Help Palestine [hidayahnet] 10 Bersaudara Hafal Al-Qur’an
http://www.dakwatuna.com 10 Bersaudara Hafal Al-Qur’an dakwatuna.com – Telanaipura. Siapa yang menyangka bila 10 putra pasangan H Mutammimul Ula (Ustadz Tammim) dan Wirianingsih (Ibu Wiwi), ternyata bisa menjadi penghapal Alquran alias Hafizh. Pada Sabtu (28/8) lalu, keluarga ini mengikuti undangan DPD PKS Jambi. Kedua pasangan suami istri tersebut mendidik dan membina kepribadian putra-putrinya dengan kebaikan akhlak, perilaku Qurani, anggota keluarga tidak pernah lepas untuk menghapal ayat suci Alquran yang menjadi pegangan hidup bagi seluruh umat muslim. Keluarga tersebut juga menjadi inspirasi bagi keluarga muslim lainnya untuk dapat meneladani keistimewaannya. Kesepuluh putra mereka, selain berhasil di bidang keagamaan, juga berhasil di bidang akademik dan kemasyarakatan. Misalnya, putra pertama H Mutamimul ‘Ula, Afzalurahman Assalam. Kini dia semester akhir Teknik Geofisika ITB, hafal Alquran sejak usia 13 tahun, dan Juara I MTQ putra pelajar SMU se-Solo. Selain itu, dia juga menjabat sebagai Ketua Pembinaan Majelis Taklim Salman ITB dan terpilih sebagai peserta Pertamina Youth Programme 2007. Hal itu membuktikan bahwa prestasi di bidang menghapal Alquran tidak menyurutkan prestasi lainnya di bidang keduniawiaan, terutama dalam bidang pendidikannya yang terus menanjak. Selain dari seorang putranya itu, sembilan saudara lainnya juga memiliki prestasi gemilang, dari prestasi akademik, jabatan di keorganisasian, juara MTQ, dan selalu mendapatkan amanah yang baik di dalam lingkungan. Dari kesepuluh putranya, empat putranya hapal 30 juz, ada yang hapal 29 juz, 15 juz, 13 juz, sembilan juz, dan dua juz bagi dua putranya yang masih duduk di bangku SDIT Mampang Jakarta Selatan. Dalam kesempatan menyambut momen Nuzul Quran (turunnya Alquran), DPD PKS Kota Jambi menghadirkan langsung H Mutamimul ‘Ula dan seorang putranya yang kedelapan yaitu Muhammad Syaihul Basyir atau akrab disapa Basyir, Sabtu (28/8) lalu di Aula Museum Negeri Jambi Telanaipura. Keluarga Mutamimul pun membagikan tip dan menjadi motivator bagi keluarga muslim di Kota Jambi. Antusiasme peserta yang hadir dalam kegiatan cukup tinggi. Itu terlihat dari jumlah kursi yang disediakan seluruhnya terisi, bahkan ada peserta yang rela untuk berdiri demi mendengarkan motivasi dari H Mutamimul ‘Ula tersebut. Bagaimana kunci kesuksesannya? Meski keduanya sibuk atas pekerjaan yang sebelumnya merupakan politikus dari PKS serta sibuk dalam dunia dakwah (menyebarkan syiar Islam di tengah masyarakat), namun, pasangan suami-istri ini memiliki komitmen terhadap pendidikan anak. Terutama pendidikan agama, akhlak dan kepribadian anak. Keluarga ini sebagaimana keluarga lainnya yang hidup di tengah arus globalisasi, putra mereka tetap diberi kebebasan menikmati berbagai fasilitas teknologi. “Namun, yang terpenting adanya imun (kekebalan) di dalam diri anak. Sehingga anak dapat tetap terjaga,” ujar Ustad Tamim saat menyampaikan urainnya di hadapan peserta. Tamim menekankan, banyak beramal ibadah, berdoa, merupakan kunci keberhasilan untuk kebaikan hidup di dunia dan akhirat. Kedua pasangan ini sangat memperhatikan pentingnya manajemen waktu, konsisten (istiqamah), dan terus mengontrol perkembangan putra mereka dalam keluarga yang terus membina hubungan baik. Bahkan, mengenai pengecekan hasil belajar putra mereka, kedua pasangan ini lebih mengutamakan untuk mengecek hapalan Alquran putra mereka, dan selanjutnya barulah menanyakan mengenai tugas sekolah atau kuliah. “Karena bila hapalan telah baik. Maka, yang lainnya akan ikut sendiri,” ujar Ustad Tamim yang sangat rendah hati dan tak pernah ingin berbangga diri itu. Putra kedelapan Ustad Tamim yang baru kelas III SMP, Basyir mengutarakan, dia tidak begitu tertarik dengan permainan yang membuatnya lalai. Alquran aktivitas kebaikan lainnya, lebih menarik hatinya ketimbang harus menghabiskan waktu dengan permainan anak-anak yang marak akhir-akhir ini. Saat dikonfirmasi kepada ketua pelaksana yang juga Ketua DPD PKS Kota Jambi Syafruddin Dwi Aprianto, dihadirkannya seorang inspirator generasi Qurani itu, bertepatan dengan momen Nuzul Quran pada Ramadan kali ini. “Selain itu, untuk memotivasi keluarga muslim agar dapat meneladani Ustad Tamim dan istri yang dapat mendidik 10 putranya menjadi bintang Alquran,” katanya.(dwy/ji) http://www.dakwatuna.com/2010/10-bersaudara-hafal-al-quran/ Free download [Internet Explorer/Firefox]: Hidayahnet Toolbar [no virus, adware, malware etc] http://hidayahnet.ourtoolbar.com -- **Boycott Israel**Support Palestine** All views expressed herein belong to the individuals concerned and do not in any way reflect the official views of Hidayahnet unless sanctioned or approved otherwise. If your mailbox clogged with mails from Hidayahnet, you may wish to get a daily digest of emails by logging-on to http://www.yahoogroups.com to change your mail delivery
Help Palestine [hidayahnet] Mensyukuri Nikmat Kemerdekaan
http://www.dakwatuna.com Mensyukuri Nikmat Kemerdekaan Oleh: Ulis Tofa, Lc dakwatuna.com – Enam puluh dua tahun yang lalu, tepatnya di hari suci, hari Jum’at dan di bulan suci, bulan Ramadhan, persis tanggal 17 Agustus 1945 bangsa Indonesia memproklamirkan kemerdekaannya. Perjuangan panjang para pendahulu bangsa ini yang nota bane kaum muslimin, berjuang sabilillah melawan penjajah, dibawah teriakan takbir mereka melawan kaum kuffar, dibawah bendera laa ilaaha illa Allah mereka berkorban jiwa dan raga, banyak dari mereka yang menjadi syuhada’. Sehingga Allah swt memberikan nikmat kemerdekaan kepada bangsa ini. Umat Islam yang berjumlah mayoritas di negeri ini sudah seharusnya mengisi kemerdekaan dengan sebaik-baiknya. Mensyukuri kedaulatan dengan pembangunan dan persatuan. Ini menjadi bukti penghargaan kepada para pendahulu bangsa ini, sekaligus agar Allah swt menambah nikmat-nikmatnya kepada bangsa ini. Bukankah Allah swt pasti menambah nikmat-Nya bagi siapa saja yang bersyukur? Pertanyaannya adalah: Bagaimana kita mengisi kemerdekaan? Bagaimana mensyukuri nikmat kepemimpinan? Dengan tegas Allah swt telah memberi arahan kepada bangsa ini bagaimana seharusnya mengisi kemerdekaan dan mensyukuri nikmat kepemimpinan. Allah swt berfirman dalam surat Al Hajj ayat 41: ”(yaitu) orang-orang yang jika kami teguhkan kedudukan mereka di muka bumi niscaya mereka mendirikan shalat, menunaikan zakat, menyuruh berbuat ma’ruf dan mencegah dari perbuatan yang mungkar; dan kepada Allah-lah kembali segala urusan.” Kalimat ”Kami teguhkan kedudukan mereka di muka bumi” bisa berarti suatu bentuk kemerdekaan dari penjajahan, bisa dalam konteks kepemimpinan nasional, daerah, atau konteks yang lebih sempit seperti menjadi pemimpin dalam perusahaan. Nah, ada empat strategi yang harus dilaksanakan dalam mengisi kemerdekaan atau melaksanakan amanah kepemimpinan ini: Pertama, Iqamatus Shalah, mendirikan shalat dalam rangka membangun moralitas dan akhlakul karimah. Suatu bangsa atau institusi akan dapat langgeng ketika memiliki moralitas dan kredibilitas yang tinggi. Seorang penyair Mesir, Syauqi berpetuah: ”Sesungguhnya eksistensi suatu bangsa ditentukan oleh moralitas dan akhlakul karimah, jika moralitas menjadi panglima maka jayalah bangsa itu, sebaliknya, jika moralitas rendah, maka tunggulah kehancurannya”. Nah, kunci membangun moralitas terletak pada pelaksanaan ibadah shalat, dan keta’atan kepada Allah swt. Shalat merupakan mi’rajul mukmin, jalinan langsung seorang mukmin dengan Tuhannya, disinilah qalbu menjadi luluh, pikiran menjadi terjernihkan dan tak jarang mata berderai. Ketika itu, kepribadian seseorang akan menjadi lembut, santun dan cenderung pada kebaikan, serta benci pada penyimpangan. Inilah rahasia firman Allah swt. ”Sesungguhnya shalat mampu mencegah dari perbuatan keji dan munkar”. QS. Al Ankabut: 45. Shalat juga menjadi barometer sukses tidaknya seseorang di akhirat kelak, sebab pertama kali yang akan dihisab dari setiap manusia nanti adalah amaliyah shalat. Jika shalatnya baik, otomatis semua amalan yang lain akan dinilai baik, sebaliknya jika kualitas shalatnya buruk, maka dengan sendirinya seluruh perbuatannya dianggap buruk. Wal iyadzu billah. HR. Al Hakim. Shalat juga suatu perintah yang diakhir hayat Rasulullah diwasiatkan pada umatnya agar jangan sampai meninggalkannya, Rasulullah berujar: Ash Shalah… Ash Shalah. Pertanyaannya adalah: Shalat yang bagaimana yang dikehendaki oleh agama? Tentunya shalat yang dilaksanakan dengan memenuhi syarat dan rukunnya, dibarengi dengan memahami bacaan dan do’a yang dilantunkannya serta ditunaikan dengan khusyu’. Tidak sekedar gerakan hampa dan ucapan kosong tanpa makna. Disinilah pentingnya umat Islam kembali mengkaji fiqih ibadah shalat dan mempraktekkannya. Ayat ini juga menggunakan redaksi jama’ ”aqamush shalah” yang artinya banyak, yaitu dilaksanakan dengan berjama’ah di masjid. Makanya ketika Rasulullah saw ditanya oleh salah satu sahabatnya, amalan apa yang paling dicintai Allah swt? Rasulullah saw menjawab: ”Ash Shaltu ’ala waqtiha, shalat tepat waktu”. HR. Bukhari. Shalat tepat waktu berjama’ah di masjid juga menjadi cermin syi’ar dan kekuatan umat Islam. Dengan pelaksanaan shalat yang berkualitas seperti ini, moralitas tidaklah menjadi mimpi dan otopia belaka yang sulit diwujudkan. Kedua, Iitauz zakah, menunaikan zakat sebagai bentuk kepedulian sosial. Agama Allah tidaklah hanya mengurusi masalah ruhani dan akhihrat saja, namun juga sangat memperhatikan keseimbangan kehidupan sosial bermasyarakat. Itu dibuktikan dengan anjuran dibanyak tempat di Al Qur’an, penyebutan perintah shalat selalu diiringi dengan perintah berzakat. Zakat, atau mengeluarkan harta yang kita punya untuk diberikan kepada orang yang berhak menerimanya adalah dalam rangka membersihkan pendapatan atau harta kita dari yang tidak halal atau yang masih samar-samar. Zakat juga sebagai upaya untuk mengerem nafsu bakhil dalam diri seseorang, karena kecendrungan seseorang itu
Help Palestine [hidayahnet] Kisah Dakwah Nabi Nuh
http://www.dakwatuna.com Kisah Dakwah Nabi Nuh Oleh: Ulis Tofa, Lc Bertahun lamanya kaum Nabi Nuh a.s. menyembah berhala. Mereka menjadikan berhala-berhala itu sebagai Tuhan tempat meminta kebaikan dan tempat menolak bala. Berhala menjadi tempat bergantung segala sesuatu dalam kehidupan mereka. Mereka meminta dan memanggil berhala-berhala itu dengan beragam nama. Kadang dengan nama Wadda, Suwaa’, dan Yaghuts. Kadang dengan nama Ya’uq, atau Nasr –nama-nama berhala ini diwarisi masyarakat Arab di masa jahiliyah. Mereka berbuat yang demikian itu dikarenakan kejahilan dan menuruti hawa nafsu. Masyarakat yang Dihadapi Nabi Nuh Bertahun lamanya kaum Nabi Nuh a.s. menyembah berhala. Mereka menjadikan berhala-berhala itu sebagai Tuhan tempat meminta kebaikan dan tempat menolak bala. Berhala menjadi tempat bergantung segala sesuatu dalam kehidupan mereka. Mereka meminta dan memanggil berhala-berhala itu dengan beragam nama. Kadang dengan nama Wadda, Suwaa’, dan Yaghuts. Kadang dengan nama Ya’uq, atau Nasr –nama-nama berhala ini diwarisi masyarakat Arab di masa jahiliyah. Mereka berbuat yang demikian itu dikarenakan kejahilan dan menuruti hawa nafsu. Asal muasal nama-nama berhala itu diambil dari nama-nama ulama mereka yang pernah hidup bersama mereka sebelumnya. Dengan dalih untuk mengenang jasa-jasa mereka dan untuk mengingatkan semangat peribadatan umat ketika itu, maka dibuatlah patung, gambar, simbol-simbol visualisasi fisik mereka. Namun lambat laun dengan bergantinya generasi, patung-patung itu justru disembah dan dijadikan tuhan. Dan mereka berkata, “Jangan sekali-kali kamu meninggalkan (penyembahan) tuhan-tuhan kamu dan jangan pula sekali-kali kamu meninggalkan (penyembahan) Wadd, dan jangan pula Suwaa’, Yaghuts, Ya’uq, dan Nasr.” (Nuh: 23). Di kondisi masyarakat seperti itulah Nabi Nuh a.s. diutus. Nuh adalah orang yang sangat fasih dalam bertutur, cerdas akalnya, pemikirannya jauh ke depan, santun perilakunya, sangat sabar tatkala harus berdebat, memiliki kemampuan berargumentasi yang kuat, dan punya kekuatan meyakinkan lawan bicara. Dengan bekal itu Nabi Nuh mengajak kaumnya untuk kembali kepada Allah swt. Sayang, kaumnya menolak seruannya. Namun Nuh a.s. tetap memberi peringatan tentang dahsyatnya siksa pembalasan di hari kiamat. Dan kaumnya tetap membisu dan tuli. Nuh a.s. terus memotivasi mereka dengan imbalan pahala yang sangat besar jika mau beriman, namun mereka semakin menutup telinga dan mata. “Sesungguhnya Kami telah mengutus Nuh kepada kaumnya, lalu ia berkata: “Wahai kaumku sembahlah Allah, sekali-kali tak ada Tuhan bagimu selain-Nya. Sesungguhnya (kalau kamu tidak menyembah Allah), aku takut kamu akan ditimpa azab pada hari yang besar (kiamat).” (Al A’raf: 59). Kreatif dan Sabar dalam Berdakwah Nuh a.s. tetap mendakwahi dan mendebat kaumnya dengan ulet dan sabar. Nuh mencurahkan kepedulian kepada mereka dengan tutur kata yang lembut. Nuh tidak putus asa mengajak mereka untuk beriman. Bahkan, Nuh menggunakan beragam metode dakwah. Nuh mendakwahi mereka siang dan malam. Sembunyi-sembunyi dan terang-terangan. Jika melihat peluang dakwah di malam hari, beliau lakukan dakwah di malam hari. Bila ada peluang dakwah secara terang-terangan, beliau menyampaikan dakwah secara terang-terangan. Nuh berkata, “Ya Tuhanku, sesungguhnya aku telah menyeru kaumku malam dan siang. Maka seruanku itu hanyalah menambah mereka lari (dari kebenaran). Dan sesungguhnya setiap kali aku menyeru mereka (kepada iman) agar Engkau mengampuni mereka, mereka memasukkan anak jari mereka ke dalam telinganya dan menutupkan bajunya (kemukanya) dan mereka tetap (mengingkari) dan menyombongkan diri dengan sangat. Kemudian sesungguhnya aku telah menyeru mereka (kepada iman) dengan cara terang-terangan. Kemudian sesungguhnya aku (menyeru) mereka (lagi) dengan terang-terangan dan dengan diam-diam.” (Nuh: 5-9). Nuh menggiring nalar pemikiran mereka untuk mencerna rahasia alam raya, memikirkan keindahan semesta alam. Nuh menerangkan fenomena malam yang berangsur gulita. Langit yang menghampar penuh bintang. Bulan yang bersinar. Matahari yang memberikan cahaya. Bumi yang mengalir disela-selanya sungai-sungai dan menumbuhkan beragam tanaman. Semua itu ia terangkan dengan sangat fasih. Ia berbicara dengan dalil yang kuat. Ia menerangkan hakekat Tuhan Yang Satu. Tuhan Yang Kekuasaan-Nya tidak terbatas dan sangat mengagumkan. (Nuh: 14-20). Demikian Nabi Nuh mendekati dan meyakinkan kaumnya. Dari usaha yang tidak kenal lelah itu, berimanlah sedikit orang dari kaumnya. Mereka menyambut dakwah Nuh a.s. Mereka membenarkan risalahnya. Mereka terdiri dari kaum yang lemah dan tak berpunya. Iri dan Sombong Penyebab Penolakan Dakwah Adapun orang-orang yang telah Allah swt. tutup hatinya, mereka tidak akan beriman. Karena potensi pendengaran, penglihatan, dan akal pikiran mereka tidak difungsikan untuk meraih hidayah, mereka tidak mendapatkan cahaya tauhid. Mereka itu adalah para pemuka kaum, para elit
Help Palestine [hidayahnet] Heboh Pemblokiran, Komunitas Tolak Pornografi Muncul
http://www.dakwatuna.com Heboh Pemblokiran, Komunitas Tolak Pornografi Muncul Alam Islami http://www.dakwatuna.com/category/alam-islami/ 12/8/2010 | 02 Ramadhan 1431 H | Hits: 410 Oleh: Tim dakwatuna.com http://www.dakwatuna.com/author/admin/ -- [image: Kirim]http://www.dakwatuna.com/2010/heboh-pemblokiran-komunitas-tolak-pornografi-muncul/email/ [image: Print]http://www.dakwatuna.com/2010/heboh-pemblokiran-komunitas-tolak-pornografi-muncul/print/ 283Sharehttp://www.facebook.com/sharer.php?u=http%3A%2F%2Fwww.dakwatuna.com%2F2010%2Fheboh-pemblokiran-komunitas-tolak-pornografi-muncul%2Ft=Heboh%20Pemblokiran%2C%20Komunitas%20Tolak%20Pornografi%20Muncul%20%7C%20dakwatuna.comsrc=sp 0diggsdigg http://www.google.com/buzz/post [image: Delicious] Save http://delicious.com/save 0 Commentshttp://www.dakwatuna.com/2010/heboh-pemblokiran-komunitas-tolak-pornografi-muncul/#respondhttp://www.dakwatuna.com/2010/heboh-pemblokiran-komunitas-tolak-pornografi-muncul/#respond http://www.dakwatuna.com/wp-content/uploads/Tolak-Pornografi.jpg* dakwatuna.com – Jakarta. *Ramainya pemblokiran internet dari konten porno di Indonesia memunculkan komunitas Tolak Pornografi Facebook bernama ‘Tolak Pornografi dan Pornoaksi’. Tak hanya itu, grup ini juga memiliki akun di Twitter. Pantauan dakwatuna, Rabu (11/8/2010) sekitar pukul 23.00 WIB, komunitas yang belum lama muncul tersebut baru memiliki 739 anggota. Dari beberapa statusnya, komunitas ini tampak masih membutuhkan banyak dukungan. “Page ini sudah bisa diakses menggunakan alamat http://www.facebook.com/tolakP0RN0grafi , tolong disebarkan via email, milis, SMS, BBM, twitter dll!” tulis isi pesan dalam wall page Facebook tersebut. Banyak warga internet yang nampaknya setuju dengan kemunculan komunitas ini. Salah satunya pengguna Facebook bernama Mang Dasep Hanafi. “Sox atuch berantas sampe ke akar2nya,,jangan wacana doang…didukung lah ku Mang……” tulisnya. Selain itu ada juga Ommar Mardi Asoy yang menulis “tdk ad alasan utk tetap membiarkn pornngrafi n pornoaksi menghancrkn moral bangsa. LAWAN PORNOGRAFI.” Sedangkan ketua DPR Marzuki Alie, menyatakan, upaya Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Tifatul Sembiring memblokir situs porno di bulan Ramadhan belumlah cukup. Marzuki, meminta Menkominfo memblokir semua situs porno yang ada di dunia maya. “Bilang ke Pak Tifatul, 100 persen ditutup jangan 90 persen saja,” kata Marzuki, kepada wartawan di gedung DPR, Jakarta, Rabu (11/8). Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menyampaikan apresiasinya atas langkah berani Kementerian Kominfo untuk memblokir konten pornografi di internet. Mereka meminta agar langkah itu dilakukan secara konsisten dan tidak angin-anginan saja. Untuk menjamin pemblokiran permanen tersebut, Kominfo pun diminta merekrut tenaga-tenaga ahli di bidangnya. “Untuk tidak dilupakan, bahwa pornografi bukan sekedar hobi atau iseng, tetapi industri dengan omset mencapai USD 900 miliar per tahun. Mereka tidak akan mau kehilangan pendapatan tersebut hanya sebuah kebijakan pemerintah,” ujar Hadi Supeno, Ketua KPAI. http://www.dakwatuna.com/2010/heboh-pemblokiran-komunitas-tolak-pornografi-muncul/
Help Palestine [hidayahnet] Jangan Halangi Aku Membela Rasulullah
[image: Mochamad Bugi] http://www.dakwatuna.com/author/bugi/ Jangan Halangi Aku Membela Rasulullah Mar'ah Muslimah http://www.dakwatuna.com/category/marah-muslimah/, Tarikh Islam http://www.dakwatuna.com/category/tarikh-islam/ 6/5/2007 | 20 Rabiuts Tsani 1428 H | Hits: 7.375 Oleh: Mochamad Bugi http://www.dakwatuna.com/author/bugi/ -- [image: Kirim]http://www.dakwatuna.com/2007/jangan-halangi-aku-membela-rasulullah/email/ [image: Print]http://www.dakwatuna.com/2007/jangan-halangi-aku-membela-rasulullah/print/ 1103Sharehttp://www.facebook.com/sharer.php?u=http%3A%2F%2Fwww.dakwatuna.com%2F2007%2Fjangan-halangi-aku-membela-rasulullah%2Ft=Jangan%20Halangi%20Aku%20Membela%20Rasulullah%20%7C%20dakwatuna.comsrc=sp http://www.google.com/buzz/post [image: Delicious] Save http://delicious.com/save 36 Commentshttp://www.dakwatuna.com/2007/jangan-halangi-aku-membela-rasulullah/#commentshttp://www.dakwatuna.com/2007/jangan-halangi-aku-membela-rasulullah/#comments http://www.dakwatuna.com/wp-content/uploads/2008/10/biru-muhammad.jpg* dakwatuna.com – *Hari itu Nasibah tengah berada di dapur. Suaminya, Said tengah beristirahat di kamar tidur. Tiba-tiba terdengar suara gemuruh bagaikan gunung-gunung batu yang runtuh. Nasibah menebak, itu pasti tentara musuh. Memang, beberapa hari ini ketegangan memuncak di sekitar Gunung Uhud. Dengan bergegas, Nasibah meninggalkan apa yang tengah dikerjakannya dan masuk ke kamar. Suaminya yang tengah tertidur dengan halus dan lembut dibangunkannya. “Suamiku tersayang,” Nasibah berkata, “aku mendengar suara aneh menuju Uhud. Barang kali orang-orang kafir telah menyerang.” Said yang masih belum sadar sepenuhnya, tersentak. Ia menyesal mengapa bukan ia yang mendengar suara itu. Malah istrinya. Segera saja ia bangkit dan mengenakan pakaian perangnya. Sewaktu ia menyiapkan kuda, Nasibah menghampiri. Ia menyodorkan sebilah pedang kepada Said. “Suamiku, bawalah pedang ini. Jangan pulang sebelum menang….” Said memandang wajah istrinya. Setelah mendengar perkataannya seperti itu, tak pernah ada keraguan baginya untuk pergi ke medan perang. Dengan sigap dinaikinya kuda itu, lalu terdengarlah derap suara langkah kuda menuju utara. Said langsung terjun ke tengah medan pertempuran yang sedang berkecamuk. Di satu sudut yang lain, Rasulullah melihatnya dan tersenyum kepadanya. Senyum yang tulus itu makin mengobarkan keberanian Said saja. Di rumah, Nasibah duduk dengan gelisah. Kedua anaknya, Amar yang baru berusia 15 tahun dan Saad yang dua tahun lebih muda, memperhatikan ibunya dengan pandangan cemas. Ketika itulah tiba-tiba muncul seorang pengendara kuda yang nampaknya sangat gugup. “Ibu, salam dari Rasulullah,” berkata si penunggang kuda, “Suami Ibu, Said baru saja gugur di medan perang. Beliau syahid…” Nasibah tertunduk sebentar, “*Inna lillah*…..” gumamnya, “Suamiku telah menang perang. Terima kasih, ya Allah.” Setelah pemberi kabar itu meninggalkan tempat itu, Nasibah memanggil Amar. Ia tersenyum kepadanya di tengah tangis yang tertahan, “Amar, kaulihat Ibu menangis? Ini bukan air mata sedih mendengar ayahmu telah syahid. Aku sedih karena tidak punya apa-apa lagi untuk diberikan pagi para pejuang Nabi. Maukah engkau melihat ibumu bahagia?” Amar mengangguk. Hatinya berdebar-debar. “Ambilah kuda di kandang dan bawalah tombak. Bertempurlah bersama Nabi hingga kaum kafir terbasmi.” Mata amar bersinar-sinar. “Terima kasih, Ibu. Inilah yang aku tunggu sejak dari tadi. Aku was-was seandainya Ibu tidak memberi kesempatan kepadaku untuk membela agama Allah.” Putra Nasibah yang berbadan kurus itu pun segera menderapkan kudanya mengikut jejak sang ayah. Tidak tampak ketakutan sedikitpun dalam wajahnya. Di depan Rasulullah, ia memperkenalkan diri. “Ya Rasulullah, aku Amar bin Said. Aku datang untuk menggantikan ayah yang telah gugur.” Rasul dengan terharu memeluk anak muda itu. “Engkau adalah pemuda Islam yang sejati, Amar. Allah memberkatimu….” Hari itu pertempuran berlalu cepat. Pertumpahan darah berlangsung sampai sore. Pagi-pagi seorang utusan pasukan islam berangkat dari perkemahan mereka meunuju ke rumah Nasibah. Setibanya di sana, perempuan yang tabah itu sedang termangu-mangu menunggu berita, “Ada kabar apakah gerangan kiranya?” serunya gemetar ketika sang utusan belum lagi membuka suaranya, “apakah anakku gugur?” Utusan itu menunduk sedih, “Betul….” “*Inna lillah*….” Nasibah bergumam kecil. Ia menangis. “Kau berduka, ya Ummu Amar?” Nasibah menggeleng kecil. “Tidak, aku gembira. Hanya aku sedih, siapa lagi yang akan kuberangkatan? Saad masih kanak-kanak.” Mendegar itu, Saad yang tengah berada tepat di samping ibunya, menyela, “Ibu, jangan remehkan aku. Jika engkau izinkan, akan aku tunjukkan bahwa Saad adalah putra seorang ayah yang gagah berani.” Nasibah terperanjat. Ia memandangi putranya. “Kau tidak takut, nak?” Saad yang sudah meloncat ke atas kudanya menggeleng yakin. Sebuah senyum terhias di wajahnya. Ketika Nasibah dengan besar hati
Help Palestine [hidayahnet] Pengantar Al-Arbain An-Nawawiyah
http://www.dakwatuna.com Pengantar Al-Arbain An-Nawawiyah Oleh: Syarifuddin Mustafa, MA dakwatuna.com – Hadits Arba’in Nawawiyah adalah kumpulan 40 hadits Nabi saw yang dikumpulkan oleh Imam Nawawi ra. dan merupakan kitab yang tidak asing bagi kita umat Islam, bukan hanya di Indonesia namun di seluruh dunia. Umat Islam mengenalnya dan akrab dengannya, karena banyak dibahas oleh para ulama dan menjadi rujukan dalam menyebarkan ajaran Islam kepada kaum muslimin berkaitan dengan kehidupan beragama, ibadah, muamalah dan syariah. Mungkin Imam Nawawi dalam mengumpulkan hadits-hadits ini ter inspirasi dengan hadits Rasulullah saw yang diriwayatkan oleh Imam Ali, Abdullah bin Mas’ud, Mu’adz bin Jabal, Abi Darda, Ibnu Umar, Ibnu Abbas, Anas bin Malik, Abu Hurairah, Abu Sa’id Al-Khudhri –semoga Allah meridhai mereka semua- dari berbagai metode periwayatan- bahwa Rasulullah saw bersabda, “Barangsiapa yang menghafal dari umatku 40 hadits –yang berisi di dalamnya- akan perkara agamanya, maka Allah akan membangkitkannya di hari kiamat nanti bersama golongan para fuqaha dan ulama”. Dalam riwayat lain disebutkan, “Allah akan membangkitkannya sebagai seorang faqih dan alim”. Dan dalam riwayat Abu Darda, “Aku pada hari kiamat akan menjadi pemberi syafaat dan saksi“. Dan dalam riwayat Ibnu Mas’ud, “Dikatakan kepadanya: Masuklah kamu pada pintu mana yang kamu suka”. Dan dalam riwayat Ibnu Umar, “Akan ditulis bersama golongan para ulama dan dibangkitkan bersama para syuhada”. Walaupun para huffazh al-hadits melemahkan kedudukan hadits di atas seperti imam Abdullah bin Al-Mubarak, Ad-Daruqutni, Al-Hakim, Abu Nu’aim dan para ulama lainnya dari ulama terdahulu dan sekarang, namun imam Nawawi tetap mengambilnya karena –seperti yang disepakati oleh ulama lainnya- boleh mengambil hadits dhaif (lemah) jika hanya berkaitan dengan fadlail a’mal (perbuatan yang diutamakan). Meskipun demikian Imam Nawawi tidak hanya bersandar pada hadits tersebut di atas namun berpedoman pada hadits lainnya, sebagaimana sabda Rasulullah saw dalam hadits shahih, “Agar dapat disampaikan orang yang menyaksikan kepada orang yang tidak menyaksikan”. Dan hadits Rasul lainnya, “Allah memberkahi seseorang yang mendengar sabdaku, lalu dia sadar dan menunaikannya seperti yang didengarnya”. Karena itulah imam Nawawi mencoba mengumpulkan 40 hadits, mengikuti dan meneladani apa yang disampaikan Rasulullah saw dan yang banyak dilakukan oleh para ulama terdahulu. Karena sebelumnya para ulama banyak mengumpulkan 40 hadits berkaitan dengan ushuluddin (dasar-dasar agama), sebagian lainnya mengumpulkan pada hadits yang berkaitan dengan cabang-cabang ilmu, sebagian lainnya pada masalah jihad, sebagian lainnya pada masalah adab (etika dan akhlaq) dan sebagian lainnya juga ada yang mengumpulkan pada hadits-hadits tentang khutbah Rasulullah saw, semuanya memiliki tujuan yang baik, karena itu Imam Nawawi juga ingin berkecimpung dalam mengumpulkan 40 hadits yang mencakup segala aspek kehidupan, berkaitan dengan kaidah agama yang agung, aqidah dan syariah, ibadah dan muamalah. Namun demikian, untuk melegalisasikan kebenaran hadits ini, imam Nawawi tidak mengambil hadits dari yang dhaif kecuali berusaha mengambil atau mengumpulkan 40 hadits dari hadits-hadits yang shahih, lebih banyak dari hadits-hadits yang diriwayatkan oleh imam Bukhari dan Muslim. Imam Nawawi mengumpulkan 40 hadits dengan tidak menyebutkan secara lengkap sanad-sanadnya; guna mempermudah menghafal dan lebih luas manfaatnya. Dan bagi kita sebagai umat disarankan untuk mengambil, mempelajari dan menghafal hadits-hadits tersebut, karena memiliki komprehensivitas dalam kehidupan agama dan akhirat, ketaatan dan urusan duniawi. Mengapa Harus Kitab Al-Arba’in Nawawiyah Paling tidak ada beberapa alasan perlunya membahas kitab al-arba’in An-Nawawiyah: 1. Karena mencakup segala urusan dan kebutuhan umat Islam di dunia dan di akhirat baik dari aqidah, hukum, syariah, muamalah dan akhlaq. 2. Merupakan kumpulan hadits-hadits nabi pilihan, dan merupakan jawami’ul kalim yang memiliki keutamaan dalam pembahasan yang singkat dan padat. 3. Hadits-haditsnya merupakan satu kesatuan yang menjadi cakupan ajaran Islam, baik setengahnya, atau sepertiganya atau seperempatnya. 4. Banyak digunakan oleh para ulama untuk mengajarkan kepada umat Islam bahkan menjadi sandaran utama dalam memberikan pemahaman ajaran Islam sehingga sebagian ulama konsen dengan hadits-hadits ini lalu mensyarahnya dengan lebih rinci. Ada yang menyebutkan tidak kurang 51 kitab yang mensyarah hadits Al-Arba’in An-Nawiwayah. Biografi Pengumpul Hadits Ar-Ba’in Imam Nawawi 1. Nama Lengkap, kelahiran, keturunan dan kegigihannya dalam menuntut ilmu. Imam Nawawi dijuluki dengan Al-imam Al-hafizh al-auhad (satu-satunya) al-qudwah (tauladan) Syaikhul Islam (syaikh islam) ilmu awliya (pemimpin para wali) Muhyiddin ( pemberi kehidupan agama) Abu Zakariya (Bapaknya Zakaria) Yahya bin Syaraf bin Muri Al-Khuzami Al-Hawaribi
Help Palestine [hidayahnet] Sejarah Singkat Ilmu Ushul Fiqih
http://www.dakwatuna.com Sejarah Singkat Ilmu Ushul Fiqih Oleh: Ahmad Sahal Hasan, Lc http://www.dakwatuna.com/author/sahal/ -- [image: Kirim]http://www.dakwatuna.com/2007/sejarah-singkat-ilmu-ushul-fiqh/email/ [image: Print]http://www.dakwatuna.com/2007/sejarah-singkat-ilmu-ushul-fiqh/print/ *dakwatuna.com – *Di masa Rasulullah saw, umat Islam tidak memerlukan kaidah-kaidah tertentu dalam memahami hukum-hukum syar’i, semua permasalahan dapat langsung merujuk kepada Rasulullah saw lewat penjelasan beliau mengenai Al-Qur’an, atau melalui sunnah beliau saw. Para sahabat ra menyaksikan dan berinteraksi langsung dengan turunnya Al-Qur’an dan mengetahui dengan baik sunnah Rasulullah saw, di samping itu mereka adalah para ahli bahasa dan pemilik kecerdasan berpikir serta kebersihan fitrah yang luar biasa, sehingga sepeninggal Rasulullah saw mereka pun tidak memerlukan perangkat teori (kaidah) untuk dapat berijtihad, meskipun kaidah-kaidah secara tidak tertulis telah ada dalam dada-dada mereka yang dapat mereka gunakan di saat memerlukannya. Setelah meluasnya futuhat islamiyah, umat Islam Arab banyak berinteraksi dengan bangsa-bangsa lain yang berbeda bahasa dan latar belakang peradabannya, hal ini menyebabkan melemahnya kemampuan berbahasa Arab di kalangan sebagian umat, terutama di Irak . Di sisi lain kebutuhan akan ijtihad begitu mendesak, karena banyaknya masalah-masalah baru yang belum pernah terjadi dan memerlukan kejelasan hukum fiqhnya. Dalam situasi ini, muncullah dua madrasah besar yang mencerminkan metode mereka dalam berijtihad: - Madrasah ahlir-ra’yi di Irak dengan pusatnya di Bashrah dan Kufah. - Madarasah ahlil-hadits di Hijaz dan berpusat di Mekkah dan Madinah. Perbedaan dua madrasah ini terletak pada banyaknya penggunaan hadits atau qiyas dalam berijtihad. Madrasah ahlir-ra’yi lebih banyak menggunakan qiyas (analogi) dalam berijtihad, hal ini disebabkan oleh: - Sedikitnya jumlah hadits yang sampai ke ulama Irak dan ketatnya seleksi hadits yang mereka lakukan, hal ini karena banyaknya hadits-hadits palsu yang beredar di kalangan mereka sehingga mereka tidak mudah menerima riwayat seseorang kecuali melalui proses seleksi yang ketat. Di sisi lain masalah baru yang mereka hadapi dan memerlukan ijtihad begitu banyak, maka mau tidak mau mereka mengandalkan qiyas (analogi) dalam menetapkan hukum. Masalah-masalah baru ini muncul akibat peradaban dan kehidupan masyarakat Irak yang sangat kompleks. - Mereka mencontoh guru mereka Abdullah bin Mas’ud ra yang banyak menggunakan qiyas dalam berijtihad menghadapi berbagai masalah. Sedangkan madrasah ahli hadits lebih berhati-hati dalam berfatwa dengan qiyas, karena situasi yang mereka hadapi berbeda, situasi itu adalah: - Banyaknya hadits yang berada di tangan mereka dan sedikitnya kasus-kasus baru yang memerlukan ijtihad. - Contoh yang mereka dapati dari guru mereka, seperti Abdullah bin Umar ra, dan Abdullah bin ‘Amr bin ‘Ash, yang sangat berhati-hati menggunakan logika dalam berfatwa. Perbedaan kedua madrasah ini melahirkan perdebatan sengit, sehingga membuat para ulama merasa perlu untuk membuat kaidah-kaidah tertulis yang dibukukan sebagai undang-undang bersama dalam menyatukan dua madrasah ini. Di antara ulama yang mempunyai perhatian terhadap hal ini adalah Al-Imam Abdur Rahman bin Mahdi rahimahullah (135-198 H). Beliau meminta kepada Al Imam Asy-Syafi’i rahimahullah (150-204 H) untuk menulis sebuah buku tentang prinsip-prinsip ijtihad yang dapat digunakan sebagai pedoman. Maka lahirlah kitab Ar-Risalah karya Imam Syafi’i sebagai kitab pertama dalam ushul fiqh. Hal ini tidak berarti bahwa sebelum lahirnya kitab Ar-Risalah prinsip prinsip ushul fiqh tidak ada sama sekali, tetapi ia sudah ada sejak masa sahabat ra dan ulama-ulama sebelum Syafi’i, akan tetapi kaidah-kaidah itu belum disusun dalam sebuah buku atau disiplin ilmu tersendiri dan masih berserakan pada kitab-kitab fiqh para ‘ulama. Imam Syafi’i lah orang pertama yang menulis buku ushul fiqh, sehingga Ar Risalah menjadi rujukan bagi para ulama sesudahnya untuk mengembangkan dan menyempurnakan ilmu ini. Abu Abdillah Muhammad bin Idris Asy-Syafi’i ra memang pantas untuk memperoleh kemuliaan ini, karena beliau memiliki pengetahuan tentang madrasah ahlil-hadits dan madrasah ahlir-ra’yi. Beliau lahir di Ghaza, pada usia 2 tahun bersama ibunya pergi ke Mekkah untuk belajar dan menghafal Al-Qur’an serta ilmu fiqh dari ulama Mekkah. Sejak kecil beliau sudah mendapat pendidikan bahasa dari perkampungan Huzail, salah satu kabilah yang terkenal dengan kefasihan berbahasa. Pada usia 15 tahun beliau sudah diizinkan oleh Muslim bin Khalid Az-Zanjiy – salah seorang ulama Mekkah – untuk memberi fatwa. Kemudian beliau pergi ke Madinah dan berguru kepada Imam penduduk Madinah, Imam Malik bin Anas ra (95-179 H) dalam selang waktu 9 tahun – meskipun tidak berturut-turut – beserta ulama-ulama lainnya, sehingga beliau
Help Palestine [hidayahnet] Menatap Wajah Allah SWT
http://www.dakwatuna.com Menatap Wajah Allah SWT Oleh: Mochamad Bugi dakwatuna.com – Kata Ibnul Qayyim Al-Jauziyyah, “Ini merupakan puncak kerinduan pecinta surga dan bahan kompetisi mereka. Dan untuk hal ini seharusnya orang-orang bekerja keras untuk mendapatkannya.” Nabi Musa pernah meminta hal ini. Dijawab oleh Allah SWT seperti yang tertera di ayat 143 surat Al-A’raf. Dan tatkala Musa datang untuk (munajat dengan Kami) pada waktu yang telah Kami tentukan dan Tuhan telah berfirman (langsung) kepadanya, berkatalah Musa, “Ya Tuhanku, nampakkanlah (diri Engkau) kepadaku agar aku dapat melihat kepada Engkau.” Tuhan berfirman, “Kamu sekali-kali tidak sanggup melihat-Ku. Tapi lihatlah ke gunung itu, jika ia tetap di tempatnya (sebagai sediakala) niscaya kamu dapat melihat-Ku”. Tatkala Tuhannya menampakkan diri kepada gunung itu, dijadikannya gunung itu hancur luluh dan Musa pun jatuh pingsan. Maka setelah Musa sadar kembali, dia berkata, “Maha Suci Engkau, aku bertaubat kepada Engkau dan aku orang yang pertama-tama beriman.” Ada tujuh pelajaran dari ayat di atas: 1. Tidak boleh menuduh kepada Nabi Musa bahwa ia meminta sesuatu yang tidak diperkenankan oleh Allah swt. 2. Allah tidak memungkiri permintaan Nabi Musa. 3. Allah menjawab dengan kalimat, “Kamu tidak akan sanggup melihat-Ku.” Bukan mengatakan, “Aku tidak bisa dilihat.” 4. Allah Mahakuasa untuk menjadikan gunung itu tetap kokoh di tempatnya, dan ini bukan hal mustahil bagi Allah, itu merupakan hal yang mungkin. Hanya saja dalam hal ini Allah juga mempersyaratkan adanya proses ru’yah (melihat). Jadi, seandainya hal itu merupakan sesuatu yang mustahil, sudah tentu Allah tidak akan mempersyaratkan hal itu. 5. Kalimat “tatkala Tuhannya menampakkan diri kepada gunung itu, dijadikannya gunung itu hancur luruh” adalah bukti bahwa bolehnya melihat Allah swt. Jika boleh bagi-Nya menampakkan diri kepada gunung, bagaimana terhalang untuk menampakan diri kepada para nabi, rasul, dan wali-Nya di kampung akhirat? 6. Di ayat itu Allah swt. memberitahu kepada Nabi Musa bahwa gunung saja tidak mampu melihat-Nya di dunia, apalagi manusia yang lebih lemah dari gunung. 7. Allah swt. telah berbicara dengan Nabi Musa. Nabi Musa juga telah mendengar perkataan Allah swt. tanpa perantara. Maka, melihat-Nya sudah pasti sangat bisa. Dalil Bertemu Allah 1. Bertakwalah kepada Allah dan ketahuilah bahwa kamu kelak akan menemui-Nya. (Al-Baqarah: 223) Istri-istrimu adalah (seperti) tanah tempat kamu bercocok tanam, maka datangilah tanah tempat bercocok-tanammu itu bagaimana saja kamu kehendaki. Dan kerjakanlah (amal yang baik) untuk dirimu. Dan bertakwalah kepada Allah dan ketahuilah bahwa kamu kelak akan menemui-Nya. Dan berilah kabar gembira orang-orang yang beriman. 2. Penghormatan kepada mereka (orang-orang beriman) pada hari mereka menemui-Nya adalah salam. (Al-Ahzab: 44) Salam penghormatan kepada mereka (orang-orang mukmin itu) pada hari mereka menemui-Nya ialah: Salam; dan dia menyediakan pahala yang mulia bagi mereka. 3. Barang siapa mengharap perjumpaan dengan Rabbnya maka hendaklah ia mengerjakan amal yang shalih. (Al-Kahfi: 110) Katakanlah: Sesungguhnya aku Ini manusia biasa seperti kamu, yang diwahyukan kepadaku, “Bahwa Sesungguhnya Tuhan kamu itu adalah Tuhan yang Esa”. Barang siapa mengharap perjumpaan dengan Tuhannya, maka hendaklah ia mengerjakan amal yang shalih dan janganlah ia mempersekutukan seorang pun dalam beribadat kepada Tuhannya”. 4. Orang-orang yang meyakini bahwa mereka akan menemui Allah. (Al-Baqarah: 249) Maka tatkala Thalut keluar membawa tentaranya, ia berkata, “Sesungguhnya Allah akan menguji kamu dengan suatu sungai. Maka siapa di antara kamu meminum airnya, bukanlah ia pengikutku. Dan barang siapa tiada meminumnya, kecuali menceduk seceduk tangan, Maka dia adalah pengikutku.” Kemudian mereka meminumnya kecuali beberapa orang di antara mereka. Maka tatkala Thalut dan orang-orang yang beriman bersama dia telah menyeberangi sungai itu, orang-orang yang telah minum berkata, “Tak ada kesanggupan kami pada hari Ini untuk melawan Jalut dan tentaranya.” Orang-orang yang meyakini bahwa mereka akan menemui Allah berkata: “Berapa banyak terjadi golongan yang sedikit dapat mengalahkan golongan yang banyak dengan izin Allah. Dan Allah beserta orang-orang yang sabar.” Para ahli bahasa sepakat bahwa jika liqa’ itu dinisbahkan kepada yang hidup, yang selamat dari gangguan kebutaan dan penghalang lainnya. Maka, hal itu menuntut adanya penglihatan dengan mata. Bagaimana Dengan Ayat 103 Surat Al-An’am? Laa tudriku hu al-absharu wa huwa yudriku al-abshara wa huwa al-lathiifu al-khabiir. Dia tidak dapat dicapai oleh penglihatan mata, sedang Dia dapat melihat segala penglihatan itu. Kata Ibnu Taimiyah, “Ayat ini lebih menunjukkan bahwa Allah bisa dilihat daripada menunjukkan tidak bisa dilihat. Allah menyebutkannya dalam konteks memberikan pujian. Sudah maklum bahwa pujian terhadap diri-NYa adalah sifat-sifat yang pasti dan
Help Palestine [hidayahnet] Gelorakan Semangat, Songsong Ramadhan
http://www.dakwatuna.com Gelorakan Semangat, Songsong Ramadhan Oleh: Ulis Tofa, Lc dakwatuna.com - Allah swt berfirman, “Dan Saya tidak menciptakan jin dan manusia kecuali agar mereka menyembah-Ku.” Adz Dzariat:56 Ya, inilah tujuan diciptakan setiap manusia. Yaitu, melaksanakan tugas ibadah hanya pada Allah swt. saja. Menyembah Tuhan, Pencipta langit tujuh tanpa atap. Pencipta manusia dengan struktur unik. Pembuat alam raya untuk manusia. Manusia dijadikan saling mengisi, memimpin, memerintah dan melayani sepanjang masa. Semua itu, adalah dalam rangka mewujudkan tujuan besar ini. Karena itu, ibadah kepada Allah swt. membutuhkan semangat yang menggelora, dan kesungguhan yang hebat sesuai dengan tujuan besar ini. Semangat Menggelora…. Kenapa? Kenapa dibutuhkan semangat yang menggelora untuk beribadah kepada Allah swt.? Pertama, karena beribadah dengan menjalankan kewajiban-kewajiban syari’ah adalah amanah besar, yang justeru langit, bumi dan gunung enggan menerima amanah besar ini. “Sesungguhnya kami telah mengemukakan amanat kepada langit, bumi dan gunung-gunung, Maka semuanya enggan untuk memikul amanat itu dan mereka khawatir akan mengkhianatinya, dan dipikullah amanat itu oleh manusia. Sesungguhnya manusia itu amat zalim dan amat bodoh.” Al Ahzab: 72 Semangat menggelora boleh jadi mampu menundukkan tinggi dan luasnya langit. Mengalahkan tegarnya gunung. Mengalahkan hamparan bumi. Kedua, karena ibadah lebih luas dari sekedar rukun Islam dan sebagian syi’ar Islam yang biasa. Oleh karena itu, mustahil bagi Allah swt. hanya menciptkan makhluk dan mengutus kepada mereka para Rasul. Allah swt. membinasakan suatu kaum dan mengangkat nasib sebagian yang lain. Allah swt. menciptkan surga dan neraka sebagai balasan. Panji-panji dikibarkan untuk mewujudkan peribadatan. Seluruh makhluk ditundukkan untuk manusia. Itu semua dalam rangka meletakkan rekaat shalat dan shaum Ramadhan saja. Tidak, makna ibadah lebih luas dan lebih menyeluruh dari itu semua. Ibadah itu, sebagaimana yang dikenalkan syaikhul Islam, Ibnu Taimiyah rahimahullah: “اسم جامع لكل ما يحبه الله ويرضاه من الأقوال والأفعال الظاهرة والباطنة” “Setiap istilah yang menyeluruh, terkait setiap yang dicintai Allah dan diridhoi-Nya, baik bentuk ucapan, perbuatan, yang nyata atau yang tersembunyi.” Karena itu, setiap upaya mendamaikan antara dua orang adalah ibadah. Membiayai anak yatim atau mengelus kepala mereka adalah sama-sama ibadah. Memberi nasehat adalah ibadah. Membuang sampah pada tempatnya atau menyingkirkan duri dari jalan adalah ibadah. Tidak menyakiti hewan adalah ibadah. Mendidik anak sesuai dengan syari’ah Allah adalah ibadah. Suatu yang boleh akan menjadi bernilai ibadah dengan niat yang benar dan baik. Maka mahasiswa yang study dengan sungguh-sungguh untuk khidmat umat muslim adalah ibadah. Profesional atau pekerja yang sungguh-sungguh mencari rizki halal adalah ibadah. Bekerja untuk memenuhi kebutuhan keluarga, berderma untuk diri dan orang lain adalah ibadah. Jika makna dan kandungan ibadah begitu luas, maka sudah barang tentu melaksanakan ibadah itu membutuhkan semangat menggelora, sebanding dengan luasnya makna dan kandungan ibadah itu sendiri. Ketiga, banyaknya rintangan, kendala dan kesibukan. Baik dari internal maupun dari eksternal manusia. Karena itu, jiwa yang cenderung bermalasan dan berleha-leha tidak mungkin mampu melaksanakan kewajiban ibadah yang sangat luas ini. Apa lagi, ada setan yang senantiasa menyelewengkan manusia dari jalur ibadah. Ada juga lingkungan yang mempengaruhinya, himpitan ekonomi dan masalah sosial. Begitu juga dengan godaan-godaan dan rayuan-rayuan yang melenakan lainnya. Dari itu, tidak bisa tidak, harus ada semangat yang menggelora dan kesungguhan yang kuat. Apa Itu Semangat Menggelora Semangat menggelora tidak hanya diartikan menguras potensi untuk bekerja atau beribadah. Ini salah satu ruang lingkup semangat menggelora. Ada bentuk lain, di antaranya: Pertama, berusaha melaksanakan amal shaleh dan konsisten melaksanakannya, meskipun hanya sedikit. Rasulullah saw. bersabda, “” أحب العمل إلى الله أدوم وإن قل ” [صححه الألباني] “Amal yang paling dicintai Allah adalah yang berkesinambungan meskipun sedikit.” Hadits disahihkan Al Albani. Kesinambungan dalam beramal meskipun sedikit menunjukkan adanya semangat menggelora bagi pelakunya. Karena tabiat jiwa bosan rutinitas dan lebih cenderung memilih perubahan. Karena itu, Rasulullah saw. bersabda kepada Abdullah bin Amr ra. “Wahai Abdullah, kamu jangan seperti fulan. Ia melaksanakan qiyamullail, kemudian meninggalkannya.” Muttafaqun ‘alaih. Seakan-akan Rasulullah saw. mencela orang yang meninggalkan amal setelah sebelumnya sudah terbiasa melaksanakannya. Kedua, itqanul ibadah. Ibadah dengan maksimal. Tentu ini membutuhkan semangat menggelora. Contohnya, ada orang yang bisa shalat satu rakaat dengan baca sepertiga juz. Namun susah untuk mentadabburi makna yang dibacanya, padahal jika ia mampu memahami kandungan ayat yang dibacanya, ia mampu
Help Palestine [hidayahnet] Kesabaran Muhammad Laksana Mukjizat
http://www.dakwatuna.com/2008/kesabaran-muhammad-laksana-mukjizat/ Kesabaran Muhammad Laksana Mukjizat Oleh: Ulis Tofa, Lc dakwatuna.com – Sikap sabar merupakan hal yang sangat mendasar dalam kehidupan. Setiap orang membutuhkan sikap sabar. Terutama ketika menghadapi cobaan, musibah, bencana, dan hinaan yang bertubi-tubi. Adalah Rasulullah saw. menjadi teladan purna dalam sikap sabar. Pada kesempatan kali ini rubrik Khutbah Jum’at mengupas sikap sabar. Bagi para da’i dan khatib bisa menyampaikan tema ini dan meyakinkan umat akan pentingnya sikap sabar. أما بعد فيا أيها المسلمون: Kabar gembira bagi kita umat Islam Kita memiliki “tiang” panutan yang tak lekang Ketika Allah menyeru agar para da’i mengajak Untuk taat pada Rasul mulya, maka kita jadi sebaik-baik umat Saudaramu, Isa memanggil orang mati, lalu hidup Kamu, telah menghidupkan generasi dari sebelumnya tak berarti Ya Rasulullah, shalawat dan salam atasmu Sebaik-baik utusan yang tidak ambisi, namun baik budi أيها المسلمون: Tema yang kita bahas pada kesempatan ini adalah salah satu sisi dari sekian banyak sisi keagungan Muhammad saw. Keagungannya membelalakkan mata. Kemulyaannya menyihir pikiran. Sisi ini mulya karena beliau orang yang mulia. Adalah benar karena beliau selalu benar. Beliau telah membangun misi yang jauh lebih kokoh dibandingkan dengan gunung. Beliau telah meletakkan prinsip-prinsip hidup secara lebih dalam dibandingkan dengan sejarah itu sendiri. Beliau membangun tembok yang tidak akan pernah terbakar oleh suara dan ejekan. Adalah Muhammad saw., apapun yang Anda bicarakan pasti Anda akan menemukan kebesaran beliau. Mari kita kaji sisi kesabaran beliau saw. Al Qur’an menyebut kata Shabar lebih dari sembilan puluh (90) tempat. Suatu kali Allah swt. memuji orang-orang yang sabar, pada kesempatan lain Allah memberi kabar gembira berupa pahala orang-orang yang sabar. Pada tempat yang lain Allah swt menyebut buah dari sikap sabar. Allah swt berfirman kepada Rasul-Nya saw., (فَاصْبِرْ صَبْراً جَمِيلاً) “Maka bersabarlah kamu dengan sabar yang baik.” Al Ma’arij:5 Jika kamu mendapatkan penentangan dari unsur kebatilan dan permusuhan dari pemimpin yang dzalim, maka (فَاصْبِرْ صَبْراً جَمِيلاً) Jika harta kamu sedikit, kefakiran melilit, gundah-gulana menyergap dan beban hidup menghimpit, maka (فَاصْبِرْ صَبْراً جَمِيلاً) Jika jumlah sahabat kamu sedikit dan pendukung kamu bercerai-berai, maka (فَاصْبِرْ صَبْراً جَمِيلاً) Jika jalan yang kamu tempuh penuh rintangan, kamu lihat dunia gelap dan penuh maksiat, maka (فَاصْبِرْ صَبْراً جَمِيلاً) Jika anak-anakmu meninggal, kerabat dan orang yang kamu cintai mendahuluimu, maka (فَاصْبِرْ صَبْراً جَمِيلاً) Perjalanan hidup Muhammad saw. mengajarkan kepada kita bagaimana bersikap sabar yang baik. Sabar yang sebenarnya. Beliau menjadi figure bagi siapapun dalam kesabaran. Ketika beliau tinggal di Mekah, para kerabat dan orang tercinta memusuhinya. Beliau dihinakan oleh orang awam lagi tak berpengetahuan. Kerabat dekat dan khalayak umum memeranginya, namum beliau tetap sabar. Beliau sangat kekurangan, sambil menaruh batu di perutnya karena kelaparan dan kehausan. Beliau paling sabar di antara manusia. Beliau ditinggal pergi selamanya oleh istri tercinta nan cerdas. Istri yang pandai yang ditarbiyah di keluarga kenabian. Istri yang senantiasa mendukung dan membelanya. Ia meninggal pada waktu Rasulullah saw mendapatkan banyak krisis. Ia meninggal pada fase Mekah di mana pendukung jahiliyah sedang gencar memusuhinya. Dialah Khadijah, dia menjadi orang nomor satu dalam membela suaminya. Khadijah tempat mengadu Rasul. Tempat curhat. Khadijah meyakinkan suaminya, (كلا واللهِ لا يخزيكَ اللهُ أبدا، إنك لتصلُ الرحم، وتحملُ الكلَ، وتعينُ الملهوفَ، وتطعمُ الضيفَ، كلا واللهِ لا يخزيكَ اللهُ أبدا). “Tidak, demi Allah, Allah tidak akan menyia-nyiakan kamu. Anda orang yang menyambung silaturahim. Membantu orang yang membutuhkan. Memulyakan tamu. Sekali-kali Allah tidak akan menyia-nyiakan kamu.” Khadijah meninggal pada “Aamul Huzni” tahun duka-cita. Muhammad sabar, karena Allah swt. berfirman kepadanya, (فَاصْبِرْ صَبْراً جَمِيلاً) Kaum kafir Quraisy, di antara mereka ada paman dan kerabat Muhammad sedang membuat konspirasi untuk membunuhnya. Mereka mengutus lima puluh pemuda yang mewakili masing-masing kabilah untuk membunuh Muhammad. Dengan pedang terhunus kelima puluh pemuda mengepung rumah Nabi. Mengetahui rumah beliau dikepung, beliau bersabar, paling sabar dibandingkan semua manusia. Beliau keluar dari rumahnya dengan sangat hati-hati,. Atas kehendak Allah swt. para pemuda dalam kondisi ngantuk berat. Beliau sabar karena Allah menyeru kepadanya, (فَاصْبِرْ صَبْراً جَمِيلاً) Ketika Muhammad menabur debu di wajah-wajah mereka, mereka tertidur pulas sehingga lepaslah pedang dari tangan-tangan mereka. Rasulullah saw membacakan ayat, (وَجَعَلْنَا مِنْ بَيْنِ أَيْدِيهِمْ سَدّاً وَمِنْ خَلْفِهِمْ سَدّاً فَأَغْشَيْنَاهُمْ فَهُمْ لا يُبْصِرُونَ) “Dan kami adakan di hadapan mereka dinding
Help Palestine [hidayahnet] Buah Kekuatan Ruhi
http://www.dakwatuna.com Buah Kekuatan Ruhi Oleh: Musyaffa Ahmad Rohim, Lc dakwatuna.com – Dalam sebuah perjalanan dari Jakarta ke Kuala Lumpur, untuk mengisi “kesepian” perjalanan, saya buka PDA saya, dan mulailah saya membaca kitab MAJMU’ FATÂWÂ IBN TAIMIYAH, saya mulai membaca juz satu kitab yang terdiri dari 38 jilid itu. Ada satu hal yang paling berkesan dalam diri saya saat membaca kitab tersebut – banyak hal yang sangat berkesan dalam diri saya- yaitu saat Ibn Taimiyah mengulas firman Allah Taala: وَمِنَ الَّذِينَ قَالُواْ إِنَّا نَصَارَى أَخَذْنَا مِيثَاقَهُمْ فَنَسُواْ حَظّاً مِّمَّا ذُكِّرُواْ بِهِ فَأَغْرَيْنَا بَيْنَهُمُ الْعَدَاوَةَ وَالْبَغْضَاء إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ وَسَوْفَ يُنَبِّئُهُمُ اللّهُ بِمَا كَانُواْ يَصْنَعُونَ Dan di antara orang-orang yang mengatakan, “Sesungguhnya kami Ini orang-orang Nasrani”, ada yang Telah kami ambil perjanjian mereka, tetapi mereka (sengaja) melupakan sebagian dari apa yang mereka Telah diberi peringatan dengannya; Maka kami timbulkan di antara mereka permusuhan dan kebencian sampai hari kiamat. dan kelak Allah akan memberitakan kepada mereka apa yang mereka kerjakan. (Al-Maidah: 14) Ada beberapa hal yang paling menarik bagi saya dari penjelasan Ibnu Taimiyyah ini: Pertama: Saat Ibn Taimiyyah –rahimahullah- mengaitkan antara dua hal, yaitu: 1. Nasû hazhzhan mimma dzukkirû bih (mereka melupakan sebagian dari apa yang mereka telah diberi peringatan dengannya). 2. Faaghrainâ bainahum al-’adâwata wa al-baghdhâ-a ilâ yaum al-qiyâmah (Maka kami timbulkan di antara mereka permusuhan dan kebencian sampai hari kiamat). Ibnu Taimiyyah menjelaskan bahwa dua hal di atas merupakan hubungan sebab akibat, dalam arti, karena hal yang pertama terjadi, maka hal yang kedua terwujud. Atau dengan bahasa lain: sebab hal pertama terjadi, akibatnya hal kedua terjadi pula. Jelasnya: karena mereka melupakan sebagian dari peringatan Allah SWT, maka, Allah SWT menghukum mereka dalam bentuk munculnya permusuhan dan saling benci di antara sesama mereka sampai hari kiamat. Kedua: Beliau menjelaskan bahwa hubungan sebab akibat ini bukan hanya berlaku bagi orang-orang Nashrani, akan tetapi, hal ini merupakan sunnatullâh yang berlaku bagi umat Islam juga. Artinya: jika umat Islam juga melalaikan sebagian dari apa yang Allah SWT peringatkan kepada mereka, maka, na’udzu billâh min dzâlik, umat Islam ini pun akan “dihukum” dengan munculnya permusuhan dan saling benci di antara sesama mereka. Ketiga: Penyebab datangnya “hukuman” dalam bentuk permusuhan dan saling benci, “hanyalah” karena mereka melupakan SEBAGIAN dari apa yang Allah SWT peringatkan kepada mereka. Kita pun bertanya-tanya dengan penuh rasa takut dan ngeri: “BAGAIMANA KALAU YANG KITA LUPAKAN ADALAH SEBAGIAN BESAR” apa lagi kalau sampai SELURUH YANG ALLAH SWT PERINGATKAN kepada kita. Dalam pandangan saya, hal ini sangat terkait dengan firman Allah SWT pada ayat lain: وَمَا أَصَابَكُم مِّن مُّصِيبَةٍ فَبِمَا كَسَبَتْ أَيْدِيكُمْ وَيَعْفُو عَن كَثِيرٍ Dan apa saja musibah yang menimpa kamu Maka adalah disebabkan oleh perbuatan tanganmu sendiri, dan Allah memaafkan sebagian besar (dari kesalahan-kesalahanmu). (As-Syûrâ: 30). Tafsir singkatnya: bahwa berbagai musibah terjadi dikarenakan perbuatan kita, dan sebenarnya banyak hal yang Allah SWT memaafkan kita, jika setiap kesalahan Allah SWT hukum kita dengan musibah, habislah kita dari dahulu. Lâ haula walâ quwwata illâ billâh. Keempat: Ibn Taimiyah menjelaskan bahwa yang dimaksud SEBAGIAN DARI APA YANG ALLAH SWT PERINGATKAN DENGANNYA adalah: tark al-’amal bi ba’dhi mâ umirû bihi (tidak mengamalkan sebagian perintah Allah SWT) [Majmû' Fatâwa, juz 1, hal. 14]. Ikhwati fillah … Setelah kita melakukan jaulah Qur’âniyah bersama Ibn Taimiyah ini, marilah kita mengambil beberapa pelajaran terkait dengan kehidupan dakwah kita, yaitu: 1. Betapa penting syumuliyah al-Islâm dalam dakwah, baik dalam tataran ma’rifî (teori, pemahaman, konsep), maupun ‘amali (pengamalan, penerapan, praktek). Terkait dengan hal ini, kita berkewajiban untuk memancang ajaran Allah SWT, ajaran Islam, sebagai satu kesatuan yang tidak boleh dipisah-pisahkan dan dipilah-pilah. 2. Bahwa, jika kita meninggalkan sebagian dari yang diperintahkan Allah SWT, maka, perbuatan kita yang meninggalkan sebagian dari yang diperintahkan Allah SWT ini akan berakibat bagi kedatangan “adzab” Allah SWT, di antaranya adalah al-a’dâ’ (permusuhan) dan al-baghdhâ’ (saling benci membenci), dengan bahasa lain, tidak ada lagi ta’lîf al-qulûb (keterpautan dan kesatuan hati) dan seterusnya. 3. Bahwa yang terpenting dari “sebagian perintah Allah SWT” ini adalah aspek keimanan dan amal shalih (ruhâniyyât, spiritualitas), sebab, ada sunnatullâh yang lain yang menyatakan bahwa komitmen dengan keimanan dan amal shalih akan berakibat bagi kemunculan al-wuddu (kecintaan) di antara sesama. Hal ini berdasar pada firman Allah SWT: إِنَّ الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ سَيَجْعَلُ
Help Palestine [hidayahnet] Keajaiban Salam
http://www.dakwatuna.com Keajaiban Salam Oleh: Dr. Setiawan Budi Utomo dakwatuna.com – Cinta adalah sesuatu benih yang hidup dalam hati dan tumbuh muncul ke permukaan dalam bentuk ekspresi kongkret dan perilaku riil. Cinta memerlukan ekspresi tersendiri dan esensi syariat Salam dalam Islam lebih dari sekadar simbol formalitas verbal tetapi sebuah ekspresi tulus yang lahir dari perasaan cinta, kasih sayang, doa, harapan, suka cita, motivasi, kepedulian, perhatian, penghargaan dan ikatan batin yang tulus dalam berbagai bentuknya. Alice Gray memberikan tips mengawetkan hubungan romantis pasangan dalam bukunya List To Live By For Every Married Couple (2002) yaitu dengan memelihara komunikasi efektif melalui berbagai ekspresi perasaan, sukacita, dam keprihatinan yang terdalam. Menurutnya, pernikahan itu dibangun di atas ekspresi-ekspresi kecil penuh kasih sayang dengan menekankan pentingnya ucapan-ucapan selamat dalam berbagai pengalaman penting dan momentum berarti (munasabat) serta sebaliknya mengabadikan kartu ucapan selamat yang terkirim untuk pernikahan, ulang tahun, ulang tahun pernikahan ataupun ucapan spesial apapun merupakan hal yang bermanfaat sebagaimana saran Angela Dean Lund, konsultan kenangan-kenangan kreatif. Salam merupakan salah satu bentuk pemberian motivasi yang sangat berarti dalam sebuah hubungan agar dapat meningkatkan semangat dalam vitalitas kehidupan fisik material maupun psikologis spiritual, maka karena cinta memerlukan motivasi yang intens dan kontinyu agar tercipta hubungan yang harmonis dan bergairah sepanjang musim, seperti diungkapkan oleh John Gray dalam Men are From Mars, Women are from Venus (1992) sehingga memerlukan manajemen salam dan seni memahami entry point serta titik-titik sensitif serta sentimentil untuk mengeratkan hati pasangan ataupun orang lain (ta’liful qulub). Namun demikian, patut disayangkan, banyak kalangan umat dan aktivis dakwah yang melewatkan dan menyiakan entry point ini membina dan mengeratkan hubungan dengan orang-orang dekatnya serta lingkungan pergaulannya sehingga tercipta hubungan yang loyal, bergairah dan indah. Sebagai seorang muslim, adalah telah menjadi sebuah keharusan syar’i dan keniscayaan pergaulan untuk memahami manajemen salam dengan saling membudayakan salam secara positif dan efektif. Banyak sekali dalil syar’i, baik dari Al-Qur’an maupun Al-Hadits yang menganjurkan agar kita selalu memberi salam kepada siapa pun termasuk yang kita belum kenal apalagi orang-orang dekat yang telah lama kita kenal. (QS.24:27) Diriwayatkan dari Abdullah bin ‘Amr bin ‘Ash r.a. bahwasanya seorang laki-laki bertanya kepada Rasulullah SAW, apakah Islam yang paling baik itu? beliau menjawab: Engkau memberi makan dan memberi (mengucapkan) salam kepada orang yang kamu kenal dan orang yang belum kamu kenal.” (HR. Muttafaqun ‘Alaih ) Rasulullah SAW telah mewasiatkan kepada umat Islam untuk memelihara tujuh perkara yaitu; menjenguk orang sakit, mengikuti jenazah, mendoakan orang yang bersin, membantu yang lemah, menolong yang dizhalimi orang, memberi salam, mengabulkan permintaan seseorang (memohon dengan sumpah kepada Allah). (HR. Muttafaqun ‘Alaih) Imam Ibnu Hibban (w.354 H.) dalam Raudhatul ‘Uqala wa Nuzhatul Fudhala menegaskan bahwa Islam sangat menganjurkan budaya Salam pada hubungan sosial secara umum, karena mengandung hikmah dapat mengikis rasa kebencian, kemarahan dan mencerahkan pergaulan sebagaimana riwayat hadits Nabi saw yang mengatakan bahwa Salam merupakan salah satu nama agung Allah yang dihamparkan di muka bumi, maka tebarkanlah Salam di antara kalian. Manajemen salam secara baik akan melatih seseorang dapat mengoptimalkan upaya membudayakan salam yang merupakan salah satu cara untuk memperkuat persaudaraan khususnya antara sesama muslim, menambah perasaan saling cinta antar sesama orang beriman. Rasulullah SAW dalam sebuah hadits menegaskan bahwa tidak akan masuk surga sehingga orang telah beriman, dan tidak beriman sehingga saling mencintai cara efektif untuk dapat saling mencintai adalah dengan menyebarkan salam. ( HR. Muslim ) Dale Carnegie dalam How to Win Friends and Influence People (1979) mengajarkan bagaimana cara memelihara dan mengeratkan hubungan sosial khususnya ikatan mahligai perkawinan di antara dengan saling memberi salam berupa ucapan selamat dan pujian yang ikhlas serta memberikan perhatian-perhatian pada hal-hal kecil yang menarik pasangan seperti ketika hari ulang tahun peristiwa pernikahan dan kelahiran. Menghidupkan budaya salam secara kreatif dan inisiatif bagi pribadi pendamba keshalihan akan tumbuh secara mandiri karena keyakinan bahwa salam merupakan kebiasaan tersebut termasuk sebuah ibadah yang dapat menghantarkan kepada surga sebagaimana pesan Rasulullah SAW dalam sabdanya: “Hai manusia, sebarkanlah salam, berdermalah makanan, hubungkanlah tali persaudaraan (silaturahim), shalat malamlah pada saat orang-orang sedang tidur lelap niscaya kalian akan masuk surga dengan
Help Palestine [hidayahnet] Tabarruj Dan Ikhtilath
http://www.dakwatuna.com Tabarruj Dan Ikhtilath Oleh: Asfuri Bahri, Lc dakwatuna.com – Islam adalah agama yang mengatur hidup dan kehidupan manusia. Ajaran-ajarannya menjadi acuan bagi siapa saja, pribadi, keluarga, masyarakat, dan bangsa untuk meniti kehidupan yang lebih baik dan harmonis dalam ridha sang pencipta. Rambu-rambunya diletakkan untuk dijadikan pedoman perjalanan hidup untuk selamat sampai tujuan. Jika ada rambu yang dilanggar, maka akibat buruk akan menimpa pelanggar itu dan bahkan sering menimpa orang lain juga. Lihatlah, sebuah kecelakaan di jalan raya, korbannya tidak hanya pelaku pelanggaran, namun menimpa pengguna jalan yang lain. Di antara persoalan besar yang dihadapi oleh manusia adalah yang berkaitan dengan wanita. Persoalan ini adalah persoalan Bani Israel dan persoalan umat ini. Rasulullah telah mengisyaratkan masalah ini, مَا تَرَكْتُ بَعْدِي فِتْنَةً أَضَرَّ عَلَى الرِّجَالِ مِنَ النِّسَاءِ “Aku tidak tinggalkan fitnah yang lebih berbahaya bagi laki-laki selain (fitnah) wanita.” (H.R. Bukhari dan Muslim) Harta paling berharga yang dimiliki wanita adalah rasa malu dan harga diri. Jika wanita melepaskan pakaian malunya dan tidak lagi menjaga harga diri serta kewanitaannya, dampaknya akan menimpa keluarga dan masyarakat. Maka selayaknya keluarga dan masyarakat juga turut dalam menjaga nilai-nilai ini pada diri wanita-wanitanya. Jika wanita tidak lagi mengenakan hijab sebagaimana yang telah ditentukan Islam, ditambah dengan pelanggaran batas hubungan antar laki-laki dan wanita, maka kerusakan akan terjadi. Hal ini karena syahwat manusia adalah sesuatu yang berbahaya jika tidak dikendalikan. Imam Muslim meriwayatkan dari Jabir bahwa Rasulullah saw. bersabda, إِنَّ الْمَرْأَةَ تُقْبِلُ فِي صُورَةِ شَيْطَانٍ وَتُدْبِرُ فِي صُورَةِ شَيْطَانٍ فَإِذَا أَبْصَرَ أَحَدُكُمْ امْرَأَةً فَلْيَأْتِ أَهْلَهُ فَإِنَّ ذَلِكَ يَرُدُّ مَا فِي نَفْسِهِ “Wanita itu dari depan nampak seperti bentuk setan dan dari belakang nampak seperti bentuk setan. Kalau salah seorang di antara kalian melihat wanita hendaklah mendatangi istrinya. Karena hal itu akan meredakan apa yang di dalam dirinya.” Pengertian Tabarruj dan Ikhtilath Menurut bahasa, tabarruj adalah wanita yang memamerkan keindahan dan perhiasannya kepada laki-laki (Ibnu Manzhur di Lisanul Arab). Tabarrajatil mar’ah artinya wanita yang menampakkan kecantikannya, lehernya, dan wajahnya. Ada yang mengatakan, maksudnya adalah wanita yang menampakkan perhiasannya, wajahnya, kecantikannya kepada laki-laki dengan maksud untuk membangkitkan nafsu syahwatnya. Menurut syariah, tabarruj adalah setiap perhiasan atau kecantikan yang ditujukan wanita kepada mata-mata orang yang bukan muhrim. Termasuk orang yang mengenakan cadar, di mana seorang wanita membungkus wajahnya, apabila warna-warnanya mencolok dan ditujukan agar dinikmati orang lain, ini termasuk tabarruj jahiliyah terdahulu. Seperti yang disinyalir ayat, “Dan hendaklah kamu tetap di rumahmu dan janganlah kamu berhias dan bertingkah laku seperti orang-orang Jahiliyah yang dahulu dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan taatilah Allah dan Rasul-Nya. Sesungguhnya Allah bermaksud hendak menghilangkan dosa dari kamu, hai ahlul bait dan membersihkan kamu sebersih-bersihnya.” (Al-Ahzab: 33) Allah melarang para wanita untuk tabarruj setelah memerintahkan mereka menetap di rumah. Tetapi apabila ada keperluan yang mengharuskan mereka keluar rumah, hendaknya tidak keluar sembari mempertontonkan keindahan dan kecantikannya kepada laki-laki asing yang bukan muhrimnya. Allah juga melarang mereka melakukan tabrruj seperti tabarrujnya orang-orang jahiliyah terdahulu. Apa maksud tabarruj jahiliyah terdahulu itu? Mujahid berkata, “Wanita dahulu keluar dan berada di antara para laki-laki. Inilah maksud dari tabarruj jahiliyah terdahulu.” Qatadah berkata, “Wanita dahulu kalau berjalan berlenggak-lenggok genit. Allah melarang hal ini.” Muqatil bin Hayyan berkata, “Maksud tabarruj adalah wanita yang menanggalkan kerudungnya lalu nampaklah kalung dan lehernya. Inilah tabarruj terdahulu di mana Allah melarang wanita-wanita beriman untuk melakukannya.” رَوَى اِبْنُ أَبِي نَجِيْحٍ عَن مُجَاهِد وَلاَ تَبَرَّجْنَ تَبَرُّجَ الْجَاهِلِيَّةِ الأُوْلَى قَالَ كَانَتِ الْمَرْأَةُ تَتَمَشَّى بَيْنَ أَيْدِي الْقَوْمِ فَذَلِكَ تَبَرُّجُ الْجَاهِلِيَّةِ Ibnu Abu Najih meriwayatkan dari Mujahid, “Janganlah kamu berhias dan bertingkah laku seperti orang-orang Jahiliyah yang dahulu…” Dia (Mujahid) berkata, “Wanita dahulu berjalan-jalan di hadapan kaum (laki-laki). Itulah tabarruj Jahiliyah.” Ada yang mengatakan, yang dimaksud jahiliyah pertama adalah jahiliyah sebelum Islam, sedangkan jahiliyah kedua adalah umat Islam yang melakukan perbuatan jahiliyah pertama. Sedangkan pengertian ikhtilath secara bahasa adalah bercampurnya dua hal atau lebih. Ikhtilath dalam pengertian syar’i maksudnya bercampur-baurnya perempuan dan laki-laki yang bukan muhrim di sebuah momen dan forum yang tidak
Help Palestine [hidayahnet] Menikah, Kenapa Takut?
http://www.dakwatuna.com Menikah, Kenapa Takut? Oleh: DR. Amir Faishol Fath dakwatuna.com – Kita hidup di zaman yang mengajarkan pergaulan bebas, menonjolkan aurat, dan mempertontonkan perzinaan. Bila mereka berani kepada Allah dengan melakukan tindakan yang tidak hanya merusak diri, melainkan juga menghancurkan institusi rumah tangga, mengapa kita takut untuk mentaati Allah dengan membangun rumah tangga yang kokoh? Bila kita beralasan ada resiko yang harus dipikul setelah menikah, bukankah perzinaan juga punya segudang resiko? Bahkan resikonya lebih besar. Bukankankah melajang ada juga resikonya? Hidup, bagaimanapun adalah sebuah resiko. Mati pun resiko. Yang tidak ada resikonya adalah bahwa kita tidak dilahirkan ke dunia. Tetapi kalau kita berpikir bagaimana lari dari resiko, itu pemecahan yang mustahil. Allah tidak pernah mengajarkan kita agar mencari pemecahan yang mustahil. Bila ternyata segala sesuatu ada resikonya, maksiat maupun taat, mengapa kita tidak segera melangkah kepada sikap yang resikonya lebih baik? Sudah barang tentu bahwa resiko pernikahan lebih baik daripada resiko pergaulan bebas (baca: zina). Karenanya Allah mengajarkan pernikahan dan menolak perzinaan. Saya sering ngobrol, dengan kawaan-kawan yang masih melajang, padahal ia mampu untuk menikah. Setelah saya kejar alasannya, ternyata semua alasan itu tidak berpijak pada fondasi yang kuat: ada yang beralasan untuk mengumpulkan bekal terlebih dahulu, ada yang beralasan untuk mencari ilmu dulu, dan lain sebagainya. Berikut ini kita akan mengulas mengenai mengapa kita harus segera menikah? Sekaligus di celah pembahasan saya akan menjawab atas beberapa alasan yang pernah mereka kemukakan untuk membenarkan sikap. Menikah itu Fitrah Allah Taala menegakkan sunnah-Nya di alam ini atas dasar berpasang-pasangan. Wa min kulli syai’in khalaqnaa zaujain, dan segala sesuatu kami ciptakan berpasang-pasangan (Adz-Dzariyaat: 49). Ada siang ada malam, ada laki ada perempuan. Masing-masing memerankan fungsinya sesuai dengan tujuan utama yang telah Allah rencanakan. Tidak ada dari sunnah tersebut yang Allah ubah, kapanpun dan di manapun berada.Walan tajida lisunnatillah tabdilla, dan kamu sekali-kali tidak akan mendapati perubahan pada sunnah Allah (Al-Ahzab: 62). Walan tajida lisunnatillah tahwiila, dan kamu tidak akan mendapati perubahan bagi ketetapan kami itu. (Al-Isra: 77) Dengan melanggar sunnah itu berarti kita telah meletakkan diri pada posisi bahaya. Karena tidak mungkin Allah meletakkan sebuah sunnah tanpa ada kesatuan dan keterkaitan dengan sIstem lainnya yang bekerja secara sempurna secara universal. Manusia dengan kecanggihan ilmu dan peradabannya yang dicapai, tidak akan pernah mampu menggantikan sunnah ini dengan cara lain yang dikarang otaknya sendiri. Mengapa? Sebab, Allah swt. telah membekali masing-masing manusia dengan fitrah yang sejalan dengan sunnah tersebut. Melanggar sunnah artinya menentang fitrahnya sendiri. Bila sikap menentang fitrah ini terus-menerus dilakukan, maka yang akan menanggung resikonya adalah manusia itu sendiri. Secara kasat mata, di antara yang paling tampak dari rahasia sunnah berpasang-pasangan ini adalah untuk menjaga keberlangsungan hidup manusia dari masa ke masa sampai titik waktu yang telah Allah tentukan. Bila institusi pernikahan dihilangkan, bisa dipastikan bahwa mansuia telah musnah sejak ratusan abad yang silam. Mungkin ada yang nyeletuk, tapi kalau hanya untuk mempertahankan keturunan tidak mesti dengan cara menikah. Dengan pergaulan bebas pun bisa. Anda bisa berkata demikian. Tetapi ada sisi lain dari fitrah yang juga Allah berikan kepada masing-masing manusia, yaitu: cinta dan kasih sayang, mawaddah wa rahmah. Kedua sisi fitrah ini tidak akan pernah mungkin tercapai dengan hanya semata pergaulan bebas. Melainkan harus diikat dengan tali yang Allah ajarkan, yaitu pernikahan. Karena itulah Allah memerintahkan agar kita menikah. Sebab itulah yang paling tepat menurut Allah dalam memenuhi tuntutan fitrah tersebut. Tentu tidak ada bimbingan yang lebih sempurna dan membahagiakan lebih dari daripada bimbingan Allah. Allah berfirman fankihuu, dengan kata perintah. Ini menunjukan pentingnya hakikat pernikahan bagi manusia. Jika membahayakan, tidak mungkin Allah perintahkan. Malah yang Allah larang adalah perzinaan. Walaa taqrabuzzina, dan janganlah kamu mendekati zina (Al-Israa: 32). Ini menegaskan bahwa setiap yang mendekatkan kepada perzinaan adalah haram, apalagi melakukannya. Mengapa? Sebab Allah menginginkan agar manusia hidup bahagia, aman, dan sentosa sesuai dengan fitrahnya. Mendekati zina dengan cara apapun, adalah proses penggerogotan terhadap fitrah. Dan sudah terbukti bahwa pergaulan bebas telah melahirkan banyak bencana. Tidak saja pada hancurnya harga diri sebagai manusia, melainkan juga hancurnya kemanusiaan itu sendiri. Tidak jarang kasus seorang ibu yang membuang janinnya ke selokan, ke tong sampah, bahkan dengan sengaja membunuhnya, hanya
Help Palestine [hidayahnet] Bulan Sya’ban
http://www.dakwatuna.com Bulan Sya’ban Oleh DR. Amir Faishol Fath dakwatuna.com - Bulan Sya’ban secara urutan bulan hijriah jatuh sebelum bulan Ramadhan. Dalam riwayat Imam Bukhari, Aisyah ra. menceritakan, bahwa Rasulullah saw. selalu memperbanyak puasa di bulan Sya’ban? Bahkan dalam riwayat lain dikatakan bahwa tidak ada bulan melebihi bulan Sya’ban di dalamnya Rasulullah saw. berpuasa. Dalam hadits lain disebutkan bahwa Nabi saw. berpuasa mayoritas hari-hari bulan Sya’ban. Mengapa? Ada beberapa rahasia di antaranya: Pertama, puasa adalah kebutuhan fitrah manusia. Karena itu Allah mewajibkan hamba-hamba-Nya berpuasa. Dalam surah Al Baqarah 183 Allah swt. menyebutkan bahwa puasa tidak hanya diwajibkan kepada umat manusia tertentu tetapi juga kepada umat manusia terdahulu. Ini menunjukkan bahwa puasa merupakan ibadah yang tidak bisa tidak harus dilakukan. Ilmu kedokteran modern membuktikan bahwa dengan puasa pencernaan seseorang akan istirahat dari rasa lelah yang sekian lama terus menerus digunakan untuk mengolah makanan. Maka semakin sering seseorang berpuasa ia akan semakin sehat. Sebab kemungkinan timbulnya penyakit yang seringkali disebabkan oleh makanan akan tercegah secara otomatis ketika ia berpuasa. Kedua, bulan Ramadhan adalah bulan diwajibkannya puasa bagi orang-orang beriman. Jadi pengertian ayat: kutiba alaikumush shiyaam itu maksudnya untuk bulan Ramadhan. Karena itu dalam sebuah hadits Nabi menegaskan bahwa di bulan Ramadhan diwajibkan atas orang-orang beriman berpuasa. Adalah suatu persiapan yang sangat strategis ketika Rasulullah selalu memperbanyak puasa di bulan Sya’ban. Ibarat sebuah turnamen, bulan Ramadhan adalah ajang perlombaan beramal saleh, cerminan ayat: “fastabiqul khairaat (berlomba-lombalah dalam kebaikan)” Al Baqarah:148. Karena itu sebelum masuk Ramadhan hendaklah melakukan persiapan-persiapan terlebih dahulu dengan memperbanyak puasa di bulan Sya’ban. Kita semua tahu bahwa para peserta turnamen pasti melakukan persiapan sebulan dua bulan sebelumnya. Itulah rahasia mengapa Rasulullah saw. memperbanyak puasa di bulan Sya’ban. Agar tidak loyo selama bulan Ramadhan. Agar lebih maksimal melaksanakan ibadah-ibadah Ramadhan yang semuanya saling melengkapi untuk mengantarkan kepada ketakwaan. Ketiga, ibadah puasa adalah ibadah menahan nafsu. Suatu perjuangan yang senantiasa harus dilakukan oleh orang-orang beriman. Dalam surah An Nazi’at:40 Allah swt. menjelaskan bahwa jalan ke surga adalah dengan upaya terus-menerus membangun rasa takut kepada Allah dan menahan nafsu. Mengapa? Sebab Setan berkerja terus menerus, siang dan malam untuk menjerumuskan manusia ke dalam dosa-dosa. Kerja keras setan ini tidak bisa tidak menuntut kita untuk bekerja keras juga guna mengimbanginya. Orang yang beriman kepada Allah dan hari Kiamat, tentu akan selalu waspada dari godaan setan. Caranya dengan banyak berpuasa. Semakin sering berpuasa, semakin sempit jalan-jalan setan untuk menggoda. Sebab dalam sebuah riwayat dikatakan bahwa setan seringkali masuk melalui makanan. Maka semakin banyak makan, semakin mudah digoda setan. Karenanya orang yang kekenyangan akan selalu malas beribadah. Keempat, Rasulullah saw. adalah contoh pribadi berakhlak mulia. Allah berfirman: “Wainnaka la’alaa khuluqin adhiim (Dan sesungguhnya kamu (Muhammad) benar-benar mempunyai akhlaq yang agung)” Al Qalam:4. Maka setiap yang dicontohkan Rasulullah saw. pasti baik untuk kemanusiaan di dunia maupun di akhirat. Tidak ada perbuatan yang dilakukan Rasulullah saw. kecuali membawa manfaat bagi kehiduapan manusia jika diikuti. Dan bila kita teliti secara seksama, menejemen modern yang mengantarkan munculnya negara-negara maju dan perusahaan-perusahaan bisnis kelas dunia, di dalamnya akan kita temukan nilai-nilai universal yang pada dasarnya itu adalah bagian dari ajaran Islam yang dibawa Rasulullah saw. Maka dengan memperbanyak puasa di bulan Sya’ban, itu sungguh sangat baik dan bermanfaat, tidak saja di dunia tetapi juga di akhirat. Kelima, adapun mengenai amalan di pertengahan bulan Sya’ban (nisfu Sya’ban), sekalipun ada sebagian hadits yang dianggap hasan oleh para ulama hadits, tetapi terpenting sebenarnya adalah memperbanyak puasa selama bulan Sya’ban, bukan mengkhususkannya pada pertengahan saja. Imam An Nasa’i meriwayatkan sebuah hadits dari Usamah bin Zaid tentang rahasia memperbanyak puasa di bulan Sya’ban, Nabi bersabda: “Bulan Sya’ban adalah bulan yang sering dilalaikan oleh banyak orang, karena itu terjepit antara Rajab dan Ramadhan. Padahal ia adalah bulan di angkatnya amal manusia, maka aku suka ketika amalku diangkat aku sedang berpuasa.” Wallahu a’lam bish shawab. http://www.dakwatuna.com/2008/bulan-syaban/ Free download [Internet Explorer/Firefox]: Hidayahnet Toolbar [no virus, adware, malware etc] http://hidayahnet.ourtoolbar.com -- **Boycott Israel**Support Palestine** All views expressed
Help Palestine [hidayahnet] Yaa Allah Berkahilah Kami di Bulan Rajab
http://www.dakwatuna.com Yaa Allah Berkahilah Kami di Bulan Rajab Oleh: Ulis Tofa, Lc dakwatuna.com – Hari ini, Jum’at 4 Juli 2008, tepat tanggal 1 Rajab 1429 H. Bulan Rajab adalah salah satu dari Empat Bulan Haram atau yang dimuliakan Allah swt. (Bulan Dzulkaidah, Dzulhijjah, Muharram dan Rajab). Allah swt berfirman: “Sesungguhnya bilangan bulan pada sisi Allah adalah dua belas bulan, dalam ketetapan Allah di waktu dia menciptakan langit dan bumi, di antaranya empat bulan haram. Itulah (ketetapan) agama yang lurus, Maka janganlah kamu menganiaya diri kamu dalam bulan yang empat itu, dan perangilah kaum musyrikin itu semuanya sebagaimana merekapun memerangi kamu semuanya, dan Ketahuilah bahwasanya Allah beserta orang-orang yang bertakwa.” At Taubah: 36 Fenomena pergantian bulan di mata muslim adalah salah satu sarana untuk mengingat kekuasaan Allah swt dan dalam rangka untuk mengambil ibrah dalam kehidupan juga sebagai sarana ibadah. Karena itu, pergantian bulan dalam bulan-bulan Hijrah kita disunnahkan untuk berdo’a, terutama ketika melihat hilal atau bulan pada malam harinya. Do’a yang diajarkan oleh Baginda Rasulullah saw. adalah: اللَّهُمَّ أَهْلِلْهُ عَلَيْنَا بِاْلأَمْنِ وَاْلإِيْمَانِ وَالسَّلاَمَةِ وَاْلإِسْلاَم رَبِّيْ وَرَبُّكَ اللهُ هِلاَلَ رُشْدٍ وَخَيْرٍ “Ya Allah, Jadikanlah bulan ini kepada kami dalam kondisi aman dan hati kami penuh dengan keimanan, dan jadikanlah pula bulan ini kepada kami dengan kondisi selamat dan hati kami penuh dengan keislaman. Rabb ku dan Rabb mu Allah. Bulan petunjuk dan bulan kebaikan.” (HR. Turmudzi) Shaum di Bulan Rajab Shaum dalam bulan Rajab, sebagaimana dalam bulan-bulan mulia lainnya hukumnya sunnah. Diriwayatkan dari Mujibah al-Bahiliyah, Rasulullah aw. Bersabda: “Puasalah pada bulan-bulan haram (mulya).” Abu Dawud, Ibnu Majah, dan Imam Ahmad. Rasulullah saw. juga bersabda: “Kerjakanlah ibadah apa yang engkau mampu, sesungguhnya Allah tidak pernah bosan hingga kalian bosan”. Ibnu Hajar, dalam kitabnya “Tabyinun Ujb”, menegaskan bahwa tidak ada hadits, baik sahih, hasan, maupun dha’if yang menerangkan keutamaan puasa di bulan Rajab. Bahkan beliau meriwayatkan tindakan Sahabat Umar yang melarang mengkhususkan bulan Rajab dengan berpuasa. Ditulis oleh Imam Asy Syaukani dalam Kitabnya, Nailul Authar, menerangkan bahwa Ibnu Subki meriwayatkan dari Muhamad bin Manshur As Sam’ani yang mengatakan bahwa tidak ada hadis yang kuat yang menunjukkan kesunahan puasa Rajab secara khusus. Disebutkan juga bahwa Ibnu Umar memakruhkan puasa Rajab, sebagaimana Abu Bakar al-Tarthusi yang mengatakan bahwa puasa Rajab adalah makruh, karena tidak ada dalil yang kuat. Namun demikian, sesuai pendapat Imam Asy Syaukani, bila semua hadits yang secara khusus menunjukkan keutamaan bulan Rajab dan disunahkan puasa di dalamnya kurang kuat untuk dijadikan landasan, maka hadits-hadits yang umum, seperti yang disebut di atas, itu cukup menjadi hujah atau landasan. Di samping itu, karena juga tak ada dalil yang kuat yang memakruhkan puasa di bulan Rajab. Do’a Bulan Rajab Bulan Rajab merupakan starting awal untuk menghadapi Bulan Suci Ramadhan. Subhanallah, Rasulullah saw. menyiapkan diri untuk menyambut Bulan Suci Ramadhan selama dua bulan berturut sebelumnya, yaitu bulan Rajab dan bulan Sya’ban. Dengan berdoa dan memperbanyak amal shalih. Do’a keberkahan di bulan Rajab. Bila memasuki bulan Rajab, Nabi saw. mengucapkan, “Allaahumma Baarik Lana Fii Rajaba Wa Sya’baana, Wa Ballighna Ramadhaana. “Ya Allah, berilah keberkahan pada kami di dalam bulan Rajab dan Sya’ban serta sampaikanlah kami kepada bulan Ramadhan.” Hadits di atas disebutkan dalam banyak keterangan, seperti dikeluarkan oleh Abdullah bin Ahmad di dalam kitab Zawaa’id al-Musnad (2346). Al-Bazzar di dalam Musnadnya -sebagaimana disebutkan dalam kitab Kasyf al-Astaar- (616). Ibnu As-Sunny di dalam ‘Amal al-Yawm Wa al-Lailah (658). Ath-Thabarany di dalam (al-Mu’jam) al-Awsath (3939). Kitab ad-Du’a’ (911). Abu Nu’aim di dalam al-Hilyah (VI:269). Al-Baihaqy di dalam Syu’ab (al-Iman) (3534). Kitab Fadhaa’il al-Awqaat (14). Al-Khathib al-Baghdady di dalam al-Muwadhdhih (II:473). Memperbanyak amal shaleh, seperti shaum sunnah, terutama di bulan Sya’ban. Diriwayat oleh Imam al-Nasa’i dan Abu Dawud, disahihkan oleh Ibnu Huzaimah. Usamah berkata pada Nabi saw. “Wahai Rasulullah, saya tidak melihat Rasul melakukan puasa (sunnah) sebanyak yang Engkau lakukan dalam bulan Sya’ban.’ Rasul menjawab: ‘Bulan Sya’ban adalah bulan antara Rajab dan Ramadhan yang dilupakan oleh kebanyakan orang. Di bulan itu perbuatan dan amal baik diangkat ke Tuhan semesta alam, maka aku ingin ketika amalku diangkat, aku dalam keadaan puasa.” Allahu a’lam http://www.dakwatuna.com/2008/yaa-allah-berkahi-kami-di-bulan-rajab/ Free download [Internet Explorer/Firefox]: Hidayahnet Toolbar [no virus, adware, malware etc] http://hidayahnet.ourtoolbar.com
Help Palestine [hidayahnet] Pengantar Ushul Fiqh
http://www.dakwatuna.com Pengantar Ushul Fiqh Oleh: Ahmad Sahal Hasan, Lc http://www.dakwatuna.com/author/sahal/ -- *dakwatuna.com – *“Tidak ada cara untuk mengetahui hukum Allah kecuali dengan ilmu ushul fiqh.” (Al-Amidi) *Definisi Ushul Fiqh* Para ulama ushul menjelaskan pengertian ushul fiqh dari dua sudut pandang. Pertama dari pengertian kata ushul dan fiqh secara terpisah, kedua dari sudut pandang ushul fiqh sebagai disiplin ilmu tersendiri. Ushul Fiqh ditinjau dari 2 kata yang membentuknya *Al-Ushul* Al-ushuul adalah bentuk jamak dari al-ashl yang secara etimologis berarti ma yubna ‘alaihi ghairuhu (dasar segala sesuatu, pondasi, asas, atau akar). Tidakkah kamu memperhatikan bagaimana Allah telah membuat perumpamaan kalimat yang baik seperti pohon yang baik, ashluha (akarnya) teguh dan cabangnya (menjulang) ke langit. (Ibrahim: 24) Sedangkan menurut istilah, kata al-ashl berarti dalil, misalnya: para ulama mengatakan: أصل هذا الحكم من الكتاب آية كذا (Dalil tentang hukum masalah ini ialah ayat sekian dalam Al-Qur’an). Jadi Ushul Fiqh adalah dalil-dalil fiqh. Dalil-dalil yang dimaksud adalah dalil-dalil yang bersifat global atau kaidah umum, sedangkan dalil-dalil rinci dibahas dalam ilmu fiqh. *Al-Fiqh* الفقه في اللغة: العلم بالشيء والفهم له Al-fiqh menurut bahasa berarti pengetahuan dan pemahaman terhadap sesuatu. Menurut istilah para ulama: الفقه: العلم بالأحكام الشرعية العملية المكتسب من أدلتها التفصيلية (ilmu tentang hukum-hukum syar’i yang bersifat amaliah yang diperoleh dari dalil-dalilnya yang terinci). *Penjelasan Definisi* الحكم: إسناد أمر إلى آخر إيجابا أو سلبا Hukum adalah penisbatan sesuatu kepada yang lain atau penafian sesuatu dari yang lain. Misalnya: kita telah menghukumi dunia bila kita mengatakan dunia ini fana, atau dunia ini tidak kekal, karena kita menisbatkan sifat fana kepada dunia atau menafikan sifat kekal darinya. Tetapi yang dimaksud dengan hukum dalam definisi fiqh adalah status perbuatan mukallaf (orang yang telah baligh dan berakal sehat), apakah perbuatannya wajib, mandub (sunnah), haram, makruh, atau mubah. Atau apakah perbuatannya itu sah, atau batal. Ungkapan hukum-hukum syar’i menunjukkan bahwa hukum tersebut dinisbatkan kepada syara’ atau diambil darinya sehingga hukum akal (logika), seperti: satu adalah separuh dari dua, atau semua lebih besar dari sebagian, tidak termasuk dalam definisi, karena ia bukan hukum yang bersumber dari syariat. Begitu pula dengan hukum-hukum indrawi, seperti api itu panas membakar, dan hukum-hukum lain yang tidak berdasarkan syara’. Ilmu fiqh tidak mensyaratkan pengetahuan tentang seluruh hukum-hukum syar’i, begitu juga untuk menjadi faqih (ahli fiqh), cukup baginya mengetahui sebagiannya saja asal ia memiliki kemampuan istinbath, yaitu kemampuan mengeluarkan kesimpulan hukum dari teks-teks dalil melalui penelitian dan metode tertentu yang dibenarkan syari’at. Hukum-hukum syar’i dalam fiqh juga harus bersifat amaliyyah (praktis) atau terkait langsung dengan perbuatan mukallaf, seperti ibadahnya, atau muamalahnya. Jadi menurut definisi ini hukum-hukum syar’i yang bersifat i’tiqadiyyah (keyakinan) atau ilmu tentang yang ghaib seperti dzat Allah, sifat-sifat-Nya, dan hari akhir, bukan termasuk ilmu fiqh, karena ia tidak berkaitan dengan tata cara beramal, dan dibahas dalam ilmu tauhid (aqidah). Ilmu tentang hukum-hukum syar’i yang bersifat amaliah ini juga harus diperoleh dari dalil-dalil rinci melalui proses penelitian mendalam terhadap dalil-dalil tersebut. Berarti ilmu Allah atau ilmu Rasul-Nya tentang hukum-hukum ini tidak termasuk dalam definisi, karena ilmu Allah berdiri sendiri tanpa penelitian, bahkan Dialah Pembuat hukum-hukum tersebut, sedangkan ilmu Rasulullah saw diperoleh dari wahyu, bukan dari kajian dalil. Demikian pula pengetahuan seseorang tentang hukum syar’i dengan mengikuti pendapat ulama, tidak termasuk ke dalam definisi ini, karena pengetahuannya tidak didapat dari kajian dan penelitian yang ia lakukan terhadap dalil-dalil. Sedangkan contoh dalil yang terinci adalah: Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba (yang belum dipungut) jika kamu orang-orang yang beriman. (Al-Baqarah: 278). Ayat ini adalah dalil rinci tentang haramnya riba berapa pun besarnya. Dinamakan rinci karena ia langsung berbicara pada pokok masalah yang bersifat praktis. *Ushul Fiqh sebagai disiplin ilmu* Ushul Fiqh sebagai sebuah disiplin ilmu tersendiri didefinisikan oleh Al-Baidhawi, salah seorang ulama mazhab Syafi’i dengan: معرفة دلائل الفقه إجمالا وكيفية الاستفادة منها وحال المستفيد (Memahami dalil-dalil fiqh secara global, bagaimana menggunakannya dalam menyimpulkan sebuah hukum fiqh (bagaimana berijtihad), serta apa syarat-syarat seorang mujtahid). *Penjelasan Definisi* Contoh dalil yang bersifat global: dalil tentang sunnah sebagai hujjah (sumber hukum), dalil bahwa setiap perintah pada dasarnya menunjukkan sebuah kewajiban, setiap larangan
Help Palestine [hidayahnet] Urgensi Mengkaji Sirah Nabawiyah
http://www.dakwatuna.com Urgensi Mengkaji Sirah Nabawiyah Oleh: Drs. DH Al Yusni dakwatuna.com – Sirah Nabawiyah merupakan seri perjalanan hidup seorang manusia pilihan yang menjadi parameter hakiki dalam membangun potensi umat. Sehingga, mempelajarinya bukan sekadar untuk mengetahui peristiwa-peristiwa yang terjadi di masa itu. Melainkan, mengkajinya untuk menarik pelajaran dan menemukan rumusan kesuksesan generasi masa lalu untuk diulang di kehidupan kiwari. Melalui pemahaman sirah nabawiyah yang tepat, setiap muslim akan mendapatkan gambaran yang utuh dan paripurna tentang hakikat Islam dan terbangun semangatnya untuk merealisasikan nilai-nilai yang didapat dalam kehidupannya saat ini. Apalagi sasaran utama dari kajian sirah adalah mengembalikan semangat juang untuk merebut kembali kejayaan yang pernah dimiliki umat Islam. Secara umum kepentingan kita mengkaji sirah nabawiyah, adalah: Memahami pribadi Rasulullah saw. sebagai utusan Allah (fahmu syakhshiyah ar-rasul) Dengan mengkaji sirah kita dapat memahami celah kehidupan Rasulullah saw. sebagai individu maupun sebagai utusan Allah swt. Sehingga, kita tidak keliru mengenal pribadinya sebagaimana kaum orientalis memandang pribadi Nabi Muhammad saw. sebagai pribadi manusia biasa. “Hai nabi, sesungguhnya kami mengutusmu untuk jadi saksi, dan pembawa kabar gembira dan pemberi peringatan, Dan untuk jadi penyeru kepada agama Allah dengan izin-Nya dan untuk jadi cahaya yang menerangi. Dan sampaikanlah berita gembira kepada orang-orang mukmin bahwa Sesungguhnya bagi mereka karunia yang besar dari Allah.” (Al-Ahzab: 45-47). Mengetahui contoh teladan terbaik dalam menjalani kehidupan ini (ma’rifatush shurati lil mutsulil a’la) Contoh teladan merupakan sesuatu yang penting dalam hidup ini sebagai patokan atau model ideal. Model hidup tersebut akan mudah kita dapati dalam kajian sirah nabawiyah yang menguraikan kepribadian Rasulullah saw. yang penuh pesona dalam semua sisi. “Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah.” (Al-Ahzab: 21). Dapat memahami turunnya ayat-ayat Allah swt. (al-fahmu ‘an-nuzuli aayatillah) Mengkaji sirah dapat membantu kita untuk memahami kronologis ayat-ayat yang diturunkan Allah swt. Karena, banyak ayat baru dapat kita mengerti maksudnya setelah mengetahui peristiwa-peristiwa yang pernah dialami Rasulullah saw. atau sikap Rasulullah atas sebuah kejadian. Melalui kajian sirah nabawiyah itu kita dapat menyelami maksud dan suasana saat diturunkan suatu ayat. Memahami metodologi dakwah dan tarbiyah (fahmu uslubid da’wah wat-tarbiyah) Kajian sirah juga dapat memperkaya pemahaman dan pengetahuan tentang metodologi pembinaan dan dakwah yang sangat berguna bagi para dai. Rasulullah saw. dalam hidupnya telah berhasil mengarahkan manusia memperoleh kejayaan dengan metode yang beragam yang dapat dipakai dalam rumusan dakwah dan tarbiyah. Mengetahui peradaban umat Islam masa lalu (ma’rifatul hadharatil islamiyatil madliyah) Sirah nabawiyah juga dapat menambah khazanah tsaqafah Islamiyah tentang peradaban masa lalu kaum muslimin dalam berbagai aspek. Sebagai gambaran konkret dari sejumlah prinsip dasar Islam yang pernah dialami generasi masa lalu. “Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma’ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah. sekiranya ahli Kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka, di antara mereka ada yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik.” (Ali Imran: 110). Menambah keimanan dan komitmen pada ajaran Islam (tazwidul iman wal intima’i lil islam) Sebagai salah satu ilmu Islam, diharapkan kajian sirah ini dapat menambah kualitas iman. Dengan mempelajari secara intens perjalanan hidup Rasulullah, diharapkan keyakinan dan komitmen akan nilai-nilai islam orang-orang yang mempelajarinya semakin kuat. Bahkan, mereka mau mengikuti jejak dakwah Rasulullah saw. Yang paling penting dalam memahami sirah nabawiyah adalah upaya untuk merebut kembali model kepemimpinan umat yang hilang. Kepemimpinan yang dapat memberdayakan umat dan untuk kemajuan mereka. Nabi Musa a.s. membangkitkan kaumnya atas kelesuan berbuat bagi kemajuan bangsa dan negerinya. Sehingga beliau mengingatkan kaumnya atas anugerah nikmat yang diberikan Allah swt. pada mereka tentang tiga model kepemimpinan umat yang pernah ada pada sejarah mereka. Dan (Ingatlah) ketika Musa Berkata kepada kaumnya: “Hai kaumku, ingatlah nikmat Allah atasmu ketika dia mengangkat nabi-nabi di antaramu, dan dijadikan-Nya kamu orang-orang merdeka, dan diberikan-Nya kepadamu apa yang belum pernah diberikan-Nya kepada seorang pun di antara umat-umat yang lain.” (Al-Maa-idah: 20). Jadi, nilai utama yang hendak dibangun kembali dengan kajian sirah nabawiyah adalah semangat berbuat untuk kemajuan bangsa dan umat meraih harga
Help Palestine [hidayahnet] Status Keislaman Palestina
http://www.dakwatuna.com Sejarah Palestina dan Rakyatnya (Bag ke-3): Status Keislaman Palestina Oleh: Tim dakwatuna.com dakwatuna.com – Tanah Palestina memiliki status yang cukup istimewa dalam persepsi Islam, status yang membuatnya menjadi pusat perhatian kaum muslimin dan menjadi tambatan hati mereka. Berikut kami isyaratkan beberapa point yang menjadikan Palestina memiliki status istimewa dalam Islam. 1. Di Palestina ada Masjid al Aqsha al Mubarak. Masjid al Aqsha merupakan qiblat pertama kaum muslimin dalam shalat mereka. Selain itu, al Aqsha dianggap sebagai masjid ketiga baik status maupun kedudukanya setelah masjidil Haram dan masjid Nabawi. Disunnahkan untuk pergi dan mengunjunginya, shalat di dalamnya dilipatgandakan sampai 500 kali shalat di masjid lain. Dari Abu Hurairahradhiyallahu ‘anhu, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Tidak boleh memaksakan perjalanan kecuali pergi ke tiga masjid: al Masjidil Haram, masjid saya ini (masjid Nabawi – petj.) dan al Masjidil Aqsha.”6Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Shalat di Masjidil Haram sebanding dengan 100 ribu kali shalat, dan shalat di masjid saya sebanding dengan 1000 kali shalat, dan shalat di Baitul Maqdis (Masjidil Aqsha) sebanding dengan 500 kali shalat.”7 Diriwayatkan dari al Barra’ bin Azib radhiyallahu ‘anhu, “Bahwasanya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika pertama kali tiba di Madinah adalah mengunjungi kerabatnya (keluarga ibunya, pent) dari Anshar, bahwasanya beliau shalat menghadap ke arah Baitul Maqdis.”8 Imam Thabari dalam kita tarikhnya meriwayatkan dari Qatadah berkata, “Mereka (kaum muslimin Madinah) shalat menghadap ke arah Baitul Maqdis, sedang Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam waktu itu berada di Mekah belum hijrah. Ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam hijrah ke Madinah beliau shalat menghadap ke arah Baitul Maqdis selama 16 bulan, kemudia setelah itu kiblat berubah ke arah Ka’bah Baitul Haram.”9 Diriwayatkan dari Abu Dzar al Ghifari radhiyallahu ‘anhu berkata, saya bertanya kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang masjid yang pertama kali dibangun di atas bumi, beliau bersabda, “al Masjidul Haram.” Saya bertanya, kemudian apa lagi?, beliau menjawab, “al Masjidul Aqsha.”10 Dan dari Maimunah (hamba sahaya yang dimerdekakan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam) radhiyallahu ‘anhu berkata, wahai Rasulullah berikan fatwa kepada kami mengenai Baitul Maqdis. Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallambersabda, “Datangilah ia dan shalatlah kalian didalamnya. Sekiranya kalian tidak bisa datang dan shalat di sana maka kirimlah minyak untuk pelita-pelitanya.”11 Diriwayatkan dari Ummul Mukminin Ummu Salamah radhiyallahu ‘anha, bahwasanya dia mendengar Rasulullahshallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barang siapa memulai haji atau umrah dari Masjidil Aqsha sampai ke Masjidil Haram, maka diampuni dosa-dosanya yang telah lalu dan yang akan datang,” atau dalam riwayat lain, “Dia berhak mendapatkan surga.” Kemudian beliau bersabda, “Allah merahmati orang yang berihram dari Baitul Maqdis (yakni ke Mekah).”12 Juga diriwayatkan oleh al Baihaqi dan Ibnu Hibban di dalam kitab shahihnya yang lafadznya, saya mendegar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barang siapa memulai umrah dari Masjidil Aqsha, diapuni dosany yang telah lalu dan yang akan datang.” Dikatakan, kemudian Ummu Hakim berangkat ke Baitul Maqdis dan memulai umrah dari sana. 2. Palestina adalah tanah yang diberkati Allah subhanahu wa ta’ala. Hal ini sesuai dengan apa yang ditegaskan dalam al Quran al Karim, Artinya: “Maha Suci Allah, yang telah memperjalankan hamba-Nya pada suatu malam dari Al-Masjidil Haram ke Al-Masjidil Aqsha yang telah Kami berkahi sekelilingnya agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian tanda-tanda kebesaran Kami. Sesungguhnya Dia adalah Maha Mendengar lagi Maha Melihat.”13 Allah berfirman, “Dan Kami selamatkan Ibrahim dan Luth ke sebuah negeri yang Kami telah memberkahinya untuk sekalian manusia.” 14 Ibnu Katsir berkata, maksudnya adalah negeri Syam.15 Allah berfirman, Artinya: “Dan (telah Kami tundukkan) untuk Sulaiman angin yang sangat kencang tiupannya yang berhembus dengan perintahnya ke negeri yang Kami telah memberkatinya. Dan adalah Kami Maha Mengetahui segala sesuatu.”16 Ibnu Katsir Berkata: maksudnya adalah negeri Syam.17 Allah berfirman, Artinya: “Dan kami jadikan antara mereka dan antara negeri-negeri yang Kami limpahkan berkat kepadanya, beberapa negeri yang berdekatan dan Kami tetapkan antara negeri-negeri itu (jarak-jarak) perjalanan.Berjalanlah kamu di kota-kota itu pada malam dan siang hari dengan aman.” 18 Ibnu Abbas berkata, maksud dari al qura allati barakna fiha (antara negeri-negeri yang Kami limpahkan berkat kepadanya ) adalah Baitul Maqdis.19 Berkah di sini bisa berarti secara fisik dan maknawi; berupa buah-buahan yang dihasilkan maupun kekayaan alamnya, atau kekhususan status dan kedudukannya juga
Help Palestine [hidayahnet] Hidup dan Keimanan
http://www.dakwatuna.com Hidup dan Keimanan Oleh: Samin Barkah, Lc dakwatuna.com – Dari Abdullah bin Mas’ud r.a, ia berkata bahwa Rasulullah saw. telah menceritakan kepada kami dan beliau adalah orang yang paling benar dan dibenarkan perkataannya, “Sesungguhnya sebagian kalian dikumpulkan bahan ciptaannya di rahim ibunya 40 hari dalam bentuk nuthfah. Kemudian menjadi ‘alaqah dalam masa yang sama (40 hari), kemudian menjadi mudghah dalam masa yang sama (40 hari). Kemudian Allah mengutus malaikat kepada ciptaan itu, lalu malaikat meniupkan ruh ke dalamnya dan diperintahkan untuk menuliskan empat ketetapan; Ketetapan rezki; Amal perbuatannya; Ajal usianya; Dan nasibnya di akhirat, sengsara (penghuni neraka) atau bahagia (penghuni surga). Demi Zat yang tidak ada Tuhan selain-Nya, sesungguhnya ada salah seorang dari kalian yang melakukan perbuatan penghuni surga hingga antara jarak antara dia dengan surga sejauh satu hasta, lalu catatan takdirnya yang lebih dulu telah menggariskan hingga ia melakukan perbuatan penghuni neraka dan (akhirnya) ia masuk ke dalam neraka. Dan sesungguhnya ada orang yang melakukan perbuatan penghuni neraka hingga jarak antara dia dengan neraka sejauh satu hasta, lalu catatan takdirnya yang lebih dulu telah menggariskan, hingga ia melakukan perbuatan penghuni surga dan (akhirnya) ia masuk ke dalam surga. (H.R. Bukhari dan Muslim) Bunyi hadits di atas adalah: عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بنِ مَسعُود رَضِى اللهُ عَنهُ قَالَ حَدَّثَنَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَهُوَ الصَّادِقُ الْمَصْدُوقُ إِنَّ أَحَدَكُمْ يُجْمَعُ خَلْقُهُ فِي بَطْنِ أُمِّهِ أَرْبَعِينَ يَوْمًا ثُمَّ يَكُونُ فِي ذَلِكَ عَلَقَةً مِثْلَ ذَلِكَ ثُمَّ يَكُونُ فِي ذَلِكَ مُضْغَةً مِثْلَ ذَلِكَ ثُمَّ يُرْسَلُ الْمَلَكُ فَيَنْفُخُ فِيهِ الرُّوحَ وَيُؤْمَرُ بِأَرْبَعِ كَلِمَاتٍ بِكَتْبِ رِزْقِهِ وَأَجَلِهِ وَعَمَلِهِ وَشَقِيٌّ أَوْ سَعِيدٌ فَوَالَّذِي لاَ إِلَهَ غَيْرُهُ إِنَّ أَحَدَكُمْ لَيَعْمَلُ بِعَمَلِ أَهْلِ الْجَنَّةِ حَتَّى مَا يَكُونُ بَيْنَهُ وَبَيْنَهَا إِلاَّ ذِرَاعٌ فَيَسْبِقُ عَلَيْهِ الْكِتَابُ فَيَعْمَلُ بِعَمَلِ أَهْلِ النَّارِ فَيَدْخُلُهَا وَإِنَّ أَحَدَكُمْ لَيَعْمَلُ بِعَمَلِ أَهْلِ النَّارِ حَتَّى مَا يَكُونُ بَيْنَهُ وَبَيْنَهَا إِلاَّ ذِرَاعٌ فَيَسْبِقُ عَلَيْهِ الْكِتَابُ فَيَعْمَلُ بِعَمَلِ أَهْلِ الْجَنَّةِ فَيَدْخُلُهَا (رواه البخاري ومسلم) Tentang Hadits Hadits ini adalah salah satu hadits yang disepakati keshahihannya oleh Imam hadits, Imam Bukhari dan Imam Muslim bahwa Al-A’masy telah menceritakan kepada Abu Bakar bin Abu Syaibah, Abu Mu’awiyah, Waki’, Muhammad bin Abdullah bin Numair Al-Hamdani dari Zaid bin Wahab dari Abdullah bin Mas’ud r.a. Telah diriwayatkan bahwa Muhammad bin Yazid Al-Ashfathi bermimpi bertemu Nabi saw, lalu ia bertanya, “Wahai Rasulullah, apakah riwayat Abdullah bin Mas’ud yang ia ceritakan dari Engkau bahwa ia berkata, “Rasulullah telah menceritakan kepada kami dan beliau adalah orang yang benar dan dibenarkan perkataannya, memang demikian? Rasulullah menjawab, “Demi Zat yang tidak ada Tuhan selain Dia, sungguh aku telah menceritakan hadits itu kepadanya”. Kalimat itu diulangnya tiga kali, lalu ia berdoa, “Semoga Allah mengampuni Al-A’masy sebagaimana ia menceritakan hadits ini dan semoga Allah mengampuni orang sebelum Al-A’masy yang menceritakan hadits ini dan juga orang yang menceritakan hadits ini setelah Al-A’masy. Seperti disebutkan dalam hadits bahwa sebaik-baik manusia adalah orang yang paling bermanfaat bagi manusia lainnya, maka menyampaikan hadits atau ilmu agama kepada manusia termasuk memberikan manfaat kepada orang lain. Dengan ilmu agama, orang akan mengetahui hal-hal yang ia perlukan dalam mengarungi kehidupan. Perawi memberikan penekanan dengan ungkapan وَهُوَ الصَّادِقُ الْمَصْدُوقُ (Dialah yang benar dan dibenarkan perkataannya) karena memang yang akan disampaikan atau yang akan diriwayatkan ini adalah perkara yang tidak atau belum diketahui manusia, terutama pada masa setelah masa Rasulullah saw, yaitu perihal proses penciptaan manusia. Dunia kedokteran baru-baru saja mengetahui bahwa proses penciptaan manusia terjadi sama seperti yang diceritakan oleh Rasulullah saw, 15 abad yang lalu ketika manusia atau tabib belum mengetahui pasti proses penciptaan manusia. Di Antara Pelajaran Dari Hadits Pelajaran pertama; Matan hadits ini diawali dengan penegasan parsial yang tidak menyeluruh, yaitu إِنَّ أَحَدَكُمْ (Sesungguhnya salah seorang kalian). Ungkapan ini adalah ungkapan yang sangat bijak dari Rasulullah saw, dan ungkapan yang komitmen dengan ilmu yang dimilikinya. Ungkapan ini menegaskan bahwa sebagian manusia diciptakan Allah dengan proses yang disebutkan di dalam hadits dan sebagian lainnya Allah sendiri yang menciptakannya. Proses penciptaan Adam dan Hawa tidaklah sama dengan proses penciptaan anak keturunannya. Nabi Adam diciptakan langsung oleh Allah seperti yang diceritakan di dalam Al-Qur’an surat Al-Hijr ayat 28-29: وَإِذْ قَالَ رَبُّكَ لِلْمَلاَئِكَةِ إِنِّي خَالِقٌ بَشَرًا مِنْ
Help Palestine [hidayahnet] Budaya Saling Memberi Nasehat
http://www.dakwatuna.com Budaya Saling Memberi Nasehat Oleh: Izzuddin Abdul Majid, Lc. الحمد لله الذي فتح لعباده طريق الفلاح وأرشدهم إلى ما فيه الخير و البر و التقى وأمرهم بالتناصح على الحق وجعل أمرهم شورى بينهم ليتحقق لهم الفوز والنجاة . وأشهد أن لا إله إلا الله وحده لا شريك له و أشهد أن محمدا عبده ورسوله لا نبي بعده والصلاة و السلام على محمد عَلى حَبِْيبِنا و شَفِيْعِنا مُحمَّدٍ سَيِّدِ المُرْسلين و إمامِ المهتَدين و قائِدِ المجاهدين وعلى آله وصحبه أجمعين.أما بعد،، فياأيها المسلمون أوصيكم وإياي بتقوى الله عز وجل والتَّمَسُّكِ بهذا الدِّين تَمَسُّكًا قَوِيًّا. فقال الله تعالى في كتابه الكريم، أعوذ بالله من الشيطان الرجيم “يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ “ dakwatuna.com - Ma’asyiral muslimin rahimakumullah…. Sering kita dengar dari keterangan dan penjelasan para ulama, para kiayi, ustazd, dan muballigh bahwa tugas paling penting dari para Rasul adalah menyampaikan risalah Allah swt. kepada ummat manusia. Urgensi isi risalah para rasul itu sama, yaitu “agar manusia menyembah hanya kepada Allah dan mengingkari semua bentuk sesembahan selain Allah (thaghut).” Ternyata selain tugas mulia dan suci ini, para nabi banyak disebutkan dalam Al-Qur’an sebagai pemberi nasehat. Hal ini disebabkan karena manusia tidak cukup hanya menerima risalah dakwah Islam saja. Akan tetapi juga membutuhkan pemberi nasehat dan peringatan dalam hidupnya, karena manusia adalah mahluk pelupa dan pelalai, bahkan makhluk yang banyak berbuat kesalahan. Oleh karena itu, Allah swt. menyatakan: Wal ashri, innal insaana lafii khusrin, illalladziina aamanuu wa ‘amilush-shaalihaati watawaa shaubil haqqi watawaa shaubish-shabri. “Demi masa, sesungguhnya manusia dalam keadaan merugi, kecuali orang-orang yang beriman dan beramal sholeh yang saling mengingatkan dalam kebenaran dan kesabaran.” (QS. Al-‘Asr) Semangat surat Al-Asr ini menjelaskan keharusan setiap orang untuk beriman dan beramal sholeh, jika ingin selamat baik di dunia maupun di akhirat. Bahkan iman dan amal sholeh saja ternyata masih merugi, sebelum menyempurnakannnya dengan semangat saling memberi nasehat dan bersabar dalam mempertahankan iman, meningkatkan amal shaleh, menegakkan kebenaran dalam menjalankan kehidupan ini. Ma’asyiral muslimin rahimakumullah…. Sedemikian pentingnya prinsip “saling memberi nasehat” dalam ajaran Islam, maka setiap manusia pasti membutuhkannya, siapapun, kapanpun, dan di manapun dia hidup. Layaklah kalau dikatakan bahwa “saling memberi menasihat “ adalah sebagai sebuah keniscayaan yang harus ada pada setiap muslim. Namun sangatlah disayangkan jika ada di antara kita yang menganggap sepele soal nasehat ini. Atau merasa dirinya sudah cukup, sudah pintar, sudah berpengalaman sehingga tidak lagi butuh yang namanya nasehat dari orang lain. Padahal dengan menerima nasehat dari orang lain pertanda adanya kejujuran, kerendahan hati, keterbukaan dan menunjukkan kelebihan pada orang tersebut. Kalimat “nasaha” yang artinya nasehat, makna dasarnya adalah menjahit atau menambal dari pakaian yang sobek atau berlubang. Maka orang yang menerima nasehat artinya orang tersebut siap untuk ditutupi kekeruangan, kesalahan, dan aib yang ada pada dirinya. Sedangkan orang yang tidak mau menerima nasehat menunjukkan adanya sifat kesombongan, keangkuhan, dan ketertutupan pada orang tersebut. Saking sedemikian pentingnya nasehat ini, Nabi saw. bersabda: عن أَبي رُقَيَّةَ تَمِيم بن أوس الداريِّ – رضي الله عنه – : أنَّ النَّبيّ – صلى الله عليه وسلم – ، قَالَ : (( الدِّينُ النَّصِيحةُ )) قلنا : لِمَنْ ؟ قَالَ : (( لِلهِ وَلِكِتَابِهِ وَلِرَسُولِهِ وَلأئِمَّةِ المُسْلِمِينَ وَعَامَّتِهِمْ((2)) )) رواه مسلم Dari Abi Amer atau Abi Amrah Abdullah, ia berkata, Nabi saw. bersabda, “Agama itu adalah nasehat.” Kami bertanya, “Untuk siapa, wahai Rasulullah?” Beliau menjawab, “Untuk Allah, untuk Kitab-Nya, untuk Rasul-Nya, untuk para pemimpin umat Islam dan orang-orang biasa.” (HR. Muslim) Dari hadist di atas dapat kita pahami bahwa memberi dan menerima nasehat adalah berlaku untuk manusia, siapapun dia, apapun kedudukan dan jabatannya, tanpa kecuali. Hadist di atas juga menjelaskan kepada kita bahwa agama akan tegak manakala tegak pula sendi-sendinya. Sendi-sendi itu adalah saling menasehati dan saling mengingatkan antara sesama muslim dalam keimanan kepada Allah, keimanan kepada Rasul, dan keimanan kepada Kitab-Nya. Artinya, agar kita selalu berpegang teguh pada nilai-nilai kebenaran dari Allah dan Kitab-Nya dan mentauladani sunah-sunah Rasul-Nya. Sedangkan bentuk nasehat kepada para pemimpin adalah ketaatan dan dukungan kita sebagai rakyat kepada para pemimpin Islam dalam menegakkan kebenaran, mengingatkan mereka jika lalai dan menyimpang dengan cara yang bijak dan kelembutan, meluruskan mereka jika menyimpang dan salah. Sedangkan nasehat untuk orang-orang biasa adalah dengan memberi kasih sayang kepada mereka, memperhatikan kepentingan hajat mereka, menjauhkan
Help Palestine [hidayahnet] 16 Orang di Kapal Mavi Marmara Syahid, Nasib 12 WNI Masih Belum Jelas
http://www.dakwatuna.com 16 Orang di Kapal Mavi Marmara Syahid, Nasib 12 WNI Masih Belum Jelas Oleh: Tim dakwatuna.com dakwatuna.com – Korban tewas akibat serangan Israel terhadap kapal kemanusiaan Mavi Marmara terus bertambah. IHH (Insani Yardim Fakvi), lembaga kemanusiaan Turki yang menjadi koordinator kapal bantuan, melaporkan sudah 16 korban yang syahid. “Menurut IHH, 16 orang dilaporkan telah terbunuh,” demikian kata Direktur Operasional Sahabat Al Aqsha, Amirul Iman, Senin (31/5/2010). Data yang sama juga dipublikasikan Al Jazeera. Menurut Amirul, sementara jumlah korban luka juga masih menunggu data terbaru. Data terakhir 50 orang luka-luka akibat serbuan Israel terhadap rombongan Armada Kebebasan (Freedom Flotilla). “Dan sampai sekarang kami masih belum bisa menelepon satu pun dari 12 WNI yang ikut dalam rombongan,” jelasnya. 12 WNI yang berada di kapal Mavi Marmara terdiri dari wakil tiga lembaga swadaya masyarakat KISPA, MER-C (Medical Emergency Rescue Committee), dan Sahabat Al-Aqsa. Dari 12 orang itu, juga ada lima wartawan, yaitu Aljazeera Indonesia, TV One, Hidayatullah.com, Majalah Alia, dan Sahabat Al Aqsha. Amirul meminta masyarakat Indonesia bersama-sama mendoakan keselamatan mereka. “Kita di sini usai salat Dzuhur membaca qunut nazilah dan salat gaib untuk mereka yang meninggal,” kata Amirul. Serangan terhadap kapal kemanusiaan ‘Mavi Marmara’ oleh Israel diyakini akan menyulut protes internasional. Sebabnya, banyak perwakilan organisasi dari puluhan negara bergabung dalam misi bantuan untuk Palestina itu. “Kita terkejut untuk sebuah aksi damai yang melibatkan 40 negara lebih, diserang oleh Israel. Bahkan itu masih dalam perairan internasional. Ini bisa mendorong timbulnya tuntutan dunia internasional,” ujar anggota Komisi I DPR FPKS, Al Muzammil Yusuf kepada detikcom, Senin (31/5/2010). Menurut Muzzamil, tidak hanya Israel yang akan mendapatkan tekanan. Namun Amerika Serikat, yang selama ini membela Israel juga akan mendapat tekanan dari seluruh dunia. “Ini akan menjadi tekanan serius kepada Amerika yang selama ini mendukung Israel. Saya kira akan menjadi isu internasional,” terang politisi asal Lampung ini. Muzammil mengatakan, DPR akan terus mengikuti perkembangan yang terjadi, dan dalam waktu dekat akan berkoordinasi dengan Deplu terkait nasib WNI yang ada dalam kapal tersebut. Muzammil menambahkan, peristiwa ini tidak akan menyurutkan DPR untuk terus menggalang bantuan untuk rakyat Palestina. “Akhir Juni kita akan bertemu Parlemen Mesir untuk membicarakan terkait bantauan untuk Palestina,” tegasnya. (ddt/fay/asy/dtc/hdn) http://www.dakwatuna.com/2010/16-orang-di-kapal-mavi-marmara-syahid/ Free download [Internet Explorer/Firefox]: Hidayahnet Toolbar [no virus, adware, malware etc] http://hidayahnet.ourtoolbar.com -- **Boycott Israel**Support Palestine** All views expressed herein belong to the individuals concerned and do not in any way reflect the official views of Hidayahnet unless sanctioned or approved otherwise. If your mailbox clogged with mails from Hidayahnet, you may wish to get a daily digest of emails by logging-on to http://www.yahoogroups.com to change your mail delivery settings or email the moderators at hidayahnet-ow...@yahoogroups.com with the title change to daily digest. -- Affiliates: iPerintis - eGroup untuk Saintis dan Jurutera Muslim http://groups.yahoo.com/group/iperintis/ Hidayahnet Toolbar [no virus, adware, malware etc] http://hidayahnet.ourtoolbar.com Recommended sites: Angkatan Belia Islam Malaysia : http://www.abim.org.my Jamaah Islah Malaysia : http://www.jim.org.my Palestinkini Info : http://www.palestinkini.info Partai Keadilan Sejahtera : http://pk-sejahtera.org Fiqh Siber : http://al-ahkam.net/ The Muslim Brotherhood : http://ikhwanweb.com Hidayahnet website : http://hidayahnet.multiply.com/ Yahoo! Groups Links * To visit your group on the web, go to: http://groups.yahoo.com/group/hidayahnet/ * Your email settings: Individual Email | Traditional * To change settings online go to: http://groups.yahoo.com/group/hidayahnet/join (Yahoo! ID required) * To change settings via email: hidayahnet-dig...@yahoogroups.com hidayahnet-fullfeatu...@yahoogroups.com * To unsubscribe from this group, send an email to: hidayahnet-unsubscr...@yahoogroups.com * Your use of Yahoo! Groups is subject to: http://docs.yahoo.com/info/terms/
Help Palestine [hidayahnet] Buah Tarbiyah Ailiyah
http://www.dakwatuna.com Buah Tarbiyah Ailiyah Oleh: Musyaffa Ahmad Rohim, Lc dakwatuna.com – Ya Tuhan kami, Sesungguhnya Aku Telah menempatkan sebahagian keturunanku di lembah yang tidak mempunyai tanam-tanaman di dekat rumah Engkau (Baitullah) yang dihormati, Ya Tuhan kami (yang demikian itu) agar mereka mendirikan shalat, Maka jadikanlah hati sebagian manusia cenderung kepada mereka dan beri rezkilah mereka dari buah-buahan, Mudah-mudahan mereka bersyukur. (Q.S. Ibrahim 37) Dalam sebuah perjalanan, dan saat jauh meninggalkan keluarga dalam beberapa hari, tiba-tiba seorang aktivis dakwah –begitu orang lain menyebut status dirinya- mendapatkan informasi dari rumah bahwa anak pertamanya memerlukan biaya tambahan untuk sekolah, anak kedua, ketiga, dan keempat jatuh sakit, bahkan istri dan pembantunya pun juga jatuh sakit, sehingga uang “pengaman” yang ditinggalkannya semasa ia berangkat pergi menjadi sangat jauh berkurang, sebab, ia hanya meninggalkan sejumlah uang yang sekiranya mencukupi kebutuhan normal keluarganya selama ia tinggalkan. Begitu cerita yang saya dapatkan. Saat mendengar cerita seperti ini, kontan saja saya teringat kepada kisah keluarga nabiyullâh Ibrâhîm –’alaihis-salâm- saat ia harus meninggalkan seorang istri dan putranya yang masih bayi dengan tanpa meninggalkan “pengaman” apapun, baik berupa makanan, air minum, uang belanja, keuarga besar yang bisa dimintai pertolongan saat terjepit, atau tetangga yang sangat mungkit dapat membantu meringankan beban, atau bentuk-bentuk “pengaman” lainnya. Saya membayangkan, sebagai seorang kepala keluarga yang bertanggung jawab, dan pasti sangat bertanggung jawab, nabiyullâh Ibrâhîm –’alaihis-salâm- tentulah sangat ingin meninggalkan dan membekali istri dan putra yang masih bayi itu dengan berbagai “pengaman”, akan tetapi, apa daya, semua ta’mînât (pengaman) itu memang benar-benar tidak ada. Dan sebagai seorang kepala keluarga yang saleh, dan sudah pasti ia berada pada shaf terdepan barisan orang-orang saleh (Q.S. Al-Baqarah: 130), ia merasa berat meninggalkan “seorang wanita” dan seorang bayi di sebuah lembah yang sangat panas, tiada air, tiada tanaman dan pepohonan, tiada binatang dan tiada manusia, bahasa Al-Qur’ân-nya: fî wâdin ghaira dzî zar’in, karenanya, saat ia meninggalkan “seorang wanita” dan bayi itu, ia “tidak berani” menoleh, dan “ngeloyor” begitu saja, “tanpa pamit, tanpa salam, tanpa bicara”, atau istilah arabnya: lâ salâm, walâ kalâm, sebab, bisa jadi –wallâhu a’lam- jika ia menoleh, ada kemungkinan ia menjadi tidak tega meninggalkan istri dan bayinya dalam keadaan seperti itu dan di sebuah tempat yang tidak ada sedikitpun ta’mînât (pengaman) di sana. Saya pun membayangkan, mungkinkah saya memiliki kemampuan untuk berbuat seperti itu? Tegakah saya berbuat seperti itu, sanggupkah istri saya saya sikapi seperti itu, tidakkah anak saya, pembantu saya dan orang-orang dekat saya akan menuntut hak-hak mereka saat saya pergi negloyor begitu saja? Ini bayangan saya. Akan tetapi, apa yang saya baca tentang kisah keluarga nabiyullâh Ibrâhîm –’alaihis-salâm- adalah sebuah kenyataan, realita, bukan karangan dan bukan fiksi, kisah nabiyullâh Ibrâhîm –’alaihis-salâm- adalah fakta sejarah yang dicatat dalam sebuah kitab yang lâ ya’tîhi al-bâthilu baina yadaihi walâ min khalfihi, kitab yang datang dari Allâh Rabb al-’âlamîn dan dipertegas oleh wahyu kedua, yaitu sunnah Rasulullâh –shallallâhu ‘alaihi wa sallam- Lalu, kita pun bertanya-tanya, apa rahasia yang membuat nabiyullâh Ibrâhîm –’alaihis-salâm- memiliki ketahanan seperti itu? Dan apa pula yang menjadikan istri dan bayinya juga memiliki ketahanan yang sepadan dengan yang dia miliki? http://www.dakwatuna.com/2007/keluarga-dakwah/ Free download [Internet Explorer/Firefox]: Hidayahnet Toolbar [no virus, adware, malware etc] http://hidayahnet.ourtoolbar.com -- **Boycott Israel**Support Palestine** All views expressed herein belong to the individuals concerned and do not in any way reflect the official views of Hidayahnet unless sanctioned or approved otherwise. If your mailbox clogged with mails from Hidayahnet, you may wish to get a daily digest of emails by logging-on to http://www.yahoogroups.com to change your mail delivery settings or email the moderators at hidayahnet-ow...@yahoogroups.com with the title change to daily digest. -- Affiliates: iPerintis - eGroup untuk Saintis dan Jurutera Muslim http://groups.yahoo.com/group/iperintis/ Hidayahnet Toolbar [no virus, adware, malware etc] http://hidayahnet.ourtoolbar.com Recommended sites: Angkatan Belia Islam Malaysia : http://www.abim.org.my Jamaah Islah Malaysia : http://www.jim.org.my Palestinkini Info : http://www.palestinkini.info Partai Keadilan Sejahtera :
Help Palestine [hidayahnet] Bagaimana Menyentuh Hati
http://www.dakwatuna.com Bagaimana Menyentuh Hati Oleh: Tim dakwatuna.com dakwatuna.com – Betapa senang jika kita punya banyak teman. Betapa gembira jika perkataan dan perintah kita diikuti orang lain. Ternyata kuncinya ada pada suasana qalbu kita. Sehingga Rasulullah saw. mengingatkan kita akan pentingnya menjaga hati yang bersih. Sebagaimana sabda beliau; “Ketahuilah bahwa sesunggunhynya dalam jasad itu terdapat segumpal daging, apabila ia baik maka baiklah seluruh tubuhnya dan apabila ia rusak maka rusaklah seluruh tubuhnya, ketahuilah bahwa ia adalah hati (qalbu).” (HR. Bukhari dan Muslim) Sungguh beruntung bagi siapapun wabilkhusus aktifis dakwah , yang mampu menata qolbunya menjadi hati yang baik, bening, jernih, bersih, dan selamat (صَلَحَتْ ). Sungguh berbahagia dan mengesankan bagi siapapun sekiranya memiliki qolbu yang tertata, terpelihara, dan terawat dengan sebaik-baiknya. Karena selain senantiasa merasakan kelapangan, ketenangan, ketenteraman, kesejukan, dan indahnya hidup di dunia ini, pancaran kebeningan hati pun akan tersemburat pula dari indahnya setiap aktivitas yang dilakukan (صَلَحَ الجَسَدُ كُلُهُ) . Betapa tidak, orang yang hatinya tertata dengan baik, wajahnya akan jauh lebih jernih, bagai embun menggelayut di ujung dedaunan di pagi hari yang cerah, lalu terpancari sejuknya sinar mentari pagi; jernih, bersinar, sejuk, dan menyegarkan. Tidak berlebihan jika setiap orang akan merasa nikmat menatap pemilik wajah yang cerah, ceria, penuh sungging senyuman tulus seperti ini. Begitu pula ketika berkata, kata-katanya akan bersih dari melukai, jauh dari kata-kata yang menyombongkan diri, terlebih lagi ia terpelihara dari kata-kata riya. Subhanallah!. Setiap butir kata yang keluar dari lisannya, yang telah tertata dengan baik ini, akan terasa sarat dengan hikmah, sarat dengan makna, dan sarat akan manfaat. Tutur katanya bernash dan berharga. Inilah buah dari gelegak keinginan di lubuk hatinya yang paling dalam untuk senantiasa membahagiakan orang lain. Hati yang bersih merupakan buah dari amal yang diperbuat seseorang. Bakr bin Abdullah Al-Muzanni, seorang tabi’in mengungkapan akan hal ini seperti dalam penuturannya; Jika kalian mendapati pada saudaramu kekeringan, maka segeralah bertaubat kepada Allah, karena sesungguhnya itu merupakan akibat dari dosa yang ia kerjakan. Dan apabila kalian mendapati dari mereka bertambah kasih sayang, yang demikian itu merupakan buah dari ketaatan, maka bersyukurlah kepada Allah. Orang yang bersih hati, akal pikirannya pun akan jauh lebih jernih. Baginya tidak ada waktu untuk berpikir jelek. Apalagi berpikir untuk menzhalimi orang lain, sama sekali tidak terlintas dibenaknya. Waktu baginya sangat berharga. Mana mungkin sesuatu yang berharga digunakan untuk hal-hal yang tidak berharga? Sungguh suatu kebodohan yang tidak terkira. Karenanya dalam menjalani setiap waktu yang dilaluinya ia pusatkan segala kemampuannya untuk menyelesaikan setiap tugas hidupnya. Tak berlebihan jika orang yang bersih hati seperti ini akan lebih mudah memahami setiap permasalahan, lebih mudah menyerap aneka ilmu pengetahuan, dan lebih cerdas dalam melakukan beragam kreativitas pemikiran. Bersih hati ternyata telah membuahkan aneka solusi optimal dari kemampuan akal pikirannya. Subhanallah! Kesehatan tubuh pun terpancari pula oleh kebeningan hati, buah dari kemampuannya menata qolbu. Detak jantung menjadi terpelihara, tekanan darah terjaga, ketegangan berkurang, dan kondisi diri yang senantiasa diliputi kedamaian. Tak berlebihan jika tubuh pun menjadi lebih sehat, lebih segar, dan lebih fit. Tentu saja tubuh yang sehat dan segar seperti ini akan jauh lebih memungkinkan untuk berbuat banyak kepada umat. Tarnyata hati yang bersih, sangat banyak manfaatnya. Apalagi kita sebagai aktifis dakwah. Aktifis dakwah yang telah tertata hatinya adalah aktifis yang telah berhasil merintis tapak demi tapak jalan ke arah kebaikan. Tidak mengherankan ketika ia menjalin hubungan dengan sesama manusia pun menjadi sesuatu yang teramat mengesankan. Hati yang bersih akan mampu menaklukan hati orang lain dan itulah wasilah dakwah kita sebelum kita menaklukan hati orang lain. Abbas As-sisi mengatakan Abbas: ”Menaklukan hati lebih didahulukan sebelum menaklukan akalnya.” Hati yang bersih, ibarat magnet yang dapat menarik benda-benda di sekitarnya. Akan terpancar darinya akhlak yang indah mempesona, rendah hati, dan penuh dengan kesantunan. Siapapun yang berjumpa dengannya akan merasakan kesan yang mendalam, siapapun yang bertemu dengannya akan memperoleh aneka manfaat kebaikan, bahkan ketika berpisah sekalipun, orang seperti ini menjadi buah kenangan yang tak mudah dilupakan. Dan tentunya bagi seorang aktifis dakwah, hati yang bersih merupakan modal untuk dapat menaklukan hati-hati manusia untuk diajak ke jalan yang benar yang kemudian digiring bersama-sama untuk berjuang di jalan Allah swt. Penting bagi setiap aktifis dakwah untuk mentadabburi hadits
Help Palestine [hidayahnet] Jujur Dengan Dakwah
http://www.dakwatuna.com Jujur Dengan Dakwah Oleh: Dr. Attabiq Luthfi, MA dakwatuna.com – Ash-shidq (kejujuran) merupakan “Faridhah Diniyyah” satu kewajiban agama yang berlaku dalam semua bidang kehidupan dan dalam semua keadaan. Baik dalam konteks kehidupan pribadi maupun kehidupan berjamaah. Karena kejujuran menunjukkan keikhlasan seseorang yang tertinggi dalam beramal. Bahkan kekuatan suatu ucapan atau tindakan justru ditentukan oleh kejujurannya. Ketika orang-orang munafik mengatakan tentang Rasulullah dan secara lahir ucapan itu benar “Kami bersaksi bahwa engkau (Muhammad) adalah utusan Allah”, namun Allah tetap membantah dan mencap mereka sebagai para pendusta karena kebenaran ucapan mereka hanya sebatas di lisan, tidak disertai dengan kebenaran hati. “Apabila orang-orang munafik datang kepadamu, mereka berkata: “Kami mengakui, bahwa sesungguhnya kamu benar-benar Rasul Allah.” Dan Allah mengetahui bahwa sesungguhnya kamu benar-benar Rasul-Nya; dan Allah mengetahui bahwa sesungguhnya orang-orang munafik itu benar-benar orang pendusta”. (Al-Munafiqun: 1) Demi keagungan sifat shidiq, Allah menyifati diri-Nya dengan sifat ini di dalam beberapa ayat Al-Qur’an. Seperti dalam surah Ali Imran: 95, “Katakanlah: “Benarlah (apa yang difirmankan) Allah.” Juga dalam surah An-Nisa: 122 “Dan siapakah yang lebih benar perkataannya dari pada Allah?” Dan siapakah orang yang lebih benar perkataan(nya) dari pada Allah?” (An-Nisa’: 87) dan surah Al-Ahzab: 22, “Dan benarlah Allah dan Rasul-Nya. Dan yang demikian itu tidaklah menambah kepada mereka kecuali iman dan ketundukan”. Beberapa Rasul-Nya juga dimuliakan dan dihiasi dengan sifat ini dalam dakwah mereka, seperti dalam surah Yasin: 53 Allah menjamin kebenaran dan kejujuran para Rasul dalam menyampaikan risalah-Nya, “Inilah yang dijanjikan (Tuhan) Yang Maha Pemurah dan benarlah Rasul- rasul(-Nya)”. dan Maryam: 54. “Dan ceritakanlah (hai Muhammad kepada mereka) kisah Ismail (yang tersebut) di dalam Al-Qur’an. Sesungguhnya ia adalah seorang yang benar janjinya, dan dia adalah seorang rasul dan nabi.” Bahkan sifat ini merupakan sifat dasar para pengemban dakwah. Terutama Rasulullah saw selaku uswah dalam semua sifat-sifat yang baik. Bahkan sebelum diangkat menjadi Rasul, beliau sudah dikenal di tengah-tengah masyarakatnya dengan gelar “Ash-shadiqul Amin”. Sangat jelas kepemimpinan dalam dakwah sangat menuntut keteladanan dalam kejujuran dan kebenaran dalam aktivitas dakwahnya. Begitu besar nilai shidiq dalam kehidupan seseorang. Tentunya bagi seorang dai. Bahkan jika seseorang mampu komitmen dengan sifat ini dalam apa jua keadaan dan tidak pernah meninggalkannya, maka ia akan meraih gelar shiddiq. Dan kedudukan orang-orang shiddiqin adalah di bawah kedudukan para nabi. “Dan barangsiapa yang mentaati Allah dan Rasul(-Nya), mereka itu akan bersama-sama dengan orang-orang yang dianugerahi nikmat oleh Allah, yaitu: Nabi-nabi, para shiddiqin, orang-orang yang mati syahid, dan orang-orang saleh. Dan mereka itulah teman yang sebaik-baiknya”. (An-Nisa’: 69) Diriwayatkan bahwa ketika orang-orang musyrik sepakat untuk melontarkan tuduhan keji kepada Rasulullah, tiba-tiba salah seorang yang dikenal sangat memusuhi Rasulullah yaitu An-Nadhr bin Al-Harits malah berbicara dengan lantang di hadapan mereka karena kebenaran dan kejujuran Rasulullah yang tidak bisa disangsikan lagi dan sudah menjadi buah bibir orang banyak. “Muhammad adalah seorang yang masih beliau percaya di antara kalian. Ia seorang yang paling benar ucapannya, paling besar sifat amanahnya. Jika ia dikenal demikian, apakah kalian tetap akan menuduhnya sebagai tukang sihir? Tidak, sungguh ia bukan tukang sihir”. Ternyata kejujuran justru bisa menjadi pelindung dari rekayasa dan upaya musuh menghasut kita, secara internal maupun eksternal. Sebaliknya, jika kejujuran atas komitmen dengan dakwah ini berkurang, maka akan mempermudah masuknya rekayasa eksternal atau timbulnya ekses internal yang berdampak kepada menghambat perkembangan dakwah, karena beberapa energi akan dialokasikan untuk membenahi kejujuran secara internal. Selanjutnya Al-Qur’an menetapkan bahwa sifat shidiq adalah cermin dan sifat dasar orang-orang pilihan dari hamba-hamba-Nya yang shaleh, taat dan lurus, padahal keshalehan, ketaatan dan kelurusan merupakan bagian yang dituntut dalam menegakkan dakwah. Allah menggambarkan sifat orang-orang pilihan-Nya dalam surah Az-Zumar: 33 “Dan orang yang membawa kebenaran (Muhammad) dan membenarkannya, mereka itulah orang-orang yang bertaqwa”. Juga dalam surah Al-Hasyr ayat 8 yang menggambarkan kemuliaan orang-orang Muhajirin, “dan mereka menolong Allah dan Rasul-Nya. Mereka itulah orang-orang yang benar.” Allah sendiri memerintahkan orang-orang yang beriman agar senantiasa bersikap shidiq setelah perintah-Nya agar mereka bertaqwa. Sehingga kesempurnaan ketakwaan seseorang harus senantiasa diiringi dengan kejujuran dan kebenaran. “Hai orang-orang yang beriman bertaqwalah
Help Palestine [hidayahnet] Ikhtilaf (Perbedaan Pendapat)
http://www.dakwatuna.com Ikhtilaf Oleh: Syarifuddin Mustafa, MA Makna ikhtilaf, khilaf dan ilmu khilaf dakwatuna.com – Ikhtilaf adalah jalan setiap orang yang berbeda dengan orang lain baik dari sikap dan ucapannya. Adapun khilaf cakupannya lebih umum dari sekadar berbeda, karena setiap yang berbeda pasti saling berseberangan/berselisih, sedangkan perselisihan dan perbedaan yang terjadi di antara sebagian manusia dalam ucapan mereka kadang dapat mengakibatkan pertikaian, maka di ambillah kata tersebut dengan pengertian pertikaian dan perdebatan, sebagaimana Allah SWT berfirman: (Maryam:37), (Hud:118), (Adz-Dzariyat:8), (Yunus:93) Dari sini dapat kita simpulkan bahwa kalimat Khilaf dan ikhtilaf berarti perbedaan yang mutlak dalam ucapan, pendapat, keadaan, gerakan atau sikap. Adapun yang dipahami oleh sebagian pakar ilmu khilaf adalah ilmu yang dapat menjaga dan melestarikan berbagai perkara yang telah diambil intisarinya oleh seorang imam dari para imam yang lainnya, dan menghilangkan sesuatu yang bertentangan tanpa bersandarkan pada dalil khusus, karena kalau masih bergantung pada dalil tertentu, dan mengambil dalil dengannya maka disebut mujtahid dan ahli usul fiqih. Semestinya dalam perbedaan pendapat pembahasannya bukan pada masalah dalil-dalil fiqih namun cukup berpegang pada ucapan imamnya karena adanya permasalahan-permasalahan hukum secara global sebagaimana yang diduga olehnya. Hal ini cukup baginya untuk menetapkan hukum, sebagaimana ucapan imam sebagai hujah baginya guna menghilangkan/membatalkan hukum yang bertentangan seperti yang telah dilakukan oleh imamnya. Faedah adanya perbedaan 1. Jika niatnya benar akan memberikan wawasan dan pengetahuan tentang beberapa kemungkinan yang bisa jadi tidak membutuhkan dalil dilihat dari berbagai segi dan arahnya. 2. Perbedaan pendapat dapat melatih ideologi dan akal, memberikan pencerahan dalam berpendapat dan membuka wawasan untuk mencapai berbagai kemungkinan yang diterima oleh akal. 3. Terbukanya berbagai solusi dalam menyelesaikan suatu masalah yang terjadi sehingga tercapai solusi yang tepat terhadap situasi dan kondisi, sehingga mendapatkan kemudahan dalam beragama, dimana setiap manusia pasti berinteraksi dengannya dalam kehidupan mereka. Pembagian khilaf dilihat dari motivasinya 1. khilaf yang dipenuhi dengan hawa nafsu Boleh jadi perbedaan pendapat lahir dari keinginan guna mewujudkan tujuan pribadi atau kesenangan individu. Boleh jadi juga terjadi karena dorongan dan keinginan menampakkan pemahaman, keilmuan dan wawasan. Bagian pertama merupakan khilaf yang tercela dengan berbagai bentuk dan ragamnya, karena dorongan hawa nafsu lebih dominan atas kebenaran sedangkan kebanyakan hawa nafsu jarang mendatangkan kebaikan dan merupakan bisikan setan yang dapat menjerumuskan pada kekufuran. lihat firman Allah (Al-Baqarah:87), sebagaimana hawa nafsu dapat menyimpangkan keadilan dan menjerumuskan pada kezhaliman, lihat (An-Nisa:135), karena hawa nafsu orang-orang yang sesat menjadi lebih sesat dan menyimpang, lihat (Al-An’am:56), hawa nafsu juga berseberangan dan bertolak belakang dengan ilmu, pensiun kebenaran, pengarah kerusakan dan kesesatan, lihat (Shad:26), (Al-Mu’minun:71) dan Al-An’am:116) Adapun pembagian hawa nafsu bermacam-macam sebagaimana sumbernya juga beragam, namun jika keseluruhannya tertuju dan kembali pada “Hawa nafsu dan kecintaan pribadi” maka hal tersebut akan menumbuhkan banyak kesalahan dan penyimpangan, dan manusia tidak akan terselamatkan darinya sehingga dirinya selalu dihiasi dari menyimpang pada kebenaran dan membawanya pada kesesatan sampai pada akhirnya kebenaran menjadi bathil dan ke bathil menjadi benar, na’udzubillah min dzalik. Guna mengetahui dan menyingkap pengaruh hawa nafsu terhadap ideologi ada beberapa cara yang kita ringkas dalam dua sisi: 1. Sisi luar, yaitu dengan melihat perbedaan yang terjadi selalu bertentangan dengan wahyu Allah yang termaktub dalam Al-Quran dan sunnah Rasulullah saw, dan tidak tampak dari wajah yang berbeda pendapat keinginan menampakkan kebenaran tapi justru jauh dan bertentangan dengan Kitabullah dan sunnah. Atau juga dengan melihat bahwa perbedaan yang terjadi berbenturan dengan akal sehat dan diterima oleh setiap insan, seperti ideologi yang mengajak pada menyembah kepada selain Allah, bertahkim pada selain syariat Allah, membolehkan zina, dusta atau omong kosong yang tidak mungkin hal ini terjadi kecuali bersumber dari hawa nafsu. 2. Sisi dalam diri; dengan menelitinya bahwa ideologi yang dilontarkannya merupakan hasil perenungan dan tadabbur, namun jika tidak demikian, dan dilakukan dengan serampangan, tidak memiliki ketetapan yang pasti, selalu was-was, maka dapat dipastikan hal tersebut bersumber dari hawa nafsu. 2. Khilaf yang dipenuhi kebenaran Khilaf bisa terjadi karena adanya dorongan yang benar, ilmu dan akal. Perbedaan terhadap penentang keimanan, orang-orang kafir, syirik dan munafik merupakan hal yang wajar bahkan merupakan kewajiban yang
Help Palestine [hidayahnet] Kisah Habil dan Qabil
http://www.dakwatuna.com Kisah Habil dan Qabil Oleh: Ulis Tofa, Lc dakwatuna.com – Tata Kehidupan manusia di muka bumi mulai terwujud ketika Hawa hamil dan siap menyambut kelahiran anak-anaknya. Rasulullah saw. bersabda, “Ketika Allah menurunkan Adam a.s. dari surga bersama Hawa, –ketika di surga keduanya tidak melakukan hubungan suami istri, masing-masing tidur sendiri– sehingga ketika di bumi Malaikat Jibril mendatangi Adam a.s. dan menyuruhnya untuk menggauli istrinya serta mengajarkan bagaimana caranya. Ketika Adam a.s. telah menggauli istrinya, Jibril kembali mendatangi Adam a.s. dan bertanya, “Bagaimana kamu dapati istri kamu?” Adam menjawab, “Shalihah insya Allah…” Awal bunga mekar di taman kehidupan manusia. Adam alaihis salam dan Hawa merasakan kebahagiaan dan ketentraman bersama mereka. Adam alaihis salam dan Hawa begitu mencintai dan menyayangi mereka. Keduanya berharap agar keturunannya akan memenuhi penjuru bumi, berjalan di atasnya dan memakan dari rizki yang telah Allah swt sediakan. Adam alaihis salam dan Hawa sangat menanti kelahiran anak-anaknya. Meskipun situasi dan kondisi yang mereka hadapi sangatlah berat. Terutama bagi seorang calon ibu. Namun bagi Hawa justru menguatkan rasa cinta, kasih sayang dan kelembutan. Hawa menjadi seorang ibu yang qurrata a’yun lagi penuh kehangatan. Hawa melahirkan dua kali anak kembar. Yaitu Qabil dan saudarinya serta Habil dan saudarinya. Mereka tumbuh dalam asuhan kedua orang tuanya. Kedua putranya merasakan nikmatnya kehidupan dan masa muda yang kuat. Sedangkan kedua putrinya tumbuh dengan kecenderungan kewanitaannya. Kedua putranya mulai bekerja mencari penghidupan. Qabil sebagai petani dan Habil sebagai penggembala. Syari’at Menikah Dua bersaudara mendapatkan kemudahan hidup dan ma’isyah. Keluarga ini pun diliputi rasa aman dan berkecukupan. Seiiring berjalannya waktu dan usia, keduanya memiliki dorongan kelaki-lakian yang kuat, yaitu dorongan memiliki pasangan hidup untuk mendapatkan sakinah dan ketenteraman jiwa dengan pasangannya. Hasrat jiwa keduanya begitu menggebu. Mencari jalan keluar yang mungkin diraih. Nampaklah di sini kehendak Allah swt yang menjadi rahasia semenjak azali bahwa bani Adam diuji dengan kemudahan-kemudahan, berupa harta yang melimpah, anak yang banyak, bumi subur menghijau dengan memberikan hasil-hasilnya. Sebagaimana juga takdir Allah swt berlaku, yaitu manusia bukan hanya umat yang satu, bahkan harus beragam dan banyak. Ada perbedaan pandangan dan keinginan, model dan penciptaan, bahagia dan sengsara. Maka Allah swt mewahyukan kepada bapak manusia untuk menikahkan anak mudanya secara silang. Adam alaihis salam melaksanakan perintah Allah dan menyampaikannya kepada anak-anaknya dengan harapan bahwa keputusan ini menjadi penengah bagi mereka. Menuruti Nafsu Penyebab Penyimpangan Dorongan hasrat jiwa adalah sikap ambisi dan tamak. Namun barangsiapa yang mampu mengendalikan dorongan gelora syahwatnya dan mampu menjadikan akalnya sebagai pengendali hawa nafsunya, maka ia menjadi orang yang dimuliakan Allah swt di dunia dan akhirat. Adapun siapa yang tunduk di bawah kendali syahwatnya. Akalnya bertekuk lutut dikalahkan nafsunya, maka ia termasuk kelompok orang-orang yang merugi dan tersesat jalan hidupnya, meskipun ia mengira perbuatan itu baik. Setelah Adam alaihis salam menyampaikan wahyu Tuhannya dan memutuskan pernikahan anak-anaknya, seketika itu Qabil menolak. Ia tidak menerima keputusan ayahnya, karena calon istrinya tidak secantik calon istri saudaranya. Qabil iri terhadap saudaranya. Dia masih berharap agar saudari kembarnya yang akan menjadi istrinya. Kecantikan fisik masih menjadi sumber masalah yang siap melumat jiwa manusia dan mewariskan kerusakan. Kecantikan menjadi sebab perpecahan di antara dua bersaudara. Namun Habil tetap mengingatkan saudaranya untuk mentaati ayahnya dan menerima takdirnya. Adam alaihis salam sebagai seorang ayah didera kebingungan yang hebat, tidak pernah terpikirkan sebelumnya. Dirinya terbelah dalam dua pilihan yang serba sulit. Antara cinta kepada kedua putranya, dan antara keberlangsungan persaudaraan serta keselamatan keduanya. Sampai akhirnya Allah swt memberikan jalan keluar kepada Adam alaihis salam, yaitu agar kedua putranya mempersembahkan qurban kepada Allah swt. Mana di antara keduanya yang diterima qurbannya, berarti dialah yang berhak mendapatkan keinginannnya. Habil mengurbankan unta, sedangkan Qabil mengurbankan gandum. Keduanya mengharapkan bahwa dirinyalah yang mendapatkan bagian yang lebih baik. Habil telah menunaikan bagiannya dan benar dalam prosesnya, yaitu menerima keputusan ayahnya dan ikhlas dalam menjalankan qurbannya, oleh karena itu qurbannya diterima. Sedangkan qurban saudaranya ditolak, karena ia masih belum menerima keputusan ayahnya, dan tidak mengikhlaskan niat dalam pengurbanannya. Qabil meradang karena impianya tidak tercapai. Malah hatinya dipenuhi kedengkian. Ia pun bersumpah kepada saudaranya, ”Akan
Help Palestine [hidayahnet] Mencermati Angka-Angka Dalam Dakwah Rasulullah
http://www.dakwatuna.com Mencermati Angka-Angka Dalam Dakwah Rasulullah Oleh: Musyaffa Ahmad Rohim, Lc dakwatuna.com – Ada banyak orang yang momok dengan angka-angka. Mungkin karena semenjak Sekolah Dasar, ia telah “dicekoki” dengan Matematika yang sering diplesetkan menjadi mati-matian. Mungkin juga karena angka sangat terkait dengan uang, dan ternyata, ia gampang-gampang susah didapatnya, bahkan lebih sering susah dan sulitnya. Mungkin juga keseringan menghitung angka-angka, akan tetapi tidak pernah ada wujud dan hasilnya. Dan masih banyak kemungkinan-kemungkinan yang lain. Di dalam Al-Qur’an surat Al-Anfal ayat 65-66, Allâh –subhânahu wa ta’âlâ- berfirman: 65. Hai Nabi, Kobarkanlah semangat Para mukmin untuk berperang. jika ada dua puluh orang yang sabar di antaramu, niscaya mereka akan dapat mengalahkan dua ratus orang musuh. dan jika ada seratus orang yang sabar di antaramu, niscaya mereka akan dapat mengalahkan seribu dari pada orang kafir, disebabkan orang-orang kafir itu kaum yang tidak mengerti [1]. 66. sekarang Allah telah meringankan kepadamu dan Dia telah mengetahui bahwa padamu ada kelemahan. Maka jika ada di antaramu seratus orang yang sabar, niscaya mereka akan dapat mengalahkan dua ratus orang kafir; dan jika di antaramu ada seribu orang (yang sabar), niscaya mereka akan dapat mengalahkan dua ribu orang, dengan seizin Allah. dan Allah beserta orang-orang yang sabar. Ada banyak orang yang momok dengan angka-angka. Mungkin karena semenjak Sekolah Dasar, ia telah “dicekoki” dengan Matematika yang sering diplesetkan menjadi mati-matian. Mungkin juga karena angka sangat terkait dengan uang, dan ternyata, ia gampang-gampang susah didapatnya, bahkan lebih sering susah dan sulitnya. Mungkin juga keseringan menghitung angka-angka, akan tetapi tidak pernah ada wujud dan hasilnya. Dan masih banyak kemungkinan-kemungkinan yang lain. Saat saya bersama anak-anak dan keluarga menonton VCD The Amazing Child, sebuah VCD yang mengisahkan bocah berusia 5 tahun yang telah hafal Al-Qur’ân Al-Karîm, dan bahkan mampu menjelaskan dan memahami kandungannya, saya dikejutkan oleh sebuah pertanyaan yang diajukan kepada sang bocah, yang isinya, meminta kepadanya untuk menyebutkan angka-angka di dalam Al-Qur’ân, dan dengan cekatan nan fashîh, sang bocah pun membaca ayat-ayat yang berisi penyebutan angka-angka. Kenapa saya terkejut dengan pertanyaan seperti ini? Sebab, beberapa waktu yang lalu, saya juga dikejutkan oleh “protes” atau ekspresi momok sebagian aktivis dakwah terhadap angka-angka. Dari dua kejutan ini, saya pun mencoba mencari-cari, adakah angka-angka di dalam Al-Qur’an, dan juga dalam sirah (perjalanan) hidup nabi Muhammad –shallallâhu ‘alaihi wa sallam-? Jawaban bocah dalam VCD yang saya tonton, memberi inspirasi kepada saya untuk mencoba mencermati angka-angka ini, yang di antara hasilnya adalah sebagai berikut: Al-Qur’ân Al-Karîm telah menyebutkan beraneka macam angka, mulai dari pecahan, satuan, belasan, puluhan, ratusan, ribuan dan bahkan ratusan ribu. Angka-angka pecahan yang disebutkan Al-Qur’ân adalah seperdelapan (1/8), seperenam (1/6), seperempat (1/4), dan setengah (1/2). Angka-angka satuan, belasan, puluhan, ratusan dan ribuan yang disebutkan Al-Qur’ân adalah satu (1), dua (2), tiga (3), empat (4), lima (5) enam (6), tujuh (7), delapan (8) dan sembilan (9), sepuluh (10), sebelas (11), dua belas (12), sembilan belas (19), dua puluh (20), tiga puluh (30), empat puluh (40), lima puluh (50), enam puluh (60), tujuh puluh (70), delapan puluh (80), seratus (100), dua ratus (200), tiga ratus (300), sembilan ratus lima puluh (950), seribu (1000), dua ribu (2000), tiga ribu (3000), lima ribu (5000) dan angka terbesar yang disebutkan Al-Qur’ân Al-Karîm adalah seratus ribu (100.000). Kesimpulan sementara saya setelah mendapatkan angka-angka ini: “ternyata, Al-Qur’ân Al-Karîm menyebutkan angka-angka”, karenanya, kita tidak boleh alergi atau momok dengan angka-angka. Bagaimana dengan perjalanan hidup (sîrah) Rasulullâh –shallallâhu ‘alaihi wa sallam-? Bila kita mencoba merunut (membaca secara berurutan) perjalanan hidup (sîrah) beliau –shallallâhu ‘alaihi wa sallam-, ternyata, semenjak awal, para penutur (yang menuturkan dan mengisahkan) serta penulis sîrah beliau, juga sudah akrab dengan angka-angka. Dalam kitab Al-’Ibar Fî Durûs (Khabar) Man Ghabar, dalam peristiwa tahun 17 H, Al-Hâfizh Al-Dzahabî menulis: Pada tahun tujuh belas Hijriyah (17 H) telah wafat ‘Utbah bin Ghazwân Al-Mâzinî –radhiyallâhu ‘anhu-; salah seorang yang pertama-tama masuk Islam, ada pendapat mengatakan bahwa dia adalah orang yang masuk Islam dengan nomor urut tujuh. [lihat juga Mushannaf Ibn Abî Syaibah juz 8, hal. 45, 199, 452). Dalam riwayat lain, yang menempati nomor urut ketujuh adalah Sa'ad bin Abî Waqqâsh –radhiyallâhu 'anhu- [Al-Sunan Al-Kubrâ karya Al-Baihaqi juz 1, hal. 106, lihat pula: Ma'ânî Al-Qur'ân, karya Al-Nahhâs saat menafsirkan Q.S. Al-Mâidah: 12). Riwayat lain
Help Palestine [hidayahnet] Kemana Muslimah Melangkah? (Bagian Terakhir)
http://www.dakwatuna.com Kemana Muslimah Melangkah? (Bagian Terakhir) Oleh: Sitaresmi S Soekanto dakwatuna.com – Bila Indonesia benar-benar ingin melakukan perubahan-perubahan dan pembaharuan yang mendasar dan menyeluruh, tak ada salahnya mencoba melongok agenda perubahan yang ditawarkan ulama besar Mesir Hasan Al-Bana karena begitu rinci dan akurat. Para akhwat seyogianya ikut terlibat dan berperan aktif untuk mewujudkan agenda perubahan tersebut di tengah masyarakat Indonesia. Hasan Al-Bana mengingatkan agar tidak tergiur dengan system Eropa yang seronok, syahwati tetapi membawa kepada kehancuran dan sebaliknya segera berpaling pada system Islam yang terhormat, penuh dengan nilai-nilai kebenaran, ketegaran, keberkahan dan pengendalian diri. Beliau membagi agenda perubahan dan pembaharuan tersebut dalam 3 tema besar dengan 50 butir yang melingkupi semua sektor kehidupan manusia. A. Politik, peradilan dan administrasi. 1. Menghancurkan fanatisme kelompok dan mengarahkan potensi umat Islam secara politik dalam keseragaman orientasi dan kesatuan barisan. 2. Perbaikan undang-undang sehingga sesuai dengan tuntutan syariat Islam dalam setiap cabangnya. 3. Meningkatkan kekuatan pasukan, memperbanyak kelompok pemuda untuk dilatih dan berjihad . 4. Menguatkan ikatan antar wilayah Islam terutama negeri-negeri Arab. 5. Meningkatkan semangat keislaman di kantor-kantor pemerintah sehingga seluruh pegawai merasa butuh kajian Islam. 6. Melakukan kontrol terhadap perilaku pribadi pegawai agar bisa membedakan kepentingan pribadi dan pekerjaan. 7. Menunaikan pekerjaan, tidak ditunda-tunda dan menghindari lembur. 8. Menghapus risywah (suap) dan komisi. 9. Menimbang setiap aktivitas pemerintahan dengan ajaran Islam dan jadwal kegiatan tidak berbenturan dengan waktu shalat. 10. Memasukkan dan melatih ulama untuk bekerja dalam bidang militer dan kesekretariatan. B. Sosial dan ilmu pengetahuan. 1. Membiasakan masyarakat berpegang pada etika dan kesopanan serta menindak tegas para pelanggarnya. 2. Mengatasi persoalan kaum wanita dengan solusi yang dapat menggabungkan antara peningkatan diri dan sekaligus pemeliharaan kehormatannya sesuai ajaran Islam. 3. Memberantas prostitusi dan zina harus dianggap kejahatan dan kemungkaran yang harus ditindak dan dihukum tegas. 4. Menghancurkan praktek perjudian dengan segala bentuk. 5. Memerangi minuman keras dan obat-obatan terlarang. 6. Memerangi tabarruj, pamer aurat dan mengarahkan para wanita untuk berperilaku sebagai muslimah shalihah. 7. Meninjau kembali kurikulum pendidikan kaum wanita dan melakukan pembedaan sebanyak mungkin di antara kurikulum untuk siswa dan siswi. 8. Melarang siswa dan siswi bercampur baur dalam satu kelas. 9. Memompakan semangat para pemuda untuk menikah, membangun keluarga dan mendapatkan keturunan. 10. Menutup klub-klub malam, panggung tarian maksiat dan sejenisnya. 11. Mengontrol kegiatan pentas dan peredaran film-film dan kaset-kaset (VCD). 12. Menyeleksi nyanyian-nyanyian yang berkembang di masyarakat dan menyediakan alternatif pengganti. 13. Menyeleksi produk siaran radio dan teve yang dikonsumsi masyarakat. 14. Menyita cerita-cerita dan buku-buku porno. 15. Mengatur keberadaan vila-vila agar tidak disalahgunakan. 16. Membatasi waktu buka warung-warung dan mengontrol kesibukan pengunjungnya. 17. Menggunakan warung-warung itu sebagai tempat pengajaran baca-tulis. 18. Memerangi tradisi negatif dalam perilaku ekonomi, akhlak, dan lain-lain. 19. Menjadikan aktivitas menentang hukum Allah sebagai sasaran amar ma’ruf nahi munkar. 20. Menghimpun lembaga pendidikan resmi dan masjid-masjid di kampung-kampung. 21. Menetapkan kurikulum agama sebagai materi pokok di setiap sekolah dan perguruan tinggi. 22. Mendorong kegiatan menghafal al Quran di kantor-kantor dan sekolah serta menjadi syarat kelulusan dan untuk memperoleh ijazah. 23. Menetapkan strategi pengajaran yang baku dalam rangka meningkatkan dan mendongkrak kualitas system pendidikan. Menyatukan kurikulum-kurikulum yang memiliki tujuan beragam. 24. Memberikan porsi cukup bagi mata pelajaran bahasa Arab sebagai bahasa utama. 25. Memberikan porsi perhatian kepada materi sejarah, sejarah nasional, kebangsaan dan peradaban Islam. 26. Memikirkan sarana-sarana untuk menyatukan keberagaman di masyarakat 27. Menghapuskan gaya hidup kebarat-baratan. 28. Memberikan pengarahan yang baik kepada para penerbit dan penulis. 29. Memperhatikan urusan kesehatan masyarakat. 30. Memperhatikan keadaan kampung, menyangkut hal-hal yang berkaitan dengan penertiban lingkungan, kebersihan, sanitasi serta membersihkannya dari nilai-nilai yang negatif. C. Ekonomi 1. Mengatur pengelolaan zakat baik penggalangan maupun pendistribusiannya di sektor sosial maupun kemiliteran. 2. Mengharamkan riba dan mengatur system perbankan islami. 3. Mendorong dan menggalakkan kegiatan ekonomi untuk membuka lapangan kerja dalam negeri dan melepaskan diri dari
Help Palestine [hidayahnet] Membulatkan Tekad
http://www.dakwatuna.com Membulatkan Tekad Oleh: Samin Barkah, Lc dakwatuna.com – Dari Tsauban bin Bajdad, ia berkata bahwa Rasulullah saw bersabda, “Hampir saja bangsa-bangsa berkumpul menyerang kalian sebagaimana mereka berkumpul untuk menyantap makanan di nampan. Salah seorang sahabat bertanya, “Apakah karena sedikitnya jumlah kami pada saat itu?” Beliau menjawab, “Bahkan pada saat itu jumlah kalian banyak, tetapi kalian seperti buih, buih aliran sungai. Sungguh Allah benar-benar akan mencabut rasa takut pada hati musuh kalian dan sungguh Allah benar-benar akan menghujamkan pada hati kalian rasa wahn.” Kemudian seseorang bertanya, “Wahai Rasulullah, apakah wahn itu?” Beliau menjawab, “Cinta kepada dunia dan takut mati.” (H.R. Abu Daud dan Ahmad) Tentang Hadits Hadits di atas berbunyi: Hadits ini diriwayatkan oleh Imam Abu Daud dan Imam Ahmad bin Hanbal. Hadits ini adalah hadits shahih, marfu dari Rasulullah saw. Hadits ini menggambarkan ramalan Rasulullah saw bahwa nanti pada suatu saat umat Islam akan menjadi bulan-bulanan bangsa-bangsa di dunia. Dari hadits di atas tergambar bahwa tidak ada seorang pun sahabat yang menyangkal apa yang dikatakan Rasulullah. Mereka justru menanyakan lebih lanjut perihal kondisi umat Islam yang pada suatu masa, mereka tidak lagi dipandang, tetapi menjadi obyek pelecehan dan tindak kebrutalan. Bukan karena jumlah umat Islam yang sedikit, tetapi karena pada hati mereka telah bersarang suatu penyakit, yaitu penyakit wahn. Jika dilihat dari jumlah, maka justru umat Islam adalah umat yang paling besar jumlahnya dibandingkan dengan umat-umat lain. Tetapi seperti peribaratan Rasulullah saw bahwa pada saat itu jumlah umat Islam yang banyak tidak mempunyai arti apa-apa jika mereka tidak punya bobot. Mereka seperti buih air yang tidak mempunyai arus, bahkan justru buih itu ikut ke mana arus bergerak. Penjelasan Hadits Ramalan Rasulullah saw itu telah menjadi kenyataan, terutama setelah umat Islam tidak lagi memiliki induk. Ketika umat Islam tidak memiliki kekhilafahan, karena dihancurkan oleh musuh-musuhnya melalui putra negeri Islam sendiri, Mustafa Kemal Attaturk. Kondisi umat Islam sebagai umat yang pernah memiliki peradaban dunia yang bertahan sekian abad telah hancur berkeping-keping. Kepingan peradaban dan kekuatan umat Islam itu kini tidak lagi menjadi perhitungan musuh-musuhnya, bahkan mereka kadang bisa diadu domba antara satu negeri Islam dengan negeri Islam lainnya.Runtuhnya kekhilafahan Islam bukanlah awal dari kemunduran umat Islam. Jauh sebelum itu umat Islam sudah menunjukkan kemundurannya dan puncak kemunduran umat Islam itu ditandai dengan ketidakmampuan umat ini mempertahankan eksistensi khilafah islamiyah. Penyakit itu seperti yang diisyaratkan oleh Rasulullah saw adalah penyakit wahn. Wahn adalah penyakit hati. Penyakit mental yang munculnya tidak tiba-tiba, sebagaimana juga bahwa untuk mengobati penyakit ini tidak bisa sim salabim, instan, langsung sembuh dan mentalnya berubah. Penyakit ini berawal dari perilaku para pejabat negara Islam atau dikenal dengan pejabat kalangan istana. Dalam sejarah kita bisa dapati bahwa awal tindak kezhaliman itu berawal dari pejabat istana atau pejabat negeri Islam yang kemudian menular ke bawahan. Lambat laun menjadi penyakit umat dan bangsa. Diawali dari penyakit afrad yang hanya menghinggapi beberapa oknum pejabat, kemudian ketika penyakit itu menjadi wabah, maka akhirnya mereka tidak lagi menganggap itu adalah penyakit. Orang akan bingung ketika melihat kenyataan ini, dari mana kita harus mulai mengobatinya. Penyakit yang menjadi kompleks karena sudah menjadi tradisi dan adat, bahkan mungkin sudah menjadi norma yang harus diakui dan diterima. Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri. (Ar-Ra’d: 11) Benar bahwa Allah menjanjikan bahwa umat Islam akan dimenangkan Allah atas musuh-musuhnya. Jika Allah menolong kalian, maka tidak ada yang dapat mengalahkan kalian; jika Allah membiarkan kalian (tidak memberi pertolongan), maka siapakah gerangan yang dapat menolong kamu (selain) dari Allah sesudah itu? Karena itu hendaklah kepada Allah saja orang-orang mukmin bertawakal. (Ali Imran: 160) Tetapi pertolongan Allah itu hanya Allah berikan kepada umat yang benar-benar membela agamanya. Ketika umat ini tidak lagi Allah menangkan atas musuh-musuhnya, itu karena mereka tidak sungguh-sungguh membela agama Allah sehingga musuh-musuh umat ini dicabut rasa takutnya sebagaimana kondisi saat ini. Negeri-negeri Islam sekarang menjadi santapan negara besar untuk dikuras semua isinya dan diracuni penduduknya dengan peradaban mereka. Tujuan dari serangan mereka adalah mencetak putra negeri menjadi kader yang menyebarkan peradaban mereka hingga Islam dan umatnya menjadi semakin jauh. Kemunduran umat ini adalah karena mereka cinta kepada dunia, cinta jabatan, cinta harta, cinta kedudukan dan cinta kesenangan. Mereka
Help Palestine [hidayahnet] Rahasia Iman
http://www.dakwatuna.com Rahasia Iman Oleh: Dr. Amir Faishol Fath dakwatuna.com – Dalam Al-Qur’an, Allah swt. selalu menegaskan tentang iman. Bahkan panggilan identitas hamba-hamba-Nya disebut dengan: almu’minuun, atau alladziina aamanuu. Iman secara bahasa artinya percaya. Dari percaya muncul sikap atau perbuatan. Seorang pasien yang percaya kepada dokternya, ia akan patuh ikut apa kata dokter. Ketika dokter memutuskan: ”Anda kena penyakit kanker, ia langsung percaya. Lalu ketika dokter memutuskan: Anda harus diopreasi,” Ia langsung siap berapapun harus membayar biaya. Obat-obatan dari dokter diminum sesuai dengan aturan yang ditentukan, ada yang tiga kali atau dua kali sehari dan lain sebagainya. Semua itu dipatuhi dengan sungguh-sungguh. Bahkan pantangan makanan yang dilarang oleh dokter pun dijauhi, seenak apapun makanan tersebut, ia berusaha menghindar semaksimal mungkin. Pernah seorang pasien penderita diabet, ditawarin makanan kue yang sangat enak dan lezat. Seketika ia berkata, kata pak dokter ini tidak boleh saya makan. Perhatikan sungguh tidak sedikit manusia yang sangat patuh kepada dokter, tetapi kepada Allah tidak demikian. Padahal Allah jauh lebih luas pengetahuan-Nya dari pada seorang dokter. ”Percaya” adalah kekuatan untuk patuh, seperti patuhnya seorang pasien yang sangat percaya kepada sang dokter. Percaya dalam Islam disebut iman. Iman harus berkaitan dengan yang ghaib. Sebab ia merupakan kebutuhan ruhani. Karenanya di pembukaan surah Al-Baqarah:3, Allah berfirman: ”Alladziina yu’minuuna bilghaibi (yaitu orang-orang yang beriman kepada yang ghaib).” Berdasarkan ayat ini maka iman itu harus berkaitan kepada yang ghaib. Seperti beriman kepada Allah, para malaikat dan wahyu yang turun kepada para rasul, itu semua adalah ghaib. Dan ternyata ini adalah kebutuhan fitrah manusia. Inilah makna fithrah yang Allah firmankan: ”Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama (Allah); (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui.” (30:30) Jadi pada dasar penciptaannya manusia telah dibekali iman. Dalam surah Al-A’raf: 72, Allah berfirman: “Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman): “Bukankah Aku ini Tuhanmu?” Mereka menjawab: “Betul (Engkau Tuhan kami), kami menjadi saksi”. (Kami lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan: “Sesungguhnya kami (bani Adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap ini (keesaan Tuhan).” Inilah persaksian setiap janin, ketika masih dalam rahim ibunya, ia telah dengan jujur mengakui keimanannya kepada Allah. Inilah makna hadits Nabi saw. Yang sangat terkenal: “Kullu mawluudin yuuladu ‘alal fithrah (setiap bayi yang baru lahir, ia lahir dalam keadaan fitrah (maksdunya berimana kepada Allah swt).” Sayangnya kemudian bahwa materialisme telah menyeret manusia untuk hanya menekuni kebutuhan fisiknya. Akibatnya mereka selalu sibuk dengan hal-hal yang berupa benda. Bahkan yang lebih parah mereka berusaha untuk membendakan yang ghaib. Itulah asal-muasal munculnya matahari, patung, pohon besar dan lainya dianggap sebagai tuhan. Mereka merasa kurang puas kalau tuhan yang mereka sembah tidak nampak. Padahal tabiat iman harus selalau berkaitan dengan yang ghaib. Maka selama kecendrungan materialistik tetap menguasai dan diutamakan di atas segalanya, otomatis keimanan akan terkesampingkan. Dan mereka tidak akan pernah merasakan nikmatnya iman. Dari sinilah kekeringan ruhani terjadi. Semua orang sebenarnya ingin bahagia. Tetapi banyak dari mereka yang tidak menemukan kebahagiaan itu. Ada yang mengejar kebahgiaan di balik hiburan dan kemegahan. Bahkan banyak juga yang sampai tercebur dalam dosa-dosa. Namun ternyata kebahagiaan tidak juga didapatkan. Banyak orang mengalami stress dan depressi justru di saat telah mencapai puncak keberhasilan secara keduniaan. Di sini jawabannya adalah iman. Bahwa hanya iman yang akan mengisi kekeringan ruhani mereka. Caranya patuhi Allah dengan sesungguh-sungguhnya. Bukan sekedar basa-basi atau puara-pura atau setengah hati. Bila mereka patuh kepada dokter atau bos dengan sungguh-sungguh, maka patuhlah kepada Allah di atas semua itu. Yang banyak terjadi adalah bahwa Allah sering dikesampingkan. Shalat diabaikan karena rapat dan lain sebagainya. Seharusnya seorang muslim waktunya diseting oleh shalat, bukan dia yang menseting shalat. Demikinlah Rasulullah dan sahabat-sahabatnya mencontohkan hal ini. Maka selama kepatuhan kepada Allah dianggap sampingan, iman tidak akan pernah berdaya. Dan akibatnya kebahagiaan hakiki tidak bisa dicapai. Sebaliknya ketika keimanan benar-benar menggelora, lalu dibuktikan dengan kepatuhan yang jujur dan maksimal kepada Allah, maka kebahagiaan akan tercapai. Wallahu a’lam bishshowab. Edmonton
Help Palestine [hidayahnet] Siapa Yang Melanggar?
http://www.dakwatuna.com Siapa Yang Melanggar? Oleh: Kodar Slamet, SPd dakwatuna.com – Temanku berkisah bahwa dia pernah pergi ke ibu kota San’a dengan ditemani anaknya yang masih kecil. Di tengah perjalanan dengan bekendaraan pribadi dia berhenti di pinggir jalan. Dia ingin belanja di pasar, dan tinggallah anaknya di mobil. Tiba-tiba datanglah polantas (polisi lalu lintas) yang memberitahu anak tersebut bahwa ayahnya telah melanggar peraturan jalan raya karena parkir di tempat yang dilarangan berhenti/parkir. Bertanyalah anak itu kepada polisi: “Apakah bapak sudah solat subuh berjama’ah?” Terperanjatlah bapak polisi mendengar pertanyaan yang mengagetkan itu Menjawablah polisi dengan malu-malu: “Tidak, saya tidak solat subuh berjama’ah.” Anak itu menimpalinya, ”Kalau begitu bapak yang melanggar, bukan ayah saya.” Maka polisi sadar, dan membertahukan akan bertaubat ketika itu pula, maka anak kecil ini telah menjadi sebab turunnya hidayah dan istiqamah. [sumber: Athfal Lakin Du'ah] http://www.dakwatuna.com/2009/siapa-yang-melanggar/ Free download [Internet Explorer/Firefox]: Hidayahnet Toolbar [no virus, adware, malware etc] http://hidayahnet.ourtoolbar.com -- **Boycott Israel**Support Palestine** All views expressed herein belong to the individuals concerned and do not in any way reflect the official views of Hidayahnet unless sanctioned or approved otherwise. If your mailbox clogged with mails from Hidayahnet, you may wish to get a daily digest of emails by logging-on to http://www.yahoogroups.com to change your mail delivery settings or email the moderators at hidayahnet-ow...@yahoogroups.com with the title change to daily digest. -- Affiliates: iPerintis - eGroup untuk Saintis dan Jurutera Muslim http://groups.yahoo.com/group/iperintis/ Hidayahnet Toolbar [no virus, adware, malware etc] http://hidayahnet.ourtoolbar.com Recommended sites: Angkatan Belia Islam Malaysia : http://www.abim.org.my Jamaah Islah Malaysia : http://www.jim.org.my Palestinkini Info : http://www.palestinkini.info Partai Keadilan Sejahtera : http://pk-sejahtera.org Fiqh Siber : http://al-ahkam.net/ The Muslim Brotherhood : http://ikhwanweb.com Hidayahnet website : http://hidayahnet.multiply.com/ Yahoo! Groups Links * To visit your group on the web, go to: http://groups.yahoo.com/group/hidayahnet/ * Your email settings: Individual Email | Traditional * To change settings online go to: http://groups.yahoo.com/group/hidayahnet/join (Yahoo! ID required) * To change settings via email: hidayahnet-dig...@yahoogroups.com hidayahnet-fullfeatu...@yahoogroups.com * To unsubscribe from this group, send an email to: hidayahnet-unsubscr...@yahoogroups.com * Your use of Yahoo! Groups is subject to: http://docs.yahoo.com/info/terms/
Help Palestine [hidayahnet] Untuk Siapa Kita Berjuang?
http://www.dakwatuna.com Untuk Siapa Kita Berjuang? Oleh: Iman Santoso, Lc Dari Abdullah Bin Zaid, bahwa Rasulullah saw., saat menaklukkan Hunain, membagi-bagikan ganimah (harta pampasan perang). Beliau memberi orang-orang yang hatinya sedang dijinakkan (muallafatu qulubuhum). Lalu sampai (berita) kepada beliau bahwa orang-orang Anshar pun ingin memperoleh apa yang diperoleh orang lain. Maka bangkitlah Rasulullah saw. berkhutbah seraya memuji dan menyanjung Allah lalu mengatakan, “Wahai segenap orang Anshar, bukankah dahulu aku menemukan kalian dalam keadaan tersesat lalu Allah memberi petunjuk kepada kalian dengan perantaraanku; kalian papa lalu Allah memberi kalian kecukupan dengan perantaraanku; kalian terpecah-belah lalu Allah mempersatukan kalian dengan perantaraanku?” Mereka menjawab, “Allah dan Rasul-Nyalah yang paling banyak jasanya.” (Shahih Muslim juz II: 738) Kemenangan yang diraih dalam perjuangan dapat menggoda sebagian orang untuk mengklaim –baik secara eksplisit maupun implisit– bahwa dirinyalah yang paling berjasa untuk kemenangan itu. Atau, kalaupun bukan merasa yang paling berjasa, paling tidak mengklaim bahwa dirinya berada dalam jajaran orang-orang berjasa. Dan karenanya, jama’ah dakwah diuntungkan dan berhutang jasa terhadap dirinya. Dalam perasaannya, wajar –bahkan ada yang menganggap harus– bila jam’ah dakwah memberikan kompensasi-kompensasi atas perjuangannya itu. Tampaknya perasaan semacam itu manusiawi. Buktinya hal itu pernah pula terjadi pada masyarakat Islam terbaik yakni generasi sahabat Rasulullah saw. Hadits yang tertulis di atas adalah bagian dari nasihat yang disampaikan Rasulullah saw. kepada kaum Anshar. Secara lebih lengkap, Ibnu Hisyam dalam kitab sirahnya mencatat sebagai berikut: Berawal dari cara Rasulullah saw. membagi-bagikan ganimah (harta rampasan perang) Hunain. Beliau membagi justru kepada orang-orang yang baru masuk Islam pada saat penaklukan Makkah (Fathu Makkah), yang notabene belum banyak perngorbanannya. Bahkan pada perang Hunain itu justru merekalah yang pertama lari tunggang-langgang saat mendapat gempuran awal dari musuh. Sedangkan orang-orang yang sudah sejak awal turut berjuang dan malang-melintang dalam kancah jihad, kaum Anshar, tidak mendapatkan sedikit pun dari ganimah itu. Sampai-sampai seseorang dari kalangan Anshar berkata kepada sesama mereka, “Sekarang Rasulullah saw. sudah bertemu dengan kaumnya.” Desas-desus itu akhirnya sampai kepada Rasulullah saw. Beliau kemudian meminta pimpinan mereka, Sa’ad Bin Ubadah untuk mengumpulkan seluruh kaum Anshar itu di satu tempat. Setelah berkumpul, Rasulullah saw. datang untuk menasihati mereka. “Apa desas-desus yang berkembang di tengah-tengah kalian? Apa perasaan-perasaan yang ada di hati kalian terhadapku?” kata Rasulullah membuka khutbah, setelah bertahmid dan menyanjung Allah swt. “Bukankah aku datang kepada kalian dalam keadaan kalian tersesat lalu Allah memberi kalian petunjuk? Kalian miskin lalu Allah memberi kalian kecukupan? Kalian bermusuhan lalu Allah memadukan hati kalian?” Mereka mengatakan, “Benar, Allah dan Rasul-Nyalah yang paling berjasa dan paling utama.” Rasulullah saw. melanjutkan, “Wahai kaum Anshar, mengapa kalian tidak menjawabku?” Mereka menjawab, “Ya Rasulullah, dengan apa kami menjawab engkau? Allah dan Rasul-Nyalah yang paling berjasa dan paling utama.” Rasulullah saw. mengatakan, “Demi Allah, kalau kalian mau pasti kalian mengatakan –dan kalian pasti berkata jujur dan dapat dipercaya: ‘Engkau datang kepada kami, wahai Rasulullah, dalam keadaan didustakan lalu kami mempercayai engkau. Engkau datang dalam keadaan dihinakan lalu kami membela engkau. Engkau datang kepada kami dalam keadaan terusir lalu kami melindungi engkau. Engkau datang kepada kami dalam keadaan sengsara lalu kami membantu engkau’. Wahai kaum Anshar, apakah hati kalian lebih mencintai kemilau dunia yang dengannya aku menjinakkan hati sebagian orang agar teguh dalam Islam padahal aku mengandalkan kalian pada keislaman kalian?” Dan pada akhirnya kaum Anshar menyadari kekeliruan mereka dalam memposisikan diri mereka dan memandang Rasulullah saw. Mereka menangis sejadi-jadinya hingga janggut-janggut mereka basah dengan air mata seraya mengatakan, “Kami puas dengan Rasulullah saw. sebagai bagian kami.” Rasulullah saw. mengingatkan kepada kita bahwa manakala kita mendapat hidayah Allah swt. untuk masuk dalam barisan Islam, menjadi prajurit Allah, lalu melakukan perjuangan dan pengorbanan untuk Islam, maka sesungguhnya itu bukanlah jasa kita untuk perjuangan Islam. Melainkan justru jasa dan karunia Allah kepada kita sekalian. Tanpa hidayah Allah itu kita hanya akan menjadi manusia dengan kualitas benda mati semacam kayu (khusyubum-musannadah), bahkan bagaikan binatang ternak (kal-an’am). Dan tanpa terlibat dalam perjuangan, kita hanya akan menjadi orang-orang yang tidak punya apa pun untuk menjawab pertanyaan Allah swt. saat kita menghadap-Nya: apa yang telah kau lakukan di
Help Palestine [hidayahnet] Zakat dan Pajak
http://www.dakwatuna.com Zakat dan Pajak Oleh: Tim dakwatuna.com Adakah Kewajiban Harta Selain Zakat? dakwatuna.com – Zakat adalah kewajiban periodik harta, dan wajib dikeluarkan dalam setiap kesempatan dan keadaan. Dalam kondisi biasa seorang muslim tidak diwajibkan selain zakat, kecuali dengan sukarela. 1. Dalam kondisi darurat terdapat kewajiban harta selain zakat, yang disepakati para ulama, yaitu: - Hak kedua orang tua, dalam bentuk nafkah yang mereka butuhkan pada saat anaknya kaya. - Hak kerabat, dengan perbedaan tingkat kedekatan yang mewajibkan nafkah. - Hak orang-orang yang sangat membutuhkan pakaian atau rumah tinggal. - Membantu keluarga untuk membayar diyat pembunuhan yang tidak disengaja. - Hak kaum muslimin yang sedang ditimpa bencana. 2. Masih ada hak-hak lain yang masih diperdebatkan apakah wajib atau sunnah, antara lain: - Hak tamu selama tiga hari. - Hak orang yang hendak meminjam kebutuhan rumah, bagi tetangga. 3. Sedangkan hak fakir miskin terhadap harta orang kaya secara umum sudah banyak disebutkan dalam ayat-ayat Al-Qur’an maupun Hadits. Dan bentuk masyarakat Islami yang saling melindungi tidak akan pernah terwujud tanpa hal ini. Ketika zakat sudah mengcover kebutuhan fakir miskin, maka orang-orang kaya tidak diminta yang selain zakat. Namun jika zakat belum mencukupi, maka harus diambilkan dari orang-orang kaya selain zakat untuk dapat mencukupi kebutuhan dasar fakir miskin. Sebagaimana diambil pula dari orang kaya itu kebutuhan untuk melindungi negara dari ancaman musuh jika dari zakat belum mencukupi. Semua ini hampir disepakati oleh para ulama, meskipun terdapat perbedaan di seputar maslah adakah kewajiban harta selain zakat. Perbedaan ini berpulang pada kewajiban selain zakat yang permanen, bukan yang insidental. Bolehkan Menetapkan Pajak Bersama Dengan Zakat? Bagi imam setelah bermusyawarah dengan ahlul halli wal aqdi, diperbolehkan untuk menetapkan zakat kepada kaum muslimin selain zakat, dengan dalil: a. Jaminan sosial kaum muslimin hukumnya wajib. Jika dari zakat dan pendapatan kas negara tidak cukup, maka boleh menetapkan pajak tambahan kepada orang kaya. b. Belanja negara sangat banyak, pos-pos dan sumber zakat sangat terbatas, maka bagaimana mungkin mampu menutup kebutuhan negara yang tidak masuk dalam pintu distribusi zakat? Dan bagaimana mampu menutup pos penerima zakat jika sumber zakatnya sangat kecil? c. Kewajiban yang tidak akan terlaksana kecuali dengan adanya sarana, maka menghadirkan sarana itu menjadi kewajiban pula. Dari kaidah ushul fiqih inilah Imam Al-Ghazali Asy-Syafi’i memperbolehkan imam untuk mewajibkan kepada orang kaya untuk membiayai kebutuhan seorang tentara. Demikian juga Imam Asy-Syathibiy Al-Maliki, memperbolehkan imam yang adil untuk menugaskan orang kaya membiayai tentara selain dari baitul mal. Dan para ulama lain berpendapat seperti ini. Syarat-syarat yang wajib diperhatikan dalam penetapan pajak: a. Terdapat kebutuhan riil yang tidak tercukupi oleh sumber-sumber pendanaan konvensional (zakat, bagi hasil, dan lain-lain). b. Pembagian beban pajak secara adil kepada mereka yang mampu. c. Penyaluran uang pajak untuk kemaslahatan umat, bukan kepentingan penguasa. d. Mendapat persetujuan dewan permusyawaratan atau ahlul halli wal aqdi. Karena penetapan pajak merupakan keputusan sensitif yang mengintervensi kepemilikan pribadi yang dilindungi hukum, maka tidak diperbolehkan mengambilnya kecuali karena kebutuhan syar’i yang ditetapkan oleh ahlul halli wal aqdi. Pajak yang ditetapkan dengan memenuhi syarat-syarat di atas tidak lagi masuk dalam pungutan liar dan cukai yang tercela dan diharamkan dalam beberapa hadits. Zakat dan Pajak Meskipun pajak dan zakat memiliki titik singgung yang sama, yaitu kewajiban yang mengikat, dan kekuasaan yang menekan, namun di antara keduanya terdapat perbedaan penting, yaitu: - Bahwa zakat itu adalah ibadah, dan pajak adalah kewajiban kepada negara. - Penetapan nishab dan persentase zakat ditetapkan oleh syariat, maka hukumnya tetap dan tidak berubah. Sedangkan pajak ditetapkan oleh ulil amri, maka merekalah yang menentukan dan menghapuskan. - Pajak berhubungan antara warga dan negara. Sedangkan zakat adalah hubungan manusia dengan Tuhannya. Seorang muzakki akan membayar zakatnya, meskipun tidak ada yang menagihnya. - Pajak terbatas sasarannya, hanya pada target materi; sedangkan zakat memiliki sasaran ruhiyah, akhlak, dan insaniyah (kemanusiaan). Zakat adalah ibadah yang sekaligus pungutan. Persentase Progresif antara Pajak dan Zakat Pajak dengan persentase tetap ialah yang telah ditetapkan persentasenya dengan satu ketentuan, meskipun kekayaan bertambah banyak. Sedangkan pajak progresif semakin besar presentasenya sesuai dengan pertambahan kekayaan, seperti 10% untuk ribuan pertama, 12% untuk ribuan kedua, 14% untuk ribuan ketiga, dan seterusnya. Dan yang terkenal dalam zakat adalah persentase tetap, tidak dengan persentase progresif, meskipun kekayaan
Help Palestine [hidayahnet] Bertaubatnya Si Gay
http://www.dakwatuna.com Bertaubatnya Si Gay Oleh: Yudi Rohim dakwatuna.com – Pagi itu, hari senin sekitar pukul 7.30 tapi aku lupa tanggal berapa di tahun 2005, aku tengah bersantai membaca koran pagi ketika telepon itu berdering. Sebagai seorang marboth masjid, aku harus melayani jamaah termasuk jika ada telepon. Salam menyapa, “Assalamu’alaikum”, sapaku. “Wa’alaikumsalam”, jawabnya. “Maaf mas, boleh saya datang ke Al Ghifari”, tanya si penelepon. “Oh.. tentu boleh, silakan”, jawabku. Sekitar 1 menit kemudian terdengar lagi salam sambil mengetuk pintu kamar marboth. “Assalamu’alaikum”. “Wa’alaikumussalam”. Aku keluar melihat siapa yang datang. “Maaf mas saya yang tadi nelpon”. “Hah.. cepet amat, emang tadi nelpon dari mana?”, tanyaku. “Oh dari telepon umum yang ada di depan”, jawabnya. “Lho, kenapa ga datang aja langsung?”. Dulu di depan masjid memang ada telepon umum koin. “Mmm, untuk memastikan aja ada orang atau ngga”, katanya. “Oh, silakan duduk mas”. Kupersilakan ia duduk di kursi depan tempat wudhu akhwat. “Tahu dari mana telepon Al Ghifari?”, tanyaku. “Di depan kan ada tulisannya”. O iya ya pikirku. “Ada yang bisa saya Bantu?”, tanyaku. “Mmm, boleh saya cerita mas?”. “Boleh, silakan”. “Tapi mas jangan marah ya?”. “Lho kenapa saya harus marah?”, tanyaku. “Mmm, begini mas…”. Dia bercerita kepadaku panjang lebar tentang jalan hidupnya. Bermula dari aktivitasnya selama di kampung halamannya yang aktif di remaja masjid. Lalu diterimanya ia di IPB untuk kuliah. Wah, anak IPB juga rupanya dan ternyata seangkatan. Itulah yang membuat kami kian akrab. Aku fakultas MIPA, dia dari fakultas yang lain, cuma dia D3. Akhirnya dia masuk ke inti pembicaraan. Semula aku mengira ia akan meminta bantuan keuangan seperti banyak orang yang telah datang ke Al Ghifari dengan berbagai alasan. Tapi ternyata aku salah, dia malah menceritakan masalah penderitaan hidup yang dia alami selama ini. Selama di IPB ia kesulitan masalah biaya. Tapi ia adalah orang yang mandiri yang tidak mau menyulitkan orang tuanya. Maka ia berusaha mencari uang sendiri mulai dari menjual koran hingga menyemir sepatu. Sampai pada akhirnya, ia mengalah, sepertinya tidak mungkin meneruskan kuliah dan ia pun memutuskan untuk berhenti. Di tengah usahanya mencari kehidupan, ia bertemu seseorang yang baik yang ingin menawarkan pekerjaan. Langsung saja ia terima tawaran tersebut, bahkan ia ditawari tempat tinggal bersama orang tersebut di sekitar Ciapus. Awalnya ia diperlakukan dengan sangat baik. Namun beberapa hari kemudian ia merasakan hal yang aneh dalam rumah tersebut. Penghuni rumah adalah laki-laki semua, tetapi kemesraan sesama lelaki terjadi di sana. Sampai pada suatu saat ia dipaksa melakukan hal itu, sebab jika tidak ia akan dibunuh. Ya, ia diper oleh sesama lelaki. Setiap hari! Karena memang itu aktivitas penghuni jika sudah berkumpul. Mulai dari sakit yang ia rasakan, tertekan batin sampai kenikmatan dan ketagihan yang ia rasakan selama menghuni rumah tersebut selama beberapa bulan. Setelah itu, ia mangkal tiap malam di daerah Taman Topi dan depan DPRD. Biasa, mencari pelanggan. (Ternyata ada lho di Bogor, mungkin banyak). Dan itu ia lakukan selama sekitar 3 tahun lebih. Namun suatu saat, ketika ia tengah bersantai sambil nonton sinetron, ia mendapati sinetron yang katanya religius, tentang azab kepada kaum gay. Menonton sinetron itu, ia ditertawakan oleh yang lain. Namun setelah hari itu, ia merasa gelisah. Hatinya takut jika yang ia tonton itu terjadi pada dirinya. (ternyata ada juga manfaat sinetron begituan). Terlebih ia pun sudah mengidap penyakit kelamin. Ia bingung, apa yang harus ia lakukan. Akhirnya ia memutuskan harus keluar dari lingkungan itu. Ia pun kabur menuju keluarganya di daerah Cibinong. Ia bercerita hal yang sama seperti yang ia ceritakan kepadaku. Namun keluarganya tersebut malah mengusir dia dengan hinaan. “Pergi kamu, jijik saya ngeliat kamu. Pergi..pergi..”. Begitulah ia menceritakan kepadaku. Hal itu membuat dirinya kecewa dan merasa tidak berguna. Suatu saat ia ingin bunuh diri, tapi urung ia lakukan karena takut. Akhirnya ia kembali lagi ke rumah itu. Beberapa bulan kemudian dia kembali teringat sinetron itu. Dan kali ini dia memutuskan benar-benar akan pergi. Entah ke mana, yang penting pergi. Lebih baik mati dari pada hidup seperti itu. Begitulah katanya. Sampai tidak sengaja dia melewati masjid Al Ghifari. Dia berharap ada yang bisa membantu masalahnya, minimal memberikan dorongan moril buatnya. Begitulah ia bercerita kepadaku sambil menangis. Terus terang, sebenarnya aku pun merasa jijik mendengarnya, terutama ketika ia bilang ia sudah terkena penyakit kelamin. Ingin aku menjauhinya, meski tidak ingin mengusirnya. Tapi tidak tega, terlebih ketika ia bilang, “mas saya ingin tobat, saya ingin pulang, ingin bertemu ibu, ingin mencium kakinya”. Tidak terasa air mataku pun meleleh. Aku peluk dia. Entah… tiba-tiba hilang rasa jijikku. Yang aku tahu, ada orang yang membutuhkan
Help Palestine [hidayahnet] Agar Diri Dan Liqa Kita Berkah
http://www.dakwatuna.comhttp://www.dakwatuna.com/2007/agar-diri-dan-liqa-kita-berkah/ Agar Diri Dan Liqa Kita Berkah Oleh: Musyaffa Ahmad Rohim, Lc http://www.dakwatuna.com/author/musyaffa/ -- *dakwatuna.com -* Dan Dia menjadikan aku seorang yang diberkati di mana saja aku berada, dan Dia memerintahkan kepadaku (mendirikan) shalat dan (menunaikan) zakat selama aku hidup (Maryam: 31) Dalam banyak momentum, kita sering mendengar ungkapan: laisat al-’ibrah bi al-katsrah, innamâ bi al-barakah (yang penting bukan banyak, tapi berkah). Ada lagi ungkapan: al-harakah fîhâ al-barakah (keberkahan ada pada pergerakan). Saya tidak dalam konteks mengemukakan dalil atas dua ungkapan di atas. Akan tetapi, saya hanya ingin menekankan pada kosa kata barakah yang berarti keberkahan. Menurut dalil-dalil Al-Qur’ân dan Al-Hadîts, banyak sekali hal-hal yang dinyatakan memiliki keberkahan, misalnya Al-Masjid Al-Aqshâ, Allâh –subhânahu wa ta’âlâ- menyatakan bahwa sekelilingnya adalah tempat yang diberkahi oleh-Nya (Al-Isrâ’: 1). Misalnya lagi adalah Al-Qur’ân, Kitâb Allâh, ia adalah kitab yang Mubârak (diberkahi oleh Allâh –subhânahu wa ta’âlâ). (Al-An’âm: 92, 155), (Al-Anbiyâ’: 50), (Shâd: 29), bahkan bukan hanya Al-Qur’ân yang diberkahi, akan tetapi, malam waktu turunnya yang pertama kali juga merupakan lailatun mubârakatun (malam yang diberkahi oleh Allâh –subhânahu wa ta’âlâ-) (Al-Qadar: Al-Dukhân: 3), malaikat yang membawanya turun juga malaikat yang mubârak, nabi yang menerimanya juga merupakan nabi yang mubârak, umat yang menerimanya adalah ummatun mubârakatun (umat yang diberkahi), tempat turunnya juga merupakan tempat yang mubârak dan semua yang berkaitan dengannya adalah mubârak, sebab memang turun dari Dzât yang tabârak (yang keberkahannya terus bertambah dan bertambah) (Al-Furqân: 1). Lalu, adakah ayat yang secara eksplisit menjelaskan bahwa di dunia ini adalah manusia yang mubârak? Dan adakah keberkahan manusia itu dapat diupayakan, dalam arti, mungkinkan manusia “biasa” menghiasi diri dengan suatu sifat dan akhlaq tertentu, atau ia melakukan sesuatu, lalu karenanya ia menjadi manusia yang mubârak? Dan jika pertanyaan seperti ini kita bawa kepada liqâ-ât (pertemuan-pertemuan) dan ijtimâ’ât (rapat-rapat) yang manusia “modern” tidak dapat terlepas darinya, adakah di dunia ini liqâ-ât atau ijtimâ’ât yang mubârakah? Untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan seperti ini, marilah kita ikuti potongan dari sebuah surat yang ditulis oleh Ibn Al-Qayyîm kepada Alâ’ al-Dîn, seorang “saudaranya”. Ibn Al-Qayyîm menulis demikian: Dengan menyebut nama Allâh, Yang Maha Pengasih, lagi Maha Penyayang. Allâhlah Dzat tempat kita meminta Yang Diharap Keterkabulannya. Semoga Dia berbuat ihsân kepada al-akh ‘Ala’ al-Dîn di dunia dan akhirat, menjadikannya orang yang bermanfaat dan membawa keberkahan di mana pun ia berada. Sebab, keberkahan seseorang ada pada: - Pengajarannya terhadap segala macam kebajikan di mana pun ia berada, dan - Nasehat yang ia berikan kepada semua orang yang ijtimâ’ (berkumpul, rapat) dengannya. Saat menceritakan tentang nabi ‘Îsâ –’alaihi al-salâm- Allâh –subhânahu wa ta’âlâ- berfirman: “Dan Dia menjadikan aku seorang yang diberkati di mana saja aku berada”. (Maryam: 31) Nabi ‘Îsâ – ‘alaihi al-salâm- menjadi manusia yang membawa berkah adalah karena ia: 1. Menjadi guru kebajikan 2. Juru dakwah yang menyeru manusia kepada Allâh –subhânahu wa ta’âlâ- 3. Mengingatkan manusia tentang Allâh –subhânahu wa ta’âlâ- 4. Mendorong dan memotivasi manusia untuk taat kepada Allâh –subhânahu wa ta’âlâ- Inilah bagian dari keberkahan seseorang, siapa saja yang tidak memiliki hal ini, maka, ia telah kosong dari keberkahan, keberkahan eksistensi dan ijtimâ’ (berkumpul, rapat) dengannya telah dihapus, bahkan, keberkahan orang-orang yang liqâ’ (bertemu) dan ijtimâ’ (berkumpul, rapat) dengannya juga dihapuskan, sebab, ia hanyalah: 1. Membuang-buang waktu dalam kehidupan, dan 2. Merusak hati. Dan semua âfat (bencana, problem, musykilah) yang datang kepada seorang manusia, penyebabnya adalah waktu yang tersia-sia dan hati yang rusak, dan keduanya merupakan akibat dari: 1. Tersia-sianya “posisi” dia di sisi Allâh –subhânahu wa ta’âlâ-, dan 2. Turunnya tingkatan dan kedudukan dia di sisi Allâh –subhânahu wa ta’âlâ- Oleh karena inilah, sebagian masyâyikh berpesan: “Waspadalah, jangan mukhâlathah (berkumpul, bergaul) dengan seseorang yang menyebabkan waktu terbuang sia-sia dan menyebabkan hari rusak, sebab, jika waktu telah terbuang sia-sia, dan hati rusak, maka segala urusan manusia menjadi berantakan, dan ia termasuk dalam cakupan firman Allâh –subhânahu wa ta’âlâ-: “Dan janganlah kamu mengikuti orang yang hatinya telah Kami lalaikan dari mengingati Kami, serta menuruti hawa nafsunya dan adalah keadaannya itu melewati batas”. (Al-Kahfi: 28). Dan siapa saja yang mencermati keadaan manusia di bumi ini, ia akan mendapati bahwa mereka – kecuali
Help Palestine [hidayahnet] Apa Yang dimaksud Masjid Al-Aqsha?
http://www.dakwatuna.com Apa Yang dimaksud Masjid Al-Aqsha? Al-Aqsha Dalam Bahaya Oleh Syeikh Raid Shalah, Ketua Harakah Islam di wilayah Palestina 48 dakwatuna.com – Saya menemukan ketidakpahaman dan ketidaktahuan pada sebagian (besar) umat Islam tentang apa yang dimaksud dengan Masjid Al-Aqsha Al-Mubarak? berapa luasnya? dan bangunan apa saja yang ada di dalamnya? Ketidaktahuan Umat tentang hal ini sudah barang tentu merupakan sebuah fenomena yang menyedihkan. Dari banyak perjalanan yang saya lalui, apakah selama menunaikan ibadah Haji, atau keikutsertaan saya dalam konferensi-konferensi Islam, dan interaksi dengan berbagai elemen Umat baik di musim Haji maupun Umrah, saya punya kesimpulan bahwa kaum Muslimin masih memiliki pemahaman yang salah tentang Masjid Al-Aqsha. Sebagian mereka menyangka bahwa Qubah As-Shakhrah (Dome of The Rock atau masjid berkubah kuning emas) adalah Al-Aqsha. Sebagian lagi mengira, bahwa Mushalla Al-Marwani adalah bangunan tersendiri, bukan merupakan bagian dan tidak ada kaitanya sama sekali dengan Al-Aqsha Al-Mubarak. Sebagian lagi bahkan kebingungan ketika mendengar istilah “Al-Aqsha Al-Mubarak” dan istilah “Al-Aqsha Al-Qadim” (Al-Aqsha kuno). Karenanya saya pikir adalah sesuatu yang urgen dan mendesak untuk mengangkat dan menjelaskan permasalahan ini. Karena tidak bisa dianggap wajar jika seorang muslim atau seorang arab ketika dia tidak mengetahu yang mana Al-Aqsha, karena ketidaktahuan terhadap hakikat Masjid Al-Aqsha yang sesungguhnya adalah awal yang memilukan bagi hilangnya Al-Aqsha Al-Mubarak. Sebaliknya, mengetahui dan memahami dengan baik (hakikat Masjid Al-Aqsha) merupakan prasyarat mutlak demi terwujudnya kesucian, kemuliaan dan kemerdekaan Al-Aqsha Al-Mubarak, meski orang-orang kafir pasti tidak menyukainya. Karena itu, saya bertanya kepada diri saya pribadi dan kepada Kaum Muslimin, “Sebenarnya, apa yang dimaksud dengan Al-Aqsha Al-Mubarak itu?” Mujiruddin Al-Hanbali (seorang Alim yang lahir di kota Al-Quds dan merupakan keturunan dari Abdullah bin Umar bin Khathab*) dalam kitabnya An-Anas Al-Jalil (sebuah buku yang secara panjang lebar menerangkan tentang sejarah Baitul Maqdis sejak didirikannya hingga tahun 900 H/1494 M dan merupakan referensi paling lengkap tentang kehidupan ilmiah pada masa Dinasti Ayub dan Raja-raja Mamluk. **Dia katakan: “ Yang populer di kalangan masyarakat bahwa Al-Aqsha dalam konteks kiblat yaitu keseluruhan bangunan di tengah-tengah Masjid yang di dalamnya terdapat mimbar dan mihrab besar. Padahal sesungguhnya yang dimaksud Al-Aqsha adalah sebutan bagi seluruh komplek Masjid yang dibatasi oleh dinding pembatas. Maka bangunan yang terdapat di dalam masjid dan bangunan-bangunan lainnya, seperti Qubbah As-Shakhrah (Dome of The Rock), ruwaq-ruwaq (mihrab-mihrab masjid) dan bangunan-bangunan baru lainnya adalah bangunan-bangunan baru. Dan yang dimaksud dengan Al-Aqsha adalah komplek yang dibatasi oleh dinding pembatas.” Ad-Dubbagh dalam bukunya Al-Quds mengatakan, “ Al-Haram Al-Qadasi (wilayah haram yang suci) terdiri dari dua bangunan masjid; pertama, Masjid Ash-Shakhrah (atau Qubbah Ash-Shakhrah) dan Masjid Al-Aqsha, serta bangunan-bangunan apa saja yang ada disekitarnya, hingga dinding pembatas sekalipun.” Dengan dasar ini, jelaslah bagi kita bahwa semua kawasan yang ada di dalam batas dinding Al-Aqsha Al-Mubarak adalah bagian tak terpisahkan dari Al-Aqsha Al-Mubarak. Bahkan dindingnya itu sendiri merupakan bagian dari Al-Aqsha. Dalam artian, dinding dan semua pintu gerbang yang ada padanya adalah bagian tak terpisahkan dari Al-Aqsha yang diberkahi. Sebagai contoh, Dinding sebelah Barat adalah bagian tak terpisahkan dari Al-Aqsha, begitu pula dengan Tembok Al-Buraq yang merupakan bagian dari Dinding Barat tersebut adalah juga bagian tak terpisahkan dari masjid Al-Aqsha. Dan Ribath Al-Kurd yang juga bagian dari Dinding Barat, merupakan bagian tak terpisahkan dari Al-Aqsha. Demikian pula dengan semua pintu masuk yang ada di Dinding Barat tersebut seperti Pintu Barat (Bab Al-Magharibah), juga semua bangunan yang ada di Dinding Barat seperti madrasah At-Tankaziyah, semuanya bagian tak terpisahkan dari Al-Aqsha Al-Mubarak. Saya, yakin mayoritas Umat Islam belum mengetahui tentang hakikat ini. Dan adalah kewajiban bagi mereka untuk mengetahuinya. Maka bagi yang telah mengetahui hakikat-hakikat ini akan memahami betul bahwa telah terjadi pelanggaran yang nyata terhadap Al-Aqsha Al-Mubarak hingga saat ini. Seperti, Perombakan dan pengalihfungsian Tembok Al-Buraq yang merupakan bagian dari Al-Aqsha yang sekarang ini terkenal dengan sebutan “Benteng Ratapan” (sebagai bentuk penyesatan makna) adalah salah satu bentuk penistaan yang nyata dan terus-menerus terhadap Al-Aqsha Al-Mubarak. Juga penutupan Pintu Barat (yang merupakan bagian dari Al-Aqsha) yang dilakukan Israel hingga saat ini. Serta pengalihfungsian Madrasah At-Tankaziyah (yang merupakan bagian dari Al-Aqsha) menjadi barak militer Israel hingga saat ini. Semua itu merupakan
Help Palestine [hidayahnet] Keteladanan Nabi Ibrahim
http://www.dakwatuna.com Keteladanan Nabi Ibrahim Oleh: Tim dakwatuna.com dakwatuna.com – Kata uswah atau keteladanan dalam Al-Qur’an hanya ditujukan pada dua tokoh nabi yang sangat mulia, Nabi Ibrahim a.s. (Mumtahanah: 4,6) dan Nabi Muhammad saw. (Al-Ahzab: 21). Demikian juga gelar khalilullah (kekasih Allah) hanya disandang oleh kedua nabi tersebut. Begitu juga shalawat yang diajarkan Rasulullah saw. pada umatnya hanya bagi dua nabi dan keluarganya. Pilihan Allah ini sangat terkait dengan risalah yang telah dilakukan oleh keduanya dengan sangat sempurna. Sejarah dan keteladan Nabi Muhammad saw. telah banyak disampaikan. Dan pada kesempatan ini marilah kita sedikit menyingkap sejarah dan keteladanan Nabi Ibrahim a.s. dan keluarganya. “Dan (ingatlah), ketika Ibrahim diuji Tuhannya dengan beberapa kalimat (perintah dan larangan), lalu Ibrahim menunaikannya. Allah berfirman, ‘Sesungguhnya Aku akan menjadikanmu imam bagi seluruh manusia.’ Ibrahim berkata, ‘(Dan saya mohon juga) dari keturunanku.’ Allah berfirman, ‘Janji-Ku (ini) tidak mengenai orang-orang yang zalim.’” (Al-Baqarah: 124) Berkata Ibnu Abbas r.a., “Belum ada para nabi yang mendapatkan ujian dalam agama kemudian menegakkannya dengan sempurna melebihi Ibrahim as.” Ibnu Abbas banyak menyebutkan riwayat tentang ujian yang dilaksanakan Ibrahim a.s, di antaranya manasik atau ibadah haji; kebersihan, lima pada bagian kepala dan lima pada tubuh. Lima di bagian kepala yaitu mencukur rambut, berkumur, membersihkan hidung, siwak, dan membersihkan rambut. Lima pada bagian tubuh yaitu menggunting kuku, mencukur rambut bagian kemaluan, khitan, mencabut rambut ketiak, dan istinja. Dalam riwayat lain Ibnu Abbas mengatakan, ”Kalimat atau tugas yang dilaksanakan dengan sempurna yaitu meninggalkan kaumnya ketika mereka menyembah berhala, membantah keyakinan raja Namrud, bersabar ketika dilemparkan ke dalam api yang sangat panas, hijrah meninggalkan tanah airnya, menjamu tamunya dengan baik, dan bersabar ketika diperintah menyembelih putranya. Firman Allah yang berbunyi ‘faatammahunna’ mengandung makna bahwa tugas yang diperintahkan kepada Ibrahim dilaksanakan dengan segera, sempurna, dan dilakukan semuanya. Menurut Abu Ja’far Ibnu Jarir, “Yang di maksud ‘kalimat’ boleh jadi mengandung semua tugas, atau sebagiannya. Tetapi tidak boleh menetapkan sebagian (tugas) tertentu kecuali ada dalil nash atau ijma’ yang membolehkannya. Ibrahim Dan Kaumnya Ibrahim as. bin Nahur –dalam Al-Qur’an bapaknya dinamakan Aazar, tetapi yang lebih kuat bahwa Aazar adalah nama berhala yang dinisbatkan pada bapak Ibrahim, karena pekerjaannya yang senantiasa membuat berhala– adalah seorang yang mendapat karunia teramat besar dari Allah. Semenjak kecil beliau terbebas dari kemusyrikan bapak dan kaumnya. Ibrahim menjadi seorang yang hanif dan imam bagi manusia (An-Nahl: 120-121). Dan Ibrahim sangat bersemangat untuk mendakwahi bapaknya dan kaumnya agar hanya menyembah Allah saja. Ini adalah sunnah dakwah bahwa yang pertama kali harus didakwahi adalah orang tua dan keluarga, kemudian kaum dan penguasa. Menurut pendapat yang kuat, Ibrahim lahir di kota Babil (Babilonia), Irak. Penduduk kota Babil menyembah berhala. Dan bapaknya termasuk orang yang ahli dalam membuat berhala. Ibrahim membantah penyembahan mereka, bahkan berencana untuk menghancurkan berhala-berhala itu. Peristiwa ini diabadikan dalam beberapa surat, di antaranya di QS. 21: 51-70, 26: 69-82, dan 37: 83-98. Penduduk kota Babil memiliki tradisi merayakan Id setiap tahun dengan pergi keluar kota. Ibrahim diajak bapaknya untuk ikut, tetapi Ibrahim menolak dengan halus. Ia berkata, “Sesungguhnya Aku sakit.” (Ash-Shaaffat: 88-89). Dan ketika kaumnya pergi untuk merayakan Id, Ibrahim segera menuju penyembahan mereka dan menghancurkan dengan kampak yang ada di tangannya. Semua dihancurkan dan hanya disisakan satu berhala yang besar, dan kampak itu dikalungkan pada berhala itu. (Al-Anbiya’: 58) Demikianlah, Ibrahim menghinakan penyembahan kaumnya. Sebenarnya mereka sadar akan kesalahan itu. Tetapi, yang berjalan pada mereka adalah logika kekuatan melawan kekuatan logika Ibrahim. Akhirnya mereka memutuskan untuk membakar Ibrahim (Ash-Shaaffat : 97; Al-Anbiya’: 68-70). Ibrahim Dan Raja An-Namrud “Apakah kamu tidak memperhatikan orang yang mendebat Ibrahim tentang Tuhannya (Allah) karena Allah Telah memberikan kepada orang itu pemerintahan (kekuasaan). ketika Ibrahim mengatakan: ‘Tuhanku ialah yang menghidupkan dan mematikan,’ orang itu berkata: ‘Saya dapat menghidupkan dan mematikan.’ Ibrahim berkata: ‘Sesungguhnya Allah menerbitkan matahari dari timur, maka terbitkanlah dia dari barat.’ Lalu, terdiamlah orang kafir itu; dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zhalim.” Menurut ulama tafsir dan nasab, raja itu adalah Raja An-Namrud bin Kan’an, penguasa Babil. menurut As-Sudy, ”Debat ini terjadi antara Ibrahim dan Raja Namrud setelah Ibrahim selamat dari upaya pembunuhan dibakar api.” Zaid bin Aslam
Help Palestine [hidayahnet] Kemana Muslimah Melangkah? (Bagian Kedua)
http://www.dakwatuna.com Kemana Muslimah Melangkah? (Bagian Kedua) Oleh: Sitaresmi S Soekanto dakwatuna.com – Masalahnya adalah untuk saat ini dan saat mendatang apa yang bisa dilakukan muslimah? Bagaimana caranya untuk berjuang mewujudkan gagasan mulia menegakkan syariat Allah di muka bumi. Yang jelas tak mungkin berjuang seorang diri tanpa program yang matang, jelas dan terarah serta tanpa adanya amal jama’i yang terorganisir. Bukankah Allah berfirman dalam QS. 61:4 bahwa Ia menyukai orang-orang yang berjuang di jalan-Nya dalam barisan yang rapi seolah-olah menyerupai bangunan yang kokoh. Ali r.a. pun pernah berucap: “Kebenaran yang tidak tertata, terorganisir secara rapi akan mampu dikalahkan oleh kebatilan yang terorganisir dengan baik.” Shalan Qazan mengutarakan bahwa gagasan yang mulia tidak bisa secara serta merta diwujudkan begitu saja, karena sehebat apa pun sebuah gagasan jika tidak diwujudkan dalam sebuah pergerakan dan diperjuangkan oleh para pendukungnya pasti akan segera lenyap dan dilupakan orang. Keberhasilan sebuah gagasan sangat ditentukan oleh sejauh mana aktivitas, ketangguhan dan kemampuan para pendukungnya dalam merekrut massa serta kemudian membentuk sebuah pergerakan yang terdiri dari sekelompok manusia yang dikendalikan oleh suatu kepemimpinan beserta struktur organisasinya. Oleh karena itu terlihat perbedaan yang sangat mencolok antara gagasan Jamaluddin al Afghani, Muhammad Abduh, Abdurrahman Al-Kawakibi dengan gagasan Hassan Al-Banna dan Sa’id Nursi. Mereka semua sama-sama reformer yang memiliki gagasan pembaharuan, tetapi gagasan al Afghani, M. Abduh dan al Kawakibi hanya menjadi gagasan yang tak terdokumentasikan dalam sejarah. Sementara gagasan Hasan Al-Banna terus bertahan karena melembaga dalam jamaah Ikhwanul Muslimin dan Sa’id Nursi dengan jama’ah An-Nur. Sayyid Quthub dalam bukunya Hadzad Dien juga meyakini bahwa konsep hanya dapat direalisasikan bila didukung oleh sekelompok manusia yang mempercayainya secara utuh, konsisten dengannya sebatas kemampuannya dan bersungguh-sungguh mewujudkannya dalam hati dan kehidupan orang lain. Hal ini yang dilalaikan wanita pada masa lalu walau pun penyebab utama kemunduran wanita adalah penyimpangan persepsi tentang wanita itu sendiri. Wanita dibelenggu, dilecehkan dan dizhalimi tetapi tak ada yang dapat menyelamatkannya baik laki-laki maupun dirinya sendiri. Sampai akhirnya Islam membebaskan perempuan tanpa peran perempuan itu sendiri. Pembebasan itu terjadi karena Islam mendirikan bangunan pergerakan yang kuat lagi solid di atas landasan ideologis yang sangat kuat dan wanita ikut masuk ke dalam pergerakan itu sebagai mitra laki-laki. Bila pengaruh Quran dalam diri individu-individu atau skala negara melemah, maka yang terjadi akan bertambahlah belenggu yang melilit wanita. Hanya orang bodoh atau berpura-pura bodoh yang menganggap Islamlah yang membelenggu wanita sehingga muslimah harus memberikan kontribusi berarti dalam upaya memulai kembali kehidupan yang islami karena hanya dalam kondisi tersebut ia akan merasakan kemerdekaan yang hakiki. Dan agar pengaruhnya terasa lebih kuat dan hasilnya pun lebih cepat, efisien, tahan lama dan kokoh, hal itu hanya bisa direalisir melalui amal islami haraki jama’i. Banyak dalil dalam Al-Qur’an seperti 3:104, 61:4, 16:96, 9:71 serta hadits Nabi SAW. “Innama nisa’u syaqaaiqu ar rijal” (sesungguhnya wanita saudara kandung laki-laki), yang menunjukkan bahwa wanita pun memiliki hak dan kewajiban yang setara dalam perjuangan menegakkan syari’at Allah dan membangun masyarakat Qur’ani. Islam adalah agama yang merupakan rahmatan lil ‘alamin termasuk untuk wanita. Dan ketika Islam menginginkan kemerdekaan mentalitas perempuan tidak lain karena hendak membangun mentalitas pendobrak atau anashirut taghyir yang mampu membedakan antara yang hak dan yang bathil, menentang kebatilan dan berinteraksi dengan kebenaran berdasarkan tolok ukur nilai-nilai Rabbani. Islam ingin memuliakan wanita menjadi wanita aktif yang berinteraksi dengan realitas baru, berpartisipasi memeliharanya dan ikut ambil bagian dalam pengembangan Islam menuju universalitasnya. Ajaran Islam yang berkaitan dengan masalah kewanitaan ditujukan untuk mencetak wanita haraki (aktivis) yang aktif dalam pembinaan diri, keluarga, pekerjaan dan masyarakatnya. Bila ia berhasil menjadi wanita yang aktif lagi positif, wanita baru akan merasa nilai dan kedudukannya yang hakiki sebagai wanita. Sosok itulah yang insya Allah ada dalam diri muslimah. Mereka memiliki kekhasan-kekhasan yang menjadikannya istimewa, yakni: 1. Kepribadian yang khas lagi kuat. 2. Keberanian dan kepercayaan diri 3. Berpikir rasional dan sistematis, memiliki kemampuan intelektual dalam mengkritik, mengevaluasi, membangun, menantang dan memilih. 4. Kemandirian. Gerakan Islam Akan Menghasilkan Muslimah yang Tidak Gamang Dalam Melangkah Islam memang piawai dalam mencetak mentalitas muslimah, namun hal tersebut akan nampak semakin nyata bila mereka
Help Palestine [hidayahnet] Mendidik Anak Cara Nabi Ibrahim
http://www.dakwatuna.com Mendidik Anak Cara Nabi Ibrahim Oleh: Kodar Slamet, SPd dakwatuna.com – Kawinilah wanita yang kamu cintai lagi subur (banyak melahirkan) karena aku akan bangga dengan banyaknya kamu terhadap umat lainnya. [HR. Al-Hakim] Begitulah anjuran Rasulullah saw kepada umatnya untuk memiliki anak keturunan. Sehingga lahirnya anak bukan saja penantian kedua orang tuanya, tetapi suatu hal yang dinanti oleh Rasulullah saw. Dan tentu saja anak yang dinanti adalah anak yang akan menjadi umatnya Muhammad saw. Berarti, ada satu amanah yang dipikul oleh kedua orang tua, yaitu bagaimana menjadikan atau mentarbiyah anak—yang titipan Allah itu—menjadi bagian dari umat Muhammad saw. Untuk menjadi bagian dari umat Muhammad saw. harus memiliki karakteristik yang disebutkan oleh Allah swt.: Muhammad itu adalah utusan Allah dan orang-orang yang bersama dengan dia adalah keras terhadap orang-orang kafir, tetapi berkasih sayang sesama mereka. kamu lihat mereka ruku’ dan sujud mencari karunia Allah dan keridhaan-Nya, tanda-tanda mereka tampak pada muka mereka dari bekas sujud. Demikianlah sifat-sifat mereka dalam Taurat dan sifat-sifat mereka dalam Injil, yaitu seperti tanaman yang mengeluarkan tunasnya Maka tunas itu menjadikan tanaman itu Kuat lalu menjadi besarlah dia dan tegak lurus di atas pokoknya; tanaman itu menyenangkan hati penanam-penanamnya Karena Allah hendak menjengkelkan hati orang-orang kafir (dengan kekuatan orang-orang mukmin). Allah menjanjikan kepada orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal yang saleh di antara mereka ampunan dan pahala yang besar. [QS. Al-Fath, 48: 29] Jadi karakteristik umat Muhammad saw adalah: [1] keras terhadap orang Kafir, keras dalam prinsip, [2] berkasih sayang terhadap sesama umat Muhammad, [3] mendirikan shalat, [4] terdapat dampak positif dari aktivitas shalatnya, sehingga orang-orang yang lurus, yang hanif menyukainya dan tentu saja orang-orang yang turut serta mentarbiyahnya. Untuk mentarbiyah anak yang akan menjadi bagian dari Umat Muhammad saw. bisa kita mengambil dari caranya Nabi Ibrahim, yang Allah ceritakan dari isi doanya Nabi Ibrahim dalam surat Ibrahim berikut ini: Ya Tuhan kami, Sesungguhnya Aku Telah menempatkan sebahagian keturunanku di lembah yang tidak mempunyai tanam-tanaman di dekat rumah Engkau (Baitullah) yang dihormati, Ya Tuhan kami (yang demikian itu) agar mereka mendirikan shalat, Maka jadikanlah hati sebagian manusia cenderung kepada mereka dan beri rezkilah mereka dari buah-buahan, Mudah-mudahan mereka bersyukur. Ya Tuhan kami, Sesungguhnya Engkau mengetahui apa yang kami sembunyikan dan apa yang kami lahirkan; dan tidak ada sesuatupun yang tersembunyi bagi Allah, baik yang ada di bumi maupun yang ada di langit. Segala puji bagi Allah yang Telah menganugerahkan kepadaku di hari tua (ku) Ismail dan Ishaq. Sesungguhnya Tuhanku, benar-benar Maha mendengar (memperkenankan) doa. Ya Tuhanku, jadikanlah Aku dan anak cucuku orang-orang yang tetap mendirikan shalat, Ya Tuhan kami, perkenankanlah doaku. Ya Tuhan kami, beri ampunlah Aku dan kedua ibu bapaku dan sekalian orang-orang mukmin pada hari terjadinya hisab (hari kiamat)”. [Ibrahim: 37-41] Dari doanya itu kita bisa melihat bagaimana cara Nabi Ibrahim mendidik anak, keluarga dan keturunannya yang hasilnya sudah bisa kita ketahui, kedua anaknya—Ismail dan Ishaq—menjadi manusia pilihan Allah: Cara pertama mentarbiyah anak adalah mencari, membentuk biah yang shalihah. Representasi biah, lingkungan yang shalihah bagi Nabi Ibrahim Baitullah [rumah Allah], dan kalau kita adalah masjid [rumah Allah]. Maka, kita bertempat tinggal dekat dengan masjid atau anak-anak kita lebih sering ke masjid, mereka mencintai masjid. Bukankah salah satu golongan yang mendapat naungan Allah di saat tidak ada lagi naungan adalah pemuda yang hatinya cenderung kepada masjid. Kendala yang mungkin kita akan temukan adalah teladan—padahal belajar yang paling mudah itu adalah meniru—dari ayah yang berangkat kerjanya ba’da subuh yang mungkin tidak sempat ke masjid dan pulangnya sampai rumah ba’da Isya, praktis anak tidak melihat contoh shalat di masjid dari orang tuanya. Selain itu, kendala yang sering kita hadapi adalah mencari masjid yang ramah anak, para pengurus masjid dan jamaahnya terlihat kurang suka melihat anak dan khawatir terganggu kekhusu’annya, dan ini dipengaruhi oleh pengalamannya selama ini bahwa anak-anak sulit untuk tertib di masjid. Cara kedua adalah mentarbiyah anak agar mendirikan shalat. Mendirikan shalat ini merupakan karakter umat Muhammad saw sebagaimana yang uraian di atas. Nabi Ibrahim bahkan lebih khusus di ayat yang ke-40 dari surat Ibrahim berdoa agar anak keturunannya tetap mendirikan shalat. Shalat merupakan salah satu pembeda antara umat Muhammad saw dengan selainnya. Shalat merupakan sesuatu yang sangat penting, mengingat Rasulullah saw memberikan arahan tentang keharusan pembelajaran shalat kepada anak: suruhlah anak shalat pada usia 7 tahun, dan pukullah bila tidak
Help Palestine [hidayahnet] Bisnis Dengan Sistem MLM
http://www.dakwatuna.com Bisnis Dengan Sistem MLM Oleh: Tim dakwatuna.com dakwatuna.com – Semua bisnis termasuk yang menggunakan sistem MLM dalam literatur syariah Islam pada dasarnya termasuk kategori muamalah yang dibahas dalam bab Al-Muyu’ (Jual-beli). Hukum asalnya boleh. Berdasarkan kaidah fiqih (al-ashu fil asy-ya’ al-ibahah; hukum asal segala sesuatu -termasuk muamalah- adalah boleh) selama bisnis tersebut bebas dari unsur-unsur haram seperti riba (sistem bunga), gharar (tipuan), dharar (bahaya) dan jahalah (ketidakjelasan), zhulm (merugikan hak orang lain). Selain itu, barang atau jasa yang dibisniskan adalah halal. (Al-Baqarah: 29, Al-A’raf: 32, Al-An’am: 145, 151, lihat: Al-Burnu, Al-Wajiz fi Idhah Qawa’id Al-Fiqh, hal. 191, 197, Asy-Syaukani, Irsyadul Fuhul, hal. 286, As-Suyuthi, Al-Asybah wan Nadzair, hal.60)Allah swt. berfirman, “Allah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba.” (Al-Baqarah: 275), “Tolong menolonglah atas kebaikan dan takwa dan jangan tolong menolong atas dosa dan permusuhan.” (Al-Maidah: 2) Sabda Rasulullah saw, “Perdagangan itu atas dasar sama-sama ridha.” (H.R. Al-Baihaqi dan Ibnu Majah), “Umat Islam terikat dengan persyaratan yang mereka buka.”(H.R. Ahmad, Abu Daud, Hakim) Persoalan bisnis MLM yang ditanyakan hukum halal-haram maupun status syubhatnya tidak bisa dipukul rata. Tidak dapat ditentukan oleh masuk tidaknya perusahaan itu dalam keanggotaan APLI (Asosiasi Penjual Langsung Indonesia), juga tidak dapat dimonopoli oleh pengakuan sepihak sebagai perusahaan MLM Syariah atau bukan. Melainkan, tergantung sejauh mana prakteknya setelah dikaji dan dinilai sesuai syariah. Menurut catatan APLI, saat ini terdapat sekitar 200-an perusahaan yang menggunakan sistem MLM dan masing-masing memiliki karakteristik, spesifikasi, pola, sistem dan model tersendiri. Sehingga, untuk menilai satu per satu perusahaan MLM sangat sulit sekali. Sejak masuk ke Indonesia pada sekitar tahun 80-an, jaringan bisnis Penjualan Langsung (Direct Selling) MLM terus marak dan subur menjamur. Model bisnis ini pun kian berkembang setelah adanya badai krisis moneter dan ekonomi. Pemain yang terjun di dunia MLM memanfaatkan momentum dan situasi krisis untuk menawarkan solusi bisnis bagi pemain asing maupun lokal. Yang sering disebut masyarakat misalnya CNI, Amway, Avon, Tupperware, Sun Chlorella, DXN dan Propolis Gold serta yang berlabel syariah atau Islam. Meskipun sampai saat ini, Dewan Syariah Nasional – MUI baru menyiapkan sistem, mekanisme dan kriteria untuk penerbitan sertifikasi bisnis syariah termasuk MLM, yaitu seperti Ahad Net, Kamyabi-Net, Persada Network dan lain-lain. Praktek bisnis MLM banyak diminati kalangan di antaranya karena jumlah penduduk Indonesia yang sangat besar mencapai 200 juta jiwa. Bayangkan, kalau rata-rata minimal belanja per bulan Rp 10 ribu per jiwa, akan terjadi transaksi dan perputaran uang sejumlah Rp.2 trilyun per bulan. Bisnis MLM ini dalam kajian fikih kontemporer dapat ditinjau dari dua aspek: produk barang atau jasa yang dijual dan cara atau sistem penjualannya (selling/ marketing). Mengenai produk barang yang dijual, apakah halal atau haram tergantung kandungannya. Apakah terdapat sesuatu yang diharamkan Allah menurut kesepakatan (ijma’) ulama atau tidak, begitu pula jasa yang dijual. Unsur babi, khamr, bangkai, darah, perzinaan, kemaksiatan, perjudian, contohnya. Lebih mudahnya sebagian produk barang dapat dirujuk pada sertifikasi halal dari LP-POM MUI, meskipun produk yang belum disertifikasi halal juga belum tentu haram tergantung pada kandungannya. Perusahaan yang menjalankan bisnisnya dengan sistem MLM tidak hanya sekedar menjalankan penjualan produk barang. Melainkan juga, produk jasa. Yaitu, jasa marketing yang berlevel-level (bertingkat-tingkat) dengan imbalan berupa marketing fee, bonus dan sebagainya tergantung level, prestasi penjualan dan status keanggotaan distributor. Jasa perantara penjualan ini (makelar) dalam terminologi fikih disebut “Samsarah/simsar”. Maksudnya, perantara perdagangan (orang yang menjualkan barang atau mencarikan pembeli) atau perantara antara penjual dan pembeli untuk memudahkan jual beli. (Sayyid Sabiq, Fiqh As-Sunnah, vol. III/159) Kemunculan trend MLM memang sangat menguntungkan pengusaha. Terutama, pada penghematan biaya (minimizing cots) iklan, promosi dan lainnya. Di samping menguntungkan para distributor sebagai simsar (makelar/broker/mitrakerja/agen/distributor) yang ingin bekerja secara mandiri dan bebas. Pekerjaan samsarah/simsar berupa makelar, distributor, agen dan sebagainya, dalam fikih Islam termasuk akad ijarah. Yaitu, transaksi memanfaatkan jasa orang dengan imbalan. Pada dasarnya, para ulama seperti Ibnu ‘Abbas, Imam Bukhari, Ibnu Sirin, ‘Atha, Ibrahim, memandang boleh jasa ini. (Fiqh As-Sunnah, III/159). Namun, untuk sahnya pekerjaan makelar ini harus memenuhi beberapa syarat di samping persyaratan di atas. Syarat-syarat tersebut antara lain: 1. Perjanjian jelas kedua belah pihak (QS. An-Nisa: 29)
Help Palestine [hidayahnet] Iman Dan Kepekaan Sosial
http://www.dakwatuna.com Iman Dan Kepekaan Sosial Oleh: Tim dakwatuna.com Shibghah Imaniyah dakwatuna.com – Iman itu bukan hiasan bibir dan pemanis kata apalagi sekadar keyakinan hampa, tapi sebuah keyakinan yang menghujam ke dalam hati, diungkapkan dengan lisan dan dibuktikan dengan tindak nyata. Pengakuan seorang mukmin akan keimanannya yang tidak disertai dengan bukti amal shalih, bisa dikategorikan sebagai pengakuan tanpa makna dan tidak berdasar. Di sini Allah Taala menjelaskan kepada kita tentang senyawa keimanan dan amal shalih dalam surat Al-‘Ashr; “Demi masa, sesungguhnya manusia itu benar-benar berada dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasihat-menasihati agar mentaati kebenaran dan nasihat-menasihati agar tetap sabar.” (QS 103:1-3) Ayat-ayat qur’aniyah tentang hal ini banyak sekali, bahkan setiap “khithab ilahi” (panggilan Allah) yang ditujukan kepada mukminin selalu disertai dengan perintah untuk mengerjakan amal saleh yang berkaitan dengan ibadah dan larangan untuk meninggalkan hal-hal yang diharamkan Allah Taala. Iman yang menshibghah akal, hati dan jasad seorang mukmin, hingga ketika dihadapkan pada pilihan-pilihan maka pilihannya itu sudah pasti jatuh pada nilai-nilai kebenaran dan kebaikan. Ia senantiasa memutuskan sesuatu dengan haq dan menghindari hal-hal yang menjurus kepada kebatilan. Jadi seorang yang telah tershibghah imannya, ia akan menjadi cahaya bagi dirinya, keluarganya, dan masyarakatnya. Allah berfirman, “Dan apakah orang yang sudah mati, kemudian ia Kami hidupkan dan Kami berikan kepadanya cahaya yang terang, yang dengan cahaya itu dia dapat berjalan di tengah-tengah masyarakat manusia, serupa dengan orang yang keadaannya berada dalam gelap gulita yang sekali-kali tidak dapat ke luar dari padanya?…” (Al-An’am: 122) Demikianlah Allah menghidupkan manusia dengan cahaya Islam dan keilmuan. Sehingga hal itu memberikan manfaat dan kontribusi riel tidak saja bagi lingkungannya bahkan sampai pada skala ‘alamiah (internasional). Rasulullah saw menganalogikan seorang mukmin yang benar-benar memahami keislaman dan keimanannya seperti lebah. Lebah itu mempunyai sifat tidak pernah melakukan kerusakan, lihatlah ketika hinggap di dahan-dahan pepohonan atau tangkai-tangkai bunga. Lebah selalu mengkonsumsi makanan yang terbaik yaitu sari bunga. Dan menghasilkan sesuatu yang paling bermanfaat yaitu madu. Maka makhluk hidup yang berada di sekitarnya merasa aman dan nyaman. Begitulah seharusnya muslim dan mukmin, dia harus mampu menebar pesona Islam. Melukiskan tinta emas kebaikan dalam kanvas kehidupan secara individu dalam semangat kebersamaan. Semangat kebersamaan inilah yang seharusnya dimiliki setiap mukmin. Kepekaan terhadap apa saja yang sedang menimpa masyarakat harus menjadi bagian kehidupannya. Jangan puas dengan urusannya sendiri tanpa memperhatikan dan mempedulikan masyarakat sekitarnya. Interaksi Sosial Lezatnya iman apabila sudah mampu dirasakan oleh seorang mukmin dalam ruang kepribadiannya, maka akan menjelma menjadi pesona sosial yang sangat menawan. Khusyuk diri yang dimiliki seorang mukmin akan berdampak pada ‘atha ijtima’i (kontribusi sosial) dan keharmonisan sosial. Di sini, Nabi kita Muhammad saw mengajarkan kepada kita dengan tiga kalimat yang sarat dengan nilai-nilai perbaikan diri. Di saat beliau bersabda; “Bertaqwalah kamu di manapun kamu berada, ikuti keburukan itu dengan kebaikan, niscaya ia akan menghapuskannya dan berinteraksilah pada manusia dengan akhlaq yang baik.” Dan salah satu bentuk interaksi kita pada lingkungan sekitar kita adalah adanya hasasiyah (kepekaan) yang kuat terhadap permasalahan yang terjadi di dalamnya. Perhatian dan fokus kita terhadap bi-ah (lingkungan), baik yang berkaitan dengan bi-ah da’wiyah, bi-ah ijtima’iyah, bi-ah ta’limiyah yang terjadi dalam tataran keluarga maupun masyarakat adalah cerminan kuat dari keimanan kita yang telah tershibghah dengan nilai-nilai kebenaran Islam. Bagaimana Rasulullah saw melakukan hal ini dalam keluarga dan masyarakatnya. Beliau dengan gigih telah mempengaruhi pamannya, Abu Thalib untuk memeluk Islam sehingga detik-detik akhir hidup sang paman. Ia telah menyeru bani-bani Quraisy pada waktu itu seraya berkata di atas bukit Shafa: “Wahai Bani Quraisy, selamatkanlah dirimu dari api neraka, wahai Bani Ka’ab, selamatkanlah dirimu dari api neraka….., wahai Fathimah, selamatkanlah dirimu dari api neraka..” (H.R. Muslim) Begitu juga, beliau telah terlibat langsung dalam peristiwa-peristiwa besar yang terjadi pada masyarakatnya sebelum nubuwah seperti berperan aktif dalam perang fijar; peperangan yang terjadi antara Quraisy bersama Kinanah dengan Ais Qailan, Hilful Fudlul; kesepakatan untuk melindungi orang-orang yang terzhalimi dan pembangunan Ka’bah. Hasasiyah ‘Ailiyah Oleh karenanya seorang mukmin apalagi kader-kader dakwah harus terlibat aktif dalam amal-amal kebaikan yang terjadi di lingkungan keluarga maupun masyarakatnya. Baik yang bersentuhan
Help Palestine [hidayahnet] Aku Akan Menuju Surga
http://www.dakwatuna.com Aku Akan Menuju Surga Oleh: Aidil Heryana, S.Sosi dakwatuna.com – Duduknya gelisah! Sesekali wajahnya di arahkan ke langit! Beberapa hari belakangan ini pemuda dari kabilah Aslam itu selalu termenung sendirian. Agaknya dia sedang sibuk memikirkan sesuatu yang membebani hatinya. Pemuda dengan tubuh atletis, kuat, gagah, dan penuh enerjik itu belum dapat jawaban tentang pertanyaan yang selalu menggelayuti pikirannya. Tentang satu keinginan yang tidak lumrah di usianya yang terbilang masih belia. Keinginannya untuk hadir di barisan para mujahid fi sabilillah. Hanya itu! Ya…hanya itu. Di kepalanya hanya tersembul satu pertanyaan,”Adakah jalan yang lebih afdhal dan lebih mulia dari jihad fisabilillah?” Rasa-rasanya tak ada. Sebab itulah satu-satunya jalan jika memang benar-benar telah menjadi tujuan dan niat suci untuk mencari restu dan ridha Allah. “Demi Allah, inilah satu kesempatan yang sangat baik”, kata hati pemuda itu. Ya….sebab di sana, serombongan kaum muslimin sedang bersiap menuju medan jihad fisabilillah. Sebagian sudah berangkat, sebagian lagi baru datang, dan akan segera berangkat. Semuanya menampakkan wajah senang, pasrah, dan tenang dengan satu iman yang mendalam. Wajah-wajah mereka membayangkan suatu keyakinan penuh, bahwa sebelum ajal datang, berpantang mati. Maut akan datang dimanapun kita berada, yakin bahwa umur itu satu. Kapankah sampai batasnya? Hanya Allah yang Maha Tahu. Bagaimana sebab dan kejadiannya? Takdir Allahlah yang menentukan. Maut, adalah sesuatu yang tak dapat dihindari. Dia pasti datang menjemput manusia. Entah di saat sedang duduk, diam di rumah, atau mungkin ketika dalam perlindungan benteng yang kokoh, mungkin pula sedang bersembunyi di suatu tempat, di gua yang gelap, di jalan raya yang ramai, atau di medan peperangan. Bahkan bukan mustahil maut akan menjemput kala manusia sedang tidur, di atas tempat tidurnya. Semua itu hanya Allah yang berkuasa, dan berkehendak atasnya. Menunggu kedatangan maut memang masa-masa yang paling mendebarkan jiwa. Betapa tidak? Hanya sendiri ini yang dapat dibawa menghadap Penguasa yang Esa kelak. Medan juang fisabillah tersedia bagi mereka yang kuat. Penuh keberanian dan keikhlasan mencari ridho Allah semata. Mereka yang berjiwa suci di tengah-tengah tubuh yang perkasa. Angan-angan ikhlas yang disertai hati yang bersih. Memang, saat itu keberanian telah menjiwai setiap kalbu kaum muslimin. Panggilan dan dengungan untuk jihad fisabilillah merupakan harapan dan tujuan mereka. Mereka yakin di balik hiruk-pikuknya peperangan, Allah telah menjanjikan imbalan yang setimpal. Selain dengan itu dia dapat membersihkan jiwanya dari berbagai noda. Baik noda-noda aqidah, niat-niat jahat, perbuatan ataupun kekotoran muamalah yang lain. Pengorbanan mereka di medan jihad menunjukkan keluhuran budi. Semua sesuai dengan seruan Allah ’mukhlishiina lahudiini’ hanya untuk Allah semata. Pantas menjadi contoh dan teladan, bahkan sebagai mercusuar yang menerangi dunia dan isi alam semesta. Itulah renungan hati pemuda Aslam yang gagah itu. Sepenuh hati dia berkata seolah kepada diri sendiri. “Harus! Harus dan mesti aku berbuat sesuatu. Janganlah kemiskinan dan kefakiran ini menjadi hambatan dan penghalang mencapai tujuanku.” Mantap, penuh keyakinan dan semangat yang tinggi pemuda tersebut menggabungkan diri dengan pasukan kaum muslimin. Usia pemuda itu relatif masih muda, namun cara berfikir dan jiwanya cukup matang, kemauanya keras, ketangkasan dan kelincahan menjadi jaminan kegesitannya di medan juang. Namun mengapa pemuda yang begitu bersemangat itu tak dapat ikut serta dalam barisan pejuang? Sebabnya hanya satu. Dia tidak mempunyai bekal dan apapun yang dapat dipakainya berperang karena kemiskinan dan kefakirannya. Sebab pikirnya, tidak mungkin terjun ke medan jihad tanpa berbekal apapun. Tanpa senjata dia tidak mampu melakukan apapun. Bahkan dia tidak akan bisa berbuat apa-apa. Jangankan berperang, untuk menyelamatkan diri saja, tidak mampu. Inilah daftar pertanyaan panjang yang selalu menjadikan pemuda itu tak henti berpikir. Otaknya selalu disibukkan dengan satu lintasan, satu pertanyaan, bagaimana saya dapat berlaga di medan jihad? Setelah tidak juga dicapainya pemecahan, dia pergi menghadap Rasulullah saw. Diceritakan semua keadaan dan penderitaan serta keinginannya yang besar. Dia memang miskin, fakir dan menderita, namun dia tidak mengangankan apapun dari keikutsertaannya di medan perjuangan. Dikatakannya kepada Rasulullah saw, bahwa dia tidak meminta berbagai pendekatan duniawi kepada Rasulullah. Dia hanya menginginkan bagaimana caranya agar dia dapat masuk barisan pejuang fisabilillah. Mendengar hal demikian, Rasulullah bertanya, setelah dengan cermat meneliti dan memandang pemuda tersebut: “Hai pemuda, sebenarnya apa yang engkau katakan itu dan apa pula yang engkau harapkan?” “Saya ingin berjuang, ya Rasulullah!” Jawab pemuda itu. “Lalu apa yang menghalangimu untuk melakukan itu”, Tanya Rasulullah saw kemudian. “Saya
Help Palestine [hidayahnet] Rahasia Keadilan
http://www.dakwatuna.com Rahasia Keadilan Oleh: Dr. Amir Faishol Fath dakwatuna.com - Suatu hari seseorang mengusulkan kepada Umar bin Abdul Aziz, agar dibangun pagar yang tinggi demi keamanan. Umar bin Abdul Aziz menjawab: “Bangunlah keadilan kau akan merasa aman. Sebab dengan bersikap demikian, seorang pemimpin telah memberikan hak-hak rakyatnya secara benar dan proporsional. Bila rakyat mendapatkan haknya maka otomatis kejahatan tidak ada. Bila kejahatan tidak ada maka akan tercapai rasa aman.” Kisah ini mengingatkan kepada Umar bin Khatthab saat menjabat sebagai khalifah. Umar sangat terkenal dengan keadilannya. Umar pernah berkata suatu hari: ”Lain nimtunnahaar dhayya’tur ra’iyyah, wa lain nimtullail dhayya’tu nafsii (jika aku tidur di siang hari aku telah mengkhianati rakyatku, dan jika aku tidur di malam hari, aku telah mengkhianati diriku sendiri”). Umar selama manjadi khalifah tidak sempat enak tidur siang maupun malam. Setiap saat selalu bersama rakyatnya. Bukan hanya dari wilayah ke wilayah tetapi bahkan dari rumah ke rumah. Umar setiap hari membantu langsung para janda yang tidak mampu berbelanja ke pasar. Di malam hari Umar masih menyempatkan diri membantu para jumpo dengan menyediakan makan untuk mereka. Karenanya Umar merasa aman. Di mana saja ia bisa istirahat. Suatu hari Umar ditemukan tidur berbaring di bawah pohon. Pada saat itu sedang datang utusan dari kerajaan Romawi. Para utusan itu kaget ketika mereka menemukan Umar demikian sederhana. Tidak seperti yang mereka bayangkan tentang seorang raja sekaliber Umar. Salah seorang sahabat mengungkapkan Umar ketika dalam kondisi seperti itu: ”Umar, adalta fanimta (Umar, engkau telah berbuat adil, maka engkau enak tidur di mana-mana”). Benar keadilan adalah fondasi sebuah kepemimpinan. Dalam Al-Qur’an Allah memerintahkan: ”I’diluu huwa aqrabu littaqwa (berbuatlah adil sesungguhnya ia lebih dekat kepada ketakwaan”). Al-Maidah:8 Perhatikan ayat ini betapa Allah swt. memerintahkan agar kita berbuat adil. Lalu Allah memberikan alasan bahwa dengan berbuat adil seseorang akan terhantar kepada level takwa. Dari sini kita belajar bahwa tidak akan bertakwa seorang yang berlaku dzalim. Sebab para pelaku kedzaliman akan selalu bergelimang dosa dan harta haram. Maka dengan kedzalimannya seseorang akan semakin terjauhkan dari Allah. Sungguh tidak mungkin bertakwa seorang yang jauh dari Allah swt. Perlu digaris bawahi juga bahwa kata i’diluu dalam ayat tersebut berupa perintah. Dan dalam kaidah pada dasarnya perintah itu berarti wajib. Dengan demikian bertindak adil adalah kewajiban, lebih-lebih bagi seorang pemimpin. Dalam sebuah hadits Rasulullah saw. menceritakan bahwa kelak di hari Kiamat di padang mahsyar, di saat manusia di bawah terik yang tak terhingga, lebih dari itu tidak ada sedikitpun rindang seperti yang diceritakan Rasulullah saw.: ”Yawma laa dzilla illaa dzilluhu (tidak tempat berteduh sama sekali kecuali keteduhan dari Allah swt), ada sekelompok manusia pada saat itu mendapat perlindungan khusus dari Allah, di antaranya –kata Rasulullah saw- al imaamul ’aadil (pemimpin yang adil). Dari sini sudah jelas bahwa berbuat adil bagi seorang pemimpin adalah kenikmatan yang sangat menguntungkan, tidak saja di dunia melainkan lebih dari itu di akhirat. Kini bila kita perhatikan, justru kedzaliman banyak kita temukan dalam kepemimpinan umat Islam. Berbagi bukti korupsi atau kediktatoran sangat mencolok dilakukan oleh para pemimpin yang justru mengaku diri sebagi seorang muslim. Karenanya kestabilan politik selalu tidak tercapai. Sampai kapan umat ini akan terus tercekam dalam kedzaliman yang dilakukannya sendiri?. Sampai kapan Islam yang kita yakini hanya akan menjadi ibadah ritual yang mati di pojok-pojok masjid, sementara di kantor-kantor, di pasar-pasar dan bahkan di lembaga-lembaga pemerintahan tidak ada Islam?. Bukankah sudah saatnya Umat ini kembali kepada komitmen semula. Komitmen untuk menjalankan Islam secara kaaffah, seperti yang Allah firmankan: udkhuluu fissilmi kaaffah. (QS. Al baqarah : 208). Ingat bahwa nilai-nilai Islam sejak dini telah dipraktekkan di barat, sekalipun mereka tidak mau menyebut itu Islam. Dan karena itu mereka maju. Sungguh Islam adalah fitrah. Dan berislam artinya berbuat adil. Maka dengan berbuat adil seorang pemimpin akan aman, seluruh rakyat akan sejahtera dan sebuah negeri akan kokoh. Wallahu ’alam bishshawab. http://www.dakwatuna.com/2010/rahasia-keadilan/ Free download [Internet Explorer/Firefox]: Hidayahnet Toolbar [no virus, adware, malware etc] http://hidayahnet.ourtoolbar.com -- **Boycott Israel**Support Palestine** All views expressed herein belong to the individuals concerned and do not in any way reflect the official views of Hidayahnet unless sanctioned or approved otherwise. If your mailbox clogged with mails from Hidayahnet, you may wish to get a daily digest of emails
Help Palestine [hidayahnet] Kisah Seorang Pemuda Kader Ahli Sihir (Kisah Ashabul Ukhdud)
http://www.dakwatuna.com Kisah Seorang Pemuda Kader Ahli Sihir Oleh: Mochamad Bugi dakwatuna.com – Dahulu ada ada seorang Raja mempunyai seorang Ahli Sihir. Setelah Ahli Sihir itu tua, ia meminta kepada Raja agar mengirimkan orang pemuda untuk dikader menjadi ahli sihir. Maka dikirimlah kepadanya seorang pemuda -menurut riwayat Ibnu Ishak di Sirah Ibnu Hisyam, nama pemuda ini Abdullah bin Tsamir–. Di tengah perjalanan untuk belajar ilmu sihir, Pemuda itu berjumpa dengan seorang Rahib. Lalu duduk sejenak dan mendengarkan kata-kata sang Rahib hingga ia tertarik. Maka sejak itu setiap hari ia akan ke tempat Ahli Sihir, ia singgah terlebih dahulu ke tempat sang Rahib untuk mendengarkan ilmu yang diberikannya. Akibatnya, si Pemuda selalu terlambat tiba di tempat Ahli Sihir. Gurunya, si Ahli Sihir, menghukum pukul si Pemuda atas keterlambatannya. Si Pemuda menceritakan kepada sang Rahib bahwa ia selalu dihukum guru sihirnya karena selalu terlambat. Sang Rahib menyarankan, “Bilang kepadanya, engkau menyelesaikan pekerjaan rumah dahulu. Kalau kamu takut dimarahi keluargamu karena pulang terlambat, katakan kepada mereka ada pekerjaan dari guru sihirmu.” Suatu ketika dalam perjalanan si Pemuda bertemu dengan binatang yang sangat besar dan membuat orang-orang takut. Ia berkata pada dirinya sendiri, “Sekarang saatnya aku mencoba, siapakah yang lebih baik: Rahib atau Ahli Sihir.” Lalu ia mengambil sebuah batu dan berucap, “Ya Allah, jika yang benar bagimu adalah Rahib dan bukan Ahli Sihir, maka bunuhlah binatang itu agar orang-orang tidak terganggu.” Ia lempar batu itu. Kena. Binatang itu mati. Segera si Pemuda menemui Rahib. Ia ceritakan semua peristiwa yang baru terjadi. Sang Rahib berkata, “Anakku, hari ini engkau lebih baik dari aku. Engkau akan mendapat cobaan. Janganlah engkau beritahu tentang aku.” Bersamaan dengan berjalannya waktu, si Pemuda memiliki keistimewaan. Ia mampu menyembuhkan orang buta, mengobati penyakit kulit, dan berbagai penyakit lainnya. Keahliannya ini sampai ke telinga seorang Pengawal Raja yang buta. Pengawal Raja ini datang sambil membawa banyak hadiah. “Jika engkau mampu menyembuhkanku, engkau mendapat hadiah yang istimewa,” katanya. Si Pemuda menjawab, “Aku tidak dapat menyembuhkan siapa pun. Yang dapat menyembuhkan hanyalah Allah swt. Kalau engkau beriman kepada Allah, aku akan berdoa agar Allah swt. menyembuhkanmu.” Si Pengawal pun beriman. Allah swt. menyembuhkan matanya. Pulanglah ia ke istana dan kembali bertugas mendampingin Raja seperti biasa. Tentu saja Raja kaget. Pengawalnya sudah tidak buta lagi. “Siapa yang menyembuhkanmu?” tanya Raja. “Tuhanku,” jawab si Pengawal. “Apakah ada Tuhan selain aku?” tanya Raja lagi. “Tuhanku dan Tuhanmu adalah Allah,” jawab si Pengawal. Raja marah. Ia memerintahkan pengawal-pengawalnya yang lain untuk menyiksa si Pengawal beriman itu. Raja ingin tahu siapa orang di balik perubahan akidah Pengawalnya itu. Maka tersebutlah nama si Pemuda. Raja luar biasa murka. Si pemuda dipanggil untuk menghadap. Raja berkata, “Wahai anak muda, sihirmu telah mampu menyembuhkan orang buta dan orang yang terkena penyakit kulit. Engkau juga mampu melakukan yang tak dapat diperbuat orang lain.” Si Pemuda berkata, “Aku tidak dapat menyembuhkan siapa pun. Yang dapat menyembuhkan hanya Allah swt.” Mendengar jawaban itu Raja murka. Ia menyiksa Pemuda itu. Raja menyiksanya terus menerus hingga tersebutlah nama sang Rahib sebagai guru si Pemuda. Raja memerintahkan pengawal-pengawalnya untuk menangkap sang Rahib. Setelah sang Rahib berhasil di hadirkan, Raja berkata, “Keluarlah dari agamamu!” Sang rahib menolak. Ia dihukum gergaji. Tubuhnya terbelah menjadi dua dari kepala hingga tubuh bagian bawah. Raja juga memerintahkan Pengawalnya yang telah beriman untuk keluar dari keyakinan barunya, “Keluarlah dari agamamu!’ Si Pengawal menolak. Ia pun dihukum gergaji. Tubuhnya terbelah menjadi dua, dari kepala hingga ke tubuh bagian bawah. Lalu Raja memanggil si pemuda. “Keluarlah kamu dari agamamu!” Si Pemuda menolak. Raja menyuruh beberapa pengawalnya membawa Pemuda itu ke atas gunung. “Jatuhkan dia dari puncak gunung kalau dia tidak mau keluar dari keyakinannya.” Setelah sampai di puncak gunung si Pemuda berdoa, “Ya Allah, tolonglah aku dari mereka.” Gunung pun bergoyang. Para pengawal yang akan mengeksekusi si pemuda itu jatuh. Mati. Si Pemuda yang selamat datang kepada Raja. Raja heran, “Apa yang mereka perbuat kepadamu?” “Aku telah diselamatkan oleh Allah swt.,” tegas si Pemuda. Maka Raja memerintahkan pengawalnya yang lain untuk membawa si Pemuda ke tengah laut. Lemparkan jika ia tidak keluar dari agamanya, begitu perintah Raja. Ketika sampai di tengah laut, si Pemuda berdoa, “Ya Allah, tolonglah aku dari mereka.” Tiba-tiba perahu oleng. Terbalik. Semua tewas tenggelam, kecuali si Pemuda. Sekali lagi si Pemuda menghadap Raja. Raja terkejut, “Apa yang terjadi?” Dengan tegas si Pemuda berkata, “Allah membinasakan mereka dan menolong aku.” Lalu ia
Help Palestine [hidayahnet] Komunikasi Efektif
http://www.dakwatuna.com Komunikasi Efektif Oleh: Tim dakwatuna.com dakwatuna.com – Kehidupan selalu ditandai dengan konflik dan pertentangan. Pertentangan ini mungkin bukan pertentangan yang bersifat fisik dan anarkis. Pertentangan juga bisa berupa situasi di mana dua orang atau lebih memiliki pandagan yang sama sekali berbeda, keinginan-keinginan yang berbeda, atau tujuan-tujuan yang tidak sama dan masing-masing berusaha untuk mendapatkan apa yang mereka inginkan. Sebagaimana dalam sebuah pertempuran, setiap prajurit harus tahu senjata apa yang ia miliki, dan kapan harus memanfaatkannya. Namun, senjata bukan segala-galanya. Ingat ungkapan “the man behind the gun”. Senjata tanpa kemampuan atau kompetensi orang di belakangnya dapat amat berbahaya. Kita perlu memanfaatkan kekuatan-kekuatan yang ada dalam diri kita dan mendesakkannya terhadap kelemahan-kelemahan lawan. Jangan kita masuk dalam situasi di mana kita hanya dimanfaatkan oleh kekuatan lawan. Ada sebuah ungkapan menarik dari J. Robert Parkinson, seorang ahli organisasi dan manajemen yang menegaskan: “Jangan pernah menendang seekor kangguru.” Dalam soal tendang-menendang, seekor kangguru tentu jauh lebih baik dari kita. Karena itu, bila kita ikut kontes tendang-menendang dengan seekor kangguru, tentu kita akan kalah; sama sekali tidak masuk akal. Hal itu bukan berarti kita menghindari konflik atau pertentangan. Itu hanya berarti kita harus tahu lebih baik daripada sekedar memilih tendangan sebagai senjata. Pilih, rencanakan, dan pikirkan sebelumnya, agar kita dapat menentukan aturan mainnya, maka kita tidak akan terpaku pada permainan tendang-menendang dengan seekor kangguru. Beberapa hal yang harus diketahui, agar komunikasi lebi efektif: 1. Mempengaruhi orang lewat perjumpaan (negosiasi) Sebelum merencanakan taktik dan strategi dalam mempengaruhi, hal yang sangat penting harus dilakukan adalah menyatakan dengan sejelas-jelasnya apa yang kita inginkan. Paksa diri kita untuk menulisnya. Kita mungkin bisa membohongi diri sendiri, tapi kita tidak dapat berbohong pada kertas putih. Tanpa ada tujuan yang jelas, kita tak mungkin mengetahui apakah kita sudah mencapainya atau belum. Kita juga sulit menentukan strategi apa yang tepat untuk mencapai tujuan tersebut. Ibarat mengendarai sebuah mobil. Jika kita tidak memiliki tujuan yang pasti, maka sebenarnya tidak ada bedanya jalan manapun yang kita lalui dan seberapa cepat kita mengendarai mobil tersebut. Kita hanya akan menghamburkan banyak waktu, tenaga, dan bahan bakar. Kita tidak akan mencapai apa-apa. Mulai sekarang kita harus berprinsip: “apapun yang kita lakukan, lakukan hal itu atas dasar tujuan.” Kebiasaan salah yang kerap dilakukan dalam proses negosiasi adalah terlalu luas dan general dalam menentukan tujuan. Karena luasnya, hingga tujuan tersebut tidak dapat dijalankan. Ingatlah ungkapan: “Setiap perjalanan ribuan kilometer harus dimulai dengan satu langkah pertama.” Ketika kita menggambarkan tujuan yang kita ingin capai, anggap pernyataan itu seakan-akan sebagai satu langkah, dan bukan seluruh perjalanan itu. Kita perlu menentukan apa yang ingin kita capai sekarang, dengan orang tertentu, pada pertemuan tertentu ini, dalam pembicaraan ini. Dalam melangsungkan pertemuan untuk bernegosiasi, ada beberapa saran pokok yang kiranya penting dijadikan perhatian: Pertama, bayangkan pertemuan tersebut di benak kita. Persiapkan sebelumnya dengan menuliskan skenario yang mungkin kita masuki, tapi jangan terlalu kaku berpegang padanya kata demi kata. Kalau kita terlalu kaku, kita akan dihadapkan pada kebingungan jika lawan memberikan tanggapan yang lain dari yang kita skenariokan. Lebih baik kita memikirkan pokok-pokok perkara yang kiranya akan dikemukakan oleh pihak lain (lawan) dalam memberikan reaksi dan kemudian memberikan urutan perkara yang ingin kita kemukakan. Setelah itu cobalah untuk mem-visualisasikan dimana pertemuan itu berlangsung. Apakah kita akan berdiri di podium? Duduk di meja? Di kantor pribadi atau di kantor lawan bicara kita?. Cobalah bayangkan! Pikirkan dalam-dalam cara yang kita mau dan situasi yang kita masuki sebelum kita mempraktekkannya dalam perjumpaan riil. Kendalikan pertemuan tersebut sesuai dengan rencana yang kita buat. Dengan begitu, kita dapat memenangkan menit-menit atau detik-detik pertama yang amat penting dalam pertemuan tersebut. Amat mungkin bahwa lawan kita tidak melakukan proses mental semacam itu, sehingga situasi aktualnya akan merupakan sesuatu yang benar-benar baru baginya, maka kita akan lebih diuntungkan. Kedua, rencanakan faktor-faktor kebetulan. Contoh sederhana, suatu saat kita membayangkan bertemu seorang pria, namun kenyataannya ia adalah seorang wanita. Karena itu, ketika mengembangkan sebuah rencana, pastikan bahwa rencana itu mencakup hal-hal kebetulan yang mungkin akan terjadi tetapi belum dapat anda prediksi. Tegasnya, “Jangan membiarkan apapun ditentukan oleh faktor kebetulan. Jangan mengandaikan apa-apa tanpa kita selidiki
Help Palestine [hidayahnet] Sabar Dan Shalat Sebagai Penolong
http://www.dakwatuna.com Sabar Dan Shalat Sebagai Penolong Oleh: Dr. Attabiq Luthfi, MA dakwatuna.com – “Jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu. Dan sesungguhnya yang demikian itu sungguh berat kecuali bagi orang-orang yang khusyu’, (yaitu) orang-orang yang meyakini bahwa mereka akan menemui Tuhannya dan bahwa mereka akan kembali kepada-Nya”. (Al-Baqarah: 45-46) Ibnu Katsir menjelaskan satu prinsip dan kaidah dalam memahami Al-Qur’an berdasarkan ayat ini bahwa meskipun ayat ini bersifat khusus ditujukan kepada Bani Israel karena konteks ayat sebelum dan sesudahnya ditujukan kepada mereka, namun secara esensi bersifat umum ditujukan untuk mereka dan selain mereka. Bahkan setiap ayat Al-Qur’an, langsung atau tidak langsung sesungguhnya lebih diarahkan kepada orang-orang yang beriman, karena hanya mereka yang mau dan siap menerima pelajaran dan petunjuk apapun dari Kitabullah. Maka peristiwa yang diceritakan Allah Taala tentang Bani Israel, terkandung di dalamnya perintah agar orang-orang yang beriman mengambil pelajaran dari peristiwa yang dialami mereka. Begitulah kaidah dalam setiap ayat Al-Qur’an sehingga kita bisa mengambil bagian dari setiap ayat Allah swt. “Al-Ibratu Bi’umumil Lafzhi La Bikhusus sabab” (Yang harus dijadikan dasar pedoman dalam memahami Al-Qur’an adalah umumnya lafazh, bukan khususnya sebab atau peristiwa yang melatarbelakanginya”. Perintah dalam ayat di atas sekaligus merupakan solusi agar umat secara kolektif bisa mengatasi dengan baik segala kesulitan dan problematika yang datang silih berganti. Sehingga melalui ayat ini, Allah memerintahkan agar kita memohon pertolongan kepada-Nya dengan senantiasa mengedepankan sikap sabar dan menjaga shalat dengan istiqamah. Kedua hal ini merupakan sarana meminta tolong yang terbaik ketika menghadapi berbagai kesulitan. Rasulullah saw selaku uswah hasanah, telah memberi contoh yang konkrit dalam mengamalkan ayat ini. Di dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad dijelaskan bahwa, “Sesungguhnya Rasulullah saw apabila menghadapi suatu persoalan, beliau segera mengerjakan shalat“. Huzaifah bin Yaman menuturkan, “Pada malam berlangsungnya perang Ahzab, saya menemui Rasulullah saw, sementara beliau sedang shalat seraya menutup tubuhnya dengan jubah. Bila beliau menghadapi persoalan, maka beliau akan mengerjakan shalat“. Bahkan Ali bin Abi Thalib menuturkan keadaan Rasulullah saw pada perang Badar, “Pada malam berlangsungnya perang Badar, semua kami tertidur kecuali Rasulullah, beliau shalat dan berdo’a sampai pagi“. Dalam riwayat Ibnu Jarir dijelaskan bagaimana pemahaman sekaligus pengamalan sahabat Rasulullah saw terhadap ayat ini. Diriwayatkan bahwa ketika Ibnu Abbas melakukan perjalanan, kemudian sampailah berita tentang kematian saudaranya Qatsum, ia langsung menghentikan kendaraanya dan segera mengerjakan shalat dua raka’at dengan melamakan duduk. Kemudian ia bangkit dan menuju kendaraannya sambil membaca, “Jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu. Dan sesungguhnya yang demikian itu sungguh berat kecuali bagi orang-orang yang khusyu’“. Secara khusus untuk orang-orang yang beriman, perintah menjadikan sabar dan shalat sebagai penolong ditempatkan dalam rangkaian perintah dzikir dan syukur. “Karena itu, ingatlah kamu kepada-Ku, niscaya Aku ingat (pula) kepadamu dan bersyukurlah kepadaKu dan janganlah kamu mengingkari (nikmat)Ku. Hai orang-orang yang beriman, jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu. Sesungguhnya Allah swt senantiasa bersama dengan orang-orang yang sabar“. (Al-Baqarah: 152-153). Dalam kaitan dengan dzikir, menjadikan sabar dan shalat sebagai penolong adalah dzikir. Siapa yang berdzikir atau mengingat Allah dengan sabar, maka Allah akan mengingatnya dengan rahmat. Masih dalam konteks orang yang beriman, sikap sabar yang harus selalu diwujudkan adalah dalam rangka menjalankan perintah-perintah Allah Taala, karena beban berat yang ditanggungnya akan terasa ringan jika diiringi dengan sabar dan shalat. Ibnul Qayyim mengkategorikan sabar dalam rangka menjalankan perintah Allah Taala termasuk sabar yang paling tinggi nilainya dibandingkan dengan sabar dalam menghadapi musibah dan persoalan hidup. Syekh Sa’id Hawa menjelaskan dalam tafsirnya, Asas fit Tafasir kenapa sabar dan shalat sangat tepat untuk dijadikan sarana meminta pertolongan kepada Allah Taala. Beliau mengungkapkan bahwa sabar dapat mendatangkan berbagai kebaikan, sedangkan shalat dapat mencegah dari berbagai perilaku keji dan munkar, disamping juga shalat dapat memberi ketenangan dan kedamaian hati. Keduanya (sabar dan shalat) digandengkan dalam kedua ayat tersebut dan tidak dipisahkan, karena sabar tidak sempurna tanpa shalat, demikian juga shalat tidak sempurna tanpa diiringi dengan kesabaran. Mengerjakan shalat dengan sempurna menuntut kesabaran dan kesabaran dapat terlihat dalam shalat seseorang. Lebih rinci, syekh Sa’id Hawa menjelaskan sarana lain yang terkait dengan sabar dan shalat yang bisa dijadikan penolong. Puasa termasuk
Help Palestine [hidayahnet] Sepuluh Sahabat Yang Dijamin Masuk Surga
http://www.dakwatuna.com Sepuluh Sahabat Yang Dijamin Masuk Surga Oleh: Tim dakwatuna.com dakwatuna – “Dan orang-orang yang terdahulu lagi yang petama-tama (masuk Islam) di antara orang-orang Muhajirin dan Anshar dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, Allah ridho kepada mereka dengan mereka dan mereka ridho kepada Allah. Allah menyediakan bagi mereka surga-surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai. Mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Itulah kemenangan yang agung.” (Qs At-Taubah : 100) Berikut ini 10 orang sahabat Rasul yang dijamin masuk surga (Asratul Kiraam). 1. Abu Bakar Siddiq ra. Beliau adalah khalifah pertama sesudah wafatnya Rasulullah Saw. Selain itu Abu bakar juga merupakan laki-laki pertama yang masuk Islam, pengorbanan dan keberanian beliau tercatat dalam sejarah, bahkan juga didalam Quran (Surah At-Taubah ayat ke-40) sebagaimana berikut : “Jikalau tidak menolongnya (Muhammad) maka sesungguhnya Allah telah menolongnya (yaitu) ketika orang-orang kafir (musyrikin Mekah) mengeluarkannya (dari Mekah) sedang dia salah seseorang dari dua orang (Rasulullah dan Abu Bakar) ketika keduanya berada dalam gua, diwaktu dia berkata kepada temannya:”Janganlah berduka cita, sesungguhya Allah bersama kita”. Maka Allah menurunkan ketenangan kepada (Muhammad) dan membantunya dengan tentara yang kamu tidak melihatnya, dan Allah menjadikan seruan orang-orang kafir itulah yang rendah. Dan kalimat Allah itulah yang tinggi. Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” Abu Bakar Siddiq meninggal dalam umur 63 tahun, dari beliau diriwayatkan 142 hadiets. 2. Umar Bin Khatab ra. Beliau adalah khalifah ke-dua sesudah Abu Bakar, dan termasuk salah seorang yang sangat dikasihi oleh Nabi Muhammad Saw semasa hidupnya. Sebelum memeluk Islam, Beliau merupakan musuh yang paling ditakuti oleh kaum Muslimin. Namun semenjak ia bersyahadat dihadapan Rasul (tahun keenam sesudah Muhammad diangkat sebagai Nabi Allah), ia menjadi salah satu benteng Islam yang mampu menyurutkan perlawanan kaum Quraish terhadap diri Nabi dan sahabat. Dijaman kekhalifaannya, Islam berkembang seluas-luasnya dari Timur hingga ke Barat, kerajaan Persia dan Romawi Timur dapat ditaklukkannya dalam waktu hanya satu tahun. Beliau meninggal dalam umur 64 tahun karena dibunuh, dikuburkan berdekatan dengan Abu Bakar dan Rasulullah dibekas rumah Aisyah yang sekarang terletak didalam masjid Nabawi di Madinah. 3. Usman Bin Affan ra. Khalifah ketiga setelah wafatnya Umar, pada pemerintahannyalah seluruh tulisan-tulisan wahyu yang pernah dicatat oleh sahabat semasa Rasul hidup dikumpulkan, kemudian disusun menurut susunan yang telah ditetapkan oleh Rasulullah Saw sehingga menjadi sebuah kitab (suci) sebagaimana yang kita dapati sekarang. Beliau meninggal dalam umur 82 tahun (ada yang meriwayatkan 88 tahun) dan dikuburkan di Baqi’. 4. Ali Bin Abi Thalib ra. Merupakan khalifah keempat, beliau terkenal dengan siasat perang dan ilmu pengetahuan yang tinggi. Selain Umar bin Khatab, Ali bin Abi Thalib juga terkenal keberaniannya didalam peperangan. Beliau sudah mengikuti Rasulullah sejak kecil dan hidup bersama Beliau sampai Rasul diangkat menjadi Nabi hingga wafatnya. Ali Bin Abi Thalib meninggal dalam umur 64 tahun dan dikuburkan di Koufah, Irak sekarang. 5. Thalhah Bin Abdullah ra. Masuk Islam dengan perantaraan Abu Bakar Siddiq ra, selalu aktif disetiap peperangan selain Perang Badar. Didalam perang Uhud, beliaulah yang mempertahankan Rasulullah Saw sehingga terhindar dari mata pedang musuh, sehingga putus jari-jari beliau. Thalhah Bin Abdullah gugur dalam Perang Jamal dimasa pemerintahan Ali Bin Abi Thalib dalam usia 64 tahun, dan dimakamkan di Basrah. 6. Zubair Bin Awaam Memeluk Islam juga karena Abu Bakar Siddiq ra, ikut berhijrah sebanyak dua kali ke Habasyah dan mengikuti semua peperangan. Beliau pun gugur dalam perang Jamal dan dikuburkan di Basrah pada umur 64 tahun. 7. Sa’ad bin Abi Waqqas Mengikuti Islam sejak umur 17 tahun dan mengikuti seluruh peperangan, pernah ditawan musuh lalu ditebus oleh Rasulullah dengan ke-2 ibu bapaknya sendiri sewaktu perang Uhud. Meninggal dalam usia 70 (ada yang meriwayatkan 82 tahun) dan dikuburkan di Baqi’. 8. Sa’id Bin Zaid Sudah Islam sejak kecilnya, mengikuti semua peperangan kecuali Perang Badar. Beliau bersama Thalhah Bin Abdullah pernah diperintahkan oleh rasul untuk memata-matai gerakan musuh (Quraish). Meninggal dalam usia 70 tahun dikuburkan di Baqi’. 9. Abdurrahman Bin Auf Memeluk Islam sejak kecilnya melalui Abu Bakar Siddiq dan mengikuti semua peperangan bersama Rasul. Turut berhijrah ke Habasyah sebanyak 2 kali. Meninggal pada umur 72 tahun (ada yang meriwayatkan 75 tahun), dimakamkan di baqi’. 10. Abu Ubaidillah Bin Jarrah Masuk Islam bersama Usman bin Math’uun, turut berhijrah ke Habasyah pada periode kedua dan mengikuti semua peperangan bersama Rasulullah Saw. Meninggal pada tahun 18 H di urdun (Syam) karena penyakit pes, dan dimakamkan di Urdun yang sampai saat ini masih