Re: [ekonomi-nasional] Siapa Bilang Swasta Pasti Untung dan BUMN Pasti Rugi? Tantangan BUMN 2010: Tranparansi: teori khayalan dari mana?

2010-02-14 Terurut Topik Irwan Lubis
Singapura bisa jadi contoh terbaik ttg keberhasilan BUMN atau yg mirip
BUMN.

Kata Wikipedia:
Temasek Holdings is an investment company owned by the government
of Singapore. With an international staff of  350 people, it manages a
portfolio of about S$185 billion, or more than US$127 billion, focused
primarily in Asia...

 Pak Nizami sangat tepat mengambil contoh TPJ/AETRA dan Palyja. Baik
TPJ mau pun Palyja, yg jelas-jelas swasta, tidak mampu mengangkat
kinerja PAM, malah memerosotkan kinerja PAM. Privatisasi PDAM-PDAM
di negeri ini harus segera dicegah.

Ini saya kutipkan juga bbrp pejabat Temasek yg punya kaitan dg
pemerintah (diambil dari web/laman-nya temasek)

* HO CHING, EXECUTIVE DIRECTOR  CEO
Joined Temasek as a Director in January 2002, becoming its Executive
Director in May 2002. Executive Director  CEO since January 2004.
Began career with the Ministry of Defence and held various positions in
the Defence Science Organisation and the Defence Materiel Organisation.
President and CEO of the Singapore Technologies Group from April 1997
to December 2001.

* TEO MING KIAN, DIRECTOR
Director of Temasek since October 2006. Presently Advisor (Special
Projects) of the Ministry of Finance after serving as its Permanent
Secretary for three years. Concurrently the Permanent Secretary of
National Research and Development in the Prime Minister's Office, and
Board Member of the National Research Foundation and the Monetary
Authority of Singapore. Previously Chairman of the Singapore Economic
Development Board, Accounting and Corporate Regulatory Authority and
Inland Revenue Authority of Singapore. Conferred the Public Administration
Medal (Gold) in 1993 and The Meritorious Service Medal in 2008.

* S DHANABALAN, CHAIRMAN
Chairman of Temasek since September 1996. Chairman of DBS Group
Holdings Ltd from 1999 to 2005 and Chairman of Singapore Airlines Ltd
from 1996 to 1998. Began career in the Singapore Civil Service in 1960.
Entered politics in 1976. Held a number of cabinet positions from 1978
to 1994

* KWA CHONG SENG, DEPUTY CHAIRMAN
Deputy Chairman and Director of Temasek since September 1997. Presently
Chairman and Managing Director of ExxonMobil Asia Pacific Pte Ltd, a board
director of DBS Group Holdings Ltd and a member of the Public Service
Commission. Previously Chairman of MediaCorp Pte Ltd. Began career with
Esso Singapore in 1969. Conferred the Public Service Star in 2005.



-

2010/2/12 A Nizami nizam...@yahoo.com



 Telkom dan Indosat sebelum diprivatisasi, itu sudah untung trilyunan per
 tahun. Harap diingat, ketika go public di BEJ waktu itu persyaratan yang
 bisa Go public adalah perusahaan harus untung 3 tahun terakhir selama
 berturut-turut.

 Sebaliknya jika diprivatisasi, belum tentu transparan dan untung. Contohnya
 Enron di AS ternyata akhirnya bangkrut meski sudah Go Public dan auditornya
 bilang untung dan auditnya wajar. BHS Bank habis dirampok pemiliknya Hendra
 Rahardja, Belum lagi Bank Century dan Summa Bank

 Buang jauh2 pikiran yang swasta itu pasti untung dan transparan.

 Sering orang-orang Neoliberalis
 mendesak pemerintah untuk memprivatisasi BUMN-BUMN untuk dijual ke
 asing dengan alasan rugi segala macam. Padahal tidak semuanya benar.
 Justru banyak BUMN yang untung sampai
 Rp 80 trilyun/tahun. Celakanya justru BUMN-BUMN yang untung itu yang
 diprivatisasi/dijual sehingga 85% kepemilikan sahamnya dimiliki oleh
 asing.
 Padahal tahun 2009 saja BUMN menyumbang sebagian keuntungannya ke negara
 sebesar Rp 29 trilyun.
 Jadi kalau menjual BUMN, itu sama
 dengan menjual angsa bertelur emas. Dapat hasil penjualan sekali,
 setelah itu tidak dapat uang lagi. Beda jika dikelola terus sehingga
 mendapat keuntungan setiap tahun.

 Banyak orang berkata bahwa jika BUMN
 diprivatisasi jadi perusahaan Swasta, maka akan lebih baik. Karena
 Swasta menggunakan dananya sendiri, maka mereka jadi lebih hati-hati.
 Begitu alasannya.
 Namun pendapat tersebut tidak
 sepenuhnya benar. Karena kalau perusahaan tersebut menengah kecil,
 mungkin masih murni memakai uang sendiri. Tapi umumnya perusahaan
 swasta menengah atas, apalagi asetnya sudah sampai trilyunan rupiah
 lebih, hanya sebagian kecil yang menggunakan uang pribadi. Umumnya
 menggunakan dana pihak lain atau uang rakyat mulai dari sekedar
 pinjaman Bank, atau pun dengan menarik dana masyarakat dengan melempar
 saham di Bursa Saham.
 Bahkan jika perusahaan tersebut berupa
 Bank Swasta atau pun Pialang Saham Swasta, mereka dengan mudah menarik
 dana masyarakat yang menjadi nasabahnya sampai ratusan trilyun lebih.
 Apakah perusahaan Swasta tersebut jadi bagus dan tidak rugi?
 Kita lihat betapa banyak perusahaan
 swasta yang merugi. BHS Bank bangkrut dan pemiliknya kabur dengan
 trilyunan uang nasabah. Lehman Brothers juga bangkrut dengan kerugian
 300 milyar dollar AS. Sarijaya Securities bangkrut dengan menghilangkan
 Rp 245 milyar uang nasabahnya. Enron yang sudah Go Public dan Chrysler
 bangkrut, sementara AIG harus 

[ekonomi-nasional] Siapa Bilang Swasta Pasti Untung dan BUMN Pasti Rugi? Tantangan BUMN 2010: Tranparansi: teori khayalan dari mana?

2010-02-12 Terurut Topik A Nizami
Telkom dan Indosat sebelum diprivatisasi, itu sudah untung trilyunan per tahun. 
Harap diingat, ketika go public di BEJ waktu itu persyaratan yang bisa Go 
public adalah perusahaan harus untung 3 tahun terakhir selama berturut-turut.

Sebaliknya jika diprivatisasi, belum tentu transparan dan untung. Contohnya 
Enron di AS ternyata akhirnya bangkrut meski sudah Go Public dan auditornya 
bilang untung dan auditnya wajar. BHS Bank habis dirampok pemiliknya Hendra 
Rahardja, Belum lagi Bank Century dan Summa Bank

Buang jauh2 pikiran yang swasta itu pasti untung dan transparan.


Sering orang-orang Neoliberalis
mendesak pemerintah untuk memprivatisasi BUMN-BUMN untuk dijual ke
asing dengan alasan rugi segala macam. Padahal tidak semuanya benar.
Justru banyak BUMN yang untung sampai
Rp 80 trilyun/tahun. Celakanya justru BUMN-BUMN yang untung itu yang
diprivatisasi/dijual sehingga 85% kepemilikan sahamnya dimiliki oleh
asing.
Padahal tahun 2009 saja BUMN menyumbang sebagian keuntungannya ke negara 
sebesar Rp 29 trilyun.
Jadi kalau menjual BUMN, itu sama
dengan menjual angsa bertelur emas. Dapat hasil penjualan sekali,
setelah itu tidak dapat uang lagi. Beda jika dikelola terus sehingga
mendapat keuntungan setiap tahun.

Banyak orang berkata bahwa jika BUMN
diprivatisasi jadi perusahaan Swasta, maka akan lebih baik. Karena
Swasta menggunakan dananya sendiri, maka mereka jadi lebih hati-hati.
Begitu alasannya.
Namun pendapat tersebut tidak
sepenuhnya benar. Karena kalau perusahaan tersebut menengah kecil,
mungkin masih murni memakai uang sendiri. Tapi umumnya perusahaan
swasta menengah atas, apalagi asetnya sudah sampai trilyunan rupiah
lebih, hanya sebagian kecil yang menggunakan uang pribadi. Umumnya
menggunakan dana pihak lain atau uang rakyat mulai dari sekedar
pinjaman Bank, atau pun dengan menarik dana masyarakat dengan melempar
saham di Bursa Saham.
Bahkan jika perusahaan tersebut berupa
Bank Swasta atau pun Pialang Saham Swasta, mereka dengan mudah menarik
dana masyarakat yang menjadi nasabahnya sampai ratusan trilyun lebih.
Apakah perusahaan Swasta tersebut jadi bagus dan tidak rugi?
Kita lihat betapa banyak perusahaan
swasta yang merugi. BHS Bank bangkrut dan pemiliknya kabur dengan
trilyunan uang nasabah. Lehman Brothers juga bangkrut dengan kerugian
300 milyar dollar AS. Sarijaya Securities bangkrut dengan menghilangkan
Rp 245 milyar uang nasabahnya. Enron yang sudah Go Public dan Chrysler
bangkrut, sementara AIG harus “dinasionalisasi” dengan dana US$ 85
milyar dari uang rakyat AS.
Pada Krisis Moneter di tahun 1998,
pemerintah harus menalangi Bank-bank Swasta seperti BCA, Danamon,
Lippo, dan sebagainya dengan uang rakyat sebesar Rp 600 trilyun melalui
KLBI/BLBI. Itu adalah jumlah yang sangat besar karena melampaui jumlah
APBN Indonesia saat itu. Bank-bank Swasta tersebut merugi dan
diambil-alih pihak lain.
Banyak perusahaan swasta yang
kreditnya macet. Meski perusahaan merugi, namun pemilik perusahaan
tetap bebas menikmati kekayaannya yang mungkin berasal dari kredit
tersebut (misalnya berupa deviden/gaji sebagai komisaris/direktur)
karena sebagai PT, tanggung-jawabnya hanya sebatas PT (Perseroan
Terbatas). Harta pribadinya tidak bisa diganggu-gugat.
Perusahaan yang Go Public pun yang
katanya akan jadi bagus dan sulit bangkrut karena dimiliki publik
sehingga lebih transparan dan terawasi, tetap saja bangkrut. Contohnya
adalah Enron, Daya Guna Samudera (DGSA), Bintuni Minaraya (BMRA), Super
Mitory (SUMI), dan sebagainya.
Perusahaan Inggris Thames yang
mengambil alih PAM Jaya jadi TPJ (Thames Pam Jaya), ternyata merugi dan
diambil-alih oleh AETRA. Padahal seluruh infrastruktur PAM dari
jaringan pipa di Jakarta atau pun fasilitas penyaringan air sudah
dibangun oleh BUMD PAM Jaya. Namun TPJ tetap merugi padahal perbaikan
untuk meningkatkan mutu air PAM nyaris tidak ada.
http://infoindonesia.wordpress.com/2009/08/26/siapa-bilang-swasta-tidak-bisa-rugi-atau-bangkrut/
http://infoindonesia.wordpress.com/2009/05/25/apa-itu-neoliberalisme/
http://infoindonesia.wordpress.com/2009/07/30/siapa-bilang-bumn-selalu-rugi-dan-harus-diprivatisasi/

 ===
Belajar Islam sesuai Al Qur'an dan Hadits
http://media-islam.or.id
Milis Ekonomi Nasional: ekonomi-nasional-subscr...@yahoogroups.com



- Pesan Asli 
 Dari: Harlizon MBAu harli...@gmail.com
 Kepada: ekonomi-nasional@yahoogroups.com
 Cc: indone...@nextbetter.net
 Terkirim: Jum, 12 Februari, 2010 14:42:15
 Judul: Re: [ekonomi-nasional] Tantangan BUMN 2010: Tranparansi: teori  
 khayalan dari mana?
 
 Om infobank,
 
 Semoga pembenahannya akan baik buat BUMN ybs dan rakyat Indonesia...
 Saya juga ex-bumn, barangkali bisa dibilang ex bumn terbaik di Indonesia...
 Juga banyak menghabiskan waktu kerja di pengembangan bisnis Internasional
 (dan lokal)...
 Yang saya mau tanyakan, darimana dapat doktrin privatisasi akan lebih
 transparant?
 Juga, darimana dapat teori khayalan bahwa transparansi adalah selalu lebih
 baik?
 Coba kita lihat BUMN-BUMN atau perusahaan