Re: [ekonomi-nasional] Siapa Bilang Swasta Pasti Untung dan BUMN Pasti Rugi? Tantangan BUMN 2010: Tranparansi: teori khayalan dari mana?
Singapura bisa jadi contoh terbaik ttg keberhasilan BUMN atau yg mirip BUMN. Kata Wikipedia: Temasek Holdings is an investment company owned by the government of Singapore. With an international staff of 350 people, it manages a portfolio of about S$185 billion, or more than US$127 billion, focused primarily in Asia... Pak Nizami sangat tepat mengambil contoh TPJ/AETRA dan Palyja. Baik TPJ mau pun Palyja, yg jelas-jelas swasta, tidak mampu mengangkat kinerja PAM, malah memerosotkan kinerja PAM. Privatisasi PDAM-PDAM di negeri ini harus segera dicegah. Ini saya kutipkan juga bbrp pejabat Temasek yg punya kaitan dg pemerintah (diambil dari web/laman-nya temasek) * HO CHING, EXECUTIVE DIRECTOR CEO Joined Temasek as a Director in January 2002, becoming its Executive Director in May 2002. Executive Director CEO since January 2004. Began career with the Ministry of Defence and held various positions in the Defence Science Organisation and the Defence Materiel Organisation. President and CEO of the Singapore Technologies Group from April 1997 to December 2001. * TEO MING KIAN, DIRECTOR Director of Temasek since October 2006. Presently Advisor (Special Projects) of the Ministry of Finance after serving as its Permanent Secretary for three years. Concurrently the Permanent Secretary of National Research and Development in the Prime Minister's Office, and Board Member of the National Research Foundation and the Monetary Authority of Singapore. Previously Chairman of the Singapore Economic Development Board, Accounting and Corporate Regulatory Authority and Inland Revenue Authority of Singapore. Conferred the Public Administration Medal (Gold) in 1993 and The Meritorious Service Medal in 2008. * S DHANABALAN, CHAIRMAN Chairman of Temasek since September 1996. Chairman of DBS Group Holdings Ltd from 1999 to 2005 and Chairman of Singapore Airlines Ltd from 1996 to 1998. Began career in the Singapore Civil Service in 1960. Entered politics in 1976. Held a number of cabinet positions from 1978 to 1994 * KWA CHONG SENG, DEPUTY CHAIRMAN Deputy Chairman and Director of Temasek since September 1997. Presently Chairman and Managing Director of ExxonMobil Asia Pacific Pte Ltd, a board director of DBS Group Holdings Ltd and a member of the Public Service Commission. Previously Chairman of MediaCorp Pte Ltd. Began career with Esso Singapore in 1969. Conferred the Public Service Star in 2005. - 2010/2/12 A Nizami nizam...@yahoo.com Telkom dan Indosat sebelum diprivatisasi, itu sudah untung trilyunan per tahun. Harap diingat, ketika go public di BEJ waktu itu persyaratan yang bisa Go public adalah perusahaan harus untung 3 tahun terakhir selama berturut-turut. Sebaliknya jika diprivatisasi, belum tentu transparan dan untung. Contohnya Enron di AS ternyata akhirnya bangkrut meski sudah Go Public dan auditornya bilang untung dan auditnya wajar. BHS Bank habis dirampok pemiliknya Hendra Rahardja, Belum lagi Bank Century dan Summa Bank Buang jauh2 pikiran yang swasta itu pasti untung dan transparan. Sering orang-orang Neoliberalis mendesak pemerintah untuk memprivatisasi BUMN-BUMN untuk dijual ke asing dengan alasan rugi segala macam. Padahal tidak semuanya benar. Justru banyak BUMN yang untung sampai Rp 80 trilyun/tahun. Celakanya justru BUMN-BUMN yang untung itu yang diprivatisasi/dijual sehingga 85% kepemilikan sahamnya dimiliki oleh asing. Padahal tahun 2009 saja BUMN menyumbang sebagian keuntungannya ke negara sebesar Rp 29 trilyun. Jadi kalau menjual BUMN, itu sama dengan menjual angsa bertelur emas. Dapat hasil penjualan sekali, setelah itu tidak dapat uang lagi. Beda jika dikelola terus sehingga mendapat keuntungan setiap tahun. Banyak orang berkata bahwa jika BUMN diprivatisasi jadi perusahaan Swasta, maka akan lebih baik. Karena Swasta menggunakan dananya sendiri, maka mereka jadi lebih hati-hati. Begitu alasannya. Namun pendapat tersebut tidak sepenuhnya benar. Karena kalau perusahaan tersebut menengah kecil, mungkin masih murni memakai uang sendiri. Tapi umumnya perusahaan swasta menengah atas, apalagi asetnya sudah sampai trilyunan rupiah lebih, hanya sebagian kecil yang menggunakan uang pribadi. Umumnya menggunakan dana pihak lain atau uang rakyat mulai dari sekedar pinjaman Bank, atau pun dengan menarik dana masyarakat dengan melempar saham di Bursa Saham. Bahkan jika perusahaan tersebut berupa Bank Swasta atau pun Pialang Saham Swasta, mereka dengan mudah menarik dana masyarakat yang menjadi nasabahnya sampai ratusan trilyun lebih. Apakah perusahaan Swasta tersebut jadi bagus dan tidak rugi? Kita lihat betapa banyak perusahaan swasta yang merugi. BHS Bank bangkrut dan pemiliknya kabur dengan trilyunan uang nasabah. Lehman Brothers juga bangkrut dengan kerugian 300 milyar dollar AS. Sarijaya Securities bangkrut dengan menghilangkan Rp 245 milyar uang nasabahnya. Enron yang sudah Go Public dan Chrysler bangkrut, sementara AIG harus
[ekonomi-nasional] Siapa Bilang Swasta Pasti Untung dan BUMN Pasti Rugi? Tantangan BUMN 2010: Tranparansi: teori khayalan dari mana?
Telkom dan Indosat sebelum diprivatisasi, itu sudah untung trilyunan per tahun. Harap diingat, ketika go public di BEJ waktu itu persyaratan yang bisa Go public adalah perusahaan harus untung 3 tahun terakhir selama berturut-turut. Sebaliknya jika diprivatisasi, belum tentu transparan dan untung. Contohnya Enron di AS ternyata akhirnya bangkrut meski sudah Go Public dan auditornya bilang untung dan auditnya wajar. BHS Bank habis dirampok pemiliknya Hendra Rahardja, Belum lagi Bank Century dan Summa Bank Buang jauh2 pikiran yang swasta itu pasti untung dan transparan. Sering orang-orang Neoliberalis mendesak pemerintah untuk memprivatisasi BUMN-BUMN untuk dijual ke asing dengan alasan rugi segala macam. Padahal tidak semuanya benar. Justru banyak BUMN yang untung sampai Rp 80 trilyun/tahun. Celakanya justru BUMN-BUMN yang untung itu yang diprivatisasi/dijual sehingga 85% kepemilikan sahamnya dimiliki oleh asing. Padahal tahun 2009 saja BUMN menyumbang sebagian keuntungannya ke negara sebesar Rp 29 trilyun. Jadi kalau menjual BUMN, itu sama dengan menjual angsa bertelur emas. Dapat hasil penjualan sekali, setelah itu tidak dapat uang lagi. Beda jika dikelola terus sehingga mendapat keuntungan setiap tahun. Banyak orang berkata bahwa jika BUMN diprivatisasi jadi perusahaan Swasta, maka akan lebih baik. Karena Swasta menggunakan dananya sendiri, maka mereka jadi lebih hati-hati. Begitu alasannya. Namun pendapat tersebut tidak sepenuhnya benar. Karena kalau perusahaan tersebut menengah kecil, mungkin masih murni memakai uang sendiri. Tapi umumnya perusahaan swasta menengah atas, apalagi asetnya sudah sampai trilyunan rupiah lebih, hanya sebagian kecil yang menggunakan uang pribadi. Umumnya menggunakan dana pihak lain atau uang rakyat mulai dari sekedar pinjaman Bank, atau pun dengan menarik dana masyarakat dengan melempar saham di Bursa Saham. Bahkan jika perusahaan tersebut berupa Bank Swasta atau pun Pialang Saham Swasta, mereka dengan mudah menarik dana masyarakat yang menjadi nasabahnya sampai ratusan trilyun lebih. Apakah perusahaan Swasta tersebut jadi bagus dan tidak rugi? Kita lihat betapa banyak perusahaan swasta yang merugi. BHS Bank bangkrut dan pemiliknya kabur dengan trilyunan uang nasabah. Lehman Brothers juga bangkrut dengan kerugian 300 milyar dollar AS. Sarijaya Securities bangkrut dengan menghilangkan Rp 245 milyar uang nasabahnya. Enron yang sudah Go Public dan Chrysler bangkrut, sementara AIG harus “dinasionalisasi” dengan dana US$ 85 milyar dari uang rakyat AS. Pada Krisis Moneter di tahun 1998, pemerintah harus menalangi Bank-bank Swasta seperti BCA, Danamon, Lippo, dan sebagainya dengan uang rakyat sebesar Rp 600 trilyun melalui KLBI/BLBI. Itu adalah jumlah yang sangat besar karena melampaui jumlah APBN Indonesia saat itu. Bank-bank Swasta tersebut merugi dan diambil-alih pihak lain. Banyak perusahaan swasta yang kreditnya macet. Meski perusahaan merugi, namun pemilik perusahaan tetap bebas menikmati kekayaannya yang mungkin berasal dari kredit tersebut (misalnya berupa deviden/gaji sebagai komisaris/direktur) karena sebagai PT, tanggung-jawabnya hanya sebatas PT (Perseroan Terbatas). Harta pribadinya tidak bisa diganggu-gugat. Perusahaan yang Go Public pun yang katanya akan jadi bagus dan sulit bangkrut karena dimiliki publik sehingga lebih transparan dan terawasi, tetap saja bangkrut. Contohnya adalah Enron, Daya Guna Samudera (DGSA), Bintuni Minaraya (BMRA), Super Mitory (SUMI), dan sebagainya. Perusahaan Inggris Thames yang mengambil alih PAM Jaya jadi TPJ (Thames Pam Jaya), ternyata merugi dan diambil-alih oleh AETRA. Padahal seluruh infrastruktur PAM dari jaringan pipa di Jakarta atau pun fasilitas penyaringan air sudah dibangun oleh BUMD PAM Jaya. Namun TPJ tetap merugi padahal perbaikan untuk meningkatkan mutu air PAM nyaris tidak ada. http://infoindonesia.wordpress.com/2009/08/26/siapa-bilang-swasta-tidak-bisa-rugi-atau-bangkrut/ http://infoindonesia.wordpress.com/2009/05/25/apa-itu-neoliberalisme/ http://infoindonesia.wordpress.com/2009/07/30/siapa-bilang-bumn-selalu-rugi-dan-harus-diprivatisasi/ === Belajar Islam sesuai Al Qur'an dan Hadits http://media-islam.or.id Milis Ekonomi Nasional: ekonomi-nasional-subscr...@yahoogroups.com - Pesan Asli Dari: Harlizon MBAu harli...@gmail.com Kepada: ekonomi-nasional@yahoogroups.com Cc: indone...@nextbetter.net Terkirim: Jum, 12 Februari, 2010 14:42:15 Judul: Re: [ekonomi-nasional] Tantangan BUMN 2010: Tranparansi: teori khayalan dari mana? Om infobank, Semoga pembenahannya akan baik buat BUMN ybs dan rakyat Indonesia... Saya juga ex-bumn, barangkali bisa dibilang ex bumn terbaik di Indonesia... Juga banyak menghabiskan waktu kerja di pengembangan bisnis Internasional (dan lokal)... Yang saya mau tanyakan, darimana dapat doktrin privatisasi akan lebih transparant? Juga, darimana dapat teori khayalan bahwa transparansi adalah selalu lebih baik? Coba kita lihat BUMN-BUMN atau perusahaan