[Forum Pembaca KOMPAS] Solusi Masalah Ahmadiyah Indonesia (Djohan Effendi)

2008-01-13 Terurut Topik Mohamad Guntur Romli
 keagamaan, di manakah tempat lembaga keagamaan itu dalam struktur 
kenegaraan Republik Indonesia? Apakah ia berada dalam struktur kenegaraan atau 
bahkan berada di atas struktur kenegaraan, sehingga setiap fatwa lembaga 
tersebut mengikat dan karena itu harus ditaati dan dilaksanakan oleh negara 
dalam ini pemerintah RI?
 
Kedua, kalau sebuah paham keagamaan dilarang, apakah hak sipil para penganutnya 
sebagai warga negara RI hilang, terutama dalam kaitan kebebasan berkeyakinan? 
Kalau para penganut paham tersebut berkukuh tetap meyakini paham yang dilarang 
itu, apakah mereka akan dianggap sebagai pelaku tindak kriminal dan karena itu 
harus dikenai sanksi hukum pidana?
 
Ketiga, kebebasan beragama tegas-tegas dijamin oleh konstitusi. Begitu juga 
Piagam Hak Asasi Manusia dan dokumen-dokumen pelengkapnya telah diratifikasi 
oleh negara kita. Dengan demikian, bukankah pelarangan dan kriminalisasi 
penganutan suatu paham keagamaan merupakan sebuah pelanggaran terhadap hak 
asasi manusia? 
 
Mengingat hal-hal di atas, saya kira tak ada alternatif lain kecuali 
melaksanakan ketentuan yang ditegaskan dalam konstitusi dan karena itu tidaklah 
selayaknya negara ikut campur dalam fenomena sesat-menyesatkan kemudian 
mengambil tindakan melanggar konstitusi dengan mengurangi, apalagi menafikan, 
kebebasan berkeyakinan warga negara. Jaminan konstitusi atas kebebasan 
berkeyakinan adalah jaminan bagi warga negara untuk menganut keyakinannya, 
entah agama, entah paham keagamaan atau kepercayaan secara tulus tanpa paksaan 
dari siapa pun dan golongan apa pun. Apabila negara ikut campur atau memihak 
suatu kelompok dalam fenomena kontroversi pemahaman agama, rasa aman dan 
berkeyakinan akan terganggu. Penganutan suatu paham keagamaan atau kepercayaan, 
betapapun anehnya paham tersebut, tidak boleh dikriminalisasikan selama tidak 
melanggar ketertiban masyarakat dan kesopanan umum. Berbeda atau menyimpang 
dari paham anutan mayoritas tidak bisa menjadi alasan pelarangan sebuah paham.
 Kalau Tuhan Al-Khaliq sendiri memberikan kebebasan kepada manusia ciptaan-Nya 
untuk beriman atau tidak kepada-Nya, bagaimana mungkin sebuah negara bertindak 
melebihi Tuhan sendiri? 

Mohamad Guntur Romli
Jl Utan Kayu No 68H, Jakarta
[EMAIL PROTECTED]
http://guntur.name/
   
-
Be a better friend, newshound, and know-it-all with Yahoo! Mobile.  Try it now.

[Non-text portions of this message have been removed]



[Mega Portal Kompas.Com] Perempuan Aceh dan Syariat Islam (Diskusi dan Pemutaran Film)

2008-01-08 Terurut Topik Mohamad Guntur Romli
http://www.utankayu.org/in/index.cfm?action=detail&cat=event&id=125
   Rabu, 16 Januari 2008, 19:00 WIB
   Diskusi dan Pemutaran Film Dokumenter
   PEREMPUAN ACEH & SYARIAT ISLAM 

Narasumber: Lisabona Rahman, Ratna Batara Munti, dan Ariani Djalal.
 

Bagaimana nasib perempuan Aceh di tengah jerat-jerat syariat Islam? Anda bisa 
menyaksikannya melalui tiga film dokumenter yang dibuat langsung oleh 
perempuan-perempuan Aceh. Film pertama, berjudul Meuneunggui (Mode), 
menggambarkan penerapan syariat Islam di Aceh—yang dimulai dengan kewajiban 
berjilbab pada kaum perempuan Aceh—justru menggairahkan dunia fashion, dengan 
maraknya pelbagai mode jilbab yang dipakai perempuan-perempuan di Aceh. Marak 
pula praktik sweeping yang dilakukan oleh sekelompok laki-laki bersarung dan 
berbaju putih. 

Film kedua, Bungong (Bunga), menayangkan gambaran dan nasib yang penuh kontras 
antara perempuan dan lelaki di Banda Aceh dalam kehidupan sehari-hari. Kaum 
ibu—dalam balutan busana muslimah—harus mengasuh anak, mencuci piring, menjaga 
rumah, sedangkan kaum laki-laki dengan santai menghabiskan waktu ngobrol di 
kedai kopi. Film ini juga menampilkan kesaksian seorang perempuan yang telah 
berjilbab tapi ternyata belum aman dari gangguan; ia mengaku payudaranya pernah 
diremas seorang lelaki tak dikenal ketika berada di jalan raya yang sepi. 

Film ketiga, Bak Lon Kaloen (Kala Aku Melihat), berupaya menggali informasi 
dari Wilayatul Hisbah (polisi syariah): apa tugas mereka, apa prosedur-prosedur 
yang harus ditempuh, termasuk merazia jilbab. Dan tentu saja apa pemahaman 
mereka tentang syariat Islam yang tak lebih dari masalah jilbab, busana 
muslimah, dan “menjadikan perempuan lebih berakhlak”. 

Setelah pemutaran film dokumenter yang masing-masing berdurasi 10 menit, akan 
diadakan diskusi dengan Lisabona Rahman, pengamat film dan peneliti masalah 
jender, Ratna Batara Munti, direktur Lembaga Bantuan Hukum Asosiasi Perempuan 
Indonesia untuk Keadilan (LBH APIK) yang banyak melakukan advokasi hukum 
terhadap kasus-kasus yang menimpa kaum perempuan Aceh dan Ariani Djalal, 
manajer pogram Ragam Media Network. Diskusi ini merupakan kerja sama Komunitas 
Utan Kayu dengan Ragam Media Network.

Diskusi ini dilaksanakan di Teater Utan Kayu (TUK) Jl. Utan Kayu No 68H, 
Jakarta. Diskusi ini dibuka untuk umum dan tidak dipungut biaya sedikit pun.


   
-
Be a better friend, newshound, and know-it-all with Yahoo! Mobile.  Try it now.

[Non-text portions of this message have been removed]



[Forum Pembaca KOMPAS] Agama dan Pencerahan (Kongkow Bareng Gus Dur)

2008-01-04 Terurut Topik Mohamad Guntur Romli
Salam 

Kongkow Bareng Gus Dur edisi Sabtu 5 Januari 2008 akan mengulas sebuah tema: 
Agama dan Pencerahan. Tamu yang akan menemani Gus Dur ngobrol adalah Bikhu 
Surianadi dari Majelis Buddhayana Indonesia (MBI). Anda yang tertarik untuk 
ikut ngobrol langsung silakan hadir ke Kedai Tempo, Jl Utan Kayu 68H Jakarta. 
Acara akan dimulai pukul 10.00 WIB, dan anda yang berada di rumah, di 
perjalanan, atau di mana pun berada yang ingin mendengaran acara ini bisa 
menyimak melalui Radio Utan Kayu 89.2 FM untuk wilayah JABODETABEK, untuk 
kawasan-kawasan lain di Indonesia silakah klik website www.gusdur.net untuk 
mendapatkan informasi stasiun radio di kota anda yang ikut menyiarkan acara ini.

Selamat Tahun Baru 2008, semoga kita memperoleh pencerahan.

Mohamad Guntur Romli
Host Kongkow Bareng Gus Dur
[EMAIL PROTECTED]

   
-
Never miss a thing.   Make Yahoo your homepage.

[Non-text portions of this message have been removed]



[Forum Pembaca KOMPAS] Adnan Buyung: Lawan Pemerintah dan Bubarkan MUI

2007-12-27 Terurut Topik Mohamad Guntur Romli
u. Meski demikian, pakar hukum berambut 
putih tersebut juga mengkritik Ahmadiyah ataupun beberapa lembaga yang selama 
ini menjadi korban kekerasan. Menurut Adnan, mereka tidak boleh hanya bisa 
mengeluh. Para korban itu harus bertindak, namun tidak dengan ikut-ikutan 
melakukan kekerasan. 

"Lawan pemerintah, gugat melalui proses hukum. Saya akan mendampingi di mana 
pun berada," tandasnya. Dia mengatakan, pemerintah daerah, kepolisian, hingga 
kejaksaan pantas dituntut karena cenderung membiarkan berbagai kekerasan 
terjadi. 

"Saya ragu, apakah sendi-sendi kebangsaan kita bisa bertahan kalau perbedaan 
agama dan kepercayaan masih jadi masalah," tambah Sekretaris Eksekutif PGGI Pdt 
Gomar Gultom, yang turut hadir dalam diskusi tersebut. (dyn/oni)



Mohamad Guntur Romli
Jl Utan Kayu No 68H, Jakarta
[EMAIL PROTECTED]
http://guntur.name/
   
-
Be a better friend, newshound, and know-it-all with Yahoo! Mobile.  Try it now.

[Non-text portions of this message have been removed]



[Forum Pembaca KOMPAS] Seorang Ajengan dari Cipasung (Obituari Kiai Ilyas Ruhiyat)

2007-12-27 Terurut Topik Mohamad Guntur Romli
 Edisi. 44/XXXVI/24 - 30 Desember 2007 


   Obituari

Seorang Ajengan dari Cipasung Kiai 
Ilyas Ruhiyat telah pergi. Sosok berhati lembut, tak silau dengan kedudukan, 
dan konsisten dalam bersikap.   
  
Ia seorang ajengan—sebuah istilah Sunda untuk seorang kiai besar, penuh 
karisma. Ketika jenazahnya dikebumikan di kompleks pemakaman Pesantren 
Cipasung, Tasikmalaya, Jawa Barat, Rabu pekan lalu, ribuan orang melayat. 
 
Kiai Haji Ilyas Ruhiyat, 74 tahun, berpembawaan kalem, nada bicaranya datar 
seolah-olah tak ada yang dramatis dari hidup ini, dan—ini yang susah 
dilupakan—selalu ada senyum di bibirnya. Ia seperti sosok yang telah berdamai 
dengan hatinya, juga dengan orang lain. 
 
KH Ilyas Ruhiyat putra seorang kiai besar di Cipasung, KH Ruhiyat. Ilyas hidup 
di dua dunia: pesantren dan organisasi Nahdlatul Ulama. Di kalangan pesantren, 
penampilannya cukup mengejutkan. Ia menguasai isi kitab Al-Fiyah Ibnu Malik 
(ilmu sharaf yang dirakit dalam seribu bait syair) pada usia 15 tahun. 
 
KH Ilyas Ruhiyat mempunyai hidup yang sibuk. Sejak terpilih sebagai Ketua 
Cabang Nahdlatul Ulama Tasikmalaya pada 1954, ia aktif dalam organisasi. 
Bahkan, pada 1994, ia menjabat Rais Am PB NU untuk mendampingi KH Abdurrahman 
Wahid hasil muktamar di Cipasung. KH Ilyas Ruhiyat dikenal berwibawa besar, 
tapi juga selalu memandang orang lain sebagai satu entitas yang memiliki 
kebebasan menentukan jalan sendiri. 
 
Mungkin karena itulah ia ”melanggar” kebiasaan menjodohkan anak perempuannya 
dengan anak lelaki kiai besar lain—bagian dari tradisi para kiai NU. Dua anak 
perempuannya, Ida Nurhalida dan Enung Nursaidah, kuliah di IKIP Bandung dan 
bersuami dari keluarga nonpesantren—kendati pada akhirnya anak-anak beserta 
para menantunya bahu-membahu meneruskan pengelolaan Pesantren Cipasung. 
 
Sementara itu, Acep Zamzam Noor, anak lelakinya, lulusan Seni Rupa ITB dan 
memilih dunianya di luar pesantren: menjadi seniman-penyair. 
 
KH Ilyas Ruhiyat sangat menguasai kitab kuning, tapi seumur-umur mengembangkan 
ruang toleransi yang luas terhadap ”yang lain”. Di Cipasung, pesantrennya hanya 
dipisahkan oleh jarak 500 meter dengan kompleks permukiman Ahmadiyah. Dan 
sejauh ini, tak ada yang membuat hubungan dua tetangga itu bermasalah. Bahkan, 
ketika berlangsung muktamar NU di Cipasung, permukiman mereka dijadikan tempat 
menginap sebagian peserta. 
 
KH Ilyas Ruhiyat punya pendapat sendiri, tapi tidak berdakwah—apalagi 
memaksa—meluruskan akidah para penganut Ahmadiyah. 
 
Ahmadiyah di Cipasung memang kemudian diserang. Tepat pada saat keluarga KH 
Ilyas Ruhiyat berduka melepas kepergian istri sang Kiai, Hajah Dedeh Fuadah, ke 
pangkuan Sang Khalik enam bulan lalu, Ahmadiyah dihantam. Ketika itu, sang Kiai 
juga sedang terbaring sakit. Tapi bukti-bukti menunjukkan bahwa para penyerang 
bukan warga Tasikmalaya dan sekitarnya. 
 
KH Ilyas Ruhiyat berhati lembut, tapi itu tak membuatnya ragu-ragu manakala ia 
harus berbenturan dengan kekuatan penguasa yang luar biasa. Sejarah mencatat 
bagaimana Ilyas Ruhiyat tidak mau terkooptasi kekuasaan saat menjadi Rais Am PB 
NU mendampingi Abdurrahman Wahid. 
 
Di tangan KH Ilyas dan Gus Dur, NU bisa tetap bersikap independen meski harus 
menghadapi aneka rongrongan rezim Orde Baru. Pada pengujung masa jabatannya, ia 
menunjukkan kepribadiannya yang tidak haus kekuasaan. Kemungkinan untuk 
menduduki posisi rais am tetap terbuka baginya, tapi ia memilih berhenti. Ia 
menyerahkan posisi itu kepada KH Sahal Mahfudz dan kembali ke pesantren, dunia 
tempat ia mengawali semua ini. 
 
Nong Darol Mahmada (Bekas santriwati Pondok Pesantren Cipasung, Tasikmalaya, 
kini bekerja di Freedom Institute) 


Mohamad Guntur Romli
Jl Utan Kayu No 68H, Jakarta
[EMAIL PROTECTED]
http://guntur.name/
   
-
Never miss a thing.   Make Yahoo your homepage.

[Non-text portions of this message have been removed]



[Forum Pembaca KOMPAS] Diskusi "Evaluasi Toleransi Beragama dalam Pemerintahan SBY-JK"

2007-12-21 Terurut Topik Mohamad Guntur Romli
Sususan Acara Ulang Tahun Ke-2 Kongkow Bareng Gus Dur di KBR68H Jakarta

Sabtu, 22 Desember 2007

09.45-10.06

Sambutan Pengasuh Kongkow Bareng Gus Dur, KH Abdul Wahid Maryanto
Sambutan Direktur KBR68H Jakarta, Santoso

10.06-12.00 WIB 
Diskusi Publik dengan judul "Evaluasi Toleransi Beragama dalam Pemerintahan 
SBY-JK", dengan pembicara: KH Abdurrahman Wahid, Adnan Buyung Nasution, Musdah 
Mulia, Ifdal Kasim (Ketua Komnas HAM), dan Gomar Gultom (PGI)

12.00-01.00
Pemotongan tumpeng
Makan Siang
Hiburan musik


Acara ini dilaksanakan di Kedai Tempo, Jl Utan Kayu No 68H Jakarta, dan 
disiarkan melalui radio-radio jaringan KBR68H di Nusantara--daftar radio bisa 
dibuka di www.gusdur.net dan www.kbr68h.com--untuk wilayah JABODETABEK simak di 
Radio Utan Kayu 89.2 FM

Tiga tahun lebih dua bulan SBY-Jusuf Kalla memerintah Indonesia. Pemerintahan 
yang tak pernah lepas dari sorotan publik, khususnya di akhir tahun ini. Namun 
fokus sorotan tersebut lebih mengarah pada kebijakan ekonomi dan politik. Hal 
yang menyedihkan masalah toleransi beragama dan kebebasan berekspresi tidak 
mendapatkan perhatian yang cukup. Isu ini menguap di tengah panasnya isu 
kenaikan harga BBM di tahun depan, hingga isu persaingan SBY-Jusuf Kalla 
menghadapi Pemilu 2009. 

Jamak diketahui pemerintahan SBY-Jusuf Kalla mendapat legitimasi politik penuh 
dari rakyat Indonesia. Mereka berdua dipilih secara langsung, bebas, dan 
demokratis. Namun apa lacur, seperti yang ditulis Fareed Zakaria, dalam The 
Future of Freedom, pemerintahan yang dipilih secara demokratis, belum tentu 
menjamin tegaknya kebebasan sipil. Pemasungan, pemberhangusan, dan sikap acuh 
tak acuh terhadap kebebasan sipil bisa terjadi dalam atmosfer demokrasi. 
Kebebasan dan demokrasi tidak selalu berjalan seiring.

Fakta ironis tersebut terjadi pada selama pemerintahan SBY-Jusuf Kalla. Di 
tengah iklim yang demokratis, bangsa ini disuguhi dengan maraknya pemasungan 
kebebasan beragama. Kita dikejutkan penutupan rumah ibadah—mengutip data PGI 
dari tahun 2004 hingga 2007 terjadi 108 kasus penutupan gereja—aksi-aksi 
penyerangan terhadap jamaah Ahmadiyah, ancaman fisik terhadap individu atau 
lembaga yang memperjuangan kebebasan agama hingga fatwa-fatwa keagamaan yang 
intoleran. Perlu dicatat, pemeritah SBY-Jusuf Kalla tampak tidak berdaya dan 
tidak memberi tindakan perlindungan yang kongkrit.

Dalam dua bulan terakhir ini, jemaat Ahmadiyah menjadi sasaran aksi dan fatwa 
yang menindas. Pekan ini kampung Ahmadiyah di Manis Lor Kabupaten Kuningan 
diserang, korban berjatuhan, rumah dan mesjid diserang. Kelompok yang menyerang 
belum puas meskipun sepekan sebelumnya tiga mesjid Ahmadiyah di kampung itu 
sudah disegel.

Dimana letak kekuatan Konstitusi kita yang konon memberikan jaminan dan 
perlindungan bagi kebebasan beragama dan hak asasi manusia? Dimana aparat 
pemerintah yang memiliki kewajiban warga negara tanpa memandang suku, ras dan 
agama? 

Tentang program Kongkow Bareng Gus Dur

Setiap Sabtu pukul 10.00 WIB, KH Abdurrahman Wahid menyapa rakyat Indonesia 
melalui siaran radio KBR68H di Kedai Tempo, Jl Utan Kayu, Jakarta Timur. Acara 
tersebut dikemas dalam bentuk obrolan-obrolan bebas yang biasanya tanpa terikat 
pada sebuah tema. Siaran itu diberi nama Kongkow Bareng Gus Dur. Melalui siaran 
tersebut, Gus Dur bisa mendengarkan informasi dan perkembangan secara langsung 
dari masyarakat yang berada di ujung barat hingga ujung timur Indonesia. Gus 
Dur berdialog dengan masyarakat melalui telepon atau pesan pendek (SMS). 
Sementara masyarakat yang berdomisili di Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan 
Bekasi bisa bertatap muka, bertanya secara langsung, dan bersilaturahmi bersama 
Gus Dur di Kedai Tempo.

Banyak masalah yang telah dibahas. Khususnya tema-tema yang raib dari liputan 
media-media mainstream seperti hak-hak kaum minoritas, nasib rakyat kecil yang 
tertindas, kesewenang-wenangan radikalisme agama, reformasi hukum dan politik 
yang mampet, penegakan hukum yang tebang-pilih, kesenjangan sosial dan ekonomi 
yang semakin mencolok, hingga humor-humor Gus Dur yang selalu segar dan tak 
pernah habis. 

Kini acara Kongkow Bareng Gus Dur tersebut telah disiarkan oleh 80 lebih radio 
jaringan KBR68H di Nusantara dan juga telah dikemas untuk acara di televisi. 
Selama bulan Ramadhan ini, acara Kongkow Bareng Gus Dur tersebut ditayangkan 
oleh 13 televisi daerah (provinsi). 

Pada bulan November tahun ini usia acara Kongkow Bareng Gus Dur di KBR68H genap 
dua tahun. Untuk itulah kami memandang perlu mengadakan acara syukuran dengan 
pendengar dan masyarakat luas melalui sebuah acara, diskusi, tumpengan, hiburan 
musik, temu-kangen pendengar dengan Gus Dur.

Mohamad Guntur Romli, pemandu acara Kongkow Bareng Gus Dur di KBR68H 
(www.gusdur.net) 
email [EMAIL PROTECTED] dan http://guntur.name/ 



Mohamad Guntur Romli
Jl Utan Kayu No 68H, Jakarta
[EMAIL PROTECTED]
http://guntur.name/
   
-
Looking for last minute shop

[Forum Pembaca KOMPAS] Diskusi Evaluasi Toleransi Beragama dalam Pemerintahan SBY-Jusuf Kalla

2007-12-18 Terurut Topik Mohamad Guntur Romli
  UNDANGAN
   
  Ulang Tahun Ke-2 Kongkow Bareng Gus Dur di KBR68H
  DISKUSI PUBLIK
  “Evaluasi Toleransi Beragama dalam Pemerintahan SBY-Jusuf Kalla”
   
  KH Abdurrahman Wahid
  Adnan Buyung Nasution
  Siti Musdah Mulia 
  Ifdal Kasim 
  Pdt Gomar Gultom 
   
  Kedai Tempo, Jl Utan Kayu No 68H Jakarta, 
  Sabtu 22 Desember 2007, pukul 10.00—12.00 WIB
   
  Tiga tahun lebih dua bulan SBY-Jusuf Kalla memerintah Indonesia. Pemerintahan 
yang tak pernah lepas dari sorotan publik, khususnya di akhir tahun ini. Namun 
fokus sorotan tersebut lebih mengarah pada kebijakan ekonomi dan politik. Hal 
yang menyedihkan masalah toleransi beragama dan kebebasan berekspresi tidak 
mendapatkan perhatian yang cukup. Isu ini menguap di tengah panasnya isu 
kenaikan harga BBM di tahun depan, hingga isu persaingan SBY-Jusuf Kalla 
menghadapi Pemilu 2009. 
   
  Jamak diketahui pemerintahan SBY-Jusuf Kalla mendapat legitimasi politik 
penuh dari rakyat Indonesia. Mereka berdua dipilih secara langsung, bebas, dan 
demokratis. Namun apa lacur, seperti yang ditulis Fareed Zakaria, dalam The 
Future of Freedom, pemerintahan yang dipilih secara demokratis, belum tentu 
menjamin tegaknya kebebasan sipil. Pemasungan, pemberhangusan, dan sikap acuh 
tak acuh terhadap kebebasan sipil bisa terjadi dalam atmosfer demokrasi. 
Kebebasan dan demokrasi tidak selalu berjalan seiring.
   
  Fakta ironis tersebut terjadi pada selama pemerintahan SBY-Jusuf Kalla. Di 
tengah iklim yang demokratis, bangsa ini disuguhi dengan maraknya pemasungan 
kebebasan beragama. Kita dikejutkan penutupan rumah ibadah—mengutip data PGI 
dari tahun 2004 hingga 2007 terjadi 108 kasus penutupan gereja—aksi-aksi 
penyerangan terhadap jamaah Ahmadiyah, ancaman fisik terhadap individu atau 
lembaga yang memperjuangan kebebasan agama hingga fatwa-fatwa keagamaan yang 
intoleran. Perlu dicatat, pemeritah SBY-Jusuf Kalla tampak tidak berdaya dan 
tidak memberi tindakan perlindungan yang kongkrit.
   
  Dalam dua bulan terakhir ini, jemaat Ahmadiyah menjadi sasaran aksi dan fatwa 
yang menindas. Pekan ini kampung Ahmadiyah di Manis Lor Kabupaten Kuningan 
diserang, korban berjatuhan, rumah dan mesjid diserang. Kelompok yang menyerang 
belum puas meskipun sepekan sebelumnya tiga mesjid Ahmadiyah di kampung itu 
sudah disegel.
   
  Dimana letak kekuatan Konstitusi kita yang konon memberikan jaminan dan 
perlindungan bagi kebebasan beragama dan hak asasi manusia? Dimana aparat 
pemerintah yang memiliki kewajiban warga negara tanpa memandang suku, ras dan 
agama? 
   
  Tentang program Kongkow Bareng Gus Dur
   
  Setiap Sabtu pukul 10.00 WIB, KH Abdurrahman Wahid menyapa rakyat Indonesia 
melalui siaran radio KBR68H di Kedai Tempo, Jl Utan Kayu, Jakarta Timur. Acara 
tersebut dikemas dalam bentuk obrolan-obrolan bebas yang biasanya tanpa terikat 
pada sebuah tema. Siaran itu diberi nama Kongkow Bareng Gus Dur. Melalui siaran 
tersebut, Gus Dur bisa mendengarkan informasi dan perkembangan secara langsung 
dari masyarakat yang berada di ujung barat hingga ujung timur Indonesia. Gus 
Dur berdialog dengan masyarakat melalui telepon atau pesan pendek (SMS). 
Sementara masyarakat yang berdomisili di Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan 
Bekasi bisa bertatap muka, bertanya secara langsung, dan bersilaturahmi bersama 
Gus Dur di Kedai Tempo.
   
  Banyak masalah yang telah dibahas. Khususnya tema-tema yang raib dari liputan 
media-media mainstream seperti hak-hak kaum minoritas, nasib rakyat kecil yang 
tertindas, kesewenang-wenangan radikalisme agama, reformasi hukum dan politik 
yang mampet, penegakan hukum yang tebang-pilih, kesenjangan sosial dan ekonomi 
yang semakin mencolok, hingga humor-humor Gus Dur yang selalu segar dan tak 
pernah habis. 
   
  Kini acara Kongkow Bareng Gus Dur tersebut telah disiarkan oleh 80 lebih 
radio jaringan KBR68H di Nusantara dan juga telah dikemas untuk acara di 
televisi. Selama bulan Ramadhan ini, acara Kongkow Bareng Gus Dur tersebut 
ditayangkan oleh 13 televisi daerah (provinsi). 
   
  Pada bulan November tahun ini usia acara Kongkow Bareng Gus Dur di KBR68H 
genap dua tahun. Untuk itulah kami memandang perlu mengadakan acara syukuran 
dengan pendengar dan masyarakat luas melalui sebuah acara, diskusi, tumpengan, 
hiburan musik, temu-kangen pendengar dengan Gus Dur.
   
  Mohamad Guntur Romli, pemandu acara Kongkow Bareng Gus Dur di KBR68H 
(www.gusdur.net) 
  email [EMAIL PROTECTED] dan http://guntur.name/ 
   
   
  

Mohamad Guntur Romli
Jl Utan Kayu No 68H, Jakarta
[EMAIL PROTECTED]
http://guntur.name/
   
-
Be a better friend, newshound, and know-it-all with Yahoo! Mobile.  Try it now.

[Non-text portions of this message have been removed]



[Forum Pembaca KOMPAS] Barisan Ibu-ibu Hadang Gerakan Penyegelan Masjid Ahmadiyah

2007-12-13 Terurut Topik Mohamad Guntur Romli

Barisan Ibu-ibu Hadang Gerakan Penyegelan Masjid Ahmadiyah
   
  Barisan ibu-ibu jemaat Ahmadiyah di Manislor Kabupaten Kuningan menghadang 
puluhan Satpol PP dan aparat kepolisian dan TNI yang akan menyegel Masjid 
An-Nur Ahmadiyah di Manislor Kuningan. Barisan yang berasal dari ratusan 
ibu-ibu dan anak-anak sekolah membentuk pagar hidup untuk melindungi masjid, 
sekolah dan rumah-rumah para pengikut Ahmadiyah yang seluruhnya penduduk asli 
di desa Manislor. 
   
  Demikian informasi yang saya dapatkan dari Malik (08889100611) dari Garda 
Kemerdekaan di lapangan. Karena dihadang barisan ibu-ibu dan anak-anak, 
pimpinan Satpol PP mengajak berunding pimpinan Ahmadiyah Manislor. Dari 
perundingan tersebut diputuskan surat kesepahaman antara pihak aparat (Satpol 
PP, Polisi dan TNI) dengan pihak Ahmadiyah untuk dalam bahasa aparat 
“mengamankan” alias menyegel masjid-masjid Ahmadiyah dengan tujuan meredam 
gerakan GERAH (Gerakan Anti Ahmadiyah) di Kuningan. 
   
  Dari tim negoisasi yang dibantu Inong (08561914400) dari Kontras tiga masjid 
Ahmadiyah (An-Nur, al-Taqwa, dan al-Hidayah) dari sembilan masjid Ahmadiyah di 
Manislor dan Kuningan akan disegel untuk sementara waktu sampai ada keputusan 
dari pemerintah pusat yang akan dinegoisasikan oleh komisi independen.
   
  Beberapa kawan-kawan dari Jakarta, LBH Jakarta, ICRP, Wahid Institute, dan 
Garda Kemerdekaan hingga saat ini masih di Manislor Kuningan untuk membantu 
jemaat Ahmadiyah di sana. Kontak bantuan hukum dari Ahmadiyah hubungi Mubarik 
0811155548 yang juga berada di lokasi.

http://guntur.name/2007/12/13/barisan-ibu-ibu-hadang-gerakan-penyegelan-masjid-ahmadiyah/
 
 
 




Mohamad Guntur Romli
Jl Utan Kayu No 68H, Jakarta
[EMAIL PROTECTED]
http://guntur.name/
   
-
Looking for last minute shopping deals?  Find them fast with Yahoo! Search.

[Non-text portions of this message have been removed]



[Forum Pembaca KOMPAS] Hari Ini: Diskusi Perlukah "RUU Porno" di Indonesia?

2007-12-04 Terurut Topik Mohamad Guntur Romli
http://www.utankayu.org/in/index.cfm?action=detail&cat=event&id=123

Diskusi Bulan Desember Komunitas Utan Kayu

Perlukah “RUU Porno” di Indonesia?

  Rabu, 5 Desember 2007, pukul 13.00—15.00 WIB
  Kedai Tempo, Jl. Utan Kayu No 68H Jakarta

  Rendra 
  Sinta Nuriyah Abdurrahman Wahid 
  Agung Sasongko

  Setelah sempat lenyap dari perhatian publik, “RUU Porno”— yang dulu dikenal 
dengan nama Rancangan Undang-undang Anti Pornografi dan Pornoaksi (RUU 
APP)—muncul kembali di hadapan kita, setelah DPR meloloskan secara paksa ke 
pihak pemerintah.
   
  Beberapa bab dan pasalnya yang dulu kontroversial telah  dibonsai—kini 
terdiri dari 10 bab, dan 52 pasal—namun bukan berarti RUU itu bebas dari cela.
   
  Definisi pornografi yang termaktub dalam  RUU itu tetap kabur; pornografi 
adalah “hasil karya manusia yang memuat materi seksualitas dalam bentuk gambar, 
sketsa, ilustrasi, foto, tulisan, suara, bunyi, gambar bergerak, animasi, 
kartun, syair...”
   
  Tak jelas, apa itu “materi seksualitas”, khususnya maksud dari “bunyi” yang 
“memuat  materi seksual” itu?
   
  Anehnya dalam bagian “pembatasan” larangan produksi dan penyebarluasan 
hal-hal yang disebut “pornografi” itu tidak termasuk “seni dan budaya” dan 
“adat istiadat dan tradisi” (pasal 12). Apakah kesenian dan adat istiadat di 
sini termasuk “pornografi yang dikecualikan”?

  Ancamannya pun tak masuk akal, anda yang sudah diputuskan melanggar, akan 
diasingkan ke daerah terpencil paling singkat 1 tahun 6 bulan dan paling lama 
15 tahun. 
   
  Di sini lah, kekaburan definisi pornografi, dan penggunaannya sebagai jerat 
sekaligus stigma melahirkan kekhawatiran dan ancaman di masa depan.
   
  Pun cakupan aturan dalam RUU itu telah ada dalam pelbagai UU, Peraturan, dan 
khususnya di KUHP kita, yang mungkin tak pernah kita tahu, karena aparat hukum 
tidak pernah menegakkannya. Masihkah kita perlu “RUU Porno” itu di negeri kita? 
Hadiri diskusinya dengan Hj Sinta Nuriyah Abdurrahman Wahid (tokoh perempuan 
Islam), WS Rendra (Seniman) dan Agung Sasongko (Wakil Ketua Pansus RUU APP 
DPR-RI). Acara ini merupakan kerjasama Komunitas Utan Kayu dengan KBR68H, Radio 
Utan Kayu 89.2 FM dan Freedom Institute.

  Acara ini disiarkan 22 radio jaringan KBR68H di Nusantara, dari Aceh hingga 
Papua. Untuk wilayah Jabodetabek anda bisa mendengarkan langsung diskusi ini 
melalui Radio Utan Kayu 89.2 FM. Ikut interaksi dengan menghubungi nomer 
telepon 85909947/46 atau pesan pendek 0812-1188181



Mohamad Guntur Romli
http://guntur.name/
   
-
Looking for last minute shopping deals?  Find them fast with Yahoo! Search.

[Non-text portions of this message have been removed]



[Forum Pembaca KOMPAS] Peluncuran Buku Goenawan Mohamad Hari Ini

2007-12-04 Terurut Topik Mohamad Guntur Romli
Salam

Hanya ingin mengingatkan peluncuran buku Goenawan Mohamad, "Tuhan dan Hal-hal 
Yang Tak Selesai" hari ini, Selasa 4 Desember 2007 pukul 18.00 di Freedom 
Institute Jl Irian No 8 Jakarta. Dr. Martin Sinaga dan KH Husein Muhammad akan 
membahas buku itu

Yang tertarik silakan hadir




Mohamad Guntur Romli
http://guntur.name/
   
-
Never miss a thing.   Make Yahoo your homepage.

[Non-text portions of this message have been removed]



[Forum Pembaca KOMPAS] Undangan Diskusi Perlukah "RUU Porno" di Indonesia? (Renda, Sinta Nuriyah & Agung Sasongko)

2007-12-02 Terurut Topik Mohamad Guntur Romli
  Diskusi Bulan Desember Komunitas Utan Kayu
   
Perlukah “RUU Porno” di Indonesia?
   
  Rabu, 5 Desember 2007, pukul 13.00—15.00 WIB
  Kedai Tempo, Jl. Utan Kayu No 68H Jakarta
   
  Rendra 
  Sinta Nuriyah Abdurrahman Wahid 
  Agung Sasongko
   
  Setelah sempat lenyap dari perhatian publik, “RUU Porno”— yang dulu dikenal 
dengan nama Rancangan Undang-undang Anti Pornografi dan Pornoaksi (RUU 
APP)—muncul kembali di hadapan kita, setelah DPR meloloskan secara paksa ke 
pihak pemerintah.
   
  Beberapa bab dan pasalnya yang dulu kontroversial telah dibonsai—kini terdiri 
dari 10 bab, dan 52 pasal—namun bukan berarti RUU itu bebas dari cela.
   
  Definisi pornografi yang termaktub dalam  RUU itu tetap kabur; pornografi 
adalah “hasil karya manusia yang memuat materi seksualitas dalam bentuk gambar, 
sketsa, ilustrasi, foto, tulisan, suara, bunyi, gambar bergerak, animasi, 
kartun, syair...”
   
  Tak jelas, apa itu “materi seksualitas”, khususnya maksud dari “bunyi” yang 
“memuat materi seksual” itu?
   
  Anehnya dalam bagian “pembatasan” larangan produksi dan penyebarluasan 
hal-hal yang disebut “pornografi” itu tidak termasuk “seni dan budaya” dan 
“adat istiadat dan tradisi” (pasal 12). Apakah kesenian dan adat istiadat di 
sini termasuk “pornografi yang dikecualikan”?
   
  Ancamannya pun tak masuk akal, anda yang sudah diputuskan melanggar, akan 
diasingkan ke pulau terpencil dari 1 tahun hingga 15 tahun. 
   
  Di sini lah, kekaburan definisi pornografi, dan penggunaannya sebagai jerat 
sekaligus stigma melahirkan kekhawatiran dan ancaman di masa depan.
   
  Pun cakupan aturan dalam RUU itu telah ada dalam pelbagai UU, Peraturan, dan 
khususnya di KUHP kita, yang mungkin tak pernah kita tahu, karena aparat hukum 
tidak pernah menegakkannya. Masihkah kita perlu “RUU Porno” itu di negeri kita? 
Hadiri diskusinya dengan Hj Sinta Nuriyah Abdurrahman Wahid (tokoh perempuan 
Islam), WS Rendra (Seniman) dan Agung Sasongko (Wakil Ketua Pansus RUU APP 
DPR-RI). Acara ini merupakan kerjasama Komunitas Utan Kayu dengan KBR68H, Radio 
Utan Kayu 89.2 FM dan Freedom Institute.
   
  Untuk wilayah Jabodetabek anda bisa mendengarkan langsung diskusi ini melalui 
Radio Utan Kayu 89.2 FM. Ikut interaksi dengan menghubungi nomer telepon 
85909947/46 atau pesan pendek 0812-1188181
   
  

Mohamad Guntur Romli
http://guntur.name/
   
-
Be a better sports nut! Let your teams follow you with Yahoo Mobile. Try it now.

[Non-text portions of this message have been removed]



[Forum Pembaca KOMPAS] Peluncuran dan Diskusi Buku Goenawan Mohamad

2007-11-29 Terurut Topik Mohamad Guntur Romli
Salam

Buku Goenawan Mohamad yang terbaru, "Tuhan dan Hal-hal Yang Tak Selesai" akan 
diluncurkan dan didiskusikan. Tempatnya di Freedom Institute. Anda yang 
tertarik pada acara ini, silakah hadir, berikut saya sertakan undangannya. 

Terima kasih

Guntur

=
http://freedom-institute.org/id/index.php?page=index&id=333


 Undangan Peluncuran & Diskusi Buku
  ”Tuhan dan Hal-Hal Yang Tak Selesai”
  karya Goenawan Mohamad
  
Freedom Institute bekerjasama dengan Penerbit Kata Kita mengundang Anda 
menghadiri Peluncuran dan Diskusi Buku Goenawan Mohamad tentang “Tuhan dan 
Hal-Hal Yang Tak Selesai” dengan pembicara Martin Sinaga, Dosen Sekolah Tinggi 
Teologi (STT) Jakarta, dan KH. Hussein Muhammad, Pengasuh Pesantren Darut 
Tauhid Arjowinangun Cirebon.  

 Ada 99 esai dalam buku ini. Jika boleh menirukan karya Roestam Effendi yang 
terbit di tahun 1925, Pertjikan Permenoengan, ke 99 esai ini adalah percikan. 
Semua esai ini ditulis di masa yang seperti kita alami sekarang, ketika Tuhan 
tak bisa ditolak dan agama bertambah penting dalam hidup orang banyak, memberi 
kekuatan, menerangi jalan, tapi juga membingungkan, menakutkan, dan menciptakan 
kekerasan. Betulkah Tuhan dan agama berfungsi seperti itu? Buku ini layak untuk 
didiskusikan karena terkait erat dengan ”kita” dan persoalan bangsa saat ini. 

 Acara akan diselenggarakan pada,
 Hari/Tanggal  : Selasa, 4 Desember 2007
 Waktu : Pukul 18.00 – 21.00 (diawali makan malam)
 Tempat   : Ruang Diskusi Freedom Institute 
 Jalan Irian No. 8 Menteng Jakarta

 Kami tunggu kedatangan Anda. Sebelum diskusi berlangsung akan ada pembacaan 
puisi karya Goenawan Mohamad. Silahkan konfirmasi kedatangan anda dengan 
menghubungi Tata atau Imi di telpon 319 09226. Terima kasih. 


 Salam,
 Rizal Mallarangeng
 Direktur Eksekutif

Sekelumit buku Goenawan Mohamad klik di:

http://www.utankayu.org/in/index.cfm?action=detail&cat=news&id=22


Mohamad Guntur Romli
http://guntur.name/
   
-
Be a better pen pal. Text or chat with friends inside Yahoo! Mail. See how.

[Non-text portions of this message have been removed]



[Forum Pembaca KOMPAS] Makalah Goenawan Mohamad di Rumah Dunia

2007-11-28 Terurut Topik Mohamad Guntur Romli
Salam,

Berikut saya kirimkan makalah Goenawan Mohamad untuk pertemuan di Rumah Dunia, 
Selasa 27 November 2007, pukul 14.00. Kebetulan saya yang menyertai Mas Goen. 

Kami berangkat dari TUK pukul 11.00 melalui jalan tol yang padat dan di 
beberapa titik macet total. Bubun, supir Mas Goen yang sudah bertugas selama 13 
tahun sangat lihai mencari ruas jalan yang kosong. Kami tidak terlambat. Pukul 
12.30 WIB kami sudah sampai di jalan masuk menuju Komplek Hegar Alam Rumah 
Dunia. Mas Goen mengira acara pertemuan akan dimulai pukul 13.00. Di dekat rel 
kereta api, kami berhenti, Mas Goen terlihat sibuk mencari-cari waktu acara di 
sebuah pesan pendek yang dikirim Gola Gong, ternyata acara akan dimulai pukul 
14.00. 

Di pinggir kanan jalan, terpampang sebuah spanduk dengan tulisan "Selamat 
Datang Agen Imperialis, dan Zionis, Boemipoetra" Saya tersenyum membaca tulisan 
di spanduk itu. Karena acara masih cukup lama dimulai, kami mencari rumah makan 
untuk santap siang yang lokasinya tak jauh dari tempat tadi. 

Pukul 13.45 kami bergerak menuju Rumah Dunia kembali, spanduk  tadi sudah tidak 
ada lagi di tempatnya. Entah kemana.  Akhirnya saya tahu dari saudara-saudara 
di Rumah Dunia, spanduk itu dicopot oleh Saudara Firman Presiden Rumah Dunia. 
Di tengah perjalanan Mas Goen juga cerita bahwa Wowok, Saut dan orang-orang 
Boemipoetra marah pada Rumah Dunia karena mengundang Goenawan Mohamad.  Padahal 
yang saya dengar dari saudara-saudara di Rumah Dunia, siapa pun bebas datang ke 
sana. Pekan sebelumnya Taufiq Ismail telah mengisi pertemuan di Rumah Dunia.

Saudara-saudara di Rumah Dunia menyambut kami dengan hangat. Terima kasih untuk 
 Gola Gong, Firman, Aji, Tyas,  penasehat, dan relawan Rumah Dunia yang 
berjumlah puluhan, dan para peserta pertemuan yang saya hitung jumlahnya 
mendekati 100 orang.

Dalam pertemuan itu Mas Goen lebih banyak cerita pengalamannya ketika membangun 
TEMPO, hingga pembredelan tahun 1994 yang akhirnya TEMPO terbit kembali di 
tahun 1998. Untuk reportase acara tersebut, biarlah reporter Rumah Dunia yang 
memberitakannya. 

Mas Goen sudah menyiapkan makalah untuk pertemuan tersebut. Anda bisa baca di:

http://www.utankayu.org/in/index.cfm?action=detail&cat=news&id=29

Salam

Guntur 


Mohamad Guntur Romli
http://guntur.name/
   
-
Be a better pen pal. Text or chat with friends inside Yahoo! Mail. See how.

[Non-text portions of this message have been removed]



[Forum Pembaca KOMPAS] Pidato Kebudayaan Dewan Kesenian Jakarta: D Zawawi Imron

2007-11-26 Terurut Topik Mohamad Guntur Romli
http://dkj.or.id/?opt=pages&cidsub=8&pages_id=224&submenu=agenda


Pidato Kebudayaan 2007


Teater Kecil, Taman Ismail Marzuki - Cikini

Rabu, 28 November 2007, pukul 19.30 wib

Kenapa seolah-olah agama dan seni dipertentangkan? Apakah mungkin seni mendapat 
wilayah dan kebijakannya sendiri yang dapat ditolerir, seperti agama satu 
dengan agama yang lain? Mungkinkah seni pada akhirnya mendapatkan otoritas 
sendiri untuk bergerak sebagai bagian dari ekspresi spiritualitas juga? Dan 
apakah dengan dalih moral (baca: agama) membuat manusia jadi anti-seni? 

"Salah satu yang perlu direnungkan lagi dan lagi adalah hubungan antara 
kesenian dan spiritualitas. Salah satu aspek dari hubungan itu adalah kebebasan 
berkesenian. Di satu pihak kesenian justru hanya dapat diminta bertanggung 
jawab melakukan peran kritisnya ketika ia memiliki kekebasan. Peran kritis itu 
diperlukan bagi renungan terus menerus untuk kemanusiaan senantiasa bergerak, 
sehingga tidak ada akhir sejarah. Di lain pihak peran kritis itu akan 
mengguncang sendi-sendi tertentu yang bagi sebagian orang tidak menyenangkan. 
Kiranya di sinilah letak pertentangan potensial antara seni dan agama sebagai 
dua bentuk spiritualitas." - petikan pengantar Ketua Pengurus Harian Dewan 
Kesenian Jakarta, Marco Kusumawijaya, dalam buku acara yang akan dibagikan 
dalam malam pembacaan Pidato Kebudayaan 2007.
 Petikan pengantar di atas mengemukakan kenapa tema "Spiritualisme dan 
Kebebasan Berkesenian" menjadi isu yang penting untuk diangkat dalam Pidato 
Kebudayaan  yang akan diadakan oleh Dewan Kesenian Jakarta (DKJ) bersama Badan 
Pengelola Taman Ismail Marzuki (BP-TIM), Rabu, 28 November 2007 mendatang. 

Disampaikan oleh Kiai D. Zawawi Imron, Pidato Kebudayaan 2007 akan mencoba 
menjawab pertanyaan-pertanyaan di awal tadi, bukan sebagai sebuah keputusan 
akhir, tapi sebagai pandangan atas ruang yang terus bergerak (plastis) oleh 
manusia itu sendiri, termasuk dalam urusan spiritualitas dan ekspresi 
keseniannya.

download file Pengantar Pidato Kebudayaan 2007: Marco Kusumawijaya, 
Ketua Pengurus Harisan Dewan Kesenian Jakarta





Mohamad Guntur Romli
http://guntur.name/
   
-
Be a better pen pal. Text or chat with friends inside Yahoo! Mail. See how.

[Non-text portions of this message have been removed]



[Forum Pembaca KOMPAS] Undangan: Bersihar Lubis di Kongkow Bareng Gus Dur

2007-11-22 Terurut Topik Mohamad Guntur Romli

Salam,

Kami Paguyuban Kongkow Bareng Gus Dur mengundang anda hadir dalam acara 
kongkow, Sabtu 24 November 2007, pukul 10.00 WIB di Kedai TEMPO, Komunitas Utan 
Kayu, Jl Utan Kayu No 68H. Tamu yang akan menemani Gus Dur adalah Bersihar 
Lubis yang saat ini sedang diadili karena menulis opini di Koran TEMPO dan 
dituding menghina Kejaksaan. 

Kasus Bersihar Lubis ini kami pandang sebagai lanjutan dari kasus pembakaran 
buku sejarah beberapa bulan lalu. Untuk kasus pembakaran sejarah ini, kami 
telah mengundang sejarahwan Asvi Marwan Adam, rekamannya anda bisa saksikan di 
youtobe.com

Siaran ini bisa anda dengarkan juga secara langsung untuk wilayah Jabodetabek 
di Radio Utan Kayu 68H 89.2 FM. Sementara untuk wilayah lain di Nusantara, anda 
bisa cari radionya di www.gusdur.net di Kongkow Bareng Gus Dur.

Dengarkan, dan simak komentar Gus Dur tentang kasus Bersihar Lubis ini.

Mohamad Guntur Romli
Host Kongkow Bareng Gus Dur
   


   
-
Never miss a thing.   Make Yahoo your homepage.

[Non-text portions of this message have been removed]



[Forum Pembaca KOMPAS] Diadili Karena Menulis Opini: Kita Bela!

2007-11-21 Terurut Topik Mohamad Guntur Romli
Salam,

Bersihar Lubis diadili karena menulis koran opini. Kata "dungu" yang ia kutip 
dari orang menyeretnya ke pengadilan, bukan mereka yang melarang dan membakar 
buku, serta mereka yang gemar mengumbar "sesat-menyesatkan" 

Mari kita bela...

Guntur


http://korantempo.com/korantempo/2007/11/21/Metro/krn,20071121,54.id.html
 

Rabu, 21 November 2007
MetroBersihar Lubis Diadili Karena Menulis Opini
Depok -- Menulis kolom opini di surat kabar bisa menuai perkara di meja hijau. 
Kasus itulah yang menimpa penulis kolom Bersihar Lubis, 57 tahun. Hari ini 
Bersihar akan menyampaikan pembelaannya di Pengadilan Negeri Depok.
 
Bersihar didakwa menghina instansi Kejaksaan Agung. Ia dijerat dengan Pasal 207 
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Jaksa penuntut umum Tikyono menuntut Bersihar 
hukuman 8 bulan penjara.
 
Kisah ini berawal ketika Bersihar menulis kolom pendapat di Koran Tempo edisi 
17 Maret 2007. Tulisan berjudul "Kisah Interogator yang Dungu" itu mengkritik 
pelarangan buku sejarah sekolah menengah oleh Kejaksaan Agung. 
 
Bersihar mengaitkan pelarangan buku itu dengan kisah pelarangan dua novel 
Pramoedya Ananta Toer pada 1981, juga oleh Kejaksaan Agung. Dia mengaku 
mengutip kata "dungu" dari pernyataan Joesoef Isak, penerbit novel Pram, yang 
saat itu diinterogasi jaksa. 
 
Pada persidangan sebelumnya, saksi dari Kejaksaan Negeri Depok, Pudin Saprudin 
dan Abdul Syukur, semula berkata bahwa kata "dungu" dalam tulisan itu berasal 
dari Bersihar. Namun, setelah dicecar oleh hakim, kedua saksi pelapor itu 
berkata, "Tidak tahu." 
 
Irfan Fahmi al-Kindy, pengacara publik dari Perhimpunan Bantuan Hukum dan Hak 
Asasi Manusia, berpendapat pengadilan Bersihar melanggar undang-undang 
kebebasan menyampaikan pendapat dan hak asasi manusia.
 
Apa yang ditulis Bersihar di Koran Tempo, menurut Irfan, merupakan kritik atas 
kinerja kejaksaan. Seharusnya kejaksaan mengajukan hak jawab atas tulisan itu. 
"(Pengadilan) kasus ini dipaksakan," ujar Irfan. MUHAMMAD NUR ROCHMI 
 
koran


http://mediacare.blogspot.com/2007/11/kolumnis-diadili-cemarkan-kejaksaan.html
21 November, 2007
Kolumnis diadili, cemarkan Kejaksaan Agung  
Gara-gara pelarangan buku sejarah  SMP dan SMU serta novel Pramoedya 
Ananta Toer

Menulis kolom opini di surat kabar bisa menuai perkara di meja hijau. Kasus 
itulah yang menimpa penulis kolom, Bersihar Lubis yang diadili di Pengadilan 
Negeri (PN) Depok  karena didakwa menghina instansi Kejaksaan Agung dan 
dituntut sesuai pasal  207 KUHP dan  pasal 316 yo 310 ayat (1) KUHP. Jaksa 
Penuntut Umum Tikyono dari Kejaksaan Negeri Depok menuntut terdakwa dengan 
hukuman delapan bulan penjara pada 14 November lalu. Lubis menyampaikan 
pledooinya pada 21 November 2007.

Kisah ini berawal ketika Lubis menulis kolom pendapat  di Koran TEMPO edisi 17 
Maret 2007 yang berjudul "Kisah Interogator yang Dungu." Tulisan opini itu 
mengkritisi pelarangan buku sejarah SMP dan SMU oleh Kejaksaan Agung pada Maret 
lalu. Lubis juga mengaitkannnya
dengan  pelarangan novel Pramoedya Ananta Toer, Bumi Manusia (BM) dan  Anak 
Semua  Bangsa (ASB) pada 1981, juga oleh Kejaksaan Agung.

Dalam kasus Pram,  Lubis mengutip ceramah lisan Joesoef Isak, penerbit Hasta 
Mitra yang  menerbitkan novel Pram, BM dan ASB pada 1981 lalu di Hari Sastra 
Indonesia di Paris pada Oktober 2004 lalu. Lubis mengutip, Joesoef Isak 
diperiksa interrogator dari Kejaksaan
Agung pada 1981 yang menuturkan mulanya ia meminta supaya Kejaksaan Agung 
menggelar sebuah symposium ahli untuk membicarakan secara obyektif karya-karya 
Pram. Tapi ditolak dengan alasan interrogator lebih paham dari siapapun bahwa 
BM dan ASB adalah karya sastra 
Marxis.

Tapi kemudian pemeriksa meminta Joesoef Isak menunjukkan  baris-baris  mana 
yang memperlihatkan adanya teori Marxis dalam novel BM dan ASB. Padahal, semula 
katanya lebih paham dari siapapun. Interrogator beralasan bahwa mereka memang 
tidak bisa mengidentifikasi pada baris-baris mana teori Marxis dalam novel itu, 
tapi dapat merasakannya. 
Itulah yang membuat Joesoef mengucapkan "kata dungu" di Hari Sastra Indonesia 
di Paris itu. Nah, kutipan kata "dungu" dalam kontek interogasi Joesoef Isak 
itulah yang dicuplik Lubis, sehingga ia didakwa telah menghina instansi 
Kejaksaan Agung.

Kisah lama itu ditulis Lubis sehubungan dengan langkah Kejaksaan Agung melarang 
belasan buku sejarah SMP dan SMU karena tidak mencantumkan kebenaran sejarah 
tentang pemberontakan PKI di Madiun (1948) dan pemberontakan PKI pada 1965. 
"Itu pemutarbalikan fakta sejarah," kata Muchtar Arifin, Jaksa Agung Muda 
Intelijen, kini 
Wakil Jaksa Agung RI.

Dalam kolomnya, Lubis mengkritisi pelarangan buku sejarah itu dari sudut 
kesejarahan belaka. "Seandainya ada bahasan ilmiah yang melibatkan sejarawan 
seperti Asvi Warman Adam dan Anhar Gonggong, dan lainnya, mungkin pelarangan 
itu

[Forum Pembaca KOMPAS] SIkap Pemerintah terhadap Aliran Keyakinan

2007-11-16 Terurut Topik Mohamad Guntur Romli
http://guntur.name/2007/11/17/sikap-pemerintah-terhadap-aliran-keyakinan/

  

Sikap Pemerintah terhadap Aliran Keyakinan
   
  Mohamad Guntur Romli
   
  Pengadilan digelar untuk menghakimi tindakan seseorang, bukan keyakinan yang 
ia imani. Seseorang yang mengaku seorang nabi dan menerima wahyu tak bisa 
ditangkap. Fenomena ini juga bukan khas kekinian. Semasa Nabi Muhammad sudah 
ada beberapa orang yang mengaku nabi. Namun tak satupun dari mereka yang 
diserang. Salah seorang di antara mereka yang sangat terkenal adalah Musailamah 
dari daerah Yalamlam, yang dijuluki al-Kadzdzab “Si pembohong besar”.
   
  Musailamah mengaku seorang nabi dengan tujuan menyaingi kenabian Nabi 
Muhammad. Tak cukup itu, ia mendaku dilimpahi wahyu. Konon ia pernah membacakan 
salah satu surat yang berasal dari wahyu yang ia terima, judulnya, al-Fîl 
(Gajah). Dari namanya surat ini hendak menantang salah satu surat dalam 
Al-Quran dengan nama yang sama. 
   
  Namun surat al-Fîl versi Musailamah terdengar lucu, al-fîl, wa ma adraka mal 
fîl, lahu dzanabun thawil, wa udzunun kabîr.. (Gajah/tahukah engkau apa itu 
gajah?/ia memiliki ekor yang panjang/telinga yang lebar..) Kutipan “firman” 
versi Musailamah ini seperti anekdot, yang kemungkinan besar sengaja dibuat 
oleh orang Islam sesudahnya untuk meledek Musailamah. 
   
  Menariknya semasa Nabi Muhammad hidup, Musailamah tidak dijatuhkan hukuman. 
Ia dan pengikutnya baru diperangi pada zaman Abu Bakar yang menggantikan 
kepemimpinan Nabi Muhammad setelah wafat. Mengapa terdapat perbedaan penyikapan 
antara Nabi Muhammad dan Abu Bakar terhadap Musailamah ini? Jawaban singkatnya: 
karena terdapat perbedaan alasan. 
   
  Semasa Nabi Muhammad, Musailamah dipahami sebagai pemimpin dari kelompok yang 
berbeda keyakinan, sumbernya jelas, perebutan pengaruh, dan egoisme kesukuan. 
Salah satu dalih yang sering dikemukakan, “bila dari bani Hasyim (dari bani ini 
Nabi Muhammad berasal) telah lahir seorang nabi, mengapa dari bani kami tidak?” 
Musailamah bisa dikategorikan sebagai “nabi suku”.
   
  Namun alasan perbedaan keyakinan ini tidak membuat Nabi Muhammad menumpas 
kelompok Musailamah. Poin yang bisa kita ambil dari sikap Nabi Muhammad adalah, 
sebuah tindakan (peperangan sebagai bentuk hukuman) tidak bersumber dari 
perbedaan keyakinan. Dan perang-perang yang terjadi zaman Nabi pun bukan lah 
peperangan atas dasar pertentangan keyakinan seperti banyak yang disalahpahami 
saat ini: fron keimanan melawan fron kekafiran, atau perang antara orang-orang 
Islam dengan orang-orang musyrik.
   
  Sedangkan zaman Abu Bakar fenomena Musailamah ini telah berubah, bukan 
sekedar perbedaan keyakinan, lebih dari itu: Musailamah dan para pengikutnya 
telah melakukan pembangkangan politik, alias merongrong kepemimpinan Abu Bakar. 
Dalam konteks ini, kelompok Musailamah dituding telah membahayakan sebuah 
kedaulatan politik yang masih berusia dini yang dipimpin oleh Abu Bakar.
   
  Maka, Musailamah diperangi bukan karena mengaku nabi, namun karena dianggap 
sebagai bughat “pemberontak”, artinya: pemberontakan politis. Musailamah 
merongrong keamanan dan kekuasaan, ia tidak merongrong keyakinan. Kenabian 
Muhammad Saw, tak kan pernah gugur karena ada seorang badui bernama Musailamah 
mengaku menjadi nabi. Al-Quran pun takkan bisa disaingi dengan “ayat-ayat” 
Musailamah yang terdengar sebagai parodi. 
   
  Saat ini, saya membaca argumentasi pemerintah bertolak belakang dari 
argumentasi Abu Bakar tadi. Dalam menyikapi munculnya bermacam-macam aliran 
yang mengakui datangnya seorang nabi dan menerima wahyu, mulai dari Ahmadiyah, 
komunitas Eden hingga yang teranyar al-Qiyadah al-Islamiyah, para petinggi 
negara menyandarkan argumentasi-argumentasi mereka pada aspek keyakinan. Tak 
jarang mereka ikut-ikutan latah menggunakan stigma “sesat dan menyesatkan” 
terhadap kelompok-kelompok itu. Seolah-olah negeri ini dibangun berdasarkan 
keyakinan, dan mereka digaji untuk mengurus keimanan.
   
  Hakikatnya, argumentasi pemerintah harus berbeda dari argumentasi yang 
digunakan oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI). Selama ini MUI hanya melihat 
munculnya keanekaragaman kelompok keyakinan itu dari aspek agama saja. MUI tak 
bisa menyelami lebih dalam untuk menelusuri sebab-sebab lain yang mendasarinya.
   
  Pada prinsipnya keyakinan apapun tak bisa diadili, meskipun kadang-kadang 
keyakinan itu tampak sangat aneh kalau dibidik dari pandangan umum. Hingga 
seorang penyembah batu sekali pun tak bisa diadili karena keyakinannya itu, 
tapi ia bisa diadili misalnya apabila melemparkan batu yang disembahnya itu 
pada orang lain yang bisa bikin kepala benjol atau pecah. Maknanya ia diadili 
bukan karena keyakinananya yang kadang dianggap membahayakan atau menodai 
keyakinan orang lain, namun karena tindakannya itu: melempar batu yang bisa 
mencelakakan keselamatan orang lain.
   
  Pemerintah haruslah setia pada aturan hukum bahwa, objek hukum adalah 
tindakan seseorang. Ia bisa dikurang apabila melakukan

[Forum Pembaca KOMPAS] Undangan Diskusi bersama Goenawan Mohamad

2007-11-12 Terurut Topik Mohamad Guntur Romli

Undangan Diskusi Bulanan Freedom Institute



Dalam teori politik, utopia adalah suatu gagasan tentang sebuah masyarakat yang 
ideal atau sempurna. Sejarah pemikiran politik mencatat ada banyak pemikir yang 
gagasan-gagasannya dapat dimasukkan dalam kategori utopianisme. Kita dapat 
menyebut Karl Marx, yang gagasannya tentang ’Masyarakat Sosialis’ pernah 
menyihir hampir separuh penduduk

dunia. Atau Agustinus yang membuat distingsi antara ’Masyarakat Manusia’ dan 
’Masyarakat Tuhan’.



Namun ada juga pemikir-pemikir politik yang mencibir gagasan semacam

ini, dan menganggap bahwa utopianisme hanya akan membawa manusia semakin jauh 
dari realitas konkret kehidupan masyarakat. Buku John Gray yang  berjudul Black 
Mass: Apocalyptic Religion and the Death of Utopia adalah salah satu contoh 
pemikiran yang menentang keras gaya berpikir utopis dalam ilmu sosial dan 
politik.



Di bulan November ini, Freedom Institute mengundang Anda untuk hadir

dalam diskusi filsafat politik dengan tema ”Utopianisme dan anti-Utopianisme 
dalam pemikiran politik Kini” dengan pembicara Goenawan Mohamad, filosof yang 
juga wartawan senior, dan Robertus Robet, sekjen P2D Jakarta.



Diskusi akan diselenggarakan pada,

Hari/Tanggal   : Selasa, 13 Nopember 2007

Waktu  : Pukul 18.00 – 21.00 (diawali makan malam)

Tempat : Ruang Diskusi Freedom Institute

 Jalan Irian No. 8 Menteng Jakarta

 Telpon 319 09226



Kami tunggu kedatangan & partisipasi Anda dalam diskusi ini. Terima  kasih.
   
  http://freedom-institute.org/id/index.php?page=index&id=312


 __
Do You Yahoo!?
Tired of spam?  Yahoo! Mail has the best spam protection around 
http://mail.yahoo.com 

[Non-text portions of this message have been removed]



[Forum Pembaca KOMPAS] Fwd: Fiksi dan Fakta "Manikebu"

2007-10-31 Terurut Topik Mohamad Guntur Romli
Salam

Tulisan berikut mungkin bisa menambah wawasan kita tentang polemik LEKRA dan 
Manifes Kebudayaan

Selamat membaca

-Guntur-
 

Nama pengirim:  Ernesto Harikumara, alamat [EMAIL PROTECTED]
 

 

 

 Fiksi dan Fakta  “Manikebu” 
 

 oleh E.  Harikumara 
 

 

 _ 
 

 Akhir-akhir ini  “Manikebu” disebut-sebut lagi. Saya jadi tertarik untuk 
membaca sendiri teks  pernyatan yang disebut “Manifes Kebudayaan” di tahun 1963 
itu. Terutama setelah  posting E. Endratmoko dalam Art-Culture-Indonesia yang 
menunjukkan kesalahan  seorang penulis makalah tentang “Manikebu”. 
 

 Setelah saya  dapatkan teks itu (dapat dicari dengan Google), saya temukan 
bahwa kesalahan  memang sering terjadi tentang “Manikebu”. 
 

 Sebelum saya masuk  ke dalam persoalan itu, saya tuliskan beberapa data. 
 

 Teks “Manikebu”  berjudul “Manifes Kebudayaan” dan diterbitkan pertama kalinya 
dalam Majalah  Sastra, no.9/10, tahun II, 1963. . 
 

 Mengapa disebut  “manifes” dan bukan “manifesto”, tidak ada penjelasan. 
Naskahnya terdiri dari  enam halaman. Halaman pertama teks manifesto itu, 
terdiri dari empat paragraf.  Di bawah teks itu, terdapat 20 nama sastrawan, 
perupa dan komponis, antara lain  H.B. Jassin, Trisno Sumardjo, Wiratmo Sukito, 
Zaini, Taufiq Ismail, Goenawan  Mohamad, Soe Hok Jin (yang kemudian memakai 
nama Arief Budiman), Binsar  Sitompul. 
 

 Halaman ke-2 sampai  dengan ke-6, berisi “Penjelasan Manifes Kebudayaan”. 
Terdiri dari tiga bagian.  Bagian pertama: “Pancasila sebagai Falsafah 
Kebudayaan”, “Kepribadian dan  Kebudayaan Nasional”, dan “Politisi dan 
Estetisi”. 
 

 Halaman terakhir  disebut nama tempat dan tanggal: “Djakarta, 17 Agustus 
1963”. Juga sebuah daftar  bacaan yang disebut “Literatur Pancasila”. Dalam 
daftar ini terdapat dua tulisan  Bung Karno, satu tulisan Dr. H. Roeslan 
Abdulgani, dan satu tulisan Wiratmo  Sukito. 
 

 [Catatan saya dari  penelitian: Manifesto ini kemudian diejek dengan sebutan 
“Manikebu” oleh media  massa seperti Harian Rakjat, suratkabar PKI, lembaran 
kebudayaan “Lentera” yang  dipimpin Pramoedya Ananta Toer dalam koran Bintang 
Timur. Dalam koran-koran itu  juga dimuat laporan tentang aksi pengganyangan 
“Manikebu”] 
 

 

 Nama itu melekat  hingga sekarang. “Manikebu” kemudian dikaitkan dengan 
beberapa pendirian tentang  kebudayaan dan politik. Terutama tentang “humanisme 
universil” dan “politik dan  kesenian”. Ini menunjukkan secara tidak langsung 
bagaimana besarnya pengaruh  kedua media itu waktu itu dalam opini politik. 
 

 Lebih dari 40 tahun  kemudian, ketika membaca teks “Manifes Kebudayaan” 
(seterusnya saya singkat MK)  sendiri, saya menemukan hal-hal yang mengejutkan. 
Rupanya terdapat beberapa  sangkaan yang bertentangan dengan fakta tertulis. 
 

 

 

 TENTANG "HUMANISME  UNIVERSIL" 
 

 Umum dikatakan,  “Manikebu” membawakan pendirian “humanisme universil”. 
 

 Ternyata teks MK  menyebut ada dua makna “humanisme universil”, dan MK menolak 
salah satu dari  makna itu: 
 

 

 “Apabila dengan  ‘humanisme universl’ dimaksudkan pengaburan kontradiksi 
antagonis, kontradiksi  antara kawan dengan lawan, maka kami akan menolak 
humanisme universil itu.  Misalnya sebagaimana yang dilakukan oleh NICA dahulu, 
di mana diulurkan  kerjasama kebudayaan di satu pihak, tetapi dilakukan aksi 
militer di lain  pihak.” 
 

 Tetapi MK mendukung  “humanisme universil” apabila humanisme itu mengakui 
“kebudayaan universil” yang  merupakan “perjoangan dari budinurani universil 
dalam memerdekakan manusia dari  setiap manusia dari rantai dan belenggunya”. 
Rakyat di manapun, kata MK, “tidak  mau ditindas oleh bangsa-bangsa lain, tidak 
mau diekspolitir oleh  golongan-golongan apapun, meskipun golongan itu adalah 
bangsanya  sendiri”. 
 

 

 TENTANG 'SENI UNTUK  SENI' 
 

 

 Benarkah “Manikebu”  berpendirian “seni untuk seni”? 
 

 Ternyata dalam MK  terdapat kalimat ini: “Pekerjaan seorang seniman senantiasa 
harus dilakukan di  tengah-tengah dunia yang penuh dengan masalah-masalah, 
analog dengan pekerjaan  seorang dokter yag senantiasa harus dilakukan di 
tengah-tengah dunia yang penuh  dengan penyakit-penyakit.” 
 

 Dari sini dapat  disimpulkan agaknya, bahwa bagi “Manikebu” pekerjaan seorang 
seniman sejajar  dengan pekerjaan penyembuhan di masyarakat. Jadi bukan “seni 
untuk  seni”. 
 

 

 

 TENTANG SENI DAN  POLITIK 
 

 Pendirian MK  mengenai seni dan politik bertolak dari tentang paham “realisme 
sosialis”.  Menurut MK, ada dua macam “realisme sosialis” dalam  sejarahnya. 
 

 Yang pertama, yang  merupakan lanjutan konsepsi kebudayaan Stalin. Bermula di 
Uni Soviet, dalam  tahun 1930-an, berkembang pemujaan (“festisyisme”) kepada 
Stalin, pemimpin  komunis internasional masa itu. Dalam masa ini, kebudayaan 
“terancam dengan  sangat mengerikan.” Di bawah Stalin, kesenian “ditertibkan” 
menurut “konsepsi  yang sama dan sektaristis”. Inilah “realisme sosialis” yang 
dasarnya adalah  paham “politik di atas estetik.” 
 

 [catatan dari  penelitian saya: “Rea

[Forum Pembaca KOMPAS] Pementasan Ki Slamet Gundono Diperpanjang Satu Malam

2007-10-05 Terurut Topik Mohamad Guntur Romli
Salam

Teater Utan Kayu (TUK) menambah satu malam lagi pementasan Wayang Lindur dengan 
dalang Ki Slamet Gundono. Dua malam sebelumnya 4-5 Oktober penonton membanjiri 
TUK sementara kapasitas TUK tidak cukup. Atas permintaan penonton, maka besok 
Sabtu 6 Oktober 2007 pukul 20.00 WIB Ki Slamet Gundono mementaskan kembali 
lakon "Uma, Nyai Sendon Kloloran".

Bagi anda yang belum sempat menonton dua malam kemaren, silakan hadir ke TUK di 
Jl. Utan Kayu No 68H Jakarta. Tersedia album terbaru Ki Slamet Gundono "Gambus 
Jawa". Pertujukan ini gratis. 

Tony Prabowo
Kurator Tari dan Musik Komunitas Utan Kayu

===
http://www.utankayu.org/in/index.cfm?action=detail&cat=event&id=117

04 Oktober 2007 - 06 Oktober 2007

Pentas Wayang Lindur

Manikmaya, sang penguasa jagat itu, begitu gemar menguji kesetiaan istrinya: 
Dewi Uma. Di lantai dua sebuah mal yang megah dan penuh cantelan aneka busana 
terkini, Uma berbicara dengan seorang pemuda yang sangat tampan—yang tak lain 
adalah jelmaan Manikmaya sendiri. Manikmaya pun sadar bahwa istrinya tak pernah 
memahami cinta sebagai sesuatu yang tunggal. Manikmaya murka dan hendak 
menjatuhkan kutukan. Saat itu Dewa Indra bersedia  mengganti kutukan dengan 
sebuah bangunan mewah, Dewa Baruna menawarkan barter dengan laut beserta 
isinya, dan Kamajaya akan memberi mantra-mantra cintanya—semuanya hanya 
membentur dinding hati Manikmaya. Kutukan tetap ia jatuhkan ke pundak Uma. 
Sesungguhnya Uma telah  bertransformasi dari perempuan yang suka menangis  
menjadi sosok yang ulet, mantap, dan menatap ke depan. Sementara itu nun jauh 
di kota Berlin, Monha si pengamen dari  Tibet berdendang dengan suara sengau 
dan sumbang seakan menyadarkan kegagalan perubahan dunia. Terusir dari
 negaranya menjadi nomaden di Eropa, nyanyian Monha yang sumbang terus bergema 
di alam bahkan muncul di dunia mimpi. Pertunjukan yang didalangi oleh Ki Slamet 
Gundono ini didukung oleh Indah Panca, Kiki, dan Miko (penari); Sri Waluyo, Dwi 
Priyo, Sutrisno, dan Kukuh Widi (pemusik); Ags Arya Dipayana (tata cahaya); dan 
Miftakhul Jannah.


   
-
Yahoo! oneSearch: Finally,  mobile search that gives answers, not web links. 

[Non-text portions of this message have been removed]



[Forum Pembaca KOMPAS] Aliansi Islam Damai Dukung Kongkow Gus Dur Ditayangkan Jogja TV

2007-10-05 Terurut Topik Mohamad Guntur Romli

http://www.gusdur.net/indonesia/index.php?option=com_content&task=view&id=2734&Itemid=1


Aliansi Islam Damai Dukung Kongkow Gus Dur Ditayangkan Jogja TV  Yogyakarta, 
gusdur.net
 Penghentian acara Kongkow Bareng Gus Dur (KBGD) di Jogja TV karena diteror FPI 
membuat prihatin banyak khalayak di Yogyakarta. Kamis malam (4/10/2007) pukul 
23.00, sekitar 200 orang dari Aliansi Islam Damai Yogyakarta datang ke studio 
Jogja TV untuk memberi dukungan pihak Manajemen Jogja TV agar tayangan Kongkow 
Bareng Gus Dur dilanjutkan.

 
 Aliansi yang dimotori M. Ulin Nuha, M.Hum., ini kecewa sikap FPI lantaran 
penghentian acara itu didasarkan alasan yang tidak kuat. “Kami merasa dirugikan 
atas dihentikannya siaran Kongkow Bareng Gus Dur. Sebab acara itu sangat 
membantu kami memahami Islam sesuai kebudayaan dan hukum masyarakat 
sehari-hari,” tegas Ulin. 
 

Aliansi juga menyatakan kesiapannya jika ada permintaan untuk membantu keamanan 
Studio Jogja TV. “Kami siap membantu mengamankan Jogja TV,” ujar Ulin. 
 

Rombongan Aliansi Islam Damai Yogyakarta diterima oleh Kepala Bagian Produksi 
Jogja TV Wisnu Wicaksono. Pihak manajemen Jogja TV menjanjikan akan menggelar 
pertemuan segitiga antara manajemen Jogja TV, pihak Aliansi Islam Damai dan 
Kepolisian Yogyakarta untuk membahas tayangan-lanjut acara Kongkow Bareng Gus 
Dur. Pertemuan itu direncakan digelar, Jumat (5/10/2007) di kantor Jogja TV 
pukul 14.30. 
 

Selain dari Aliansi Islam Damai Yogyakarta, dukungan juga datang dari Generasi 
Muda Pencinta Demokrasi Yogyakarta yang menyatakan agar Jogja TV tidak takut 
dan gentar menyuarakan kebenaran dan kebebasan. 
 

KBR68H sebagai produser acara Kongkow Bareng Gus Dur juga telah mengeluarkan 
siaran pers, Kamis (4/10/2007) melalui Direktur Utama KBR68H Santoso yang 
menyesalkan penghentian tayangan itu. KBR68H juga berharap media-media lain di 
negeri ini, terbebas dari berbagai tekanan dan dapat menyiarkan program yang 
dinilai layak untuk pemirsanya tanpa rasa was-was.[] 

  Kontak Aliansi Damai Yogyakarta
  M. Ulin Nuha, M.Hum
  0274-6542215

--- In Forum-Pembaca-Kompas@yahoogroups.com, Awang BinSaS <[EMAIL PROTECTED]> 
wrote:

Selama ramadhan ini acara favorit saya adalah nonton acara Kongkow bareng Gus 
Dur di TV JOGJA. Acaranya segar, merakyat dan thema2 nya bagus/menarik.

Sayang sekali kalau FPI tidak bisa menghargai perbedaan pendapat di era 
demokrasi Indonesia ini. Saya pikir tidak ada salahnya kok acara itu, kalau pun 
ada yang tidak setuju itu biasa dan bisa balik mengcounter lewat media massa 
manapun yang disukai. 

Saya pun ada beberapa hal yg tidak sependapat dengan jalan pikiran Gus Dur, 
tapi secara umum saya mendukung pemikiran2 Gus Dur yang sangat  jauh lebih 
brilyan daripada pemikiran saya. Ini harus saya akui dan saya pun yakin beliau 
adalah orang baik. Selain itu bagaimanapun Gus Dur lebih banyak jasanya 
daripada saya bagi bangsa Indonesia.

Selain itu, Gus Dur sendiri juga gak pernah menekan nekan orang2 yang tidak 
setuju dengan pendapatnya bahkan kepada orang2 yang menghujatnya beliau tidak 
pernah bereaksi yang berlebihan, paling2 beliau hanya membalas hujatan2 tsb 
dengan sindiran atau ledekan atau banyolan saja, sudah selesai.

Ngapain hare gene pakai nglarang2 segala. Gak jamannya lagi. Mari kita belajar 
menjadi orang dewasa..

Hidup Indonesia 
  
--- In Forum-Pembaca-Kompas@yahoogroups.com, "Kartono Mohamad" <[EMAIL 
PROTECTED]> wrote:

Pak Adi, ketika orang tidak bisa atau berani berdiskusi, maka supaya menang
yang digunakan adalah otot, ancaman dan kekerasan. Mereka itu mungkin
kelompok yang menyatakan bahwa demokrasi tidak sesuai dengan agama. Maka
otoritas demokratis yang mendasarkan kepada dialog, bersedia mendengar dan
bersedia mengajukan argumentasi untuk mempertahakan pendapatnya tidak
dipelajari. Yang mereka pelajari adalah bagaiman menggunakan kata "Tuhan"
dan "agama" untuk membenarkan tindakan mereka melalui kekerasan. Mereka
merasa sudah menjadi wakil Tuhan yang justru merendahkan Tuhan. Dianggapnya
Tuhan tidak dapat membela diri, tidak mampu mengatur manusia, maka ia harus
ambil alih.
Sayangnya, entah sengaja atau tidak senagaja, penegak hukum dan kaum
politisi juga takut terhadap mereka karena takut dianggap "berhadapan dengan
Tuhan". Maka makin mandul sikap para penguasa.
Mereka telah disandera oleh ketakutan terhadap label agama yang digunakan
kaum perusuh itu karena mereka sendiri mungkin juga tidak memahami ajaran
agama atau tidak percaya diri sebagai penguasa. Teror semacam ini juga yang
digunakan oleh penguasa Nazi Jerman dulu dan oleh Orde Baru (yang
mengidentikkan Suharto dengan Pancasila, sehingga anti Suharto= anti
Pancasila).
Perlu kelompok yang tidak takut sepertiu halnya suku Dayak di Samarinda
menghadapi FPI dan membuat FPI jadi jeri sendiri. Sayangnya penguasa TVRI
tidak mempunyai keberanian seperti itu.
Salam
KM
=

--- In Forum-Pembaca-Kompas@yahoogroups.co

[Forum Pembaca KOMPAS] Siaran Pers: Teror terhadap "Kongkow Bareng Gus Dur" di Jogja TV

2007-10-04 Terurut Topik Mohamad Guntur Romli
  Siaran Pers :
   
  KBR68H Sesalkan Tekanan Terhadap Yogya TV
   
  Sensor oleh kelompok yang tidak toleran pada perbedaan pendapat, rupanya 
masih saja terjadi. Kali ini menimpa Yogya TV, stasiun televisi lokal yang 
berbasis di Yogyakarta.
   
  Manajemen televisi itu, sejak 3 Oktober tidak dapat melanjutkan penayangan 
acara “Kongkow Bareng Gus Dur” dikarenakan situasi yang kurang kondusif.  
Demikian surat yang kami terima dari manajemen Yogya TV.
   
  Menurut laporan yang kami kumpulkan,  Yogya TV dikomplain oleh FPI Yogyakarta 
karena acara itu dianggap menghina pimpinan mereka. Yogya TV diminta untuk 
menghentikan penayangan acara Gus Dur tersebut.
   
  Kami menghargai keputusan yang diambil Yogya TV. Tetapi kami menyesalkan 
adanya tekanan tekanan yang masih menghambat kebebasan bersiaran di negeri ini.
   
  Kongkow Bareng Gus Dur adalah acara rutin yang diadakan KBR68H setiap Sabtu 
pagi, dan disiarkan lebih dari 70 radio anggota jaringan di seluruh Indonesia. 
   
  Selama ramadhan, program itu juga diputar untuk stasiun televisi, dan 
tersedia 15 episode yang siap tayang. Versi televisi ini diproduksi KBR68H 
bersama School for Broadcast Media, dan disebarluaskan dengan dukungan Ragam 
Production House dan Tifa Foundation. Sebanyak 12 televisi lokal, termasuk 
Yogya TV menyiarkan acara tersebut.
   
  Kami berharap Yogya TV,  juga media-media lain di negeri ini,  akan terbebas 
dari berbagai tekanan, dan dapat menyiarkan program yang dinilainya layak untuk 
pemirsanya tanpa rasa was-was.
   
  Jakarta 4 Oktober 2007
   
  Santoso
  Direktur Utama 
  KBR68H
  ===
Mohamad Guntur Romli
Host Kongkow Bareng Gus Dur
Jl. Utan Kayu No 68H Jakarta 
[EMAIL PROTECTED]
Telp 0815-1319-1313

   
-
Looking for a deal? Find great prices on flights and hotels with Yahoo! 
FareChase.

[Non-text portions of this message have been removed]



[Forum Pembaca KOMPAS] Tadarus Ramadan tentang Al-Ghazali

2007-10-03 Terurut Topik Mohamad Guntur Romli
http://www.utankayu.org/in/index.cfm?action=detail&cat=news&id=18

Tadarus Ramadan tentang Al-Ghazali


Senin 1 Oktober 2007, rangkaian Tadarus Ramadan Jaringan Islam 
Liberal (JIL) di Komunitas Utan Kayu telah usai. Tadarus pada tahun ini 
mengulas pemikiran Al-Ghazali—seorang pemikir Islam termasyhur pada abad ke-11 
Masehi yang dijuluki sebagai hujjatul Islam (Argumentasi Islam). Diskusi 
kemaren ditutup presentasi dari Prof. Dr. KH Said Aqiel Siraj, ketua PBNU, 
Prof. Dr. Kautsar Azhari Noer dari guru besar UIN Syarif Hidayatullah dan Dr. 
Abd Moqsith Ghazali dari Jaringan Islam Liberal. Mereka bertiga membahas kitab 
Al-Ghazali yang paling terkenal Ihya ‘Ulûmiddin. Bagi Aqiel Siraj, kitab Ihya’ 
adalah proyek harmonisasi antara ilmu fikih, teologi dan tasauf. 

Di sinilah letak kepiawaian Al-Ghazali, apabila sebelum era Al-Ghazali, tiga 
kelompok tersebut saling menyerang bahkan tak jarang mengafirkan, namun di 
tangan Al-Ghazali tiga aliran tersebut dipadukan sebagai pendorong manusia 
untuk bergegas menjawab panggilan Tuhan. Dan Al-Ghazali adalah sosok yang 
sangat rindu pada pertemuan dengan Tuhannya. 
  
 Dalam diskusi tersebut, Goenawan Mohamad juga menyumbangkan salah satu esainya 
tentang Al-Ghazali yang berjudul “Al-Ghazali dan Kepastian”. Esai tersebut 
melacak bagaimana Al-Ghazali mencari kepastian dalam pengetahuan. Goenawan 
Mohamad mencatat pergulatan hidup Al-Ghazali. Di akhir abad ke-11 itu, 
Al-Ghazali meninggalkan Baghdad dan menjauhi tiga hal: kedekatangan dengan 
kekuasaan politik, pengangung-agungan hukum agama, dan kontroversi tentang 
kebenaran. 
  
 Bagi Goenawan Mohamad, Al-Ghazali, sebagai seorang sufi, dapat mengklaim bahwa 
dalam ‘yakin’ itulah terdapat kepastian yang dicarinya. Ia menunjukkan bahwa 
filsafat tak dapat membawanya ke sana. Seperti dikatakannya dalam prakata 
pertama Tahafut, tak ada yang tetap dan ajeg dalam posisi para filosof yang 
ditelaahnya. ‘Seandainya teori metafisik mereka  secara nalar dapat membawa 
kita yakin sebagaimana pengetahuan aritmatik mereka’, kata al-Ghazali tentang 
lawan-lawannya itu, ‘mereka tak akan berbeda di antara mereka sendiri dalam 
persoalan-persoalan metafisik’. 

Tak perlu dikatakan lagi rasanya, bahwa al-Ghazali bukan pemikir dari zaman ini 
– dan dengan kesadaran itulah ia kita ikuti. Jika dibaca sekarang, statemen di 
atas -- yang kita tahu  tak semestinya ditujukan buat filsafat, karena filsafat 
tak lagi terkait dengan klaim kesahihan ilmu-ilmu pasti -- lebih merupakan 
kesalah-fahaman akhir abad ke-11. 

Imam Ghazali adalah pemikir Muslim yang disegani. Ia dikenal bukan hanya 
sebagai sufi, melainkan juga teolog, ushûli (ahli ushul fiqh), faqîh (ahli 
fiqh), pakar logika (manthiq) bahkan filosof. Ia menulis ratusan buku, di 
antaranya Ihya` Ulum al-Din, Minhaj al-`Abidin, al-Iqtishad fi al-Itiqad, 
tahafut al-Falasifah, Mihak al-Nazhar fi al-Manthiq, al-Mustashfa min `Ilm 
al-Ushul. Atas karya-karyanya ini, di samping mendapatkan pujian, al-Ghazali 
menuai kritik.

Dalam Tadarus Ramadan Jaringan Islam Liberal (JIL) tahun ini, tiga buah karya 
Al-Ghazali telah dibedah, Tahafut al-Falasifah (Keruwetan Para Filosuf) Selasa, 
18 September dengan narasumber: Zainun Kamal, Luthfi Assyaukanie, dan 
Mulyadikertanegara, Faysal al-Tafriqah Baynal Islam wal Zandaqah, Selasa 25 
September dengan narasumber: KH Husein Muhammad, Nanang Tahqiq, dan Novriantoni 
dan terakhir Ihyâ Ulûmiddin. 

Bagi anda yang ingin membaca tulisan Goenawan Mohamad tentang “Al-Ghazali dan 
Kepastian” silakan kirim email ke: [EMAIL PROTECTED]

   
-
Be a better Globetrotter. Get better travel answers from someone who knows.
Yahoo! Answers - Check it out.

[Non-text portions of this message have been removed]



[Forum Pembaca KOMPAS] Saksikan Ki Slamet Gundono di TUK

2007-10-01 Terurut Topik Mohamad Guntur Romli
  Salam,
   
  Kami mengundang anda dalam acara pertunjukan Wayang Lindur dengan lakon “Uma, 
Nyai Sendon Kloloran” dengan dalang Ki Slamet Gundono di Teater Utan Kayu 
(TUK), Jln. Utan Kayu No 68H Jakarta, Kamis dan Jumat,  4 dan 5 Oktober 2007, 
pukul 20:00 WIB. Menonton pertunjukan ini tidak dipungut biaya.
   
  Terima kasih
   
  Mohamad Guntur Romli
  [EMAIL PROTECTED]
   
  UMA, NYAI SENDON KLOLORAN
   
  Manikmaya, sang penguasa jagat itu, begitu gemar menguji kesetiaan istrinya: 
Dewi Uma. Di lantai dua sebuah mal yang megah dan penuh cantelah aneka busaha 
terkini, Uma berbicara dengan seorang pemuda yang sangat tampan—yang tak lain 
adalah jelmaan Manikmaya sendiri. Manikamya  pun sadar bahwa istrinya tak 
pernah memahami cinta sebagai sesuatu yang tunggal. Manikmaya murka dan hendak 
menjatuhkan kutukan. Saat itu Dewa Indra bersedia mengganti kutukan dengan 
sebuah bangunan mewah, Dewa Baruna menawarkan barter dengan laut dan isinya, 
dan Kamajaya akan memberi mantra-mantra cintanya—semuanya hanya membentur 
dinding hati Manikmaya. Kutukan tetap ia jatuhkan ke pundak Uma. Sesungguhnya 
Uma telah bertransformasi dari perempuan yang suka menangis menjadi sosok yang 
ulet, mantap, dan menatap ke depan. Sementara itu nun jauh di kota Berlin, 
Monha si pengamen dari Tibet berdendang dengan suara sengau dan sumbang seakan 
menyadarkan kegagalan perubahan dunia. Terusir dari negaranya
 menjadi nomaden di Eropa, nyanyian Monha yang sumbang terus bergema di alam 
bahkan muncul di dunia mimpi. Pertunjukan yang didalangi oleh Ki Slamet Gundono 
ini didukung oleh Indra Panca, Kiki, Miko (penari); Sri Waluyo, Dwi Priyo, 
Sutrisno, dan Kukuh Widi (pemusik); Ags Arya Dipayana (tata cahaya); dan 
Miftakhul Jannah. 
   
  http://www.utankayu.org


   
-
Building a website is a piece of cake. 
Yahoo! Small Business gives you all the tools to get online.

[Non-text portions of this message have been removed]



[Forum Pembaca KOMPAS] Saksikan Kongkow Bareng Gus Dur di Televisi

2007-09-28 Terurut Topik Mohamad Guntur Romli
Salam,

Silakan saksikan "Kongkow Bareng Gus Dur" di 12 televisi di Indonesia: 
televisi-televisi kawasan yang menyiarkan acara "Kongkow Bareng Gus Dur" yang 
direkam dari Kedai Tempo, Komunitas Utan Kayu (KUK). 

Acara ini disiarkan untuk bulan Ramadan, untuk informasi tayangan silakan 
hubungi redaksi televisi di kawasan anda. 

Selama bulan Ramadan "Kongkow Bareng Gus Dur" terus mengudara di KBR68H berikut 
jaringan-jaringannya di Indonesia setiap hari Sabtu pukul 10.00 WIB yang 
disiarkan secara langsung dari Kedai Tempo. Anda bisa hadir langsung ke Kedai 
Tempo di Jl. Utan Kayu No 68H untuk berdialog langsung dengan Gus Dur.

Mohamad Guntur Romli
Host Kongkow Bareng Gus Dur di KBR68H


Informasi Kongkow Bareng Gus Dur di Televisi:
Ariani Djalal
[EMAIL PROTECTED]
[EMAIL PROTECTED]
Telepon 0811864504

Daftar televisi:

1. MAKASSAR TV

PT. MAKASSAR LINTASVISUAL CEMERLANG

Jl. Pengayoman Blok F-8/13, Panakkukang-Makassar 90231

0411-447.652

0411-448.740

www.makassartv.co.id


 
2. BATAM TV

PT. BATAM MEDIA TELEVISI

Gedung Graha Pena Batam Lt. 9, Jl. Raya Batam Centre, BATAM

0778 – 465.666  
0778 – 462.378


3.  PUBLIK KHATULISTIWA TV - BONTANG

PT. KHATULISTIWA MEDIA

Jl. Alamanda GOR PKT, Lt.2, Komp.PC VI BONTANG 75313 - KAL TIM

0548-23444 / 0548-109391

0548-23444 Ext.85


4.  JOGJA TV

PT. YOGYAKARTA TUGU TELEVISI

Jl. Wonosari KM 9, Sendang Tirto – Berbah, Sleman - YOGYAKARTA

0274-451.800  

www.jogjatv.com


5.  BANDUNG TV

PT. BANDUNG MEDIA TELEVISI INDONESIA

Jl. Sumatra No. 19, Bandung 40011 - JAWA BARAT

022-7078.5618/19

www.bandungtv.biogspot.com



6.  CAKRA TV - SEMARANG

PT. MATARAM CAKRAWALA TELEVISI INDONESIA

Jl. Batur No. 15, Gajah Mungkur - SEMARANG - Jawa Tengah

024 – 841.5221 

024 - 850.4933

www.cakrasemarangtv.com


7.  KENDARI TV - SULAWESI TENGGARA

PT. SWARA ALAM KENDARI TELEVISI

Jalan A. Yani No. 55 Wua-Wua, Kota Kendari – Sulawesi Tenggara 93117

0401-300.8699

0401-391.485

www.kendari.tv


8. TARAKAN TV

PT. TARAKAN TELEVISI MEDIA MANDIRI
Gedung Gadis Lt. 6 Jl. Jend. Sudirman No. 76, Tarakan 77112 - Kalimantan Timur
0551-24578 / 35870 / 23684
0551-24578
www.tarakan-tv.com


9.  RATIH TV - KEBUMEN

KOPERASI DUTA WICARA

Jl. Kutoarjo No. 6 Kebumen - Jawa Tengah 54312

0287-385.844 / 382.453

0287-385.844 / 381.102

www.ratihtvkebumen.go.id


10.  AMBON TV

PT. AMBON MEDIA ABADI

Jl Kakiali No.5 Kadewatan, Kecamatan Sirimau, Ambon - Maluku

0911-342.242

0911-344.486

www.ambon.tv


11. BENGKULU TV
Jl S Parman 66 PD Jati Kota Bengkulu

0736 – 21001 0736 345505

0736 – 344359


12.  TV KU

Jl. Nakula I No 5-11 Semarang

024 3568491 


 
   
-
Don't let your dream ride pass you by.Make it a reality with Yahoo! Autos. 

[Non-text portions of this message have been removed]



[Forum Pembaca KOMPAS] Siaran Pers DKJ tentang Pembukaan Utan Kayu International Literary Biennale 2007

2007-09-27 Terurut Topik Mohamad Guntur Romli
upan kesenian di wilayah Propinsi DKI Jakarta. 
Pada awalnya, anggota pengurus Dewan Kesenian Jakarta diangkat oleh Akademi 
Jakarta, yaitu para budayawan dan cendikiawan dari seluruh Indonesia. Kini 
dengan berjalannya waktu, pemilihan anggota DKJ dilakukan secara terbuka, 
melalui pembentukan tim pemilihan yang terdiri dari beberapa ahli dan pengamat 
seni, selain anggota Akademi Jakarta sendiri. Nama-nama calon diajukan dari 
berbagai kalangan masyarakat maupun kelompok seni. Masa kepengurusan DKJ adalah 
3 tahun.
 Kebijakan pengembangan kesenian tercermin dalam bentuk program tahunan yang 
diajukan dengan menitikberatkan pada skala prioritas masing-masing komite. 
Anggota DKJ berjumlah 25 orang, terdiri dari para seniman, budayawan, dan 
pemikir seni, yang terbagi dalam 6 komite: Komite Film, Komite Musik, Komite 
Sastra, Komite Seni Rupa, Komite Tari dan Komite Teater.
 
 
Informasi lebih lanjut, silahkan hubungi:
 Kiki Soewarso
Bagian Hubungan Masyarakat
Dewan Kesenian Jakarta
Taman Ismail Marzuki
Jalan Cikini Raya 73
Jakarta 10330
Tel. 021-31937639, 021-3162780, 
Fax. 021-31924616
[EMAIL PROTECTED]
  


Mohamad Guntur Romli
http://romli.net
Jl. Utan Kayu No. 68H Jakarta
Telp: (021) 8573388 Fax: (021) 851 6868
   
-
Yahoo! oneSearch: Finally,  mobile search that gives answers, not web links. 

[Non-text portions of this message have been removed]



[Forum Pembaca KOMPAS] Diskusi Novel Snow Karya Orhan Pamuk

2007-09-25 Terurut Topik Mohamad Guntur Romli

Salam

Silahkan hadir dalam Diskusi Ramadan Perpustakaan Freedom II
Tentang novel Snow karya Orhan Pamuk, Novelist asal Turki yang mendapat
penghargaan Nobel Sastra tahun 2006. Novel ini menceritakan tentang
benturan identitas, keyakinan antara Islam dan Barat. Dengan setting sosio 
politik negara Turki yang sekuler dengan mayoritas Islam, dialog,
perdebatan dan gugatan tentang tema Islam yang ditulis novel ini sangat
menantang.

Karya ini akan diulas oleh Ayu Utami (sastrawan, penulis novel Saman)
dan Ihsan Ali Fauzi (Direktur Program Yayasan Paramadina).

Hari  : Rabu, 26 September 2007
Jam  : 18.00 (didahului buka puasa)
Tempat: Freedom Institute
  Jalan Irian No. 8 Menteng Jakarta
  Telpon 31909226

Untuk bahan diskusi silakan download di

http://www.freedom-institute.org/id/index.php?page=index&id=296

=

http://caping.wordpress.com/?s=pamuk&searchbutton=go%21

Pamuk

Ketika Orhan belum berumur 10 tahun, ia membayangkan Tuhan sebagai seorang 
perempuan tua bertudung putih.
 ”Tiap kali bayangan itu muncul di depanku, aku rasakan kehadiran yang kuat, 
luhur dan sublim, tapi anehnya aku tak takut-takut amat,” tutur Orhan Pamuk 
dalam Istanbul (versi Inggrisnya terbit pada tahun 2005). ”Seingatku, aku tak 
pernah meminta tolong Dia dan petunjuk-Nya. Aku sadar Ia tak pernah tertarik 
kepada orang macam diriku. Ia hanya peduli kepada mereka yang miskin.”
 Hidup novelis Turki ini memang jauh dari mereka yang miskin. Sampai sekarang, 
dalam usia 54, ia tinggal di lantai ke-4 bangunan lima tingkat yang dulu 
seluruhnya ditempati keluarga besar Pamuk dan diatur seorang nenek gemuk dari 
tempat tidur. Dari jendela kamar itu akan tampak Masjid Hagia Sophia, Laut 
Marmara, Selat Bosphorus, Istana Topkapi—hiasan termasyhur tamasya Istanbul.
 Si kaya yang aman yang tak menganggap penting Tuhan—itulah yang tergambar dari 
kenangan Pamuk tentang hidupnya di kota tua yang melankolis itu. Malah mungkin 
ada sikap yang lebih radikal, jika novel Beyaz Kale (versi Inggris: The White 
Castle) kita anggap mengandung anasir otobiografis si pengarang. Kakek si 
Faruk, sejarawan pemabuk dalam novel ini, tak percaya kepada Tuhan tapi kepada 
Pencerahan Eropa. Ia ingin membawa rasionalisme ke Turki dan menulis 48 jilid 
ensiklopedia. Kakek Si Orhan sendiri gemar menyanyikan ”lagu-lagu atheis”.
 Orhan sadar, cinta Tuhan menjangkau siapa saja di rumah itu. Tapi ia juga 
tahu: ”orang macam kami cukup beruntung tak membutuhkannya”. Bagi si kecil ini, 
Tuhan ada buat menolong mereka yang kesakitan, menawarkan rasa senang kepada 
mereka yang tak punya uang untuk mendidik anak, membantu para pengemis yang tak 
henti-hentinya menyebut nama-Nya.
 Kesalehan dan kemiskinan, kelas atas dan kemungkaran—pola ini, yang dalam 
variasi berbeda juga pernah tampak di Indonesia, (dengan lapisan aristokrat 
yang dekat dengan Belanda dan orang kebanyakan yang mendapatkan kekuatan dari 
Islam)—dihadirkan Pamuk dengan sedikit sayu, sedikit cemooh, tapi penuh empati.
 Dalam Istanbul ada Esma Hanim, misalnya, si batur yang tiap waktu senggang 
akan cepat-cepat ke biliknya untuk menggelar sajadah dan bersembahyang. ”Tiap 
kali ia merasa bahagia, sedih, takut, atau marah, ia akan teringat Tuhan,” 
tulis Pamuk tentang pelayan pada masa kecilnya itu. ”Tiap kali ia membuka atau 
menutup pintu…, ia akan menyebut nama-Nya dan kemudian membisikkan beberapa 
kata lain, lirih-lirih.”
 Umumnya keluarga Pamuk—yang tak pernah berpuasa pada bulan Ramadan tapi 
menyiapkan berbuka dengan gairah—menerima sikap itu dengan nyaman. ”Bahkan bisa 
dikatakan, kami merasa lega orang-orang miskin itu bergantung pada… kekuatan 
lain yang membantu mereka menanggungkan beban.”
 Tentu saja ada rasa waswas, ”kalau-kalau orang miskin itu bisa menggunakan 
hubungan khusus mereka dengan Tuhan untuk menghadapi kami”.
 ”Hubungan khusus” itulah yang memang kemudian dipakai mereka yang melarat 
dalam Kar, (versi Inggrisnya, Snow, terbit pada tahun 2005), novel tentang 
seorang penyair yang datang ke sebuah kota miskin di perbatasan. Di kota itu 
mereka yang merasa terhina oleh dunia modern, oleh ”Eropa”, memperkuat diri 
dalam ”Islam” dan dengan amarah. Tapi bagaimana akhirnya tak jelas. Mereka tak 
hanya dituduh anti-Turki, tapi juga anti-masa depan—masa depan yang digariskan 
Kemal Attaturk: Turki yang ”modern” dan ”sekuler”.
 Dalam arti tertentu, karya Pamuk adalah gema Turki dan benturan 
”sekuler-dan-Islam”-nya—mirip dengan yang di Indonesia berbentuk pergulatan 
”Timur-Barat”. Tapi novel-novel Pamuk jauh lebih dalam dan lebih tak 
terduga-duga ketimbang karya para penulis dari jenis yang di sini diwakili Siti 
Nurbaya, Salah Asuhan, Layar Terkembang—yang sejak tahun 1920-an tak putus 
dirundung ketegangan orang ”Timur” yang harus memilih, atau menampik, yang 
”modern”.
 Pamuk merasakan ketegangan macam itu, tapi ia sen-diri tak ikut tegang. Ia 
pernah mengatakan, di dunia tak ada orang yang menganggap diri sepenuhnya 
”Timur”. Ke

[Forum Pembaca KOMPAS] Laporan TEMPO: Utan Kayu International Literary Biennale (2)

2007-09-20 Terurut Topik Mohamad Guntur Romli
  TEMPO

Edisi. 29/XXXVI/10 - 16 September 2007 
   
  Suatu Siang di Seminari”… Aku duduk di pinggir ranjang, 
berpura-pura membaca majalah, padahal sebenarnya aku mengamati ibu sewaktu ia 
menutupi payudaranya yang melorot dengan kutang lepek warna kulit yang 
dibelinya di pasar buah. Celana dalamnya yang telah menguning dimakan usia 
menampakkan sebaris karet elastis di bagian pinggangnya yang kendor….” 
  KETUT Ayu Paramitha, siswi SMAN 4 Jakarta itu, serius membaca cerpen Telepon 
di Sore Hari karya Hao Yu-hsiang, pe nulis cerpen perempuan asal Taiwan. Di 
bagian itu tampak murid-murid laki-laki yang hadir tersenyum geli, malu malu 
kucing. Tanpa peduli dengan reaksi itu, Ayu Paramitha tetap dengan mimik tak 
berubah menuntaskan cerpen yang bercerita tentang telepon-telepon iseng yang 
selalu mengganggu rumah seorang nona. Telepon iseng yang mengungkap masa lalu 
ibu atau bapaknya.
  Murid dari berbagai SMA di Jakarta siang itu berkumpul di SMA Kolese 
Kanisius, Menteng. Salah satu agenda Bienale Sastra Utan Kayu ini adalah 
membawa sejumlah sastrawan asing bersama sastrawan kita berkunjung ke 
sekolah-sekolah menengah. Hao Yu-hsiang, pengajar di Universitas Dong Hwa, 
kebagian di SMA Kolese Kanisius. Sastrawan tamu lain di SMU Negeri 78 dan Lab 
School Kebayoran.
  Di sekolah-sekolah itu mereka membacakan karyanya, atau sebaliknya 
murid-murid itulah yang membaca terjemahan karya mereka. Lalu disediakan sesi 
tanya-jawab. Banyak yang bertanya tentang proses kreatif, tentang bagaimana 
menggali inspirasi.
  ”Saya kreatif kalau lagi bokek,” kata F. Rahardi, menjawab pertanyaan yang 
langsung disambut ger… oleh para siswa. Rahardi bercerita, pertama kali 
puisinya dimuat di majalah Basis pada 1970-an. Secara diam-diam seorang 
temannya mengirimkan sajak Rahardi ke majalah prestisius itu. ”Ternyata menulis 
juga ada ho nornya, sejak itu saya terus mengirim puisi ke media massa,” 
katanya. Jerome Kugan, penyair Malaysia, bercerita bahwa kota adalah sumber 
inspirasi nya. Ia tinggal di sebuah kota kecil di Sabah, yang jumlah 
penduduknya tak banyak, bahkan jika ditelusuri semua penduduknya bersaudara.
  Di Jawa tengah, para sastrawan disebar ke tiga tempat, antara lain Seminari 
Menengah St. Petrus Kanisius Mertoyudan, Asrama Perguruan Islam, dan SMU Taruna 
Nusantara. Di seminari, pada saat rombongan menyusuri koridor kelas, sebagian 
siswa tiba-tiba menoleh ke luar. Para murid itu terlihat sudah tak tahan lagi 
untuk bertemu mereka. Para sastrawan itu berkumpul di aula pukul 11.00. Semua 
murid seminari dari kelas 1 sampai 3—sebanyak 210 orang—hadir lengkap, duduk 
lesehan.
  Joko Pinurbo didaulat untuk pertama membaca puisi. Ia adalah alumni seminari 
Mertoyudan yang kini jadi dosen. Dahulu di situ ia sering merenung di antara 
lapangan basket dan kandang babi. Puisinya berjudul Ce lana Ibu membuat tertawa 
murid yang kebanyakan akan jadi pastor itu. 
  Celana Ibu
  Maria sangat sedih menyaksikan anaknya
 mati di kayu salib tanpa celana
 dan hanya berbalutkan sobekan jubah
 yang berlumuran darah.
 Ketika tiga hari kemudian Yesus bangkit
 dari mati, pagi-pagi sekali Maria datang
 ke kubur anaknya itu, membawakan celana
 yang dijahitnya sendiri.
 ”Paskah?” tanya Maria.
 ”Pas sekali, Bu,” jawab Yesus gembira.
 Mengenakan celana buatan ibunya,
 Yesus naik ke surga.
   
  Pada saat tanya-jawab, para murid seminari itu mengajukan perta nyaan dasar 
yang sulit dijawab. Misalnya bagaimanakah ukuran puisi yang berhasil itu. Para 
penulis berbeda-beda dalam hal ini. Mamang Dai me ngatakan puisi adalah 
kebenaran jati diri. ”Yang paling penting dalam puisi selalu ada kerelaan,” 
kata novelis Togo Kangni Alem.
  Pertanyaan juga berkisar tentang apakah tempat suci penting sebagai sumber 
kreasi. Sharanya Manivannan menjawab memang tempat suci ba nyak memberikan 
inspirasi. ”Namun tempat suci sesungguhnya ada pada diri sendiri,” katanya. Ia 
lalu berce rita, dia memiliki seorang teman yang ateis yang setiap muncul di 
panggung seolah ada kekuatan besar yang membuat penampilannya bagus. 
  Suasana di Mertoyudan membuat Kangi Alem serasa bernostalgia, karena ternyata 
dahulu sekolah menengahnya juga di seminari. Ia lalu meminta anak-anak 
Mertoyudan itu menyanyikan lagu Latin. Langsung mereka serempak mengumandangkan 
lagu Gregorian: Tantum Ergo Sacramento—yang biasa dinyanyikan saat Paskah. 
Tantum ergo sacramentum, veneremur cernui: Et antiquum documentum…. 
  Seno Joko Suyono, Anton Septian (Jakarta), Lucia Idayani (Yogya) 
   
  
   
-
Shape Yahoo! in your own image.  Join our Network Research Panel today!

[Non-text portions of this message have been removed]



[Forum Pembaca KOMPAS] Laporan TEMPO: Utan Kayu International Literary Biennale (3)

2007-09-20 Terurut Topik Mohamad Guntur Romli
   
  Edisi. 29/XXXVI/10 - 16 September 2007 
   
  Persahabatan di Kaki Borobudur   Mereka membacakan sajak, cerpen, 
fragmen kenangan dengan   berbagai bahasa di bawah bayang-bayang Borobudur.   
Itulah Utan Kayu International Literary Biennale, yang berlangsung pada akhir   
Agustus lalu. Sebuah forum pertemuan berbagai sastrawan dari Amerika, Asia, 
Australia,   Eropa, yang akrab, bersahaja, tapi meninggalkan kesan yang kuat. 
STUPA puncak itu tampak begitu terang. Dari jarak sekitar satu 
kilometer, stupa itu seolah berbinar sendirian di ketinggian.
  Malam itu, disambut hembusan udara di ngin, para penulis masuk kawasan 
Borobudur melalui sisi tenggara candi, lewat pintu masuk ha laman Hotel 
Manohara. Panggung terbuka Aksobya, yang letaknya di pelataran sisi timur 
candi, menunggu mereka. Panggung itu hanya berjarak 50 meter dari candi. Bila 
berdiri di situ terasa kekokoh an candi. 
  Bagian bawah tubuh candi tampak gelap, tapi semakin ke atas kepekatan itu 
semakin pudar, dindingnya menjadi remang-remang. Dan pada pucuknya, sinar lampu 
putih mengguyur stupa dari berbagai penjuru. 
  Sean M. Whelan, penyair Australia itu, maju. Ia masih mengenakan topi laken 
hitam. Topi itu se olah tak pernah lepas dari kepalanya. Penampilannya 
atraktif, hafal puisinya di luar kepala. Konon, ia sering melantunkan puisi 
bersama band-band rock di bar. Elvis Tears sebuah sajak kocak, tentang air di 
kaca jendela mobil yang bertetesan seperti linangan para fans Elvis saat raja 
rock and roll itu wafat, dibacakannya. Penonton tak kesulitan mencerna karena 
di panggung ada layar terjemahan: 
  ”Ibumu pasti sangat menggemari Elvis,” kau berkata
 ”Ibuku benci padanya,” ujarnya. ”Ia membencinya karena Elvis sekarat sembari 
membaca majalah porno dalam WC. 
   
  Sebagian penonton lesehan di karpet merah, sebagian duduk di belas kursi 
malas panjang dari kayu (risban). Sebagian lagi berdiri di sana-sini bergelut 
dengan dinginnya malam yang menggigit kulit. Suasana santai seperti menonton 
wayang kulit.
  Tiba giliran Mamang Dai, penulis cerpen asal Itanagar, India, membacakan 
cerpennya: Tempat yang Gelap, Kota-kota Kecil. Ia dikenal sebagai ahli sejarah 
Arunachal Pradesh, sebuah kota bagian timur laut India yang kental tradisinya. 
Puisi itu merupakan pengalamannya di sana. Menjelang Sharanya Manivannan, 
penyair asal Sri Lanka, maju, hujan tipis turun sebentar. Tatkala hujan 
berhenti, dua puisi nya, Poem dan The Mapmaker’s Wife, membuai penonton.
  Dan tiap malam di tempat tidur kita aku menjadi istri sang pembuat peta
 Tiap belaian adalah bagian dari kartografi keramat 
 setiap kecupan adalah persilangan bumi dan segenap abstraksinya.
   
  l l l
   
  Dua puluh penulis dari luar negeri dan 26 penulis dari dalam hadir dalam Utan 
Kayu International Literary Biennale Festival, 23–30 Agustus lalu. Perkenalan 
pertama berlangsung di Bakoel Coffee, Cikini, Jakarta. Bersama-sama kemudian 
mereka berjalan menuju Taman Ismail Marzuki (TIM). Acara berlangsung selama dua 
hari di TIM dan dua hari di Teater Utan Kayu (TUK).
  Rata-rata penulis belum pernah datang ke sini. Ada yang sudah mendengar nama 
kepulauan di sini sejak kecil. Terence Ward, penulis buku perjalanan yang 
mengesankan, The Hidden Face of Iran, adalah salah satunya. Buku ini bercerita 
tentang pengalamannya ke Iran, mencari bekas pelayan keluarga bernama Hassan 
yang di masa kecilnya adalah segalanya. Ia yang membimbing Ward mengenal 
tradisi Iran, ia yang pandai memasak fesanjan bebek bersaus kenari tumbuk dan 
sari delima kegemarannya. 
  Pada 1960-an, saat Shah Iran berkuasa, keluarga Ward hidup di Iran. Di TUK ia 
menceritakan kenang annya bagaimana Hassan mengajari ia dan ketiga saudara 
laki-lakinya melompat di atas unggunan api saat mengikuti Chaharshanbe Souri, 
festival api Zoroaster. Keluarga Ward kemudian pindah ke Amerika Serikat dan 
setelah 16 tahun berlalu mencoba mengunjungi Iran yang telah berubah. ”Kami 
adalah orang Amerika yang pertama kembali ke Iran,” ka tanya. ”Kami mencari 
Hassan tanpa tahu alamatnya, nomor teleponnya, kecuali kampung leluhur bernama 
Toodesh.”
  Hassan begitu penting bagi Ward. Dari Hassanlah mungkin gambaran kepulauan di 
sini terbayang di kepalanya. ”Saya ingat suatu hari saya mengu nyah cengkeh di 
sebuah pasar di Tajrish, Teheran. Mulut saya terasa terbakar.” Ia lalu bertanya 
dari mana cengkeh berasal. ””Dari ujung dunia: Maluku, pulau para raja di ujung 
Asia, di batas lautan, suatu hari, Nak, kau akan ke sana,” jawab pemilik toko. 
Waktu itu ia ingat Hassan berkata: ”Insya Allah.” Dan ”insya Allah” itu 
terbukti. Kini Ward telah beberapa kali menjejakkan kaki di Jakarta, kota yang 
dulu mengatur perdagangan cengkeh.
  Seperti kisah Terence Ward, selama perhelatan penonton seolah mendengar bahwa 
para penulis Amerika Latin, Amerika, Eropa, Asia, Afrika, dan Australia itu 
saling tukar memori, berbagi masa lalu, menceritakan samar-samar kota-kota yang 
disinggahi sampai kenangan erotis. 
  Kan

[Forum Pembaca KOMPAS] Laporan TEMPO: Utan Kayu International Literary Biennale (1)

2007-09-20 Terurut Topik Mohamad Guntur Romli
Salam,

Berikut saya kirim laporan TEMPO tentang Utan Kayu International Literary 
Biennale yang telah dilaksanakan di Jakarta dan Magelang 23-30 Agustus 2007. 
Saya bagi laporan TEMPO ini dalam tiga email. Pertama tentang tiga profil 
sastrawan peserta Utan Kayu International Literary Biennale: Edmundo dari 
Bolivia, Hassan Daoud dari Libanon dan Kimberly dari Amerika Serikat. Kedua 
laporan tentang pertemuan para sastrawan dengan siswa sekolah, seminari dan 
para santri. Ketiga, laporan pergelaran acara di Pelataran Candi Borobudur

Selamat membaca

Mohamad Guntur Romli
=
  Edisi. 29/XXXVI/10 - 16 September 2007 
   
  Dari Tiga yang Gelisah   Menulis adalah sebuah bentuk mengingat luka 
yang dialami   masyarakat. Pergulatan tiga sastrawan—Hassan Daoud, Edmundo Paz 
Soldan, dan   Kimberly Blaeser—adalah contohnya. 
IA datang dari Libanon. Selama perang yang berlangsung 15 tahun, Hassan 
Daoud tinggal di wilayah Beirut barat. Beirut terbelah dua: permukiman Islam di 
bagian barat, Katolik di bagian timur. Ia menyaksikan kota yang tadinya 
kosmopolitan, sebuah permata di tengah Timur Te ngah yang konservatif itu, 
tercerai-berai. 
  Itu semua bermula dari insiden yang terjadi pada April 1975. Di Ayn 
ar-Rummanah, seorang warga Libanon bentrok dengan seorang Palestina, lalu 
pertikaian berkembang ke seluruh wilayah Libanon dan Israel campur tangan. Pada 
1976, pengungsi Palestina di daerah karantina dibantai. Sebaliknya, pada tahun 
yang sama, di Damor, kaum Kristen Maronit diserbu. Israel menyerang Libanon 
pada 1978 dan 1982. Hassan Daoud ingat, pada 1980-an itu, Beirut menjadi kota 
tertutup—tak ada telepon, tak ada majalah dan koran asing, tak ada penerbangan. 
Hubung an dengan dunia luar terputus.
  Perang berhenti pada 1990. Persetujuan Taiff diteken. Tapi trauma perang 
saudara 15 tahun tak mudah hilang. Novel pertama Hassan berjudul Binayat 
Mathilde (The House of Mathilde) bercerita tentang kehangatan sebuah apartemen 
yang dihuni warga Katolik dan Islam. Cerita terpusat pada Mathilde, salah satu 
penyewa apartemen. Agaknya novel ini bertolak dari pengalaman masa kecil 
Hassan, yang tinggal dalam satu apartemen bersama orang Kristen, imigran Rusia 
dan Armenia. Baginya, pembagian Katolik dan Islam adalah semu. Yang berperang 
bukan orang Katolik dan Islam, melainkan para mi litan Katolik dan militan 
Islam. Masyarakat Islam-Kristen adalah korban. 
  Kini Beirut memiliki sebuah downtown baru—de ngan restoran, kafe, dan bar-bar 
ala Eropa. Namun, bagi Hassan, wajah cantik Libanon itu sesuatu yang berusaha 
menutupi atau melupakan luka. ”Semua hal simbolis yang menyatukan semua orang 
lenyap,” ka tanya kepada Tempo. 
  Siang itu, ia mengenang bagaimana kehidupan kesenian di Libanon merosot. 
”Produksi film lumpuh, teater lenyap selama dua dekade.” Namun perang diakuinya 
membuat banyak orang mengekspresikan diri melalui tulisan. ”Karena peranglah 
kami me nulis,” katanya. Di Jakarta dan Borobudur, ia membaca sajak berjudul 
Lorca in Beirut: Who Brought Him Here? Ia bertanya: siapa yang menulis sebait 
puisi Federico Garcia Lorca di dinding jalanan Beirut? Siapa yang tiba-tiba 
ingat akan kalimat penyair Spanyol itu? 
  ”Di Libanon sekarang anak-anak muda sangat aktif menulis novel dan puisi,” 
katanya. Tapi menjadi pe nulis selalu berisiko. Wartawan atau penulis di 
Libanon, menurut dia, harus menyadari apa yang mereka tulis dan mengerti peta 
kelompok-kelompok dominan di Libanon. Ia sendiri kini adalah pemimpin redaksi 
suplemen kebudayaan ”Nafawez” di harian Al-Mustaqbal. Ia mengaku kerap mendapat 
tekanan politik dari pihak lain. ”Dua sahabat saya, penulis-jurnalis, meninggal 
tertembak tahun lalu,” katanya.
  Setiap faksi di Libanon, menurut Hassan, memiliki surat kabar. ”Tak ada surat 
kabar untuk umum, tak ada surat kabar yang bebas, yang liberal. Media menjadi 
milik kelompok tertentu. Surat kabar ini pro-kelompok ini, surat kabar itu 
pro-kelompok itu…,” tuturnya berapi-api. Keadaan sekarang di matanya bertambah 
buruk. Masyarakat kian terkotak-kotak. Masyarakat tak mengambil pelajaran dari 
perang sipil. ”Para intelektual kini sedang mencoba membuat semacam common area 
untuk ditinggali semua orang Libanon,” katanya. 
  Suara Hassan yang terdengar perih dalam melihat masyarakatnya itu berbeda 
dengan Edmundo Paz Soldan, 40 tahun, sastrawan Bolivia yang menyikapi 
persoalan-persoalan sosial kontemporer dengan kacamata anak muda masa kini. 
Novelnya, Turing’s Delirium, bercerita tentang seorang hacker asal Amerika 
Latin yang melawan globalisasi. Oleh para kritikus, karyanya ini dianggap 
bersemangat techno-thriller, penuh dengan unsur kebudayaan pop yang melek dan 
fasih dengan perkembangan gadget canggih. 
  Paz Soldan adalah motor dari gerakan baru sastra Amerika Latin yang terkenal 
dengan sebutan McOndo Movement. Gerakan ini lahir pada 1980-an. Pencetus 
gerakan ini adalah penulis Cile, Alberto Fuguet. Istilah McOndo muncul dari 
diri Fuguet setelah

[Forum Pembaca KOMPAS] Diskusi Ramadan Perpustakaan Freedom

2007-09-17 Terurut Topik Mohamad Guntur Romli
Salam
Bagi anda yang tertarik silakan menghadirinya

Diskusi Ramadan
Perpustakaan Freedom
  

Seperti tahun-tahun sebelumnya dalam setiap bulan Ramadan, Perpustakaan Freedom 
menyelenggarakan diskusi yang referensinya berasal dari koleksi terbaru 
Perpustakaan Freedom baik berupa buku maupun jurnal. Kali ini, Perpustakaan 
Freedom menyelenggarakan diskusi dengan tema ”Pergulatan dan Gugatan terhadap 
Tuhan dan Agama.” Berikut jadwalnya:
 

Kamis, 20 September 2007 jam 18.00 – 21.30
Diskusi 3 buku Atheis yang menggugat bahwa Tuhan itu delusi dan tidak Akbar 
serta  agama hanyalah racun buat manusia:
1.God is not Great : How Religion Poisons Everything karya Christoper Hitchens
2.The God Delusion karya Richard Dawkins
3.Letter to a Christian Nation karya Sam Harris
Pembicara :
Goenawan Mohamad (Wartawan senior Majalah Tempo)
Rizal Mallarangeng (Direktur Eksekutif Freedom Institute)
Luthfi Assyaukanie (Koordinator Jaringan Islam Liberal)


Rabu, 26 September 2007 jam 18.00 – 21.30
Diskusi buku novel Snow karya Orhan Pamuk. Novel ini menceritakan tentang 
benturan identitas, keyakinan antara Islam dan Barat. Dengan setting sosio 
politik negara Turki yang sekuler dengan mayoritas Islam, dialog, perdebatan 
dan gugatan tentang tema Islam yang ditulis novel ini sangat menantang.
Pembicara:
Ayu Utami (Sastrawan, penulis novel Saman)
Ihsan Ali-Fauzi (Direktur Program Yayasan Paramadina)


Kamis, 4 Oktober 2007 jam 18.00 – 21.30
Diskusi buku The Islamist karya Ed Husain. Buku ini merupakan pergulatan si 
penulis dalam keterlibatannya dengan organisasi Islam fundamentalis di Inggris. 
Ia kemudian bertobat dan keluar dari organisasi tersebut.
Pembicara :
Anies Baswedan (Rektor Universitas Paramadina)
Hamid Basyaib (Direktur Program Freedom Institute)

Diskusi akan diawali dengan buka puasa bersama. Terbuka untuk umum dan tanpa 
dipungut biaya. Artikel dan buku yang akan didiskusikan bisa diperoleh di 
Perpustakaan Freedom. Untuk artikel akan diberikan gratis. 
Konfirmasi kehadiran Anda sebelumnya dengan menghubungi Wahyu atau Imie di 
021-31909226.

Untuk bahan-bahan diskusi bisa download dan klik di sini:

http://www.freedom-institute.org/id/index.php?page=index&id=296

   
-
Be a better Heartthrob. Get better relationship answers from someone who knows.
Yahoo! Answers - Check it out. 

[Non-text portions of this message have been removed]



[Forum Pembaca KOMPAS] Diskusi bersama Goenawan Mohamad tentang Bergman dan Tuhan

2007-09-10 Terurut Topik Mohamad Guntur Romli
Salam,
   
  Kami mengundang anda untuk hadir dalam diskusi bersama Goenawan Mohamad 
tentang Ingmar Bergman, Selasa 11 Setember 2007 pukul 19.30 di Teater Utan Kayu 
Jl. Utan Kayu no 68H Jakarta Timur. Diskusi ini diadakan setelah Komunitas Utan 
Kayu memutar film-film karya Bergman.
   
  Sekian terima kasih
   
  Mohamad Guntur Romli
  Kurator Diskusi di Komunitas Utan Kayu
   
  
  http://www.utankayu.org/in/index.cfm?action=detail&cat=event&id=115
   
  Sebuah tema yang kerap muncul dalam film-film karya Ingmar Bergman (yang 
wafat bulan Agustus lalu dalam usia 89 tahun) adalah soal kegelisahan 
eksistensial (angst) manusia dalam hubungannya dengan Tuhan. Tema itu terangkat 
dengan jelas misalnya dalam The Seventh Seal (1957). Juga dalam “Trilogi Iman”, 
yang terdiri dari Through a Glass Darkly (1961), pemenang Piala Oscar untuk 
Film Asing Terbaik; Winter Light (1962), yang oleh Bergman sendiri disebut 
sebagai film favorit; dan The Silence (1963). Dalam ketiga film itu, kekelaman 
hidup para tokohnya membuat mereka meradang mencari sumber cahaya untuk 
menerangi jalan mereka, atau suara yang akan menuntun langkah mereka. Tetapi 
seperti tak ada sahutan: itulah “diamnya Tuhan”. Sejumlah film berikutnya, 
misalnya Persona (1966) dan A Passion (1969)—yang dalam peredarannya di AS 
mendapat judul baru The Passion of Anna—meski tak mengacu langsung pada 
persoalan teologis dan lebih banyak berpusar pada dunia kejiwaan para tokohnya,
 tetap menyiratkan ketegangan yang timbul dari “diamnya Tuhan” atas pelbagai 
haru biru yang terjadi di muka bumi. Di hari terakhir pemutaran, digelar 
diskusi bersama Goenawan Mohamad yang akan membicarakan masalah angst dan iman 
lewat pembahasan sejumlah film karya Bergman. 

   
-
Got a little couch potato? 
Check out fun summer activities for kids.

[Non-text portions of this message have been removed]



[Forum Pembaca KOMPAS] Undangan Diskusi: Teori Politik Pasca-Marxis

2007-09-02 Terurut Topik Mohamad Guntur Romli
Salam,
   
  Kami mengundang anda untuk hadir pada diskusi ini.
  Terima kasih
   
  Mohamad Guntur Romli
  Kurator Diskusi di Komunitas Utan Kayu
   
  ===
  Komunitas Utan Kayu
  Diskusi TEORI POLITIK PASCA-MARXIS
  Kamis, 6 September 2007 pukul 19.00 WIB
  Teater Utan Kayu (TUK) Jl. Utan Kayu No. 68H, Jakarta
   
  Pembicara: Robertus Robert dan Daniel Hutagalung 
   
  Diskusi ini akan mengulas pemikiran dari tokoh-tokoh teori politik yang 
digolongkan pasca-Marxis. Sebutlah nama seperti Ernesto Laclau, Chantal Mauffe, 
Slavoj Zizek dan Alain Badiou. Dengan melampaui teori Marxis klasik yang sudah 
luruh dan Komunisme yang telah runtuh, mereka tetap beriktikad mengemukakan 
ide-ide kritis terhadap “demokrasi liberal” dan kapitalisme di dunia dewasa 
ini. Bagaimana mereka membangun basis argumentasi teori politik mereka, dan apa 
pandangan mereka terhadap teori politik modern saat ini, khususnya menyangkut 
demokrasi dan kapitalisme? Robertus Robert, dosen sosiologi di Universitas 
Negeri Jakarta yang tengah menyelesaikan program doktoralnya di STF Driyarkara, 
akan menyampaikan topik "Proyek Emansipasi Post-Marxis: Laclau dan Zizek", 
sedangkan Daniel Hutagalung peneliti di Perhimpunan Pendidikan Demokrasi dan 
lulusan S-2 program studi Perilaku Politik dari Essex University akan berbicara 
tentang tokoh-tokoh teori politik pasca-Marxis yang lain,
 khususnya Mouffe.  
   
  www.utankayu.org
   

   
-
Looking for a deal? Find great prices on flights and hotels with Yahoo! 
FareChase.

[Non-text portions of this message have been removed]



[Forum Pembaca KOMPAS] Undangan: Peluncuran dan Diskusi Buku "Ustadz, Saya Sudah di Surga"

2007-08-01 Terurut Topik Mohamad Guntur Romli
   Salam,

Saya ingin mengundang anda yang berminat dan memiliki waktu untuk hadir dalam 
acara peluncuran dan diskusi buku saya yang berjudul "Ustadz Saya Sudah di 
Surga" terbitan KataKita,Agustus 2007, pada hari Rabu 08 Agustus 2007 pukul 
18.00 di Auditorium Nurcholish Madjid Universitas Paramadina Jl. Gatot Subroto 
Kav. 97-99 Jakarta.

Terima kasih

Mohamad Guntur Romli

===
 UNDANGAN
 
 Peluncuran dan Diskusi Buku
 "Ustadz, Saya Sudah di Surga"
 
 Karya
 Mohamad Guntur Romli
 (Aktivis Jaringan Islam Liberal)
 
 Pembahas:
 KH. Abdurrahman Wahid (Mantan Presiden RI)
 Nasir Abbas (Mantan Ketua Mantiqi III Jamaah Islamiyah)
 Ulil Abshar-Abdalla (Mahasiswa Ph.D Harvard University)
 Ihsan Ali-Fauzi (Direktur Program Yayasan Wakaf Paramadina)
 
 Moderator: Nong Darol Mahmada (Manajer Program Jaringan Islam Liberal)
 
 Rabu, 8 Agustus 2007
 Pukul 18.00 WIB (Didahului dengan makan malam  bersama)
 
 Auditorium Nurcholish Madjid Universitas Paramadina
 Jl. Gatot Subroto Kav. 97-99 Jakarta
 
 Tak dapat dihindarkan, tulisan-tulisan ini umumnya polemis, tajam, dan sebab
 itu bukan untuk menyediakan konsensus, melainkan untuk mendorong pembaca – 
atau lawan berdebat – melihat argumen yang selama ini tak didengar, data yang 
tak terlihat, fakta yang dilupakan.
   Guntur punya kapasitas itu, dengan bahasa yang terang dan menyodok. 
Kelebihan lain: dia punya khasanah yang amat memadai dalam hal sejarah Islam 
dan teks klasik maupun modern dalam bahasa Arab yang jarang didapatkan di 
Indonesia.
   Tak dapat dilupakan: dia punya kecintaan besar kepada khasanah itu – sesuatu 
yang layak dipuji pada diri seorang cendekiawan, yang dalam usia muda, telah 
terjun dalam bidang penelaahan Islam.
 
Goenawan Mohamad, Budayawan
 
 Pandangan keislaman tentang isu perempuan dan relasi  gender dalam buku ini
 sangat mencerminkan pandangan Islam sejati, yaitu Islam yang ramah terhadap
 perempuan dan rahmatan lil alamin.
 
 Musdah Mulia, Tokoh Pejuang Perempuan Indonesia
 
 Kumpulan tulisan Mohamad Guntur Romli ini berisi gelora kuat untuk membuktikan 
Islam sebagai agama pembawa damai yang bisa hidup fungsional di dalam zaman 
modern yang plural, toleran, dan demokratis
 
 Ioanes Rakhmat, Dosen Sekolah Tinggi Teologi Jakarta
 
 Penyelenggara:
 Yayasan Wakaf Paramadina-Jaringan Islam Liberal-Penerbit KataKita
 
 Kontak Person: 081803585733 (Rintis) dan 081586199143 (Saidiman)

   
-
Shape Yahoo! in your own image.  Join our Network Research Panel today!

[Non-text portions of this message have been removed]



[Forum-Pembaca-KOMPAS] Diskusi dengan Abdullah An-Naim (Besok)

2007-07-30 Terurut Topik Mohamad Guntur Romli
Salam,
   
  Saudara-saudara, jangan lupa anda yang sudah tertarik hadir di diskusi ini 
bersama An-Naim dan Ulil Abshar Abdalla, besok: Rabu 1 Agustus akan 
dilaksanakan.
  Terima kasih
   
   
  http://www.freedom-institute.org/id/index.php?page=index&id=274
   
  Islam dan Negara Sekuler: Menegosiasikan Masa Depan Syariah
  
Freedom Institute bekerjasama dengan Center for the Study of Religion and 
Culture (CSRC) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta mengundang Anda menghadiri 
diskusi tentang “Islam dan Negara Sekuler: Menegosiasikan Masa Depan Syariah” 
bersama Prof. Abdullah Ahmed An-Naim, Professor Hukum di Emory University, 
Atlanta Amerika Serikat, dan Ulil Abshar-Abdalla yang baru saja menyelesaikan 
masternya di Boston University AS dan akan melanjutkan PhD di Harvard 
University AS, sebagai pembanding.

An-Naim banyak menulis dan melakukan studi dan riset tentang tema Hukum Islam 
dan Hak Asasi Manusia (HAM). Tema di atas merupakan karya riset yang 
dilakukannya di beberapa negara, diantaranya Turki, Mesir, Sudan, Uzbekistan, 
India, Nigeria dan Indonesia antara Januari 2004 sampai September 2006. Riset 
ini telah diterbitkan dalam bahasa Indonesia dan juga beberapa bahasa lainnya. 

Diskusi akan diselenggarakan pada,
Hari/Tanggal : Rabu, 1 Agustus 2007
Waktu : Pukul 18.00 – 21.00 (diawali makan malam)
Tempat : Ruang Diskusi Freedom Institute
Jalan Irian No. 8 Menteng Jakarta Telpon 319 09226


Kami tunggu kedatangan Anda dalam diskusi ini. Terima kasih

   
-
Looking for a deal? Find great prices on flights and hotels with Yahoo! 
FareChase.

[Non-text portions of this message have been removed]



[Forum-Pembaca-KOMPAS] Edisi Terbaru Jurnal Kalam (Fotografi dan Budaya Visual)

2007-07-26 Terurut Topik Mohamad Guntur Romli
Salam,

Kami mengajak anda untuk menikmati isi Jurnal Kalam edisi terbaru tentang 
"Fotografi dan Budaya Visual". Silakah klik:

http://www.jurnalkalam.org/edisi/edisi-23.html

"Peristiwa" dan "Buku" adalah rubrik yang kami perbarui setiap pekan. 
Sedangkan "Pusparagam" adalah ruang yang kami sediakan untuk tulisan-tulisan 
yang berharga, namun tak bersangkut paut dengan tema utama. "Sastra" adalah  
ruang untuk cerita pendek, cerita panjang, petikan novel, puisi, dan esai 
sastra. Dua rubrik: "Pusparagam" dan "Sastra" akan kami perbarui bila ada 
tulisan-tulisan bermutu yang masuk.

Bagi anda yang berminat ikut serta, silakan kirim karya anda ke email redaksi 
yang telah kami sediakan.

Selamat membaca dan berkarya





Mohamad Guntur Romli
http://romli.net
Jl. Utan Kayu No. 68H Jakarta
Telp: (021) 8573388 Fax: (021) 851 6868
   
-
Ready for the edge of your seat? Check out tonight's top picks on Yahoo! TV. 

[Non-text portions of this message have been removed]



[Forum-Pembaca-KOMPAS] Undangan Seminar Seni Pertunjukan Indonesia Kini di TUK

2007-07-10 Terurut Topik Mohamad Guntur Romli
Salam,

Kawan-kawan seniman, peneliti, dan pencinta seni

Komunitas Utan kayu mengundang Anda dalam acara "Seminar Seni Pertunjukan 
Indonesia Kini" yang akan diadakan di Teater Utan Kayu Jl. Utan Kayu No. 68H 
Jakarta Selasa-Kamis, 17-19 Juli 2007 pukul 19.00 WIB.
Untuk rincian acara saya sertakan dalam lampirkan berikut ini.

Terima kasih

Mohamad Guntur Romli


  SEMINAR SENI PERTUNJUKAN INDONESIA KINI
  Masalah Produksi dan Capaian Estetik
   
  HARI PERTAMA, Selasa 17 Juli 2007, Pukul 19.00 WIB
  TEATER KINI
Triyanto Triwikromo (Redaktur Kebudayaan Suara Merdeka)
  Kusworo Bayu Aji (Manajer Teater Garasi Yogyakarta)
  Iswadi Pratama (Sutradara Teater Satu Lampung)
  Moderator: Arie F. Batubara 
   
  HARI KEDUA, Rabu 18 Juli 2007, Pukul 19.00 WIB 
  TARI KINI
Eko Supriyanto (Koreografer dan Penari)
  Helly Minarti (Peneliti Tari)
  Moderator: Wicaksono Adi
   
  HARI KETIGA, Kamis 19 Juli 2007, Pukul 19.00 WIB
  MUSIK KINI
Suka Hardjana (Pemusik dan Peneliti Musik)
  Otto Sidharta (Komposer dan Dosen Musik)
  Moderator: Jabatin Bangun
   Kehidupan seni pertunjukan (teater, tari, musik) modern di Indonesia kini 
sungguh memprihatinkan, bila dilihat dari minimnya jumlah produksi dan 
rendahnya mutu pertunjukan secara umum. Ironinya adalah bahwa itu terjadi bukan 
di tengah sedikitnya jumlah kelompok kesenian, melainkan sebaliknya. Apa saja 
masalah-masalah utama yang menyebabkan krisis pada seni pertunjukan itu? 
Mengapa hal itu bisa terjadi, dan adakah jalan keluarnya? Juga, bisakah kita 
harapkan akan lahir karya-karya seni pertunjukan yang gemilang di tahun-tahun 
mendatang? Inilah pertanyaan-pertanyaan mendasar yang coba dijawab melalui 
seminar ini—yang digelar khusus untuk mengulas persoalan-persoalan dalam seni 
pertunjukan kita dewasa ini.
Dalam dunia teater dan tari, jumlah grup jauh melampaui jumlah produksi. 
Kita berjumpa dengan nama-nama baru dari berbagai kelompok seni yang terus 
bermunculan namun tanpa disertai gencarnya produksi kesenian. Sementara dalam 
dunia musik kontemporer, dengan jumlah pelaku yang memang tak sebanyak dalam 
dunia teater dan tari, jumlah pergelaran musik itu benar-benar bisa dihitung 
dengan jari.
Minimnya produksi seni pertunjukan tampaknya berkait dengan soal manajemen 
atau pengelolaaan sebuah kelompok yang berujung pada kemampuan menciptakan 
produksi. Di samping itu, persoalan dana yang berasal dari minimnya sponsor 
tentulah merupakan sebuah faktor penting. Masalah-masalah seputar manajemen 
atau pengelolaan inilah yang barangkali menjadi penghambat pertama suburnya 
kreativitas di dunia seni pertunjukan.
Sementara itu, di antara karya-karya yang tak banyak itu, telah munculkah 
kecenderungan artistik baru? Di sini kita menemukan persoalan besar kedua, 
yakni soal capaian estetik dunia seni pertunjukan hari ini. Di manakah letak 
persoalannya, bagaimana pengamat seni mengapresiasi sejumlah karya seni yang 
ada? Apakah letaknya pada kritik seni yang semakin kendur? Mari kita bahas 
tuntas persoalan-persoalan tersebut dalam acara seminar tiga hari tentang seni 
pertunjukan di Indonesia kini.
Seluruh acara diskusi dilaksakan di Teater Utan Kayu (TUK), Jl. Utan Kayu 
No. 68H Jakarta
   
Mohamad Guntur Romli
  Kurarator Diskusi
  

Mohamad Guntur Romli
http://romli.net
Jl. Utan Kayu No. 68H Jakarta
Telp: (021) 8573388 Fax: (021) 851 6868
 
-
It's here! Your new message!
Get new email alerts with the free Yahoo! Toolbar.

[Non-text portions of this message have been removed]



[Forum-Pembaca-KOMPAS] Undangan Diskusi JIL: Teori Kenabian (Narasumber Ulil Abshar-Abdalla)

2007-07-03 Terurut Topik Mohamad Guntur Romli
Salam,
Bagi Anda yang berminat silakan hadir di acara diskusi JIL ini.
Terima kasih
-Guntur-

http://islamlib.com/id/


Teori Kenabian dalam Islam
 
  Narasumber: Ulil Abshar Abdalla


Moderator: Novriantoni Kahar 
  

Tempat: Teater Utan Kayu, Jln Utan Kayu No 68H Jakarta Timur
Waktu: Kamis, 5 Juli 2007, Pukul 19.00

Agama-agama semitik seperti Islam selalu meniscayakan adanya seorang Nabi. 
Agama hanya bisa tegak dengan seorang Nabi. Umat manusia akan rusak tanpa 
kehadirannya. Pendeknya, kedudukan dan peran Nabi dalam pandangan Islam 
mainstream demikian sentral. Namun, ada ulama Islam yang memiliki pandangan 
berbeda. Abu Ishaq al-Nasibi, sebagaimana dikutip al-Tawhidi dalam  al-Imta`wa 
al-Mu`anasah , meragukan seluruh kenabian. Abu Bakar Muhammad bin Zakaria 
al-Razi (863 M-925 M) menolak eksistensi Nabi. Bagi al-Razi, akal jauh lebih 
penting ketimbang Nabi. Sebab, dengan akalnya manusia bisa membedakan antara 
yang baik dan yang buruk. Dengan akal, demikian al-Razi, kehadiran Nabi menjadi 
tak relevan. Bagaimana sesungguhnya kenabian itu? Untuk kepentingan siapa 
seorang nabi datang? Apa manfaat nabi buat kemaslahatan manusia? Tidak cukupkah 
dengan akalnya manusia bisa merumuskan kebaikan dan keburukan? 
  


Mohamad Guntur Romli
http://romli.net
Jl. Utan Kayu No. 68H Jakarta
Telp: (021) 8573388 Fax: (021) 851 6868
 
-
Finding fabulous fares is fun.
Let Yahoo! FareChase search your favorite travel sites to find flight and hotel 
bargains.

[Non-text portions of this message have been removed]



[Forum-Pembaca-KOMPAS] Undangan: Pentas Tari PIDATO BUNGA-BUNGA (TUK)

2007-06-07 Terurut Topik Mohamad Guntur Romli

Jumat, 08 Juni 2007, 20:00 WIB   Pentas Tari PIDATO BUNGA-BUNGA
   Koreografer: Fitri Setyaningsih.
Teater Utan Kayu (TUK) Jl. Utan Kayu No. 68H Jakarta

08 Juni 2007 - 09 Juni 2007Pentas Tari 
PIDATO BUNGA-BUNGA
 Pidato Bunga-Bunga adalah semacam laporan perjalanan menemukan 
tubuh tari (bukan tubuh penari). Ada tiga karya yang akan dipentaskan dalam 
pertunjukan ini. Karya pertama, “Pidato Bunga-Bunga”, membayangkan tubuh 
sebagai taman kecil yang ditanami bunga-bunga kecil: bunga gerak. Ketika 
akhirnya tubuh dibongkar dan dijadikan toko-toko kecil yang menjual barang 
kebutuhan sehari-hari, bunga-bunga pun berpidato tentang tubuh yang kehilangan 
taman. Dalam karya kedua, “Flight No. 12”, yang dibuat berdasarkan sebuah karya 
instalasi seniman Hanafi, tubuh pun menari dalam keadaan senantiasa membungkuk 
di ruang yang disediakan oleh instalasi itu. Sedangkan “Beras Merah” 
memperlihatkan proses menstruasi sebagai semacam pertandingan tinju dalam tubuh 
perempuan, proses rutin yang bisa berlangsung dalam sakit dan ketidakstabilan; 
tetapi juga sebuah jalan menemukan kembali inti kesuburan. Para penari yang 
akan memainkan koreografi Fitri Setyaningsih ini adalah Yoyo Wewe,
 Yustinus Popo, Media Anugrah Ayu, dan Ika Dewi Wulandari. Pengarah artistik: 
Afrizal Malna
   
-
Be a better Heartthrob. Get better relationship answers from someone who knows.
Yahoo! Answers - Check it out. 

[Non-text portions of this message have been removed]



[Forum-Pembaca-KOMPAS] Undangan: Orasi Goenawan Mohamad dan Peluncuran Situs Jurnal Kalam

2007-05-27 Terurut Topik Mohamad Guntur Romli
Salam,
Bagi Anda yang tertarik menghadiri acara ini:
Peluncuran situs Jurnal Kalam, dan pembukaan Pameran  Rupa Kalam, yang 
didahului penyampaian sebuah orasi dari Goenawan Mohamad tentang "Mencari 
Estetika Jeda". Acara dilaksanakan di Teater Utan Kayu, Jl. Utan Kayu No 68H, 
Jakarta, Selasa 29 Mei 2007, pukul 19.30 WIB. Pameran akan digelar di Galeri 
Lontar di komplek Komunitas Utan Kayu. 

Terima kasih

-Guntur-Selasa, 29 Mei 2007, 19:30 WIB
   Pembukaan Pameran RUPA KALAM
Sejak mulai terbit pada tahun 1994, Jurnal Kebudayaan Kalam telah menjalankan 
peran sebagai salah satu tempat persemaian dan pertukaran gagasan di Indonesia. 
Selain memuat esai, cerita, dan puisi dari pelbagai penjuru, Kalam pun 
menampung karya rupa, baik sebagai gambar sampul maupun ilustrasi di halaman 
dalam. Setelah lebih dari satu dasawarsa, kini telah terkumpul cukup banyak 
karya rupa yang layak ditengok kembali: sesuatu yang mungkin dapat menawarkan 
kemungkinan lebih lanjut bagi penjelajahan rupa perwajahan jurnal di negeri 
kita. Sembari memamerkan sepilihan karya rupa yang pernah tampil di Kalam, 
peristiwa ini sekaligus merupakan peluncuran situs www.jurnalkalam.org yang 
berniat meneruskan kerja sebagai forum pemikiran dan penciptaan ke ruang maya. 
Dalam acara ini akan disampaikan sebuah orasi oleh Goenawan Mohamad bertajuk 
“Mencari Estetika Jeda”: sebuah upaya menemukan pengalaman estetik dalam ruang 
dan waktu yang terus menjadi tanpa menyelesaikan diri.

www.utankayu.org

   
-
Get the free Yahoo! toolbar and rest assured with the added security of spyware 
protection. 

[Non-text portions of this message have been removed]



[Forum-Pembaca-KOMPAS] Undangan Diskusi dan Pemutaran Film

2007-05-22 Terurut Topik Mohamad Guntur Romli
Diskusi Bulan Mei

Penyelenggara: Jaringan Islam Liberal
Tempat: Teater Utan Kayu, Jln Utan Kayu No 68H Jakarta Timur
Waktu: Jumat, 25 Mei 2007, Pukul 18.30

  Pemutaran Film "The Lost Tomb of Jesus" (Pukul 18.30) 
  Diskusi dengan tema "Yesus Historis Versus Yesus Iman" (Pukul 19.00)  
 
 Narasumber: Dr. Ioanes Rakhmat dan Mohamad Guntur Romli 
 
   Moderator: Abdul Moqsith Ghazali 
  
 
Penelusuran kembali terhadap sosok Yesus, baik melalui kajian sejarah 
ataupun arkeologi menghadirkan pandangan-pandangan yang dianggap mengusik 
keimanan. James D. Tabor misalnya dalam The Jesus Dinasty—diterjemahkan oleh 
Gramedia Dinasti Yesus (2007) menawarkan sebuah interpretasi yang segar dan 
berani tentang kehidupan Yesus serta usul-usul Kekristenan. Buku itu juga 
menyulut polemik, karena mengarah pada penemuan “makam” yang diasumsikan 
berasal dari trah Yesus, untuk selanjutnya, penemuan “makam” Yesus pun bukan 
hal yang mustahil dibuktikan oleh argumen arkeologis. 

Jika Yesus memiliki “makam”, bagaimana dengan mukjizat Kebangkitan? Apakah 
Kebangkitan itu hanya ruhani, bukan ragawi? Penelusuran kembali “Yesus Sejarah” 
ini, menurut Tabor, telah mendekatkan sosok Yesus seperti yang diyakini dalam 
doktrin Islam. Adakah pengaruh sebuah sekte “Ebyon” yang disebut Tabor sebagai 
perawat asli ajaran Yesus terhadap Islam? Diskusi ini akan menghadirkan Dr. 
Ioanes Rakhmat, pakar Perjanjian Baru dan kajian Yesus Sejarah, dan Mohamad 
Guntur Romli, aktivis Jaringan Islam Liberal, yang akan menghadirkan studi, 
“Sejarah Kristen di Arab dan Pengaruhnya Terhadap Islam Perdana”. 

   
-
You snooze, you lose. Get messages ASAP with AutoCheck
 in the all-new Yahoo! Mail Beta. 

[Non-text portions of this message have been removed]



[Forum-Pembaca-KOMPAS] Undangan Diskusi Syekh Siti Jenar di TUK

2007-05-10 Terurut Topik Mohamad Guntur Romli
Moderator dan peserta milis yang terhormat,

Berikut saya kirim undangan diskusi tentang Syekh Siti Jenar di Teater Utan 
Kayu (TUK) Selasa 15 Mei 2007, pukul 19.00 WIB. 
Terima kasih atas bantuannya.

Mohamad Guntur Romli
Kurator Diskusi di Komunitas Utan Kayu

Diskusi SITI JENAR: PERTARUNGAN AJARAN DAN KEKUASAAN   Selasa, 15 Mei 2007, 
19:00 WIB
   Narasumber: Agus Sunyoto & Achmad Chodjim.
 
Siti Jenar selama ini dikenal lebih banyak sebagai legenda, bukan tokoh 
sejarah. Sekian babad, serat, kitab, dan buku tentang Siti Jenar memiliki versi 
sendiri-sendiri mengenai sosok, ajaran, hingga akhir hayatnya yang tragis. 

Konon, ia dihukum pancung, karena menyebarkan ajaran yang dianggap menyimpang, 
atau ia juga seorang pemimpin sebuah gerakan yang mengancam kekuasaan. Sebagai 
tokoh sufi, ia adalah Al-Hallaj-nya tanah Jawa—karena kematiannya persis 
seperti tokoh sufi Al-Hallaj yang dieksekusi di Baghdad akibat tuduhan 
menebarkan ajaran sesat. 

Namun, ada yang memahami Siti Jenar sebagai tumbal dalam pertarungan “Islam 
Jawa” yang dibelanya, dengan “Islam Arab” yang dikehendaki “Dewan Wali”. Siti 
Jenar tetap mewariskan kontroversi hingga kini. 

Agus Sunyoto, penulis buku Syaikh Siti Jenar (LKiS) sebanyak tujuh jilid, 
melalui 300 naskah kuno, mencoba menelusuri perjalanan ruhani, perjuangan, 
ajaran, konflik dan penyimpangan ajaran Siti Jenar. 

Sedangkan Achmad Codjim, penulis buku laris Syekh Siti Jenar: Makna “Kematian” 
(Serambi), menyuguhkan sosok Siti Jenar yang lihai dalam meramu pandangan 
sufistik Islam dengan mistik Jawa. 

Tidak dipungut biaya.

Untuk informasi lebih lengkap kunjungi www.utankayu.org

  
-
Looking for earth-friendly autos? 
 Browse Top Cars by "Green Rating" at Yahoo! Autos' Green Center.  

[Non-text portions of this message have been removed]



[Forum-Pembaca-KOMPAS] Undangan Pertunjukan Teater: PEREMPUAN DI TITIK NOL

2007-05-09 Terurut Topik Mohamad Guntur Romli
Monolog Teater Satu Lampung PEREMPUAN DI TITIK NOL karya Nawal 
el-Saadawi 

Pemain: Hamidah Sutradara: Iswadi Pratama
Teater Utan Kayu (TUK)
 Jl. Utan Kayu No 68H Jakarta
   
 Jumat dan Sabtu, 11 Mei 2007 - 12 Mei 2007   
 Mereka mengenakan borgol baja pada pergelangan tangannya, dan membawanya ke 
penjara. Dalam penjara, ia dimasukkan ke dalam sebuah kamar yang pintu dan 
jendelanya selalu tertutup. Ia tahu apa sebabnya mereka itu begitu takut 
padanya. Dialah satu-satunya perempuan yang telah membuka kedok mereka dan 
memperlihatkan muka kenyataan buruk mereka. Mereka menghukumnya sampai mati 
bukan karena ia telah membunuh seorang laki-laki, taetapi karena mereka takut 
untuk membiarkannya hidup. Mereka tahu bahwa selama Ia masih hidup, mereka tak 
akan aman, bahwa dia akan membunuh mereka.Hidupnya berarti kematian mereka, 
kematiannya berarti hidup mereka. Dan ia telah menang atas keduanya, kehidupan 
dan kematian, karena dia tidak lagi mempunyai hasrat untuk hidup, juga tidak 
lagi merasa takut untuk mati. Ia tidak mengharapkan apa-apa, Ia tidak takut 
apa-apa…
www.utankayu.org


   
-
Ahhh...imagining that irresistible "new car" smell?
 Check outnew cars at Yahoo! Autos.

[Non-text portions of this message have been removed]



[Forum-Pembaca-KOMPAS] Pewahyuan Al-Quran: Antara Budaya dan Sejarah

2007-05-04 Terurut Topik Mohamad Guntur Romli
  http://www.korantempo.com/korantempo/2007/05/04/Opini/krn,20070504,72.id.html
 
 Jum’at, 04 Mei 2007
 Opini
 
 Pewahyuan Al-Quran: Antara Budaya dan Sejarah
 
 Mohamad Guntur Romli, AKTIVIS JARINGAN ISLAM LIBERAL
 
 Pewahyuan adalah proses kolektif, baik sumber maupun proses kreatifnya. Ia 
bukanlah proses yang tunggal. Al-Quran sendiri menegaskan gagasan ini. Ketika 
Al-Quran berbicara tentang pewahyuan, baik dengan kata "mewahyukan" (awha) 
maupun "menurunkan" (anzala, nazzala) Al-Quran, digunakan kata nahnu: berarti 
kami--sebagai subyek--seperti dalam awhayna (kami telah mewahyukan) ataupun 
anzalna, nazzalna (kami telah menurunkan). Dalam Al-Mu'jam al-Mufahhras li 
Alfadzil Qur'an, kata awhaytu (aku mewahyukan) hanya dipakai delapan kali, 
sedangkan awhayna (kami mewahyukan) digunakan lebih dari 30 kali.
 
 Kata "kami" adalah bentuk plural. Pertanyaannya, siapakah yang disebut "kami" 
dalam ayat-ayat itu? Para mufasir klasik yang berkeras pada doktrin ketunggalan 
dalam pewahyuan menolak memahami "kami" sebagai pluralitas dalam pewahyuan. 
Menurut mereka, meskipun "kami" bentuknya plural, konotasinya pada Dia Yang 
Tunggal, kata "kami" bertujuan lit ta'dzîm (memuliakan) "si pembicara".
 
 Namun, pendapat ini, menurut hemat saya, rancu. Kata "kami", bila digunakan 
sebagai pengganti "saya" atau "aku" untuk memuliakan "lawan bicara", bukan "si 
pembicara". Misalnya, seorang menteri tidak akan menggunakan kata "aku/saya 
telah melakukan" di depan presidennya, tapi mengatakan "kami telah melakukan". 
Sebab, selain menunjukkan penghormatan terhadap lawan bicara, menandakan 
pengakuan, karena apa yang telah ia lakukan bukanlah hasil kerjanya sendiri, 
melainkan kerja kolektif.
 
 Dalam tradisi tafsir klasik, menafsirkan istilah "kami" yang merujuk kepada 
Allah, Roh Kudus Jibril, dan Muhammad lazim kita temukan. Dalam pandangan ini, 
Al-Quran secara "maknawi" bersumber dari Tuhan, tapi secara "lughawi " (redaksi 
bahasa) disusun oleh Malaikat Jibril atau Nabi Muhammad: Al-Quran adalah "karya 
bersama" Allah, Jibril, dan Nabi Muhammad. Kelompok rasional Islam Muktazilah 
adalah pelopor pemahaman ini.
 
 Pendapat ini berdasarkan sambungan sebaris ayat yang berbicara tentang 
turunnya Al-Quran: wa inna lahu lahafidzûn, "dan sesungguhnya kami pula yang 
akan menjaganya (Al-Quran)". Di sini proses turunnya Al-Quran, sebagaimana 
proses penjagaannya, melibatkan "kerja kolektif" antara Tuhan dan manusia. 
Proses penjagaan (autentisitas) Al-Quran oleh manusia berbentuk hafalan dan 
tulisan.
 
 Pewahyuan yang plural itu bisa ditegaskan lebih lanjut dengan menggunakan 
kajian sejarah yang melibatkan konteks sejarah, masyarakat, tradisi, dan 
lingkungan. Pewahyuan dari konteks ini, menurut saya, bisa lebih menegaskan 
klaim Al-Quran sendiri, yang menggunakan kata "kami" yang plural, bukan "aku" 
yang tunggal.
 
 Kisah dalam Al-Quran
 
 Saya akan mengambil contoh kisah-kisah yang banyak dimuat Al-Quran. Dua 
pertiga isi Al-Quran adalah tentang kisah yang bersumber dari konteks tempat 
wahyu itu turun: kisah-kisah yang diperbincangkan di pasar-pasar, di sela-sela 
transaksi dan safari perniagaan, ataupun dongeng yang diwariskan secara 
turun-temurun.
 
 Dari kajian sejarah ini, Al-Quran tidak bisa melampaui konteksnya. Dalam ranah 
ini, pendapat Nashr Hamir Abu-Zayd bahwa al-nash muntaj tsaqafi (Al-Quran 
merupakan produk budaya) adalah sahih. Al-Quran adalah produk rangkaian proses 
kreatif-kolektif manusia yang disebut budaya. Wahyu tidak bisa lepas dari dua 
faktor yang membentuknya: sejarah (al-tarikh) dan konteks (al-waqi').
 
 Kisah-kisah Al-Quran yang dipercaya sebagai mukjizat hakikatnya merupakan 
kisah-kisah yang sudah populer pada zaman itu. Al-Quran tidak pernah 
menghadirkan kisah-kisah yang benar-benar baru. Misalnya saja kita tidak 
menemukan kisah tentang masyarakat Cina atau India, yang waktu itu telah 
memiliki peradaban yang luar biasa. Hal itu terjadi karena kisah-kisah tersebut 
tidak pernah sampai atau kurang populer ataupun tidak memiliki dampak ideologis 
dan politis terhadap masyarakat Arab. Berbeda dengan kisah-kisah yang berasal 
dari kawasan yang disebut "Bulan Sabit Subur". Kawasan ini menjadi "mata air" 
yang mengalirkan kisah-kisah yang termaktub dalam Al-Quran.
 
 Kisah Nabi Isa
 
 Bukti lain bahwa Al-Quran tidak bisa melampaui konteksnya adalah kisah tentang 
Nabi Isa (Yesus Kristus). Sekilas kita melihat bahwa kisah Nabi Isa dalam 
Al-Quran berbeda dengan versi Kristen. Dalam Al-Quran, Isa (Yesus) hanyalah 
seorang rasul, bukan anak Allah, dan akhir hayatnya tidak disalib. Sementara 
itu, dalam doktrin Kristen, akhir hidup Yesus itu disalib, yang diyakini untuk 
menebus dosa umatnya.
 
 Ternyata kisah tentang 

[Forum-Pembaca-KOMPAS] Diskusi dan Peluncuran Buku F. Budi Hardiman

2007-04-12 Terurut Topik Mohamad Guntur Romli
   www.utankayu.org

Undangan

Sabtu, 14 April 2007, Pukul 19:00 WIB
  Diskusi dan Peluncuran Buku FILSAFAT FRAGMENTARIS karya F. Budi 
Hardiman 

Narasumber: F. Budi Hardiman dan I. Bambang Sugiharto.
 
di Teater Utan Kayu (TUK), Jl. Utan kayu No 68H, Jakarta



 Buku ini membahas tiga tema besar dalam filsafat Barat: tubuh, 
kesadaran, dan kekuasaan. Ketiga tema itu disorot dengan tiga pendekatan utama 
dalam filsafat Barat kontemporer: deskripsi (fenomenologi), kritik (filsafat 
kritis), dan dekonstruksi (poststrukturalisme). Seper¬ti dalam karya-karya 
sebelumnya, penulis memusatkan diri pada problem epistemologis, sosial, dan 
politis. Penulis mela¬kukan berbagai eksperimen dalam gaya ulasan. Pembaca akan 
diundang menyelami pemikiran para filsuf penting seperti Maurice Merleau-Ponty, 
G.W.F. Hegel, T.W. Adorno, W. Benjamin, J. Habermas, C. Schmitt, J. Derrida, F. 
Nietzsche, dan lain-lain. Ada setidaknya dua alasan mengapa buku ini diberi 
judul Filsafat Fragmentaris. Pertama, masing-masing bab dalam buku ini tampil 
sebagai fragmen-fragmen pemikiran yang menghentikan suatu klaim akan ketuntasan 
pengetahuan.  Kedua, karena filsafat itu sendiri sebuah pemikiran yang 
fragmentaris. Ini tentu saja merupakan per¬nyataan
 pendirian yang terbuka untuk didisku¬sikan. Filsafat masa kini, yang dalam 
buku ini dicakup dalam deskripsi, kritik dan dekonstruksi, menam¬pilkan sifat 
fragmentaris pemikiran itu sen¬diri. Tetapi justru dengan pengakuan akan ciri 
fragmentaris itu, filsafat dapat membedakan dirinya dari ideologi dan agama. 
Diskusi Filsafat Fragmentaris ini akan menghadirkan dua pembicara: F. Budi 
Hardiman (dosen pascasarjana STF Driyarkara) dan I. Bambang Sugiharto (guru 
besar filsafat di Universitas Parahyangan, Bandung)
   
-
Never miss an email again!
Yahoo! Toolbar alerts you the instant new Mail arrives. Check it out.

[Non-text portions of this message have been removed]



[Forum-Pembaca-KOMPAS] Sayembara Pembuatan Logo Komunitas Salihara

2007-04-03 Terurut Topik Mohamad Guntur Romli
Moderator Milis Yth,
   
  Saya mohon bantuan untuk meloloskan informasi tentang Sayembara Pembuatan 
Logo Komunitas Salihara. 
  Terima kasih atas bantuannya.
   
  -Guntur-
   
  ==
  www.utankayu.org
   
  Pada bulan April 2008, akan berdiri sebuah pusat kesenian yang bernama 
Komunitas Salihara.
 
  Pusat kesenian ini, yang bertempat di Jalan Salihara 16, Pasar Minggu, 
Jakarta Selatan, akan terdiri dari gedung teater black box, ruang pameran, 
ruang serbaguna, toko buku, perpustakaan, dan kafe. 
  
Komunitas Salihara memberi tempat bagi karya seni dan intelektual yang bermutu, 
yang menghargai kemajemukan dan kebaruan. Dengan mengajak masyarakat menghargai 
karya-karya demikian, kami juga memperluas ranah kebebasan berpikir dan 
berekspresi. Komunitas Salihara didirikan oleh orang-orang yang bergiat di 
Komunitas/Teater Utan Kayu (www.utankayu.org). 
  
Demi kiprah di atas, kami undang anda mengikuti Sayembara Pembuatan Logo 
Komunitas Salihara. Kami akan memilih hanya 1 (satu) pemenang, dengan hadiah Rp 
10 (sepuluh) juta. 
  
Persyaratan: 
  
• Sayembara terbuka untuk siapa saja, kecuali mereka yang bekerja di lingkungan 
Komunitas Utan Kayu beserta keluarga mereka. 
• Karya logo harus asli. 
• Tiap peserta boleh mengirim sebanyak-banyaknya 3 buah karya logo. 
• Logo mencantumkan nama SALIHARA, dan sesederhana mungkin dalam bentuk dan 
pewarnaan. 
• Setiap logo dibuat dalam 2 ukuran, yakni 20 x 20 cm2 dan 1 x 1 cm2, 
masing-masing dalam bentuk cetakan di atas kertas putih maupun file elektronik 
beresolusi tinggi.
• Sayembara ditutup pada tanggal 30 Juni 2007. 
• Kirimkan karya anda dalam bentuk cetakan maupun CD ke Panitia Sayembara Logo, 
Komunitas Utan Kayu,Jl.Utan Kayu 68-H,Jakarta Timur 13120.Cantumkan alamat 
lengkap, no telepon, dan alamat e-mail anda. Untuk keterangan lebih lanjut, 
hubungi Asty di Komunitas Utan Kayu pada no telepon 0218573388 ext. 144 atau 
0811182057. 
  
Perlu kami beritakan bahwa: 
  
• Pemenang akan diumumkan pada pertengahan Juli 2007.Dalam hal ini keputusan 
juri bersifat mutlak. 
• Pajak hadiah ditanggung oleh pemenang. 
• Penyelenggara memiliki karya pemenang, namun tidak wajib menggunakan logo 
tersebut. 
• Komunitas Salihara berhak mengubah logo pemenang sesuai dengan kebutuhan.
   


Mohamad Guntur Romli
www.romli.net
Komunitas Utan Kayu
Jl. Utan Kayu No. 68H Jakarta
Telp: (021) 8573388 Fax: (021) 851 6868 www.utankayu.org
 
-
Now that's room service! Choose from over 150,000 hotels 
in 45,000 destinations on Yahoo! Travel to find your fit.

[Non-text portions of this message have been removed]



[Forum-Pembaca-KOMPAS] Undangan Acara Ulang Tahun JIL ke-6

2007-03-20 Terurut Topik Mohamad Guntur Romli
Undangan
Moderator Milis Yth,

Saya mohon bantuan untuk meloloskan surat undangan ini, untuk acara Ulang Tahun 
Jaringan Islam Liberal (JIL) ke-6 yang akan digelar mulai besok, Kamis 22 Maret 
hingga Sabtu 24 Maret 2007. 

Dan bagi anda yang berminat, silakan hadir dalam acara tersebut.

Terima kasih atas bantuannya

-Guntur-
===

Acara Ulang Tahun JIL ke-6

“Agama dan Ruang Publik: Memperbincangkan Kembali Sekularisme”

Tempat: Teater Utan Kayu (TUK), Jl Utan Kayu 68H Jakarta Timur

Saat ini, beberapa ilmuwan sosial politik di banyak belahan dunia sudah
mulai bertanya-tanya tentang kelangsungan hidup sekularisme sebagai
prinsip dasar negara modern dalam mengelola hubungan agama dan negara.
Paras kasar agama kini makin sering menyeruak masuk ke dalam ruang-ruang
publik bernegara, seakan hendak menegaskan bahwa sekularisme bukanlah
satu-satunya jalan terbaik dalam bernegara. Di India, negara mayoritas
Hindu yang secara tegas mengikrarkan sekularisme sebagai prinsip dasar
bernegaranya, beberapa tahun terakhir mulai mendapat tantangan hebat dari
para penyokong Hinduvta. Di Turki, negara Muslim satu-satunya yang
mengibarkan panji-panji sekularisme, partai yang berbasiskan orang-orang
“taat beragama” sedang memimpin negaranya untuk masuk Uni Eropa. Di banyak 
negara Arab, kegagalan rezim-rezim yang dianggap sekuler dalam mengelola negara 
dan menjamin kesejahteraan rakyat, ikut memberi ruang kepada lebih banyak lagi 
akomodasi terhadap aspirasi-aspirasi kelompok agama untuk menentukan corak 
negara.

Dan, di Indonesia yang sudah memasuki era demokrasi dan sedang berusaha
memantapkan sendi-sendi negara demokratis, aspirasi agama juga tampak
semakin menguat. Beberapa aspirasi agama yang tak jarang berbentuk
sektarian dan diskriminatif, sudah mulai ditampung dan diterapkan dalam
bentuk perda-perda berbau agama yang dimungkinkan oleh semangat otonomi
daerah. Yang mengherankan, tak jarang aspirasi-aspirasi tersebut justru
diperjuangkan oleh aktor-aktor dari kalangan partai yang dianggap sekuler
selama ini. Apa gerangan yang terjadi? Apakah konsep negara modern memang
harus semakin akomodatif terhadap aspirasi-aspirasi agama? Akankah
aspirasi tersebut mengalir jauh sampai dimungkinkannya tegaknya semacam
negara-teokratis? Apakah kesejahteraan ekonomi dan kebebasan sipil akan
makin baik dengan adanya perkembangan–perkembangan tersebut, khususnya di 
Indonesia?

Inilah bahan pemikiran dan pekerjaan rumah yang belum dituntaskan oleh
kalangan "civil society" di Indonesia, tak terkecuali JIL. Menginjak usianya
yang keenam tahun, JIL ingin memperingatinya dengan sebuah perhelatan
intelektual berbentuk diskusi dengan topik yang oleh sebagian orang sudah
dianggap basi itu, tapi terus mendapat gangguan di sana-sini, yaitu soal
“Agama dan Ruang Publik: Memperbincangkan Kembali Sekularisme”. Selain
diskusi, ultah ini juga akan disemarakkan oleh pemutaran film yang
bertemakan “agama dan kebebasan” paling mutakhir.


Jadwal Pemutaran Film dan Diskusi


HARI PERTAMA, KAMIS, 22 MARET 2007

15.00 Pemutaran Film "The War Within"

17.00 Pembukaan Acara Ulang Tahun Ke-6 JIL dan Pemutaran Film "Islam in 
Indonesia: The Progressives" tentang Jaringan Islam Liberal di acara "Compass" 
Stasiun Televisi ABC, Australia. 

19.00 Diskusi tema "Sekularisme: Konsepsi dan Teori"

Narasumber: Franky Budi Hardiman, Ioanes Rakhmat, Ihsan Ali-Fauzi
Moderator : Hamid Basyaib


HARI KEDUA, JUM'AT, 23 MARET 2007

14.00 Pemutaran film "Fatwa" 
16.00 Pemutaran film "Soldier of God"

19.00 Diskusi tema "Sekularisme dalam Praktik: Pengalaman Beberapa Negara"
Narasumber: Dick van der Meij, Rizal Mallarangeng, Syamsurizal Panggabean
Moderator : Novriantoni Kahar


HARI KETIGA, SABTU, 24 MARET 2007

14.00 Pemutaran film "Promised Paradise" 
16.00 Pemutaran film "The Road to Guantanamo"

19.00 Diskusi tema "Sekularisme: Prospek dan Tantangannya"
Narasumber: Martin Lukito Sinaga, Gadis Arivia, Saiful Mujani
Moderator : Mohamad Guntur Romli

Kontak dan informasi: Ade (021-8573388 ext. 128)

=

Dua Abad Islam Liberal

LUTHFI ASSYAUKANIE

Sebagai gerakan lokal, Jaringan Islam Liberal Maret ini baru berusia enam 
tahun, tapi sebagai gerakan global, Islam Liberal—dari mana istilah JIL 
berasal—sesungguhnya telah berusia dua abad lebih. Mengambil patokan tahun 
1798, usia Islam Liberal mencapai 209 tahun.

http://www.kompas.com/kompas-cetak/0703/02/Bentara/3344564.htm

Mohamad Guntur Romli
Komunitas Utan Kayu
Jl. Utan Kayu No. 68H Jakarta
Telp: (021) 8573388 Fax: (021) 851 6868
 
-
Sucker-punch spam with award-winning protection.
 Try the free Yahoo! Mail Beta.

[Non-text portions of this message have been removed]



[Forum-Pembaca-KOMPAS] Diskusi TUK: MENYOAL ESTETIKA FILM INDONESIA MUTAKHIR

2007-03-19 Terurut Topik Mohamad Guntur Romli
Undangan Diskusi

Rabu, 21 Maret 2007, 19:00 WIB di Teater Utan Kayu, Jln Utan Kayu No 68H

MENYOAL ESTETIKA FILM INDONESIA MUTAKHIR
   Narasumber: Budi Irawanto dan Eric Sasono.
 
Setidaknya dalam enam tahun terakhir telah terjadi gerak bangkit dunia 
perfilman Indonesia. Cukup banyak karya para sineas muda lahir dan beredar, 
tidak hanya di lingkungan dalam negeri, tetapi juga memasuki kancah pergaulan 
dunia. Beberapa di antara karya mutakhir itu bahkan mendapat penghargaan di 
sejumlah festival film mancanegara. Belakangan, di tengah maraknya kegiatan 
perfilman di pelbagai kota di Indonesia, perseteruan antara Masyarakat Film 
Indonesia (MFI) dan Dewan Juri FFI 2006 membuat segi politik perfilman kita 
kian menampakkan persoalan-persoalannya. 

Seraya mengingat pentingnya melakukan perombakan kebijakan demi perbaikan 
kehidupan film kita di masa kini dan mendatang, perlu pula kita pikirkan sebuah 
soal yang tak kalah penting: Apakah kebangkitan dunia film mutakhir kita 
sekaligus menyuguhkan suatu estetika sinematik yang berarti dan layak 
diperbincangkan? Pertanyaan semacam ini adalah sebentuk kegelisahan yang wajar 
dan bahkan penting bagi kelanjutan penciptaan karya-karya film yang kian 
berbobot. 

Bulan Maret ini TUK akan menghadirkan dua pengamat perfilman, Budi Irawanto 
(peneliti film Indonesia dan staf pengajar Universitas Gadjah Mada) dan Eric 
Sasono (kritikus film) untuk membahas persoalan estetika film Indonesia 
mutakhir.




Mohamad Guntur Romli
Komunitas Utan Kayu
Jl. Utan Kayu No. 68H Jakarta
Telp: (021) 8573388 Fax: (021) 851 6868
  
-
Looking for earth-friendly autos? 
 Browse Top Cars by "Green Rating" at Yahoo! Autos' Green Center.  

[Non-text portions of this message have been removed]



[Forum-Pembaca-KOMPAS] Lowongan Kerja di Jurnal Kebudayaan KALAM

2007-03-15 Terurut Topik Mohamad Guntur Romli
Salam,
Moderator Yth,
Saya numpang iklan lowongan kerja ini, bagi kawan-kawan yang tertarik silakan 
mencoba, hanya dibutuhkan satu orang saja.
Terima kasih


-Guntur-
 ==

Jurnal Kebudayaan KALAM mencari tenaga gajian paruh-waktu untuk menulis kronik 
peristiwa dan berita buku.
  
 Syarat-syarat:
 1. Bertempat tinggal di Jakarta dan sekitarnya (Jabodetabek);
 2. Berusia tidak lebih dari 30 tahun;
 3. Gemar membaca dan berdiskusi serta menyukai kesenian;
 4. Bisa menggunakan komputer dan berselancar di internet;
 5. Mampu menulis dalam bahasa Indonesia yang terang dan bagus;
 6. Menguasai bahasa Inggris dengan baik (kemampuan dalam bahasa asing lain 
merupakan nilai tambah);
 7. Sanggup menghasilkan 6 (enam) tulisan pendek berupa kronik peristiwa dan 
berita buku setiap minggu (panjang masing-masing tulisan kira-kira 200 kata 
atau 1.500 karakter dengan spasi).
  
 Jika anda berminat dan memenuhi syarat-syarat di atas, silakan kirim surat 
lamaran disertai daftar riwayat hidup (curriculum vitae) lengkap, pasfoto 
berwarna ukuran 4 x 6, dan sedikitnya 2 (dua) contoh tulisan nonfiksi asli 
karya anda ke [EMAIL PROTECTED] atau (via pos):
  
 Jurnal Kebudayaan KALAM
 Jl. Utan Kayu 68H
 Jakarta 13120
  
 Surat lamaran harus sudah sampai di alamat kami selambat-lambatnya Jumat, 23 
Maret 2007. Pelamar yang dianggap layak akan diundang untuk wawancara dalam 
waktu paling lambat 7 (tujuh) hari setelah penutupan lamaran.
  
 Salam,
Redaksi Jurnal Kebudayaan KALAM 


Mohamad Guntur Romli
Komunitas Utan Kayu
Jl. Utan Kayu No. 68H Jakarta
Telp: (021) 8573388 Fax: (021) 851 6868
 
-
Don't get soaked.  Take a quick peek at the forecast 
 with theYahoo! Search weather shortcut.

[Non-text portions of this message have been removed]