Re: [ekonomi-nasional] Re: Commodity basket Re: Akibat Mental yang Terjajah

2005-09-01 Terurut Topik Ardi St. Majo Endah
selama ini perbaikan sistemik untuk memajukan perekonomian nasional telah 
dibajak oleh tema anti korupsi, termasuk biaya siluman dengan kata kunci 
memburu efisiensi.

cilakanya lagi, isu ini justru menggiring pada lahirnya kondisi dimana 
pemain besar (TNC/MNC) mendominasi dengan cara menyingkirkan peran 
pemerintah dalam perekonomian nasional.

kemudian orang serta merta meneriakkan serahkan semuanya pada pasar, jual 
saja semua BUMN karena jadi sarang korupsi dst, dst.

padahal disisi lain masih ada opsi untuk memberbaiki kinerja dan mekanisme 
kontrol untuk mengatasi korupsi dsb-nya itu. misalnya dengan pembenahan 
sistem pengawasan intern dan ekstern terhadap perusahaan negara atau 
pembenahan aturan perundangan dan sistem ketatalembagaan untuk mengatasi 
persoalan yang ada.

jadi saya mengajak anda untuk tidak mengkonfrontir apa yang disampaikan Bung 
Nizami dan Bung Wardoyo dengan masalah biaya siluman dan sejenisnya. Karena 
akan mengarahkan diskusi ini untuk melegitimasi pemikiran yang ada di otak 
para neoliberalis dan kita jadi terhambat untuk bisa menggali lebih jauh ide 
genuine dua kawan kita ini.

ingatkan, bahwa ditengah krisis ekonomi, pemerintah justru didorong untuk 
menjual BUMN dengan alasan efisiensi dan KKN. 

saya kira anda juga sependapat, kalaupun didalam rumah ada sarang tikus 
bukan berarti kita harus membakar rumah untuk memusnahkan tikusnya kan?

On 9/1/05, [EMAIL PROTECTED] [EMAIL PROTECTED] wrote:
 
 Komentar teman :
 Saya setuju dg bung Ardi : merubah hambatan menjadi tantangan.
 
 tekad membangun dan mewjudkan kemandirian ekonomi bangsa untuk
 mensejahterakan rakyat harus terus didorong dan tidak boleh dibelokkan 
 atau
 dipatahkan hanya oleh mitos korupsi dan biaya siluman.
 
 Komentar saya :
 Saya kok jadi bingung ya maklum bukan pelaku bisnis.
 Seandainya saja biaya siluman itu tak sekedar mitos belaka, tapi 
 benar-benar
 sebuah fakta. Apakah berpengaruh pada harga yang dibayar oleh konsumen ?
 Apakah hanya mengurangi margin keuntungan pengusaha ? Terus dampaknya apa
 yaa ?
 
 Salam/
 @nung
 
 - Original Message -
 From: Ardi St. Majo Endah [EMAIL PROTECTED]
 To: ekonomi-nasional@yahoogroups.com
 Sent: Thursday, September 01, 2005 12:26 PM
 Subject: Re: [ekonomi-nasional] Re: Commodity basket Re: Akibat Mental 
 yang
 Terjajah
 
 
  bung, saya sekedar mengingatkan saja bahwa biaya siluman itu adalah 
 mitos
  yang melemahkan semangat dan keyakinan kita untuk mewujudkan kemandirian
  bangsa.
  sama halnya dengan korupsi, hanya dipakai untuk meliberalisasi dan
  mengkomersialisasi barang-barang publik.
  tekad membangun dan mewjudkan kemandirian ekonomi bangsa untuk
  mensejahterakan rakyat harus terus didorong dan tidak boleh dibelokkan
  atau
  dipatahkan hanya oleh mitos korupsi dan biaya siluman.
 
 
  On 9/1/05, [EMAIL PROTECTED] [EMAIL PROTECTED] wrote:
 
  temen saya bilang, itu semua dihambat oleh biaya siluman yg cukup
  signifikan, benarkah ???
 
  salam/@nung
  - Original Message -
  From: Wardoyo [EMAIL PROTECTED]
  To: ekonomi-nasional@yahoogroups.com
  Sent: Thursday, September 01, 2005 10:16 PM
  Subject: RE: [ekonomi-nasional] Re: Commodity basket Re: Akibat Mental
  yang
  Terjajah
 
 
  
   Fokus,
  
   Kita harus mulai fokus terhadap fundamental industri kerakyatan. Bila
   perlu
   bikin menteri pertanian, peternakan, kehutanan, UKM, distribusi hasil
   tani,
   perikanan,perumahan dll. Taruh kantor2 menteri itu di Jogya, Di
  Sukabumi,
   atau di Palembang. Benahi industri dasar kita yg terkait pangan,
  kebutuhan
   dasar dan kesehatan. Kuatkan dulu dan kembalikan swasembada beras.
   Tanam
   kapas, obat2an dll. Janganlah pemerintah/menteri/gubernur duduk di
  menara
   gading dan ngga tahu apa2 kondisi rakyatnya. Kenapa hasil padi 5 th
   terakhir
   flat/rata (BPS) dan tdk ada sedikit kepedulian akan hal ini. Kenapa
   beras/gula import makin dominan dan kita bangga memakannya. Jadi
   biarkan
   dunia bergoyang, asal fundamental kita kuat, kita bisa survive.
  
   Salam,
  
   --
   From: A Nizami[SMTP:[EMAIL PROTECTED]
   Reply To: ekonomi-nasional@yahoogroups.com
   Sent: 31 Agustus 2005 17:38
   To: [EMAIL PROTECTED]; ekonomi-nasional@yahoogroups.com;
   ppiindia@yahoogroups.com
   Subject: [ekonomi-nasional] Re: Commodity basket Re: Akibat Mental
   yang Terjajah
  
   Agar Indonesia bisa berhasil, Indonesia harus jadi
   bangsa produsen. Bukan bangsa importir. Minimal kita
   memproduksi kebutuhan kita sendiri.
  
   Tidak usah besar2, coba beri kredit kapal bagi
   nelayan. Bagaimana kapalnya bisa berlayar meski tanpa
   solar (mis pakai layar). Kemudian mengembangkan
   pertanian sehingga beras, jagung, dan kedelai tidak
   impor lagi.
  
   Coba kembangkan industri sepatu, pakaian, dsb,
   sehingga kita tak perlu beli Reebok, Nike, Adidas,
   dsb. Anggota DPR kita jadinya tak perlu ke Paris buat
   beli sepatu Bally.
  
   Kalau kita memproduksi kebutuhan kita sendiri, kita
   tidak butuh dollar kan? Minimal

Re: [ekonomi-nasional] Re: Commodity basket Re: Akibat Mental yang Terjajah

2005-09-01 Terurut Topik A Nizami
Iya, di satu sisi kita harus membasmi korupsi. Di sisi
lain isyu korupsi ini dimanfaatkan oleh kelompok
Neoliberalis untuk melakukan privatisasi atau pun
penyerahan SDA ke asing.

Sebagai contoh baru2 ini Bank Dunia mendanai peneliti
UI untuk meneliti masalah korupsi guna dipakai untuk
kepentingan mereka.

Padahal jika dipikir2, misalkan MNC asing mengelola
satu blok minyak. Dari situ mereka dapat Rp 30 trilyun
per tahun lewat biaya operasional yang besar (gaji
expat serta mesin/software dari AS juga harganya mahal
sekali). Kemudian dibandingkan dgn perusahaan domestik
yang biaya operasinya hanya Rp 5 trilyun, kemudian
korupsi Rp 5 trilyun. Nah masih kecil perusahaan
domestik kan costnya?

Ini bukan untuk menghalalkan korupsi. Namun dibanding
perusahaan domestik yang korup pun biaya MNC asing
yang tinggi lebih merugikan bangsa ketimbang
perusahaan dalam negeri.


--- Ardi St. Majo Endah [EMAIL PROTECTED] wrote:

 selama ini perbaikan sistemik untuk memajukan
 perekonomian nasional telah 
 dibajak oleh tema anti korupsi, termasuk biaya
 siluman dengan kata kunci 
 memburu efisiensi.
 
 cilakanya lagi, isu ini justru menggiring pada
 lahirnya kondisi dimana 
 pemain besar (TNC/MNC) mendominasi dengan cara
 menyingkirkan peran 
 pemerintah dalam perekonomian nasional.
 
 kemudian orang serta merta meneriakkan serahkan
 semuanya pada pasar, jual 
 saja semua BUMN karena jadi sarang korupsi dst, dst.
 
 padahal disisi lain masih ada opsi untuk memberbaiki
 kinerja dan mekanisme 
 kontrol untuk mengatasi korupsi dsb-nya itu.
 misalnya dengan pembenahan 
 sistem pengawasan intern dan ekstern terhadap
 perusahaan negara atau 
 pembenahan aturan perundangan dan sistem
 ketatalembagaan untuk mengatasi 
 persoalan yang ada.
 
 jadi saya mengajak anda untuk tidak mengkonfrontir
 apa yang disampaikan Bung 
 Nizami dan Bung Wardoyo dengan masalah biaya siluman
 dan sejenisnya. Karena 
 akan mengarahkan diskusi ini untuk melegitimasi
 pemikiran yang ada di otak 
 para neoliberalis dan kita jadi terhambat untuk bisa
 menggali lebih jauh ide 
 genuine dua kawan kita ini.
 
 ingatkan, bahwa ditengah krisis ekonomi, pemerintah
 justru didorong untuk 
 menjual BUMN dengan alasan efisiensi dan KKN. 
 
 saya kira anda juga sependapat, kalaupun didalam
 rumah ada sarang tikus 
 bukan berarti kita harus membakar rumah untuk
 memusnahkan tikusnya kan?
 
 On 9/1/05, [EMAIL PROTECTED] [EMAIL PROTECTED]
 wrote:
  
  Komentar teman :
  Saya setuju dg bung Ardi : merubah hambatan
 menjadi tantangan.
  
  tekad membangun dan mewjudkan kemandirian ekonomi
 bangsa untuk
  mensejahterakan rakyat harus terus didorong dan
 tidak boleh dibelokkan 
  atau
  dipatahkan hanya oleh mitos korupsi dan biaya
 siluman.
  
  Komentar saya :
  Saya kok jadi bingung ya maklum bukan pelaku
 bisnis.
  Seandainya saja biaya siluman itu tak sekedar
 mitos belaka, tapi 
  benar-benar
  sebuah fakta. Apakah berpengaruh pada harga yang
 dibayar oleh konsumen ?
  Apakah hanya mengurangi margin keuntungan
 pengusaha ? Terus dampaknya apa
  yaa ?
  
  Salam/
  @nung
  
  - Original Message -
  From: Ardi St. Majo Endah [EMAIL PROTECTED]
  To: ekonomi-nasional@yahoogroups.com
  Sent: Thursday, September 01, 2005 12:26 PM
  Subject: Re: [ekonomi-nasional] Re: Commodity
 basket Re: Akibat Mental 
  yang
  Terjajah
  
  
   bung, saya sekedar mengingatkan saja bahwa biaya
 siluman itu adalah 
  mitos
   yang melemahkan semangat dan keyakinan kita
 untuk mewujudkan kemandirian
   bangsa.
   sama halnya dengan korupsi, hanya dipakai untuk
 meliberalisasi dan
   mengkomersialisasi barang-barang publik.
   tekad membangun dan mewjudkan kemandirian
 ekonomi bangsa untuk
   mensejahterakan rakyat harus terus didorong dan
 tidak boleh dibelokkan
   atau
   dipatahkan hanya oleh mitos korupsi dan biaya
 siluman.
  
  
   On 9/1/05, [EMAIL PROTECTED]
 [EMAIL PROTECTED] wrote:
  
   temen saya bilang, itu semua dihambat oleh
 biaya siluman yg cukup
   signifikan, benarkah ???
  
   salam/@nung
   - Original Message -
   From: Wardoyo [EMAIL PROTECTED]
   To: ekonomi-nasional@yahoogroups.com
   Sent: Thursday, September 01, 2005 10:16 PM
   Subject: RE: [ekonomi-nasional] Re: Commodity
 basket Re: Akibat Mental
   yang
   Terjajah
  
  
   
Fokus,
   
Kita harus mulai fokus terhadap fundamental
 industri kerakyatan. Bila
perlu
bikin menteri pertanian, peternakan,
 kehutanan, UKM, distribusi hasil
tani,
perikanan,perumahan dll. Taruh kantor2
 menteri itu di Jogya, Di
   Sukabumi,
atau di Palembang. Benahi industri dasar kita
 yg terkait pangan,
   kebutuhan
dasar dan kesehatan. Kuatkan dulu dan
 kembalikan swasembada beras.
Tanam
kapas, obat2an dll. Janganlah
 pemerintah/menteri/gubernur duduk di
   menara
gading dan ngga tahu apa2 kondisi rakyatnya.
 Kenapa hasil padi 5 th
terakhir
flat/rata (BPS) dan tdk ada sedikit
 kepedulian akan hal ini. Kenapa
beras/gula import makin dominan dan kita
 bangga

[ekonomi-nasional] Re: Commodity basket Re: Akibat Mental yang Terjajah

2005-08-31 Terurut Topik A Nizami
Agar Indonesia bisa berhasil, Indonesia harus jadi
bangsa produsen. Bukan bangsa importir. Minimal kita
memproduksi kebutuhan kita sendiri.

Tidak usah besar2, coba beri kredit kapal bagi
nelayan. Bagaimana kapalnya bisa berlayar meski tanpa
solar (mis pakai layar). Kemudian mengembangkan
pertanian sehingga beras, jagung, dan kedelai tidak
impor lagi.

Coba kembangkan industri sepatu, pakaian, dsb,
sehingga kita tak perlu beli Reebok, Nike, Adidas,
dsb. Anggota DPR kita jadinya tak perlu ke Paris buat
beli sepatu Bally.

Kalau kita memproduksi kebutuhan kita sendiri, kita
tidak butuh dollar kan? Minimal sebagian besar kita
produksi sendiri.

--- estananto [EMAIL PROTECTED] wrote:

 Saya bukan ekonom tapi tiba2 berpikir begini:
 
 Sendainya gaji pegawai negeri, TNI dan Polri, dan
 UMR ditetapkan tidak
 berdasarkan rupiah tapi berdasarkan satu commodity
 basket yang banyak
 dihasilkan dari Indonesia, apa kira2 bisa melawan
 ketergantungan
 terhadap fluktuasi mata uang?
 Misalnya UMR harus sama dengan nilai nominal sekian
 commodity basket,
 berarti UMR naik dengan sendirinya seiring dengan
 naiknya harga-harga.
 Demikian juga pegawai negeri, TNI dan Polri. Ini
 kemudian membantu
 mencegah turunnya daya beli mereka. Seterusnya
 menjadi feedback untuk
 mencegah fluktuasi harga commodities tersebut.
 Demikian juga
 denda-denda yang ada dalam hukum Indonesia,
 seharusnya tidak
 berdasarkan rupiah yang terus terkena inflasi tapi
 commodity basket tadi.
 Karena commodity itu banyak dihasilkan di Indonesia,
 harga-harganya
 tidak terpengaruh fluktuasi mata uang, tetapi cukup
 juga menggambarkan
 laju inflasi. Referensi rupiah terhadap dollar yang
 dijadikan penentu
 pelaku bisnis harus diganti dengan referensi rupiah
 terhadap commodity
 basket yang berlaku nasional.
 Saya tidak tahu apakah pembangunan infrastruktur
 yang dicanangkan SBY
 akan menyedot tenaga kerja atau tidak, tetapi untuk
 mengatasi
 pengangguran tampaknya SBK-MJK menempuh jalur
 konvensional yaitu
 mengharapkan investasi asing, padahal RI tentu saja
 kurang seksi
 dibandingkan RRC dan India sekarang ini. Kita sudah
 masuk dead trap
 kalau kita mengandalkan investasi asing, karena
 pasti mereka minta
 banyak konsesi untuk bisa memutuskan bahwa usaha
 mereka akan untung
 dibanding jika mereka buka di Cina dan India.
 Satu-satunya cara di
 tengah persaingan dengan Cina dan India adalah
 memfokuskan diri di
 bidang di mana Cina dan India tidak punya kekuatan
 di situ, dan itu
 letaknya di lautan Indonesia yang luas dan kaya.
 
 Wassalaam,
 Nano
 
 
 --- In [EMAIL PROTECTED], Arif
 [EMAIL PROTECTED] wrote:
  **  Kebijakan yang sangat merusak itu adalah
 menggerojokkan utang luar
  negeri terus-menerus sampai tidak kuat bayar tepat
 waktu supaya selalu
  menjadi pengemis buat penundaan pembayaran. Ketika
 itu, pemerintah
 Indonesia
  harus dicekik lehernya untuk didikte. Yang
 mengatakan ini bukan
 saya, tetapi
  orang-orang asing, kebanyakan orang-orang Amerika,
 yaitu John
 Pilger, Brad
  Sampson, Jeffrey Winters, dan John Perkins yang
 mengaku disuruh merusak
  ekonomi Indonesia. Caranya digambarkan dengan
 sangat jelas di dalam
 bukunya
  yang berjudul The confessions of an economic hit
 man.
  
  **  Setelah menjelaskan ini, pertanyaannya adalah
 terus apa yang harus
  dilakukan? Buat saya, Presiden SBY harus mengambil
 alih kepemimpinan
  sepenuhnya dalam bidang ekonomi. Kedua, mengganti
 menteri-menteri
 ekonomi
  dengan orang-orang yang mentalnya pemimpin untuk
 bangsanya, bukan hamba
  untuk kepentingan asing. Ketiga, mengatakan kepada
 semua negara pemberi
  utang bahwa pemerintah Indonesia akan membayar
 dengan jadwal dan
 jumlah yang
  ditentukan sendiri atas dasar kekuatan yang
 memungkinkannya membela
  kepentingan rakyat sendiri.
  
 
 +++
 

http://www.indopos.co.id/index.php?act=detailid=5508
  
  Rabu, 31 Agt 2005,
  
  Akibat Mental yang Terjajah
  Oleh Kwik Kian Gie
  
  Buat orang yang dapat membaca statistik dan dapat
 menafsirkannya, akan
  melemahnya rupiah sudah cukup lama di depan mata.
 Buat orang yang selalu
  gemar mengingat sesuatu yang pernah terjadi,
 merosotnya nilai rupiah
 juga
  bisa diprediksi. Bahwa rupiah bisa merosot sangat
 tajam dalam waktu
 sangat
  singkat juga pernah kita alami, yaitu ketika
 rupiah merosot dari
 sekitar Rp
  2.300 menjadi Rp 16.000 per dolar AS (USD).
  
  Maka, kalau sekarang nilai rupiah dalam waktu
 singkat merosot dari
 Rp 9.000
  menjadi 11.500 ketika artikel ini ditulis, dan
 karena itu pemerintah
 cemas
  dan bingung, saya menjadi heran.
  
  Mari kita bahas satu per satu. Pertama tentang apa
 yang dinamakan
  fundamental ekonomi, tetapi saya batasi pada yang
 relevan saja untuk
 nilai
  tukar rupiah. Kekuatan bangsa Indonesia sendiri
 dalam hal mempertahankan
  stabilitas nilai rupiahnya dilandasi oleh apakah
 mempunyai cadangan
 devisa
  yang cukup dan berkesinambungan. Devisa dibentuk
 oleh ekspor yang lebih
  besar daripada impor, 

Re: [ekonomi-nasional] Re: Commodity basket Re: Akibat Mental yang Terjajah

2005-08-31 Terurut Topik anungrey
temen saya bilang, itu semua dihambat oleh biaya siluman yg cukup 
signifikan, benarkah ???

salam/@nung
- Original Message - 
From: Wardoyo [EMAIL PROTECTED]
To: ekonomi-nasional@yahoogroups.com
Sent: Thursday, September 01, 2005 10:16 PM
Subject: RE: [ekonomi-nasional] Re: Commodity basket Re: Akibat Mental yang 
Terjajah



 Fokus,

 Kita harus mulai fokus terhadap fundamental industri kerakyatan. Bila 
 perlu
 bikin menteri pertanian, peternakan, kehutanan, UKM, distribusi hasil 
 tani,
 perikanan,perumahan dll. Taruh kantor2 menteri itu di Jogya, Di Sukabumi,
 atau di Palembang. Benahi industri dasar kita yg terkait pangan, kebutuhan
 dasar dan kesehatan. Kuatkan dulu dan kembalikan swasembada beras. Tanam
 kapas, obat2an dll. Janganlah pemerintah/menteri/gubernur duduk di menara
 gading dan ngga tahu apa2 kondisi rakyatnya. Kenapa hasil padi 5 th 
 terakhir
 flat/rata (BPS) dan tdk ada sedikit kepedulian akan hal ini. Kenapa
 beras/gula import makin dominan dan kita bangga memakannya. Jadi biarkan
 dunia bergoyang, asal fundamental kita kuat, kita bisa survive.

 Salam,

 --
 From: A Nizami[SMTP:[EMAIL PROTECTED]
 Reply To: ekonomi-nasional@yahoogroups.com
 Sent: 31 Agustus 2005 17:38
 To: [EMAIL PROTECTED]; ekonomi-nasional@yahoogroups.com;
 ppiindia@yahoogroups.com
 Subject: [ekonomi-nasional] Re: Commodity basket Re: Akibat Mental
 yang Terjajah

 Agar Indonesia bisa berhasil, Indonesia harus jadi
 bangsa produsen. Bukan bangsa importir. Minimal kita
 memproduksi kebutuhan kita sendiri.

 Tidak usah besar2, coba beri kredit kapal bagi
 nelayan. Bagaimana kapalnya bisa berlayar meski tanpa
 solar (mis pakai layar). Kemudian mengembangkan
 pertanian sehingga beras, jagung, dan kedelai tidak
 impor lagi.

 Coba kembangkan industri sepatu, pakaian, dsb,
 sehingga kita tak perlu beli Reebok, Nike, Adidas,
 dsb. Anggota DPR kita jadinya tak perlu ke Paris buat
 beli sepatu Bally.

 Kalau kita memproduksi kebutuhan kita sendiri, kita
 tidak butuh dollar kan? Minimal sebagian besar kita
 produksi sendiri.

 --- estananto [EMAIL PROTECTED] wrote:

  Saya bukan ekonom tapi tiba2 berpikir begini:
 
  Sendainya gaji pegawai negeri, TNI dan Polri, dan
  UMR ditetapkan tidak
  berdasarkan rupiah tapi berdasarkan satu commodity
  basket yang banyak
  dihasilkan dari Indonesia, apa kira2 bisa melawan
  ketergantungan
  terhadap fluktuasi mata uang?
  Misalnya UMR harus sama dengan nilai nominal sekian
  commodity basket,
  berarti UMR naik dengan sendirinya seiring dengan
  naiknya harga-harga.
  Demikian juga pegawai negeri, TNI dan Polri. Ini
  kemudian membantu
  mencegah turunnya daya beli mereka. Seterusnya
  menjadi feedback untuk
  mencegah fluktuasi harga commodities tersebut.
  Demikian juga
  denda-denda yang ada dalam hukum Indonesia,
  seharusnya tidak
  berdasarkan rupiah yang terus terkena inflasi tapi
  commodity basket tadi.
  Karena commodity itu banyak dihasilkan di Indonesia,
  harga-harganya
  tidak terpengaruh fluktuasi mata uang, tetapi cukup
  juga menggambarkan
  laju inflasi. Referensi rupiah terhadap dollar yang
  dijadikan penentu
  pelaku bisnis harus diganti dengan referensi rupiah
  terhadap commodity
  basket yang berlaku nasional.
  Saya tidak tahu apakah pembangunan infrastruktur
  yang dicanangkan SBY
  akan menyedot tenaga kerja atau tidak, tetapi untuk
  mengatasi
  pengangguran tampaknya SBK-MJK menempuh jalur
  konvensional yaitu
  mengharapkan investasi asing, padahal RI tentu saja
  kurang seksi
  dibandingkan RRC dan India sekarang ini. Kita sudah
  masuk dead trap
  kalau kita mengandalkan investasi asing, karena
  pasti mereka minta
  banyak konsesi untuk bisa memutuskan bahwa usaha
  mereka akan untung
  dibanding jika mereka buka di Cina dan India.
  Satu-satunya cara di
  tengah persaingan dengan Cina dan India adalah
  memfokuskan diri di
  bidang di mana Cina dan India tidak punya kekuatan
  di situ, dan itu
  letaknya di lautan Indonesia yang luas dan kaya.
 
  Wassalaam,
  Nano




 Ingin bergabung ke milis ekonomi-nasional?
 Kirim email ke [EMAIL PROTECTED]
 Yahoo! Groups Links





 



 Yahoo! Groups Sponsor ~-- 
Help Sudanese refugees rebuild their lives through GlobalGiving.
http://us.click.yahoo.com/hjNroD/EbOLAA/cosFAA/GEEolB/TM
~- 

Ingin bergabung ke milis ekonomi-nasional?
Kirim email ke [EMAIL PROTECTED] 
Yahoo! Groups Links

* To visit your group on the web, go to:
http://groups.yahoo.com/group/ekonomi-nasional/

* To unsubscribe from this group, send an email to:
[EMAIL PROTECTED]

* Your use of Yahoo! Groups is subject to:
http://docs.yahoo.com/info/terms/
 




Re: [ekonomi-nasional] Re: Commodity basket Re: Akibat Mental yang Terjajah

2005-08-31 Terurut Topik Ardi St. Majo Endah
bung, saya sekedar mengingatkan saja bahwa biaya siluman itu adalah mitos 
yang melemahkan semangat dan keyakinan kita untuk mewujudkan kemandirian 
bangsa.
sama halnya dengan korupsi, hanya dipakai untuk meliberalisasi dan 
mengkomersialisasi barang-barang publik.
tekad membangun dan mewjudkan kemandirian ekonomi bangsa untuk 
mensejahterakan rakyat harus terus didorong dan tidak boleh dibelokkan atau 
dipatahkan hanya oleh mitos korupsi dan biaya siluman.


On 9/1/05, [EMAIL PROTECTED] [EMAIL PROTECTED] wrote:
 
 temen saya bilang, itu semua dihambat oleh biaya siluman yg cukup
 signifikan, benarkah ???
 
 salam/@nung
 - Original Message -
 From: Wardoyo [EMAIL PROTECTED]
 To: ekonomi-nasional@yahoogroups.com
 Sent: Thursday, September 01, 2005 10:16 PM
 Subject: RE: [ekonomi-nasional] Re: Commodity basket Re: Akibat Mental 
 yang
 Terjajah
 
 
 
  Fokus,
 
  Kita harus mulai fokus terhadap fundamental industri kerakyatan. Bila
  perlu
  bikin menteri pertanian, peternakan, kehutanan, UKM, distribusi hasil
  tani,
  perikanan,perumahan dll. Taruh kantor2 menteri itu di Jogya, Di 
 Sukabumi,
  atau di Palembang. Benahi industri dasar kita yg terkait pangan, 
 kebutuhan
  dasar dan kesehatan. Kuatkan dulu dan kembalikan swasembada beras. Tanam
  kapas, obat2an dll. Janganlah pemerintah/menteri/gubernur duduk di 
 menara
  gading dan ngga tahu apa2 kondisi rakyatnya. Kenapa hasil padi 5 th
  terakhir
  flat/rata (BPS) dan tdk ada sedikit kepedulian akan hal ini. Kenapa
  beras/gula import makin dominan dan kita bangga memakannya. Jadi biarkan
  dunia bergoyang, asal fundamental kita kuat, kita bisa survive.
 
  Salam,
 
  --
  From: A Nizami[SMTP:[EMAIL PROTECTED]
  Reply To: ekonomi-nasional@yahoogroups.com
  Sent: 31 Agustus 2005 17:38
  To: [EMAIL PROTECTED]; ekonomi-nasional@yahoogroups.com;
  ppiindia@yahoogroups.com
  Subject: [ekonomi-nasional] Re: Commodity basket Re: Akibat Mental
  yang Terjajah
 
  Agar Indonesia bisa berhasil, Indonesia harus jadi
  bangsa produsen. Bukan bangsa importir. Minimal kita
  memproduksi kebutuhan kita sendiri.
 
  Tidak usah besar2, coba beri kredit kapal bagi
  nelayan. Bagaimana kapalnya bisa berlayar meski tanpa
  solar (mis pakai layar). Kemudian mengembangkan
  pertanian sehingga beras, jagung, dan kedelai tidak
  impor lagi.
 
  Coba kembangkan industri sepatu, pakaian, dsb,
  sehingga kita tak perlu beli Reebok, Nike, Adidas,
  dsb. Anggota DPR kita jadinya tak perlu ke Paris buat
  beli sepatu Bally.
 
  Kalau kita memproduksi kebutuhan kita sendiri, kita
  tidak butuh dollar kan? Minimal sebagian besar kita
  produksi sendiri.
 
  --- estananto [EMAIL PROTECTED] wrote:
 
   Saya bukan ekonom tapi tiba2 berpikir begini:
  
   Sendainya gaji pegawai negeri, TNI dan Polri, dan
   UMR ditetapkan tidak
   berdasarkan rupiah tapi berdasarkan satu commodity
   basket yang banyak
   dihasilkan dari Indonesia, apa kira2 bisa melawan
   ketergantungan
   terhadap fluktuasi mata uang?
   Misalnya UMR harus sama dengan nilai nominal sekian
   commodity basket,
   berarti UMR naik dengan sendirinya seiring dengan
   naiknya harga-harga.
   Demikian juga pegawai negeri, TNI dan Polri. Ini
   kemudian membantu
   mencegah turunnya daya beli mereka. Seterusnya
   menjadi feedback untuk
   mencegah fluktuasi harga commodities tersebut.
   Demikian juga
   denda-denda yang ada dalam hukum Indonesia,
   seharusnya tidak
   berdasarkan rupiah yang terus terkena inflasi tapi
   commodity basket tadi.
   Karena commodity itu banyak dihasilkan di Indonesia,
   harga-harganya
   tidak terpengaruh fluktuasi mata uang, tetapi cukup
   juga menggambarkan
   laju inflasi. Referensi rupiah terhadap dollar yang
   dijadikan penentu
   pelaku bisnis harus diganti dengan referensi rupiah
   terhadap commodity
   basket yang berlaku nasional.
   Saya tidak tahu apakah pembangunan infrastruktur
   yang dicanangkan SBY
   akan menyedot tenaga kerja atau tidak, tetapi untuk
   mengatasi
   pengangguran tampaknya SBK-MJK menempuh jalur
   konvensional yaitu
   mengharapkan investasi asing, padahal RI tentu saja
   kurang seksi
   dibandingkan RRC dan India sekarang ini. Kita sudah
   masuk dead trap
   kalau kita mengandalkan investasi asing, karena
   pasti mereka minta
   banyak konsesi untuk bisa memutuskan bahwa usaha
   mereka akan untung
   dibanding jika mereka buka di Cina dan India.
   Satu-satunya cara di
   tengah persaingan dengan Cina dan India adalah
   memfokuskan diri di
   bidang di mana Cina dan India tidak punya kekuatan
   di situ, dan itu
   letaknya di lautan Indonesia yang luas dan kaya.
  
   Wassalaam,
   Nano
 
 
 
 
  Ingin bergabung ke milis ekonomi-nasional?
  Kirim email ke [EMAIL PROTECTED]
  Yahoo! Groups Links
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 Ingin bergabung ke milis ekonomi-nasional?
 Kirim email ke [EMAIL PROTECTED]
 Yahoo! Groups Links
 
 
 
 
 
 
 


-- 
Kusfiardi
Coordinator 
Koalisi Anti Utang (KAU)
Anti Debt Coalition Indonesia

Jl. Tegal Parang