Help Palestine [hidayahnet] 10 Bersaudara Hafal Al-Qur’an

2010-09-04 Terurut Topik Hasan Abdurrahim
http://www.dakwatuna.com

10 Bersaudara Hafal Al-Qur’an


dakwatuna.com – Telanaipura. Siapa yang menyangka bila 10 putra
pasangan H Mutammimul Ula (Ustadz Tammim) dan Wirianingsih (Ibu Wiwi),
ternyata bisa menjadi penghapal Alquran alias Hafizh. Pada Sabtu
(28/8) lalu, keluarga ini mengikuti undangan DPD PKS Jambi.

Kedua pasangan suami istri tersebut mendidik dan membina kepribadian
putra-putrinya dengan kebaikan akhlak, perilaku Qurani, anggota
keluarga tidak pernah lepas untuk menghapal ayat suci Alquran yang
menjadi pegangan hidup bagi seluruh umat muslim.

Keluarga tersebut juga menjadi inspirasi bagi keluarga muslim lainnya
untuk dapat meneladani keistimewaannya. Kesepuluh putra mereka, selain
berhasil di bidang keagamaan, juga berhasil di bidang akademik dan
kemasyarakatan.

Misalnya, putra pertama H Mutamimul ‘Ula, Afzalurahman Assalam. Kini
dia semester akhir Teknik Geofisika ITB, hafal Alquran sejak usia 13
tahun, dan Juara I MTQ putra pelajar SMU se-Solo. Selain itu, dia juga
menjabat sebagai Ketua Pembinaan Majelis Taklim Salman ITB dan
terpilih sebagai peserta Pertamina Youth Programme 2007.

Hal itu membuktikan bahwa prestasi di bidang menghapal Alquran tidak
menyurutkan prestasi lainnya di bidang keduniawiaan, terutama dalam
bidang pendidikannya yang terus menanjak.

Selain dari seorang putranya itu, sembilan saudara lainnya juga
memiliki prestasi gemilang, dari prestasi akademik, jabatan di
keorganisasian, juara MTQ, dan selalu mendapatkan amanah yang baik di
dalam lingkungan. Dari kesepuluh putranya, empat putranya hapal 30
juz, ada yang hapal 29 juz, 15 juz, 13 juz, sembilan juz, dan dua juz
bagi dua putranya yang masih duduk di bangku SDIT Mampang Jakarta
Selatan.

Dalam kesempatan menyambut momen Nuzul Quran (turunnya Alquran), DPD
PKS Kota Jambi menghadirkan langsung H Mutamimul ‘Ula dan seorang
putranya yang kedelapan yaitu Muhammad Syaihul Basyir atau akrab
disapa Basyir, Sabtu (28/8) lalu di Aula Museum Negeri Jambi
Telanaipura.

Keluarga Mutamimul pun membagikan tip dan menjadi motivator bagi
keluarga muslim di Kota Jambi. Antusiasme peserta yang hadir dalam
kegiatan cukup tinggi. Itu terlihat dari jumlah kursi yang disediakan
seluruhnya terisi, bahkan ada peserta yang rela untuk berdiri demi
mendengarkan motivasi dari H Mutamimul ‘Ula tersebut.

Bagaimana kunci kesuksesannya? Meski keduanya sibuk atas pekerjaan
yang sebelumnya merupakan politikus dari PKS serta sibuk dalam dunia
dakwah (menyebarkan syiar Islam di tengah masyarakat), namun, pasangan
suami-istri ini memiliki komitmen terhadap pendidikan anak. Terutama
pendidikan agama, akhlak dan kepribadian anak.

Keluarga ini sebagaimana keluarga lainnya yang hidup di tengah arus
globalisasi, putra mereka tetap diberi kebebasan menikmati berbagai
fasilitas teknologi. “Namun, yang terpenting adanya imun (kekebalan)
di dalam diri anak. Sehingga anak dapat tetap terjaga,” ujar Ustad
Tamim saat menyampaikan urainnya di hadapan peserta.

Tamim menekankan, banyak beramal ibadah, berdoa, merupakan kunci
keberhasilan untuk kebaikan hidup di dunia dan akhirat. Kedua pasangan
ini sangat memperhatikan pentingnya manajemen waktu, konsisten
(istiqamah), dan terus mengontrol perkembangan putra mereka dalam
keluarga yang terus membina hubungan baik.

Bahkan, mengenai pengecekan hasil belajar putra mereka, kedua pasangan
ini lebih mengutamakan untuk mengecek hapalan Alquran putra mereka,
dan selanjutnya barulah menanyakan mengenai tugas sekolah atau kuliah.
“Karena bila hapalan telah baik. Maka, yang lainnya akan ikut
sendiri,” ujar Ustad Tamim yang sangat rendah hati dan tak pernah
ingin berbangga diri itu.

Putra kedelapan Ustad Tamim yang baru kelas III SMP, Basyir
mengutarakan, dia tidak begitu tertarik dengan permainan yang
membuatnya lalai. Alquran aktivitas kebaikan lainnya, lebih menarik
hatinya ketimbang harus menghabiskan waktu dengan permainan anak-anak
yang marak akhir-akhir ini.

Saat dikonfirmasi kepada ketua pelaksana yang juga Ketua DPD PKS Kota
Jambi Syafruddin Dwi Aprianto, dihadirkannya seorang inspirator
generasi Qurani itu, bertepatan dengan momen Nuzul Quran pada Ramadan
kali ini. “Selain itu, untuk memotivasi keluarga muslim agar dapat
meneladani Ustad Tamim dan istri yang dapat mendidik 10 putranya
menjadi bintang Alquran,” katanya.(dwy/ji)

http://www.dakwatuna.com/2010/10-bersaudara-hafal-al-quran/




Free download [Internet Explorer/Firefox]:
Hidayahnet Toolbar [no virus, adware, malware etc] 
http://hidayahnet.ourtoolbar.com

--
**Boycott Israel**Support Palestine** 

All views expressed herein belong to the individuals concerned and do not in 
any way reflect the official views of Hidayahnet unless sanctioned or approved 
otherwise. 

If your mailbox clogged with mails from Hidayahnet, you may wish to get a daily 
digest of emails by logging-on to http://www.yahoogroups.com to change your 
mail delivery 

Help Palestine [hidayahnet] Mensyukuri Nikmat Kemerdekaan

2010-08-26 Terurut Topik Hasan Abdurrahim
http://www.dakwatuna.com

Mensyukuri Nikmat Kemerdekaan

Oleh: Ulis Tofa, Lc


dakwatuna.com – Enam puluh dua tahun yang lalu, tepatnya di hari suci,
hari Jum’at dan di bulan suci, bulan Ramadhan, persis tanggal 17
Agustus 1945 bangsa Indonesia memproklamirkan kemerdekaannya.
Perjuangan panjang para pendahulu bangsa ini yang nota bane kaum
muslimin, berjuang sabilillah melawan penjajah, dibawah teriakan
takbir mereka melawan kaum kuffar, dibawah bendera laa ilaaha illa
Allah mereka berkorban jiwa dan raga, banyak dari mereka yang menjadi
syuhada’. Sehingga Allah swt memberikan nikmat kemerdekaan kepada
bangsa ini.

Umat Islam yang berjumlah mayoritas di negeri ini sudah seharusnya
mengisi kemerdekaan dengan sebaik-baiknya. Mensyukuri kedaulatan
dengan pembangunan dan persatuan. Ini menjadi bukti penghargaan kepada
para pendahulu bangsa ini, sekaligus agar Allah swt menambah
nikmat-nikmatnya kepada bangsa ini. Bukankah Allah swt pasti menambah
nikmat-Nya bagi siapa saja yang bersyukur?

Pertanyaannya adalah: Bagaimana kita mengisi kemerdekaan? Bagaimana
mensyukuri nikmat kepemimpinan?

Dengan tegas Allah swt telah memberi arahan kepada bangsa ini
bagaimana seharusnya mengisi kemerdekaan dan mensyukuri nikmat
kepemimpinan. Allah swt berfirman dalam surat Al Hajj ayat 41:

”(yaitu) orang-orang yang jika kami teguhkan kedudukan mereka di muka
bumi niscaya mereka mendirikan shalat, menunaikan zakat, menyuruh
berbuat ma’ruf dan mencegah dari perbuatan yang mungkar; dan kepada
Allah-lah kembali segala urusan.”

Kalimat ”Kami teguhkan kedudukan mereka di muka bumi” bisa berarti
suatu bentuk kemerdekaan dari penjajahan, bisa dalam konteks
kepemimpinan nasional, daerah, atau konteks yang lebih sempit seperti
menjadi pemimpin dalam perusahaan. Nah, ada empat strategi yang harus
dilaksanakan dalam mengisi kemerdekaan atau melaksanakan amanah
kepemimpinan ini:

Pertama, Iqamatus Shalah, mendirikan shalat dalam rangka membangun
moralitas dan akhlakul karimah.

Suatu bangsa atau institusi akan dapat langgeng ketika memiliki
moralitas dan kredibilitas yang tinggi. Seorang penyair Mesir, Syauqi
berpetuah:

”Sesungguhnya eksistensi suatu bangsa ditentukan oleh moralitas dan
akhlakul karimah, jika moralitas menjadi panglima maka jayalah bangsa
itu, sebaliknya, jika moralitas rendah, maka tunggulah kehancurannya”.

Nah, kunci membangun moralitas terletak pada pelaksanaan ibadah
shalat, dan keta’atan kepada Allah swt. Shalat merupakan mi’rajul
mukmin, jalinan langsung seorang mukmin dengan Tuhannya, disinilah
qalbu menjadi luluh, pikiran menjadi terjernihkan dan tak jarang mata
berderai. Ketika itu, kepribadian seseorang akan menjadi lembut,
santun dan cenderung pada kebaikan, serta benci pada penyimpangan.
Inilah rahasia firman Allah swt. ”Sesungguhnya shalat mampu mencegah
dari perbuatan keji dan munkar”. QS. Al Ankabut: 45.

Shalat juga menjadi barometer sukses tidaknya seseorang di akhirat
kelak, sebab pertama kali yang akan dihisab dari setiap manusia nanti
adalah amaliyah shalat. Jika shalatnya baik, otomatis semua amalan
yang lain akan dinilai baik, sebaliknya jika kualitas shalatnya buruk,
maka dengan sendirinya seluruh perbuatannya dianggap buruk. Wal iyadzu
billah. HR. Al Hakim.

Shalat juga suatu perintah yang diakhir hayat Rasulullah diwasiatkan
pada umatnya agar jangan sampai meninggalkannya, Rasulullah berujar:
Ash Shalah… Ash Shalah.

Pertanyaannya adalah: Shalat yang bagaimana yang dikehendaki oleh
agama? Tentunya shalat yang dilaksanakan dengan memenuhi syarat dan
rukunnya, dibarengi dengan memahami bacaan dan do’a yang
dilantunkannya serta ditunaikan dengan khusyu’. Tidak sekedar gerakan
hampa dan ucapan kosong tanpa makna. Disinilah pentingnya umat Islam
kembali mengkaji fiqih ibadah shalat dan mempraktekkannya.

Ayat ini juga menggunakan redaksi jama’ ”aqamush shalah” yang artinya
banyak, yaitu dilaksanakan dengan berjama’ah di masjid. Makanya ketika
Rasulullah saw ditanya oleh salah satu sahabatnya, amalan apa yang
paling dicintai Allah swt? Rasulullah saw menjawab: ”Ash Shaltu ’ala
waqtiha, shalat tepat waktu”. HR. Bukhari.

Shalat tepat waktu berjama’ah di masjid juga menjadi cermin syi’ar dan
kekuatan umat Islam.

Dengan pelaksanaan shalat yang berkualitas seperti ini, moralitas
tidaklah menjadi mimpi dan otopia belaka yang sulit diwujudkan.

Kedua, Iitauz zakah, menunaikan zakat sebagai bentuk kepedulian sosial.

Agama Allah tidaklah hanya mengurusi masalah ruhani dan akhihrat saja,
namun juga sangat memperhatikan keseimbangan kehidupan sosial
bermasyarakat. Itu dibuktikan dengan anjuran dibanyak tempat di Al
Qur’an, penyebutan perintah shalat selalu diiringi dengan perintah
berzakat.

Zakat, atau mengeluarkan harta yang kita punya untuk diberikan kepada
orang yang berhak menerimanya adalah dalam rangka membersihkan
pendapatan atau harta kita dari yang tidak halal atau yang masih
samar-samar. Zakat juga sebagai upaya untuk mengerem nafsu bakhil
dalam diri seseorang, karena kecendrungan seseorang itu 

Help Palestine [hidayahnet] Kisah Dakwah Nabi Nuh

2010-08-20 Terurut Topik Hasan Abdurrahim
http://www.dakwatuna.com

Kisah Dakwah Nabi Nuh

Oleh: Ulis Tofa, Lc



Bertahun lamanya kaum Nabi Nuh a.s. menyembah berhala. Mereka
menjadikan berhala-berhala itu sebagai Tuhan tempat meminta kebaikan
dan tempat menolak bala. Berhala menjadi tempat bergantung segala
sesuatu dalam kehidupan mereka. Mereka meminta dan memanggil
berhala-berhala itu dengan beragam nama. Kadang dengan nama Wadda,
Suwaa’, dan Yaghuts. Kadang dengan nama Ya’uq, atau Nasr –nama-nama
berhala ini diwarisi masyarakat Arab di masa jahiliyah. Mereka berbuat
yang demikian itu dikarenakan kejahilan dan menuruti hawa nafsu.

Masyarakat yang Dihadapi Nabi Nuh

Bertahun lamanya kaum Nabi Nuh a.s. menyembah berhala. Mereka
menjadikan berhala-berhala itu sebagai Tuhan tempat meminta kebaikan
dan tempat menolak bala. Berhala menjadi tempat bergantung segala
sesuatu dalam kehidupan mereka. Mereka meminta dan memanggil
berhala-berhala itu dengan beragam nama. Kadang dengan nama Wadda,
Suwaa’, dan Yaghuts. Kadang dengan nama Ya’uq, atau Nasr –nama-nama
berhala ini diwarisi masyarakat Arab di masa jahiliyah. Mereka berbuat
yang demikian itu dikarenakan kejahilan dan menuruti hawa nafsu.

Asal muasal nama-nama berhala itu diambil dari nama-nama ulama mereka
yang pernah hidup bersama mereka sebelumnya. Dengan dalih untuk
mengenang jasa-jasa mereka dan untuk mengingatkan semangat peribadatan
umat ketika itu, maka dibuatlah patung, gambar, simbol-simbol
visualisasi fisik mereka. Namun lambat laun dengan bergantinya
generasi, patung-patung itu justru disembah dan dijadikan tuhan.

Dan mereka berkata, “Jangan sekali-kali kamu meninggalkan
(penyembahan) tuhan-tuhan kamu dan jangan pula sekali-kali kamu
meninggalkan (penyembahan) Wadd, dan jangan pula Suwaa’, Yaghuts,
Ya’uq, dan Nasr.” (Nuh: 23).

Di kondisi masyarakat seperti itulah Nabi Nuh a.s. diutus. Nuh adalah
orang yang sangat fasih dalam bertutur, cerdas akalnya, pemikirannya
jauh ke depan, santun perilakunya, sangat sabar tatkala harus
berdebat, memiliki kemampuan berargumentasi yang kuat, dan punya
kekuatan meyakinkan lawan bicara. Dengan bekal itu Nabi Nuh mengajak
kaumnya untuk kembali kepada Allah swt. Sayang, kaumnya menolak
seruannya. Namun Nuh a.s. tetap memberi peringatan tentang dahsyatnya
siksa pembalasan di hari kiamat. Dan kaumnya tetap membisu dan tuli.
Nuh a.s. terus memotivasi mereka dengan imbalan pahala yang sangat
besar jika mau beriman, namun mereka semakin menutup telinga dan mata.

“Sesungguhnya Kami telah mengutus Nuh kepada kaumnya, lalu ia berkata:
“Wahai kaumku sembahlah Allah, sekali-kali tak ada Tuhan bagimu
selain-Nya. Sesungguhnya (kalau kamu tidak menyembah Allah), aku takut
kamu akan ditimpa azab pada hari yang besar (kiamat).” (Al A’raf: 59).

Kreatif dan Sabar dalam Berdakwah

Nuh a.s. tetap mendakwahi dan mendebat kaumnya dengan ulet dan sabar.
Nuh mencurahkan kepedulian kepada mereka dengan tutur kata yang
lembut. Nuh tidak putus asa mengajak mereka untuk beriman. Bahkan, Nuh
menggunakan beragam metode dakwah. Nuh mendakwahi mereka siang dan
malam. Sembunyi-sembunyi dan terang-terangan. Jika melihat peluang
dakwah di malam hari, beliau lakukan dakwah di malam hari. Bila ada
peluang dakwah secara terang-terangan, beliau menyampaikan dakwah
secara terang-terangan.

Nuh berkata, “Ya Tuhanku, sesungguhnya aku telah menyeru kaumku malam
dan siang. Maka seruanku itu hanyalah menambah mereka lari (dari
kebenaran). Dan sesungguhnya setiap kali aku menyeru mereka (kepada
iman) agar Engkau mengampuni mereka, mereka memasukkan anak jari
mereka ke dalam telinganya dan menutupkan bajunya (kemukanya) dan
mereka tetap (mengingkari) dan menyombongkan diri dengan sangat.
Kemudian sesungguhnya aku telah menyeru mereka (kepada iman) dengan
cara terang-terangan. Kemudian sesungguhnya aku (menyeru) mereka
(lagi) dengan terang-terangan dan dengan diam-diam.” (Nuh: 5-9).

Nuh menggiring nalar pemikiran mereka untuk mencerna rahasia alam
raya, memikirkan keindahan semesta alam. Nuh menerangkan fenomena
malam yang berangsur gulita. Langit yang menghampar penuh bintang.
Bulan yang bersinar. Matahari yang memberikan cahaya. Bumi yang
mengalir disela-selanya sungai-sungai dan menumbuhkan beragam tanaman.
Semua itu ia terangkan dengan sangat fasih. Ia berbicara dengan dalil
yang kuat. Ia menerangkan hakekat Tuhan Yang Satu. Tuhan Yang
Kekuasaan-Nya tidak terbatas dan sangat mengagumkan. (Nuh: 14-20).

Demikian Nabi Nuh mendekati dan meyakinkan kaumnya. Dari usaha yang
tidak kenal lelah itu, berimanlah sedikit orang dari kaumnya. Mereka
menyambut dakwah Nuh a.s. Mereka membenarkan risalahnya. Mereka
terdiri dari kaum yang lemah dan tak berpunya.

Iri dan Sombong Penyebab Penolakan Dakwah

Adapun orang-orang yang telah Allah swt. tutup hatinya, mereka tidak
akan beriman. Karena potensi pendengaran, penglihatan, dan akal
pikiran mereka tidak difungsikan untuk meraih hidayah, mereka tidak
mendapatkan cahaya tauhid. Mereka itu adalah para pemuka kaum, para
elit 

Help Palestine [hidayahnet] Heboh Pemblokiran, Komunitas Tolak Pornografi Muncul

2010-08-19 Terurut Topik Hasan Abdurrahim
http://www.dakwatuna.com
Heboh Pemblokiran, Komunitas Tolak Pornografi Muncul
Alam Islami http://www.dakwatuna.com/category/alam-islami/
12/8/2010 | 02 Ramadhan 1431 H | Hits: 410
Oleh: Tim dakwatuna.com http://www.dakwatuna.com/author/admin/
--
[image: 
Kirim]http://www.dakwatuna.com/2010/heboh-pemblokiran-komunitas-tolak-pornografi-muncul/email/
 [image: 
Print]http://www.dakwatuna.com/2010/heboh-pemblokiran-komunitas-tolak-pornografi-muncul/print/
283Sharehttp://www.facebook.com/sharer.php?u=http%3A%2F%2Fwww.dakwatuna.com%2F2010%2Fheboh-pemblokiran-komunitas-tolak-pornografi-muncul%2Ft=Heboh%20Pemblokiran%2C%20Komunitas%20Tolak%20Pornografi%20Muncul%20%7C%20dakwatuna.comsrc=sp
0diggsdigg
http://www.google.com/buzz/post
[image: Delicious]
Save
http://delicious.com/save
0
Commentshttp://www.dakwatuna.com/2010/heboh-pemblokiran-komunitas-tolak-pornografi-muncul/#respondhttp://www.dakwatuna.com/2010/heboh-pemblokiran-komunitas-tolak-pornografi-muncul/#respond

http://www.dakwatuna.com/wp-content/uploads/Tolak-Pornografi.jpg*
dakwatuna.com – Jakarta. *Ramainya pemblokiran internet dari konten porno di
Indonesia memunculkan komunitas Tolak Pornografi Facebook bernama ‘Tolak
Pornografi dan Pornoaksi’. Tak hanya itu, grup ini juga memiliki akun di
Twitter.

Pantauan dakwatuna, Rabu (11/8/2010) sekitar pukul 23.00 WIB, komunitas yang
belum lama muncul tersebut baru memiliki 739 anggota.

Dari beberapa statusnya, komunitas ini tampak masih membutuhkan banyak
dukungan. “Page ini sudah bisa diakses menggunakan alamat
http://www.facebook.com/tolakP0RN0grafi , tolong disebarkan via email,
milis, SMS, BBM, twitter dll!” tulis isi pesan dalam wall page Facebook
tersebut.

Banyak warga internet yang nampaknya setuju dengan kemunculan komunitas ini.
Salah satunya pengguna Facebook bernama Mang Dasep Hanafi. “Sox atuch
berantas sampe ke akar2nya,,jangan wacana doang…didukung lah ku Mang……”
tulisnya. Selain itu ada juga Ommar Mardi Asoy yang menulis “tdk ad alasan
utk tetap membiarkn pornngrafi n pornoaksi menghancrkn moral bangsa. LAWAN
PORNOGRAFI.”

Sedangkan ketua DPR Marzuki Alie, menyatakan, upaya Menteri Komunikasi dan
Informatika (Menkominfo) Tifatul Sembiring memblokir situs porno di bulan
Ramadhan belumlah cukup. Marzuki, meminta Menkominfo memblokir semua situs
porno yang ada di dunia maya. “Bilang ke Pak Tifatul, 100 persen ditutup
jangan 90 persen saja,” kata Marzuki, kepada wartawan di gedung DPR,
Jakarta, Rabu (11/8).

Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menyampaikan apresiasinya atas
langkah berani Kementerian Kominfo untuk memblokir konten pornografi di
internet. Mereka meminta agar langkah itu dilakukan secara konsisten dan
tidak angin-anginan saja. Untuk menjamin pemblokiran permanen tersebut,
Kominfo pun diminta  merekrut tenaga-tenaga ahli di bidangnya.

“Untuk tidak dilupakan, bahwa pornografi bukan sekedar hobi atau iseng,
tetapi industri dengan omset mencapai USD 900 miliar per tahun. Mereka tidak
akan mau kehilangan pendapatan tersebut hanya sebuah kebijakan pemerintah,”
ujar Hadi Supeno, Ketua KPAI.

http://www.dakwatuna.com/2010/heboh-pemblokiran-komunitas-tolak-pornografi-muncul/


Help Palestine [hidayahnet] Jangan Halangi Aku Membela Rasulullah

2010-08-12 Terurut Topik Hasan Abdurrahim
[image: Mochamad Bugi] http://www.dakwatuna.com/author/bugi/
Jangan Halangi Aku Membela Rasulullah
Mar'ah Muslimah http://www.dakwatuna.com/category/marah-muslimah/, Tarikh
Islam http://www.dakwatuna.com/category/tarikh-islam/
6/5/2007 | 20 Rabiuts Tsani 1428 H | Hits: 7.375
Oleh: Mochamad Bugi http://www.dakwatuna.com/author/bugi/
--
[image: 
Kirim]http://www.dakwatuna.com/2007/jangan-halangi-aku-membela-rasulullah/email/
 [image: 
Print]http://www.dakwatuna.com/2007/jangan-halangi-aku-membela-rasulullah/print/
1103Sharehttp://www.facebook.com/sharer.php?u=http%3A%2F%2Fwww.dakwatuna.com%2F2007%2Fjangan-halangi-aku-membela-rasulullah%2Ft=Jangan%20Halangi%20Aku%20Membela%20Rasulullah%20%7C%20dakwatuna.comsrc=sp
http://www.google.com/buzz/post
[image: Delicious]
Save
http://delicious.com/save
36
Commentshttp://www.dakwatuna.com/2007/jangan-halangi-aku-membela-rasulullah/#commentshttp://www.dakwatuna.com/2007/jangan-halangi-aku-membela-rasulullah/#comments

http://www.dakwatuna.com/wp-content/uploads/2008/10/biru-muhammad.jpg*
dakwatuna.com – *Hari itu Nasibah tengah berada di dapur. Suaminya, Said
tengah beristirahat di kamar tidur. Tiba-tiba terdengar suara gemuruh
bagaikan gunung-gunung batu yang runtuh. Nasibah menebak, itu pasti tentara
musuh. Memang, beberapa hari ini ketegangan memuncak di sekitar Gunung Uhud.

Dengan bergegas, Nasibah meninggalkan apa yang tengah dikerjakannya dan
masuk ke kamar. Suaminya yang tengah tertidur dengan halus dan lembut
dibangunkannya. “Suamiku tersayang,” Nasibah berkata, “aku mendengar suara
aneh menuju Uhud. Barang kali orang-orang kafir telah menyerang.”

Said yang masih belum sadar sepenuhnya, tersentak. Ia menyesal mengapa bukan
ia yang mendengar suara itu. Malah istrinya. Segera saja ia bangkit dan
mengenakan pakaian perangnya. Sewaktu ia menyiapkan kuda, Nasibah
menghampiri. Ia menyodorkan sebilah pedang kepada Said.

“Suamiku, bawalah pedang ini. Jangan pulang sebelum menang….”

Said memandang wajah istrinya. Setelah mendengar perkataannya seperti itu,
tak pernah ada keraguan baginya untuk pergi ke medan perang. Dengan sigap
dinaikinya kuda itu, lalu terdengarlah derap suara langkah kuda menuju
utara. Said langsung terjun ke tengah medan pertempuran yang sedang
berkecamuk. Di satu sudut yang lain, Rasulullah melihatnya dan tersenyum
kepadanya. Senyum yang tulus itu makin mengobarkan keberanian Said saja.

Di rumah, Nasibah duduk dengan gelisah. Kedua anaknya, Amar yang baru
berusia 15 tahun dan Saad yang dua tahun lebih muda, memperhatikan ibunya
dengan pandangan cemas. Ketika itulah tiba-tiba muncul seorang pengendara
kuda yang nampaknya sangat gugup.

“Ibu, salam dari Rasulullah,” berkata si penunggang kuda, “Suami Ibu, Said
baru saja gugur di medan perang. Beliau syahid…”

Nasibah tertunduk sebentar, “*Inna lillah*…..” gumamnya, “Suamiku telah
menang perang. Terima kasih, ya Allah.”

Setelah pemberi kabar itu meninggalkan tempat itu, Nasibah memanggil Amar.
Ia tersenyum kepadanya di tengah tangis yang tertahan, “Amar, kaulihat Ibu
menangis? Ini bukan air mata sedih mendengar ayahmu telah syahid. Aku sedih
karena tidak punya apa-apa lagi untuk diberikan pagi para pejuang Nabi.
Maukah engkau melihat ibumu bahagia?”

Amar mengangguk. Hatinya berdebar-debar.

“Ambilah kuda di kandang dan bawalah tombak. Bertempurlah bersama Nabi
hingga kaum kafir terbasmi.”

Mata amar bersinar-sinar. “Terima kasih, Ibu. Inilah yang aku tunggu sejak
dari tadi. Aku was-was seandainya Ibu tidak memberi kesempatan kepadaku
untuk membela agama Allah.”

Putra Nasibah yang berbadan kurus itu pun segera menderapkan kudanya
mengikut jejak sang ayah. Tidak tampak ketakutan sedikitpun dalam wajahnya.
Di depan Rasulullah, ia memperkenalkan diri. “Ya Rasulullah, aku Amar bin
Said. Aku datang untuk menggantikan ayah yang telah gugur.”

Rasul dengan terharu memeluk anak muda itu. “Engkau adalah pemuda Islam yang
sejati, Amar. Allah memberkatimu….”

Hari itu pertempuran berlalu cepat. Pertumpahan darah berlangsung sampai
sore. Pagi-pagi seorang utusan pasukan islam berangkat dari perkemahan
mereka meunuju ke rumah Nasibah. Setibanya di sana, perempuan yang tabah itu
sedang termangu-mangu menunggu berita, “Ada kabar apakah gerangan kiranya?”
serunya gemetar ketika sang utusan belum lagi membuka suaranya, “apakah
anakku gugur?”

Utusan itu menunduk sedih, “Betul….”

“*Inna lillah*….” Nasibah bergumam kecil. Ia menangis.

“Kau berduka, ya Ummu Amar?”

Nasibah menggeleng kecil. “Tidak, aku gembira. Hanya aku sedih, siapa lagi
yang akan kuberangkatan? Saad masih kanak-kanak.”

Mendegar itu, Saad yang tengah berada tepat di samping ibunya, menyela,
“Ibu, jangan remehkan aku. Jika engkau izinkan, akan aku tunjukkan bahwa
Saad adalah putra seorang ayah yang gagah berani.”

Nasibah terperanjat. Ia memandangi putranya. “Kau tidak takut, nak?”

Saad yang sudah meloncat ke atas kudanya menggeleng yakin. Sebuah senyum
terhias di wajahnya. Ketika Nasibah dengan besar hati 

Help Palestine [hidayahnet] Pengantar Al-Arbain An-Nawawiyah

2010-08-10 Terurut Topik Hasan Abdurrahim
http://www.dakwatuna.com

Pengantar Al-Arbain An-Nawawiyah

Oleh: Syarifuddin Mustafa, MA



dakwatuna.com – Hadits Arba’in Nawawiyah adalah kumpulan 40 hadits
Nabi saw yang dikumpulkan oleh Imam Nawawi ra. dan merupakan kitab
yang tidak asing bagi kita umat Islam, bukan hanya di Indonesia namun
di seluruh dunia. Umat Islam mengenalnya dan akrab dengannya, karena
banyak dibahas oleh para ulama dan menjadi rujukan dalam menyebarkan
ajaran Islam kepada kaum muslimin berkaitan dengan kehidupan beragama,
ibadah, muamalah dan syariah.

Mungkin Imam Nawawi dalam mengumpulkan hadits-hadits ini ter inspirasi
dengan hadits Rasulullah saw yang diriwayatkan oleh Imam Ali, Abdullah
bin Mas’ud, Mu’adz bin Jabal, Abi Darda, Ibnu Umar, Ibnu Abbas, Anas
bin Malik, Abu Hurairah, Abu Sa’id Al-Khudhri –semoga Allah meridhai
mereka semua- dari berbagai metode periwayatan- bahwa Rasulullah saw
bersabda, “Barangsiapa yang menghafal dari umatku 40 hadits –yang
berisi di dalamnya- akan perkara agamanya, maka Allah akan
membangkitkannya di hari kiamat nanti bersama golongan para fuqaha dan
ulama”. Dalam riwayat lain disebutkan, “Allah akan membangkitkannya
sebagai seorang faqih dan alim”. Dan dalam riwayat Abu Darda, “Aku
pada hari kiamat akan menjadi pemberi syafaat dan saksi“. Dan dalam
riwayat Ibnu Mas’ud, “Dikatakan kepadanya: Masuklah kamu pada pintu
mana yang kamu suka”. Dan dalam riwayat Ibnu Umar, “Akan ditulis
bersama golongan para ulama dan dibangkitkan bersama para syuhada”.

Walaupun para huffazh al-hadits melemahkan kedudukan hadits di atas
seperti imam Abdullah bin Al-Mubarak, Ad-Daruqutni, Al-Hakim, Abu
Nu’aim dan para ulama lainnya dari ulama terdahulu dan sekarang, namun
imam Nawawi tetap mengambilnya karena –seperti yang disepakati oleh
ulama lainnya- boleh mengambil hadits dhaif (lemah) jika hanya
berkaitan dengan fadlail a’mal (perbuatan yang diutamakan). Meskipun
demikian Imam Nawawi tidak hanya bersandar pada hadits tersebut di
atas namun berpedoman pada hadits lainnya, sebagaimana sabda
Rasulullah saw dalam hadits shahih, “Agar dapat disampaikan orang yang
menyaksikan kepada orang yang tidak menyaksikan”. Dan hadits Rasul
lainnya, “Allah memberkahi seseorang yang mendengar sabdaku, lalu dia
sadar dan menunaikannya seperti yang didengarnya”. Karena itulah imam
Nawawi mencoba mengumpulkan 40 hadits, mengikuti dan meneladani apa
yang disampaikan Rasulullah saw dan yang banyak dilakukan oleh para
ulama terdahulu.

Karena sebelumnya para ulama banyak mengumpulkan 40 hadits berkaitan
dengan ushuluddin (dasar-dasar agama), sebagian lainnya mengumpulkan
pada hadits yang berkaitan dengan cabang-cabang ilmu, sebagian lainnya
pada masalah jihad, sebagian lainnya pada masalah adab (etika dan
akhlaq) dan sebagian lainnya juga ada yang mengumpulkan pada
hadits-hadits tentang khutbah Rasulullah saw, semuanya memiliki tujuan
yang baik, karena itu Imam Nawawi juga ingin berkecimpung dalam
mengumpulkan 40 hadits yang mencakup segala aspek kehidupan, berkaitan
dengan kaidah agama yang agung, aqidah dan syariah, ibadah dan
muamalah. Namun demikian, untuk melegalisasikan kebenaran hadits ini,
imam Nawawi tidak mengambil hadits dari yang dhaif kecuali berusaha
mengambil atau mengumpulkan 40 hadits dari hadits-hadits yang shahih,
lebih banyak dari hadits-hadits yang diriwayatkan oleh imam Bukhari
dan Muslim.

Imam Nawawi mengumpulkan 40 hadits dengan tidak menyebutkan secara
lengkap sanad-sanadnya; guna mempermudah menghafal dan lebih luas
manfaatnya. Dan bagi kita sebagai umat disarankan untuk mengambil,
mempelajari dan menghafal hadits-hadits tersebut, karena memiliki
komprehensivitas dalam kehidupan agama dan akhirat, ketaatan dan
urusan duniawi.

Mengapa Harus Kitab Al-Arba’in Nawawiyah

Paling tidak ada beberapa alasan perlunya membahas kitab al-arba’in
An-Nawawiyah:

1. Karena mencakup segala urusan dan kebutuhan umat Islam di dunia dan
di akhirat baik dari aqidah, hukum, syariah, muamalah dan akhlaq.

2. Merupakan kumpulan hadits-hadits nabi pilihan, dan merupakan
jawami’ul kalim yang memiliki keutamaan dalam pembahasan yang singkat
dan padat.

3. Hadits-haditsnya merupakan satu kesatuan yang menjadi cakupan
ajaran Islam, baik setengahnya, atau sepertiganya atau seperempatnya.

4. Banyak digunakan oleh para ulama untuk mengajarkan kepada umat
Islam bahkan menjadi sandaran utama dalam memberikan pemahaman ajaran
Islam sehingga sebagian ulama konsen dengan hadits-hadits ini lalu
mensyarahnya dengan lebih rinci. Ada yang menyebutkan tidak kurang 51
kitab yang mensyarah hadits Al-Arba’in An-Nawiwayah.

Biografi Pengumpul Hadits Ar-Ba’in Imam Nawawi

1. Nama Lengkap, kelahiran, keturunan dan kegigihannya dalam menuntut ilmu.

Imam Nawawi dijuluki dengan Al-imam Al-hafizh al-auhad (satu-satunya)
al-qudwah (tauladan) Syaikhul Islam (syaikh islam) ilmu awliya
(pemimpin para wali) Muhyiddin ( pemberi kehidupan agama) Abu Zakariya
(Bapaknya Zakaria) Yahya bin Syaraf bin Muri Al-Khuzami Al-Hawaribi

Help Palestine [hidayahnet] Sejarah Singkat Ilmu Ushul Fiqih

2010-08-10 Terurut Topik Hasan Abdurrahim
http://www.dakwatuna.com

Sejarah Singkat Ilmu Ushul Fiqih

Oleh: Ahmad Sahal Hasan, Lc http://www.dakwatuna.com/author/sahal/
--
[image: 
Kirim]http://www.dakwatuna.com/2007/sejarah-singkat-ilmu-ushul-fiqh/email/
 [image: 
Print]http://www.dakwatuna.com/2007/sejarah-singkat-ilmu-ushul-fiqh/print/

*dakwatuna.com – *Di masa Rasulullah saw, umat Islam tidak memerlukan
kaidah-kaidah tertentu dalam memahami hukum-hukum syar’i, semua permasalahan
dapat langsung merujuk kepada Rasulullah saw lewat penjelasan beliau
mengenai Al-Qur’an, atau melalui sunnah beliau saw.

Para sahabat ra menyaksikan dan berinteraksi langsung dengan turunnya
Al-Qur’an dan mengetahui dengan baik sunnah Rasulullah saw, di samping itu
mereka adalah para ahli bahasa dan pemilik kecerdasan berpikir serta
kebersihan fitrah yang luar biasa, sehingga sepeninggal Rasulullah saw
mereka pun tidak memerlukan perangkat teori (kaidah) untuk dapat berijtihad,
meskipun kaidah-kaidah secara tidak tertulis telah ada dalam dada-dada
mereka yang dapat mereka gunakan di saat memerlukannya.

Setelah meluasnya futuhat islamiyah, umat Islam Arab banyak berinteraksi
dengan bangsa-bangsa lain yang berbeda bahasa dan latar belakang
peradabannya, hal ini menyebabkan melemahnya kemampuan berbahasa Arab di
kalangan sebagian umat, terutama di Irak . Di sisi lain kebutuhan akan
ijtihad begitu mendesak, karena banyaknya masalah-masalah baru yang belum
pernah terjadi dan memerlukan kejelasan hukum fiqhnya.

Dalam situasi ini, muncullah dua madrasah besar yang mencerminkan metode
mereka dalam berijtihad:

   - Madrasah ahlir-ra’yi di Irak dengan pusatnya di Bashrah dan Kufah.
   - Madarasah ahlil-hadits di Hijaz dan berpusat di Mekkah dan Madinah.

Perbedaan dua madrasah ini terletak pada banyaknya penggunaan hadits atau
qiyas dalam berijtihad. Madrasah ahlir-ra’yi lebih banyak menggunakan qiyas
(analogi) dalam berijtihad, hal ini disebabkan oleh:

   - Sedikitnya jumlah hadits yang sampai ke ulama Irak dan ketatnya seleksi
   hadits yang mereka lakukan, hal ini karena banyaknya hadits-hadits palsu
   yang beredar di kalangan mereka sehingga mereka tidak mudah menerima riwayat
   seseorang kecuali melalui proses seleksi yang ketat. Di sisi lain masalah
   baru yang mereka hadapi dan memerlukan ijtihad begitu banyak, maka mau tidak
   mau mereka mengandalkan qiyas (analogi) dalam menetapkan hukum.
   Masalah-masalah baru ini muncul akibat peradaban dan kehidupan masyarakat
   Irak yang sangat kompleks.
   - Mereka mencontoh guru mereka Abdullah bin Mas’ud ra yang banyak
   menggunakan qiyas dalam berijtihad menghadapi berbagai masalah.

Sedangkan madrasah ahli hadits lebih berhati-hati dalam berfatwa dengan
qiyas, karena situasi yang mereka hadapi berbeda, situasi itu adalah:

   - Banyaknya hadits yang berada di tangan mereka dan sedikitnya
   kasus-kasus baru yang memerlukan ijtihad.
   - Contoh yang mereka dapati dari guru mereka, seperti Abdullah bin Umar
   ra, dan Abdullah bin ‘Amr bin ‘Ash, yang sangat berhati-hati menggunakan
   logika dalam berfatwa.

Perbedaan kedua madrasah ini melahirkan perdebatan sengit, sehingga membuat
para ulama merasa perlu untuk membuat kaidah-kaidah tertulis yang dibukukan
sebagai undang-undang bersama dalam menyatukan dua madrasah ini. Di antara
ulama yang mempunyai perhatian terhadap hal ini adalah Al-Imam Abdur Rahman
bin Mahdi rahimahullah (135-198 H). Beliau meminta kepada Al Imam
Asy-Syafi’i rahimahullah (150-204 H) untuk menulis sebuah buku tentang
prinsip-prinsip ijtihad yang dapat digunakan sebagai pedoman. Maka lahirlah
kitab Ar-Risalah karya Imam Syafi’i sebagai kitab pertama dalam ushul fiqh.

Hal ini tidak berarti bahwa sebelum lahirnya kitab Ar-Risalah prinsip
prinsip ushul fiqh tidak ada sama sekali, tetapi ia sudah ada sejak masa
sahabat ra dan ulama-ulama sebelum Syafi’i, akan tetapi kaidah-kaidah itu
belum disusun dalam sebuah buku atau disiplin ilmu tersendiri dan masih
berserakan pada kitab-kitab fiqh para ‘ulama. Imam Syafi’i lah orang pertama
yang menulis buku ushul fiqh, sehingga Ar Risalah menjadi rujukan bagi para
ulama sesudahnya untuk mengembangkan dan menyempurnakan ilmu ini.

Abu Abdillah Muhammad bin Idris Asy-Syafi’i ra memang pantas untuk
memperoleh kemuliaan ini, karena beliau memiliki pengetahuan tentang
madrasah ahlil-hadits dan madrasah ahlir-ra’yi. Beliau lahir di Ghaza, pada
usia 2 tahun bersama ibunya pergi ke Mekkah untuk belajar dan menghafal
Al-Qur’an serta ilmu fiqh dari ulama Mekkah. Sejak kecil beliau sudah
mendapat pendidikan bahasa dari perkampungan Huzail, salah satu kabilah yang
terkenal dengan kefasihan berbahasa. Pada usia 15 tahun beliau sudah
diizinkan oleh Muslim bin Khalid Az-Zanjiy – salah seorang ulama Mekkah –
untuk memberi fatwa.

Kemudian beliau pergi ke Madinah dan berguru kepada Imam penduduk Madinah,
Imam Malik bin Anas ra (95-179 H) dalam selang waktu 9 tahun – meskipun
tidak berturut-turut – beserta ulama-ulama lainnya, sehingga beliau 

Help Palestine [hidayahnet] Menatap Wajah Allah SWT

2010-07-28 Terurut Topik Hasan Abdurrahim
http://www.dakwatuna.com

Menatap Wajah Allah SWT

Oleh: Mochamad Bugi


dakwatuna.com – Kata Ibnul Qayyim Al-Jauziyyah, “Ini merupakan puncak
kerinduan pecinta surga dan bahan kompetisi mereka. Dan untuk hal ini
seharusnya orang-orang bekerja keras untuk mendapatkannya.”

Nabi Musa pernah meminta hal ini. Dijawab oleh Allah SWT seperti yang
tertera di ayat 143 surat Al-A’raf.

Dan tatkala Musa datang untuk (munajat dengan Kami) pada waktu yang
telah Kami tentukan dan Tuhan telah berfirman (langsung) kepadanya,
berkatalah Musa, “Ya Tuhanku, nampakkanlah (diri Engkau) kepadaku agar
aku dapat melihat kepada Engkau.” Tuhan berfirman, “Kamu sekali-kali
tidak sanggup melihat-Ku. Tapi lihatlah ke gunung itu, jika ia tetap
di tempatnya (sebagai sediakala) niscaya kamu dapat melihat-Ku”.
Tatkala Tuhannya menampakkan diri kepada gunung itu, dijadikannya
gunung itu hancur luluh dan Musa pun jatuh pingsan. Maka setelah Musa
sadar kembali, dia berkata, “Maha Suci Engkau, aku bertaubat kepada
Engkau dan aku orang yang pertama-tama beriman.”

Ada tujuh pelajaran dari ayat di atas:

   1. Tidak boleh menuduh kepada Nabi Musa bahwa ia meminta sesuatu
yang tidak diperkenankan oleh Allah swt.
   2. Allah tidak memungkiri permintaan Nabi Musa.
   3. Allah menjawab dengan kalimat, “Kamu tidak akan sanggup
melihat-Ku.” Bukan mengatakan, “Aku tidak bisa dilihat.”
   4. Allah Mahakuasa untuk menjadikan gunung itu tetap kokoh di
tempatnya, dan ini bukan hal mustahil bagi Allah, itu merupakan hal
yang mungkin. Hanya saja dalam hal ini Allah juga mempersyaratkan
adanya proses ru’yah (melihat). Jadi, seandainya hal itu merupakan
sesuatu yang mustahil, sudah tentu Allah tidak akan mempersyaratkan
hal itu.
   5. Kalimat “tatkala Tuhannya menampakkan diri kepada gunung itu,
dijadikannya gunung itu hancur luruh” adalah bukti bahwa bolehnya
melihat Allah swt. Jika boleh bagi-Nya menampakkan diri kepada gunung,
bagaimana terhalang untuk menampakan diri kepada para nabi, rasul, dan
wali-Nya di kampung akhirat?
   6. Di ayat itu Allah swt. memberitahu kepada Nabi Musa bahwa gunung
saja tidak mampu melihat-Nya di dunia, apalagi manusia yang lebih
lemah dari gunung.
   7. Allah swt. telah berbicara dengan Nabi Musa. Nabi Musa juga
telah mendengar perkataan Allah swt. tanpa perantara. Maka,
melihat-Nya sudah pasti sangat bisa.

Dalil Bertemu Allah

1. Bertakwalah kepada Allah dan ketahuilah bahwa kamu kelak akan
menemui-Nya. (Al-Baqarah: 223)

Istri-istrimu adalah (seperti) tanah tempat kamu bercocok tanam, maka
datangilah tanah tempat bercocok-tanammu itu bagaimana saja kamu
kehendaki. Dan kerjakanlah (amal yang baik) untuk dirimu. Dan
bertakwalah kepada Allah dan ketahuilah bahwa kamu kelak akan
menemui-Nya. Dan berilah kabar gembira orang-orang yang beriman.

2. Penghormatan kepada mereka (orang-orang beriman) pada hari mereka
menemui-Nya adalah salam. (Al-Ahzab: 44)

Salam penghormatan kepada mereka (orang-orang mukmin itu) pada hari
mereka menemui-Nya ialah: Salam; dan dia menyediakan pahala yang mulia
bagi mereka.

3. Barang siapa mengharap perjumpaan dengan Rabbnya maka hendaklah ia
mengerjakan amal yang shalih. (Al-Kahfi: 110)

Katakanlah: Sesungguhnya aku Ini manusia biasa seperti kamu, yang
diwahyukan kepadaku, “Bahwa Sesungguhnya Tuhan kamu itu adalah Tuhan
yang Esa”. Barang siapa mengharap perjumpaan dengan Tuhannya, maka
hendaklah ia mengerjakan amal yang shalih dan janganlah ia
mempersekutukan seorang pun dalam beribadat kepada Tuhannya”.

4. Orang-orang yang meyakini bahwa mereka akan menemui Allah. (Al-Baqarah: 249)

Maka tatkala Thalut keluar membawa tentaranya, ia berkata,
“Sesungguhnya Allah akan menguji kamu dengan suatu sungai. Maka siapa
di antara kamu meminum airnya, bukanlah ia pengikutku. Dan barang
siapa tiada meminumnya, kecuali menceduk seceduk tangan, Maka dia
adalah pengikutku.” Kemudian mereka meminumnya kecuali beberapa orang
di antara mereka. Maka tatkala Thalut dan orang-orang yang beriman
bersama dia telah menyeberangi sungai itu, orang-orang yang telah
minum berkata, “Tak ada kesanggupan kami pada hari Ini untuk melawan
Jalut dan tentaranya.” Orang-orang yang meyakini bahwa mereka akan
menemui Allah berkata: “Berapa banyak terjadi golongan yang sedikit
dapat mengalahkan golongan yang banyak dengan izin Allah. Dan Allah
beserta orang-orang yang sabar.”

Para ahli bahasa sepakat bahwa jika liqa’ itu dinisbahkan kepada yang
hidup, yang selamat dari gangguan kebutaan dan penghalang lainnya.
Maka, hal itu menuntut adanya penglihatan dengan mata.

Bagaimana Dengan Ayat 103 Surat Al-An’am?

Laa tudriku hu al-absharu wa huwa yudriku al-abshara wa huwa
al-lathiifu al-khabiir.

Dia tidak dapat dicapai oleh penglihatan mata, sedang Dia dapat
melihat segala penglihatan itu.

Kata Ibnu Taimiyah, “Ayat ini lebih menunjukkan bahwa Allah bisa
dilihat daripada menunjukkan tidak bisa dilihat. Allah menyebutkannya
dalam konteks memberikan pujian. Sudah maklum bahwa pujian terhadap
diri-NYa adalah sifat-sifat yang pasti dan 

Help Palestine [hidayahnet] Gelorakan Semangat, Songsong Ramadhan

2010-07-16 Terurut Topik Hasan Abdurrahim
http://www.dakwatuna.com

Gelorakan Semangat, Songsong Ramadhan

Oleh: Ulis Tofa, Lc


dakwatuna.com - Allah swt berfirman, “Dan Saya tidak menciptakan jin
dan manusia kecuali agar mereka menyembah-Ku.” Adz Dzariat:56

Ya, inilah tujuan diciptakan setiap manusia. Yaitu, melaksanakan tugas
ibadah hanya pada Allah swt. saja. Menyembah Tuhan, Pencipta langit
tujuh tanpa atap. Pencipta manusia dengan struktur unik. Pembuat alam
raya untuk manusia.

Manusia dijadikan saling mengisi, memimpin, memerintah dan melayani
sepanjang masa. Semua itu, adalah dalam rangka mewujudkan tujuan besar
ini. Karena itu, ibadah kepada Allah swt. membutuhkan semangat yang
menggelora, dan kesungguhan yang hebat sesuai dengan tujuan besar ini.

Semangat Menggelora…. Kenapa?

Kenapa dibutuhkan semangat yang menggelora untuk beribadah kepada Allah swt.?

Pertama, karena beribadah dengan menjalankan kewajiban-kewajiban
syari’ah adalah amanah besar, yang justeru langit, bumi dan gunung
enggan menerima amanah besar ini.

“Sesungguhnya kami telah mengemukakan amanat kepada langit, bumi dan
gunung-gunung, Maka semuanya enggan untuk memikul amanat itu dan
mereka khawatir akan mengkhianatinya, dan dipikullah amanat itu oleh
manusia. Sesungguhnya manusia itu amat zalim dan amat bodoh.” Al
Ahzab: 72

Semangat menggelora boleh jadi mampu menundukkan tinggi dan luasnya
langit. Mengalahkan tegarnya gunung. Mengalahkan hamparan bumi.

Kedua, karena ibadah lebih luas dari sekedar rukun Islam dan sebagian
syi’ar Islam yang biasa. Oleh karena itu, mustahil bagi Allah swt.
hanya menciptkan makhluk dan mengutus kepada mereka para Rasul. Allah
swt. membinasakan suatu kaum dan mengangkat nasib sebagian yang lain.
Allah swt. menciptkan surga dan neraka sebagai balasan. Panji-panji
dikibarkan untuk mewujudkan peribadatan. Seluruh makhluk ditundukkan
untuk manusia. Itu semua dalam rangka meletakkan rekaat shalat dan
shaum Ramadhan saja. Tidak, makna ibadah lebih luas dan lebih
menyeluruh dari itu semua. Ibadah itu, sebagaimana yang dikenalkan
syaikhul Islam, Ibnu Taimiyah rahimahullah:

“اسم جامع لكل ما يحبه الله ويرضاه من الأقوال والأفعال الظاهرة والباطنة”

“Setiap istilah yang menyeluruh, terkait setiap yang dicintai Allah
dan diridhoi-Nya, baik bentuk ucapan, perbuatan, yang nyata atau yang
tersembunyi.”

Karena itu, setiap upaya mendamaikan antara dua orang adalah ibadah.
Membiayai anak yatim atau mengelus kepala mereka adalah sama-sama
ibadah. Memberi nasehat adalah ibadah. Membuang sampah pada tempatnya
atau menyingkirkan duri dari jalan adalah ibadah. Tidak menyakiti
hewan adalah ibadah. Mendidik anak sesuai dengan syari’ah Allah adalah
ibadah. Suatu yang boleh akan menjadi bernilai ibadah dengan niat yang
benar dan baik. Maka mahasiswa yang study dengan sungguh-sungguh untuk
khidmat umat muslim adalah ibadah. Profesional atau pekerja yang
sungguh-sungguh mencari rizki halal adalah ibadah. Bekerja untuk
memenuhi kebutuhan keluarga, berderma untuk diri dan orang lain adalah
ibadah.

Jika makna dan kandungan ibadah begitu luas, maka sudah barang tentu
melaksanakan ibadah itu membutuhkan semangat menggelora, sebanding
dengan luasnya makna dan kandungan ibadah itu sendiri.

Ketiga, banyaknya rintangan, kendala dan kesibukan. Baik dari internal
maupun dari eksternal manusia.

Karena itu, jiwa yang cenderung bermalasan dan berleha-leha tidak
mungkin mampu melaksanakan kewajiban ibadah yang sangat luas ini. Apa
lagi, ada setan yang senantiasa menyelewengkan manusia dari jalur
ibadah. Ada juga lingkungan yang mempengaruhinya, himpitan ekonomi dan
masalah sosial. Begitu juga dengan godaan-godaan dan rayuan-rayuan
yang melenakan lainnya.

Dari itu, tidak bisa tidak, harus ada semangat yang menggelora dan
kesungguhan yang kuat.

Apa Itu Semangat Menggelora

Semangat menggelora tidak hanya diartikan menguras potensi untuk
bekerja atau beribadah. Ini salah satu ruang lingkup semangat
menggelora. Ada bentuk lain, di antaranya:

Pertama, berusaha melaksanakan amal shaleh dan konsisten
melaksanakannya, meskipun hanya sedikit. Rasulullah saw. bersabda,

“” أحب العمل إلى الله أدوم وإن قل ”  [صححه الألباني]

“Amal yang paling dicintai Allah adalah yang berkesinambungan meskipun
sedikit.” Hadits disahihkan Al Albani.

Kesinambungan dalam beramal meskipun sedikit menunjukkan adanya
semangat menggelora bagi pelakunya. Karena tabiat jiwa bosan rutinitas
dan lebih cenderung memilih perubahan. Karena itu, Rasulullah saw.
bersabda kepada Abdullah bin Amr ra. “Wahai Abdullah, kamu jangan
seperti fulan. Ia melaksanakan qiyamullail, kemudian meninggalkannya.”
Muttafaqun ‘alaih. Seakan-akan Rasulullah saw. mencela orang yang
meninggalkan amal setelah sebelumnya sudah terbiasa melaksanakannya.

Kedua, itqanul ibadah. Ibadah dengan maksimal. Tentu ini membutuhkan
semangat menggelora. Contohnya, ada orang yang bisa shalat satu rakaat
dengan baca sepertiga juz. Namun susah untuk mentadabburi makna yang
dibacanya, padahal jika ia mampu memahami kandungan ayat yang
dibacanya, ia mampu 

Help Palestine [hidayahnet] Kesabaran Muhammad Laksana Mukjizat

2010-07-09 Terurut Topik Hasan Abdurrahim
http://www.dakwatuna.com/2008/kesabaran-muhammad-laksana-mukjizat/

Kesabaran Muhammad Laksana Mukjizat

Oleh: Ulis Tofa, Lc


dakwatuna.com – Sikap sabar merupakan hal yang sangat mendasar dalam
kehidupan. Setiap orang membutuhkan sikap sabar. Terutama ketika
menghadapi cobaan, musibah, bencana, dan hinaan yang bertubi-tubi.
Adalah Rasulullah saw. menjadi teladan purna dalam sikap sabar. Pada
kesempatan kali ini rubrik Khutbah Jum’at mengupas sikap sabar. Bagi
para da’i dan khatib bisa menyampaikan tema ini dan meyakinkan umat
akan pentingnya sikap sabar.

أما بعد فيا أيها المسلمون:

Kabar gembira bagi kita umat Islam

Kita memiliki “tiang” panutan yang tak lekang

Ketika Allah menyeru agar para da’i mengajak

Untuk taat pada Rasul mulya, maka kita jadi sebaik-baik umat

Saudaramu, Isa memanggil orang mati, lalu hidup

Kamu, telah menghidupkan generasi dari sebelumnya tak berarti

Ya Rasulullah, shalawat dan salam atasmu

Sebaik-baik utusan yang tidak ambisi, namun baik budi

أيها المسلمون:

Tema yang kita bahas pada kesempatan ini adalah salah satu sisi dari
sekian banyak sisi keagungan Muhammad saw. Keagungannya membelalakkan
mata. Kemulyaannya menyihir pikiran. Sisi ini mulya karena beliau
orang yang mulia. Adalah benar karena beliau selalu benar. Beliau
telah membangun misi yang jauh lebih kokoh dibandingkan dengan gunung.
Beliau telah meletakkan prinsip-prinsip hidup secara lebih dalam
dibandingkan dengan sejarah itu sendiri. Beliau membangun tembok yang
tidak akan pernah terbakar oleh suara dan ejekan.

Adalah Muhammad saw., apapun yang Anda bicarakan pasti Anda akan
menemukan kebesaran beliau. Mari kita kaji sisi kesabaran beliau saw.

Al Qur’an menyebut kata Shabar lebih dari sembilan puluh (90) tempat.
Suatu kali Allah swt. memuji orang-orang yang sabar, pada kesempatan
lain Allah memberi kabar gembira berupa pahala orang-orang yang sabar.
Pada tempat yang lain Allah swt menyebut buah dari sikap sabar.

Allah swt berfirman kepada Rasul-Nya saw., (فَاصْبِرْ صَبْراً
جَمِيلاً) “Maka bersabarlah kamu dengan sabar yang baik.” Al Ma’arij:5

Jika kamu mendapatkan penentangan dari unsur kebatilan dan permusuhan
dari pemimpin yang dzalim, maka (فَاصْبِرْ صَبْراً جَمِيلاً)

Jika harta kamu sedikit, kefakiran melilit, gundah-gulana menyergap
dan beban hidup menghimpit, maka (فَاصْبِرْ صَبْراً جَمِيلاً)

Jika jumlah sahabat kamu sedikit dan pendukung kamu bercerai-berai,
maka (فَاصْبِرْ صَبْراً جَمِيلاً)

Jika jalan yang kamu tempuh penuh rintangan, kamu lihat dunia gelap
dan penuh maksiat, maka

(فَاصْبِرْ صَبْراً جَمِيلاً)

Jika anak-anakmu meninggal, kerabat dan orang yang kamu cintai
mendahuluimu, maka (فَاصْبِرْ صَبْراً جَمِيلاً)

Perjalanan hidup Muhammad saw. mengajarkan kepada kita bagaimana
bersikap sabar yang baik. Sabar yang sebenarnya. Beliau menjadi figure
bagi siapapun dalam kesabaran. Ketika beliau tinggal di Mekah, para
kerabat dan orang tercinta memusuhinya. Beliau dihinakan oleh orang
awam lagi tak berpengetahuan. Kerabat dekat dan khalayak umum
memeranginya, namum beliau tetap sabar. Beliau sangat kekurangan,
sambil menaruh batu di perutnya karena kelaparan dan kehausan. Beliau
paling sabar di antara manusia.

Beliau ditinggal pergi selamanya oleh istri tercinta nan cerdas. Istri
yang pandai yang ditarbiyah di keluarga kenabian. Istri yang
senantiasa mendukung dan membelanya. Ia meninggal pada waktu
Rasulullah saw mendapatkan banyak krisis. Ia meninggal pada fase Mekah
di mana pendukung jahiliyah sedang gencar memusuhinya. Dialah
Khadijah, dia menjadi orang nomor satu dalam membela suaminya.
Khadijah tempat mengadu Rasul. Tempat curhat. Khadijah meyakinkan
suaminya,

(كلا واللهِ لا يخزيكَ اللهُ أبدا، إنك لتصلُ الرحم، وتحملُ الكلَ،
وتعينُ الملهوفَ، وتطعمُ الضيفَ، كلا واللهِ لا يخزيكَ اللهُ أبدا).

“Tidak, demi Allah, Allah tidak akan menyia-nyiakan kamu. Anda orang
yang menyambung silaturahim. Membantu orang yang membutuhkan.
Memulyakan tamu. Sekali-kali Allah tidak akan menyia-nyiakan kamu.”

Khadijah meninggal pada “Aamul Huzni” tahun duka-cita. Muhammad sabar,
karena Allah swt. berfirman kepadanya, (فَاصْبِرْ صَبْراً جَمِيلاً)

Kaum kafir Quraisy, di antara mereka ada paman dan kerabat Muhammad
sedang membuat konspirasi untuk membunuhnya. Mereka mengutus lima
puluh pemuda yang mewakili masing-masing kabilah untuk membunuh
Muhammad. Dengan pedang terhunus kelima puluh pemuda mengepung rumah
Nabi. Mengetahui rumah beliau dikepung, beliau bersabar, paling sabar
dibandingkan semua manusia. Beliau keluar dari rumahnya dengan sangat
hati-hati,. Atas kehendak Allah swt. para pemuda dalam kondisi ngantuk
berat. Beliau sabar karena Allah menyeru kepadanya, (فَاصْبِرْ صَبْراً
جَمِيلاً)

Ketika Muhammad menabur debu di wajah-wajah mereka, mereka tertidur
pulas sehingga lepaslah pedang dari tangan-tangan mereka. Rasulullah
saw membacakan ayat,

(وَجَعَلْنَا مِنْ بَيْنِ أَيْدِيهِمْ سَدّاً وَمِنْ خَلْفِهِمْ سَدّاً
فَأَغْشَيْنَاهُمْ فَهُمْ لا يُبْصِرُونَ)

“Dan kami adakan di hadapan mereka dinding 

Help Palestine [hidayahnet] Buah Kekuatan Ruhi

2010-07-01 Terurut Topik Hasan Abdurrahim
http://www.dakwatuna.com

Buah Kekuatan Ruhi

Oleh: Musyaffa Ahmad Rohim, Lc



dakwatuna.com – Dalam sebuah perjalanan dari Jakarta ke Kuala Lumpur,
untuk mengisi “kesepian” perjalanan, saya buka PDA saya, dan mulailah
saya membaca kitab MAJMU’ FATÂWÂ IBN TAIMIYAH, saya mulai membaca juz
satu kitab yang terdiri dari 38 jilid itu.

Ada satu hal yang paling berkesan dalam diri saya saat membaca kitab
tersebut – banyak hal yang sangat berkesan dalam diri saya- yaitu saat
Ibn Taimiyah mengulas firman Allah Taala:

وَمِنَ الَّذِينَ قَالُواْ إِنَّا نَصَارَى أَخَذْنَا مِيثَاقَهُمْ
فَنَسُواْ حَظّاً مِّمَّا ذُكِّرُواْ بِهِ فَأَغْرَيْنَا بَيْنَهُمُ
الْعَدَاوَةَ وَالْبَغْضَاء إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ وَسَوْفَ
يُنَبِّئُهُمُ اللّهُ بِمَا كَانُواْ يَصْنَعُونَ

Dan di antara orang-orang yang mengatakan, “Sesungguhnya kami Ini
orang-orang Nasrani”, ada yang Telah kami ambil perjanjian mereka,
tetapi mereka (sengaja) melupakan sebagian dari apa yang mereka Telah
diberi peringatan dengannya; Maka kami timbulkan di antara mereka
permusuhan dan kebencian sampai hari kiamat. dan kelak Allah akan
memberitakan kepada mereka apa yang mereka kerjakan. (Al-Maidah: 14)

Ada beberapa hal yang paling menarik bagi saya dari penjelasan Ibnu
Taimiyyah ini:

Pertama:

Saat Ibn Taimiyyah –rahimahullah- mengaitkan antara dua hal, yaitu:

1. Nasû hazhzhan mimma dzukkirû bih (mereka melupakan sebagian dari
apa yang mereka telah diberi peringatan dengannya).

2. Faaghrainâ bainahum al-’adâwata wa al-baghdhâ-a ilâ yaum al-qiyâmah
(Maka kami timbulkan di antara mereka permusuhan dan kebencian sampai
hari kiamat).

Ibnu Taimiyyah menjelaskan bahwa dua hal di atas merupakan hubungan
sebab akibat, dalam arti, karena hal yang pertama terjadi, maka hal
yang kedua terwujud. Atau dengan bahasa lain: sebab hal pertama
terjadi, akibatnya hal kedua terjadi pula. Jelasnya: karena mereka
melupakan sebagian dari peringatan Allah SWT, maka, Allah SWT
menghukum mereka dalam bentuk munculnya permusuhan dan saling benci di
antara sesama mereka sampai hari kiamat.

Kedua:

Beliau menjelaskan bahwa hubungan sebab akibat ini bukan hanya berlaku
bagi orang-orang Nashrani, akan tetapi, hal ini merupakan sunnatullâh
yang berlaku bagi umat Islam juga. Artinya: jika umat Islam juga
melalaikan sebagian dari apa yang Allah SWT peringatkan kepada mereka,
maka, na’udzu billâh min dzâlik, umat Islam ini pun akan “dihukum”
dengan munculnya permusuhan dan saling benci di antara sesama mereka.

Ketiga:

Penyebab datangnya “hukuman” dalam bentuk permusuhan dan saling benci,
“hanyalah” karena mereka melupakan SEBAGIAN dari apa yang Allah SWT
peringatkan kepada mereka. Kita pun bertanya-tanya dengan penuh rasa
takut dan ngeri: “BAGAIMANA KALAU YANG KITA LUPAKAN ADALAH SEBAGIAN
BESAR” apa lagi kalau sampai SELURUH YANG ALLAH SWT PERINGATKAN kepada
kita.

Dalam pandangan saya, hal ini sangat terkait dengan firman Allah SWT
pada ayat lain:

وَمَا أَصَابَكُم مِّن مُّصِيبَةٍ فَبِمَا كَسَبَتْ أَيْدِيكُمْ
وَيَعْفُو عَن كَثِيرٍ

Dan apa saja musibah yang menimpa kamu Maka adalah disebabkan oleh
perbuatan tanganmu sendiri, dan Allah memaafkan sebagian besar (dari
kesalahan-kesalahanmu). (As-Syûrâ: 30).

Tafsir singkatnya: bahwa berbagai musibah terjadi dikarenakan
perbuatan kita, dan sebenarnya banyak hal yang Allah SWT memaafkan
kita, jika setiap kesalahan Allah SWT hukum kita dengan musibah,
habislah kita dari dahulu. Lâ haula walâ quwwata illâ billâh.

Keempat:

Ibn Taimiyah menjelaskan bahwa yang dimaksud SEBAGIAN DARI APA YANG
ALLAH SWT PERINGATKAN DENGANNYA adalah: tark al-’amal bi ba’dhi mâ
umirû bihi (tidak mengamalkan sebagian perintah Allah SWT) [Majmû'
Fatâwa, juz 1, hal. 14].

Ikhwati fillah …

Setelah kita melakukan jaulah Qur’âniyah bersama Ibn Taimiyah ini,
marilah kita mengambil beberapa pelajaran terkait dengan kehidupan
dakwah kita, yaitu:

1. Betapa penting syumuliyah al-Islâm dalam dakwah, baik dalam tataran
ma’rifî (teori, pemahaman, konsep), maupun ‘amali (pengamalan,
penerapan, praktek). Terkait dengan hal ini, kita berkewajiban untuk
memancang ajaran Allah SWT, ajaran Islam, sebagai satu kesatuan yang
tidak boleh dipisah-pisahkan dan dipilah-pilah.

2. Bahwa, jika kita meninggalkan sebagian dari yang diperintahkan
Allah SWT, maka, perbuatan kita yang meninggalkan sebagian dari yang
diperintahkan Allah SWT ini akan berakibat bagi kedatangan “adzab”
Allah SWT, di antaranya adalah al-a’dâ’ (permusuhan) dan al-baghdhâ’
(saling benci membenci), dengan bahasa lain, tidak ada lagi ta’lîf
al-qulûb (keterpautan dan kesatuan hati) dan seterusnya.

3. Bahwa yang terpenting dari “sebagian perintah Allah SWT” ini adalah
aspek keimanan dan amal shalih (ruhâniyyât, spiritualitas), sebab, ada
sunnatullâh yang lain yang menyatakan bahwa komitmen dengan keimanan
dan amal shalih akan berakibat bagi kemunculan al-wuddu (kecintaan) di
antara sesama. Hal ini berdasar pada firman Allah SWT:

إِنَّ الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ سَيَجْعَلُ 

Help Palestine [hidayahnet] Keajaiban Salam

2010-07-01 Terurut Topik Hasan Abdurrahim
http://www.dakwatuna.com

Keajaiban Salam

Oleh: Dr. Setiawan Budi Utomo



dakwatuna.com – Cinta adalah sesuatu benih yang hidup dalam hati dan
tumbuh muncul ke permukaan dalam bentuk ekspresi kongkret dan perilaku
riil. Cinta memerlukan ekspresi tersendiri dan esensi syariat Salam
dalam Islam lebih dari sekadar simbol formalitas verbal tetapi sebuah
ekspresi tulus yang lahir dari perasaan cinta, kasih sayang, doa,
harapan, suka cita, motivasi, kepedulian, perhatian, penghargaan dan
ikatan batin yang tulus dalam berbagai bentuknya.

Alice Gray memberikan tips mengawetkan hubungan romantis pasangan
dalam bukunya List To Live By For Every Married Couple (2002) yaitu
dengan memelihara komunikasi efektif melalui berbagai ekspresi
perasaan, sukacita, dam keprihatinan yang terdalam. Menurutnya,
pernikahan itu dibangun di atas ekspresi-ekspresi kecil penuh kasih
sayang dengan menekankan pentingnya ucapan-ucapan selamat dalam
berbagai pengalaman penting dan momentum berarti (munasabat) serta
sebaliknya mengabadikan kartu ucapan selamat yang terkirim untuk
pernikahan, ulang tahun, ulang tahun pernikahan ataupun ucapan spesial
apapun merupakan hal yang bermanfaat sebagaimana saran Angela Dean
Lund, konsultan kenangan-kenangan kreatif.

Salam merupakan salah satu bentuk pemberian motivasi yang sangat
berarti dalam sebuah hubungan agar dapat meningkatkan semangat dalam
vitalitas kehidupan fisik material maupun psikologis spiritual, maka
karena cinta memerlukan motivasi yang intens dan kontinyu agar
tercipta hubungan yang harmonis dan bergairah sepanjang musim, seperti
diungkapkan oleh John Gray dalam Men are From Mars, Women are from
Venus (1992) sehingga memerlukan manajemen salam dan seni memahami
entry point serta titik-titik sensitif serta sentimentil untuk
mengeratkan hati pasangan ataupun orang lain (ta’liful qulub). Namun
demikian, patut disayangkan, banyak kalangan umat dan aktivis dakwah
yang melewatkan dan menyiakan entry point ini membina dan mengeratkan
hubungan dengan orang-orang dekatnya serta lingkungan pergaulannya
sehingga tercipta hubungan yang loyal, bergairah dan indah.

Sebagai seorang muslim, adalah telah menjadi sebuah keharusan syar’i
dan keniscayaan pergaulan untuk memahami manajemen salam dengan saling
membudayakan salam secara positif dan efektif. Banyak sekali dalil
syar’i, baik dari Al-Qur’an maupun Al-Hadits yang menganjurkan agar
kita selalu memberi salam kepada siapa pun termasuk yang kita belum
kenal apalagi orang-orang dekat yang telah lama kita kenal. (QS.24:27)

Diriwayatkan dari Abdullah bin ‘Amr bin ‘Ash r.a. bahwasanya seorang
laki-laki bertanya kepada Rasulullah SAW, apakah Islam yang paling
baik itu? beliau menjawab: Engkau memberi makan dan memberi
(mengucapkan) salam kepada orang yang kamu kenal dan orang yang belum
kamu kenal.” (HR. Muttafaqun ‘Alaih )

Rasulullah SAW telah mewasiatkan kepada umat Islam untuk memelihara
tujuh perkara yaitu; menjenguk orang sakit, mengikuti jenazah,
mendoakan orang yang bersin, membantu yang lemah, menolong yang
dizhalimi orang, memberi salam, mengabulkan permintaan seseorang
(memohon dengan sumpah kepada Allah). (HR. Muttafaqun ‘Alaih)

Imam Ibnu Hibban (w.354 H.) dalam Raudhatul ‘Uqala wa Nuzhatul Fudhala
menegaskan bahwa Islam sangat menganjurkan budaya Salam pada hubungan
sosial secara umum, karena mengandung hikmah dapat mengikis rasa
kebencian, kemarahan dan mencerahkan pergaulan sebagaimana riwayat
hadits Nabi saw yang mengatakan bahwa Salam merupakan salah satu nama
agung Allah yang dihamparkan di muka bumi, maka tebarkanlah Salam di
antara kalian.

Manajemen salam secara baik akan melatih seseorang dapat
mengoptimalkan upaya membudayakan salam yang merupakan salah satu cara
untuk memperkuat persaudaraan khususnya antara sesama muslim, menambah
perasaan saling cinta antar sesama orang beriman. Rasulullah SAW dalam
sebuah hadits menegaskan bahwa tidak akan masuk surga sehingga orang
telah beriman, dan tidak beriman sehingga saling mencintai cara
efektif untuk dapat saling mencintai adalah dengan menyebarkan salam.
( HR. Muslim )

Dale Carnegie dalam How to Win Friends and Influence People (1979)
mengajarkan bagaimana cara memelihara dan mengeratkan hubungan sosial
khususnya ikatan mahligai perkawinan di antara dengan saling memberi
salam berupa ucapan selamat dan pujian yang ikhlas serta memberikan
perhatian-perhatian pada hal-hal kecil yang menarik pasangan seperti
ketika hari ulang tahun peristiwa pernikahan dan kelahiran.

Menghidupkan budaya salam secara kreatif dan inisiatif bagi pribadi
pendamba keshalihan akan tumbuh secara mandiri karena keyakinan bahwa
salam merupakan kebiasaan tersebut termasuk sebuah ibadah yang dapat
menghantarkan kepada surga sebagaimana pesan Rasulullah SAW dalam
sabdanya: “Hai manusia, sebarkanlah salam, berdermalah makanan,
hubungkanlah tali persaudaraan (silaturahim), shalat malamlah pada
saat orang-orang sedang tidur lelap niscaya kalian akan masuk surga
dengan 

Help Palestine [hidayahnet] Tabarruj Dan Ikhtilath

2010-06-28 Terurut Topik Hasan Abdurrahim
http://www.dakwatuna.com

Tabarruj Dan Ikhtilath

Oleh: Asfuri Bahri, Lc



dakwatuna.com – Islam adalah agama yang mengatur hidup dan kehidupan
manusia. Ajaran-ajarannya menjadi acuan bagi siapa saja, pribadi,
keluarga, masyarakat, dan bangsa untuk meniti kehidupan yang lebih
baik dan harmonis dalam ridha sang pencipta. Rambu-rambunya diletakkan
untuk dijadikan pedoman perjalanan hidup untuk selamat sampai tujuan.
Jika ada rambu yang dilanggar, maka akibat buruk akan menimpa
pelanggar itu dan bahkan sering menimpa orang lain juga. Lihatlah,
sebuah kecelakaan di jalan raya, korbannya tidak hanya pelaku
pelanggaran, namun menimpa pengguna jalan yang lain.

Di antara persoalan besar yang dihadapi oleh manusia adalah yang
berkaitan dengan wanita. Persoalan ini adalah persoalan Bani Israel
dan persoalan umat ini. Rasulullah telah mengisyaratkan masalah ini,

مَا تَرَكْتُ بَعْدِي فِتْنَةً أَضَرَّ عَلَى الرِّجَالِ مِنَ النِّسَاءِ

“Aku tidak tinggalkan fitnah yang lebih berbahaya bagi laki-laki
selain (fitnah) wanita.” (H.R. Bukhari dan Muslim)

Harta paling berharga yang dimiliki wanita adalah rasa malu dan harga
diri. Jika wanita melepaskan pakaian malunya dan tidak lagi menjaga
harga diri serta kewanitaannya, dampaknya akan menimpa keluarga dan
masyarakat. Maka selayaknya keluarga dan masyarakat juga turut dalam
menjaga nilai-nilai ini pada diri wanita-wanitanya. Jika wanita tidak
lagi mengenakan hijab sebagaimana yang telah ditentukan Islam,
ditambah dengan pelanggaran batas hubungan antar laki-laki dan wanita,
maka kerusakan akan terjadi. Hal ini karena syahwat manusia adalah
sesuatu yang berbahaya jika tidak dikendalikan.

Imam Muslim meriwayatkan dari Jabir bahwa Rasulullah saw. bersabda,

إِنَّ الْمَرْأَةَ تُقْبِلُ فِي صُورَةِ شَيْطَانٍ وَتُدْبِرُ فِي
صُورَةِ شَيْطَانٍ فَإِذَا أَبْصَرَ أَحَدُكُمْ امْرَأَةً فَلْيَأْتِ
أَهْلَهُ فَإِنَّ ذَلِكَ يَرُدُّ مَا فِي نَفْسِهِ

“Wanita itu dari depan nampak seperti bentuk setan dan dari belakang
nampak seperti bentuk setan. Kalau salah seorang di antara kalian
melihat wanita hendaklah mendatangi istrinya. Karena hal itu akan
meredakan apa yang di dalam dirinya.”

Pengertian Tabarruj dan Ikhtilath

Menurut bahasa, tabarruj adalah wanita yang memamerkan keindahan dan
perhiasannya kepada laki-laki (Ibnu Manzhur di Lisanul Arab).
Tabarrajatil mar’ah artinya wanita yang menampakkan kecantikannya,
lehernya, dan wajahnya. Ada yang mengatakan, maksudnya adalah wanita
yang menampakkan perhiasannya, wajahnya, kecantikannya kepada
laki-laki dengan maksud untuk membangkitkan nafsu syahwatnya.

Menurut syariah, tabarruj adalah setiap perhiasan atau kecantikan yang
ditujukan wanita kepada mata-mata orang yang bukan muhrim. Termasuk
orang yang mengenakan cadar, di mana seorang wanita membungkus
wajahnya, apabila warna-warnanya mencolok dan ditujukan agar dinikmati
orang lain, ini termasuk tabarruj jahiliyah terdahulu. Seperti yang
disinyalir ayat,

“Dan hendaklah kamu tetap di rumahmu dan janganlah kamu berhias dan
bertingkah laku seperti orang-orang Jahiliyah yang dahulu dan
dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan taatilah Allah dan Rasul-Nya.
Sesungguhnya Allah bermaksud hendak menghilangkan dosa dari kamu, hai
ahlul bait dan membersihkan kamu sebersih-bersihnya.” (Al-Ahzab: 33)

Allah melarang para wanita untuk tabarruj setelah memerintahkan mereka
menetap di rumah. Tetapi apabila ada keperluan yang mengharuskan
mereka keluar rumah, hendaknya tidak keluar sembari mempertontonkan
keindahan dan kecantikannya kepada laki-laki asing yang bukan
muhrimnya. Allah juga melarang mereka melakukan tabrruj seperti
tabarrujnya orang-orang jahiliyah terdahulu. Apa maksud tabarruj
jahiliyah terdahulu itu?

Mujahid berkata, “Wanita dahulu keluar dan berada di antara para
laki-laki. Inilah maksud dari tabarruj jahiliyah terdahulu.”

Qatadah berkata, “Wanita dahulu kalau berjalan berlenggak-lenggok
genit. Allah melarang hal ini.”

Muqatil bin Hayyan berkata, “Maksud tabarruj adalah wanita yang
menanggalkan kerudungnya lalu nampaklah kalung dan lehernya. Inilah
tabarruj terdahulu di mana Allah melarang wanita-wanita beriman untuk
melakukannya.”

رَوَى اِبْنُ أَبِي نَجِيْحٍ عَن مُجَاهِد وَلاَ تَبَرَّجْنَ تَبَرُّجَ
الْجَاهِلِيَّةِ الأُوْلَى قَالَ كَانَتِ الْمَرْأَةُ تَتَمَشَّى بَيْنَ
أَيْدِي الْقَوْمِ فَذَلِكَ تَبَرُّجُ الْجَاهِلِيَّةِ

Ibnu Abu Najih meriwayatkan dari Mujahid, “Janganlah kamu berhias dan
bertingkah laku seperti orang-orang Jahiliyah yang dahulu…” Dia
(Mujahid) berkata, “Wanita dahulu berjalan-jalan di hadapan kaum
(laki-laki). Itulah tabarruj Jahiliyah.”

Ada yang mengatakan, yang dimaksud jahiliyah pertama adalah jahiliyah
sebelum Islam, sedangkan jahiliyah kedua adalah umat Islam yang
melakukan perbuatan jahiliyah pertama.

Sedangkan pengertian ikhtilath secara bahasa adalah bercampurnya dua
hal atau lebih. Ikhtilath dalam pengertian syar’i maksudnya
bercampur-baurnya perempuan dan laki-laki yang bukan muhrim di sebuah
momen dan forum yang tidak 

Help Palestine [hidayahnet] Menikah, Kenapa Takut?

2010-06-27 Terurut Topik Hasan Abdurrahim
http://www.dakwatuna.com

Menikah, Kenapa Takut?

Oleh: DR. Amir Faishol Fath



dakwatuna.com – Kita hidup di zaman yang mengajarkan pergaulan bebas,
menonjolkan aurat, dan mempertontonkan perzinaan. Bila mereka berani
kepada Allah dengan melakukan tindakan yang tidak hanya merusak diri,
melainkan juga menghancurkan institusi rumah tangga, mengapa kita
takut untuk mentaati Allah dengan membangun rumah tangga yang kokoh?
Bila kita beralasan ada resiko yang harus dipikul setelah menikah,
bukankah perzinaan juga punya segudang resiko? Bahkan resikonya lebih
besar. Bukankankah melajang ada juga resikonya?

Hidup, bagaimanapun adalah sebuah resiko. Mati pun resiko. Yang tidak
ada resikonya adalah bahwa kita tidak dilahirkan ke dunia. Tetapi
kalau kita berpikir bagaimana lari dari resiko, itu pemecahan yang
mustahil. Allah tidak pernah mengajarkan kita agar mencari pemecahan
yang mustahil. Bila ternyata segala sesuatu ada resikonya, maksiat
maupun taat, mengapa kita tidak segera melangkah kepada sikap yang
resikonya lebih baik? Sudah barang tentu bahwa resiko pernikahan lebih
baik daripada resiko pergaulan bebas (baca: zina). Karenanya Allah
mengajarkan pernikahan dan menolak perzinaan.

Saya sering ngobrol, dengan kawaan-kawan yang masih melajang, padahal
ia mampu untuk menikah. Setelah saya kejar alasannya, ternyata semua
alasan itu tidak berpijak pada fondasi yang kuat: ada yang beralasan
untuk mengumpulkan bekal terlebih dahulu, ada yang beralasan untuk
mencari ilmu dulu, dan lain sebagainya. Berikut ini kita akan mengulas
mengenai mengapa kita harus segera menikah? Sekaligus di celah
pembahasan saya akan menjawab atas beberapa alasan yang pernah mereka
kemukakan untuk membenarkan sikap.

Menikah itu Fitrah

Allah Taala menegakkan sunnah-Nya di alam ini atas dasar
berpasang-pasangan. Wa min kulli syai’in khalaqnaa zaujain, dan segala
sesuatu kami ciptakan berpasang-pasangan (Adz-Dzariyaat: 49). Ada
siang ada malam, ada laki ada perempuan. Masing-masing memerankan
fungsinya sesuai dengan tujuan utama yang telah Allah rencanakan.
Tidak ada dari sunnah tersebut yang Allah ubah, kapanpun dan di
manapun berada.Walan tajida lisunnatillah tabdilla, dan kamu
sekali-kali tidak akan mendapati perubahan pada sunnah Allah
(Al-Ahzab: 62). Walan tajida lisunnatillah tahwiila, dan kamu tidak
akan mendapati perubahan bagi ketetapan kami itu. (Al-Isra: 77)

Dengan melanggar sunnah itu berarti kita telah meletakkan diri pada
posisi bahaya. Karena tidak mungkin Allah meletakkan sebuah sunnah
tanpa ada kesatuan dan keterkaitan dengan sIstem lainnya yang bekerja
secara sempurna secara universal.

Manusia dengan kecanggihan ilmu dan peradabannya yang dicapai, tidak
akan pernah mampu menggantikan sunnah ini dengan cara lain yang
dikarang otaknya sendiri. Mengapa? Sebab, Allah swt. telah membekali
masing-masing manusia dengan fitrah yang sejalan dengan sunnah
tersebut. Melanggar sunnah artinya menentang fitrahnya sendiri.

Bila sikap menentang fitrah ini terus-menerus dilakukan, maka yang
akan menanggung resikonya adalah manusia itu sendiri. Secara kasat
mata, di antara yang paling tampak dari rahasia sunnah
berpasang-pasangan ini adalah untuk menjaga keberlangsungan hidup
manusia dari masa ke masa sampai titik waktu yang telah Allah
tentukan. Bila institusi pernikahan dihilangkan, bisa dipastikan bahwa
mansuia telah musnah sejak ratusan abad yang silam.

Mungkin ada yang nyeletuk, tapi kalau hanya untuk mempertahankan
keturunan tidak mesti dengan cara menikah. Dengan pergaulan bebas pun
bisa. Anda bisa berkata demikian. Tetapi ada sisi lain dari fitrah
yang juga Allah berikan kepada masing-masing manusia, yaitu: cinta dan
kasih sayang, mawaddah wa rahmah. Kedua sisi fitrah ini tidak akan
pernah mungkin tercapai dengan hanya semata pergaulan bebas. Melainkan
harus diikat dengan tali yang Allah ajarkan, yaitu pernikahan. Karena
itulah Allah memerintahkan agar kita menikah. Sebab itulah yang paling
tepat menurut Allah dalam memenuhi tuntutan fitrah tersebut. Tentu
tidak ada bimbingan yang lebih sempurna dan membahagiakan lebih dari
daripada bimbingan Allah.

Allah berfirman fankihuu, dengan kata perintah. Ini menunjukan
pentingnya hakikat pernikahan bagi manusia. Jika membahayakan, tidak
mungkin Allah perintahkan. Malah yang Allah larang adalah perzinaan.
Walaa taqrabuzzina, dan janganlah kamu mendekati zina (Al-Israa: 32).
Ini menegaskan bahwa setiap yang mendekatkan kepada perzinaan adalah
haram, apalagi melakukannya. Mengapa? Sebab Allah menginginkan agar
manusia hidup bahagia, aman, dan sentosa sesuai dengan fitrahnya.

Mendekati zina dengan cara apapun, adalah proses penggerogotan
terhadap fitrah. Dan sudah terbukti bahwa pergaulan bebas telah
melahirkan banyak bencana. Tidak saja pada hancurnya harga diri
sebagai manusia, melainkan juga hancurnya kemanusiaan itu sendiri.
Tidak jarang kasus seorang ibu yang membuang janinnya ke selokan, ke
tong sampah, bahkan dengan sengaja membunuhnya, hanya 

Help Palestine [hidayahnet] Bulan Sya’ban

2010-06-25 Terurut Topik Hasan Abdurrahim
http://www.dakwatuna.com

Bulan Sya’ban

Oleh DR. Amir Faishol Fath


dakwatuna.com - Bulan Sya’ban secara urutan bulan hijriah jatuh
sebelum bulan Ramadhan. Dalam riwayat Imam Bukhari, Aisyah ra.
menceritakan, bahwa Rasulullah saw. selalu memperbanyak puasa di bulan
Sya’ban? Bahkan dalam riwayat lain dikatakan bahwa tidak ada bulan
melebihi bulan Sya’ban di dalamnya Rasulullah saw. berpuasa. Dalam
hadits lain disebutkan bahwa Nabi saw. berpuasa mayoritas hari-hari
bulan Sya’ban. Mengapa?

Ada beberapa rahasia di antaranya:

Pertama, puasa adalah kebutuhan fitrah manusia. Karena itu Allah
mewajibkan hamba-hamba-Nya berpuasa. Dalam surah Al Baqarah 183 Allah
swt. menyebutkan bahwa puasa tidak hanya diwajibkan kepada umat
manusia tertentu tetapi juga kepada umat manusia terdahulu. Ini
menunjukkan bahwa puasa merupakan ibadah yang tidak bisa tidak harus
dilakukan. Ilmu kedokteran modern membuktikan bahwa dengan puasa
pencernaan seseorang akan istirahat dari rasa lelah yang sekian lama
terus menerus digunakan untuk mengolah makanan. Maka semakin sering
seseorang berpuasa ia akan semakin sehat. Sebab kemungkinan timbulnya
penyakit yang seringkali disebabkan oleh makanan akan tercegah secara
otomatis ketika ia berpuasa.

Kedua, bulan Ramadhan adalah bulan diwajibkannya puasa bagi
orang-orang beriman. Jadi pengertian ayat: kutiba alaikumush shiyaam
itu maksudnya untuk bulan Ramadhan. Karena itu dalam sebuah hadits
Nabi menegaskan bahwa di bulan Ramadhan diwajibkan atas orang-orang
beriman berpuasa. Adalah suatu persiapan yang sangat strategis ketika
Rasulullah selalu memperbanyak puasa di bulan Sya’ban. Ibarat sebuah
turnamen, bulan Ramadhan adalah ajang perlombaan beramal saleh,
cerminan ayat: “fastabiqul khairaat (berlomba-lombalah dalam
kebaikan)” Al Baqarah:148. Karena itu sebelum masuk Ramadhan hendaklah
melakukan persiapan-persiapan terlebih dahulu dengan memperbanyak
puasa di bulan Sya’ban. Kita semua tahu bahwa para peserta turnamen
pasti melakukan persiapan sebulan dua bulan sebelumnya. Itulah rahasia
mengapa Rasulullah saw. memperbanyak puasa di bulan Sya’ban. Agar
tidak loyo selama bulan Ramadhan. Agar lebih maksimal melaksanakan
ibadah-ibadah Ramadhan yang semuanya saling melengkapi untuk
mengantarkan kepada ketakwaan.

Ketiga, ibadah puasa adalah ibadah menahan nafsu. Suatu perjuangan
yang senantiasa harus dilakukan oleh orang-orang beriman. Dalam surah
An Nazi’at:40 Allah swt. menjelaskan bahwa jalan ke surga adalah
dengan upaya terus-menerus membangun rasa takut kepada Allah dan
menahan nafsu. Mengapa? Sebab Setan berkerja terus menerus, siang dan
malam untuk menjerumuskan manusia ke dalam dosa-dosa. Kerja keras
setan ini tidak bisa tidak menuntut kita untuk bekerja keras juga guna
mengimbanginya. Orang yang beriman kepada Allah dan hari Kiamat, tentu
akan selalu waspada dari godaan setan. Caranya dengan banyak berpuasa.
Semakin sering berpuasa, semakin sempit jalan-jalan setan untuk
menggoda. Sebab dalam sebuah riwayat dikatakan bahwa setan seringkali
masuk melalui makanan. Maka semakin banyak makan, semakin mudah digoda
setan. Karenanya orang yang kekenyangan akan selalu malas beribadah.

Keempat, Rasulullah saw. adalah contoh pribadi berakhlak mulia. Allah
berfirman: “Wainnaka la’alaa khuluqin adhiim (Dan sesungguhnya kamu
(Muhammad) benar-benar mempunyai akhlaq yang agung)” Al Qalam:4. Maka
setiap yang dicontohkan Rasulullah saw. pasti baik untuk kemanusiaan
di dunia maupun di akhirat. Tidak ada perbuatan yang dilakukan
Rasulullah saw. kecuali membawa manfaat bagi kehiduapan manusia jika
diikuti. Dan bila kita teliti secara seksama, menejemen modern yang
mengantarkan munculnya negara-negara maju dan perusahaan-perusahaan
bisnis kelas dunia, di dalamnya akan kita temukan nilai-nilai
universal yang pada dasarnya itu adalah bagian dari ajaran Islam yang
dibawa Rasulullah saw. Maka dengan memperbanyak puasa di bulan
Sya’ban, itu sungguh sangat baik dan bermanfaat, tidak saja di dunia
tetapi juga di akhirat.

Kelima, adapun mengenai amalan di pertengahan bulan Sya’ban (nisfu
Sya’ban), sekalipun ada sebagian hadits yang dianggap hasan oleh para
ulama hadits, tetapi terpenting sebenarnya adalah memperbanyak puasa
selama bulan Sya’ban, bukan mengkhususkannya pada pertengahan saja.

Imam An Nasa’i meriwayatkan sebuah hadits dari Usamah bin Zaid tentang
rahasia memperbanyak puasa di bulan Sya’ban, Nabi bersabda: “Bulan
Sya’ban adalah bulan yang sering dilalaikan oleh banyak orang, karena
itu terjepit antara Rajab dan Ramadhan. Padahal ia adalah bulan di
angkatnya amal manusia, maka aku suka ketika amalku diangkat aku
sedang berpuasa.” Wallahu a’lam bish shawab.

http://www.dakwatuna.com/2008/bulan-syaban/




Free download [Internet Explorer/Firefox]:
Hidayahnet Toolbar [no virus, adware, malware etc] 
http://hidayahnet.ourtoolbar.com

--
**Boycott Israel**Support Palestine** 

All views expressed 

Help Palestine [hidayahnet] Yaa Allah Berkahilah Kami di Bulan Rajab

2010-06-25 Terurut Topik Hasan Abdurrahim
http://www.dakwatuna.com

Yaa Allah Berkahilah Kami di Bulan Rajab

Oleh: Ulis Tofa, Lc



dakwatuna.com – Hari ini, Jum’at 4 Juli 2008, tepat tanggal 1 Rajab
1429 H. Bulan Rajab adalah salah satu dari Empat Bulan Haram atau yang
dimuliakan Allah swt. (Bulan Dzulkaidah, Dzulhijjah, Muharram dan
Rajab). Allah swt berfirman:

“Sesungguhnya bilangan bulan pada sisi Allah adalah dua belas bulan,
dalam ketetapan Allah di waktu dia menciptakan langit dan bumi, di
antaranya empat bulan haram. Itulah (ketetapan) agama yang lurus, Maka
janganlah kamu menganiaya diri kamu dalam bulan yang empat itu, dan
perangilah kaum musyrikin itu semuanya sebagaimana merekapun memerangi
kamu semuanya, dan Ketahuilah bahwasanya Allah beserta orang-orang
yang bertakwa.” At Taubah: 36

Fenomena pergantian bulan di mata muslim adalah salah satu sarana
untuk mengingat kekuasaan Allah swt dan dalam rangka untuk mengambil
ibrah dalam kehidupan juga sebagai sarana ibadah.

Karena itu, pergantian bulan dalam bulan-bulan Hijrah kita disunnahkan
untuk berdo’a, terutama ketika melihat hilal atau bulan pada malam
harinya. Do’a yang diajarkan oleh Baginda Rasulullah saw. adalah:

اللَّهُمَّ أَهْلِلْهُ عَلَيْنَا بِاْلأَمْنِ وَاْلإِيْمَانِ
وَالسَّلاَمَةِ وَاْلإِسْلاَم رَبِّيْ وَرَبُّكَ اللهُ هِلاَلَ رُشْدٍ
وَخَيْرٍ

“Ya Allah, Jadikanlah bulan ini kepada kami dalam kondisi aman dan
hati kami penuh dengan keimanan, dan jadikanlah pula bulan ini kepada
kami dengan kondisi selamat dan hati kami penuh dengan keislaman. Rabb
ku dan Rabb mu Allah. Bulan petunjuk dan bulan kebaikan.” (HR.
Turmudzi)

Shaum di Bulan Rajab

Shaum dalam bulan Rajab, sebagaimana dalam bulan-bulan mulia lainnya
hukumnya sunnah.

Diriwayatkan dari Mujibah al-Bahiliyah, Rasulullah aw. Bersabda:

“Puasalah pada bulan-bulan haram (mulya).” Abu Dawud, Ibnu Majah, dan
Imam Ahmad.

Rasulullah saw. juga bersabda:

“Kerjakanlah ibadah apa yang engkau mampu, sesungguhnya Allah tidak
pernah bosan hingga kalian bosan”.

Ibnu Hajar, dalam kitabnya “Tabyinun Ujb”, menegaskan bahwa tidak ada
hadits, baik sahih, hasan, maupun dha’if yang menerangkan keutamaan
puasa di bulan Rajab.

Bahkan beliau meriwayatkan tindakan Sahabat Umar yang melarang
mengkhususkan bulan Rajab dengan berpuasa.

Ditulis oleh Imam Asy Syaukani dalam Kitabnya, Nailul Authar,
menerangkan bahwa Ibnu Subki meriwayatkan dari Muhamad bin Manshur As
Sam’ani yang mengatakan bahwa tidak ada hadis yang kuat yang
menunjukkan kesunahan puasa Rajab secara khusus.

Disebutkan juga bahwa Ibnu Umar memakruhkan puasa Rajab, sebagaimana
Abu Bakar al-Tarthusi yang mengatakan bahwa puasa Rajab adalah makruh,
karena tidak ada dalil yang kuat.

Namun demikian, sesuai pendapat Imam Asy Syaukani, bila semua hadits
yang secara khusus menunjukkan keutamaan bulan Rajab dan disunahkan
puasa di dalamnya kurang kuat untuk dijadikan landasan, maka
hadits-hadits yang umum, seperti yang disebut di atas, itu cukup
menjadi hujah atau landasan.

Di samping itu, karena juga tak ada dalil yang kuat yang memakruhkan
puasa di bulan Rajab.

Do’a Bulan Rajab

Bulan Rajab merupakan starting awal untuk menghadapi Bulan Suci
Ramadhan. Subhanallah, Rasulullah saw. menyiapkan diri untuk menyambut
Bulan Suci Ramadhan selama dua bulan berturut sebelumnya, yaitu bulan
Rajab dan bulan Sya’ban. Dengan berdoa dan memperbanyak amal shalih.

Do’a keberkahan di bulan Rajab. Bila memasuki bulan Rajab, Nabi saw.
mengucapkan, “Allaahumma Baarik Lana Fii Rajaba Wa Sya’baana, Wa
Ballighna Ramadhaana. “Ya Allah, berilah keberkahan pada kami di dalam
bulan Rajab dan Sya’ban serta sampaikanlah kami kepada bulan
Ramadhan.”

Hadits di atas disebutkan dalam banyak keterangan, seperti dikeluarkan
oleh Abdullah bin Ahmad di dalam kitab Zawaa’id al-Musnad (2346).
Al-Bazzar di dalam Musnadnya -sebagaimana disebutkan dalam kitab Kasyf
al-Astaar- (616). Ibnu As-Sunny di dalam ‘Amal al-Yawm Wa al-Lailah
(658). Ath-Thabarany di dalam (al-Mu’jam) al-Awsath (3939). Kitab
ad-Du’a’ (911). Abu Nu’aim di dalam al-Hilyah (VI:269). Al-Baihaqy di
dalam Syu’ab (al-Iman) (3534). Kitab Fadhaa’il al-Awqaat (14).
Al-Khathib al-Baghdady di dalam al-Muwadhdhih (II:473).

Memperbanyak amal shaleh, seperti shaum sunnah, terutama di bulan
Sya’ban. Diriwayat oleh Imam al-Nasa’i dan Abu Dawud, disahihkan oleh
Ibnu Huzaimah. Usamah berkata pada Nabi saw.

“Wahai Rasulullah, saya tidak melihat Rasul melakukan puasa (sunnah)
sebanyak yang Engkau lakukan dalam bulan Sya’ban.’ Rasul menjawab:
‘Bulan Sya’ban adalah bulan antara Rajab dan Ramadhan yang dilupakan
oleh kebanyakan orang. Di bulan itu perbuatan dan amal baik diangkat
ke Tuhan semesta alam, maka aku ingin ketika amalku diangkat, aku
dalam keadaan puasa.” Allahu a’lam

http://www.dakwatuna.com/2008/yaa-allah-berkahi-kami-di-bulan-rajab/




Free download [Internet Explorer/Firefox]:
Hidayahnet Toolbar [no virus, adware, malware etc] 
http://hidayahnet.ourtoolbar.com


Help Palestine [hidayahnet] Pengantar Ushul Fiqh

2010-06-25 Terurut Topik Hasan Abdurrahim
http://www.dakwatuna.com
Pengantar Ushul Fiqh

Oleh: Ahmad Sahal Hasan, Lc http://www.dakwatuna.com/author/sahal/
--


*dakwatuna.com – *“Tidak ada cara untuk mengetahui hukum Allah kecuali
dengan ilmu ushul fiqh.” (Al-Amidi)

*Definisi Ushul Fiqh*

Para ulama ushul menjelaskan pengertian ushul fiqh dari dua sudut pandang.
Pertama dari pengertian kata ushul dan fiqh secara terpisah, kedua dari
sudut pandang ushul fiqh sebagai disiplin ilmu tersendiri.

Ushul Fiqh ditinjau dari 2 kata yang membentuknya

*Al-Ushul*

Al-ushuul adalah bentuk jamak dari al-ashl yang secara etimologis berarti ma
yubna ‘alaihi ghairuhu (dasar segala sesuatu, pondasi, asas, atau akar).

Tidakkah kamu memperhatikan bagaimana Allah telah membuat perumpamaan
kalimat yang baik seperti pohon yang baik, ashluha (akarnya) teguh dan
cabangnya (menjulang) ke langit. (Ibrahim: 24)

Sedangkan menurut istilah, kata al-ashl berarti dalil, misalnya: para ulama
mengatakan:

أصل هذا الحكم من الكتاب آية كذا

(Dalil tentang hukum masalah ini ialah ayat sekian dalam Al-Qur’an).

Jadi Ushul Fiqh adalah dalil-dalil fiqh. Dalil-dalil yang dimaksud adalah
dalil-dalil yang bersifat global atau kaidah umum, sedangkan dalil-dalil
rinci dibahas dalam ilmu fiqh.

*Al-Fiqh*

الفقه في اللغة: العلم بالشيء والفهم له

Al-fiqh menurut bahasa berarti pengetahuan dan pemahaman terhadap sesuatu.

Menurut istilah para ulama:

الفقه: العلم بالأحكام الشرعية العملية المكتسب من أدلتها التفصيلية

(ilmu tentang hukum-hukum syar’i yang bersifat amaliah yang diperoleh dari
dalil-dalilnya yang terinci).

*Penjelasan Definisi*

الحكم: إسناد أمر إلى آخر إيجابا أو سلبا

Hukum adalah penisbatan sesuatu kepada yang lain atau penafian sesuatu dari
yang lain. Misalnya: kita telah menghukumi dunia bila kita mengatakan dunia
ini fana, atau dunia ini tidak kekal, karena kita menisbatkan sifat fana
kepada dunia atau menafikan sifat kekal darinya.

Tetapi yang dimaksud dengan hukum dalam definisi fiqh adalah status
perbuatan mukallaf (orang yang telah baligh dan berakal sehat), apakah
perbuatannya wajib, mandub (sunnah), haram, makruh, atau mubah. Atau apakah
perbuatannya itu sah, atau batal.

Ungkapan hukum-hukum syar’i menunjukkan bahwa hukum tersebut dinisbatkan
kepada syara’ atau diambil darinya sehingga hukum akal (logika), seperti:
satu adalah separuh dari dua, atau semua lebih besar dari sebagian, tidak
termasuk dalam definisi, karena ia bukan hukum yang bersumber dari syariat.
Begitu pula dengan hukum-hukum indrawi, seperti api itu panas membakar, dan
hukum-hukum lain yang tidak berdasarkan syara’.

Ilmu fiqh tidak mensyaratkan pengetahuan tentang seluruh hukum-hukum syar’i,
begitu juga untuk menjadi faqih (ahli fiqh), cukup baginya mengetahui
sebagiannya saja asal ia memiliki kemampuan istinbath, yaitu kemampuan
mengeluarkan kesimpulan hukum dari teks-teks dalil melalui penelitian dan
metode tertentu yang dibenarkan syari’at.

Hukum-hukum syar’i dalam fiqh juga harus bersifat amaliyyah (praktis) atau
terkait langsung dengan perbuatan mukallaf, seperti ibadahnya, atau
muamalahnya. Jadi menurut definisi ini hukum-hukum syar’i yang bersifat
i’tiqadiyyah (keyakinan) atau ilmu tentang yang ghaib seperti dzat Allah,
sifat-sifat-Nya, dan hari akhir, bukan termasuk ilmu fiqh, karena ia tidak
berkaitan dengan tata cara beramal, dan dibahas dalam ilmu tauhid (aqidah).

Ilmu tentang hukum-hukum syar’i yang bersifat amaliah ini juga harus
diperoleh dari dalil-dalil rinci melalui proses penelitian mendalam terhadap
dalil-dalil tersebut. Berarti ilmu Allah atau ilmu Rasul-Nya tentang
hukum-hukum ini tidak termasuk dalam definisi, karena ilmu Allah berdiri
sendiri tanpa penelitian, bahkan Dialah Pembuat hukum-hukum tersebut,
sedangkan ilmu Rasulullah saw diperoleh dari wahyu, bukan dari kajian dalil.
Demikian pula pengetahuan seseorang tentang hukum syar’i dengan mengikuti
pendapat ulama, tidak termasuk ke dalam definisi ini, karena pengetahuannya
tidak didapat dari kajian dan penelitian yang ia lakukan terhadap
dalil-dalil.

Sedangkan contoh dalil yang terinci adalah:

Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa
riba (yang belum dipungut) jika kamu orang-orang yang beriman. (Al-Baqarah:
278).

Ayat ini adalah dalil rinci tentang haramnya riba berapa pun besarnya.
Dinamakan rinci karena ia langsung berbicara pada pokok masalah yang
bersifat praktis.

*Ushul Fiqh sebagai disiplin ilmu*

Ushul Fiqh sebagai sebuah disiplin ilmu tersendiri didefinisikan oleh
Al-Baidhawi, salah seorang ulama mazhab Syafi’i dengan:

معرفة دلائل الفقه إجمالا وكيفية الاستفادة منها وحال المستفيد

(Memahami dalil-dalil fiqh secara global, bagaimana menggunakannya dalam
menyimpulkan sebuah hukum fiqh (bagaimana berijtihad), serta apa
syarat-syarat seorang mujtahid).

*Penjelasan Definisi*

Contoh dalil yang bersifat global: dalil tentang sunnah sebagai hujjah
(sumber hukum), dalil bahwa setiap perintah pada dasarnya menunjukkan sebuah
kewajiban, setiap larangan 

Help Palestine [hidayahnet] Urgensi Mengkaji Sirah Nabawiyah

2010-06-25 Terurut Topik Hasan Abdurrahim
http://www.dakwatuna.com

Urgensi Mengkaji Sirah Nabawiyah

Oleh: Drs. DH Al Yusni


dakwatuna.com – Sirah Nabawiyah merupakan seri perjalanan hidup
seorang manusia pilihan yang menjadi parameter hakiki dalam membangun
potensi umat. Sehingga, mempelajarinya bukan sekadar untuk mengetahui
peristiwa-peristiwa yang terjadi di masa itu. Melainkan, mengkajinya
untuk menarik pelajaran dan menemukan rumusan kesuksesan generasi masa
lalu untuk diulang di kehidupan kiwari.

Melalui pemahaman sirah nabawiyah yang tepat, setiap muslim akan
mendapatkan gambaran yang utuh dan paripurna tentang hakikat Islam dan
terbangun semangatnya untuk merealisasikan nilai-nilai yang didapat
dalam kehidupannya saat ini. Apalagi sasaran utama dari kajian sirah
adalah mengembalikan semangat juang untuk merebut kembali kejayaan
yang pernah dimiliki umat Islam. Secara umum kepentingan kita mengkaji
sirah nabawiyah, adalah:

Memahami pribadi Rasulullah saw. sebagai utusan Allah (fahmu
syakhshiyah ar-rasul)

Dengan mengkaji sirah kita dapat memahami celah kehidupan Rasulullah
saw. sebagai individu maupun sebagai utusan Allah swt. Sehingga, kita
tidak keliru mengenal pribadinya sebagaimana kaum orientalis memandang
pribadi Nabi Muhammad saw. sebagai pribadi manusia biasa.

“Hai nabi, sesungguhnya kami mengutusmu untuk jadi saksi, dan pembawa
kabar gembira dan pemberi peringatan, Dan untuk jadi penyeru kepada
agama Allah dengan izin-Nya dan untuk jadi cahaya yang menerangi. Dan
sampaikanlah berita gembira kepada orang-orang mukmin bahwa
Sesungguhnya bagi mereka karunia yang besar dari Allah.” (Al-Ahzab:
45-47).

Mengetahui contoh teladan terbaik dalam menjalani kehidupan ini
(ma’rifatush shurati lil mutsulil a’la)

Contoh teladan merupakan sesuatu yang penting dalam hidup ini sebagai
patokan atau model ideal. Model hidup tersebut akan mudah kita dapati
dalam kajian sirah nabawiyah yang menguraikan kepribadian Rasulullah
saw. yang penuh pesona dalam semua sisi.
“Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang
baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan
(kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah.” (Al-Ahzab:
21).

Dapat memahami turunnya ayat-ayat Allah swt. (al-fahmu ‘an-nuzuli aayatillah)

Mengkaji sirah dapat membantu kita untuk memahami kronologis ayat-ayat
yang diturunkan Allah swt. Karena, banyak ayat baru dapat kita
mengerti maksudnya setelah mengetahui peristiwa-peristiwa yang pernah
dialami Rasulullah saw. atau sikap Rasulullah atas sebuah kejadian.
Melalui kajian sirah nabawiyah itu kita dapat menyelami maksud dan
suasana saat diturunkan suatu ayat.

Memahami metodologi dakwah dan tarbiyah (fahmu uslubid da’wah wat-tarbiyah)

Kajian sirah juga dapat memperkaya pemahaman dan pengetahuan tentang
metodologi pembinaan dan dakwah yang sangat berguna bagi para dai.
Rasulullah saw. dalam hidupnya telah berhasil mengarahkan manusia
memperoleh kejayaan dengan metode yang beragam yang dapat dipakai
dalam rumusan dakwah dan tarbiyah.

Mengetahui peradaban umat Islam masa lalu (ma’rifatul hadharatil
islamiyatil madliyah)

Sirah nabawiyah juga dapat menambah khazanah tsaqafah Islamiyah
tentang peradaban masa lalu kaum muslimin dalam berbagai aspek.
Sebagai gambaran konkret dari sejumlah prinsip dasar Islam yang pernah
dialami generasi masa lalu.
“Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh
kepada yang ma’ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada
Allah. sekiranya ahli Kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi
mereka, di antara mereka ada yang beriman, dan kebanyakan mereka
adalah orang-orang yang fasik.” (Ali Imran: 110).

Menambah keimanan dan komitmen pada ajaran Islam (tazwidul iman wal
intima’i lil islam)

Sebagai salah satu ilmu Islam, diharapkan kajian sirah ini dapat
menambah kualitas iman. Dengan mempelajari secara intens perjalanan
hidup Rasulullah, diharapkan keyakinan dan komitmen akan nilai-nilai
islam orang-orang yang mempelajarinya semakin kuat. Bahkan, mereka mau
mengikuti jejak dakwah Rasulullah saw.

Yang paling penting dalam memahami sirah nabawiyah adalah upaya untuk
merebut kembali model kepemimpinan umat yang hilang. Kepemimpinan yang
dapat memberdayakan umat dan untuk kemajuan mereka. Nabi Musa a.s.
membangkitkan kaumnya atas kelesuan berbuat bagi kemajuan bangsa dan
negerinya. Sehingga beliau mengingatkan kaumnya atas anugerah nikmat
yang diberikan Allah swt. pada mereka tentang tiga model kepemimpinan
umat yang pernah ada pada sejarah mereka.

Dan (Ingatlah) ketika Musa Berkata kepada kaumnya: “Hai kaumku,
ingatlah nikmat Allah atasmu ketika dia mengangkat nabi-nabi di
antaramu, dan dijadikan-Nya kamu orang-orang merdeka, dan
diberikan-Nya kepadamu apa yang belum pernah diberikan-Nya kepada
seorang pun di antara umat-umat yang lain.” (Al-Maa-idah: 20).

Jadi, nilai utama yang hendak dibangun kembali dengan kajian sirah
nabawiyah adalah semangat berbuat untuk kemajuan bangsa dan umat
meraih harga 

Help Palestine [hidayahnet] Status Keislaman Palestina

2010-06-20 Terurut Topik Hasan Abdurrahim
http://www.dakwatuna.com

Sejarah Palestina dan Rakyatnya (Bag ke-3): Status Keislaman Palestina

Oleh: Tim dakwatuna.com



dakwatuna.com – Tanah Palestina memiliki status yang cukup istimewa
dalam persepsi Islam, status yang membuatnya menjadi pusat perhatian
kaum muslimin dan menjadi tambatan hati mereka. Berikut kami
isyaratkan beberapa point yang menjadikan Palestina memiliki status
istimewa dalam Islam.

1. Di Palestina ada Masjid al Aqsha al Mubarak.

Masjid al Aqsha merupakan qiblat pertama kaum muslimin dalam shalat
mereka. Selain itu, al Aqsha dianggap sebagai masjid ketiga baik
status maupun kedudukanya setelah masjidil Haram dan masjid Nabawi.
Disunnahkan untuk pergi dan mengunjunginya, shalat di dalamnya
dilipatgandakan sampai 500 kali shalat di masjid lain. Dari Abu
Hurairahradhiyallahu ‘anhu, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda, “Tidak boleh memaksakan perjalanan kecuali pergi ke tiga
masjid: al Masjidil Haram, masjid saya ini (masjid Nabawi – petj.) dan
al Masjidil Aqsha.”6Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Shalat di Masjidil Haram sebanding dengan 100 ribu kali shalat, dan
shalat di masjid saya sebanding dengan 1000 kali shalat, dan shalat di
Baitul Maqdis (Masjidil Aqsha) sebanding dengan 500 kali shalat.”7
Diriwayatkan dari al Barra’ bin Azib radhiyallahu ‘anhu, “Bahwasanya
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika pertama kali tiba di Madinah
adalah mengunjungi kerabatnya (keluarga ibunya, pent) dari Anshar,
bahwasanya beliau shalat menghadap ke arah Baitul Maqdis.”8

Imam Thabari dalam kita tarikhnya meriwayatkan dari Qatadah berkata,
“Mereka (kaum muslimin Madinah) shalat menghadap ke arah Baitul
Maqdis, sedang Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam waktu itu
berada di Mekah belum hijrah. Ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam hijrah ke Madinah beliau shalat menghadap ke arah Baitul Maqdis
selama 16 bulan, kemudia setelah itu kiblat berubah ke arah Ka’bah
Baitul Haram.”9

Diriwayatkan dari Abu Dzar al Ghifari radhiyallahu ‘anhu berkata, saya
bertanya kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang
masjid yang pertama kali dibangun di atas bumi, beliau bersabda, “al
Masjidul Haram.” Saya bertanya, kemudian apa lagi?, beliau menjawab,
“al Masjidul Aqsha.”10 Dan dari Maimunah (hamba sahaya yang
dimerdekakan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam) radhiyallahu
‘anhu berkata, wahai Rasulullah berikan fatwa kepada kami mengenai
Baitul Maqdis. Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallambersabda,
“Datangilah ia dan shalatlah kalian didalamnya. Sekiranya kalian tidak
bisa datang dan shalat di sana maka kirimlah minyak untuk
pelita-pelitanya.”11

Diriwayatkan dari Ummul Mukminin Ummu Salamah radhiyallahu ‘anha,
bahwasanya dia mendengar Rasulullahshallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda, “Barang siapa memulai haji atau umrah dari Masjidil Aqsha
sampai ke Masjidil Haram, maka diampuni dosa-dosanya yang telah lalu
dan yang akan datang,” atau dalam riwayat lain, “Dia berhak
mendapatkan surga.” Kemudian beliau bersabda, “Allah merahmati orang
yang berihram dari Baitul Maqdis (yakni ke Mekah).”12 Juga
diriwayatkan oleh al Baihaqi dan Ibnu Hibban di dalam kitab shahihnya
yang lafadznya, saya mendegar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda, “Barang siapa memulai umrah dari Masjidil Aqsha, diapuni
dosany yang telah lalu dan yang akan datang.” Dikatakan, kemudian Ummu
Hakim berangkat ke Baitul Maqdis dan memulai umrah dari sana.

2. Palestina adalah tanah yang diberkati Allah subhanahu wa ta’ala.

Hal ini sesuai dengan apa yang ditegaskan dalam al Quran al Karim,

Artinya: “Maha Suci Allah, yang telah memperjalankan hamba-Nya pada
suatu malam dari Al-Masjidil Haram ke Al-Masjidil Aqsha yang telah
Kami berkahi sekelilingnya agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian
tanda-tanda kebesaran Kami. Sesungguhnya Dia adalah Maha Mendengar
lagi Maha Melihat.”13

Allah berfirman,

“Dan Kami selamatkan Ibrahim dan Luth ke sebuah negeri yang Kami telah
memberkahinya untuk sekalian manusia.” 14

Ibnu Katsir berkata, maksudnya adalah negeri Syam.15

Allah berfirman,

Artinya: “Dan (telah Kami tundukkan) untuk Sulaiman angin yang sangat
kencang tiupannya yang berhembus dengan perintahnya ke negeri yang
Kami telah memberkatinya. Dan adalah Kami Maha Mengetahui segala
sesuatu.”16

Ibnu Katsir Berkata: maksudnya adalah negeri Syam.17

Allah berfirman,

Artinya: “Dan kami jadikan antara mereka dan antara negeri-negeri yang
Kami limpahkan berkat kepadanya, beberapa negeri yang berdekatan dan
Kami tetapkan antara negeri-negeri itu (jarak-jarak)
perjalanan.Berjalanlah kamu di kota-kota itu pada malam dan siang hari
dengan aman.” 18

Ibnu Abbas berkata, maksud dari al qura allati barakna fiha (antara
negeri-negeri yang Kami limpahkan berkat kepadanya ) adalah Baitul
Maqdis.19 Berkah di sini bisa berarti secara fisik dan maknawi; berupa
buah-buahan yang dihasilkan maupun kekayaan alamnya, atau kekhususan
status dan kedudukannya juga 

Help Palestine [hidayahnet] Hidup dan Keimanan

2010-06-15 Terurut Topik Hasan Abdurrahim
http://www.dakwatuna.com

Hidup dan Keimanan

Oleh: Samin Barkah, Lc



dakwatuna.com – Dari Abdullah bin Mas’ud r.a, ia berkata bahwa
Rasulullah saw. telah menceritakan kepada kami dan beliau adalah orang
yang paling benar dan dibenarkan perkataannya, “Sesungguhnya sebagian
kalian dikumpulkan bahan ciptaannya di rahim ibunya 40 hari dalam
bentuk nuthfah. Kemudian menjadi ‘alaqah dalam masa yang sama (40
hari), kemudian menjadi mudghah dalam masa yang sama (40 hari).
Kemudian Allah mengutus malaikat kepada ciptaan itu, lalu malaikat
meniupkan ruh ke dalamnya dan diperintahkan untuk menuliskan empat
ketetapan; Ketetapan rezki; Amal perbuatannya; Ajal usianya; Dan
nasibnya di akhirat, sengsara (penghuni neraka) atau bahagia (penghuni
surga). Demi Zat yang tidak ada Tuhan selain-Nya, sesungguhnya ada
salah seorang dari kalian yang melakukan perbuatan penghuni surga
hingga antara jarak antara dia dengan surga sejauh satu hasta, lalu
catatan takdirnya yang lebih dulu telah menggariskan hingga ia
melakukan perbuatan penghuni neraka dan (akhirnya) ia masuk ke dalam
neraka. Dan sesungguhnya ada orang yang melakukan perbuatan penghuni
neraka hingga jarak antara dia dengan neraka sejauh satu hasta, lalu
catatan takdirnya yang lebih dulu telah menggariskan, hingga ia
melakukan perbuatan penghuni surga dan (akhirnya) ia masuk ke dalam
surga. (H.R. Bukhari dan Muslim)

Bunyi hadits di atas adalah:

عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بنِ مَسعُود رَضِى اللهُ عَنهُ قَالَ حَدَّثَنَا
رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَهُوَ الصَّادِقُ
الْمَصْدُوقُ إِنَّ أَحَدَكُمْ يُجْمَعُ خَلْقُهُ فِي بَطْنِ أُمِّهِ
أَرْبَعِينَ يَوْمًا ثُمَّ يَكُونُ فِي ذَلِكَ عَلَقَةً مِثْلَ ذَلِكَ
ثُمَّ يَكُونُ فِي ذَلِكَ مُضْغَةً مِثْلَ ذَلِكَ ثُمَّ يُرْسَلُ
الْمَلَكُ فَيَنْفُخُ فِيهِ الرُّوحَ وَيُؤْمَرُ بِأَرْبَعِ كَلِمَاتٍ
بِكَتْبِ رِزْقِهِ وَأَجَلِهِ وَعَمَلِهِ وَشَقِيٌّ أَوْ سَعِيدٌ
فَوَالَّذِي لاَ إِلَهَ غَيْرُهُ إِنَّ أَحَدَكُمْ لَيَعْمَلُ بِعَمَلِ
أَهْلِ الْجَنَّةِ حَتَّى مَا يَكُونُ بَيْنَهُ وَبَيْنَهَا إِلاَّ
ذِرَاعٌ فَيَسْبِقُ عَلَيْهِ الْكِتَابُ فَيَعْمَلُ بِعَمَلِ أَهْلِ
النَّارِ فَيَدْخُلُهَا وَإِنَّ أَحَدَكُمْ لَيَعْمَلُ بِعَمَلِ أَهْلِ
النَّارِ حَتَّى مَا يَكُونُ بَيْنَهُ وَبَيْنَهَا إِلاَّ ذِرَاعٌ
فَيَسْبِقُ عَلَيْهِ الْكِتَابُ فَيَعْمَلُ بِعَمَلِ أَهْلِ الْجَنَّةِ
فَيَدْخُلُهَا (رواه البخاري ومسلم)

Tentang Hadits

Hadits ini adalah salah satu hadits yang disepakati keshahihannya oleh
Imam hadits, Imam Bukhari dan Imam Muslim bahwa Al-A’masy telah
menceritakan kepada Abu Bakar bin Abu Syaibah, Abu Mu’awiyah, Waki’,
Muhammad bin Abdullah bin Numair Al-Hamdani dari Zaid bin Wahab dari
Abdullah bin Mas’ud r.a.

Telah diriwayatkan bahwa Muhammad bin Yazid Al-Ashfathi bermimpi
bertemu Nabi saw, lalu ia bertanya, “Wahai Rasulullah, apakah riwayat
Abdullah bin Mas’ud yang ia ceritakan dari Engkau bahwa ia berkata,
“Rasulullah telah menceritakan kepada kami dan beliau adalah orang
yang benar dan dibenarkan perkataannya, memang demikian? Rasulullah
menjawab, “Demi Zat yang tidak ada Tuhan selain Dia, sungguh aku telah
menceritakan hadits itu kepadanya”. Kalimat itu diulangnya tiga kali,
lalu ia berdoa, “Semoga Allah mengampuni Al-A’masy sebagaimana ia
menceritakan hadits ini dan semoga Allah mengampuni orang sebelum
Al-A’masy yang menceritakan hadits ini dan juga orang yang
menceritakan hadits ini setelah Al-A’masy.

Seperti disebutkan dalam hadits bahwa sebaik-baik manusia adalah orang
yang paling bermanfaat bagi manusia lainnya, maka menyampaikan hadits
atau ilmu agama kepada manusia termasuk memberikan manfaat kepada
orang lain. Dengan ilmu agama, orang akan mengetahui hal-hal yang ia
perlukan dalam mengarungi kehidupan.

Perawi memberikan penekanan dengan ungkapan وَهُوَ الصَّادِقُ
الْمَصْدُوقُ (Dialah yang benar dan dibenarkan perkataannya) karena
memang yang akan disampaikan atau yang akan diriwayatkan ini adalah
perkara yang tidak atau belum diketahui manusia, terutama pada masa
setelah masa Rasulullah saw, yaitu perihal proses penciptaan manusia.

Dunia kedokteran baru-baru saja mengetahui bahwa proses penciptaan
manusia terjadi sama seperti yang diceritakan oleh Rasulullah saw, 15
abad yang lalu ketika manusia atau tabib belum mengetahui pasti proses
penciptaan manusia.

Di Antara Pelajaran Dari Hadits

Pelajaran pertama; Matan hadits ini diawali dengan penegasan parsial
yang tidak menyeluruh, yaitu إِنَّ أَحَدَكُمْ (Sesungguhnya salah
seorang kalian). Ungkapan ini adalah ungkapan yang sangat bijak dari
Rasulullah saw, dan ungkapan yang komitmen dengan ilmu yang
dimilikinya. Ungkapan ini menegaskan bahwa sebagian manusia diciptakan
Allah dengan proses yang disebutkan di dalam hadits dan sebagian
lainnya Allah sendiri yang menciptakannya.

Proses penciptaan Adam dan Hawa tidaklah sama dengan proses penciptaan
anak keturunannya. Nabi Adam diciptakan langsung oleh Allah seperti
yang diceritakan di dalam Al-Qur’an surat Al-Hijr ayat 28-29:

وَإِذْ قَالَ رَبُّكَ لِلْمَلاَئِكَةِ إِنِّي خَالِقٌ بَشَرًا مِنْ

Help Palestine [hidayahnet] Budaya Saling Memberi Nasehat

2010-06-15 Terurut Topik Hasan Abdurrahim
http://www.dakwatuna.com

Budaya Saling Memberi Nasehat

Oleh: Izzuddin Abdul Majid, Lc.



الحمد لله الذي فتح لعباده طريق الفلاح وأرشدهم إلى ما فيه الخير و البر
و التقى وأمرهم بالتناصح على الحق وجعل أمرهم شورى بينهم ليتحقق لهم
الفوز والنجاة . وأشهد أن لا إله إلا الله وحده لا شريك له و أشهد أن
محمدا عبده ورسوله لا نبي بعده والصلاة و السلام على محمد عَلى
حَبِْيبِنا و شَفِيْعِنا مُحمَّدٍ سَيِّدِ المُرْسلين و إمامِ المهتَدين
و قائِدِ المجاهدين وعلى آله وصحبه أجمعين.أما بعد،، فياأيها المسلمون
أوصيكم وإياي بتقوى الله عز وجل والتَّمَسُّكِ بهذا الدِّين تَمَسُّكًا
قَوِيًّا. فقال الله تعالى في كتابه الكريم، أعوذ بالله من الشيطان
الرجيم “يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ
تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ “

dakwatuna.com - Ma’asyiral muslimin rahimakumullah….

Sering kita dengar dari keterangan dan penjelasan para ulama, para
kiayi, ustazd, dan muballigh bahwa tugas paling penting dari para
Rasul adalah menyampaikan risalah Allah swt. kepada ummat manusia.
Urgensi isi risalah para rasul itu sama, yaitu “agar manusia menyembah
hanya kepada Allah dan mengingkari semua bentuk sesembahan selain
Allah (thaghut).”

Ternyata selain tugas mulia dan suci ini, para nabi banyak disebutkan
dalam Al-Qur’an sebagai pemberi nasehat. Hal ini disebabkan karena
manusia tidak cukup hanya menerima risalah dakwah Islam saja. Akan
tetapi juga membutuhkan pemberi nasehat dan peringatan dalam hidupnya,
karena manusia adalah mahluk pelupa dan pelalai, bahkan makhluk yang
banyak berbuat kesalahan. Oleh karena itu, Allah swt. menyatakan:

Wal ashri, innal insaana lafii khusrin, illalladziina aamanuu wa
‘amilush-shaalihaati watawaa shaubil haqqi watawaa shaubish-shabri.

“Demi masa, sesungguhnya manusia dalam keadaan merugi, kecuali
orang-orang yang beriman dan beramal sholeh yang saling mengingatkan
dalam kebenaran dan kesabaran.” (QS. Al-‘Asr)

Semangat surat Al-Asr ini menjelaskan keharusan setiap orang untuk
beriman dan beramal sholeh, jika ingin selamat baik di dunia maupun di
akhirat. Bahkan iman dan amal sholeh saja ternyata masih merugi,
sebelum menyempurnakannnya dengan semangat saling memberi nasehat dan
bersabar dalam mempertahankan iman, meningkatkan amal shaleh,
menegakkan kebenaran dalam menjalankan kehidupan ini.

Ma’asyiral muslimin rahimakumullah….

Sedemikian pentingnya prinsip “saling memberi nasehat” dalam ajaran
Islam, maka setiap manusia pasti membutuhkannya, siapapun, kapanpun,
dan di manapun dia hidup. Layaklah kalau dikatakan bahwa “saling
memberi menasihat “ adalah sebagai sebuah keniscayaan yang harus ada
pada setiap muslim.
Namun sangatlah disayangkan jika ada di antara kita yang menganggap
sepele soal nasehat ini. Atau merasa dirinya sudah cukup, sudah
pintar, sudah berpengalaman sehingga tidak lagi butuh yang namanya
nasehat dari orang lain. Padahal dengan menerima nasehat dari orang
lain pertanda adanya kejujuran, kerendahan hati, keterbukaan dan
menunjukkan kelebihan pada orang tersebut.

Kalimat “nasaha” yang artinya nasehat, makna dasarnya adalah menjahit
atau menambal dari pakaian yang sobek atau berlubang. Maka orang yang
menerima nasehat artinya orang tersebut siap untuk ditutupi
kekeruangan, kesalahan, dan aib yang ada pada dirinya. Sedangkan orang
yang tidak mau menerima nasehat menunjukkan adanya sifat kesombongan,
keangkuhan, dan ketertutupan pada orang tersebut.

Saking sedemikian pentingnya nasehat ini, Nabi saw. bersabda:

عن أَبي رُقَيَّةَ تَمِيم بن أوس الداريِّ – رضي الله عنه – : أنَّ
النَّبيّ – صلى الله عليه وسلم – ، قَالَ : (( الدِّينُ النَّصِيحةُ ))
قلنا : لِمَنْ ؟ قَالَ : (( لِلهِ وَلِكِتَابِهِ وَلِرَسُولِهِ
وَلأئِمَّةِ المُسْلِمِينَ وَعَامَّتِهِمْ((2)) )) رواه مسلم

Dari Abi Amer atau Abi Amrah Abdullah, ia berkata, Nabi saw. bersabda,
“Agama itu adalah nasehat.” Kami bertanya, “Untuk siapa, wahai
Rasulullah?” Beliau menjawab, “Untuk Allah, untuk Kitab-Nya, untuk
Rasul-Nya, untuk para pemimpin umat Islam dan orang-orang biasa.” (HR.
Muslim)

Dari hadist di atas dapat kita pahami bahwa memberi dan menerima
nasehat adalah berlaku untuk manusia, siapapun dia, apapun kedudukan
dan jabatannya, tanpa kecuali.

Hadist di atas juga menjelaskan kepada kita bahwa agama akan tegak
manakala tegak pula sendi-sendinya. Sendi-sendi itu adalah saling
menasehati dan saling mengingatkan antara sesama muslim dalam keimanan
kepada Allah, keimanan kepada Rasul, dan keimanan kepada Kitab-Nya.
Artinya, agar kita selalu berpegang teguh pada nilai-nilai kebenaran
dari Allah dan Kitab-Nya dan mentauladani sunah-sunah Rasul-Nya.

Sedangkan bentuk nasehat kepada para pemimpin adalah ketaatan dan
dukungan kita sebagai rakyat kepada para pemimpin Islam dalam
menegakkan kebenaran, mengingatkan mereka jika lalai dan menyimpang
dengan cara yang bijak dan kelembutan, meluruskan mereka jika
menyimpang dan salah. Sedangkan nasehat untuk orang-orang biasa adalah
dengan memberi kasih sayang kepada mereka, memperhatikan kepentingan
hajat mereka, menjauhkan 

Help Palestine [hidayahnet] 16 Orang di Kapal Mavi Marmara Syahid, Nasib 12 WNI Masih Belum Jelas

2010-05-31 Terurut Topik Hasan Abdurrahim
http://www.dakwatuna.com

16 Orang di Kapal Mavi Marmara Syahid, Nasib 12 WNI Masih Belum Jelas

Oleh: Tim dakwatuna.com



dakwatuna.com – Korban tewas akibat serangan Israel terhadap kapal
kemanusiaan Mavi Marmara terus bertambah. IHH (Insani Yardim Fakvi),
lembaga kemanusiaan Turki yang menjadi koordinator kapal bantuan,
melaporkan sudah 16 korban yang syahid.

“Menurut IHH, 16 orang dilaporkan telah terbunuh,” demikian kata
Direktur Operasional Sahabat Al Aqsha, Amirul Iman, Senin (31/5/2010).
Data yang sama juga dipublikasikan Al Jazeera.

Menurut Amirul, sementara jumlah korban luka juga masih menunggu data
terbaru. Data terakhir 50 orang luka-luka akibat serbuan Israel
terhadap rombongan Armada Kebebasan (Freedom Flotilla).

“Dan sampai sekarang kami masih belum bisa menelepon satu pun dari 12
WNI yang ikut dalam rombongan,” jelasnya.

12 WNI yang berada di kapal Mavi Marmara terdiri dari wakil tiga
lembaga swadaya masyarakat KISPA, MER-C (Medical Emergency Rescue
Committee), dan Sahabat Al-Aqsa. Dari 12 orang itu, juga ada lima
wartawan, yaitu Aljazeera Indonesia, TV One, Hidayatullah.com, Majalah
Alia, dan Sahabat Al Aqsha.

Amirul meminta masyarakat Indonesia bersama-sama mendoakan keselamatan
mereka. “Kita di sini usai salat Dzuhur membaca qunut nazilah dan
salat gaib untuk mereka yang meninggal,” kata Amirul.

Serangan terhadap kapal kemanusiaan ‘Mavi Marmara’ oleh Israel
diyakini akan menyulut protes internasional. Sebabnya, banyak
perwakilan organisasi dari puluhan negara bergabung dalam misi bantuan
untuk Palestina itu.
“Kita terkejut untuk sebuah aksi damai yang melibatkan 40 negara
lebih, diserang oleh Israel. Bahkan itu masih dalam perairan
internasional. Ini bisa mendorong timbulnya tuntutan dunia
internasional,” ujar anggota Komisi I DPR FPKS, Al Muzammil Yusuf
kepada detikcom, Senin (31/5/2010).

Menurut Muzzamil, tidak hanya Israel yang akan mendapatkan tekanan.
Namun Amerika Serikat, yang selama ini membela Israel juga akan
mendapat tekanan dari seluruh dunia.

“Ini akan menjadi tekanan serius kepada Amerika yang selama ini
mendukung Israel. Saya kira akan menjadi isu internasional,” terang
politisi asal Lampung ini.

Muzammil mengatakan, DPR akan terus mengikuti perkembangan yang
terjadi, dan dalam waktu dekat akan berkoordinasi dengan Deplu terkait
nasib WNI yang ada dalam kapal tersebut. Muzammil menambahkan,
peristiwa ini tidak akan menyurutkan DPR untuk terus menggalang
bantuan untuk rakyat Palestina.

“Akhir Juni kita akan bertemu Parlemen Mesir untuk membicarakan
terkait bantauan untuk Palestina,” tegasnya. (ddt/fay/asy/dtc/hdn)

http://www.dakwatuna.com/2010/16-orang-di-kapal-mavi-marmara-syahid/




Free download [Internet Explorer/Firefox]:
Hidayahnet Toolbar [no virus, adware, malware etc] 
http://hidayahnet.ourtoolbar.com

--
**Boycott Israel**Support Palestine** 

All views expressed herein belong to the individuals concerned and do not in 
any way reflect the official views of Hidayahnet unless sanctioned or approved 
otherwise. 

If your mailbox clogged with mails from Hidayahnet, you may wish to get a daily 
digest of emails by logging-on to http://www.yahoogroups.com to change your 
mail delivery settings or email the moderators at 
hidayahnet-ow...@yahoogroups.com with the title change to daily digest. 

--

Affiliates:
iPerintis - eGroup untuk Saintis dan Jurutera Muslim  
http://groups.yahoo.com/group/iperintis/

Hidayahnet Toolbar [no virus, adware, malware etc] 
http://hidayahnet.ourtoolbar.com

Recommended sites:
Angkatan Belia Islam Malaysia  : http://www.abim.org.my
Jamaah Islah Malaysia  : http://www.jim.org.my
Palestinkini Info  : http://www.palestinkini.info
Partai Keadilan Sejahtera  : http://pk-sejahtera.org
Fiqh Siber : http://al-ahkam.net/
The Muslim Brotherhood : http://ikhwanweb.com
Hidayahnet website : http://hidayahnet.multiply.com/  Yahoo! Groups 
Links

* To visit your group on the web, go to:
http://groups.yahoo.com/group/hidayahnet/

* Your email settings:
Individual Email | Traditional

* To change settings online go to:
http://groups.yahoo.com/group/hidayahnet/join
(Yahoo! ID required)

* To change settings via email:
hidayahnet-dig...@yahoogroups.com 
hidayahnet-fullfeatu...@yahoogroups.com

* To unsubscribe from this group, send an email to:
hidayahnet-unsubscr...@yahoogroups.com

* Your use of Yahoo! Groups is subject to:
http://docs.yahoo.com/info/terms/



Help Palestine [hidayahnet] Buah Tarbiyah Ailiyah

2010-05-30 Terurut Topik Hasan Abdurrahim
http://www.dakwatuna.com

Buah Tarbiyah Ailiyah

Oleh: Musyaffa Ahmad Rohim, Lc



dakwatuna.com – Ya Tuhan kami, Sesungguhnya Aku Telah menempatkan
sebahagian keturunanku di lembah yang tidak mempunyai tanam-tanaman di
dekat rumah Engkau (Baitullah) yang dihormati, Ya Tuhan kami (yang
demikian itu) agar mereka mendirikan shalat, Maka jadikanlah hati
sebagian manusia cenderung kepada mereka dan beri rezkilah mereka dari
buah-buahan, Mudah-mudahan mereka bersyukur. (Q.S. Ibrahim 37)

Dalam sebuah perjalanan, dan saat jauh meninggalkan keluarga dalam
beberapa hari, tiba-tiba seorang aktivis dakwah –begitu orang lain
menyebut status dirinya- mendapatkan informasi dari rumah bahwa anak
pertamanya memerlukan biaya tambahan untuk sekolah, anak kedua,
ketiga, dan keempat jatuh sakit, bahkan istri dan pembantunya pun juga
jatuh sakit, sehingga uang “pengaman” yang ditinggalkannya semasa ia
berangkat pergi menjadi sangat jauh berkurang, sebab, ia hanya
meninggalkan sejumlah uang yang sekiranya mencukupi kebutuhan normal
keluarganya selama ia tinggalkan. Begitu cerita yang saya dapatkan.

Saat mendengar cerita seperti ini, kontan saja saya teringat kepada
kisah keluarga nabiyullâh Ibrâhîm –’alaihis-salâm- saat ia harus
meninggalkan seorang istri dan putranya yang masih bayi dengan tanpa
meninggalkan “pengaman” apapun, baik berupa makanan, air minum, uang
belanja, keuarga besar yang bisa dimintai pertolongan saat terjepit,
atau tetangga yang sangat mungkit dapat membantu meringankan beban,
atau bentuk-bentuk “pengaman” lainnya.

Saya membayangkan, sebagai seorang kepala keluarga yang bertanggung
jawab, dan pasti sangat bertanggung jawab, nabiyullâh Ibrâhîm
–’alaihis-salâm- tentulah sangat ingin meninggalkan dan membekali
istri dan putra yang masih bayi itu dengan berbagai “pengaman”, akan
tetapi, apa daya, semua ta’mînât (pengaman) itu memang benar-benar
tidak ada. Dan sebagai seorang kepala keluarga yang saleh, dan sudah
pasti ia berada pada shaf terdepan barisan orang-orang saleh (Q.S.
Al-Baqarah: 130), ia merasa berat meninggalkan “seorang wanita” dan
seorang bayi di sebuah lembah yang sangat panas, tiada air, tiada
tanaman dan pepohonan, tiada binatang dan tiada manusia, bahasa
Al-Qur’ân-nya: fî wâdin ghaira dzî zar’in, karenanya, saat ia
meninggalkan “seorang wanita” dan bayi itu, ia “tidak berani” menoleh,
dan “ngeloyor” begitu saja, “tanpa pamit, tanpa salam, tanpa bicara”,
atau istilah arabnya: lâ salâm, walâ kalâm, sebab, bisa jadi –wallâhu
a’lam- jika ia menoleh, ada kemungkinan ia menjadi tidak tega
meninggalkan istri dan bayinya dalam keadaan seperti itu dan di sebuah
tempat yang tidak ada sedikitpun ta’mînât (pengaman) di sana.

Saya pun membayangkan, mungkinkah saya memiliki kemampuan untuk
berbuat seperti itu? Tegakah saya berbuat seperti itu, sanggupkah
istri saya saya sikapi seperti itu, tidakkah anak saya, pembantu saya
dan orang-orang dekat saya akan menuntut hak-hak mereka saat saya
pergi negloyor begitu saja? Ini bayangan saya.

Akan tetapi, apa yang saya baca tentang kisah keluarga nabiyullâh
Ibrâhîm –’alaihis-salâm- adalah sebuah kenyataan, realita, bukan
karangan dan bukan fiksi, kisah nabiyullâh Ibrâhîm –’alaihis-salâm-
adalah fakta sejarah yang dicatat dalam sebuah kitab yang lâ ya’tîhi
al-bâthilu baina yadaihi walâ min khalfihi, kitab yang datang dari
Allâh Rabb al-’âlamîn dan dipertegas oleh wahyu kedua, yaitu sunnah
Rasulullâh –shallallâhu ‘alaihi wa sallam-

Lalu, kita pun bertanya-tanya, apa rahasia yang membuat nabiyullâh
Ibrâhîm –’alaihis-salâm- memiliki ketahanan seperti itu? Dan apa pula
yang menjadikan istri dan bayinya juga memiliki ketahanan yang sepadan
dengan yang dia miliki?

http://www.dakwatuna.com/2007/keluarga-dakwah/




Free download [Internet Explorer/Firefox]:
Hidayahnet Toolbar [no virus, adware, malware etc] 
http://hidayahnet.ourtoolbar.com

--
**Boycott Israel**Support Palestine** 

All views expressed herein belong to the individuals concerned and do not in 
any way reflect the official views of Hidayahnet unless sanctioned or approved 
otherwise. 

If your mailbox clogged with mails from Hidayahnet, you may wish to get a daily 
digest of emails by logging-on to http://www.yahoogroups.com to change your 
mail delivery settings or email the moderators at 
hidayahnet-ow...@yahoogroups.com with the title change to daily digest. 

--

Affiliates:
iPerintis - eGroup untuk Saintis dan Jurutera Muslim  
http://groups.yahoo.com/group/iperintis/

Hidayahnet Toolbar [no virus, adware, malware etc] 
http://hidayahnet.ourtoolbar.com

Recommended sites:
Angkatan Belia Islam Malaysia  : http://www.abim.org.my
Jamaah Islah Malaysia  : http://www.jim.org.my
Palestinkini Info  : http://www.palestinkini.info
Partai Keadilan Sejahtera  : 

Help Palestine [hidayahnet] Bagaimana Menyentuh Hati

2010-05-29 Terurut Topik Hasan Abdurrahim
http://www.dakwatuna.com

Bagaimana Menyentuh Hati

Oleh: Tim dakwatuna.com



dakwatuna.com – Betapa senang jika kita punya banyak teman. Betapa
gembira jika perkataan dan perintah kita diikuti orang lain. Ternyata
kuncinya ada pada suasana qalbu kita. Sehingga Rasulullah saw.
mengingatkan kita akan pentingnya menjaga hati yang bersih.
Sebagaimana sabda beliau;

“Ketahuilah bahwa sesunggunhynya dalam jasad itu terdapat segumpal
daging, apabila ia baik maka baiklah seluruh tubuhnya dan apabila ia
rusak maka rusaklah seluruh tubuhnya, ketahuilah bahwa ia adalah hati
(qalbu).” (HR. Bukhari dan Muslim)

Sungguh beruntung bagi siapapun wabilkhusus aktifis dakwah , yang
mampu menata qolbunya menjadi hati yang baik, bening, jernih, bersih,
dan selamat (صَلَحَتْ ).

Sungguh berbahagia dan mengesankan bagi siapapun sekiranya memiliki
qolbu yang tertata, terpelihara, dan terawat dengan sebaik-baiknya.
Karena selain senantiasa merasakan kelapangan, ketenangan,
ketenteraman, kesejukan, dan indahnya hidup di dunia ini, pancaran
kebeningan hati pun akan tersemburat pula dari indahnya setiap
aktivitas yang dilakukan  (صَلَحَ الجَسَدُ كُلُهُ) .

Betapa tidak, orang yang hatinya tertata dengan baik, wajahnya akan
jauh lebih jernih, bagai embun menggelayut di ujung dedaunan di pagi
hari yang cerah,  lalu terpancari sejuknya sinar mentari pagi; jernih,
bersinar, sejuk, dan menyegarkan. Tidak berlebihan jika setiap orang
akan merasa nikmat menatap pemilik wajah yang cerah, ceria, penuh
sungging senyuman tulus seperti ini.

Begitu pula ketika berkata, kata-katanya akan bersih dari melukai,
jauh dari kata-kata yang menyombongkan diri, terlebih lagi ia
terpelihara dari kata-kata riya. Subhanallah!. Setiap butir kata yang
keluar dari lisannya, yang telah tertata dengan baik ini, akan terasa
sarat dengan hikmah, sarat dengan makna, dan sarat akan manfaat. Tutur
katanya bernash dan berharga. Inilah buah dari gelegak keinginan di
lubuk hatinya yang paling dalam untuk senantiasa membahagiakan orang
lain.

Hati yang bersih merupakan buah dari amal yang diperbuat seseorang.
Bakr bin Abdullah Al-Muzanni, seorang tabi’in mengungkapan akan hal
ini seperti dalam penuturannya;


Jika kalian mendapati pada saudaramu kekeringan, maka segeralah
bertaubat kepada Allah, karena sesungguhnya itu merupakan akibat dari
dosa yang ia kerjakan. Dan apabila kalian mendapati dari mereka
bertambah kasih sayang,  yang demikian itu merupakan buah dari
ketaatan, maka bersyukurlah kepada Allah.

Orang yang bersih hati, akal pikirannya pun akan jauh lebih jernih.
Baginya tidak ada waktu untuk berpikir jelek. Apalagi berpikir untuk
menzhalimi orang lain, sama sekali tidak terlintas dibenaknya. Waktu
baginya sangat berharga. Mana mungkin sesuatu yang berharga digunakan
untuk hal-hal yang tidak berharga? Sungguh suatu kebodohan yang tidak
terkira. Karenanya dalam menjalani setiap waktu yang dilaluinya ia
pusatkan segala kemampuannya untuk menyelesaikan setiap tugas
hidupnya. Tak berlebihan jika orang yang bersih hati seperti ini akan
lebih mudah memahami setiap permasalahan, lebih mudah menyerap aneka
ilmu pengetahuan, dan lebih cerdas dalam melakukan beragam kreativitas
pemikiran. Bersih hati ternyata telah membuahkan aneka solusi optimal
dari kemampuan akal pikirannya. Subhanallah!

Kesehatan tubuh pun terpancari pula oleh kebeningan hati, buah dari
kemampuannya menata qolbu. Detak jantung menjadi terpelihara, tekanan
darah terjaga, ketegangan berkurang, dan kondisi diri yang senantiasa
diliputi kedamaian. Tak berlebihan jika tubuh pun menjadi lebih sehat,
lebih segar, dan lebih fit. Tentu saja tubuh yang sehat dan segar
seperti ini akan jauh lebih memungkinkan untuk berbuat banyak kepada
umat.

Tarnyata hati yang bersih, sangat banyak manfaatnya. Apalagi kita
sebagai aktifis dakwah.  Aktifis dakwah  yang telah tertata hatinya
adalah aktifis yang telah berhasil merintis tapak demi tapak jalan ke
arah kebaikan. Tidak mengherankan ketika ia menjalin hubungan dengan
sesama manusia pun menjadi sesuatu yang teramat mengesankan. Hati yang
bersih akan mampu menaklukan hati orang lain dan itulah wasilah dakwah
kita sebelum kita menaklukan hati orang lain. Abbas As-sisi mengatakan
Abbas:

”Menaklukan  hati lebih didahulukan sebelum menaklukan akalnya.”

Hati yang bersih, ibarat magnet yang dapat menarik benda-benda di
sekitarnya.  Akan  terpancar darinya akhlak yang indah mempesona,
rendah hati, dan penuh dengan kesantunan. Siapapun yang berjumpa
dengannya akan merasakan kesan yang mendalam, siapapun yang bertemu
dengannya akan memperoleh aneka manfaat kebaikan, bahkan ketika
berpisah sekalipun, orang seperti ini menjadi buah kenangan yang tak
mudah dilupakan. Dan tentunya bagi seorang aktifis dakwah, hati yang
bersih merupakan modal untuk dapat menaklukan hati-hati manusia untuk
diajak ke jalan yang benar yang kemudian digiring bersama-sama untuk
berjuang di jalan Allah swt.

Penting bagi setiap aktifis dakwah untuk mentadabburi hadits 

Help Palestine [hidayahnet] Jujur Dengan Dakwah

2010-05-27 Terurut Topik Hasan Abdurrahim
http://www.dakwatuna.com

Jujur Dengan Dakwah

Oleh: Dr. Attabiq Luthfi, MA



dakwatuna.com – Ash-shidq (kejujuran) merupakan “Faridhah Diniyyah”
satu kewajiban agama yang berlaku dalam semua bidang kehidupan dan
dalam semua keadaan. Baik dalam konteks kehidupan pribadi maupun
kehidupan berjamaah. Karena kejujuran menunjukkan keikhlasan seseorang
yang tertinggi dalam beramal. Bahkan kekuatan suatu ucapan atau
tindakan justru ditentukan oleh kejujurannya. Ketika orang-orang
munafik mengatakan tentang Rasulullah dan secara lahir ucapan itu
benar “Kami bersaksi bahwa engkau (Muhammad) adalah utusan Allah”,
namun Allah tetap membantah dan mencap mereka sebagai para pendusta
karena kebenaran ucapan mereka hanya sebatas di lisan, tidak disertai
dengan kebenaran hati. “Apabila orang-orang munafik datang kepadamu,
mereka berkata: “Kami mengakui, bahwa sesungguhnya kamu benar-benar
Rasul Allah.” Dan Allah mengetahui bahwa sesungguhnya kamu benar-benar
Rasul-Nya; dan Allah mengetahui bahwa sesungguhnya orang-orang munafik
itu benar-benar orang pendusta”. (Al-Munafiqun: 1)

Demi keagungan sifat shidiq, Allah menyifati diri-Nya dengan sifat ini
di dalam beberapa ayat Al-Qur’an. Seperti dalam surah Ali Imran: 95,
“Katakanlah: “Benarlah (apa yang difirmankan) Allah.” Juga dalam surah
An-Nisa: 122 “Dan siapakah yang lebih benar perkataannya dari pada
Allah?” Dan siapakah orang yang lebih benar perkataan(nya) dari pada
Allah?” (An-Nisa’: 87) dan surah Al-Ahzab: 22, “Dan benarlah Allah dan
Rasul-Nya. Dan yang demikian itu tidaklah menambah kepada mereka
kecuali iman dan ketundukan”.

Beberapa Rasul-Nya juga dimuliakan dan dihiasi dengan sifat ini dalam
dakwah mereka, seperti dalam surah Yasin: 53 Allah menjamin kebenaran
dan kejujuran para Rasul dalam menyampaikan risalah-Nya, “Inilah yang
dijanjikan (Tuhan) Yang Maha Pemurah dan benarlah Rasul- rasul(-Nya)”.
dan Maryam: 54. “Dan ceritakanlah (hai Muhammad kepada mereka) kisah
Ismail (yang tersebut) di dalam Al-Qur’an. Sesungguhnya ia adalah
seorang yang benar janjinya, dan dia adalah seorang rasul dan nabi.”
Bahkan sifat ini merupakan sifat dasar para pengemban dakwah. Terutama
Rasulullah saw selaku uswah dalam semua sifat-sifat yang baik. Bahkan
sebelum diangkat menjadi Rasul, beliau sudah dikenal di tengah-tengah
masyarakatnya dengan gelar “Ash-shadiqul Amin”. Sangat jelas
kepemimpinan dalam dakwah sangat menuntut keteladanan dalam kejujuran
dan kebenaran dalam aktivitas dakwahnya.

Begitu besar nilai shidiq dalam kehidupan seseorang. Tentunya bagi
seorang dai. Bahkan jika seseorang mampu komitmen dengan sifat ini
dalam apa jua keadaan dan tidak pernah meninggalkannya, maka ia akan
meraih gelar shiddiq. Dan kedudukan orang-orang shiddiqin adalah di
bawah kedudukan para nabi. “Dan barangsiapa yang mentaati Allah dan
Rasul(-Nya), mereka itu akan bersama-sama dengan orang-orang yang
dianugerahi nikmat oleh Allah, yaitu: Nabi-nabi, para shiddiqin,
orang-orang yang mati syahid, dan orang-orang saleh. Dan mereka itulah
teman yang sebaik-baiknya”. (An-Nisa’: 69)

Diriwayatkan bahwa ketika orang-orang musyrik sepakat untuk
melontarkan tuduhan keji kepada Rasulullah, tiba-tiba salah seorang
yang dikenal sangat memusuhi Rasulullah yaitu An-Nadhr bin Al-Harits
malah berbicara dengan lantang di hadapan mereka karena kebenaran dan
kejujuran Rasulullah yang tidak bisa disangsikan lagi dan sudah
menjadi buah bibir orang banyak. “Muhammad adalah seorang yang masih
beliau percaya di antara kalian. Ia seorang yang paling benar
ucapannya, paling besar sifat amanahnya. Jika ia dikenal demikian,
apakah kalian tetap akan menuduhnya sebagai tukang sihir? Tidak,
sungguh ia bukan tukang sihir”. Ternyata kejujuran justru bisa menjadi
pelindung dari rekayasa dan upaya musuh menghasut kita, secara
internal maupun eksternal. Sebaliknya, jika kejujuran atas komitmen
dengan dakwah ini berkurang, maka akan mempermudah masuknya rekayasa
eksternal atau timbulnya ekses internal yang berdampak kepada
menghambat perkembangan dakwah, karena beberapa energi akan
dialokasikan untuk membenahi kejujuran secara internal.

Selanjutnya Al-Qur’an menetapkan bahwa sifat shidiq adalah cermin dan
sifat dasar orang-orang pilihan dari hamba-hamba-Nya yang shaleh, taat
dan lurus, padahal keshalehan, ketaatan dan kelurusan merupakan bagian
yang dituntut dalam menegakkan dakwah. Allah menggambarkan sifat
orang-orang pilihan-Nya dalam surah Az-Zumar: 33 “Dan orang yang
membawa kebenaran (Muhammad) dan membenarkannya, mereka itulah
orang-orang yang bertaqwa”. Juga dalam surah Al-Hasyr ayat 8 yang
menggambarkan kemuliaan orang-orang Muhajirin, “dan mereka menolong
Allah dan Rasul-Nya. Mereka itulah orang-orang yang benar.”

Allah sendiri memerintahkan orang-orang yang beriman agar senantiasa
bersikap shidiq setelah perintah-Nya agar mereka bertaqwa. Sehingga
kesempurnaan ketakwaan seseorang harus senantiasa diiringi dengan
kejujuran dan kebenaran. “Hai orang-orang yang beriman bertaqwalah

Help Palestine [hidayahnet] Ikhtilaf (Perbedaan Pendapat)

2010-05-24 Terurut Topik Hasan Abdurrahim
http://www.dakwatuna.com

Ikhtilaf

Oleh: Syarifuddin Mustafa, MA


Makna ikhtilaf, khilaf dan ilmu khilaf

dakwatuna.com – Ikhtilaf adalah jalan setiap orang yang berbeda dengan
orang lain baik dari sikap dan ucapannya. Adapun khilaf cakupannya
lebih umum dari sekadar berbeda, karena setiap yang berbeda pasti
saling berseberangan/berselisih, sedangkan perselisihan dan perbedaan
yang terjadi di antara sebagian manusia dalam ucapan mereka kadang
dapat mengakibatkan pertikaian, maka di ambillah kata tersebut dengan
pengertian pertikaian dan perdebatan, sebagaimana Allah SWT berfirman:
(Maryam:37), (Hud:118), (Adz-Dzariyat:8), (Yunus:93)

Dari sini dapat kita simpulkan bahwa kalimat Khilaf dan ikhtilaf
berarti perbedaan yang mutlak dalam ucapan, pendapat, keadaan, gerakan
atau sikap. Adapun yang dipahami oleh sebagian pakar ilmu khilaf
adalah ilmu yang dapat menjaga dan melestarikan berbagai perkara yang
telah diambil intisarinya oleh seorang imam dari para imam yang
lainnya, dan menghilangkan sesuatu yang bertentangan tanpa
bersandarkan pada dalil khusus, karena kalau masih bergantung pada
dalil tertentu, dan mengambil dalil dengannya maka disebut mujtahid
dan ahli usul fiqih. Semestinya dalam perbedaan pendapat pembahasannya
bukan pada masalah dalil-dalil fiqih namun cukup berpegang pada ucapan
imamnya karena adanya permasalahan-permasalahan hukum secara global
sebagaimana yang diduga olehnya. Hal ini cukup baginya untuk
menetapkan hukum, sebagaimana ucapan imam sebagai hujah baginya guna
menghilangkan/membatalkan hukum yang bertentangan seperti yang telah
dilakukan oleh imamnya.

Faedah adanya perbedaan

   1. Jika niatnya benar akan memberikan wawasan dan pengetahuan
tentang beberapa kemungkinan yang bisa jadi tidak membutuhkan dalil
dilihat dari berbagai segi dan arahnya.

   2. Perbedaan pendapat dapat melatih ideologi dan akal, memberikan
pencerahan dalam berpendapat dan membuka wawasan untuk mencapai
berbagai kemungkinan yang diterima oleh akal.

   3. Terbukanya berbagai solusi dalam menyelesaikan suatu masalah
yang terjadi sehingga tercapai solusi yang tepat terhadap situasi dan
kondisi, sehingga mendapatkan kemudahan dalam beragama, dimana setiap
manusia pasti berinteraksi dengannya dalam kehidupan mereka.

Pembagian khilaf dilihat dari motivasinya

1. khilaf yang dipenuhi dengan hawa nafsu

Boleh jadi perbedaan pendapat lahir dari keinginan guna mewujudkan
tujuan pribadi atau kesenangan individu. Boleh jadi juga terjadi
karena dorongan dan keinginan menampakkan pemahaman, keilmuan dan
wawasan. Bagian pertama merupakan khilaf yang tercela dengan berbagai
bentuk dan ragamnya, karena dorongan hawa nafsu lebih dominan atas
kebenaran sedangkan kebanyakan hawa nafsu jarang mendatangkan kebaikan
dan merupakan bisikan setan yang dapat menjerumuskan pada kekufuran.
lihat firman Allah (Al-Baqarah:87), sebagaimana hawa nafsu dapat
menyimpangkan keadilan dan menjerumuskan pada kezhaliman, lihat
(An-Nisa:135), karena hawa nafsu orang-orang yang sesat menjadi lebih
sesat dan menyimpang, lihat (Al-An’am:56), hawa nafsu juga
berseberangan dan bertolak belakang dengan ilmu, pensiun kebenaran,
pengarah kerusakan dan kesesatan, lihat (Shad:26), (Al-Mu’minun:71)
dan Al-An’am:116)

Adapun pembagian hawa nafsu bermacam-macam sebagaimana sumbernya juga
beragam, namun jika keseluruhannya tertuju dan kembali pada “Hawa
nafsu dan kecintaan pribadi” maka hal tersebut akan menumbuhkan banyak
kesalahan dan penyimpangan, dan manusia tidak akan terselamatkan
darinya sehingga dirinya selalu dihiasi dari menyimpang pada kebenaran
dan membawanya pada kesesatan sampai pada akhirnya kebenaran menjadi
bathil dan ke bathil menjadi benar, na’udzubillah min dzalik.

Guna mengetahui dan menyingkap pengaruh hawa nafsu terhadap ideologi
ada beberapa cara yang kita ringkas dalam dua sisi:

   1. Sisi luar, yaitu dengan melihat perbedaan yang terjadi selalu
bertentangan dengan wahyu Allah yang termaktub dalam Al-Quran dan
sunnah Rasulullah saw, dan tidak tampak dari wajah yang berbeda
pendapat keinginan menampakkan kebenaran tapi justru jauh dan
bertentangan dengan Kitabullah dan sunnah. Atau juga dengan melihat
bahwa perbedaan yang terjadi berbenturan dengan akal sehat dan
diterima oleh setiap insan, seperti ideologi yang mengajak pada
menyembah kepada selain Allah, bertahkim pada selain syariat Allah,
membolehkan zina, dusta atau omong kosong yang tidak mungkin hal ini
terjadi kecuali bersumber dari hawa nafsu.

   2. Sisi dalam diri; dengan menelitinya bahwa ideologi yang
dilontarkannya merupakan hasil perenungan dan tadabbur, namun jika
tidak demikian, dan dilakukan dengan serampangan, tidak memiliki
ketetapan yang pasti, selalu was-was, maka dapat dipastikan hal
tersebut bersumber dari hawa nafsu.

2. Khilaf yang dipenuhi kebenaran

Khilaf bisa terjadi karena adanya dorongan yang benar, ilmu dan akal.
Perbedaan terhadap penentang keimanan, orang-orang kafir, syirik dan
munafik merupakan hal yang wajar bahkan merupakan kewajiban yang 

Help Palestine [hidayahnet] Kisah Habil dan Qabil

2010-05-24 Terurut Topik Hasan Abdurrahim
http://www.dakwatuna.com

Kisah Habil dan Qabil

Oleh: Ulis Tofa, Lc



dakwatuna.com – Tata Kehidupan manusia di muka bumi mulai terwujud
ketika Hawa hamil dan siap menyambut kelahiran anak-anaknya.

Rasulullah saw. bersabda, “Ketika Allah menurunkan Adam a.s. dari
surga bersama Hawa, –ketika di surga keduanya tidak melakukan hubungan
suami istri, masing-masing tidur sendiri– sehingga ketika di bumi
Malaikat Jibril mendatangi Adam a.s. dan menyuruhnya untuk menggauli
istrinya serta mengajarkan bagaimana caranya. Ketika Adam a.s. telah
menggauli istrinya, Jibril kembali mendatangi Adam a.s. dan bertanya,
“Bagaimana kamu dapati istri kamu?” Adam menjawab, “Shalihah insya
Allah…”

Awal bunga mekar di taman kehidupan manusia. Adam alaihis salam dan
Hawa merasakan kebahagiaan dan ketentraman bersama mereka. Adam
alaihis salam dan Hawa begitu mencintai dan menyayangi mereka.
Keduanya berharap agar keturunannya akan memenuhi penjuru bumi,
berjalan di atasnya dan memakan dari rizki yang telah Allah swt
sediakan.

Adam alaihis salam dan Hawa sangat menanti kelahiran anak-anaknya.
Meskipun situasi dan kondisi yang mereka hadapi sangatlah berat.
Terutama bagi seorang calon ibu. Namun bagi Hawa justru menguatkan
rasa cinta, kasih sayang dan kelembutan. Hawa menjadi seorang ibu yang
qurrata a’yun lagi penuh kehangatan.

Hawa melahirkan dua kali anak kembar. Yaitu Qabil dan saudarinya serta
Habil dan saudarinya. Mereka tumbuh dalam asuhan kedua orang tuanya.
Kedua putranya merasakan nikmatnya kehidupan dan masa muda yang kuat.
Sedangkan kedua putrinya tumbuh dengan kecenderungan kewanitaannya.
Kedua putranya mulai bekerja mencari penghidupan. Qabil sebagai petani
dan Habil sebagai penggembala.

Syari’at Menikah

Dua bersaudara mendapatkan kemudahan hidup dan ma’isyah. Keluarga ini
pun diliputi rasa aman dan berkecukupan. Seiiring berjalannya waktu
dan usia, keduanya memiliki dorongan kelaki-lakian yang kuat, yaitu
dorongan memiliki pasangan hidup untuk mendapatkan sakinah dan
ketenteraman jiwa dengan pasangannya. Hasrat jiwa keduanya begitu
menggebu. Mencari jalan keluar yang mungkin diraih.

Nampaklah di sini kehendak Allah swt yang menjadi rahasia semenjak
azali bahwa bani Adam diuji dengan kemudahan-kemudahan, berupa harta
yang melimpah, anak yang banyak, bumi subur menghijau dengan
memberikan hasil-hasilnya. Sebagaimana juga takdir Allah swt berlaku,
yaitu manusia bukan hanya umat yang satu, bahkan harus beragam dan
banyak. Ada perbedaan pandangan dan keinginan, model dan penciptaan,
bahagia dan sengsara.

Maka Allah swt mewahyukan kepada bapak manusia untuk menikahkan anak
mudanya secara silang. Adam alaihis salam melaksanakan perintah Allah
dan menyampaikannya kepada anak-anaknya dengan harapan bahwa keputusan
ini menjadi penengah bagi mereka.

Menuruti Nafsu Penyebab Penyimpangan

Dorongan hasrat jiwa adalah sikap ambisi dan tamak. Namun barangsiapa
yang mampu mengendalikan dorongan gelora syahwatnya dan mampu
menjadikan akalnya sebagai pengendali hawa nafsunya, maka ia menjadi
orang yang dimuliakan Allah swt di dunia dan akhirat. Adapun siapa
yang tunduk di bawah kendali syahwatnya. Akalnya bertekuk lutut
dikalahkan nafsunya, maka ia termasuk kelompok orang-orang yang merugi
dan tersesat jalan hidupnya, meskipun ia mengira perbuatan itu baik.

Setelah Adam alaihis salam menyampaikan wahyu Tuhannya dan memutuskan
pernikahan anak-anaknya, seketika itu Qabil menolak. Ia tidak menerima
keputusan ayahnya, karena calon istrinya tidak secantik calon istri
saudaranya. Qabil iri terhadap saudaranya. Dia masih berharap agar
saudari kembarnya yang akan menjadi istrinya.

Kecantikan fisik masih menjadi sumber masalah yang siap melumat jiwa
manusia dan mewariskan kerusakan.

Kecantikan menjadi sebab perpecahan di antara dua bersaudara. Namun
Habil tetap mengingatkan saudaranya untuk mentaati ayahnya dan
menerima takdirnya.

Adam alaihis salam sebagai seorang ayah didera kebingungan yang hebat,
tidak pernah terpikirkan sebelumnya. Dirinya terbelah dalam dua
pilihan yang serba sulit. Antara cinta kepada kedua putranya, dan
antara keberlangsungan persaudaraan serta keselamatan keduanya. Sampai
akhirnya Allah swt memberikan jalan keluar kepada Adam alaihis salam,
yaitu agar kedua putranya mempersembahkan qurban kepada Allah swt.
Mana di antara keduanya yang diterima qurbannya, berarti dialah yang
berhak mendapatkan keinginannnya. Habil mengurbankan unta, sedangkan
Qabil mengurbankan gandum. Keduanya mengharapkan bahwa dirinyalah yang
mendapatkan bagian yang lebih baik.

Habil telah menunaikan bagiannya dan benar dalam prosesnya, yaitu
menerima keputusan ayahnya dan ikhlas dalam menjalankan qurbannya,
oleh karena itu qurbannya diterima. Sedangkan qurban saudaranya
ditolak, karena ia masih belum menerima keputusan ayahnya, dan tidak
mengikhlaskan niat dalam pengurbanannya.

Qabil meradang karena impianya tidak tercapai. Malah hatinya dipenuhi
kedengkian. Ia pun bersumpah kepada saudaranya, ”Akan 

Help Palestine [hidayahnet] Mencermati Angka-Angka Dalam Dakwah Rasulullah

2010-05-19 Terurut Topik Hasan Abdurrahim
http://www.dakwatuna.com

Mencermati Angka-Angka Dalam Dakwah Rasulullah

Oleh: Musyaffa Ahmad Rohim, Lc



dakwatuna.com – Ada banyak orang yang momok dengan angka-angka.
Mungkin karena semenjak Sekolah Dasar, ia telah “dicekoki” dengan
Matematika yang sering diplesetkan menjadi mati-matian. Mungkin juga
karena angka sangat terkait dengan uang, dan ternyata, ia
gampang-gampang susah didapatnya, bahkan lebih sering susah dan
sulitnya. Mungkin juga keseringan menghitung angka-angka, akan tetapi
tidak pernah ada wujud dan hasilnya. Dan masih banyak
kemungkinan-kemungkinan yang lain.

Di dalam Al-Qur’an surat Al-Anfal ayat 65-66, Allâh –subhânahu wa
ta’âlâ- berfirman:

65. Hai Nabi, Kobarkanlah semangat Para mukmin untuk berperang. jika
ada dua puluh orang yang sabar di antaramu, niscaya mereka akan dapat
mengalahkan dua ratus orang musuh. dan jika ada seratus orang yang
sabar di antaramu, niscaya mereka akan dapat mengalahkan seribu dari
pada orang kafir, disebabkan orang-orang kafir itu kaum yang tidak
mengerti [1].

66. sekarang Allah telah meringankan kepadamu dan Dia telah mengetahui
bahwa padamu ada kelemahan. Maka jika ada di antaramu seratus orang
yang sabar, niscaya mereka akan dapat mengalahkan dua ratus orang
kafir; dan jika di antaramu ada seribu orang (yang sabar), niscaya
mereka akan dapat mengalahkan dua ribu orang, dengan seizin Allah. dan
Allah beserta orang-orang yang sabar.

Ada banyak orang yang momok dengan angka-angka. Mungkin karena
semenjak Sekolah Dasar, ia telah “dicekoki” dengan Matematika yang
sering diplesetkan menjadi mati-matian. Mungkin juga karena angka
sangat terkait dengan uang, dan ternyata, ia gampang-gampang susah
didapatnya, bahkan lebih sering susah dan sulitnya. Mungkin juga
keseringan menghitung angka-angka, akan tetapi tidak pernah ada wujud
dan hasilnya. Dan masih banyak kemungkinan-kemungkinan yang lain.

Saat saya bersama anak-anak dan keluarga menonton VCD The Amazing
Child, sebuah VCD yang mengisahkan bocah berusia 5 tahun yang telah
hafal Al-Qur’ân Al-Karîm, dan bahkan mampu menjelaskan dan memahami
kandungannya, saya dikejutkan oleh sebuah pertanyaan yang diajukan
kepada sang bocah, yang isinya, meminta kepadanya untuk menyebutkan
angka-angka di dalam Al-Qur’ân, dan dengan cekatan nan fashîh, sang
bocah pun membaca ayat-ayat yang berisi penyebutan angka-angka.

Kenapa saya terkejut dengan pertanyaan seperti ini? Sebab, beberapa
waktu yang lalu, saya juga dikejutkan oleh “protes” atau ekspresi
momok sebagian aktivis dakwah terhadap angka-angka.

Dari dua kejutan ini, saya pun mencoba mencari-cari, adakah
angka-angka di dalam Al-Qur’an, dan juga dalam sirah (perjalanan)
hidup nabi Muhammad –shallallâhu ‘alaihi wa sallam-?

Jawaban bocah dalam VCD yang saya tonton, memberi inspirasi kepada
saya untuk mencoba mencermati angka-angka ini, yang di antara hasilnya
adalah sebagai berikut:

Al-Qur’ân Al-Karîm telah menyebutkan beraneka macam angka, mulai dari
pecahan, satuan, belasan, puluhan, ratusan, ribuan dan bahkan ratusan
ribu.

Angka-angka pecahan yang disebutkan Al-Qur’ân adalah seperdelapan
(1/8), seperenam (1/6), seperempat (1/4), dan setengah (1/2).

Angka-angka satuan, belasan, puluhan, ratusan dan ribuan yang
disebutkan Al-Qur’ân adalah satu (1), dua (2), tiga (3), empat (4),
lima (5) enam (6), tujuh (7), delapan (8) dan sembilan (9), sepuluh
(10), sebelas (11), dua belas (12), sembilan belas (19), dua puluh
(20), tiga puluh (30), empat puluh (40), lima puluh (50), enam puluh
(60), tujuh puluh (70), delapan puluh (80), seratus (100), dua ratus
(200), tiga ratus (300), sembilan ratus lima puluh (950), seribu
(1000), dua ribu (2000), tiga ribu (3000), lima ribu (5000) dan angka
terbesar yang disebutkan Al-Qur’ân Al-Karîm adalah seratus ribu
(100.000).

Kesimpulan sementara saya setelah mendapatkan angka-angka ini:
“ternyata, Al-Qur’ân Al-Karîm menyebutkan angka-angka”, karenanya,
kita tidak boleh alergi atau momok dengan angka-angka.

Bagaimana dengan perjalanan hidup (sîrah) Rasulullâh –shallallâhu
‘alaihi wa sallam-?

Bila kita mencoba merunut (membaca secara berurutan) perjalanan hidup
(sîrah) beliau –shallallâhu ‘alaihi wa sallam-, ternyata, semenjak
awal, para penutur (yang menuturkan dan mengisahkan) serta penulis
sîrah beliau, juga sudah akrab dengan angka-angka.

Dalam kitab Al-’Ibar Fî Durûs (Khabar) Man Ghabar, dalam peristiwa
tahun 17 H, Al-Hâfizh Al-Dzahabî menulis:

Pada tahun tujuh belas Hijriyah (17 H) telah wafat ‘Utbah bin Ghazwân
Al-Mâzinî –radhiyallâhu ‘anhu-; salah seorang yang pertama-tama masuk
Islam, ada pendapat mengatakan bahwa dia adalah orang yang masuk Islam
dengan nomor urut tujuh. [lihat juga Mushannaf Ibn Abî Syaibah juz 8,
hal. 45, 199, 452).

Dalam riwayat lain, yang menempati nomor urut ketujuh adalah Sa'ad bin
Abî Waqqâsh –radhiyallâhu 'anhu- [Al-Sunan Al-Kubrâ karya Al-Baihaqi
juz 1, hal. 106, lihat pula: Ma'ânî Al-Qur'ân, karya Al-Nahhâs saat
menafsirkan Q.S. Al-Mâidah: 12).

Riwayat lain 

Help Palestine [hidayahnet] Kemana Muslimah Melangkah? (Bagian Terakhir)

2010-05-19 Terurut Topik Hasan Abdurrahim
http://www.dakwatuna.com

Kemana Muslimah Melangkah? (Bagian Terakhir)

Oleh: Sitaresmi S Soekanto


dakwatuna.com – Bila Indonesia benar-benar ingin melakukan
perubahan-perubahan dan pembaharuan yang mendasar dan menyeluruh, tak
ada salahnya mencoba melongok agenda perubahan yang ditawarkan ulama
besar Mesir Hasan Al-Bana karena begitu rinci dan akurat.

Para akhwat seyogianya ikut terlibat dan berperan aktif untuk
mewujudkan agenda perubahan tersebut di tengah masyarakat Indonesia.

Hasan Al-Bana mengingatkan agar tidak tergiur dengan system Eropa yang
seronok, syahwati tetapi membawa kepada kehancuran dan sebaliknya
segera berpaling pada system Islam yang terhormat, penuh dengan
nilai-nilai kebenaran, ketegaran, keberkahan dan pengendalian diri.

Beliau membagi agenda perubahan dan pembaharuan tersebut dalam 3 tema
besar dengan 50 butir yang melingkupi semua sektor kehidupan manusia.

A. Politik, peradilan dan administrasi.

1. Menghancurkan fanatisme kelompok dan mengarahkan potensi umat Islam
secara politik dalam keseragaman orientasi dan kesatuan barisan.

2. Perbaikan undang-undang sehingga sesuai dengan tuntutan syariat
Islam dalam setiap cabangnya.

3. Meningkatkan kekuatan pasukan, memperbanyak kelompok pemuda untuk
dilatih dan berjihad .

4. Menguatkan ikatan antar wilayah Islam terutama negeri-negeri Arab.

5. Meningkatkan semangat keislaman di kantor-kantor pemerintah
sehingga seluruh pegawai merasa butuh kajian Islam.

6. Melakukan kontrol terhadap perilaku pribadi pegawai agar bisa
membedakan kepentingan pribadi dan pekerjaan.

7. Menunaikan pekerjaan, tidak ditunda-tunda dan menghindari lembur.

8. Menghapus risywah (suap) dan komisi.

9. Menimbang setiap aktivitas pemerintahan dengan ajaran Islam dan
jadwal kegiatan tidak berbenturan dengan waktu shalat.

10. Memasukkan dan melatih ulama untuk bekerja dalam bidang militer
dan kesekretariatan.

B. Sosial dan ilmu pengetahuan.

1. Membiasakan masyarakat berpegang pada etika dan kesopanan serta
menindak tegas para pelanggarnya.

2. Mengatasi persoalan kaum wanita dengan solusi yang dapat
menggabungkan antara peningkatan diri dan sekaligus pemeliharaan
kehormatannya sesuai ajaran Islam.

3. Memberantas prostitusi dan zina harus dianggap kejahatan dan
kemungkaran yang harus ditindak dan dihukum tegas.

4. Menghancurkan praktek perjudian dengan segala bentuk.

5. Memerangi minuman keras dan obat-obatan terlarang.

6. Memerangi tabarruj, pamer aurat dan mengarahkan para wanita untuk
berperilaku sebagai muslimah shalihah.

7. Meninjau kembali kurikulum pendidikan kaum wanita dan melakukan
pembedaan sebanyak mungkin di antara kurikulum untuk siswa dan siswi.

8. Melarang siswa dan siswi bercampur baur dalam satu kelas.

9. Memompakan semangat para pemuda untuk menikah, membangun keluarga
dan mendapatkan keturunan.

10. Menutup klub-klub malam, panggung tarian maksiat dan sejenisnya.

11. Mengontrol kegiatan pentas dan peredaran film-film dan kaset-kaset (VCD).

12. Menyeleksi nyanyian-nyanyian yang berkembang di masyarakat dan
menyediakan alternatif pengganti.

13. Menyeleksi produk siaran radio dan teve yang dikonsumsi masyarakat.

14. Menyita cerita-cerita dan buku-buku porno.

15. Mengatur keberadaan vila-vila agar tidak disalahgunakan.

16. Membatasi waktu buka warung-warung dan mengontrol kesibukan pengunjungnya.

17. Menggunakan warung-warung itu sebagai tempat pengajaran baca-tulis.

18. Memerangi tradisi negatif dalam perilaku ekonomi, akhlak, dan lain-lain.

19. Menjadikan aktivitas menentang hukum Allah sebagai sasaran amar
ma’ruf nahi munkar.

20. Menghimpun lembaga pendidikan resmi dan masjid-masjid di kampung-kampung.

21. Menetapkan kurikulum agama sebagai materi pokok di setiap sekolah
dan perguruan tinggi.

22. Mendorong kegiatan menghafal al Quran di kantor-kantor dan sekolah
serta menjadi syarat kelulusan dan untuk memperoleh ijazah.

23. Menetapkan strategi pengajaran yang baku dalam rangka meningkatkan
dan mendongkrak kualitas system pendidikan. Menyatukan
kurikulum-kurikulum yang memiliki tujuan beragam.

24. Memberikan porsi cukup bagi mata pelajaran bahasa Arab sebagai bahasa utama.

25. Memberikan porsi perhatian kepada materi sejarah, sejarah
nasional, kebangsaan dan peradaban Islam.

26. Memikirkan sarana-sarana untuk menyatukan keberagaman di masyarakat

27. Menghapuskan gaya hidup kebarat-baratan.

28. Memberikan pengarahan yang baik kepada para penerbit dan penulis.

29. Memperhatikan urusan kesehatan masyarakat.

30. Memperhatikan keadaan kampung, menyangkut hal-hal yang berkaitan
dengan penertiban lingkungan, kebersihan, sanitasi serta
membersihkannya dari nilai-nilai yang negatif.

C. Ekonomi

1. Mengatur pengelolaan zakat baik penggalangan maupun
pendistribusiannya di sektor sosial maupun kemiliteran.

2. Mengharamkan riba dan mengatur system perbankan islami.

3. Mendorong dan menggalakkan kegiatan ekonomi untuk membuka lapangan
kerja dalam negeri dan melepaskan diri dari 

Help Palestine [hidayahnet] Membulatkan Tekad

2010-05-16 Terurut Topik Hasan Abdurrahim
http://www.dakwatuna.com

Membulatkan Tekad

Oleh: Samin Barkah, Lc



dakwatuna.com – Dari Tsauban bin Bajdad, ia berkata bahwa Rasulullah
saw bersabda, “Hampir saja bangsa-bangsa berkumpul menyerang kalian
sebagaimana mereka berkumpul untuk menyantap makanan di nampan. Salah
seorang sahabat bertanya, “Apakah karena sedikitnya jumlah kami pada
saat itu?” Beliau menjawab, “Bahkan pada saat itu jumlah kalian
banyak, tetapi kalian seperti buih, buih aliran sungai. Sungguh Allah
benar-benar akan mencabut rasa takut pada hati musuh kalian dan
sungguh Allah benar-benar akan menghujamkan pada hati kalian rasa
wahn.” Kemudian seseorang bertanya, “Wahai Rasulullah, apakah wahn
itu?” Beliau menjawab, “Cinta kepada dunia dan takut mati.” (H.R. Abu
Daud dan Ahmad)

Tentang Hadits

Hadits di atas berbunyi:

Hadits ini diriwayatkan oleh Imam Abu Daud dan Imam Ahmad bin Hanbal.
Hadits ini adalah hadits shahih, marfu dari Rasulullah saw.

Hadits ini menggambarkan ramalan Rasulullah saw bahwa nanti pada suatu
saat umat Islam akan menjadi bulan-bulanan bangsa-bangsa di dunia.
Dari hadits di atas tergambar bahwa tidak ada seorang pun sahabat yang
menyangkal apa yang dikatakan Rasulullah. Mereka justru menanyakan
lebih lanjut perihal kondisi umat Islam yang pada suatu masa, mereka
tidak lagi dipandang, tetapi menjadi obyek pelecehan dan tindak
kebrutalan. Bukan karena jumlah umat Islam yang sedikit, tetapi karena
pada hati mereka telah bersarang suatu penyakit, yaitu penyakit wahn.
Jika dilihat dari jumlah, maka justru umat Islam adalah umat yang
paling besar jumlahnya dibandingkan dengan umat-umat lain. Tetapi
seperti peribaratan Rasulullah saw bahwa pada saat itu jumlah umat
Islam yang banyak tidak mempunyai arti apa-apa jika mereka tidak punya
bobot. Mereka seperti buih air yang tidak mempunyai arus, bahkan
justru buih itu ikut ke mana arus bergerak.

Penjelasan Hadits

Ramalan Rasulullah saw itu telah menjadi kenyataan, terutama setelah
umat Islam tidak lagi memiliki induk. Ketika umat Islam tidak memiliki
kekhilafahan, karena dihancurkan oleh musuh-musuhnya melalui putra
negeri Islam sendiri, Mustafa Kemal Attaturk. Kondisi umat Islam
sebagai umat yang pernah memiliki peradaban dunia yang bertahan sekian
abad telah hancur berkeping-keping. Kepingan peradaban dan kekuatan
umat Islam itu kini tidak lagi menjadi perhitungan musuh-musuhnya,
bahkan mereka kadang bisa diadu domba antara satu negeri Islam dengan
negeri Islam lainnya.Runtuhnya kekhilafahan Islam bukanlah awal dari
kemunduran umat Islam. Jauh sebelum itu umat Islam sudah menunjukkan
kemundurannya dan puncak kemunduran umat Islam itu ditandai dengan
ketidakmampuan umat ini mempertahankan eksistensi khilafah islamiyah.
Penyakit itu seperti yang diisyaratkan oleh Rasulullah saw adalah
penyakit wahn. Wahn adalah penyakit hati. Penyakit mental yang
munculnya tidak tiba-tiba, sebagaimana juga bahwa untuk mengobati
penyakit ini tidak bisa sim salabim, instan, langsung sembuh dan
mentalnya berubah.

Penyakit ini berawal dari perilaku para pejabat negara Islam atau
dikenal dengan pejabat kalangan istana. Dalam sejarah kita bisa dapati
bahwa awal tindak kezhaliman itu berawal dari pejabat istana atau
pejabat negeri Islam yang kemudian menular ke bawahan. Lambat laun
menjadi penyakit umat dan bangsa. Diawali dari penyakit afrad yang
hanya menghinggapi beberapa oknum pejabat, kemudian ketika penyakit
itu menjadi wabah, maka akhirnya mereka tidak lagi menganggap itu
adalah penyakit. Orang akan bingung ketika melihat kenyataan ini, dari
mana kita harus mulai mengobatinya. Penyakit yang menjadi kompleks
karena sudah menjadi tradisi dan adat, bahkan mungkin sudah menjadi
norma yang harus diakui dan diterima.

Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka
mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri. (Ar-Ra’d: 11)

Benar bahwa Allah menjanjikan bahwa umat Islam akan dimenangkan Allah
atas musuh-musuhnya.

Jika Allah menolong kalian, maka tidak ada yang dapat mengalahkan
kalian; jika Allah membiarkan kalian (tidak memberi pertolongan), maka
siapakah gerangan yang dapat menolong kamu (selain) dari Allah sesudah
itu? Karena itu hendaklah kepada Allah saja orang-orang mukmin
bertawakal. (Ali Imran: 160)

Tetapi pertolongan Allah itu hanya Allah berikan kepada umat yang
benar-benar membela agamanya. Ketika umat ini tidak lagi Allah
menangkan atas musuh-musuhnya, itu karena mereka tidak sungguh-sungguh
membela agama Allah sehingga musuh-musuh umat ini dicabut rasa
takutnya sebagaimana kondisi saat ini.

Negeri-negeri Islam sekarang menjadi santapan negara besar untuk
dikuras semua isinya dan diracuni penduduknya dengan peradaban mereka.
Tujuan dari serangan mereka adalah mencetak putra negeri menjadi kader
yang menyebarkan peradaban mereka hingga Islam dan umatnya menjadi
semakin jauh.

Kemunduran umat ini adalah karena mereka cinta kepada dunia, cinta
jabatan, cinta harta, cinta kedudukan dan cinta kesenangan. Mereka

Help Palestine [hidayahnet] Rahasia Iman

2010-05-02 Terurut Topik Hasan Abdurrahim
http://www.dakwatuna.com

Rahasia Iman

Oleh: Dr. Amir Faishol Fath



dakwatuna.com – Dalam Al-Qur’an, Allah swt. selalu menegaskan tentang
iman. Bahkan panggilan identitas hamba-hamba-Nya disebut dengan:
almu’minuun, atau alladziina aamanuu. Iman secara bahasa artinya
percaya. Dari percaya muncul sikap atau perbuatan. Seorang pasien yang
percaya kepada dokternya, ia akan patuh ikut apa kata dokter. Ketika
dokter memutuskan: ”Anda kena penyakit kanker, ia langsung percaya.
Lalu ketika dokter memutuskan: Anda harus diopreasi,” Ia langsung siap
berapapun harus membayar biaya. Obat-obatan dari dokter diminum sesuai
dengan aturan yang ditentukan, ada yang tiga kali atau dua kali sehari
dan lain sebagainya. Semua itu dipatuhi dengan sungguh-sungguh. Bahkan
pantangan makanan yang dilarang oleh dokter pun dijauhi, seenak apapun
makanan tersebut, ia berusaha menghindar semaksimal mungkin.

Pernah seorang pasien penderita diabet, ditawarin makanan kue yang
sangat enak dan lezat. Seketika ia berkata, kata pak dokter ini tidak
boleh saya makan. Perhatikan sungguh tidak sedikit manusia yang sangat
patuh kepada dokter, tetapi kepada Allah tidak demikian. Padahal Allah
jauh lebih luas pengetahuan-Nya dari pada seorang dokter.

”Percaya” adalah kekuatan untuk patuh, seperti patuhnya seorang pasien
yang sangat percaya kepada sang dokter. Percaya dalam Islam disebut
iman. Iman harus berkaitan dengan yang ghaib. Sebab ia merupakan
kebutuhan ruhani. Karenanya di pembukaan surah Al-Baqarah:3, Allah
berfirman: ”Alladziina yu’minuuna bilghaibi (yaitu orang-orang yang
beriman kepada yang ghaib).” Berdasarkan ayat ini maka iman itu harus
berkaitan kepada yang ghaib. Seperti beriman kepada Allah, para
malaikat dan wahyu yang turun kepada para rasul, itu semua adalah
ghaib. Dan ternyata ini adalah kebutuhan fitrah manusia. Inilah makna
fithrah yang Allah firmankan:

”Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama (Allah); (tetaplah
atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu.
Tidak ada perubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus;
tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui.” (30:30)

Jadi pada dasar penciptaannya manusia telah dibekali iman. Dalam surah
Al-A’raf: 72, Allah berfirman: “Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu
mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah
mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman): “Bukankah
Aku ini Tuhanmu?” Mereka menjawab: “Betul (Engkau Tuhan kami), kami
menjadi saksi”. (Kami lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat
kamu tidak mengatakan: “Sesungguhnya kami (bani Adam) adalah
orang-orang yang lengah terhadap ini (keesaan Tuhan).”

Inilah persaksian setiap janin, ketika masih dalam rahim ibunya, ia
telah dengan jujur mengakui keimanannya kepada Allah. Inilah makna
hadits Nabi saw. Yang sangat terkenal: “Kullu mawluudin yuuladu ‘alal
fithrah (setiap bayi yang baru lahir, ia lahir dalam keadaan fitrah
(maksdunya berimana kepada Allah swt).”

Sayangnya kemudian bahwa materialisme telah menyeret manusia untuk
hanya menekuni kebutuhan fisiknya. Akibatnya mereka selalu sibuk
dengan hal-hal yang berupa benda. Bahkan yang lebih parah mereka
berusaha untuk membendakan yang ghaib. Itulah asal-muasal munculnya
matahari, patung, pohon besar dan lainya dianggap sebagai tuhan.
Mereka merasa kurang puas kalau tuhan yang mereka sembah tidak nampak.
Padahal tabiat iman harus selalau berkaitan dengan yang ghaib. Maka
selama kecendrungan materialistik tetap menguasai dan diutamakan di
atas segalanya, otomatis keimanan akan terkesampingkan. Dan mereka
tidak akan pernah merasakan nikmatnya iman. Dari sinilah kekeringan
ruhani terjadi.

Semua orang sebenarnya ingin bahagia. Tetapi banyak dari mereka yang
tidak menemukan kebahagiaan itu. Ada yang mengejar kebahgiaan di balik
hiburan dan kemegahan. Bahkan banyak juga yang sampai tercebur dalam
dosa-dosa. Namun ternyata kebahagiaan tidak juga didapatkan. Banyak
orang mengalami stress dan depressi justru di saat telah mencapai
puncak keberhasilan secara keduniaan. Di sini jawabannya adalah iman.
Bahwa hanya iman yang akan mengisi kekeringan ruhani mereka. Caranya
patuhi Allah dengan sesungguh-sungguhnya. Bukan sekedar basa-basi atau
puara-pura atau setengah hati. Bila mereka patuh kepada dokter atau
bos dengan sungguh-sungguh, maka patuhlah kepada Allah di atas semua
itu.

Yang banyak terjadi adalah bahwa Allah sering dikesampingkan. Shalat
diabaikan karena rapat dan lain sebagainya. Seharusnya seorang muslim
waktunya diseting oleh shalat, bukan dia yang menseting shalat.
Demikinlah Rasulullah dan sahabat-sahabatnya mencontohkan hal ini.

Maka selama kepatuhan kepada Allah dianggap sampingan, iman tidak akan
pernah berdaya. Dan akibatnya kebahagiaan hakiki tidak bisa dicapai.
Sebaliknya ketika keimanan benar-benar menggelora, lalu dibuktikan
dengan kepatuhan yang jujur dan maksimal kepada Allah, maka
kebahagiaan akan tercapai. Wallahu a’lam bishshowab.

Edmonton 

Help Palestine [hidayahnet] Siapa Yang Melanggar?

2010-04-30 Terurut Topik Hasan Abdurrahim
http://www.dakwatuna.com

Siapa Yang Melanggar?

Oleh: Kodar Slamet, SPd



dakwatuna.com – Temanku berkisah bahwa dia pernah pergi ke ibu kota
San’a dengan ditemani anaknya yang masih kecil. Di tengah perjalanan
dengan bekendaraan pribadi dia berhenti di pinggir jalan. Dia ingin
belanja di pasar, dan tinggallah anaknya di mobil.

Tiba-tiba datanglah polantas (polisi lalu lintas) yang memberitahu
anak tersebut bahwa ayahnya telah melanggar peraturan jalan raya
karena parkir di tempat yang dilarangan berhenti/parkir. Bertanyalah
anak itu kepada polisi:

“Apakah bapak sudah solat subuh berjama’ah?”

Terperanjatlah bapak polisi mendengar pertanyaan yang mengagetkan itu
Menjawablah polisi dengan malu-malu:

“Tidak, saya tidak solat subuh berjama’ah.”

Anak itu menimpalinya, ”Kalau begitu bapak yang melanggar, bukan ayah saya.”

Maka polisi sadar, dan membertahukan akan bertaubat ketika itu pula,
maka anak kecil ini telah menjadi sebab turunnya hidayah dan
istiqamah. [sumber: Athfal Lakin Du'ah]

http://www.dakwatuna.com/2009/siapa-yang-melanggar/




Free download [Internet Explorer/Firefox]:
Hidayahnet Toolbar [no virus, adware, malware etc] 
http://hidayahnet.ourtoolbar.com

--
**Boycott Israel**Support Palestine** 

All views expressed herein belong to the individuals concerned and do not in 
any way reflect the official views of Hidayahnet unless sanctioned or approved 
otherwise. 

If your mailbox clogged with mails from Hidayahnet, you may wish to get a daily 
digest of emails by logging-on to http://www.yahoogroups.com to change your 
mail delivery settings or email the moderators at 
hidayahnet-ow...@yahoogroups.com with the title change to daily digest. 

--

Affiliates:
iPerintis - eGroup untuk Saintis dan Jurutera Muslim  
http://groups.yahoo.com/group/iperintis/

Hidayahnet Toolbar [no virus, adware, malware etc] 
http://hidayahnet.ourtoolbar.com

Recommended sites:
Angkatan Belia Islam Malaysia  : http://www.abim.org.my
Jamaah Islah Malaysia  : http://www.jim.org.my
Palestinkini Info  : http://www.palestinkini.info
Partai Keadilan Sejahtera  : http://pk-sejahtera.org
Fiqh Siber : http://al-ahkam.net/
The Muslim Brotherhood : http://ikhwanweb.com
Hidayahnet website : http://hidayahnet.multiply.com/  Yahoo! Groups 
Links

* To visit your group on the web, go to:
http://groups.yahoo.com/group/hidayahnet/

* Your email settings:
Individual Email | Traditional

* To change settings online go to:
http://groups.yahoo.com/group/hidayahnet/join
(Yahoo! ID required)

* To change settings via email:
hidayahnet-dig...@yahoogroups.com 
hidayahnet-fullfeatu...@yahoogroups.com

* To unsubscribe from this group, send an email to:
hidayahnet-unsubscr...@yahoogroups.com

* Your use of Yahoo! Groups is subject to:
http://docs.yahoo.com/info/terms/



Help Palestine [hidayahnet] Untuk Siapa Kita Berjuang?

2010-04-28 Terurut Topik Hasan Abdurrahim
http://www.dakwatuna.com

Untuk Siapa Kita Berjuang?

Oleh: Iman Santoso, Lc



Dari Abdullah Bin Zaid, bahwa Rasulullah saw., saat menaklukkan
Hunain, membagi-bagikan ganimah (harta pampasan perang). Beliau
memberi orang-orang yang hatinya sedang dijinakkan (muallafatu
qulubuhum). Lalu sampai (berita) kepada beliau bahwa orang-orang
Anshar pun ingin memperoleh apa yang diperoleh orang lain. Maka
bangkitlah Rasulullah saw. berkhutbah seraya memuji dan menyanjung
Allah lalu mengatakan, “Wahai segenap orang Anshar, bukankah dahulu
aku menemukan kalian dalam keadaan tersesat lalu Allah memberi
petunjuk kepada kalian dengan perantaraanku; kalian papa lalu Allah
memberi kalian kecukupan dengan perantaraanku; kalian terpecah-belah
lalu Allah mempersatukan kalian dengan perantaraanku?” Mereka
menjawab, “Allah dan Rasul-Nyalah yang paling banyak jasanya.” (Shahih
Muslim juz II: 738)

Kemenangan yang diraih dalam perjuangan dapat menggoda sebagian orang
untuk mengklaim –baik secara eksplisit maupun implisit– bahwa
dirinyalah yang paling berjasa untuk kemenangan itu. Atau, kalaupun
bukan merasa yang paling berjasa, paling tidak mengklaim bahwa dirinya
berada dalam jajaran orang-orang berjasa. Dan karenanya, jama’ah
dakwah diuntungkan dan berhutang jasa terhadap dirinya. Dalam
perasaannya, wajar –bahkan ada yang menganggap harus– bila jam’ah
dakwah memberikan kompensasi-kompensasi atas perjuangannya itu.

Tampaknya perasaan semacam itu manusiawi. Buktinya hal itu pernah pula
terjadi pada masyarakat Islam terbaik yakni generasi sahabat
Rasulullah saw. Hadits yang tertulis di atas adalah bagian dari
nasihat yang disampaikan Rasulullah saw. kepada kaum Anshar. Secara
lebih lengkap, Ibnu Hisyam dalam kitab sirahnya mencatat sebagai
berikut:

Berawal dari cara Rasulullah saw. membagi-bagikan ganimah (harta
rampasan perang) Hunain. Beliau membagi justru kepada orang-orang yang
baru masuk Islam pada saat penaklukan Makkah (Fathu Makkah), yang
notabene belum banyak perngorbanannya. Bahkan pada perang Hunain itu
justru merekalah yang pertama lari tunggang-langgang saat mendapat
gempuran awal dari musuh. Sedangkan orang-orang yang sudah sejak awal
turut berjuang dan malang-melintang dalam kancah jihad, kaum Anshar,
tidak mendapatkan sedikit pun dari ganimah itu. Sampai-sampai
seseorang dari kalangan Anshar berkata kepada sesama mereka, “Sekarang
Rasulullah saw. sudah bertemu dengan kaumnya.”

Desas-desus itu akhirnya sampai kepada Rasulullah saw. Beliau kemudian
meminta pimpinan mereka, Sa’ad Bin Ubadah untuk mengumpulkan seluruh
kaum Anshar itu di satu tempat. Setelah berkumpul, Rasulullah saw.
datang untuk menasihati mereka. “Apa desas-desus yang berkembang di
tengah-tengah kalian? Apa perasaan-perasaan yang ada di hati kalian
terhadapku?” kata Rasulullah membuka khutbah, setelah bertahmid dan
menyanjung Allah swt. “Bukankah aku datang kepada kalian dalam keadaan
kalian tersesat lalu Allah memberi kalian petunjuk? Kalian miskin lalu
Allah memberi kalian kecukupan? Kalian bermusuhan lalu Allah memadukan
hati kalian?” Mereka mengatakan, “Benar, Allah dan Rasul-Nyalah yang
paling berjasa dan paling utama.” Rasulullah saw. melanjutkan, “Wahai
kaum Anshar, mengapa kalian tidak menjawabku?” Mereka menjawab, “Ya
Rasulullah, dengan apa kami menjawab engkau? Allah dan Rasul-Nyalah
yang paling berjasa dan paling utama.” Rasulullah saw. mengatakan,
“Demi Allah, kalau kalian mau pasti kalian mengatakan –dan kalian
pasti berkata jujur dan dapat dipercaya: ‘Engkau datang kepada kami,
wahai Rasulullah, dalam keadaan didustakan lalu kami mempercayai
engkau. Engkau datang dalam keadaan dihinakan lalu kami membela
engkau. Engkau datang kepada kami dalam keadaan terusir lalu kami
melindungi engkau. Engkau datang kepada kami dalam keadaan sengsara
lalu kami membantu engkau’. Wahai kaum Anshar, apakah hati kalian
lebih mencintai kemilau dunia yang dengannya aku menjinakkan hati
sebagian orang agar teguh dalam Islam padahal aku mengandalkan kalian
pada keislaman kalian?” Dan pada akhirnya kaum Anshar menyadari
kekeliruan mereka dalam memposisikan diri mereka dan memandang
Rasulullah saw. Mereka menangis sejadi-jadinya hingga janggut-janggut
mereka basah dengan air mata seraya mengatakan, “Kami puas dengan
Rasulullah saw. sebagai bagian kami.”

Rasulullah saw. mengingatkan kepada kita bahwa manakala kita mendapat
hidayah Allah swt. untuk masuk dalam barisan Islam, menjadi prajurit
Allah, lalu melakukan perjuangan dan pengorbanan untuk Islam, maka
sesungguhnya itu bukanlah jasa kita untuk perjuangan Islam. Melainkan
justru jasa dan karunia Allah kepada kita sekalian. Tanpa hidayah
Allah itu kita hanya akan menjadi manusia dengan kualitas benda mati
semacam kayu (khusyubum-musannadah), bahkan bagaikan binatang ternak
(kal-an’am). Dan tanpa terlibat dalam perjuangan, kita hanya akan
menjadi orang-orang yang tidak punya apa pun untuk menjawab pertanyaan
Allah swt. saat kita menghadap-Nya: apa yang telah kau lakukan di

Help Palestine [hidayahnet] Zakat dan Pajak

2010-04-21 Terurut Topik Hasan Abdurrahim
http://www.dakwatuna.com

Zakat dan Pajak

Oleh: Tim dakwatuna.com



Adakah Kewajiban Harta Selain Zakat?

dakwatuna.com – Zakat adalah kewajiban periodik harta, dan wajib
dikeluarkan dalam setiap kesempatan dan keadaan. Dalam kondisi biasa
seorang muslim tidak diwajibkan selain zakat, kecuali dengan sukarela.

1. Dalam kondisi darurat terdapat kewajiban harta selain zakat, yang
disepakati para ulama, yaitu:

- Hak kedua orang tua, dalam bentuk nafkah yang mereka butuhkan pada
saat anaknya kaya.
- Hak kerabat, dengan perbedaan tingkat kedekatan yang mewajibkan nafkah.
- Hak orang-orang yang sangat membutuhkan pakaian atau rumah tinggal.
- Membantu keluarga untuk membayar diyat pembunuhan yang tidak disengaja.
- Hak kaum muslimin yang sedang ditimpa bencana.

2. Masih ada hak-hak lain yang masih diperdebatkan apakah wajib atau
sunnah, antara lain:

- Hak tamu selama tiga hari.
- Hak orang yang hendak meminjam kebutuhan rumah, bagi tetangga.

3. Sedangkan hak fakir miskin terhadap harta orang kaya secara umum
sudah banyak disebutkan dalam ayat-ayat Al-Qur’an maupun Hadits. Dan
bentuk masyarakat Islami yang saling melindungi tidak akan pernah
terwujud tanpa hal ini.

Ketika zakat sudah mengcover kebutuhan fakir miskin, maka orang-orang
kaya tidak diminta yang selain zakat. Namun jika zakat belum
mencukupi, maka harus diambilkan dari orang-orang kaya selain zakat
untuk dapat mencukupi kebutuhan dasar fakir miskin. Sebagaimana
diambil pula dari orang kaya itu kebutuhan untuk melindungi negara
dari ancaman musuh jika dari zakat belum mencukupi. Semua ini hampir
disepakati oleh para ulama, meskipun terdapat perbedaan di seputar
maslah adakah kewajiban harta selain zakat. Perbedaan ini berpulang
pada kewajiban selain zakat yang permanen, bukan yang insidental.

Bolehkan Menetapkan Pajak Bersama Dengan Zakat?

Bagi imam setelah bermusyawarah dengan ahlul halli wal aqdi,
diperbolehkan untuk menetapkan zakat kepada kaum muslimin selain
zakat, dengan dalil:

a. Jaminan sosial kaum muslimin hukumnya wajib. Jika dari zakat dan
pendapatan kas negara tidak cukup, maka boleh menetapkan pajak
tambahan kepada orang kaya.

b. Belanja negara sangat banyak, pos-pos dan sumber zakat sangat
terbatas, maka bagaimana mungkin mampu menutup kebutuhan negara yang
tidak masuk dalam pintu distribusi zakat? Dan bagaimana mampu menutup
pos penerima zakat jika sumber zakatnya sangat kecil?

c. Kewajiban yang tidak akan terlaksana kecuali dengan adanya sarana,
maka menghadirkan sarana itu menjadi kewajiban pula. Dari kaidah ushul
fiqih inilah Imam Al-Ghazali Asy-Syafi’i memperbolehkan imam untuk
mewajibkan kepada orang kaya untuk membiayai kebutuhan seorang
tentara. Demikian juga Imam Asy-Syathibiy Al-Maliki, memperbolehkan
imam yang adil untuk menugaskan orang kaya membiayai tentara selain
dari baitul mal. Dan para ulama lain berpendapat seperti ini.

Syarat-syarat yang wajib diperhatikan dalam penetapan pajak:

a. Terdapat kebutuhan riil yang tidak tercukupi oleh sumber-sumber
pendanaan konvensional (zakat, bagi hasil, dan lain-lain).

b. Pembagian beban pajak secara adil kepada mereka yang mampu.

c. Penyaluran uang pajak untuk kemaslahatan umat, bukan kepentingan penguasa.

d. Mendapat persetujuan dewan permusyawaratan atau ahlul halli wal
aqdi. Karena penetapan pajak merupakan keputusan sensitif yang
mengintervensi kepemilikan pribadi yang dilindungi hukum, maka tidak
diperbolehkan mengambilnya kecuali karena kebutuhan syar’i yang
ditetapkan oleh ahlul halli wal aqdi.

Pajak yang ditetapkan dengan memenuhi syarat-syarat di atas tidak lagi
masuk dalam pungutan liar dan cukai yang tercela dan diharamkan dalam
beberapa hadits.

Zakat dan Pajak

Meskipun pajak dan zakat memiliki titik singgung yang sama, yaitu
kewajiban yang mengikat, dan kekuasaan yang menekan, namun di antara
keduanya terdapat perbedaan penting, yaitu:

- Bahwa zakat itu adalah ibadah, dan pajak adalah kewajiban kepada negara.

- Penetapan nishab dan persentase zakat ditetapkan oleh syariat, maka
hukumnya tetap dan tidak berubah. Sedangkan pajak ditetapkan oleh ulil
amri, maka merekalah yang menentukan dan menghapuskan.

- Pajak berhubungan antara warga dan negara. Sedangkan zakat adalah
hubungan manusia dengan Tuhannya. Seorang muzakki akan membayar
zakatnya, meskipun tidak ada yang menagihnya.

- Pajak terbatas sasarannya, hanya pada target materi; sedangkan zakat
memiliki sasaran ruhiyah, akhlak, dan insaniyah (kemanusiaan). Zakat
adalah ibadah yang sekaligus pungutan.

Persentase Progresif antara Pajak dan Zakat

Pajak dengan persentase tetap ialah yang telah ditetapkan
persentasenya dengan satu ketentuan, meskipun kekayaan bertambah
banyak. Sedangkan pajak progresif semakin besar presentasenya sesuai
dengan pertambahan kekayaan, seperti 10% untuk ribuan pertama, 12%
untuk ribuan kedua, 14% untuk ribuan ketiga, dan seterusnya.

Dan yang terkenal dalam zakat adalah persentase tetap, tidak dengan
persentase progresif, meskipun kekayaan 

Help Palestine [hidayahnet] Bertaubatnya Si Gay

2010-04-07 Terurut Topik Hasan Abdurrahim
http://www.dakwatuna.com

Bertaubatnya Si Gay

Oleh: Yudi Rohim


dakwatuna.com – Pagi itu, hari senin sekitar pukul 7.30 tapi aku lupa
tanggal berapa di tahun 2005, aku tengah bersantai membaca koran pagi
ketika telepon itu berdering. Sebagai seorang marboth masjid, aku
harus melayani jamaah termasuk jika ada telepon.

Salam menyapa, “Assalamu’alaikum”, sapaku.

“Wa’alaikumsalam”, jawabnya.

“Maaf mas, boleh saya datang ke Al Ghifari”, tanya si penelepon.

“Oh.. tentu boleh, silakan”, jawabku.

Sekitar 1 menit kemudian terdengar lagi salam sambil mengetuk pintu
kamar marboth.

“Assalamu’alaikum”.

“Wa’alaikumussalam”. Aku keluar melihat siapa yang datang.

“Maaf mas saya yang tadi nelpon”.

“Hah.. cepet amat, emang tadi nelpon dari mana?”, tanyaku.

“Oh dari telepon umum yang ada di depan”, jawabnya.

“Lho, kenapa ga datang aja langsung?”. Dulu di depan masjid memang ada
telepon umum koin.

“Mmm, untuk memastikan aja ada orang atau ngga”, katanya.

“Oh, silakan duduk mas”. Kupersilakan ia duduk di kursi depan tempat
wudhu akhwat.

“Tahu dari mana telepon Al Ghifari?”, tanyaku.

“Di depan kan ada tulisannya”.

O iya ya pikirku. “Ada yang bisa saya Bantu?”, tanyaku.

“Mmm, boleh saya cerita mas?”.

“Boleh, silakan”.

“Tapi mas jangan marah ya?”.

“Lho kenapa saya harus marah?”, tanyaku.

“Mmm, begini mas…”.

Dia bercerita kepadaku panjang lebar tentang jalan hidupnya. Bermula
dari aktivitasnya selama di kampung halamannya yang aktif di remaja
masjid. Lalu diterimanya ia di IPB untuk kuliah. Wah, anak IPB juga
rupanya dan ternyata seangkatan. Itulah yang membuat kami kian akrab.
Aku fakultas MIPA, dia dari fakultas yang lain, cuma dia D3. Akhirnya
dia masuk ke inti pembicaraan. Semula aku mengira ia akan meminta
bantuan keuangan seperti banyak orang yang telah datang ke Al Ghifari
dengan berbagai alasan. Tapi ternyata aku salah, dia malah
menceritakan masalah penderitaan hidup yang dia alami selama ini.

Selama di IPB ia kesulitan masalah biaya. Tapi ia adalah orang yang
mandiri yang tidak mau menyulitkan orang tuanya. Maka ia berusaha
mencari uang sendiri mulai dari menjual koran hingga menyemir sepatu.
Sampai pada akhirnya, ia mengalah, sepertinya tidak mungkin meneruskan
kuliah dan ia pun memutuskan untuk berhenti. Di tengah usahanya
mencari kehidupan, ia bertemu seseorang yang baik yang ingin
menawarkan pekerjaan. Langsung saja ia terima tawaran tersebut, bahkan
ia ditawari tempat tinggal bersama orang tersebut di sekitar Ciapus.
Awalnya ia diperlakukan dengan sangat baik. Namun beberapa hari
kemudian ia merasakan hal yang aneh dalam rumah tersebut. Penghuni
rumah adalah laki-laki semua, tetapi kemesraan sesama lelaki terjadi
di sana. Sampai pada suatu saat ia dipaksa melakukan hal itu, sebab
jika tidak ia akan dibunuh. Ya, ia diper oleh sesama lelaki.
Setiap hari! Karena memang itu aktivitas penghuni jika sudah
berkumpul. Mulai dari sakit yang ia rasakan, tertekan batin sampai
kenikmatan dan ketagihan yang ia rasakan selama menghuni rumah
tersebut selama beberapa bulan.

Setelah itu, ia mangkal tiap malam di daerah Taman Topi dan depan
DPRD. Biasa, mencari pelanggan. (Ternyata ada lho di Bogor, mungkin
banyak). Dan itu ia lakukan selama sekitar 3 tahun lebih.

Namun suatu saat, ketika ia tengah bersantai sambil nonton sinetron,
ia mendapati sinetron yang katanya religius, tentang azab kepada kaum
gay. Menonton sinetron itu, ia ditertawakan oleh yang lain. Namun
setelah hari itu, ia merasa gelisah. Hatinya takut jika yang ia tonton
itu terjadi pada dirinya. (ternyata ada juga manfaat sinetron
begituan). Terlebih ia pun sudah mengidap penyakit kelamin. Ia
bingung, apa yang harus ia lakukan. Akhirnya ia memutuskan harus
keluar dari lingkungan itu. Ia pun kabur menuju keluarganya di daerah
Cibinong. Ia bercerita hal yang sama seperti yang ia ceritakan
kepadaku. Namun keluarganya tersebut malah mengusir dia dengan hinaan.
“Pergi kamu, jijik saya ngeliat kamu. Pergi..pergi..”. Begitulah ia
menceritakan kepadaku. Hal itu membuat dirinya kecewa dan merasa tidak
berguna. Suatu saat ia ingin bunuh diri, tapi urung ia lakukan karena
takut. Akhirnya ia kembali lagi ke rumah itu. Beberapa bulan kemudian
dia kembali teringat sinetron itu. Dan kali ini dia memutuskan
benar-benar akan pergi. Entah ke mana, yang penting pergi. Lebih baik
mati dari pada hidup seperti itu. Begitulah katanya. Sampai tidak
sengaja dia melewati masjid Al Ghifari. Dia berharap ada yang bisa
membantu masalahnya, minimal memberikan dorongan moril buatnya.
Begitulah ia bercerita kepadaku sambil menangis.

Terus terang, sebenarnya aku pun merasa jijik mendengarnya, terutama
ketika ia bilang ia sudah terkena penyakit kelamin. Ingin aku
menjauhinya, meski tidak ingin mengusirnya. Tapi tidak tega, terlebih
ketika ia bilang, “mas saya ingin tobat, saya ingin pulang, ingin
bertemu ibu, ingin mencium kakinya”. Tidak terasa air mataku pun
meleleh. Aku peluk dia. Entah… tiba-tiba hilang rasa jijikku. Yang aku
tahu, ada orang yang membutuhkan 

Help Palestine [hidayahnet] Agar Diri Dan Liqa Kita Berkah

2010-03-29 Terurut Topik Hasan Abdurrahim
http://www.dakwatuna.comhttp://www.dakwatuna.com/2007/agar-diri-dan-liqa-kita-berkah/

Agar Diri Dan Liqa Kita Berkah

Oleh: Musyaffa Ahmad Rohim, Lc http://www.dakwatuna.com/author/musyaffa/
--

*dakwatuna.com -* Dan Dia menjadikan aku seorang yang diberkati di mana saja
aku berada, dan Dia memerintahkan kepadaku (mendirikan) shalat dan
(menunaikan) zakat selama aku hidup (Maryam: 31)

Dalam banyak momentum, kita sering mendengar ungkapan: laisat al-’ibrah bi
al-katsrah, innamâ bi al-barakah (yang penting bukan banyak, tapi berkah).
Ada lagi ungkapan: al-harakah fîhâ al-barakah (keberkahan ada pada
pergerakan).

Saya tidak dalam konteks mengemukakan dalil atas dua ungkapan di atas. Akan
tetapi, saya hanya ingin menekankan pada kosa kata barakah yang berarti
keberkahan.

Menurut dalil-dalil Al-Qur’ân dan Al-Hadîts, banyak sekali hal-hal yang
dinyatakan memiliki keberkahan, misalnya Al-Masjid Al-Aqshâ, Allâh
–subhânahu wa ta’âlâ- menyatakan bahwa sekelilingnya adalah tempat yang
diberkahi oleh-Nya (Al-Isrâ’: 1).

Misalnya lagi adalah Al-Qur’ân, Kitâb Allâh, ia adalah kitab yang Mubârak
(diberkahi oleh Allâh –subhânahu wa ta’âlâ). (Al-An’âm: 92, 155),
(Al-Anbiyâ’: 50), (Shâd: 29), bahkan bukan hanya Al-Qur’ân yang diberkahi,
akan tetapi, malam waktu turunnya yang pertama kali juga merupakan lailatun
mubârakatun (malam yang diberkahi oleh Allâh –subhânahu wa ta’âlâ-)
(Al-Qadar: Al-Dukhân: 3), malaikat yang membawanya turun juga malaikat yang
mubârak, nabi yang menerimanya juga merupakan nabi yang mubârak, umat yang
menerimanya adalah ummatun mubârakatun (umat yang diberkahi), tempat
turunnya juga merupakan tempat yang mubârak dan semua yang berkaitan
dengannya adalah mubârak, sebab memang turun dari Dzât yang tabârak (yang
keberkahannya terus bertambah dan bertambah) (Al-Furqân: 1).

Lalu, adakah ayat yang secara eksplisit menjelaskan bahwa di dunia ini
adalah manusia yang mubârak? Dan adakah keberkahan manusia itu dapat
diupayakan, dalam arti, mungkinkan manusia “biasa” menghiasi diri dengan
suatu sifat dan akhlaq tertentu, atau ia melakukan sesuatu, lalu karenanya
ia menjadi manusia yang mubârak? Dan jika pertanyaan seperti ini kita bawa
kepada liqâ-ât (pertemuan-pertemuan) dan ijtimâ’ât (rapat-rapat) yang
manusia “modern” tidak dapat terlepas darinya, adakah di dunia ini liqâ-ât
atau ijtimâ’ât yang mubârakah?

Untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan seperti ini, marilah kita ikuti
potongan dari sebuah surat yang ditulis oleh Ibn Al-Qayyîm kepada Alâ’
al-Dîn, seorang “saudaranya”.

Ibn Al-Qayyîm menulis demikian:

Dengan menyebut nama Allâh, Yang Maha Pengasih, lagi Maha Penyayang.

Allâhlah Dzat tempat kita meminta Yang Diharap Keterkabulannya. Semoga Dia
berbuat ihsân kepada al-akh ‘Ala’ al-Dîn di dunia dan akhirat, menjadikannya
orang yang bermanfaat dan membawa keberkahan di mana pun ia berada. Sebab,
keberkahan seseorang ada pada:

   - Pengajarannya terhadap segala macam kebajikan di mana pun ia berada,
   dan
   - Nasehat yang ia berikan kepada semua orang yang ijtimâ’ (berkumpul,
   rapat) dengannya.

Saat menceritakan tentang nabi ‘Îsâ –’alaihi al-salâm- Allâh –subhânahu wa
ta’âlâ- berfirman:

“Dan Dia menjadikan aku seorang yang diberkati di mana saja aku berada”.
(Maryam: 31)

Nabi ‘Îsâ – ‘alaihi al-salâm- menjadi manusia yang membawa berkah adalah
karena ia:

   1. Menjadi guru kebajikan
   2. Juru dakwah yang menyeru manusia kepada Allâh –subhânahu wa ta’âlâ-
   3. Mengingatkan manusia tentang Allâh –subhânahu wa ta’âlâ-
   4. Mendorong dan memotivasi manusia untuk taat kepada Allâh –subhânahu wa
   ta’âlâ-

Inilah bagian dari keberkahan seseorang, siapa saja yang tidak memiliki hal
ini, maka, ia telah kosong dari keberkahan, keberkahan eksistensi dan
ijtimâ’ (berkumpul, rapat) dengannya telah dihapus, bahkan, keberkahan
orang-orang yang liqâ’ (bertemu) dan ijtimâ’ (berkumpul, rapat) dengannya
juga dihapuskan, sebab, ia hanyalah:

   1. Membuang-buang waktu dalam kehidupan, dan
   2. Merusak hati.

Dan semua âfat (bencana, problem, musykilah) yang datang kepada seorang
manusia, penyebabnya adalah waktu yang tersia-sia dan hati yang rusak, dan
keduanya merupakan akibat dari:

   1. Tersia-sianya “posisi” dia di sisi Allâh –subhânahu wa ta’âlâ-, dan
   2. Turunnya tingkatan dan kedudukan dia di sisi Allâh –subhânahu wa
   ta’âlâ-

Oleh karena inilah, sebagian masyâyikh berpesan:

“Waspadalah, jangan mukhâlathah (berkumpul, bergaul) dengan seseorang yang
menyebabkan waktu terbuang sia-sia dan menyebabkan hari rusak, sebab, jika
waktu telah terbuang sia-sia, dan hati rusak, maka segala urusan manusia
menjadi berantakan, dan ia termasuk dalam cakupan firman Allâh –subhânahu wa
ta’âlâ-:

“Dan janganlah kamu mengikuti orang yang hatinya telah Kami lalaikan dari
mengingati Kami, serta menuruti hawa nafsunya dan adalah keadaannya itu
melewati batas”. (Al-Kahfi: 28).

Dan siapa saja yang mencermati keadaan manusia di bumi ini, ia akan
mendapati bahwa mereka – kecuali 

Help Palestine [hidayahnet] Apa Yang dimaksud Masjid Al-Aqsha?

2010-03-28 Terurut Topik Hasan Abdurrahim
http://www.dakwatuna.com

Apa Yang dimaksud Masjid Al-Aqsha?

Al-Aqsha Dalam Bahaya

Oleh Syeikh Raid Shalah, Ketua Harakah Islam di wilayah Palestina 48

dakwatuna.com – Saya menemukan ketidakpahaman dan ketidaktahuan pada
sebagian (besar) umat Islam tentang apa yang dimaksud dengan Masjid
Al-Aqsha Al-Mubarak? berapa luasnya? dan bangunan apa saja yang ada di
dalamnya?

Ketidaktahuan Umat tentang hal ini sudah barang tentu merupakan sebuah
fenomena yang menyedihkan. Dari banyak perjalanan yang saya lalui,
apakah selama menunaikan ibadah Haji, atau keikutsertaan saya dalam
konferensi-konferensi Islam, dan interaksi dengan berbagai elemen Umat
baik di musim Haji maupun Umrah, saya punya kesimpulan bahwa kaum
Muslimin masih memiliki pemahaman yang salah tentang Masjid Al-Aqsha.
Sebagian mereka menyangka bahwa Qubah As-Shakhrah (Dome of The Rock
atau masjid berkubah kuning emas) adalah Al-Aqsha. Sebagian lagi
mengira, bahwa Mushalla Al-Marwani adalah bangunan tersendiri, bukan
merupakan bagian dan tidak ada kaitanya sama sekali dengan Al-Aqsha
Al-Mubarak. Sebagian lagi bahkan kebingungan ketika mendengar istilah
“Al-Aqsha Al-Mubarak” dan istilah “Al-Aqsha Al-Qadim” (Al-Aqsha kuno).
Karenanya saya pikir adalah sesuatu yang urgen dan mendesak untuk
mengangkat dan menjelaskan permasalahan ini. Karena tidak bisa
dianggap wajar jika seorang muslim atau seorang arab ketika dia tidak
mengetahu yang mana Al-Aqsha, karena ketidaktahuan terhadap hakikat
Masjid Al-Aqsha yang sesungguhnya adalah awal yang memilukan bagi
hilangnya Al-Aqsha Al-Mubarak.

Sebaliknya, mengetahui dan memahami dengan baik (hakikat Masjid
Al-Aqsha) merupakan prasyarat mutlak demi terwujudnya kesucian,
kemuliaan dan kemerdekaan Al-Aqsha Al-Mubarak, meski orang-orang kafir
pasti tidak menyukainya. Karena itu, saya bertanya kepada diri saya
pribadi dan kepada Kaum Muslimin, “Sebenarnya, apa yang dimaksud
dengan Al-Aqsha Al-Mubarak itu?”

Mujiruddin Al-Hanbali (seorang Alim yang lahir di kota Al-Quds dan
merupakan keturunan dari Abdullah bin Umar bin Khathab*) dalam
kitabnya An-Anas Al-Jalil (sebuah buku yang secara panjang lebar
menerangkan tentang sejarah Baitul Maqdis sejak didirikannya hingga
tahun 900 H/1494 M dan merupakan referensi paling lengkap tentang
kehidupan ilmiah pada masa Dinasti Ayub dan Raja-raja Mamluk. **Dia
katakan: “ Yang populer di kalangan masyarakat bahwa Al-Aqsha dalam
konteks kiblat yaitu keseluruhan bangunan di tengah-tengah Masjid yang
di dalamnya terdapat mimbar dan mihrab besar. Padahal sesungguhnya
yang dimaksud Al-Aqsha adalah sebutan bagi seluruh komplek Masjid yang
dibatasi oleh dinding pembatas. Maka bangunan yang terdapat di dalam
masjid dan bangunan-bangunan lainnya, seperti Qubbah As-Shakhrah (Dome
of The Rock), ruwaq-ruwaq (mihrab-mihrab masjid) dan bangunan-bangunan
baru lainnya adalah bangunan-bangunan baru. Dan yang dimaksud dengan
Al-Aqsha adalah komplek yang dibatasi oleh dinding pembatas.”
Ad-Dubbagh dalam bukunya Al-Quds mengatakan, “ Al-Haram Al-Qadasi
(wilayah haram yang suci) terdiri dari dua bangunan masjid; pertama,
Masjid Ash-Shakhrah (atau Qubbah Ash-Shakhrah) dan Masjid Al-Aqsha,
serta bangunan-bangunan apa saja yang ada disekitarnya, hingga dinding
pembatas sekalipun.”

Dengan dasar ini, jelaslah bagi kita bahwa semua kawasan yang ada di
dalam batas dinding Al-Aqsha Al-Mubarak adalah bagian tak terpisahkan
dari Al-Aqsha Al-Mubarak. Bahkan dindingnya itu sendiri merupakan
bagian dari Al-Aqsha. Dalam artian, dinding dan semua pintu gerbang
yang ada padanya adalah bagian tak terpisahkan dari Al-Aqsha yang
diberkahi. Sebagai contoh, Dinding sebelah Barat adalah bagian tak
terpisahkan dari Al-Aqsha, begitu pula dengan Tembok Al-Buraq yang
merupakan bagian dari Dinding Barat tersebut adalah juga bagian tak
terpisahkan dari masjid Al-Aqsha. Dan Ribath Al-Kurd yang juga bagian
dari Dinding Barat, merupakan bagian tak terpisahkan dari Al-Aqsha.
Demikian pula dengan semua pintu masuk yang ada di Dinding Barat
tersebut seperti Pintu Barat (Bab Al-Magharibah), juga semua bangunan
yang ada di Dinding Barat seperti madrasah At-Tankaziyah, semuanya
bagian tak terpisahkan dari Al-Aqsha Al-Mubarak. Saya, yakin mayoritas
Umat Islam belum mengetahui tentang hakikat ini. Dan adalah kewajiban
bagi mereka untuk mengetahuinya. Maka bagi yang telah mengetahui
hakikat-hakikat ini akan memahami betul bahwa telah terjadi
pelanggaran yang nyata terhadap Al-Aqsha Al-Mubarak hingga saat ini.
Seperti, Perombakan dan pengalihfungsian Tembok Al-Buraq yang
merupakan bagian dari Al-Aqsha yang sekarang ini terkenal dengan
sebutan “Benteng Ratapan” (sebagai bentuk penyesatan makna) adalah
salah satu bentuk penistaan yang nyata dan terus-menerus terhadap
Al-Aqsha Al-Mubarak. Juga penutupan Pintu Barat (yang merupakan bagian
dari Al-Aqsha) yang dilakukan Israel hingga saat ini. Serta
pengalihfungsian Madrasah At-Tankaziyah (yang merupakan bagian dari
Al-Aqsha) menjadi barak militer Israel hingga saat ini. Semua itu
merupakan 

Help Palestine [hidayahnet] Keteladanan Nabi Ibrahim

2010-03-26 Terurut Topik Hasan Abdurrahim
http://www.dakwatuna.com

Keteladanan Nabi Ibrahim

Oleh: Tim dakwatuna.com


dakwatuna.com – Kata uswah atau keteladanan dalam Al-Qur’an hanya
ditujukan pada dua tokoh nabi yang sangat mulia, Nabi Ibrahim a.s.
(Mumtahanah: 4,6) dan Nabi Muhammad saw. (Al-Ahzab: 21). Demikian juga
gelar khalilullah (kekasih Allah) hanya disandang oleh kedua nabi
tersebut. Begitu juga shalawat yang diajarkan Rasulullah saw. pada
umatnya hanya bagi dua nabi dan keluarganya. Pilihan Allah ini sangat
terkait dengan risalah yang telah dilakukan oleh keduanya dengan
sangat sempurna.

Sejarah dan keteladan Nabi Muhammad saw. telah banyak disampaikan. Dan
pada kesempatan ini marilah kita sedikit menyingkap sejarah dan
keteladanan Nabi Ibrahim a.s. dan keluarganya. “Dan (ingatlah), ketika
Ibrahim diuji Tuhannya dengan beberapa kalimat (perintah dan
larangan), lalu Ibrahim menunaikannya. Allah berfirman, ‘Sesungguhnya
Aku akan menjadikanmu imam bagi seluruh manusia.’ Ibrahim berkata,
‘(Dan saya mohon juga) dari keturunanku.’ Allah berfirman, ‘Janji-Ku
(ini) tidak mengenai orang-orang yang zalim.’” (Al-Baqarah: 124)

Berkata Ibnu Abbas r.a., “Belum ada para nabi yang mendapatkan ujian
dalam agama kemudian menegakkannya dengan sempurna melebihi Ibrahim
as.” Ibnu Abbas banyak menyebutkan riwayat tentang ujian yang
dilaksanakan Ibrahim a.s, di antaranya manasik atau ibadah haji;
kebersihan, lima pada bagian kepala dan lima pada tubuh. Lima di
bagian kepala yaitu mencukur rambut, berkumur, membersihkan hidung,
siwak, dan membersihkan rambut. Lima pada bagian tubuh yaitu
menggunting kuku, mencukur rambut bagian kemaluan, khitan, mencabut
rambut ketiak, dan istinja.

Dalam riwayat lain Ibnu Abbas mengatakan, ”Kalimat atau tugas yang
dilaksanakan dengan sempurna yaitu meninggalkan kaumnya ketika mereka
menyembah berhala, membantah keyakinan raja Namrud, bersabar ketika
dilemparkan ke dalam api yang sangat panas, hijrah meninggalkan tanah
airnya, menjamu tamunya dengan baik, dan bersabar ketika diperintah
menyembelih putranya.

Firman Allah yang berbunyi ‘faatammahunna’ mengandung makna bahwa
tugas yang diperintahkan kepada Ibrahim dilaksanakan dengan segera,
sempurna, dan dilakukan semuanya. Menurut Abu Ja’far Ibnu Jarir, “Yang
di maksud ‘kalimat’ boleh jadi mengandung semua tugas, atau
sebagiannya. Tetapi tidak boleh menetapkan sebagian (tugas) tertentu
kecuali ada dalil nash atau ijma’ yang membolehkannya.

Ibrahim Dan Kaumnya

Ibrahim as. bin Nahur –dalam Al-Qur’an bapaknya dinamakan Aazar,
tetapi yang lebih kuat bahwa Aazar adalah nama berhala yang
dinisbatkan pada bapak Ibrahim, karena pekerjaannya yang senantiasa
membuat berhala– adalah seorang yang mendapat karunia teramat besar
dari Allah. Semenjak kecil beliau terbebas dari kemusyrikan bapak dan
kaumnya. Ibrahim menjadi seorang yang hanif dan imam bagi manusia
(An-Nahl: 120-121). Dan Ibrahim sangat bersemangat untuk mendakwahi
bapaknya dan kaumnya agar hanya menyembah Allah saja. Ini adalah
sunnah dakwah bahwa yang pertama kali harus didakwahi adalah orang tua
dan keluarga, kemudian kaum dan penguasa.

Menurut pendapat yang kuat, Ibrahim lahir di kota Babil (Babilonia),
Irak. Penduduk kota Babil menyembah berhala. Dan bapaknya termasuk
orang yang ahli dalam membuat berhala. Ibrahim membantah penyembahan
mereka, bahkan berencana untuk menghancurkan berhala-berhala itu.
Peristiwa ini diabadikan dalam beberapa surat, di antaranya di QS. 21:
51-70, 26: 69-82, dan 37: 83-98.

Penduduk kota Babil memiliki tradisi merayakan Id setiap tahun dengan
pergi keluar kota. Ibrahim diajak bapaknya untuk ikut, tetapi Ibrahim
menolak dengan halus. Ia berkata, “Sesungguhnya Aku sakit.”
(Ash-Shaaffat: 88-89). Dan ketika kaumnya pergi untuk merayakan Id,
Ibrahim segera menuju penyembahan mereka dan menghancurkan dengan
kampak yang ada di tangannya. Semua dihancurkan dan hanya disisakan
satu berhala yang besar, dan kampak itu dikalungkan pada berhala itu.
(Al-Anbiya’: 58)

Demikianlah, Ibrahim menghinakan penyembahan kaumnya. Sebenarnya
mereka sadar akan kesalahan itu. Tetapi, yang berjalan pada mereka
adalah logika kekuatan melawan kekuatan logika Ibrahim. Akhirnya
mereka memutuskan untuk membakar Ibrahim (Ash-Shaaffat : 97;
Al-Anbiya’: 68-70).

Ibrahim Dan Raja An-Namrud

“Apakah kamu tidak memperhatikan orang yang mendebat Ibrahim tentang
Tuhannya (Allah) karena Allah Telah memberikan kepada orang itu
pemerintahan (kekuasaan). ketika Ibrahim mengatakan: ‘Tuhanku ialah
yang menghidupkan dan mematikan,’ orang itu berkata: ‘Saya dapat
menghidupkan dan mematikan.’ Ibrahim berkata: ‘Sesungguhnya Allah
menerbitkan matahari dari timur, maka terbitkanlah dia dari barat.’
Lalu, terdiamlah orang kafir itu; dan Allah tidak memberi petunjuk
kepada orang-orang yang zhalim.”

Menurut ulama tafsir dan nasab, raja itu adalah Raja An-Namrud bin
Kan’an, penguasa Babil. menurut As-Sudy, ”Debat ini terjadi antara
Ibrahim dan Raja Namrud setelah Ibrahim selamat dari upaya pembunuhan
dibakar api.” Zaid bin Aslam 

Help Palestine [hidayahnet] Kemana Muslimah Melangkah? (Bagian Kedua)

2010-03-21 Terurut Topik Hasan Abdurrahim
http://www.dakwatuna.com

Kemana Muslimah Melangkah? (Bagian Kedua)

Oleh: Sitaresmi S Soekanto


dakwatuna.com – Masalahnya adalah untuk saat ini dan saat mendatang
apa yang bisa dilakukan muslimah? Bagaimana caranya untuk berjuang
mewujudkan gagasan mulia menegakkan syariat Allah di muka bumi. Yang
jelas tak mungkin berjuang seorang diri tanpa program yang matang,
jelas dan terarah serta tanpa adanya amal jama’i yang terorganisir.

Bukankah Allah berfirman dalam QS. 61:4 bahwa Ia menyukai orang-orang
yang berjuang di jalan-Nya dalam barisan yang rapi seolah-olah
menyerupai bangunan yang kokoh. Ali r.a. pun pernah berucap:
“Kebenaran yang tidak tertata, terorganisir secara rapi akan mampu
dikalahkan oleh kebatilan yang terorganisir dengan baik.”

Shalan Qazan mengutarakan bahwa gagasan yang mulia tidak bisa secara
serta merta diwujudkan begitu saja, karena sehebat apa pun sebuah
gagasan jika tidak diwujudkan dalam sebuah pergerakan dan
diperjuangkan oleh para pendukungnya pasti akan segera lenyap dan
dilupakan orang.

Keberhasilan sebuah gagasan sangat ditentukan oleh sejauh mana
aktivitas, ketangguhan dan kemampuan para pendukungnya dalam merekrut
massa serta kemudian membentuk sebuah pergerakan yang terdiri dari
sekelompok manusia yang dikendalikan oleh suatu kepemimpinan beserta
struktur organisasinya.

Oleh karena itu terlihat perbedaan yang sangat mencolok antara gagasan
Jamaluddin al Afghani, Muhammad Abduh, Abdurrahman Al-Kawakibi dengan
gagasan Hassan Al-Banna dan Sa’id Nursi. Mereka semua sama-sama
reformer yang memiliki gagasan pembaharuan, tetapi gagasan al Afghani,
M. Abduh dan al Kawakibi hanya menjadi gagasan yang tak
terdokumentasikan dalam sejarah. Sementara gagasan Hasan Al-Banna
terus bertahan karena melembaga dalam jamaah Ikhwanul Muslimin dan
Sa’id Nursi dengan jama’ah An-Nur.

Sayyid Quthub dalam bukunya Hadzad Dien juga meyakini bahwa konsep
hanya dapat direalisasikan bila didukung oleh sekelompok manusia yang
mempercayainya secara utuh, konsisten dengannya sebatas kemampuannya
dan bersungguh-sungguh mewujudkannya dalam hati dan kehidupan orang
lain.

Hal ini yang dilalaikan wanita pada masa lalu walau pun penyebab utama
kemunduran wanita adalah penyimpangan persepsi tentang wanita itu
sendiri. Wanita dibelenggu, dilecehkan dan dizhalimi tetapi tak ada
yang dapat menyelamatkannya baik laki-laki maupun dirinya sendiri.
Sampai akhirnya Islam membebaskan perempuan tanpa peran perempuan itu
sendiri. Pembebasan itu terjadi karena Islam mendirikan bangunan
pergerakan yang kuat lagi solid di atas landasan ideologis yang sangat
kuat dan wanita ikut masuk ke dalam pergerakan itu sebagai mitra
laki-laki.

Bila pengaruh Quran dalam diri individu-individu atau skala negara
melemah, maka yang terjadi akan bertambahlah belenggu yang melilit
wanita. Hanya orang bodoh atau berpura-pura bodoh yang menganggap
Islamlah yang membelenggu wanita sehingga muslimah harus memberikan
kontribusi berarti dalam upaya memulai kembali kehidupan yang islami
karena hanya dalam kondisi tersebut ia akan merasakan kemerdekaan yang
hakiki.

Dan agar pengaruhnya terasa lebih kuat dan hasilnya pun lebih cepat,
efisien, tahan lama dan kokoh, hal itu hanya bisa direalisir melalui
amal islami haraki jama’i.

Banyak dalil dalam Al-Qur’an seperti 3:104, 61:4, 16:96, 9:71 serta
hadits Nabi SAW. “Innama nisa’u syaqaaiqu ar rijal” (sesungguhnya
wanita saudara kandung laki-laki), yang menunjukkan bahwa wanita pun
memiliki hak dan kewajiban yang setara dalam perjuangan menegakkan
syari’at Allah dan membangun masyarakat Qur’ani.

Islam adalah agama yang merupakan rahmatan lil ‘alamin termasuk untuk
wanita. Dan ketika Islam menginginkan kemerdekaan mentalitas perempuan
tidak lain karena hendak membangun mentalitas pendobrak atau anashirut
taghyir yang mampu membedakan antara yang hak dan yang bathil,
menentang kebatilan dan berinteraksi dengan kebenaran berdasarkan
tolok ukur nilai-nilai Rabbani.

Islam ingin memuliakan wanita menjadi wanita aktif yang berinteraksi
dengan realitas baru, berpartisipasi memeliharanya dan ikut ambil
bagian dalam pengembangan Islam menuju universalitasnya.

Ajaran Islam yang berkaitan dengan masalah kewanitaan ditujukan untuk
mencetak wanita haraki (aktivis) yang aktif dalam pembinaan diri,
keluarga, pekerjaan dan masyarakatnya. Bila ia berhasil menjadi wanita
yang aktif lagi positif, wanita baru akan merasa nilai dan
kedudukannya yang hakiki sebagai wanita.

Sosok itulah yang insya Allah ada dalam diri muslimah. Mereka memiliki
kekhasan-kekhasan yang menjadikannya istimewa, yakni:

   1. Kepribadian yang khas lagi kuat.
   2. Keberanian dan kepercayaan diri
   3. Berpikir rasional dan sistematis, memiliki kemampuan intelektual
dalam mengkritik, mengevaluasi, membangun, menantang dan memilih.
   4. Kemandirian.

Gerakan Islam Akan Menghasilkan Muslimah yang Tidak Gamang Dalam Melangkah

Islam memang piawai dalam mencetak mentalitas muslimah, namun hal
tersebut akan nampak semakin nyata bila mereka 

Help Palestine [hidayahnet] Mendidik Anak Cara Nabi Ibrahim

2010-03-15 Terurut Topik Hasan Abdurrahim
http://www.dakwatuna.com

Mendidik Anak Cara Nabi Ibrahim

Oleh: Kodar Slamet, SPd


dakwatuna.com – Kawinilah wanita yang kamu cintai lagi subur (banyak
melahirkan) karena aku akan bangga dengan banyaknya kamu terhadap umat
lainnya. [HR. Al-Hakim]

Begitulah anjuran Rasulullah saw kepada umatnya untuk memiliki anak keturunan.

Sehingga lahirnya anak bukan saja penantian kedua orang tuanya, tetapi
suatu hal yang dinanti oleh Rasulullah saw. Dan tentu saja anak yang
dinanti adalah anak yang akan menjadi umatnya Muhammad saw. Berarti,
ada satu amanah yang dipikul oleh kedua orang tua, yaitu bagaimana
menjadikan atau mentarbiyah anak—yang titipan Allah itu—menjadi bagian
dari umat Muhammad saw.

Untuk menjadi bagian dari umat Muhammad saw. harus memiliki
karakteristik yang disebutkan oleh Allah swt.:

Muhammad itu adalah utusan Allah dan orang-orang yang bersama dengan
dia adalah keras terhadap orang-orang kafir, tetapi berkasih sayang
sesama mereka. kamu lihat mereka ruku’ dan sujud mencari karunia Allah
dan keridhaan-Nya, tanda-tanda mereka tampak pada muka mereka dari
bekas sujud. Demikianlah sifat-sifat mereka dalam Taurat dan
sifat-sifat mereka dalam Injil, yaitu seperti tanaman yang
mengeluarkan tunasnya Maka tunas itu menjadikan tanaman itu Kuat lalu
menjadi besarlah dia dan tegak lurus di atas pokoknya; tanaman itu
menyenangkan hati penanam-penanamnya Karena Allah hendak menjengkelkan
hati orang-orang kafir (dengan kekuatan orang-orang mukmin). Allah
menjanjikan kepada orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal yang
saleh di antara mereka ampunan dan pahala yang besar. [QS. Al-Fath,
48: 29]

Jadi karakteristik umat Muhammad saw adalah: [1] keras terhadap orang
Kafir, keras dalam prinsip, [2] berkasih sayang terhadap sesama umat
Muhammad, [3] mendirikan shalat, [4] terdapat dampak positif dari
aktivitas shalatnya, sehingga orang-orang yang lurus, yang hanif
menyukainya dan tentu saja orang-orang yang turut serta
mentarbiyahnya.

Untuk mentarbiyah anak yang akan menjadi bagian dari Umat Muhammad
saw. bisa kita mengambil dari caranya Nabi Ibrahim, yang Allah
ceritakan dari isi doanya Nabi Ibrahim dalam surat Ibrahim berikut
ini:

Ya Tuhan kami, Sesungguhnya Aku Telah menempatkan sebahagian
keturunanku di lembah yang tidak mempunyai tanam-tanaman di dekat
rumah Engkau (Baitullah) yang dihormati, Ya Tuhan kami (yang demikian
itu) agar mereka mendirikan shalat, Maka jadikanlah hati sebagian
manusia cenderung kepada mereka dan beri rezkilah mereka dari
buah-buahan, Mudah-mudahan mereka bersyukur.

Ya Tuhan kami, Sesungguhnya Engkau mengetahui apa yang kami
sembunyikan dan apa yang kami lahirkan; dan tidak ada sesuatupun yang
tersembunyi bagi Allah, baik yang ada di bumi maupun yang ada di
langit.

Segala puji bagi Allah yang Telah menganugerahkan kepadaku di hari tua
(ku) Ismail dan Ishaq. Sesungguhnya Tuhanku, benar-benar Maha
mendengar (memperkenankan) doa.

Ya Tuhanku, jadikanlah Aku dan anak cucuku orang-orang yang tetap
mendirikan shalat, Ya Tuhan kami, perkenankanlah doaku.

Ya Tuhan kami, beri ampunlah Aku dan kedua ibu bapaku dan sekalian
orang-orang mukmin pada hari terjadinya hisab (hari kiamat)”.
[Ibrahim: 37-41]

Dari doanya itu kita bisa melihat bagaimana cara Nabi Ibrahim mendidik
anak, keluarga dan keturunannya yang hasilnya sudah bisa kita ketahui,
kedua anaknya—Ismail dan Ishaq—menjadi manusia pilihan Allah:

Cara pertama mentarbiyah anak adalah mencari, membentuk biah yang
shalihah. Representasi biah, lingkungan yang shalihah bagi Nabi
Ibrahim Baitullah [rumah Allah], dan kalau kita adalah masjid [rumah
Allah]. Maka, kita bertempat tinggal dekat dengan masjid atau
anak-anak kita lebih sering ke masjid, mereka mencintai masjid.
Bukankah salah satu golongan yang mendapat naungan Allah di saat tidak
ada lagi naungan adalah pemuda yang hatinya cenderung kepada masjid.

Kendala yang mungkin kita akan temukan adalah teladan—padahal belajar
yang paling mudah itu adalah meniru—dari ayah yang berangkat kerjanya
ba’da subuh yang mungkin tidak sempat ke masjid dan pulangnya sampai
rumah ba’da Isya, praktis anak tidak melihat contoh shalat di masjid
dari orang tuanya. Selain itu, kendala yang sering kita hadapi adalah
mencari masjid yang ramah anak, para pengurus masjid dan jamaahnya
terlihat kurang suka melihat anak dan khawatir terganggu
kekhusu’annya, dan ini dipengaruhi oleh pengalamannya selama ini bahwa
anak-anak sulit untuk tertib di masjid.

Cara kedua adalah mentarbiyah anak agar mendirikan shalat. Mendirikan
shalat ini merupakan karakter umat Muhammad saw sebagaimana yang
uraian di atas. Nabi Ibrahim bahkan lebih khusus di ayat yang ke-40
dari surat Ibrahim berdoa agar anak keturunannya tetap mendirikan
shalat. Shalat merupakan salah satu pembeda antara umat Muhammad saw
dengan selainnya. Shalat merupakan sesuatu yang sangat penting,
mengingat Rasulullah saw memberikan arahan tentang keharusan
pembelajaran shalat kepada anak: suruhlah anak shalat pada usia 7
tahun, dan pukullah bila tidak 

Help Palestine [hidayahnet] Bisnis Dengan Sistem MLM

2010-03-11 Terurut Topik Hasan Abdurrahim
http://www.dakwatuna.com

Bisnis Dengan Sistem MLM

Oleh: Tim dakwatuna.com


dakwatuna.com – Semua bisnis termasuk yang menggunakan sistem MLM
dalam literatur syariah Islam pada dasarnya termasuk kategori muamalah
yang dibahas dalam bab Al-Muyu’ (Jual-beli). Hukum asalnya boleh.
Berdasarkan kaidah fiqih (al-ashu fil asy-ya’ al-ibahah; hukum asal
segala sesuatu -termasuk muamalah- adalah boleh) selama bisnis
tersebut bebas dari unsur-unsur haram seperti riba (sistem bunga),
gharar (tipuan), dharar (bahaya) dan jahalah (ketidakjelasan), zhulm
(merugikan hak orang lain). Selain itu, barang atau jasa yang
dibisniskan adalah halal. (Al-Baqarah: 29, Al-A’raf: 32, Al-An’am:
145, 151, lihat: Al-Burnu, Al-Wajiz fi Idhah Qawa’id Al-Fiqh, hal.
191, 197, Asy-Syaukani, Irsyadul Fuhul, hal. 286, As-Suyuthi,
Al-Asybah wan Nadzair, hal.60)Allah swt. berfirman, “Allah
menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba.” (Al-Baqarah: 275),
“Tolong menolonglah atas kebaikan dan takwa dan jangan tolong menolong
atas dosa dan permusuhan.” (Al-Maidah: 2) Sabda Rasulullah saw,
“Perdagangan itu atas dasar sama-sama ridha.” (H.R. Al-Baihaqi dan
Ibnu Majah), “Umat Islam terikat dengan persyaratan yang mereka
buka.”(H.R. Ahmad, Abu Daud, Hakim)

Persoalan bisnis MLM yang ditanyakan hukum halal-haram maupun status
syubhatnya tidak bisa dipukul rata. Tidak dapat ditentukan oleh masuk
tidaknya perusahaan itu dalam keanggotaan APLI (Asosiasi Penjual
Langsung Indonesia), juga tidak dapat dimonopoli oleh pengakuan
sepihak sebagai perusahaan MLM Syariah atau bukan. Melainkan,
tergantung sejauh mana prakteknya setelah dikaji dan dinilai sesuai
syariah. Menurut catatan APLI, saat ini terdapat sekitar 200-an
perusahaan yang menggunakan sistem MLM dan masing-masing memiliki
karakteristik, spesifikasi, pola, sistem dan model tersendiri.
Sehingga, untuk menilai satu per satu perusahaan MLM sangat sulit
sekali.

Sejak masuk ke Indonesia pada sekitar tahun 80-an, jaringan bisnis
Penjualan Langsung (Direct Selling) MLM terus marak dan subur
menjamur. Model bisnis ini pun kian berkembang setelah adanya badai
krisis moneter dan ekonomi. Pemain yang terjun di dunia MLM
memanfaatkan momentum dan situasi krisis untuk menawarkan solusi
bisnis bagi pemain asing maupun lokal. Yang sering disebut masyarakat
misalnya CNI, Amway, Avon, Tupperware, Sun Chlorella, DXN dan Propolis
Gold serta yang berlabel syariah atau Islam. Meskipun sampai saat ini,
Dewan Syariah Nasional – MUI baru menyiapkan sistem, mekanisme dan
kriteria untuk penerbitan sertifikasi bisnis syariah termasuk MLM,
yaitu seperti Ahad Net, Kamyabi-Net, Persada Network dan lain-lain.

Praktek bisnis MLM banyak diminati kalangan di antaranya karena jumlah
penduduk Indonesia yang sangat besar mencapai 200 juta jiwa.
Bayangkan, kalau rata-rata minimal belanja per bulan Rp 10 ribu per
jiwa, akan terjadi transaksi dan perputaran uang sejumlah Rp.2 trilyun
per bulan.

Bisnis MLM ini dalam kajian fikih kontemporer dapat ditinjau dari dua
aspek: produk barang atau jasa yang dijual dan cara atau sistem
penjualannya (selling/ marketing). Mengenai produk barang yang dijual,
apakah halal atau haram tergantung kandungannya. Apakah terdapat
sesuatu yang diharamkan Allah menurut kesepakatan (ijma’) ulama atau
tidak, begitu pula jasa yang dijual. Unsur babi, khamr, bangkai,
darah, perzinaan, kemaksiatan, perjudian, contohnya. Lebih mudahnya
sebagian produk barang dapat dirujuk pada sertifikasi halal dari
LP-POM MUI, meskipun produk yang belum disertifikasi halal juga belum
tentu haram tergantung pada kandungannya.

Perusahaan yang menjalankan bisnisnya dengan sistem MLM tidak hanya
sekedar menjalankan penjualan produk barang. Melainkan juga, produk
jasa. Yaitu, jasa marketing yang berlevel-level (bertingkat-tingkat)
dengan imbalan berupa marketing fee, bonus dan sebagainya tergantung
level, prestasi penjualan dan status keanggotaan distributor. Jasa
perantara penjualan ini (makelar) dalam terminologi fikih disebut
“Samsarah/simsar”. Maksudnya, perantara perdagangan (orang yang
menjualkan barang atau mencarikan pembeli) atau perantara antara
penjual dan pembeli untuk memudahkan jual beli. (Sayyid Sabiq, Fiqh
As-Sunnah, vol. III/159)

Kemunculan trend MLM memang sangat menguntungkan pengusaha. Terutama,
pada penghematan biaya (minimizing cots) iklan, promosi dan lainnya.
Di samping menguntungkan para distributor sebagai simsar
(makelar/broker/mitrakerja/agen/distributor) yang ingin bekerja secara
mandiri dan bebas.

Pekerjaan samsarah/simsar berupa makelar, distributor, agen dan
sebagainya, dalam fikih Islam termasuk akad ijarah. Yaitu, transaksi
memanfaatkan jasa orang dengan imbalan. Pada dasarnya, para ulama
seperti Ibnu ‘Abbas, Imam Bukhari, Ibnu Sirin, ‘Atha, Ibrahim,
memandang boleh jasa ini. (Fiqh As-Sunnah, III/159). Namun, untuk
sahnya pekerjaan makelar ini harus memenuhi beberapa syarat di samping
persyaratan di atas. Syarat-syarat tersebut antara lain: 1. Perjanjian
jelas kedua belah pihak (QS. An-Nisa: 29) 

Help Palestine [hidayahnet] Iman Dan Kepekaan Sosial

2010-03-06 Terurut Topik Hasan Abdurrahim
http://www.dakwatuna.com

Iman Dan Kepekaan Sosial

Oleh: Tim dakwatuna.com


Shibghah Imaniyah

dakwatuna.com – Iman itu bukan hiasan bibir dan pemanis kata apalagi
sekadar keyakinan hampa, tapi sebuah keyakinan yang menghujam ke dalam
hati, diungkapkan dengan lisan dan dibuktikan dengan tindak nyata.

Pengakuan seorang mukmin akan keimanannya yang tidak disertai dengan
bukti amal shalih, bisa dikategorikan sebagai pengakuan tanpa makna
dan tidak berdasar. Di sini Allah Taala menjelaskan kepada kita
tentang senyawa keimanan dan amal shalih dalam surat Al-‘Ashr; “Demi
masa, sesungguhnya manusia itu benar-benar berada dalam kerugian,
kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan
nasihat-menasihati agar mentaati kebenaran dan nasihat-menasihati agar
tetap sabar.” (QS 103:1-3)

Ayat-ayat qur’aniyah tentang hal ini banyak sekali, bahkan setiap
“khithab ilahi” (panggilan Allah) yang ditujukan kepada mukminin
selalu disertai dengan perintah untuk mengerjakan amal saleh yang
berkaitan dengan ibadah dan larangan untuk meninggalkan hal-hal yang
diharamkan Allah Taala.

Iman yang menshibghah akal, hati dan jasad seorang mukmin, hingga
ketika dihadapkan pada pilihan-pilihan maka pilihannya itu sudah pasti
jatuh pada nilai-nilai kebenaran dan kebaikan. Ia senantiasa
memutuskan sesuatu dengan haq dan menghindari hal-hal yang menjurus
kepada kebatilan. Jadi seorang yang telah tershibghah imannya, ia akan
menjadi cahaya bagi dirinya, keluarganya, dan masyarakatnya. Allah
berfirman, “Dan apakah orang yang sudah mati, kemudian ia Kami
hidupkan dan Kami berikan kepadanya cahaya yang terang, yang dengan
cahaya itu dia dapat berjalan di tengah-tengah masyarakat manusia,
serupa dengan orang yang keadaannya berada dalam gelap gulita yang
sekali-kali tidak dapat ke luar dari padanya?…” (Al-An’am: 122)

Demikianlah Allah menghidupkan manusia dengan cahaya Islam dan
keilmuan. Sehingga hal itu memberikan manfaat dan kontribusi riel
tidak saja bagi lingkungannya bahkan sampai pada skala ‘alamiah
(internasional). Rasulullah saw menganalogikan seorang mukmin yang
benar-benar memahami keislaman dan keimanannya seperti lebah. Lebah
itu mempunyai sifat tidak pernah melakukan kerusakan, lihatlah ketika
hinggap di dahan-dahan pepohonan atau tangkai-tangkai bunga. Lebah
selalu mengkonsumsi makanan yang terbaik yaitu sari bunga. Dan
menghasilkan sesuatu yang paling bermanfaat yaitu madu. Maka makhluk
hidup yang berada di sekitarnya merasa aman dan nyaman. Begitulah
seharusnya muslim dan mukmin, dia harus mampu menebar pesona Islam.
Melukiskan tinta emas kebaikan dalam kanvas kehidupan secara individu
dalam semangat kebersamaan. Semangat kebersamaan inilah yang
seharusnya dimiliki setiap mukmin. Kepekaan terhadap apa saja yang
sedang menimpa masyarakat harus menjadi bagian kehidupannya. Jangan
puas dengan urusannya sendiri tanpa memperhatikan dan mempedulikan
masyarakat sekitarnya.

Interaksi Sosial

Lezatnya iman apabila sudah mampu dirasakan oleh seorang mukmin dalam
ruang kepribadiannya, maka akan menjelma menjadi pesona sosial yang
sangat menawan. Khusyuk diri yang dimiliki seorang mukmin akan
berdampak pada ‘atha ijtima’i (kontribusi sosial) dan keharmonisan
sosial. Di sini, Nabi kita Muhammad saw mengajarkan kepada kita dengan
tiga kalimat yang sarat dengan nilai-nilai perbaikan diri. Di saat
beliau bersabda;

“Bertaqwalah kamu di manapun kamu berada, ikuti keburukan itu dengan
kebaikan, niscaya ia akan menghapuskannya dan berinteraksilah pada
manusia dengan akhlaq yang baik.”

Dan salah satu bentuk interaksi kita pada lingkungan sekitar kita
adalah adanya hasasiyah (kepekaan) yang kuat terhadap permasalahan
yang terjadi di dalamnya. Perhatian dan fokus kita terhadap bi-ah
(lingkungan), baik yang berkaitan dengan bi-ah da’wiyah, bi-ah
ijtima’iyah, bi-ah ta’limiyah yang terjadi dalam tataran keluarga
maupun masyarakat adalah cerminan kuat dari keimanan kita yang telah
tershibghah dengan nilai-nilai kebenaran Islam. Bagaimana Rasulullah
saw melakukan hal ini dalam keluarga dan masyarakatnya. Beliau dengan
gigih telah mempengaruhi pamannya, Abu Thalib untuk memeluk Islam
sehingga detik-detik akhir hidup sang paman. Ia telah menyeru
bani-bani Quraisy pada waktu itu seraya berkata di atas bukit Shafa:

“Wahai Bani Quraisy, selamatkanlah dirimu dari api neraka, wahai Bani
Ka’ab, selamatkanlah dirimu dari api neraka….., wahai Fathimah,
selamatkanlah dirimu dari api neraka..” (H.R. Muslim)

Begitu juga, beliau telah terlibat langsung dalam peristiwa-peristiwa
besar yang terjadi pada masyarakatnya sebelum nubuwah seperti berperan
aktif dalam perang fijar; peperangan yang terjadi antara Quraisy
bersama Kinanah dengan Ais Qailan, Hilful Fudlul; kesepakatan untuk
melindungi orang-orang yang terzhalimi dan pembangunan Ka’bah.

Hasasiyah ‘Ailiyah

Oleh karenanya seorang mukmin apalagi kader-kader dakwah harus
terlibat aktif dalam amal-amal kebaikan yang terjadi di lingkungan
keluarga maupun masyarakatnya. Baik yang bersentuhan 

Help Palestine [hidayahnet] Aku Akan Menuju Surga

2010-03-02 Terurut Topik Hasan Abdurrahim
http://www.dakwatuna.com

Aku Akan Menuju Surga

Oleh: Aidil Heryana, S.Sosi


dakwatuna.com – Duduknya gelisah! Sesekali wajahnya di arahkan ke
langit! Beberapa hari belakangan ini pemuda dari kabilah Aslam itu
selalu termenung sendirian. Agaknya dia sedang sibuk memikirkan
sesuatu yang membebani hatinya. Pemuda dengan tubuh atletis, kuat,
gagah, dan penuh enerjik itu belum dapat jawaban tentang pertanyaan
yang selalu menggelayuti pikirannya. Tentang satu keinginan yang tidak
lumrah di usianya yang terbilang masih belia. Keinginannya untuk hadir
di barisan para mujahid fi sabilillah. Hanya itu! Ya…hanya itu. Di
kepalanya hanya tersembul satu pertanyaan,”Adakah jalan yang lebih
afdhal dan lebih mulia dari jihad fisabilillah?” Rasa-rasanya tak ada.
Sebab itulah satu-satunya jalan jika memang benar-benar telah menjadi
tujuan dan niat suci untuk mencari restu dan ridha Allah.

“Demi Allah, inilah satu kesempatan yang sangat baik”, kata hati
pemuda itu. Ya….sebab di sana, serombongan kaum muslimin sedang
bersiap menuju medan jihad fisabilillah. Sebagian sudah berangkat,
sebagian lagi baru datang, dan akan segera berangkat. Semuanya
menampakkan wajah senang, pasrah, dan tenang dengan satu iman yang
mendalam. Wajah-wajah mereka membayangkan suatu keyakinan penuh, bahwa
sebelum ajal datang, berpantang mati. Maut akan datang dimanapun kita
berada, yakin bahwa umur itu satu. Kapankah sampai batasnya? Hanya
Allah yang Maha Tahu. Bagaimana sebab dan kejadiannya? Takdir Allahlah
yang menentukan. Maut, adalah sesuatu yang tak dapat dihindari. Dia
pasti datang menjemput manusia. Entah di saat sedang duduk, diam di
rumah, atau mungkin ketika dalam perlindungan benteng yang kokoh,
mungkin pula sedang bersembunyi di suatu tempat, di gua yang gelap, di
jalan raya yang ramai, atau di medan peperangan. Bahkan bukan mustahil
maut akan menjemput kala manusia sedang tidur, di atas tempat
tidurnya. Semua itu hanya Allah yang berkuasa, dan berkehendak
atasnya. Menunggu kedatangan maut memang masa-masa yang paling
mendebarkan jiwa. Betapa tidak? Hanya sendiri ini yang dapat dibawa
menghadap Penguasa yang Esa kelak. Medan juang fisabillah tersedia
bagi mereka yang kuat. Penuh keberanian dan keikhlasan mencari ridho
Allah semata. Mereka yang berjiwa suci di tengah-tengah tubuh yang
perkasa. Angan-angan ikhlas yang disertai hati yang bersih.

Memang, saat itu keberanian telah menjiwai setiap kalbu kaum muslimin.
Panggilan dan dengungan untuk jihad fisabilillah merupakan harapan dan
tujuan mereka. Mereka yakin di balik hiruk-pikuknya peperangan, Allah
telah menjanjikan imbalan yang setimpal. Selain dengan itu dia dapat
membersihkan jiwanya dari berbagai noda. Baik noda-noda aqidah,
niat-niat jahat, perbuatan ataupun kekotoran muamalah yang lain.
Pengorbanan mereka di medan jihad menunjukkan keluhuran budi. Semua
sesuai dengan seruan Allah ’mukhlishiina lahudiini’ hanya untuk Allah
semata. Pantas menjadi contoh dan teladan, bahkan sebagai mercusuar
yang menerangi dunia dan isi alam semesta.

Itulah renungan hati pemuda Aslam yang gagah itu. Sepenuh hati dia
berkata seolah kepada diri sendiri. “Harus! Harus dan mesti aku
berbuat sesuatu. Janganlah kemiskinan dan kefakiran ini menjadi
hambatan dan penghalang mencapai tujuanku.” Mantap, penuh keyakinan
dan semangat yang tinggi pemuda tersebut menggabungkan diri dengan
pasukan kaum muslimin. Usia pemuda itu relatif masih muda, namun cara
berfikir dan jiwanya cukup matang, kemauanya keras, ketangkasan dan
kelincahan menjadi jaminan kegesitannya di medan juang. Namun mengapa
pemuda yang begitu bersemangat itu tak dapat ikut serta dalam barisan
pejuang? Sebabnya hanya satu. Dia tidak mempunyai bekal dan apapun
yang dapat dipakainya berperang karena kemiskinan dan kefakirannya.
Sebab pikirnya, tidak mungkin terjun ke medan jihad tanpa berbekal
apapun. Tanpa senjata dia tidak mampu melakukan apapun. Bahkan dia
tidak akan bisa berbuat apa-apa. Jangankan berperang, untuk
menyelamatkan diri saja, tidak mampu.

Inilah daftar pertanyaan panjang yang selalu menjadikan pemuda itu tak
henti berpikir. Otaknya selalu disibukkan dengan satu lintasan, satu
pertanyaan, bagaimana saya dapat berlaga di medan jihad? Setelah tidak
juga dicapainya pemecahan, dia pergi menghadap Rasulullah saw.
Diceritakan semua keadaan dan penderitaan serta keinginannya yang
besar. Dia memang miskin, fakir dan menderita, namun dia tidak
mengangankan apapun dari keikutsertaannya di medan perjuangan.
Dikatakannya kepada Rasulullah saw, bahwa dia tidak meminta berbagai
pendekatan duniawi kepada Rasulullah. Dia hanya menginginkan bagaimana
caranya agar dia dapat masuk barisan pejuang fisabilillah.

Mendengar hal demikian, Rasulullah bertanya, setelah dengan cermat
meneliti dan memandang pemuda tersebut: “Hai pemuda, sebenarnya apa
yang engkau katakan itu dan apa pula yang engkau harapkan?” “Saya
ingin berjuang, ya Rasulullah!” Jawab pemuda itu. “Lalu apa yang
menghalangimu untuk melakukan itu”, Tanya Rasulullah saw kemudian.
“Saya 

Help Palestine [hidayahnet] Rahasia Keadilan

2010-03-02 Terurut Topik Hasan Abdurrahim
http://www.dakwatuna.com

Rahasia Keadilan

Oleh: Dr. Amir Faishol Fath


dakwatuna.com - Suatu hari seseorang mengusulkan kepada Umar bin Abdul
Aziz, agar dibangun pagar yang tinggi demi keamanan. Umar bin Abdul
Aziz menjawab: “Bangunlah keadilan kau akan merasa aman. Sebab dengan
bersikap demikian, seorang pemimpin telah memberikan hak-hak rakyatnya
secara benar dan proporsional. Bila rakyat mendapatkan haknya maka
otomatis kejahatan tidak ada. Bila kejahatan tidak ada maka akan
tercapai rasa aman.”

Kisah ini mengingatkan kepada Umar bin Khatthab saat menjabat sebagai
khalifah. Umar sangat terkenal dengan keadilannya. Umar pernah berkata
suatu hari: ”Lain nimtunnahaar dhayya’tur ra’iyyah, wa lain nimtullail
dhayya’tu nafsii (jika aku tidur di siang hari aku telah mengkhianati
rakyatku, dan jika aku tidur di malam hari, aku telah mengkhianati
diriku sendiri”).

Umar selama manjadi khalifah tidak sempat enak tidur siang maupun
malam. Setiap saat selalu bersama rakyatnya. Bukan hanya dari wilayah
ke wilayah tetapi bahkan dari rumah ke rumah. Umar setiap hari
membantu langsung para janda yang tidak mampu berbelanja ke pasar. Di
malam hari Umar masih menyempatkan diri membantu para jumpo dengan
menyediakan makan untuk mereka. Karenanya Umar merasa aman. Di mana
saja ia bisa istirahat. Suatu hari Umar ditemukan tidur berbaring di
bawah pohon. Pada saat itu sedang datang utusan dari kerajaan Romawi.
Para utusan itu kaget ketika mereka menemukan Umar demikian sederhana.
Tidak seperti yang mereka bayangkan tentang seorang raja sekaliber
Umar. Salah seorang sahabat mengungkapkan Umar ketika dalam kondisi
seperti itu: ”Umar, adalta fanimta (Umar, engkau telah berbuat adil,
maka engkau enak tidur di mana-mana”).

Benar keadilan adalah fondasi sebuah kepemimpinan. Dalam Al-Qur’an
Allah memerintahkan: ”I’diluu huwa aqrabu littaqwa (berbuatlah adil
sesungguhnya ia lebih dekat kepada ketakwaan”). Al-Maidah:8

Perhatikan ayat ini betapa Allah swt. memerintahkan agar kita berbuat
adil. Lalu Allah memberikan alasan bahwa dengan berbuat adil seseorang
akan terhantar kepada level takwa. Dari sini kita belajar bahwa tidak
akan bertakwa seorang yang berlaku dzalim. Sebab para pelaku
kedzaliman akan selalu bergelimang dosa dan harta haram. Maka dengan
kedzalimannya seseorang akan semakin terjauhkan dari Allah. Sungguh
tidak mungkin bertakwa seorang yang jauh dari Allah swt.

Perlu digaris bawahi juga bahwa kata i’diluu dalam ayat tersebut
berupa perintah. Dan dalam kaidah pada dasarnya perintah itu berarti
wajib. Dengan demikian bertindak adil adalah kewajiban, lebih-lebih
bagi seorang pemimpin.

Dalam sebuah hadits Rasulullah saw. menceritakan bahwa kelak di hari
Kiamat di padang mahsyar, di saat manusia di bawah terik yang tak
terhingga, lebih dari itu tidak ada sedikitpun rindang seperti yang
diceritakan Rasulullah saw.: ”Yawma laa dzilla illaa dzilluhu (tidak
tempat berteduh sama sekali kecuali keteduhan dari Allah swt), ada
sekelompok manusia pada saat itu mendapat perlindungan khusus dari
Allah, di antaranya –kata Rasulullah saw- al imaamul ’aadil (pemimpin
yang adil). Dari sini sudah jelas bahwa berbuat adil bagi seorang
pemimpin adalah kenikmatan yang sangat menguntungkan, tidak saja di
dunia melainkan lebih dari itu di akhirat.

Kini bila kita perhatikan, justru kedzaliman banyak kita temukan dalam
kepemimpinan umat Islam. Berbagi bukti korupsi atau kediktatoran
sangat mencolok dilakukan oleh para pemimpin yang justru mengaku diri
sebagi seorang muslim. Karenanya kestabilan politik selalu tidak
tercapai.

Sampai kapan umat ini akan terus tercekam dalam kedzaliman yang
dilakukannya sendiri?.

Sampai kapan Islam yang kita yakini hanya akan menjadi ibadah ritual
yang mati di pojok-pojok masjid, sementara di kantor-kantor, di
pasar-pasar dan bahkan di lembaga-lembaga pemerintahan tidak ada
Islam?.

Bukankah sudah saatnya Umat ini kembali kepada komitmen semula.
Komitmen untuk menjalankan Islam secara kaaffah, seperti yang Allah
firmankan: udkhuluu fissilmi kaaffah. (QS. Al baqarah : 208). Ingat
bahwa nilai-nilai Islam sejak dini telah dipraktekkan di barat,
sekalipun mereka tidak mau menyebut itu Islam. Dan karena itu mereka
maju. Sungguh Islam adalah fitrah. Dan berislam artinya berbuat adil.
Maka dengan berbuat adil seorang pemimpin akan aman, seluruh rakyat
akan sejahtera dan sebuah negeri akan kokoh. Wallahu ’alam bishshawab.

http://www.dakwatuna.com/2010/rahasia-keadilan/




Free download [Internet Explorer/Firefox]:
Hidayahnet Toolbar [no virus, adware, malware etc] 
http://hidayahnet.ourtoolbar.com

--
**Boycott Israel**Support Palestine** 

All views expressed herein belong to the individuals concerned and do not in 
any way reflect the official views of Hidayahnet unless sanctioned or approved 
otherwise. 

If your mailbox clogged with mails from Hidayahnet, you may wish to get a daily 
digest of emails 

Help Palestine [hidayahnet] Kisah Seorang Pemuda Kader Ahli Sihir (Kisah Ashabul Ukhdud)

2010-02-28 Terurut Topik Hasan Abdurrahim
http://www.dakwatuna.com

Kisah Seorang Pemuda Kader Ahli Sihir

Oleh: Mochamad Bugi


dakwatuna.com – Dahulu ada ada seorang Raja mempunyai seorang Ahli
Sihir. Setelah Ahli Sihir itu tua, ia meminta kepada Raja agar
mengirimkan orang pemuda untuk dikader menjadi ahli sihir. Maka
dikirimlah kepadanya seorang pemuda -menurut riwayat Ibnu Ishak di
Sirah Ibnu Hisyam, nama pemuda ini Abdullah bin Tsamir–.

Di tengah perjalanan untuk belajar ilmu sihir, Pemuda itu berjumpa
dengan seorang Rahib. Lalu duduk sejenak dan mendengarkan kata-kata
sang Rahib hingga ia tertarik. Maka sejak itu setiap hari ia akan ke
tempat Ahli Sihir, ia singgah terlebih dahulu ke tempat sang Rahib
untuk mendengarkan ilmu yang diberikannya. Akibatnya, si Pemuda selalu
terlambat tiba di tempat Ahli Sihir. Gurunya, si Ahli Sihir, menghukum
pukul si Pemuda atas keterlambatannya.

Si Pemuda menceritakan kepada sang Rahib bahwa ia selalu dihukum guru
sihirnya karena selalu terlambat. Sang Rahib menyarankan, “Bilang
kepadanya, engkau menyelesaikan pekerjaan rumah dahulu. Kalau kamu
takut dimarahi keluargamu karena pulang terlambat, katakan kepada
mereka ada pekerjaan dari guru sihirmu.”

Suatu ketika dalam perjalanan si Pemuda bertemu dengan binatang yang
sangat besar dan membuat orang-orang takut. Ia berkata pada dirinya
sendiri, “Sekarang saatnya aku mencoba, siapakah yang lebih baik:
Rahib atau Ahli Sihir.” Lalu ia mengambil sebuah batu dan berucap, “Ya
Allah, jika yang benar bagimu adalah Rahib dan bukan Ahli Sihir, maka
bunuhlah binatang itu agar orang-orang tidak terganggu.” Ia lempar
batu itu. Kena. Binatang itu mati.

Segera si Pemuda menemui Rahib. Ia ceritakan semua peristiwa yang baru
terjadi. Sang Rahib berkata, “Anakku, hari ini engkau lebih baik dari
aku. Engkau akan mendapat cobaan. Janganlah engkau beritahu tentang
aku.”

Bersamaan dengan berjalannya waktu, si Pemuda memiliki keistimewaan.
Ia mampu menyembuhkan orang buta, mengobati penyakit kulit, dan
berbagai penyakit lainnya. Keahliannya ini sampai ke telinga seorang
Pengawal Raja yang buta. Pengawal Raja ini datang sambil membawa
banyak hadiah. “Jika engkau mampu menyembuhkanku, engkau mendapat
hadiah yang istimewa,” katanya.

Si Pemuda menjawab, “Aku tidak dapat menyembuhkan siapa pun. Yang
dapat menyembuhkan hanyalah Allah swt. Kalau engkau beriman kepada
Allah, aku akan berdoa agar Allah swt. menyembuhkanmu.”

Si Pengawal pun beriman. Allah swt. menyembuhkan matanya. Pulanglah ia
ke istana dan kembali bertugas mendampingin Raja seperti biasa. Tentu
saja Raja kaget. Pengawalnya sudah tidak buta lagi.

“Siapa yang menyembuhkanmu?” tanya Raja.

“Tuhanku,” jawab si Pengawal.

“Apakah ada Tuhan selain aku?” tanya Raja lagi.

“Tuhanku dan Tuhanmu adalah Allah,” jawab si Pengawal.

Raja marah. Ia memerintahkan pengawal-pengawalnya yang lain untuk
menyiksa si Pengawal beriman itu. Raja ingin tahu siapa orang di balik
perubahan akidah Pengawalnya itu. Maka tersebutlah nama si Pemuda.

Raja luar biasa murka. Si pemuda dipanggil untuk menghadap. Raja
berkata, “Wahai anak muda, sihirmu telah mampu menyembuhkan orang buta
dan orang yang terkena penyakit kulit. Engkau juga mampu melakukan
yang tak dapat diperbuat orang lain.”

Si Pemuda berkata, “Aku tidak dapat menyembuhkan siapa pun. Yang dapat
menyembuhkan hanya Allah swt.”

Mendengar jawaban itu Raja murka. Ia menyiksa Pemuda itu. Raja
menyiksanya terus menerus hingga tersebutlah nama sang Rahib sebagai
guru si Pemuda. Raja memerintahkan pengawal-pengawalnya untuk
menangkap sang Rahib. Setelah sang Rahib berhasil di hadirkan, Raja
berkata, “Keluarlah dari agamamu!” Sang rahib menolak. Ia dihukum
gergaji. Tubuhnya terbelah menjadi dua dari kepala hingga tubuh bagian
bawah.

Raja juga memerintahkan Pengawalnya yang telah beriman untuk keluar
dari keyakinan barunya, “Keluarlah dari agamamu!’ Si Pengawal menolak.
Ia pun dihukum gergaji. Tubuhnya terbelah menjadi dua, dari kepala
hingga ke tubuh bagian bawah.

Lalu Raja memanggil si pemuda. “Keluarlah kamu dari agamamu!” Si
Pemuda menolak. Raja menyuruh beberapa pengawalnya membawa Pemuda itu
ke atas gunung. “Jatuhkan dia dari puncak gunung kalau dia tidak mau
keluar dari keyakinannya.”

Setelah sampai di puncak gunung si Pemuda berdoa, “Ya Allah, tolonglah
aku dari mereka.” Gunung pun bergoyang. Para pengawal yang akan
mengeksekusi si pemuda itu jatuh. Mati.

Si Pemuda yang selamat datang kepada Raja. Raja heran, “Apa yang
mereka perbuat kepadamu?” “Aku telah diselamatkan oleh Allah swt.,”
tegas si Pemuda.

Maka Raja memerintahkan pengawalnya yang lain untuk membawa si Pemuda
ke tengah laut. Lemparkan jika ia tidak keluar dari agamanya, begitu
perintah Raja. Ketika sampai di tengah laut, si Pemuda berdoa, “Ya
Allah, tolonglah aku dari mereka.” Tiba-tiba perahu oleng. Terbalik.
Semua tewas tenggelam, kecuali si Pemuda.

Sekali lagi si Pemuda menghadap Raja. Raja terkejut, “Apa yang
terjadi?” Dengan tegas si Pemuda berkata, “Allah membinasakan mereka
dan menolong aku.” Lalu ia 

Help Palestine [hidayahnet] Komunikasi Efektif

2010-02-26 Terurut Topik Hasan Abdurrahim
http://www.dakwatuna.com

Komunikasi Efektif

Oleh: Tim dakwatuna.com


dakwatuna.com – Kehidupan selalu ditandai dengan konflik dan
pertentangan. Pertentangan ini mungkin bukan pertentangan yang
bersifat fisik dan anarkis. Pertentangan juga bisa berupa situasi di
mana dua orang atau lebih memiliki pandagan yang sama sekali berbeda,
keinginan-keinginan yang berbeda, atau tujuan-tujuan yang tidak sama
dan masing-masing berusaha untuk mendapatkan apa yang mereka inginkan.

Sebagaimana dalam sebuah pertempuran, setiap prajurit harus tahu
senjata apa yang ia miliki, dan kapan harus memanfaatkannya. Namun,
senjata bukan segala-galanya. Ingat ungkapan “the man behind the gun”.
Senjata tanpa kemampuan atau kompetensi orang di belakangnya dapat
amat berbahaya. Kita perlu memanfaatkan kekuatan-kekuatan yang ada
dalam diri kita dan mendesakkannya terhadap kelemahan-kelemahan lawan.
Jangan kita masuk dalam situasi di mana kita hanya dimanfaatkan oleh
kekuatan lawan.

Ada sebuah ungkapan menarik dari J. Robert Parkinson, seorang ahli
organisasi dan manajemen yang menegaskan:

“Jangan pernah menendang seekor kangguru.”

Dalam soal tendang-menendang, seekor kangguru tentu jauh lebih baik
dari kita. Karena itu, bila kita ikut kontes tendang-menendang dengan
seekor kangguru, tentu kita akan kalah; sama sekali tidak masuk akal.
Hal itu bukan berarti kita menghindari konflik atau pertentangan. Itu
hanya berarti kita harus tahu lebih baik daripada sekedar memilih
tendangan sebagai senjata. Pilih, rencanakan, dan pikirkan sebelumnya,
agar kita dapat menentukan aturan mainnya, maka kita tidak akan
terpaku pada permainan tendang-menendang dengan seekor kangguru.

Beberapa hal yang harus diketahui, agar komunikasi lebi efektif:

1.  Mempengaruhi orang lewat perjumpaan (negosiasi)

Sebelum merencanakan taktik dan strategi dalam mempengaruhi, hal yang
sangat penting harus dilakukan adalah menyatakan dengan
sejelas-jelasnya apa yang kita inginkan. Paksa diri kita untuk
menulisnya. Kita mungkin bisa membohongi diri sendiri, tapi kita tidak
dapat berbohong pada kertas putih. Tanpa ada tujuan yang jelas, kita
tak mungkin mengetahui apakah kita sudah mencapainya atau belum. Kita
juga sulit menentukan strategi apa yang tepat untuk mencapai tujuan
tersebut.

Ibarat mengendarai sebuah mobil. Jika kita tidak memiliki tujuan yang
pasti, maka sebenarnya tidak ada bedanya jalan manapun yang kita lalui
dan seberapa cepat kita mengendarai mobil tersebut. Kita hanya akan
menghamburkan banyak waktu, tenaga, dan bahan bakar. Kita tidak akan
mencapai apa-apa. Mulai sekarang kita harus berprinsip:

“apapun yang kita lakukan, lakukan hal itu atas dasar tujuan.”

Kebiasaan salah yang kerap dilakukan dalam proses negosiasi adalah
terlalu luas dan general dalam menentukan tujuan. Karena luasnya,
hingga tujuan tersebut tidak dapat dijalankan. Ingatlah ungkapan:

“Setiap perjalanan ribuan kilometer harus dimulai dengan satu langkah pertama.”

Ketika kita menggambarkan tujuan yang kita ingin capai, anggap
pernyataan itu seakan-akan sebagai satu langkah, dan bukan seluruh
perjalanan itu. Kita perlu menentukan apa yang ingin kita capai
sekarang, dengan orang tertentu, pada pertemuan tertentu ini, dalam
pembicaraan ini.

Dalam melangsungkan pertemuan untuk bernegosiasi, ada beberapa saran
pokok yang kiranya penting dijadikan perhatian:

Pertama, bayangkan pertemuan tersebut di benak kita. Persiapkan
sebelumnya dengan menuliskan skenario yang mungkin kita masuki, tapi
jangan terlalu kaku berpegang padanya kata demi kata. Kalau kita
terlalu kaku, kita akan dihadapkan pada kebingungan jika lawan
memberikan tanggapan yang lain dari yang kita skenariokan. Lebih baik
kita memikirkan pokok-pokok perkara yang kiranya akan dikemukakan oleh
pihak lain (lawan) dalam memberikan reaksi dan kemudian memberikan
urutan perkara yang ingin kita kemukakan.

Setelah itu cobalah untuk mem-visualisasikan dimana pertemuan itu
berlangsung. Apakah kita akan berdiri di podium? Duduk di meja? Di
kantor pribadi atau di kantor lawan bicara kita?. Cobalah bayangkan!
Pikirkan dalam-dalam cara yang kita mau dan situasi yang kita masuki
sebelum kita  mempraktekkannya dalam perjumpaan riil. Kendalikan
pertemuan tersebut sesuai dengan rencana yang kita buat. Dengan
begitu, kita dapat memenangkan menit-menit atau detik-detik pertama
yang amat penting dalam pertemuan tersebut. Amat mungkin bahwa lawan
kita tidak melakukan proses mental semacam itu, sehingga situasi
aktualnya akan merupakan sesuatu yang benar-benar baru baginya, maka
kita akan lebih diuntungkan.

Kedua, rencanakan faktor-faktor kebetulan. Contoh sederhana, suatu
saat kita membayangkan bertemu seorang pria, namun kenyataannya ia
adalah seorang wanita. Karena itu, ketika mengembangkan sebuah
rencana, pastikan bahwa rencana itu mencakup hal-hal kebetulan yang
mungkin akan terjadi tetapi belum dapat anda prediksi. Tegasnya,
“Jangan membiarkan apapun ditentukan oleh faktor kebetulan. Jangan
mengandaikan apa-apa tanpa kita selidiki 

Help Palestine [hidayahnet] Sabar Dan Shalat Sebagai Penolong

2010-02-24 Terurut Topik Hasan Abdurrahim
http://www.dakwatuna.com

Sabar Dan Shalat Sebagai Penolong

Oleh: Dr. Attabiq Luthfi, MA


dakwatuna.com – “Jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu. Dan
sesungguhnya yang demikian itu sungguh berat kecuali bagi orang-orang
yang khusyu’, (yaitu) orang-orang yang meyakini bahwa mereka akan
menemui Tuhannya dan bahwa mereka akan kembali kepada-Nya”.
(Al-Baqarah: 45-46)

Ibnu Katsir menjelaskan satu prinsip dan kaidah dalam memahami
Al-Qur’an berdasarkan ayat ini bahwa meskipun ayat ini bersifat khusus
ditujukan kepada Bani Israel karena konteks ayat sebelum dan
sesudahnya ditujukan kepada mereka, namun secara esensi bersifat umum
ditujukan untuk mereka dan selain mereka. Bahkan setiap ayat
Al-Qur’an, langsung atau tidak langsung sesungguhnya lebih diarahkan
kepada orang-orang yang beriman, karena hanya mereka yang mau dan siap
menerima pelajaran dan petunjuk apapun dari Kitabullah. Maka peristiwa
yang diceritakan Allah Taala tentang Bani Israel, terkandung di
dalamnya perintah agar orang-orang yang beriman mengambil pelajaran
dari peristiwa yang dialami mereka. Begitulah kaidah dalam setiap ayat
Al-Qur’an sehingga kita bisa mengambil bagian dari setiap ayat Allah
swt. “Al-Ibratu Bi’umumil Lafzhi La Bikhusus sabab” (Yang harus
dijadikan dasar pedoman dalam memahami Al-Qur’an adalah umumnya
lafazh, bukan khususnya sebab atau peristiwa yang
melatarbelakanginya”.

Perintah dalam ayat di atas sekaligus merupakan solusi agar umat
secara kolektif bisa mengatasi dengan baik segala kesulitan dan
problematika yang datang silih berganti. Sehingga melalui ayat ini,
Allah memerintahkan agar kita memohon pertolongan kepada-Nya dengan
senantiasa mengedepankan sikap sabar dan menjaga shalat dengan
istiqamah. Kedua hal ini merupakan sarana meminta tolong yang terbaik
ketika menghadapi berbagai kesulitan. Rasulullah saw selaku uswah
hasanah, telah memberi contoh yang konkrit dalam mengamalkan ayat ini.
Di dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad dijelaskan
bahwa, “Sesungguhnya Rasulullah saw apabila menghadapi suatu
persoalan, beliau segera mengerjakan shalat“.

Huzaifah bin Yaman menuturkan, “Pada malam berlangsungnya perang
Ahzab, saya menemui Rasulullah saw, sementara beliau sedang shalat
seraya menutup tubuhnya dengan jubah. Bila beliau menghadapi
persoalan, maka beliau akan mengerjakan shalat“. Bahkan Ali bin Abi
Thalib menuturkan keadaan Rasulullah saw pada perang Badar, “Pada
malam berlangsungnya perang Badar, semua kami tertidur kecuali
Rasulullah, beliau shalat dan berdo’a sampai pagi“.

Dalam riwayat Ibnu Jarir dijelaskan bagaimana pemahaman sekaligus
pengamalan sahabat Rasulullah saw terhadap ayat ini. Diriwayatkan
bahwa ketika Ibnu Abbas melakukan perjalanan, kemudian sampailah
berita tentang kematian saudaranya Qatsum, ia langsung menghentikan
kendaraanya dan segera mengerjakan shalat dua raka’at dengan melamakan
duduk. Kemudian ia bangkit dan menuju kendaraannya sambil membaca,
“Jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu. Dan sesungguhnya yang
demikian itu sungguh berat kecuali bagi orang-orang yang khusyu’“.

Secara khusus untuk orang-orang yang beriman, perintah menjadikan
sabar dan shalat sebagai penolong ditempatkan dalam rangkaian perintah
dzikir dan syukur. “Karena itu, ingatlah kamu kepada-Ku, niscaya Aku
ingat (pula) kepadamu dan bersyukurlah kepadaKu dan janganlah kamu
mengingkari (nikmat)Ku. Hai orang-orang yang beriman, jadikanlah sabar
dan shalat sebagai penolongmu. Sesungguhnya Allah swt senantiasa
bersama dengan orang-orang yang sabar“. (Al-Baqarah: 152-153). Dalam
kaitan dengan dzikir, menjadikan sabar dan shalat sebagai penolong
adalah dzikir. Siapa yang berdzikir atau mengingat Allah dengan sabar,
maka Allah akan mengingatnya dengan rahmat.
Masih dalam konteks orang yang beriman, sikap sabar yang harus selalu
diwujudkan adalah dalam rangka menjalankan perintah-perintah Allah
Taala, karena beban berat yang ditanggungnya akan terasa ringan jika
diiringi dengan sabar dan shalat. Ibnul Qayyim mengkategorikan sabar
dalam rangka menjalankan perintah Allah Taala termasuk sabar yang
paling tinggi nilainya dibandingkan dengan sabar dalam menghadapi
musibah dan persoalan hidup.

Syekh Sa’id Hawa menjelaskan dalam tafsirnya, Asas fit Tafasir kenapa
sabar dan shalat sangat tepat untuk dijadikan sarana meminta
pertolongan kepada Allah Taala. Beliau mengungkapkan bahwa sabar dapat
mendatangkan berbagai kebaikan, sedangkan shalat dapat mencegah dari
berbagai perilaku keji dan munkar, disamping juga shalat dapat memberi
ketenangan dan kedamaian hati. Keduanya (sabar dan shalat)
digandengkan dalam kedua ayat tersebut dan tidak dipisahkan, karena
sabar tidak sempurna tanpa shalat, demikian juga shalat tidak sempurna
tanpa diiringi dengan kesabaran. Mengerjakan shalat dengan sempurna
menuntut kesabaran dan kesabaran dapat terlihat dalam shalat
seseorang.

Lebih rinci, syekh Sa’id Hawa menjelaskan sarana lain yang terkait
dengan sabar dan shalat yang bisa dijadikan penolong. Puasa termasuk

Help Palestine [hidayahnet] Sepuluh Sahabat Yang Dijamin Masuk Surga

2010-02-19 Terurut Topik Hasan Abdurrahim
http://www.dakwatuna.com

Sepuluh Sahabat Yang Dijamin Masuk Surga

Oleh: Tim dakwatuna.com


dakwatuna – “Dan orang-orang yang terdahulu lagi yang petama-tama
(masuk Islam) di antara orang-orang Muhajirin dan Anshar dan
orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, Allah ridho kepada
mereka dengan mereka dan mereka ridho kepada Allah. Allah menyediakan
bagi mereka surga-surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai.
Mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Itulah kemenangan yang
agung.” (Qs At-Taubah : 100)

Berikut ini 10 orang sahabat Rasul yang dijamin masuk surga (Asratul Kiraam).

1. Abu Bakar Siddiq ra.

Beliau adalah khalifah pertama sesudah wafatnya Rasulullah Saw. Selain
itu Abu bakar juga merupakan laki-laki pertama yang masuk Islam,
pengorbanan dan keberanian beliau tercatat dalam sejarah, bahkan juga
didalam Quran (Surah At-Taubah ayat ke-40) sebagaimana berikut :
“Jikalau tidak menolongnya (Muhammad) maka sesungguhnya Allah telah
menolongnya (yaitu) ketika orang-orang kafir (musyrikin Mekah)
mengeluarkannya (dari Mekah) sedang dia salah seseorang dari dua orang
(Rasulullah dan Abu Bakar) ketika keduanya berada dalam gua, diwaktu
dia berkata kepada temannya:”Janganlah berduka cita, sesungguhya Allah
bersama kita”. Maka Allah menurunkan ketenangan kepada (Muhammad) dan
membantunya dengan tentara yang kamu tidak melihatnya, dan Allah
menjadikan seruan orang-orang kafir itulah yang rendah. Dan kalimat
Allah itulah yang tinggi. Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” Abu
Bakar Siddiq meninggal dalam umur 63 tahun, dari beliau diriwayatkan
142 hadiets.

2. Umar Bin Khatab ra.

Beliau adalah khalifah ke-dua sesudah Abu Bakar, dan termasuk salah
seorang yang sangat dikasihi oleh Nabi Muhammad Saw semasa hidupnya.
Sebelum memeluk Islam, Beliau merupakan musuh yang paling ditakuti
oleh kaum Muslimin. Namun semenjak ia bersyahadat dihadapan Rasul
(tahun keenam sesudah Muhammad diangkat sebagai Nabi Allah), ia
menjadi salah satu benteng Islam yang mampu menyurutkan perlawanan
kaum Quraish terhadap diri Nabi dan sahabat. Dijaman kekhalifaannya,
Islam berkembang seluas-luasnya dari Timur hingga ke Barat, kerajaan
Persia dan Romawi Timur dapat ditaklukkannya dalam waktu hanya satu
tahun. Beliau meninggal dalam umur 64 tahun karena dibunuh, dikuburkan
berdekatan dengan Abu Bakar dan Rasulullah dibekas rumah Aisyah yang
sekarang terletak didalam masjid Nabawi di Madinah.

3. Usman Bin Affan ra.

Khalifah ketiga setelah wafatnya Umar, pada pemerintahannyalah seluruh
tulisan-tulisan wahyu yang pernah dicatat oleh sahabat semasa Rasul
hidup dikumpulkan, kemudian disusun menurut susunan yang telah
ditetapkan oleh Rasulullah Saw sehingga menjadi sebuah kitab (suci)
sebagaimana yang kita dapati sekarang. Beliau meninggal dalam umur 82
tahun (ada yang meriwayatkan 88 tahun) dan dikuburkan di Baqi’.

4. Ali Bin Abi Thalib ra.

Merupakan khalifah keempat, beliau terkenal dengan siasat perang dan
ilmu pengetahuan yang tinggi. Selain Umar bin Khatab, Ali bin Abi
Thalib juga terkenal keberaniannya didalam peperangan. Beliau sudah
mengikuti Rasulullah sejak kecil dan hidup bersama Beliau sampai Rasul
diangkat menjadi Nabi hingga wafatnya. Ali Bin Abi Thalib meninggal
dalam umur 64 tahun dan dikuburkan di Koufah, Irak sekarang.

5. Thalhah Bin Abdullah ra.

Masuk Islam dengan perantaraan Abu Bakar Siddiq ra, selalu aktif
disetiap peperangan selain Perang Badar. Didalam perang Uhud,
beliaulah yang mempertahankan Rasulullah Saw sehingga terhindar dari
mata pedang musuh, sehingga putus jari-jari beliau. Thalhah Bin
Abdullah gugur dalam Perang Jamal dimasa pemerintahan Ali Bin Abi
Thalib dalam usia 64 tahun, dan dimakamkan di Basrah.

6. Zubair Bin Awaam

Memeluk Islam juga karena Abu Bakar Siddiq ra, ikut berhijrah sebanyak
dua kali ke Habasyah dan mengikuti semua peperangan. Beliau pun gugur
dalam perang Jamal dan dikuburkan di Basrah pada umur 64 tahun.

7. Sa’ad bin Abi Waqqas

Mengikuti Islam sejak umur 17 tahun dan mengikuti seluruh peperangan,
pernah ditawan musuh lalu ditebus oleh Rasulullah dengan ke-2 ibu
bapaknya sendiri sewaktu perang Uhud. Meninggal dalam usia 70 (ada
yang meriwayatkan 82 tahun) dan dikuburkan di Baqi’.

8. Sa’id Bin Zaid

Sudah Islam sejak kecilnya, mengikuti semua peperangan kecuali Perang
Badar. Beliau bersama Thalhah Bin Abdullah pernah diperintahkan oleh
rasul untuk memata-matai gerakan musuh (Quraish). Meninggal dalam usia
70 tahun dikuburkan di Baqi’.

9. Abdurrahman Bin Auf

Memeluk Islam sejak kecilnya melalui Abu Bakar Siddiq dan mengikuti
semua peperangan bersama Rasul. Turut berhijrah ke Habasyah sebanyak 2
kali. Meninggal pada umur 72 tahun (ada yang meriwayatkan 75 tahun),
dimakamkan di baqi’.

10. Abu Ubaidillah Bin Jarrah

Masuk Islam bersama Usman bin Math’uun, turut berhijrah ke Habasyah
pada periode kedua dan mengikuti semua peperangan bersama Rasulullah
Saw. Meninggal pada tahun 18 H di urdun (Syam) karena penyakit pes,
dan dimakamkan di Urdun yang sampai saat ini masih