RE: [GELORA45] pemilu dan oligarki
Salamuddin Daeng: Kok Sekarang Jadi Chaos Lagi ? Pemerintah menyerahkan tanggung jawab untuk merestrukturisasi NPL dan menjual aset dan bank ke lembaga khusus, BPPN. Dari sinilah oligarki taipan mencengkeramkan kuku kukunya dalam kembali membawa uang uang mereka masuk ke Indonesia, membeli aset aset mereka kembali secara murah, menancapkan supremasi secara ekonomi dan mendapatkan kekuasaan politik sekaligus dengan membeli semua aktor aktor reformasi. Nesare: pertama apa yang ingin bung paparkan, argue kan dan diskusikan? Kedua saya langsung kepaling bawah tulisan Salamuddin Daeng ini. Dia adalah seorang ekonom. Katanya at least dari internet barusan saya lakukan bilang Salamuddin Daeng adalah engamat ekonomi dari Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia (AEPI). Saya gak tahu ini think tank ekonomi apa. Tetapi dari tulisan nya yang satu ini, saya berkesimpulan dia bukan menulis sbg seorang ekonom. Dia menulis sbg seorang yg bermain politik. Mungkin lebih sbg seorang aktifis drpd seorang ekonom. Juga gak tahu apa latar belakang pendidikan ekonominya. Paragraph terakhirnya ketika dia menulis ttg oligarkhi taipan itu saja sudah menunjukkan ketidak mengertiannya ttg arti oligarkhi itu sendiri. Persoalan di RI itu oligarkhi itu bukan pebisnis saja, tetapi campur aduk tumpang tindih berbagai elite baik politik maupun duit. Ini kesalahan fatalnya si Daeng ini. Diawal2nya dia sendiri menulis ttg penjarahan dimulai dari Program rekapitalisasi bank swasta diluncurkan oleh BPPN pada bulan September 1998. Ini mah salah besar. Penjarahan sudah berlangsung sejak Orba. Kalau mau ditelusuri lebih jauh lagi, malahan sudah sejak VOC ada dibumi nusantara. Koq sekarang ributnya sama Taipan? Ada apa ini? Nesare From: GELORA45@yahoogroups.com Sent: Friday, October 4, 2019 7:17 AM To: GELORA45@yahoogroups.com; nasional-l...@yahoogroups.com Subject: [GELORA45] pemilu dan oligarki Sebagai bahan penganalisaan msl ekonomi politik diperlukan narasi pengetahuan dan perkembangan sejarah pertumbuhannya. Tinjauan oleh Salamuddin Daeng berikut ini bisa membantu penganalisaan yang cukup menyeluruh dan secara lebih mendalam. Hingga sangat tampak adanya dugaan skenario membuat kacau pelaksanaan pemilu. Pertanyaannya oligarki siapa yang diuntungkan kali ini? Selamat mempelajarinya. Lusi.- Voice of Freedom CHAOS dan PENJARAHAN UANGT RAKYAT Oleh : Salamuddin Daeng Oktober 3, 2019 10:35 Jakarta, Aktual.com – Tengok sejarah penjarahan keuangan Indonesia dalam peristiwa chaos 1997/1998. Chaos meliputi kekacauan konstitusi dengan dimulainya amandemen UUD 1945, pembuatan berbagai UU neoliberal yang kacau, dan kekacauan sosial yang terjadi di seluruh tanah air. Dari peristiwa itu kita akan belajar bagaimana penjarahan terhadap kekayaan keuangan bangsa Indonesia, yang selanjutnya pihak yang menjarah menjadi buffer beroperasinya reformasi hingga saat ini. (1) sekilas tidak terlalu penting Proses penjarahan dimulai dari Program rekapitalisasi bank swasta diluncurkan oleh BPPN pada bulan September 1998 ditengah kekacauan politik. Bank-bank tersebut dikategorikan menjadi tiga kelompok berdasarkan audit oleh perusahaan akuntansi internasional melalui penyesuaian yang didukung instutusi internasional IFI. Ketiga kelompok bank tersebut yakni ; CAR bank kategori A berada di atas cut-off 4%, dan diizinkan untuk melanjutkan operasi. Itu antara 4% dan –25%, Kategori B, adalah kandidat untuk program rekapitalisasi asalkan mereka pemilik/pemegang saham dapat menyuntikkan 20% modal baru yang diperlukan untuk mencapai CAR 4%. Bank dengan CAR kurang dari –25% dimasukkan ke dalam Kategori C dan pemilik/pemegang saham mereka diberi waktu untuk menyuntikkan sejumlah ekuitas yang cukup untuk mendorong mereka ke Kategori A atau B, yang memenuhi syarat bank-bank ini untuk program rekapitalisasi. Bank-bank Kategori B dan C yang pemilik/pemegang sahamnya tidak dapat menyuntikkan modal yang diperlukan harus diambil alih oleh BPPN atau ditutup. Hasil audit diumumkan pada bulan Maret 1999. Ditemukan bahwa dalam Kategori A, 73 bank memiliki CAR minimal 4% dan karenanya tidak termasuk dalam program kapitalisasi. Dalam Kategori B, sembilan bank akan direkapitalisasi, asalkan pemiliknya memenuhi persyaratan; tujuh akan diambil alih oleh BPPN; dan 38 ditutup. 17 bank Cateogry C yang tersisa dengan CAR di bawah –25% dinilai bangkrut tanpa prospek mendapatkan kembali kelayakan finansial. Intinya krisis perbankkan yang terjadi akibat bank “dijarah” oleh pemiliknya sendiri harus ditanggung oleh negara. Karena negara dipandang sebagai pihak yang paling bertanggung jawab atas kekacauan politik yang terjadi. Sehingga Negara harus membiayai sumber krisis yakni membiayai penuh pemulihan bank, membayar utang bank bank yang kolaps, negara mengganti uang nasabah, negara menanggung seluruh kerusakan ekonomi, padahal semua itu terjadi akibat kejahatan keuangan para bankir. (2) Bagian yang Penting Total obligasi senilai Rp 648 triliun
[GELORA45] pemilu dan oligarki
Sebagai bahan penganalisaan msl ekonomi politik diperlukan narasi pengetahuan dan perkembangan sejarah pertumbuhannya. Tinjauan oleh Salamuddin Daeng berikut ini bisa membantu penganalisaan yang cukup menyeluruh dan secara lebih mendalam. Hingga sangat tampak adanya dugaan skenario membuat kacau pelaksanaan pemilu. Pertanyaannya oligarki siapa yang diuntungkan kali ini? Selamat mempelajarinya. Lusi.- Voice of Freedom CHAOS dan PENJARAHAN UANGT RAKYAT Oleh : Salamuddin Daeng Oktober 3, 2019 10:35 Jakarta, Aktual.com – Tengok sejarah penjarahan keuangan Indonesia dalam peristiwa chaos 1997/1998. Chaos meliputi kekacauan konstitusi dengan dimulainya amandemen UUD 1945, pembuatan berbagai UU neoliberal yang kacau, dan kekacauan sosial yang terjadi di seluruh tanah air. Dari peristiwa itu kita akan belajar bagaimana penjarahan terhadap kekayaan keuangan bangsa Indonesia, yang selanjutnya pihak yang menjarah menjadi buffer beroperasinya reformasi hingga saat ini. (1) sekilas tidak terlalu penting Proses penjarahan dimulai dari Program rekapitalisasi bank swasta diluncurkan oleh BPPN pada bulan September 1998 ditengah kekacauan politik. Bank-bank tersebut dikategorikan menjadi tiga kelompok berdasarkan audit oleh perusahaan akuntansi internasional melalui penyesuaian yang didukung instutusi internasional IFI. Ketiga kelompok bank tersebut yakni ; CAR bank kategori A berada di atas cut-off 4%, dan diizinkan untuk melanjutkan operasi. Itu antara 4% dan –25%, Kategori B, adalah kandidat untuk program rekapitalisasi asalkan mereka pemilik/pemegang saham dapat menyuntikkan 20% modal baru yang diperlukan untuk mencapai CAR 4%. Bank dengan CAR kurang dari –25% dimasukkan ke dalam Kategori C dan pemilik/pemegang saham mereka diberi waktu untuk menyuntikkan sejumlah ekuitas yang cukup untuk mendorong mereka ke Kategori A atau B, yang memenuhi syarat bank-bank ini untuk program rekapitalisasi. Bank-bank Kategori B dan C yang pemilik/pemegang sahamnya tidak dapat menyuntikkan modal yang diperlukan harus diambil alih oleh BPPN atau ditutup. Hasil audit diumumkan pada bulan Maret 1999. Ditemukan bahwa dalam Kategori A, 73 bank memiliki CAR minimal 4% dan karenanya tidak termasuk dalam program kapitalisasi. Dalam Kategori B, sembilan bank akan direkapitalisasi, asalkan pemiliknya memenuhi persyaratan; tujuh akan diambil alih oleh BPPN; dan 38 ditutup. 17 bank Cateogry C yang tersisa dengan CAR di bawah –25% dinilai bangkrut tanpa prospek mendapatkan kembali kelayakan finansial. Intinya krisis perbankkan yang terjadi akibat bank “dijarah” oleh pemiliknya sendiri harus ditanggung oleh negara. Karena negara dipandang sebagai pihak yang paling bertanggung jawab atas kekacauan politik yang terjadi. Sehingga Negara harus membiayai sumber krisis yakni membiayai penuh pemulihan bank, membayar utang bank bank yang kolaps, negara mengganti uang nasabah, negara menanggung seluruh kerusakan ekonomi, padahal semua itu terjadi akibat kejahatan keuangan para bankir. (2) Bagian yang Penting Total obligasi senilai Rp 648 triliun diterbitkan oleh pemerintah untuk rekapitalisasi bank. Dari jumlah tersebut sekitar Rp 430 triliun adalah dalam bentuk obligasi rekapitalisasi. Tambahan Rp 218 triliun dikeluarkan untuk BI sebagai penyelesaian biaya kepada BI atas dukungan likuiditas BLBI untuk bank-bank pada puncak krisis. Apa itu BLBI? BLBI adalah dukungan likuiditas dari BI — dalam perannya sebagai pemberi pinjaman terakhir — kepada bank-bank bermasalah untuk menjaga sistem perbankan tetap berfungsi dalam menghadapi pergerakan bank besar-besaran selama krisis. BI menyediakan total Rp 164,5 triliun, di mana 144,5 triliun pergi ke 48 bank yang ditangguhkan dan sisanya ke Bank negara EXIM. Untuk bank yang diambil alih oleh BPPN, dukungan BLBI dikonversi menjadi ekuitas (kewajiban pemerintah) oleh pemerintah, sehingga tidak lagi tampak sebagai hutang dalam neraca bank. Hal ini mengakibatkan pengalihan kepemilikan bank kepada pemerintah, yang memulihkan kasnya saat bank dijual oleh BPPN. Namun, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menemukan melalui audit bank-bank penerima oleh perusahaan-perusahaan internasional, beberapa bulan setelah pemberian dukungan, penyalahgunaan sebagian besar dana BLBI. Jika penjualan BPPN tidak dapat membiayai kerugian, ini akan menjadi beban wajib pajak. Pemerintah dan BI sedang berusaha mencapai kesepakatan tentang pembagian beban. Dari Rp. 144,5 triliun BLBI Yang dicairkan ke sekitar 48 bank swasta, audit menemukan bahwa 96% berpotensi hilang atau tidak dapat dipulihkan, 59% disalahgunakan, memberikan pinjaman tanpa agunan yang cukup, dan hanya Rp. 35 triliun dapat dipertanggungjawabkan dan sekitar Rp12 triliun telah diamankan dengan baik. Empat bank yakni Bank Dagang Nasional Indonesia (BDNI), Bank Central Asia (BCA), Bank Danamon dan Bank Umum Nasional (BUN), menyumbang dua pertiga dari total dana BLBI. Kembali lagi ke Obligasi rekap. Obligasi pemerintah ini mengandung masalah yakni stok utang yang