Re: [ekonomi-nasional] Re: Commodity basket Re: Akibat Mental yang Terjajah
selama ini perbaikan sistemik untuk memajukan perekonomian nasional telah dibajak oleh tema anti korupsi, termasuk biaya siluman dengan kata kunci memburu efisiensi. cilakanya lagi, isu ini justru menggiring pada lahirnya kondisi dimana pemain besar (TNC/MNC) mendominasi dengan cara menyingkirkan peran pemerintah dalam perekonomian nasional. kemudian orang serta merta meneriakkan serahkan semuanya pada pasar, jual saja semua BUMN karena jadi sarang korupsi dst, dst. padahal disisi lain masih ada opsi untuk memberbaiki kinerja dan mekanisme kontrol untuk mengatasi korupsi dsb-nya itu. misalnya dengan pembenahan sistem pengawasan intern dan ekstern terhadap perusahaan negara atau pembenahan aturan perundangan dan sistem ketatalembagaan untuk mengatasi persoalan yang ada. jadi saya mengajak anda untuk tidak mengkonfrontir apa yang disampaikan Bung Nizami dan Bung Wardoyo dengan masalah biaya siluman dan sejenisnya. Karena akan mengarahkan diskusi ini untuk melegitimasi pemikiran yang ada di otak para neoliberalis dan kita jadi terhambat untuk bisa menggali lebih jauh ide genuine dua kawan kita ini. ingatkan, bahwa ditengah krisis ekonomi, pemerintah justru didorong untuk menjual BUMN dengan alasan efisiensi dan KKN. saya kira anda juga sependapat, kalaupun didalam rumah ada sarang tikus bukan berarti kita harus membakar rumah untuk memusnahkan tikusnya kan? On 9/1/05, [EMAIL PROTECTED] [EMAIL PROTECTED] wrote: Komentar teman : Saya setuju dg bung Ardi : merubah hambatan menjadi tantangan. tekad membangun dan mewjudkan kemandirian ekonomi bangsa untuk mensejahterakan rakyat harus terus didorong dan tidak boleh dibelokkan atau dipatahkan hanya oleh mitos korupsi dan biaya siluman. Komentar saya : Saya kok jadi bingung ya maklum bukan pelaku bisnis. Seandainya saja biaya siluman itu tak sekedar mitos belaka, tapi benar-benar sebuah fakta. Apakah berpengaruh pada harga yang dibayar oleh konsumen ? Apakah hanya mengurangi margin keuntungan pengusaha ? Terus dampaknya apa yaa ? Salam/ @nung - Original Message - From: Ardi St. Majo Endah [EMAIL PROTECTED] To: ekonomi-nasional@yahoogroups.com Sent: Thursday, September 01, 2005 12:26 PM Subject: Re: [ekonomi-nasional] Re: Commodity basket Re: Akibat Mental yang Terjajah bung, saya sekedar mengingatkan saja bahwa biaya siluman itu adalah mitos yang melemahkan semangat dan keyakinan kita untuk mewujudkan kemandirian bangsa. sama halnya dengan korupsi, hanya dipakai untuk meliberalisasi dan mengkomersialisasi barang-barang publik. tekad membangun dan mewjudkan kemandirian ekonomi bangsa untuk mensejahterakan rakyat harus terus didorong dan tidak boleh dibelokkan atau dipatahkan hanya oleh mitos korupsi dan biaya siluman. On 9/1/05, [EMAIL PROTECTED] [EMAIL PROTECTED] wrote: temen saya bilang, itu semua dihambat oleh biaya siluman yg cukup signifikan, benarkah ??? salam/@nung - Original Message - From: Wardoyo [EMAIL PROTECTED] To: ekonomi-nasional@yahoogroups.com Sent: Thursday, September 01, 2005 10:16 PM Subject: RE: [ekonomi-nasional] Re: Commodity basket Re: Akibat Mental yang Terjajah Fokus, Kita harus mulai fokus terhadap fundamental industri kerakyatan. Bila perlu bikin menteri pertanian, peternakan, kehutanan, UKM, distribusi hasil tani, perikanan,perumahan dll. Taruh kantor2 menteri itu di Jogya, Di Sukabumi, atau di Palembang. Benahi industri dasar kita yg terkait pangan, kebutuhan dasar dan kesehatan. Kuatkan dulu dan kembalikan swasembada beras. Tanam kapas, obat2an dll. Janganlah pemerintah/menteri/gubernur duduk di menara gading dan ngga tahu apa2 kondisi rakyatnya. Kenapa hasil padi 5 th terakhir flat/rata (BPS) dan tdk ada sedikit kepedulian akan hal ini. Kenapa beras/gula import makin dominan dan kita bangga memakannya. Jadi biarkan dunia bergoyang, asal fundamental kita kuat, kita bisa survive. Salam, -- From: A Nizami[SMTP:[EMAIL PROTECTED] Reply To: ekonomi-nasional@yahoogroups.com Sent: 31 Agustus 2005 17:38 To: [EMAIL PROTECTED]; ekonomi-nasional@yahoogroups.com; ppiindia@yahoogroups.com Subject: [ekonomi-nasional] Re: Commodity basket Re: Akibat Mental yang Terjajah Agar Indonesia bisa berhasil, Indonesia harus jadi bangsa produsen. Bukan bangsa importir. Minimal kita memproduksi kebutuhan kita sendiri. Tidak usah besar2, coba beri kredit kapal bagi nelayan. Bagaimana kapalnya bisa berlayar meski tanpa solar (mis pakai layar). Kemudian mengembangkan pertanian sehingga beras, jagung, dan kedelai tidak impor lagi. Coba kembangkan industri sepatu, pakaian, dsb, sehingga kita tak perlu beli Reebok, Nike, Adidas, dsb. Anggota DPR kita jadinya tak perlu ke Paris buat beli sepatu Bally. Kalau kita memproduksi kebutuhan kita sendiri, kita tidak butuh dollar kan? Minimal
Re: [ekonomi-nasional] Re: Commodity basket Re: Akibat Mental yang Terjajah
Iya, di satu sisi kita harus membasmi korupsi. Di sisi lain isyu korupsi ini dimanfaatkan oleh kelompok Neoliberalis untuk melakukan privatisasi atau pun penyerahan SDA ke asing. Sebagai contoh baru2 ini Bank Dunia mendanai peneliti UI untuk meneliti masalah korupsi guna dipakai untuk kepentingan mereka. Padahal jika dipikir2, misalkan MNC asing mengelola satu blok minyak. Dari situ mereka dapat Rp 30 trilyun per tahun lewat biaya operasional yang besar (gaji expat serta mesin/software dari AS juga harganya mahal sekali). Kemudian dibandingkan dgn perusahaan domestik yang biaya operasinya hanya Rp 5 trilyun, kemudian korupsi Rp 5 trilyun. Nah masih kecil perusahaan domestik kan costnya? Ini bukan untuk menghalalkan korupsi. Namun dibanding perusahaan domestik yang korup pun biaya MNC asing yang tinggi lebih merugikan bangsa ketimbang perusahaan dalam negeri. --- Ardi St. Majo Endah [EMAIL PROTECTED] wrote: selama ini perbaikan sistemik untuk memajukan perekonomian nasional telah dibajak oleh tema anti korupsi, termasuk biaya siluman dengan kata kunci memburu efisiensi. cilakanya lagi, isu ini justru menggiring pada lahirnya kondisi dimana pemain besar (TNC/MNC) mendominasi dengan cara menyingkirkan peran pemerintah dalam perekonomian nasional. kemudian orang serta merta meneriakkan serahkan semuanya pada pasar, jual saja semua BUMN karena jadi sarang korupsi dst, dst. padahal disisi lain masih ada opsi untuk memberbaiki kinerja dan mekanisme kontrol untuk mengatasi korupsi dsb-nya itu. misalnya dengan pembenahan sistem pengawasan intern dan ekstern terhadap perusahaan negara atau pembenahan aturan perundangan dan sistem ketatalembagaan untuk mengatasi persoalan yang ada. jadi saya mengajak anda untuk tidak mengkonfrontir apa yang disampaikan Bung Nizami dan Bung Wardoyo dengan masalah biaya siluman dan sejenisnya. Karena akan mengarahkan diskusi ini untuk melegitimasi pemikiran yang ada di otak para neoliberalis dan kita jadi terhambat untuk bisa menggali lebih jauh ide genuine dua kawan kita ini. ingatkan, bahwa ditengah krisis ekonomi, pemerintah justru didorong untuk menjual BUMN dengan alasan efisiensi dan KKN. saya kira anda juga sependapat, kalaupun didalam rumah ada sarang tikus bukan berarti kita harus membakar rumah untuk memusnahkan tikusnya kan? On 9/1/05, [EMAIL PROTECTED] [EMAIL PROTECTED] wrote: Komentar teman : Saya setuju dg bung Ardi : merubah hambatan menjadi tantangan. tekad membangun dan mewjudkan kemandirian ekonomi bangsa untuk mensejahterakan rakyat harus terus didorong dan tidak boleh dibelokkan atau dipatahkan hanya oleh mitos korupsi dan biaya siluman. Komentar saya : Saya kok jadi bingung ya maklum bukan pelaku bisnis. Seandainya saja biaya siluman itu tak sekedar mitos belaka, tapi benar-benar sebuah fakta. Apakah berpengaruh pada harga yang dibayar oleh konsumen ? Apakah hanya mengurangi margin keuntungan pengusaha ? Terus dampaknya apa yaa ? Salam/ @nung - Original Message - From: Ardi St. Majo Endah [EMAIL PROTECTED] To: ekonomi-nasional@yahoogroups.com Sent: Thursday, September 01, 2005 12:26 PM Subject: Re: [ekonomi-nasional] Re: Commodity basket Re: Akibat Mental yang Terjajah bung, saya sekedar mengingatkan saja bahwa biaya siluman itu adalah mitos yang melemahkan semangat dan keyakinan kita untuk mewujudkan kemandirian bangsa. sama halnya dengan korupsi, hanya dipakai untuk meliberalisasi dan mengkomersialisasi barang-barang publik. tekad membangun dan mewjudkan kemandirian ekonomi bangsa untuk mensejahterakan rakyat harus terus didorong dan tidak boleh dibelokkan atau dipatahkan hanya oleh mitos korupsi dan biaya siluman. On 9/1/05, [EMAIL PROTECTED] [EMAIL PROTECTED] wrote: temen saya bilang, itu semua dihambat oleh biaya siluman yg cukup signifikan, benarkah ??? salam/@nung - Original Message - From: Wardoyo [EMAIL PROTECTED] To: ekonomi-nasional@yahoogroups.com Sent: Thursday, September 01, 2005 10:16 PM Subject: RE: [ekonomi-nasional] Re: Commodity basket Re: Akibat Mental yang Terjajah Fokus, Kita harus mulai fokus terhadap fundamental industri kerakyatan. Bila perlu bikin menteri pertanian, peternakan, kehutanan, UKM, distribusi hasil tani, perikanan,perumahan dll. Taruh kantor2 menteri itu di Jogya, Di Sukabumi, atau di Palembang. Benahi industri dasar kita yg terkait pangan, kebutuhan dasar dan kesehatan. Kuatkan dulu dan kembalikan swasembada beras. Tanam kapas, obat2an dll. Janganlah pemerintah/menteri/gubernur duduk di menara gading dan ngga tahu apa2 kondisi rakyatnya. Kenapa hasil padi 5 th terakhir flat/rata (BPS) dan tdk ada sedikit kepedulian akan hal ini. Kenapa beras/gula import makin dominan dan kita bangga
[ekonomi-nasional] Re: Commodity basket Re: Akibat Mental yang Terjajah
Agar Indonesia bisa berhasil, Indonesia harus jadi bangsa produsen. Bukan bangsa importir. Minimal kita memproduksi kebutuhan kita sendiri. Tidak usah besar2, coba beri kredit kapal bagi nelayan. Bagaimana kapalnya bisa berlayar meski tanpa solar (mis pakai layar). Kemudian mengembangkan pertanian sehingga beras, jagung, dan kedelai tidak impor lagi. Coba kembangkan industri sepatu, pakaian, dsb, sehingga kita tak perlu beli Reebok, Nike, Adidas, dsb. Anggota DPR kita jadinya tak perlu ke Paris buat beli sepatu Bally. Kalau kita memproduksi kebutuhan kita sendiri, kita tidak butuh dollar kan? Minimal sebagian besar kita produksi sendiri. --- estananto [EMAIL PROTECTED] wrote: Saya bukan ekonom tapi tiba2 berpikir begini: Sendainya gaji pegawai negeri, TNI dan Polri, dan UMR ditetapkan tidak berdasarkan rupiah tapi berdasarkan satu commodity basket yang banyak dihasilkan dari Indonesia, apa kira2 bisa melawan ketergantungan terhadap fluktuasi mata uang? Misalnya UMR harus sama dengan nilai nominal sekian commodity basket, berarti UMR naik dengan sendirinya seiring dengan naiknya harga-harga. Demikian juga pegawai negeri, TNI dan Polri. Ini kemudian membantu mencegah turunnya daya beli mereka. Seterusnya menjadi feedback untuk mencegah fluktuasi harga commodities tersebut. Demikian juga denda-denda yang ada dalam hukum Indonesia, seharusnya tidak berdasarkan rupiah yang terus terkena inflasi tapi commodity basket tadi. Karena commodity itu banyak dihasilkan di Indonesia, harga-harganya tidak terpengaruh fluktuasi mata uang, tetapi cukup juga menggambarkan laju inflasi. Referensi rupiah terhadap dollar yang dijadikan penentu pelaku bisnis harus diganti dengan referensi rupiah terhadap commodity basket yang berlaku nasional. Saya tidak tahu apakah pembangunan infrastruktur yang dicanangkan SBY akan menyedot tenaga kerja atau tidak, tetapi untuk mengatasi pengangguran tampaknya SBK-MJK menempuh jalur konvensional yaitu mengharapkan investasi asing, padahal RI tentu saja kurang seksi dibandingkan RRC dan India sekarang ini. Kita sudah masuk dead trap kalau kita mengandalkan investasi asing, karena pasti mereka minta banyak konsesi untuk bisa memutuskan bahwa usaha mereka akan untung dibanding jika mereka buka di Cina dan India. Satu-satunya cara di tengah persaingan dengan Cina dan India adalah memfokuskan diri di bidang di mana Cina dan India tidak punya kekuatan di situ, dan itu letaknya di lautan Indonesia yang luas dan kaya. Wassalaam, Nano --- In [EMAIL PROTECTED], Arif [EMAIL PROTECTED] wrote: ** Kebijakan yang sangat merusak itu adalah menggerojokkan utang luar negeri terus-menerus sampai tidak kuat bayar tepat waktu supaya selalu menjadi pengemis buat penundaan pembayaran. Ketika itu, pemerintah Indonesia harus dicekik lehernya untuk didikte. Yang mengatakan ini bukan saya, tetapi orang-orang asing, kebanyakan orang-orang Amerika, yaitu John Pilger, Brad Sampson, Jeffrey Winters, dan John Perkins yang mengaku disuruh merusak ekonomi Indonesia. Caranya digambarkan dengan sangat jelas di dalam bukunya yang berjudul The confessions of an economic hit man. ** Setelah menjelaskan ini, pertanyaannya adalah terus apa yang harus dilakukan? Buat saya, Presiden SBY harus mengambil alih kepemimpinan sepenuhnya dalam bidang ekonomi. Kedua, mengganti menteri-menteri ekonomi dengan orang-orang yang mentalnya pemimpin untuk bangsanya, bukan hamba untuk kepentingan asing. Ketiga, mengatakan kepada semua negara pemberi utang bahwa pemerintah Indonesia akan membayar dengan jadwal dan jumlah yang ditentukan sendiri atas dasar kekuatan yang memungkinkannya membela kepentingan rakyat sendiri. +++ http://www.indopos.co.id/index.php?act=detailid=5508 Rabu, 31 Agt 2005, Akibat Mental yang Terjajah Oleh Kwik Kian Gie Buat orang yang dapat membaca statistik dan dapat menafsirkannya, akan melemahnya rupiah sudah cukup lama di depan mata. Buat orang yang selalu gemar mengingat sesuatu yang pernah terjadi, merosotnya nilai rupiah juga bisa diprediksi. Bahwa rupiah bisa merosot sangat tajam dalam waktu sangat singkat juga pernah kita alami, yaitu ketika rupiah merosot dari sekitar Rp 2.300 menjadi Rp 16.000 per dolar AS (USD). Maka, kalau sekarang nilai rupiah dalam waktu singkat merosot dari Rp 9.000 menjadi 11.500 ketika artikel ini ditulis, dan karena itu pemerintah cemas dan bingung, saya menjadi heran. Mari kita bahas satu per satu. Pertama tentang apa yang dinamakan fundamental ekonomi, tetapi saya batasi pada yang relevan saja untuk nilai tukar rupiah. Kekuatan bangsa Indonesia sendiri dalam hal mempertahankan stabilitas nilai rupiahnya dilandasi oleh apakah mempunyai cadangan devisa yang cukup dan berkesinambungan. Devisa dibentuk oleh ekspor yang lebih besar daripada impor,
Re: [ekonomi-nasional] Re: Commodity basket Re: Akibat Mental yang Terjajah
temen saya bilang, itu semua dihambat oleh biaya siluman yg cukup signifikan, benarkah ??? salam/@nung - Original Message - From: Wardoyo [EMAIL PROTECTED] To: ekonomi-nasional@yahoogroups.com Sent: Thursday, September 01, 2005 10:16 PM Subject: RE: [ekonomi-nasional] Re: Commodity basket Re: Akibat Mental yang Terjajah Fokus, Kita harus mulai fokus terhadap fundamental industri kerakyatan. Bila perlu bikin menteri pertanian, peternakan, kehutanan, UKM, distribusi hasil tani, perikanan,perumahan dll. Taruh kantor2 menteri itu di Jogya, Di Sukabumi, atau di Palembang. Benahi industri dasar kita yg terkait pangan, kebutuhan dasar dan kesehatan. Kuatkan dulu dan kembalikan swasembada beras. Tanam kapas, obat2an dll. Janganlah pemerintah/menteri/gubernur duduk di menara gading dan ngga tahu apa2 kondisi rakyatnya. Kenapa hasil padi 5 th terakhir flat/rata (BPS) dan tdk ada sedikit kepedulian akan hal ini. Kenapa beras/gula import makin dominan dan kita bangga memakannya. Jadi biarkan dunia bergoyang, asal fundamental kita kuat, kita bisa survive. Salam, -- From: A Nizami[SMTP:[EMAIL PROTECTED] Reply To: ekonomi-nasional@yahoogroups.com Sent: 31 Agustus 2005 17:38 To: [EMAIL PROTECTED]; ekonomi-nasional@yahoogroups.com; ppiindia@yahoogroups.com Subject: [ekonomi-nasional] Re: Commodity basket Re: Akibat Mental yang Terjajah Agar Indonesia bisa berhasil, Indonesia harus jadi bangsa produsen. Bukan bangsa importir. Minimal kita memproduksi kebutuhan kita sendiri. Tidak usah besar2, coba beri kredit kapal bagi nelayan. Bagaimana kapalnya bisa berlayar meski tanpa solar (mis pakai layar). Kemudian mengembangkan pertanian sehingga beras, jagung, dan kedelai tidak impor lagi. Coba kembangkan industri sepatu, pakaian, dsb, sehingga kita tak perlu beli Reebok, Nike, Adidas, dsb. Anggota DPR kita jadinya tak perlu ke Paris buat beli sepatu Bally. Kalau kita memproduksi kebutuhan kita sendiri, kita tidak butuh dollar kan? Minimal sebagian besar kita produksi sendiri. --- estananto [EMAIL PROTECTED] wrote: Saya bukan ekonom tapi tiba2 berpikir begini: Sendainya gaji pegawai negeri, TNI dan Polri, dan UMR ditetapkan tidak berdasarkan rupiah tapi berdasarkan satu commodity basket yang banyak dihasilkan dari Indonesia, apa kira2 bisa melawan ketergantungan terhadap fluktuasi mata uang? Misalnya UMR harus sama dengan nilai nominal sekian commodity basket, berarti UMR naik dengan sendirinya seiring dengan naiknya harga-harga. Demikian juga pegawai negeri, TNI dan Polri. Ini kemudian membantu mencegah turunnya daya beli mereka. Seterusnya menjadi feedback untuk mencegah fluktuasi harga commodities tersebut. Demikian juga denda-denda yang ada dalam hukum Indonesia, seharusnya tidak berdasarkan rupiah yang terus terkena inflasi tapi commodity basket tadi. Karena commodity itu banyak dihasilkan di Indonesia, harga-harganya tidak terpengaruh fluktuasi mata uang, tetapi cukup juga menggambarkan laju inflasi. Referensi rupiah terhadap dollar yang dijadikan penentu pelaku bisnis harus diganti dengan referensi rupiah terhadap commodity basket yang berlaku nasional. Saya tidak tahu apakah pembangunan infrastruktur yang dicanangkan SBY akan menyedot tenaga kerja atau tidak, tetapi untuk mengatasi pengangguran tampaknya SBK-MJK menempuh jalur konvensional yaitu mengharapkan investasi asing, padahal RI tentu saja kurang seksi dibandingkan RRC dan India sekarang ini. Kita sudah masuk dead trap kalau kita mengandalkan investasi asing, karena pasti mereka minta banyak konsesi untuk bisa memutuskan bahwa usaha mereka akan untung dibanding jika mereka buka di Cina dan India. Satu-satunya cara di tengah persaingan dengan Cina dan India adalah memfokuskan diri di bidang di mana Cina dan India tidak punya kekuatan di situ, dan itu letaknya di lautan Indonesia yang luas dan kaya. Wassalaam, Nano Ingin bergabung ke milis ekonomi-nasional? Kirim email ke [EMAIL PROTECTED] Yahoo! Groups Links Yahoo! Groups Sponsor ~-- Help Sudanese refugees rebuild their lives through GlobalGiving. http://us.click.yahoo.com/hjNroD/EbOLAA/cosFAA/GEEolB/TM ~- Ingin bergabung ke milis ekonomi-nasional? Kirim email ke [EMAIL PROTECTED] Yahoo! Groups Links * To visit your group on the web, go to: http://groups.yahoo.com/group/ekonomi-nasional/ * To unsubscribe from this group, send an email to: [EMAIL PROTECTED] * Your use of Yahoo! Groups is subject to: http://docs.yahoo.com/info/terms/
Re: [ekonomi-nasional] Re: Commodity basket Re: Akibat Mental yang Terjajah
bung, saya sekedar mengingatkan saja bahwa biaya siluman itu adalah mitos yang melemahkan semangat dan keyakinan kita untuk mewujudkan kemandirian bangsa. sama halnya dengan korupsi, hanya dipakai untuk meliberalisasi dan mengkomersialisasi barang-barang publik. tekad membangun dan mewjudkan kemandirian ekonomi bangsa untuk mensejahterakan rakyat harus terus didorong dan tidak boleh dibelokkan atau dipatahkan hanya oleh mitos korupsi dan biaya siluman. On 9/1/05, [EMAIL PROTECTED] [EMAIL PROTECTED] wrote: temen saya bilang, itu semua dihambat oleh biaya siluman yg cukup signifikan, benarkah ??? salam/@nung - Original Message - From: Wardoyo [EMAIL PROTECTED] To: ekonomi-nasional@yahoogroups.com Sent: Thursday, September 01, 2005 10:16 PM Subject: RE: [ekonomi-nasional] Re: Commodity basket Re: Akibat Mental yang Terjajah Fokus, Kita harus mulai fokus terhadap fundamental industri kerakyatan. Bila perlu bikin menteri pertanian, peternakan, kehutanan, UKM, distribusi hasil tani, perikanan,perumahan dll. Taruh kantor2 menteri itu di Jogya, Di Sukabumi, atau di Palembang. Benahi industri dasar kita yg terkait pangan, kebutuhan dasar dan kesehatan. Kuatkan dulu dan kembalikan swasembada beras. Tanam kapas, obat2an dll. Janganlah pemerintah/menteri/gubernur duduk di menara gading dan ngga tahu apa2 kondisi rakyatnya. Kenapa hasil padi 5 th terakhir flat/rata (BPS) dan tdk ada sedikit kepedulian akan hal ini. Kenapa beras/gula import makin dominan dan kita bangga memakannya. Jadi biarkan dunia bergoyang, asal fundamental kita kuat, kita bisa survive. Salam, -- From: A Nizami[SMTP:[EMAIL PROTECTED] Reply To: ekonomi-nasional@yahoogroups.com Sent: 31 Agustus 2005 17:38 To: [EMAIL PROTECTED]; ekonomi-nasional@yahoogroups.com; ppiindia@yahoogroups.com Subject: [ekonomi-nasional] Re: Commodity basket Re: Akibat Mental yang Terjajah Agar Indonesia bisa berhasil, Indonesia harus jadi bangsa produsen. Bukan bangsa importir. Minimal kita memproduksi kebutuhan kita sendiri. Tidak usah besar2, coba beri kredit kapal bagi nelayan. Bagaimana kapalnya bisa berlayar meski tanpa solar (mis pakai layar). Kemudian mengembangkan pertanian sehingga beras, jagung, dan kedelai tidak impor lagi. Coba kembangkan industri sepatu, pakaian, dsb, sehingga kita tak perlu beli Reebok, Nike, Adidas, dsb. Anggota DPR kita jadinya tak perlu ke Paris buat beli sepatu Bally. Kalau kita memproduksi kebutuhan kita sendiri, kita tidak butuh dollar kan? Minimal sebagian besar kita produksi sendiri. --- estananto [EMAIL PROTECTED] wrote: Saya bukan ekonom tapi tiba2 berpikir begini: Sendainya gaji pegawai negeri, TNI dan Polri, dan UMR ditetapkan tidak berdasarkan rupiah tapi berdasarkan satu commodity basket yang banyak dihasilkan dari Indonesia, apa kira2 bisa melawan ketergantungan terhadap fluktuasi mata uang? Misalnya UMR harus sama dengan nilai nominal sekian commodity basket, berarti UMR naik dengan sendirinya seiring dengan naiknya harga-harga. Demikian juga pegawai negeri, TNI dan Polri. Ini kemudian membantu mencegah turunnya daya beli mereka. Seterusnya menjadi feedback untuk mencegah fluktuasi harga commodities tersebut. Demikian juga denda-denda yang ada dalam hukum Indonesia, seharusnya tidak berdasarkan rupiah yang terus terkena inflasi tapi commodity basket tadi. Karena commodity itu banyak dihasilkan di Indonesia, harga-harganya tidak terpengaruh fluktuasi mata uang, tetapi cukup juga menggambarkan laju inflasi. Referensi rupiah terhadap dollar yang dijadikan penentu pelaku bisnis harus diganti dengan referensi rupiah terhadap commodity basket yang berlaku nasional. Saya tidak tahu apakah pembangunan infrastruktur yang dicanangkan SBY akan menyedot tenaga kerja atau tidak, tetapi untuk mengatasi pengangguran tampaknya SBK-MJK menempuh jalur konvensional yaitu mengharapkan investasi asing, padahal RI tentu saja kurang seksi dibandingkan RRC dan India sekarang ini. Kita sudah masuk dead trap kalau kita mengandalkan investasi asing, karena pasti mereka minta banyak konsesi untuk bisa memutuskan bahwa usaha mereka akan untung dibanding jika mereka buka di Cina dan India. Satu-satunya cara di tengah persaingan dengan Cina dan India adalah memfokuskan diri di bidang di mana Cina dan India tidak punya kekuatan di situ, dan itu letaknya di lautan Indonesia yang luas dan kaya. Wassalaam, Nano Ingin bergabung ke milis ekonomi-nasional? Kirim email ke [EMAIL PROTECTED] Yahoo! Groups Links Ingin bergabung ke milis ekonomi-nasional? Kirim email ke [EMAIL PROTECTED] Yahoo! Groups Links -- Kusfiardi Coordinator Koalisi Anti Utang (KAU) Anti Debt Coalition Indonesia Jl. Tegal Parang