, bahkan hingga tindakan kriminalisasi
terhadap rakyat yang berpendapat pun dilakukan oleh pemerintah kota
Padang dan Kepolisian Kota Besar (Poltabes) Padang. Penangkapan
secara sewenang-wenang dilakukan oleh Poltabes Padang terhadap para
anggota FWK Padang, karena telah melakukan aksi unjuk rasa di rumah
dinas Walikota Padang. Aksi unjuk rasa itu pun sebenarnya dilakukan
karena keangkuhan Walikota Padang yang tidak mengindahkan suara-suara
dari rakyat. 

Walikota
Padang dengan dibantu aparat TNI Yon Zikof 13/kf Jakarta, telah
memaksakan kehendaknya dengan membangun kios dan los sementara.
Akibat pembangunan kios dan los sementara tersebut akhirnya
menyebabkan tertutupnya akses transportasi, hilangnya akses berusaha
sekitar 250 pedagang, dan tertutupnya akses kegiatan jual beli.
Pembangunan kios dan los, yang dibantu oleh TNI Yon Zikof 13/kf
Jakarta tersebut bernilai kontrak Rp 2,4 miliar.
Bukan
hanya masalah pembangunan kios dan los sementara tersebut, namun FWK
Padang juga mempermasalahkan tidak disalurkannya dana bantuan gempa
bumi 2007 oleh pemerintah kota Padang, kasus pencaplokan paksa tanah
di teluk Sirih dan Kurao Pagang, kasus korupsi meterisasi penerangan
jalan umum dan lain-lain. Akibat kasus-kasus ini, FWK Padang yang
merupakan gabungan dari para korban di Sumatera Barat, menyatakan
protes kepada walikota Padang. 

Namun
Walikota Padang tidak pernah mengindahkan tuntutan dari rakyat yang
tergabung di FWK Padang. Bahkan desakan untuk menghentikan dan
pembongkaran kios dan los sementara ini juga dilakukan oleh DPRD Kota
Padang dan DPRD Sumatera Barat. Desakan-desakan tersebut tidak pernah
ditanggapi secara serius oleh walikota Padang, bahkan ditanggapi
dengan ancaman-ancaman kepada anggota FWK melalui Satpol PP.
Keangkuhan
walikota Padang ini menunjukkan praktek ketidakpedulian rezim
neoliberal terhadap rakyatnya telah merambah hingga ke rejim di
daerah. Bahkan upaya protes yang dilakukan oleh rakyat, akhirnya
malah dibungkam dengan tindakan kriminalisasi oleh pihak kepolisian.
Tindakan kriminalisasi dalam bentuk penangkapan dan penahanan anggota
FWK Padang ini, sebenarnya cacat secara hukum karena aparat
kepolisian tidak pernah bisa menunjukkan surat tugas dan surat
penahanan terlebih dahulu. Bahkan aparat Poltabes Padang memaksa dan
mengancam anggota FWK Padang untuk menandatangani BAP.
Inilah
pembungkaman yang dilakukan oleh rejim Neoliberal kepada rakyatnya.
Rakyat Indonesia terus menerus dieksploitasi dan dimiskinkan hanya
untuk kepentingan agenda Neoliberalisme. Berlarut-larutnya kasus ini,
yang telah dimulai dari tahun akhir 2009 hingga saat ini, menunjukkan
ketidakpedulian rejim Neoliberal terhadap rakyatnya. Rakyat pun tidak
mendapatkan perlindungan dari manapun karena tidak adanya oposisi
dari parlemen yang berani melakukan perlawanan terhadap
tindakan-tindakan walikota Padang.
Maka
dari itu, kami dari Perhimpunan Rakyat Pekerja menyatakan sikap:
Mengecam
keras pembungkaman demokratisasi dan tindakan kriminalisasi yang
dilakukan oleh Walikota Padang dan Kepolisian Kota Besar Padang.
Bebaskan
anggota Forum Warga Kota (FWK) Padang yang hingga kini masih ditahan
oleh aparat Kepolisian.
Bangun
kekuatan politik oposisi rakyat untuk melawan neoliberalisme yang
telah menindas rakyat Indonesia.
Kapitalisme-neoliberalisme
telah gagal mensejahterakan rakyat Indonesia, hanya dengan
SOSIALISME lah maka rakyat Indonesia akan sejahtera.








Jakarta,
9 Maret 2010
Komite
Pusat – Perhimpunan Rakyat Pekerja
(KP-PRP)




Ketua
Nasional


Sekretaris
Jenderal




(Anwar

[ekonomi-nasional] Pernyataan Sikap PRP: Pansus Skandal Bank Century hanya dagelan politik

2010-03-02 Terurut Topik KP-PRP











PERNYATAAN SIKAP

PERHIMPUNAN RAKYAT
PEKERJA
No.:
202 /PS/KP-PRP/e/II/10




Pansus
Skandal Bank Century hanya dagelan politik!
Bangun
kekuatan politik oposisi alternatif!








Salam
rakyat pekerja,
Episode
skandal Bank Century yang ditangani oleh DPR semakin menyita
perhatian masyarakat. Hasil kesimpulan akhir Pansus Bank Century yang
mengerucut pada dua nama pejabat Negara, Sri Mulyani Indrawati dan
Boediono, dianggap sebagai sebuah keberpihakan DPR terhadap nasib
rakyat. Namun yang harus diwaspadai adalah upaya partai-partai
politik di parlemen yang hanya akan mengaitkan kedua nama pejabat
Negara itu saja yang paling bertanggungjawab dalam skandal Bank
Century. Memang benar, bahwa Boediono dan Sri Mulyani merupakan pihak
yang bertanggung jawab dalam skandal Bank Century, namun SBY sebagai
presiden RI ketika itu, tentunya patut dimintai pertanggungjawaban
atas skandal tersebut. Karena jelas SBY sebagai presiden RI
bertanggungjawab akan berjalannya penyelenggaraan pemerintah ini dan
yang dilakukan oleh bawahan-bawahannya, apalagi ketika terkait dengan
upaya penyelesaian krisis ekonomi.
Aliran
dana Bank Century yang misterius itu pun diindikasikan menyebar ke
berbagai partai politik untuk mendanai kampanye-kampanye partai
politik pada Pemilu 2009. Hal ini mengakibatkan tawar menawar politik
dalam hal siapa yang akan dikorbankan dalam skandal Bank Century
semakin santer terdengar. Boediono dan Sri Mulyani Indrawati, yang
bukan merupakan anggota partai politik apapun di parlemen, tentunya
menjadi sasaran yang empuk untuk menimpakan seluruh kesalahan dari
operasi politik borjuasi yang berjalan di Indonesia. Sementara
anggota-anggota partai politik yang terlibat, termasuk SBY, sudah
dipersiapkan jalur penyelamatan agar tidak terseret dalam skandal
Bank Century tersebut.
Sudah
sejak awal, Pansus Skandal Bank Century dicurigai hanya akan menjadi
renegosiasi politik atau kocok ulang posisi kursi kabinet dari
partai-partai politik di parlemen. Perubahan komposisi suara di
pansus dan rapuhnya koalisi partai pendukung rejim Neoliberal
menunjukan bahwa seluruh partai politik di parlemen serta
elit-elitnya berupaya unutk merebut kue kekuasaan. Di benak mereka,
tidak pernah terpikir bahwa apa yang mereka lakukan untuk kepentingan
rakyat Indonesia.
Akibat
dari munculnya skandal Bank Century, beberapa persoalan yang lain
kemudian muncul ke permukaan dan akhirnya diketahui oleh rakyat.
Sebut saja misalnya beberapa kasus korupsi yang dilakukan oleh
anggota-anggota partai politik dan kasus penggelapan pajak yang
dilakukan oleh Aburizal Bakrie. Namun  munculnya beberapa kasus
tersebut sebenarnya dilatarbelakangi oleh upaya pembungkaman atau
tawar menawar agar skandal Bank Century ini tidak merembet
kemana-mana. Munculnya beberapa kasus tersebut, sebenarnya
menunjukkan kebobrokan penyelenggaraan pemerintahan yang dilaksanakan
oleh rejim Neoliberal. Kebobrokan tersebut tentunya juga menunjukkan
bahwa penyelenggaraan pemerintahan ini tidak diperuntukan bagi
kepentingan rakyat, namun hanya untuk memenuhi kepentingan para
pemilik modal dan elit-elit politik.
Hal
ini bisa terjadi dikarenakan seluruh kebijakan ekonomi politik di
Indonesia ditentukan oleh elit-elit politik yang tunduk kepada rejim
Neoliberalisme. Kepentingan rakyat hanya dijadikan jargon tidak
berguna, dan tentunya lebih mementingkan kepentingan para pemilik
modal dan elit politik borjuasi. Tidak adanya kekuatan politik
alternatif atau oposisi di parlemen tentunya akan melanggengkan
cengkeraman Neoliberalisme di Indonesia.
Maka
dari itu, kami dari Perhimpunan Rakyat Pekerja menyatakan sikap:

Keputusan
yang akan dihasilkan dalam Sidang Paripurna DPR pada tanggal 2 Maret
hanyalah dagelan politik baru dari politik borjuasi.

Bangun
kekuatan oposisi rakyat untuk melawan rejim Neoliberal

Kapitalisme-Neoliberalisme
terbukti gagal untuk mensejahterakan rakyat Indonesia. Hanya dengan
SOSIALISME lah maka rakyat Indonesia akan sejahtera.



















Jakarta,
27 Februari 2010




Komite
Pusat Perhimpunan Rakyat Pekerja




Ketua
Nasional


Sekretaris
Jenderal








(Anwar

[ekonomi-nasional] Pernyataan Sikap PRP Menolak "Indonesia Solution"

2010-02-07 Terurut Topik KP-PRP











PERNYATAAN
SIKAP

PERHIMPUNAN
RAKYAT PEKERJA
Nomor:
189/PS/KP-PRP/e/II/10









Stop
Kriminalisasi Aktifis!

Tolak
“Indonesia Solution”!

Bebaskan
Para Pengungsi!

Tolak
Penjara Bagi Para Pencari Suaka di Indonesia dan Australia!

Rezim
SBY-Budiono Boneka Australia!




Salam
rakyat pekerja,

Lima
tahun seratus hari Rezim Neoliberal yang saat ini dipimpin oleh SBY
bukan hanya gagal dalam mensejahterakan rakyatnya sendiri, namun juga
gagal dalam menangani masalah para pengungsi Tamil. Bahkan kegagalan
dalam menangani pengungsi Tamil ini menunjukkan, bahwa Rezim SBY
sangat tunduk pada Neoliberalisme.

Sudah
lebih dari 100 hari para pengungsi Tamil berada di Merak, Banten,
tanpa kejelasan mengenai statusnya. Mereka lari dari negaranya untuk
menghindari persecution dan perang sipil karena para pengungsi
itu adalah bagian dari etnis minoritas Tamil. Mereka khawatir jika
mereka kembali ke Sri Lanka, maka akan dipenjarakan atau bahkan
dibunuh. Hal ini sudah terbukti ketika satu orang pengungsi dengan
suka rela kembali ke Sri Lanka, karena mendengar Ibunya sakit keras.
Pengungsi tersebut hingga sekarang justru dipenjarakan di Penjara
Boosa, Sri Lanka. Para pengungsi tersebut yang berjumlah sekitar 240
orang hingga kini hidup di kapal kayu yang diperuntukan untuk 50
orang. Mereka tidak ingin keluar dari kapal karena takut akan
dideportasi kembali ke Sri Lanka atau akan mendiami tempat tahanan di
Indonesia selama bertahun-tahun tanpa masa depan jelas. 


Perhimpunan
Rakyat Pekerja telah memberikan solidaritas kepada para pengungsi
sejak awal mereka dipaksa berlabuh di Merak pada bulan Oktober 2009
hingga kini. Pada awalnya kami dapat bertemu dengan para pengungsi
untuk memberikan bantuan-bantuan kemanusiaan. Namun sejak tanggal 15
Nopember 2009 daerah pelabuhan tempat para pengungsi berada
dinyatakan sebagai daerah terlarang dan untuk memasukinya harus
mendapatkan ijin dari Departemen Luar Negeri Indonesia. Upaya-upaya
untuk mendapatkan akses juga telah kami lakukan namun selalu ditolak
oleh Departemen Luar Negeri dengan berbagai alasan. 


Upaya
penghambatan dengan mempersulit pemberian ijin kepada Perhimpunan
Rakyat Pekerja (PRP) dari pemerintah, tentunya menunjukkan bahwa
Rezim Neoliberal di Indonesia tidak memiliki rasa kemanusiaan
terhadap para pengungsi. Jelas, para pengungsi sangat membutuhkan
bantuan-bantuan kemanusiaan agar mereka dapat bertahan hidup lokasi
pengungsian. Namun demi citra yang baik dan mematuhi kesepakatan
antara Indonesia dan Australia, Rezim Neoliberal di Indonesia
meminggirkan perspektif kemanusiaan. Hal ini terbukti dengan
meninggalnya salah satu pengungsi yang bernama Jacob pada tanggal 23
Desember 2009, karena sakit dan tidak mendapatkan layanan kesehatan
yang layak dari Rezim Neoliberal.

Selain
mempersulit para pengungsi untuk mendapatkan bantuan kemanusiaan,
Rezim Neoliberal, yang dipimpin oleh SBY, berusaha keras agar masalah
pengungsi ini tidak mendapatkan solidaritas dari berbagai elemen
masyarakat, baik dari Indonesia maupun di dunia internasional. Upaya
“penutupan” masalah pengungsi Tamil ini ditanggapi oleh Rezim
Neoliberal dengan upaya penangkapan terhadap beberapa aktifis yang
ingin memberikan solidaritasnya.

Upaya
penangkapan terhadap salah seorang aktifis dari Refugee Action
Coalition (RAC) pernah dicoba dilakukan oleh rezim Neoliberal SBY.
Aktifis RAC tersebut ketika itu sedang terlibat aksi bersama-sama
dengan Perhimpunan Rakyat Pekerja (Indonesia), Konfederasi KASBI
(Indonesia), dan Refugee Action Coalition (Australia) di depan
Kedutaan Besar Australia di Jakarta pada tanggal 4 Desember 2009.
Namun upaya penangkapan terhadap seorang aktifis Refugee Action
Coalition (RAC) tersebut dapat digagalkan oleh persatuan gerakan
rakyat yang dibangun ketika itu.

Kemudian
upaya penangkapan terhadap aktifis berlanjut pada tanggal 26 Januari
2010. Tiga orang aktifis dari Kanada dan Australia yang berkunjung ke
Merak ditangkap, diinterogasi, dan barang-barang mereka-termasuk
passport disita. Ketiga aktifis tersebut adalah Saradha Nathan,
Pamela Curr dan Jessica Devi. Penangkapan tersebut sama sekali tidak
dilandasi oleh alasan jelas selain tuduhan-tuduhan, bahwa para
aktifis tersebut terlibat dalam penyelundupan manusia ataupun para
aktifis tersebut memasuki daerah terlarang. Passport mereka akhirnya
dikembalikan dengan syarat mereka tidak boleh berbicara pada media
dan mereka bertiga akhirnya dideportasi dari Indonesia pada tanggal
29 Januari 2010 dan dilarang kembali ke Indonesia dalam jangka waktu
6 bulan. Pelarangan terhadap ketiga aktifis tersebut untuk berbicara
kepada media, tentunya merupakan upaya untuk menaikkan citra rezim
Neoliberal di dunia internasional. Inilah memang pola politik
pencitraan yang dibangun oleh Rezim Neoliberal di Indonesia.

Tuduhan
bahwa mereka terlibat dalam penyelundupan manusia jelas
mengada-ngada. Formulir visa kemanusiaan Australia yang diberikan
oleh para aktifis tersebut kepada para