[iagi-net-l] Selamatkan Karst Grobogan dan Pati
Selamatkan Karst Grobogan dan Pati Rabu, 23 April 2008 | 11:57 WIB *Oleh Sunu widjanarko * Perbukitan batu gamping di sekitar perbatasan Kabupaten Grobogan dan Pati, Jawa Tengah, memiliki peran dan nilai yang sangat penting bagi ekosistem di kedua kabupaten tersebut. Peran dan nilai yang sebenarnya jauh lebih besar daripada anggapan bahwa nilai perbukitan itu hanya merupakan tumpukan batu gamping raksasa yang menunggu ditambang, dikeruk, diledakkan, dan dikirim ke pabrik semen atau pabrik-pabrik lainnya. Pengrusakan kawasan batu gamping ini akan memengaruhi ekosistem untuk daerah yang jauh lebih luas daripada perkiraan. Ujung- ujungnya, korban terakhirnya adalah umat manusia karena alam memiliki mekanisme pertahanan yang sempurna. Jika tekanan terhadap dirinya makin berat, maka dia akan menyeimbangkan dirinya dengan cara membuat bencana agar dapat mengurangi populasi manusia. Perbukitan batu gamping kawasan ini memiliki sifat-sifat kawasan karst. Yaitu, terdapat bentukan bukit dan lembah yang khas akibat proses-proses pelarutan, terdapat goa-goa, aliran sungai bawah tanah, dan mata air. Mata air epikarst, menurut studi Linhua (1996), dikenal mempunyai kelebihan dalam pertama, kualitas air. Air yang keluar dari mata air epikarst sangat jernih karena sedimen yang ada sudah terperangkap dalam material isian atau rekahan. Kedua, debit yang stabil. Mata air yang keluar dari mintakat epikarst dapat mengalir 2-3 bulan setelah musim hujan, dengan debit relatif stabil dan ketiga, mudah untuk dikelola. Mata air epikarst umumnya muncul di kaki-kaki perbukitan sehingga dapat langsung ditampung tanpa harus memompa. Selain potensi sumber daya air, sebagian goa di kawasan karst Grobogan dan Pati merupakan tempat tinggal bagi komunitas kelelawar. Kelelawar sangat berperan dalam mengendalikan populasi serangga yang menjadi hama dan vektor penyebaran penyakit menular. Menurut peneliti kelelawar Sigit Wiantoro, kelelawar yang memiliki rata-rata berat tubuh sekitar 17 gram dan mampu memakan serangga seberat seperempat dari berat tubuhnya setiap malam, tentunya berperan penting dalam mengendalikan populasi serangga sehingga tidak terjadi ledakan populasi, yang berarti menjadi hama. Kita kalkukasi saja, andai ada sekitar 1.000 ekor kelelawar, tentu dapat memakan serangga hingga 4,25 kilogram. Setiap malam! Padahal, di dalam goa yang lingkungannya terjaga bisa menampung kehidupan ribuan hingga jutaan ekor kelelawar. Seperti yang ada di beberapa goa di Tuban dan Sukabumi. Fungsi kelelawar sebagai pengendali hama mampu mencapai daerah yang sangat luas karena daya jelajah terbangnya yang tak kurang dari 20 kilometer. Karena tingginya nilai kelelawar dalam ekosistem, sudah selayaknya habitat kelelawar ini mendapatkan perhatian yang sangat serius. Jika dilakukan penambangan batu gamping, maka volume lapisan tanah dan batuan yang menjadi tempat penyimpanan air tanah (akuifer) pun menjadi berkurang. Secara langsung, akan mengurangi jumlah dan masa tinggal (residence time) air di lapisan batuan. Akibatnya, air tidak akan tersedia lagi pada saat sangat dibutuhkan, yaitu pada musim kemarau. Sedangkan di musim hujan, air akan dengan cepat mengalir menuju alur sungai permukaan, yang akhirnya menjadi penyumbang banjir yang belakangan ini sangat merusak di wilayah ini. Selain itu, penambangan yang menggunakan peledakan dapat merusak struktur dan sistem penyimpanan air yang sudah didesain dan dibangun secara sempurna oleh Tuhan Yang Maha Pengatur. Akibat getarannya, di suatu tempat rekahan baru dapat terbentuk atau melebar, tetapi di tempat lain, kanal air bawah tanah yang semula dapat tertutup oleh runtuhan. Akibatnya, air akan mengalir tak beraturan menuju tempat lain, bukan ke mata air yang selama ini sudah ada. Mengusir kelelawar Akibat lain dari getaran, suara, dan gas beracun hasil dari peledakan, akan dapat membunuh dan atau mengusir kelelawar penghuni goa. Padahal, selama ini kelelawar menjadi predator serangga yang berpotensi menjadi hama tanaman padi dan wabah penyakit. Jika pengendali populasi serangga sudah tidak ada, maka tinggal menunggu bencana beri-kutnya, yaitu hama padi atau wabah penyakit yang langsung mengenai manusia. Krisis pangan yang sudah melanda negeri kita beberapa tahun terakhir ini, serta penyakit demam berdarah dan chikungunya, akan makin berat disandang oleh warga dan pemerintah kabupaten ini. Kelelawar pemakan buah, yang selama ini telah membantu penyerbukan dan menyebarkan biji-bijian dan secara alami telah membantu penghutanan daerah karst yang tandus dan pelestarian tanaman, juga akan tersingkir atau musnah. Saat ini ada sebuah peraturan nasional menyangkut pengelolaan dan pemanfaatan kawasan karst, yaitu Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 1456 K/20/MEM/2000 tentang Pedoman Pengelolaan Kawasan Karst Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral. Pasal 12 sampai 14 menyatakan bahwa kawasan karst yang berfungsi sebagai penyimpan air bawah tanah secara tetap (permanen) dalam bentuk akuifer,
[iagi-net-l] Workshop on Carbonate Complexity IATMI Yogyakarta 22-25 April 2008
IATMI sedang mengadakan worshop carbonate complexity : characterization, modeling and simulation di Yogyakarta dari 22-25 April 2008. Workshop dihadiri sekitar 80 orang dari berbagai institusi pemerintah, oil companies, service companies, dan perguruan tinggi. Workshop didahului oleh kursus satu hari tentang aspek geologi dan reservoir engineering karbonat dibawakan oleh Alit Ascaria (Premier Oil) dan Doddy Abdassah (ITB). Workshop dibuka pada 23 April 2008 oleh Ketua IATMI Kuswo Wahyono, dilanjutkan dengan pidato sambutan oleh John Sinulingga mewakili Pertamina Eksploitasi (panitia workshop adalah IATMI Komda Cirebon Pertamina), dan pidato/presentasi kunci dari Handoyo Eko Wahono (BPMIGAS) tentang lapangan-lapangan karbonat yang dikembangkan dalam lima tahun terakhir, Bob Yulian (BPMIGAS) tentang kemajuan eksplorasi target karbonat di Indonesia, dan Gatot Kariyoso Wiroyudo (Shell) tentang investasi teknologi Shell dalam mengerjakan karbonat. Makalah teknis yang dipresentasikan sebanyak 16 makalah. Workshop diselingi dengan fieldtrip ke Gunung Kidul mengunjungi singkapan karbonat Wonosari. Pembicara mendapatkan kesempatan berbicara cukup tenang karena waktu yang diberikan antara 20-30 menit, pertanyaan 5-10 menit. Workshop ini jelas bermanfaat menambah wawasan aspek GGRE karbonat. Karbonat merupakan objektif sangat penting karena menyusun sekitar 50 % reservoir lapangan2 produksi di Indonesia. Bahkan dalam lima tahun terakhir, 54 % recoverable reserve lapangan-lapangan baru berasal dari reservoir karbonat, maka karbonat tak kalah penting dari reservoir silisiklastik, bahkan bisa lebih. Saya diundang IATMI berkontribusi makalah tentang geologi regional karbonat di Indonesia. Di bawah ini adalah abstraknya, semoga berguna. Mahasiswa tidak banyak yang hadir. Karena merasa ada yang kurang kalau saya hanya mempresentasikan makalah saya kepada para profesional di workshop, maka pada hari yang sama saya ke UGM dan mempresentasikan materi yang sama di hadapan para mahasiswa tetapi dalam format penyampaian kepada mahasiswa. Setelah itu, masih di UGM, saya melanjutkan mempresentasikan makalah Sandhyakala ning Jenggala dan Majapahit : Hipotesis Kebencanaan Geologi kali ini jauh lebih tenang tak seperti saat mempresentasikan makalah ini di PIT IAGI 2007 Bali yang mesti berpacu dengan waktu yang terbatas. Waktu yang terbatas atau terburu2 akan menyulitkan pendengar mencerna materi yang disampaikan. Sebagai informasi, hipotesis ini telah ditangkap National Geographic Channel untuk menjadi tayangan (pengambilan gambar sudah dilalukan) di dalam film dokumenter LUSI. Demikian, laporan singkat. awang Grand Mercure 24/4/2008, 02.15 LAMPIRAN Geologic Controls on Carbonate Reservoirs in Indonesia : Regional Overview Awang Harun Satyana (BPMIGAS) Carbonate reservoirs are characterized by extreme heterogeneity of porosity and permeability. This is related to the complexities of the original depositional environment and the diagenetic influences that can modify the original textures. Wide variety of environmental facies and diagenetic changes express controls of geologic factors. Therefore, in characterizing carbonate reservoirs, it is important to evaluate geologic controls which influence carbonate sedimentation and diagenesis. Being located at warm humid tropical shallow water, in Indonesia carbonates are geographically and temporally widespread. They occur in a range of ages and depositional settings which were often affected by coeval tectonism, siliciclastic input or volcanism. The carbonates developed in various tectonic settings of back-arc, intra-arc, fore-arc, and foreland basins; island arc; micro-continents; and continental passive margins. They developed as patch reefs of land-attached platform such as Baturaja buildups in South Sumatra and West Java, fringing reefs such as Kais buildups on Arar High, the Birds Head of Papua, barrier reefs such as Ujung Pangkah reefs in East Java, and pinnacle reefs overlying offshore isolated platforms such as reefs of the Cepu High, East Java and Arun reefs in North Sumatra. In each a variety of carbonate depositional systems, the reefs often developed on structural highs. Subsidence, uplift, active faulting, tilting or associated silici/volcaniclastic input strongly affected facies variability, stratal/platform geometries, sequence development and carbonate termination. These geologic factors influence distribution and continuity of the carbonate reservoirs. Ages of carbonates influence the basic ingredients of carbonates. Diversity, abundance, dominant mineralogy, and relative importance of sediment-producing marine invertebrates are various through the geologic periods. This will influence the response of carbonates when they are changed by diagenesis. Producing carbonate reservoirs in Indonesia range in ages
Re: [iagi-net-l] Workshop on Carbonate Complexity IATMI Yogyakarta 22-25 April 2008
bravo, pak awang! terimakasih atas infonya. 1) boleh juga nih kalau diinfokan juga apa saja judul ke-16 makalah yg dipresentasikan tsb. lebih lanjut, apakah bagi yg tidak hadir pada acara tsb, dapat memperoleh makalah lengkapnya (kalau ada), mungkin lewat iatmi ya? 2) tentang format presentasi secara formal, tentu saja waktunya selalu terbatas atau dibatasi. seharusnya tidak ada istilah terburu-buru, karena si presenter sudah tahu alokasi waktunya dan tentunya dapat menyesuaikan diri dan memberikan presentasi (oral) secara pas. masih mengenai presentasi, apabila ingin memberikan presentasi dg lebih leluasa dan ilmunya dapat saling dicerna, maka presentasi berbentuk poster adalah pilihan yg lebih baik dibandingkan dg presentasi oral. saya bisa panjang-lebar cerita ini, tetapi pada intinya bahwa presentasi poster bukanlah kelas dua dibandingkan dg presentasi oral yg katanya (oleh sebagian orang) dianggap lebih bergengsi. salam, syaiful On Thu, Apr 24, 2008 at 2:16 AM, Awang Satyana [EMAIL PROTECTED] wrote: IATMI sedang mengadakan worshop carbonate complexity : characterization, modeling and simulation di Yogyakarta dari 22-25 April 2008. Workshop dihadiri sekitar 80 orang dari berbagai institusi pemerintah, oil companies, service companies, dan perguruan tinggi. Workshop didahului oleh kursus satu hari tentang aspek geologi dan reservoir engineering karbonat dibawakan oleh Alit Ascaria (Premier Oil) dan Doddy Abdassah (ITB). Workshop dibuka pada 23 April 2008 oleh Ketua IATMI Kuswo Wahyono, dilanjutkan dengan pidato sambutan oleh John Sinulingga mewakili Pertamina Eksploitasi (panitia workshop adalah IATMI Komda Cirebon –Pertamina), dan pidato/presentasi kunci dari Handoyo Eko Wahono (BPMIGAS) tentang lapangan-lapangan karbonat yang dikembangkan dalam lima tahun terakhir, Bob Yulian (BPMIGAS) tentang kemajuan eksplorasi target karbonat di Indonesia, dan Gatot Kariyoso Wiroyudo (Shell) tentang investasi teknologi Shell dalam mengerjakan karbonat. Makalah teknis yang dipresentasikan sebanyak 16 makalah. Workshop diselingi dengan fieldtrip ke Gunung Kidul mengunjungi singkapan karbonat Wonosari. Pembicara mendapatkan kesempatan berbicara cukup tenang karena waktu yang diberikan antara 20-30 menit, pertanyaan 5-10 menit. Workshop ini jelas bermanfaat menambah wawasan aspek GGRE karbonat. Karbonat merupakan objektif sangat penting karena menyusun sekitar 50 % reservoir lapangan2 produksi di Indonesia. Bahkan dalam lima tahun terakhir, 54 % recoverable reserve lapangan-lapangan baru berasal dari reservoir karbonat, maka karbonat tak kalah penting dari reservoir silisiklastik, bahkan bisa lebih. Saya diundang IATMI berkontribusi makalah tentang geologi regional karbonat di Indonesia. Di bawah ini adalah abstraknya, semoga berguna. Mahasiswa tidak banyak yang hadir. Karena merasa ada yang kurang kalau saya hanya mempresentasikan makalah saya kepada para profesional di workshop, maka pada hari yang sama saya ke UGM dan mempresentasikan materi yang sama di hadapan para mahasiswa tetapi dalam format penyampaian kepada mahasiswa. Setelah itu, masih di UGM, saya melanjutkan mempresentasikan makalah Sandhyakala ning Jenggala dan Majapahit : Hipotesis Kebencanaan Geologi – kali ini jauh lebih tenang tak seperti saat mempresentasikan makalah ini di PIT IAGI 2007 Bali yang mesti berpacu dengan waktu yang terbatas. Waktu yang terbatas atau terburu2 akan menyulitkan pendengar mencerna materi yang disampaikan. Sebagai informasi, hipotesis ini telah ditangkap National Geographic Channel untuk menjadi tayangan (pengambilan gambar sudah dilalukan) di dalam film dokumenter LUSI. Demikian, laporan singkat. awang – Grand Mercure – 24/4/2008, 02.15 LAMPIRAN Geologic Controls on Carbonate Reservoirs in Indonesia : Regional Overview Awang Harun Satyana (BPMIGAS) Carbonate reservoirs are characterized by extreme heterogeneity of porosity and permeability. This is related to the complexities of the original depositional environment and the diagenetic influences that can modify the original textures. Wide variety of environmental facies and diagenetic changes express controls of geologic factors. Therefore, in characterizing carbonate reservoirs, it is important to evaluate geologic controls which influence carbonate sedimentation and diagenesis. Being located at warm humid tropical shallow water, in Indonesia carbonates are geographically and temporally widespread. They occur in a range of ages and depositional settings which were often affected by coeval tectonism, siliciclastic input or volcanism. The carbonates developed in various tectonic settings of back-arc, intra-arc, fore-arc, and foreland basins; island arc; micro-continents; and continental passive margins. They developed as patch reefs of land-attached platform such as Baturaja buildups in South Sumatra and West Java, fringing reefs such
Re: [iagi-net-l] Workshop on Carbonate Complexity IATMI Yogyakarta 22-25 April 2008
Selamat untuk IATMI yang telah melakukan langkah besar dengan mengadakan seminar geologi yang sangat penting untuk bisa lebih mendalami karakter reservoir untuk dipalikasikan dalam operasi perminyakan. Seminar antar ilmu seperti ini jelas sangat berguna bagi peningkatan saling mengerti antara ahli kebumian dan insinyur insinyur perminyakan. Sekali lagi selamat Si Abah __ IATMI sedang mengadakan worshop ldquo;carbonate complexity : characterization, modeling and simulationrdquo; di Yogyakarta dari 22-25 April 2008. Workshop dihadiri sekitar 80 orang dari berbagai institusi pemerintah, oil companies, service companies, dan perguruan tinggi. Workshop didahului oleh kursus satu hari tentang aspek geologi dan reservoir engineering karbonat dibawakan oleh Alit Ascaria (Premier Oil) dan Doddy Abdassah (ITB). Workshop dibuka pada 23 April 2008 oleh Ketua IATMI Kuswo Wahyono, dilanjutkan dengan pidato sambutan oleh John Sinulingga mewakili Pertamina Eksploitasi (panitia workshop adalah IATMI Komda Cirebon ndash;Pertamina), dan pidato/presentasi kunci dari Handoyo Eko Wahono (BPMIGAS) tentang lapangan-lapangan karbonat yang dikembangkan dalam lima tahun terakhir, Bob Yulian (BPMIGAS) tentang kemajuan eksplorasi target karbonat di Indonesia, dan Gatot Kariyoso Wiroyudo (Shell) tentang investasi teknologi Shell dalam mengerjakan karbonat. Makalah teknis yang dipresentasikan sebanyak 16 makalah. Workshop diselingi dengan fieldtrip ke Gunung Kidul mengunjungi singkapan karbonat Wonosari. Pembicara mendapatkan kesempatan berbicara cukup tenang karena waktu yang diberikan antara 20-30 menit, pertanyaan 5-10 menit. Workshop ini jelas bermanfaat menambah wawasan aspek GGRE karbonat. Karbonat merupakan objektif sangat penting karena menyusun sekitar 50 % reservoir lapangan2 produksi di Indonesia. Bahkan dalam lima tahun terakhir, 54 % recoverable reserve lapangan-lapangan baru berasal dari reservoir karbonat, maka karbonat tak kalah penting dari reservoir silisiklastik, bahkan bisa lebih. Saya diundang IATMI berkontribusi makalah tentang geologi regional karbonat di Indonesia. Di bawah ini adalah abstraknya, semoga berguna. Mahasiswa tidak banyak yang hadir. Karena merasa ada yang kurang kalau saya hanya mempresentasikan makalah saya kepada para profesional di workshop, maka pada hari yang sama saya ke UGM dan mempresentasikan materi yang sama di hadapan para mahasiswa tetapi dalam format penyampaian kepada mahasiswa. Setelah itu, masih di UGM, saya melanjutkan mempresentasikan makalah rdquo;Sandhyakala ning Jenggala dan Majapahit : Hipotesis Kebencanaan Geologirdquo; ndash; kali ini jauh lebih tenang tak seperti saat mempresentasikan makalah ini di PIT IAGI 2007 Bali yang mesti berpacu dengan waktu yang terbatas. Waktu yang terbatas atau terburu2 akan menyulitkan pendengar mencerna materi yang disampaikan. Sebagai informasi, hipotesis ini telah rdquo;ditangkaprdquo; National Geographic Channel untuk menjadi tayangan (pengambilan gambar sudah dilalukan) di dalam film dokumenter rdquo;LUSIrdquo;. Demikian, laporan singkat. awang ndash; Grand Mercure ndash; 24/4/2008, 02.15 LAMPIRAN Geologic Controls on Carbonate Reservoirs in Indonesia : Regional Overview Awang Harun Satyana (BPMIGAS) Carbonate reservoirs are characterized by extreme heterogeneity of porosity and permeability. This is related to the complexities of the original depositional environment and the diagenetic influences that can modify the original textures. Wide variety of environmental facies and diagenetic changes express controls of geologic factors. Therefore, in characterizing carbonate reservoirs, it is important to evaluate geologic controls which influence carbonate sedimentation and diagenesis. Being located at warm humid tropical shallow water, in Indonesia carbonates are geographically and temporally widespread. They occur in a range of ages and depositional settings which were often affected by coeval tectonism, siliciclastic input or volcanism. The carbonates developed in various tectonic settings of back-arc, intra-arc, fore-arc, and foreland basins; island arc; micro-continents; and continental passive margins. They developed as patch reefs of land-attached platform such as Baturaja buildups in South Sumatra and West Java, fringing reefs such as Kais buildups on Arar High, the Birdrsquo;s Head of Papua, barrier reefs such as Ujung Pangkah reefs in East Java, and pinnacle reefs overlying offshore isolated platforms such as reefs of the Cepu High, East Java and Arun reefs in North Sumatra. In each a variety of carbonate depositional systems, the reefs often developed on structural highs. Subsidence, uplift, active faulting, tilting or associated silici/volcaniclastic input strongly affected facies variability, stratal/platform
[iagi-net-l] Re: Poster vs Oral[iagi-net-l] Workshop on Carbonate Complexity IATMI Yogyakarta 22-25 April 2008
Mas Ipul Saya kira Anda benar bahw waktu diskusi yang paling leluasa adalah apabila kita melakukan poster session. Akan tetapi para calon pemakalah kelihatan-nya lebih senang untuk melakukan Oral Presentation , Apakah hal ini al disebabkan nliai kredit - nya yang lebih rendah ? Si Abah bravo, pak awang! terimakasih atas infonya. 1) boleh juga nih kalau diinfokan juga apa saja judul ke-16 makalah yg dipresentasikan tsb. lebih lanjut, apakah bagi yg tidak hadir pada acara tsb, dapat memperoleh makalah lengkapnya (kalau ada), mungkin lewat iatmi ya? 2) tentang format presentasi secara formal, tentu saja waktunya selalu terbatas atau dibatasi. seharusnya tidak ada istilah terburu-buru, karena si presenter sudah tahu alokasi waktunya dan tentunya dapat menyesuaikan diri dan memberikan presentasi (oral) secara pas. masih mengenai presentasi, apabila ingin memberikan presentasi dg lebih leluasa dan ilmunya dapat saling dicerna, maka presentasi berbentuk poster adalah pilihan yg lebih baik dibandingkan dg presentasi oral. saya bisa panjang-lebar cerita ini, tetapi pada intinya bahwa presentasi poster bukanlah kelas dua dibandingkan dg presentasi oral yg katanya (oleh sebagian orang) dianggap lebih bergengsi. salam, syaiful On Thu, Apr 24, 2008 at 2:16 AM, Awang Satyana [EMAIL PROTECTED] wrote: IATMI sedang mengadakan worshop carbonate complexity : characterization, modeling and simulation di Yogyakarta dari 22-25 April 2008. Workshop dihadiri sekitar 80 orang dari berbagai institusi pemerintah, oil companies, service companies, dan perguruan tinggi. Workshop didahului oleh kursus satu hari tentang aspek geologi dan reservoir engineering karbonat dibawakan oleh Alit Ascaria (Premier Oil) dan Doddy Abdassah (ITB). Workshop dibuka pada 23 April 2008 oleh Ketua IATMI Kuswo Wahyono, dilanjutkan dengan pidato sambutan oleh John Sinulingga mewakili Pertamina Eksploitasi (panitia workshop adalah IATMI Komda Cirebon ndash;Pertamina), dan pidato/presentasi kunci dari Handoyo Eko Wahono (BPMIGAS) tentang lapangan-lapangan karbonat yang dikembangkan dalam lima tahun terakhir, Bob Yulian (BPMIGAS) tentang kemajuan eksplorasi target karbonat di Indonesia, dan Gatot Kariyoso Wiroyudo (Shell) tentang investasi teknologi Shell dalam mengerjakan karbonat. Makalah teknis yang dipresentasikan sebanyak 16 makalah. Workshop diselingi dengan fieldtrip ke Gunung Kidul mengunjungi singkapan karbonat Wonosari. Pembicara mendapatkan kesempatan berbicara cukup tenang karena waktu yang diberikan antara 20-30 menit, pertanyaan 5-10 menit. Workshop ini jelas bermanfaat menambah wawasan aspek GGRE karbonat. Karbonat merupakan objektif sangat penting karena menyusun sekitar 50 % reservoir lapangan2 produksi di Indonesia. Bahkan dalam lima tahun terakhir, 54 % recoverable reserve lapangan-lapangan baru berasal dari reservoir karbonat, maka karbonat tak kalah penting dari reservoir silisiklastik, bahkan bisa lebih. Saya diundang IATMI berkontribusi makalah tentang geologi regional karbonat di Indonesia. Di bawah ini adalah abstraknya, semoga berguna. Mahasiswa tidak banyak yang hadir. Karena merasa ada yang kurang kalau saya hanya mempresentasikan makalah saya kepada para profesional di workshop, maka pada hari yang sama saya ke UGM dan mempresentasikan materi yang sama di hadapan para mahasiswa tetapi dalam format penyampaian kepada mahasiswa. Setelah itu, masih di UGM, saya melanjutkan mempresentasikan makalah Sandhyakala ning Jenggala dan Majapahit : Hipotesis Kebencanaan Geologi ndash; kali ini jauh lebih tenang tak seperti saat mempresentasikan makalah ini di PIT IAGI 2007 Bali yang mesti berpacu dengan waktu yang terbatas. Waktu yang terbatas atau terburu2 akan menyulitkan pendengar mencerna materi yang disampaikan. Sebagai informasi, hipotesis ini telah ditangkap National Geographic Channel untuk menjadi tayangan (pengambilan gambar sudah dilalukan) di dalam film dokumenter LUSI. Demikian, laporan singkat. awang ndash; Grand Mercure ndash; 24/4/2008, 02.15 LAMPIRAN Geologic Controls on Carbonate Reservoirs in Indonesia : Regional Overview Awang Harun Satyana (BPMIGAS) Carbonate reservoirs are characterized by extreme heterogeneity of porosity and permeability. This is related to the complexities of the original depositional environment and the diagenetic influences that can modify the original textures. Wide variety of environmental facies and diagenetic changes express controls of geologic factors. Therefore, in characterizing carbonate reservoirs, it is important to evaluate geologic controls which influence carbonate sedimentation and diagenesis. Being located at warm humid tropical shallow water, in Indonesia carbonates are geographically and temporally widespread. They occur in a range of ages and depositional settings which were often affected by coeval tectonism, siliciclastic input or volcanism. The
Re: [iagi-net-l] Re: Poster vs Oral[iagi-net-l] Workshop on Carbonate Complexity IATMI Yogyakarta 22-25 April 2008
abah, kalo soal kredit utk makalah yg dipresentasikan oral dan poster, saya enggak tahu. mungkin teman2 di kampus atau lembaga pemerintahan lebih mengerti. silakan dibagikan ceritanya.. saya munculkan hal ini, sebab sudah lebih dari 5 tahun, iagi mengikuti jejak ipa utk menganggap bahwa presentasi poster adalah sama derajatnya dengan oral. kebetulan saat ini saya diserahi amanah utk pegang tongkat di kepanitiaan ipa 2008 bagian tpc (technical program committee). eh, enggak disangka, secara tidak langsung ternyata ada bule (anggota komisi ini ada sekitar 20 orang dan separuhnya adalah bule) yg masih 'membedakan' antara poster dan oral. jelasnya, poster masih dianggap sbg kelas dua. sudah waktunya kita menganggap, di lingkungan iagi, hagi, perhapi, iatmi, ipa, dll, bahwa poster adalah sama derajatnya dg oral dan mempunyai kelebihan masing2. artinya, pada suatu acara formal, tentunya setiap penulis mesti mengirimkan makalah lengkap utk dua jenis presentasi tsb. salam, syaiful On Thu, Apr 24, 2008 at 7:36 AM, yanto R.Sumantri [EMAIL PROTECTED] wrote: Mas Ipul Saya kira Anda benar bahw waktu diskusi yang paling leluasa adalah apabila kita melakukan poster session. Akan tetapi para calon pemakalah kelihatan-nya lebih senang untuk melakukan Oral Presentation , Apakah hal ini al disebabkan nliai kredit - nya yang lebih rendah ? Si Abah bravo, pak awang! terimakasih atas infonya. 1) boleh juga nih kalau diinfokan juga apa saja judul ke-16 makalah yg dipresentasikan tsb. lebih lanjut, apakah bagi yg tidak hadir pada acara tsb, dapat memperoleh makalah lengkapnya (kalau ada), mungkin lewat iatmi ya? 2) tentang format presentasi secara formal, tentu saja waktunya selalu terbatas atau dibatasi. seharusnya tidak ada istilah terburu-buru, karena si presenter sudah tahu alokasi waktunya dan tentunya dapat menyesuaikan diri dan memberikan presentasi (oral) secara pas. masih mengenai presentasi, apabila ingin memberikan presentasi dg lebih leluasa dan ilmunya dapat saling dicerna, maka presentasi berbentuk poster adalah pilihan yg lebih baik dibandingkan dg presentasi oral. saya bisa panjang-lebar cerita ini, tetapi pada intinya bahwa presentasi poster bukanlah kelas dua dibandingkan dg presentasi oral yg katanya (oleh sebagian orang) dianggap lebih bergengsi. salam, syaiful On Thu, Apr 24, 2008 at 2:16 AM, Awang Satyana [EMAIL PROTECTED] wrote: IATMI sedang mengadakan worshop carbonate complexity : characterization, modeling and simulation di Yogyakarta dari 22-25 April 2008. Workshop dihadiri sekitar 80 orang dari berbagai institusi pemerintah, oil companies, service companies, dan perguruan tinggi. Workshop didahului oleh kursus satu hari tentang aspek geologi dan reservoir engineering karbonat dibawakan oleh Alit Ascaria (Premier Oil) dan Doddy Abdassah (ITB). Workshop dibuka pada 23 April 2008 oleh Ketua IATMI Kuswo Wahyono, dilanjutkan dengan pidato sambutan oleh John Sinulingga mewakili Pertamina Eksploitasi (panitia workshop adalah IATMI Komda Cirebon ndash;Pertamina), dan pidato/presentasi kunci dari Handoyo Eko Wahono (BPMIGAS) tentang lapangan-lapangan karbonat yang dikembangkan dalam lima tahun terakhir, Bob Yulian (BPMIGAS) tentang kemajuan eksplorasi target karbonat di Indonesia, dan Gatot Kariyoso Wiroyudo (Shell) tentang investasi teknologi Shell dalam mengerjakan karbonat. Makalah teknis yang dipresentasikan sebanyak 16 makalah. Workshop diselingi dengan fieldtrip ke Gunung Kidul mengunjungi singkapan karbonat Wonosari. Pembicara mendapatkan kesempatan berbicara cukup tenang karena waktu yang diberikan antara 20-30 menit, pertanyaan 5-10 menit. Workshop ini jelas bermanfaat menambah wawasan aspek GGRE karbonat. Karbonat merupakan objektif sangat penting karena menyusun sekitar 50 % reservoir lapangan2 produksi di Indonesia. Bahkan dalam lima tahun terakhir, 54 % recoverable reserve lapangan-lapangan baru berasal dari reservoir karbonat, maka karbonat tak kalah penting dari reservoir silisiklastik, bahkan bisa lebih. Saya diundang IATMI berkontribusi makalah tentang geologi regional karbonat di Indonesia. Di bawah ini adalah abstraknya, semoga berguna. Mahasiswa tidak banyak yang hadir. Karena merasa ada yang kurang kalau saya hanya mempresentasikan makalah saya kepada para profesional di workshop, maka pada hari yang sama saya ke UGM dan mempresentasikan materi yang sama di hadapan para mahasiswa tetapi dalam format penyampaian kepada mahasiswa. Setelah itu, masih di UGM, saya melanjutkan mempresentasikan makalah Sandhyakala ning Jenggala dan Majapahit : Hipotesis Kebencanaan Geologi ndash; kali ini jauh lebih tenang tak seperti saat mempresentasikan makalah ini di PIT IAGI 2007 Bali yang mesti berpacu dengan waktu yang terbatas. Waktu yang terbatas atau terburu2 akan menyulitkan pendengar
Bls: [iagi-net-l] Selamatkan Karst Grobogan dan Pati
Pak Sunu widjanarko atau nama lapangannya adalah mas Badak memangsudah berpengalaman dalam speoleologi beliau adalah angkatan ke 2(kalau gak salah) dari club caving ASC (Acintyacunyata Speological Club)yang ber markas besar di Gedung kuning, Yogyakarta. saya sendiripernah bergabung di club ini tahun 93. ASC sudah banyak meng-eksplorgua-gua di Indonesia tetapi tidak banyak yang di publikasikan karenauntuk kelanggengan dan kealamian gua. Semoga para pengusaha juga tau akan akibat seperti yang dijelaskan diulasannya pak Sunu dan akan lebih baik kalau para pengusaha lebihberfikir untuk mengolah tempat2 tersebut sebagai tempat wisata dan ataumemanfaatkan Mata air epikarst sebagai mikrohydro untuk pembangkitlistrik pengganti BBM. mungkin organisasi keilmu bumian kita perlu membuat program penyuluhan untuk hal2 tersebut kepada masyarakat /pengusaha (ataumungkin sudah ada?) salam, aky - tanggal 1 januari akan di adakan ulang tahun ASC yang ke 25 - Pesan Asli Dari: Sulastama Raharja [EMAIL PROTECTED] Kepada: iagi-net@iagi.or.id Terkirim: Rabu, 23 April, 2008 23:51:58 Topik: [iagi-net-l] Selamatkan Karst Grobogan dan Pati Selamatkan Karst Grobogan dan Pati Rabu, 23 April 2008 | 11:57 WIB *Oleh Sunu widjanarko * Perbukitan batu gamping di sekitar perbatasan Kabupaten Grobogan dan Pati, Jawa Tengah, memiliki peran dan nilai yang sangat penting bagi ekosistem di kedua kabupaten tersebut. Peran dan nilai yang sebenarnya jauh lebih besar daripada anggapan bahwa nilai perbukitan itu hanya merupakan tumpukan batu gamping raksasa yang menunggu ditambang, dikeruk, diledakkan, dan dikirim ke pabrik semen atau pabrik-pabrik lainnya. Pengrusakan kawasan batu gamping ini akan memengaruhi ekosistem untuk daerah yang jauh lebih luas daripada perkiraan. Ujung- ujungnya, korban terakhirnya adalah umat manusia karena alam memiliki mekanisme pertahanan yang sempurna. Jika tekanan terhadap dirinya makin berat, maka dia akan menyeimbangkan dirinya dengan cara membuat bencana agar dapat mengurangi populasi manusia. Perbukitan batu gamping kawasan ini memiliki sifat-sifat kawasan karst. Yaitu, terdapat bentukan bukit dan lembah yang khas akibat proses-proses pelarutan, terdapat goa-goa, aliran sungai bawah tanah, dan mata air. Mata air epikarst, menurut studi Linhua (1996), dikenal mempunyai kelebihan dalam pertama, kualitas air. Air yang keluar dari mata air epikarst sangat jernih karena sedimen yang ada sudah terperangkap dalam material isian atau rekahan. Kedua, debit yang stabil. Mata air yang keluar dari mintakat epikarst dapat mengalir 2-3 bulan setelah musim hujan, dengan debit relatif stabil dan ketiga, mudah untuk dikelola. Mata air epikarst umumnya muncul di kaki-kaki perbukitan sehingga dapat langsung ditampung tanpa harus memompa. Selain potensi sumber daya air, sebagian goa di kawasan karst Grobogan dan Pati merupakan tempat tinggal bagi komunitas kelelawar. Kelelawar sangat berperan dalam mengendalikan populasi serangga yang menjadi hama dan vektor penyebaran penyakit menular. Menurut peneliti kelelawar Sigit Wiantoro, kelelawar yang memiliki rata-rata berat tubuh sekitar 17 gram dan mampu memakan serangga seberat seperempat dari berat tubuhnya setiap malam, tentunya berperan penting dalam mengendalikan populasi serangga sehingga tidak terjadi ledakan populasi, yang berarti menjadi hama. Kita kalkukasi saja, andai ada sekitar 1.000 ekor kelelawar, tentu dapat memakan serangga hingga 4,25 kilogram. Setiap malam! Padahal, di dalam goa yang lingkungannya terjaga bisa menampung kehidupan ribuan hingga jutaan ekor kelelawar. Seperti yang ada di beberapa goa di Tuban dan Sukabumi. Fungsi kelelawar sebagai pengendali hama mampu mencapai daerah yang sangat luas karena daya jelajah terbangnya yang tak kurang dari 20 kilometer. Karena tingginya nilai kelelawar dalam ekosistem, sudah selayaknya habitat kelelawar ini mendapatkan perhatian yang sangat serius. Jika dilakukan penambangan batu gamping, maka volume lapisan tanah dan batuan yang menjadi tempat penyimpanan air tanah (akuifer) pun menjadi berkurang. Secara langsung, akan mengurangi jumlah dan masa tinggal (residence time) air di lapisan batuan. Akibatnya, air tidak akan tersedia lagi pada saat sangat dibutuhkan, yaitu pada musim kemarau. Sedangkan di musim hujan, air akan dengan cepat mengalir menuju alur sungai permukaan, yang akhirnya menjadi penyumbang banjir yang belakangan ini sangat merusak di wilayah ini. Selain itu, penambangan yang menggunakan peledakan dapat merusak struktur dan sistem penyimpanan air yang sudah didesain dan dibangun secara sempurna oleh Tuhan Yang Maha Pengatur. Akibat getarannya, di suatu tempat rekahan baru dapat terbentuk atau melebar, tetapi di tempat lain, kanal air bawah tanah yang semula dapat tertutup oleh runtuhan. Akibatnya, air akan mengalir tak beraturan menuju tempat lain, bukan ke mata air yang selama ini sudah ada. Mengusir kelelawar Akibat lain dari getaran, suara, dan gas beracun hasil dari
Re: [iagi-net-l] Re: Poster vs Oral[iagi-net-l] Workshop on Carbonate Complexity IATMI Yogyakarta 22-25 April 2008
Abah, Mas Syaiful dan teman lainnya, Di dunia kenaikan pangkat peneliti/dosen memang ada pembedaan antara oral dan poster dalam hal angka kreditnya. Untuk makalah ilmiah dalam prosidings atau disajikan dalam seminar/simposium/pertemuan ilmiah internasional (oral) maka nilainya 15, sedangkan kalau dalam bentuk poster nilainya 10. Untuk kaliber nasional kalau oral nilainya 10 dan kalau poster nilainya 5. Saya pribadi setuju dengan Anda kalau oral dan poster sudah sepatutnya disamakan derajatnya, karena (di zaman power point) menyiapkan poster itu lebih sulit dan lebih mahal daripada menyiapkan presentasi oral. Akan tetapi secara harfiah memang poster masih dianggap kelas dua dibandingkan oral, karena yang umum terjadi adalah jika ada makalah yang tidak diterima di oral maka biasanya diposterkan dan (rasanya) belum ada makalah yang dikirim untuk poster kemudian diterima sebagai oral. Wasalam, EAS abah, kalo soal kredit utk makalah yg dipresentasikan oral dan poster, saya enggak tahu. mungkin teman2 di kampus atau lembaga pemerintahan lebih mengerti. silakan dibagikan ceritanya.. saya munculkan hal ini, sebab sudah lebih dari 5 tahun, iagi mengikuti jejak ipa utk menganggap bahwa presentasi poster adalah sama derajatnya dengan oral. kebetulan saat ini saya diserahi amanah utk pegang tongkat di kepanitiaan ipa 2008 bagian tpc (technical program committee). eh, enggak disangka, secara tidak langsung ternyata ada bule (anggota komisi ini ada sekitar 20 orang dan separuhnya adalah bule) yg masih 'membedakan' antara poster dan oral. jelasnya, poster masih dianggap sbg kelas dua. sudah waktunya kita menganggap, di lingkungan iagi, hagi, perhapi, iatmi, ipa, dll, bahwa poster adalah sama derajatnya dg oral dan mempunyai kelebihan masing2. artinya, pada suatu acara formal, tentunya setiap penulis mesti mengirimkan makalah lengkap utk dua jenis presentasi tsb. salam, syaiful On Thu, Apr 24, 2008 at 7:36 AM, yanto R.Sumantri [EMAIL PROTECTED] wrote: Mas Ipul Saya kira Anda benar bahw waktu diskusi yang paling leluasa adalah apabila kita melakukan poster session. Akan tetapi para calon pemakalah kelihatan-nya lebih senang untuk melakukan Oral Presentation , Apakah hal ini al disebabkan nliai kredit - nya yang lebih rendah ? Si Abah PIT IAGI KE-37 (BANDUNG) * acara utama: 27-28 Agustus 2008 * penerimaan abstrak: kemarin2 s/d 30 April 2008 * pengumuman penerimaan abstrak: 15 Mei 2008 * batas akhir penerimaan makalah lengkap: 15 Juli 2008 * abstrak / makalah dikirimkan ke: www.grdc.esdm.go.id/aplod username: iagi2008 password: masukdanaplod PEMILU KETUA UMUM IAGI 2008-2011: * pendaftaran calon ketua: 13 Pebruari - 6 Juni 2008 * penghitungan suara: waktu PIT IAGI Ke-37 di Bandung AYO, CALONKAN DIRI ANDA SEKARANG JUGA!!! - To unsubscribe, send email to: iagi-net-unsubscribe[at]iagi.or.id To subscribe, send email to: iagi-net-subscribe[at]iagi.or.id Visit IAGI Website: http://iagi.or.id Pembayaran iuran anggota ditujukan ke: Bank Mandiri Cab. Wisma Alia Jakarta No. Rek: 123 0085005314 Atas nama: Ikatan Ahli Geologi Indonesia (IAGI) Bank BCA KCP. Manara Mulia No. Rekening: 255-1088580 A/n: Shinta Damayanti IAGI-net Archive 1: http://www.mail-archive.com/iagi-net%40iagi.or.id/ IAGI-net Archive 2: http://groups.yahoo.com/group/iagi - DISCLAIMER: IAGI disclaims all warranties with regard to information posted on its mailing lists, whether posted by IAGI or others. In no event shall IAGI and its members be liable for any, including but not limited to direct or indirect damages, or damages of any kind whatsoever, resulting from loss of use, data or profits, arising out of or in connection with the use of any information posted on IAGI mailing list. -
Re: [iagi-net-l] Workshop on Carbonate Complexity IATMI Yogyakarta 22-25 April 2008
Pak Syaiful, Berikut daftar acara lengkap workshop carbonate complexity IATMI diurutkan dari hari pertama hari ke-4. Tidak ada makalah lengkap. Abstrak dari semua pembicara bisa saya kirimkan ke ja-pri. Bisa dilihat bahwa workshop ini meliputi A to Z karbonat. salam, awang Pre-workshop course Introduction to carbonate rocks and sedimentology (Alit Ascaria -Premier Oil) From laboratory to optimum reservoir simulation for naturally fractured carbonate reservoir (Doddy Abdassah-ITB) Keynote speech/presentation Uncertainties in carbonate reservoir in Indonesia (Handoyo Wahono-BPMIGAS) Exploration in carbonate life (Bob Yulian-BPMIGAS) Increasing reserves and hydrocarbons production out of carbonate rocks : challenges and opportunities in Indonesia (Gatot Wiroyudo-Shell) Technical presentation Geologic controls on carbonate reservoirs in Indonesia : regional overview (Awang Satyana-BPMIGAS) Carbonate seismology (Ardiansyah-Pertamina) To perforate or not perforate (Robert Park-Kodeco) Borehole images : an alternative method for carbonate characterization (Richard Netherwood-Schlumberger) Fracture characterization and modeling with automated seismic volume interpretation : example from SE Asia (Georg Warrlich-Shell) Carbonate reservoir : challenges in facies modeling and fracture characterization (Subrata Chakraborty-Schlumberger) Carbonate facies analyses and reservoir characterization, early Miocene Baturaja formation; Bernai structure, South Sumatra Basin (Alit Ascaria-Premier Oil) 4D (time-lapse) microgravity survey for monitoring HC reservoir,case study :carbonate reservoir of Baturaja formation (Wawan Gunawan-ITB) So similar and yet so different : comparing and contrasting the controlling factors for reservoir development of two SE Asia Tertiary carbonate build-ups (Georg Warrlich-Shell) Innovation in petropysical techniques for carbonate characterization (Udit Kumar-Schlumberger) The practical technique and its complexity of static modeling in autochtonous and allochtonous carbonates, a case study in Thamama (United Arab Emirate) and Baturaja reservoir (Indonesia) (Abdul Latif-Roxar) carbonate petrophysics from borehole image logs (Richard Netherwood-Schlumberger) Formation log analysis : formation factor adjustment to accommodate porosity types in carbonate reservoir, case study (Argha Satya-JOB Pertamina-PetroChina Salawati) Integrated reservoir characterization in thin oil column carbonate reservoir for depletion plan scenario (Dwi Febrianto-Medco) Technical aspect to develop carbonate fractured reservoir (Galih Agusetiawan-BPMIGAS) A study of porosity and carbonate facies in Prupuh formation, Lamongan-Gresik, East Java (Premonowati-UPN Yogyakarta) alternate Field Trip (karbonate Formasi Wonosari) Karang Duwet, Paliyan,Gunung Kidul field guide : Wartono Rahardjo (UGM) - Kamis 24/4/2008 setengah hari mohammad syaiful [EMAIL PROTECTED] wrote: bravo, pak awang! terimakasih atas infonya. 1) boleh juga nih kalau diinfokan juga apa saja judul ke-16 makalah yg dipresentasikan tsb. lebih lanjut, apakah bagi yg tidak hadir pada acara tsb, dapat memperoleh makalah lengkapnya (kalau ada), mungkin lewat iatmi ya? 2) tentang format presentasi secara formal, tentu saja waktunya selalu terbatas atau dibatasi. seharusnya tidak ada istilah terburu-buru, karena si presenter sudah tahu alokasi waktunya dan tentunya dapat menyesuaikan diri dan memberikan presentasi (oral) secara pas. masih mengenai presentasi, apabila ingin memberikan presentasi dg lebih leluasa dan ilmunya dapat saling dicerna, maka presentasi berbentuk poster adalah pilihan yg lebih baik dibandingkan dg presentasi oral. saya bisa panjang-lebar cerita ini, tetapi pada intinya bahwa presentasi poster bukanlah kelas dua dibandingkan dg presentasi oral yg katanya (oleh sebagian orang) dianggap lebih bergengsi. salam, syaiful On Thu, Apr 24, 2008 at 2:16 AM, Awang Satyana wrote: IATMI sedang mengadakan worshop carbonate complexity : characterization, modeling and simulation di Yogyakarta dari 22-25 April 2008. Workshop dihadiri sekitar 80 orang dari berbagai institusi pemerintah, oil companies, service companies, dan perguruan tinggi. Workshop didahului oleh kursus satu hari tentang aspek geologi dan reservoir engineering karbonat dibawakan oleh Alit Ascaria (Premier Oil) dan Doddy Abdassah (ITB). Workshop dibuka pada 23 April 2008 oleh Ketua IATMI Kuswo Wahyono, dilanjutkan dengan pidato sambutan oleh John Sinulingga mewakili Pertamina Eksploitasi (panitia workshop adalah IATMI Komda Cirebon Pertamina), dan pidato/presentasi kunci dari Handoyo Eko Wahono (BPMIGAS) tentang lapangan-lapangan karbonat yang dikembangkan dalam lima tahun terakhir, Bob Yulian (BPMIGAS) tentang kemajuan eksplorasi target karbonat di
Re: [iagi-net-l] Re: Poster vs Oral[iagi-net-l] Workshop on Carbonate Complexity IATMI Yogyakarta 22-25 April 2008
MasEddy , Kang Ipul Mari kita mulai menghapuskan diskriminasi oral dan poster Kalau poster presentation harus masuk dlm prosiding , tentunya ini mudah . Masukan saja abstract dr poster session - nya dalam prosiding , dan dengan memasukan abstrak dalam prosiding akan menguntungkan para pembaca atau yang berkepentingan dengan materi makalah . Kalau pembaca rosiding mau informasi yamg lebih detil , kan bisa melanjutkan diskusi dg poster presenter-nya. Nah just do it. Si Abah Abah, Mas Syaiful dan teman lainnya, Di dunia kenaikan pangkat peneliti/dosen memang ada pembedaan antara oral dan poster dalam hal angka kreditnya. Untuk makalah ilmiah dalam prosidings atau disajikan dalam seminar/simposium/pertemuan ilmiah internasional (oral) maka nilainya 15, sedangkan kalau dalam bentuk poster nilainya 10. Untuk kaliber nasional kalau oral nilainya 10 dan kalau poster nilainya 5. Saya pribadi setuju dengan Anda kalau oral dan poster sudah sepatutnya disamakan derajatnya, karena (di zaman power point) menyiapkan poster itu lebih sulit dan lebih mahal daripada menyiapkan presentasi oral. Akan tetapi secara harfiah memang poster masih dianggap kelas dua dibandingkan oral, karena yang umum terjadi adalah jika ada makalah yang tidak diterima di oral maka biasanya diposterkan dan (rasanya) belum ada makalah yang dikirim untuk poster kemudian diterima sebagai oral. Wasalam, EAS abah, kalo soal kredit utk makalah yg dipresentasikan oral dan poster, saya enggak tahu. mungkin teman2 di kampus atau lembaga pemerintahan lebih mengerti. silakan dibagikan ceritanya.. saya munculkan hal ini, sebab sudah lebih dari 5 tahun, iagi mengikuti jejak ipa utk menganggap bahwa presentasi poster adalah sama derajatnya dengan oral. kebetulan saat ini saya diserahi amanah utk pegang tongkat di kepanitiaan ipa 2008 bagian tpc (technical program committee). eh, enggak disangka, secara tidak langsung ternyata ada bule (anggota komisi ini ada sekitar 20 orang dan separuhnya adalah bule) yg masih 'membedakan' antara poster dan oral. jelasnya, poster masih dianggap sbg kelas dua. sudah waktunya kita menganggap, di lingkungan iagi, hagi, perhapi, iatmi, ipa, dll, bahwa poster adalah sama derajatnya dg oral dan mempunyai kelebihan masing2. artinya, pada suatu acara formal, tentunya setiap penulis mesti mengirimkan makalah lengkap utk dua jenis presentasi tsb. salam, syaiful On Thu, Apr 24, 2008 at 7:36 AM, yanto R.Sumantri [EMAIL PROTECTED] wrote: Mas Ipul Saya kira Anda benar bahw waktu diskusi yang paling leluasa adalah apabila kita melakukan poster session. Akan tetapi para calon pemakalah kelihatan-nya lebih senang untuk melakukan Oral Presentation , Apakah hal ini al disebabkan nliai kredit - nya yang lebih rendah ? Si Abah PIT IAGI KE-37 (BANDUNG) * acara utama: 27-28 Agustus 2008 * penerimaan abstrak: kemarin2 s/d 30 April 2008 * pengumuman penerimaan abstrak: 15 Mei 2008 * batas akhir penerimaan makalah lengkap: 15 Juli 2008 * abstrak / makalah dikirimkan ke: www.grdc.esdm.go.id/aplod username: iagi2008 password: masukdanaplod PEMILU KETUA UMUM IAGI 2008-2011: * pendaftaran calon ketua: 13 Pebruari - 6 Juni 2008 * penghitungan suara: waktu PIT IAGI Ke-37 di Bandung AYO, CALONKAN DIRI ANDA SEKARANG JUGA!!! - To unsubscribe, send email to: iagi-net-unsubscribe[at]iagi.or.id To subscribe, send email to: iagi-net-subscribe[at]iagi.or.id Visit IAGI Website: http://iagi.or.id Pembayaran iuran anggota ditujukan ke: Bank Mandiri Cab. Wisma Alia Jakarta No. Rek: 123 0085005314 Atas nama: Ikatan Ahli Geologi Indonesia (IAGI) Bank BCA KCP. Manara Mulia No. Rekening: 255-1088580 A/n: Shinta Damayanti IAGI-net Archive 1: http://www.mail-archive.com/iagi-net%40iagi.or.id/ IAGI-net Archive 2: http://groups.yahoo.com/group/iagi - DISCLAIMER: IAGI disclaims all warranties with regard to information posted on its mailing lists, whether posted by IAGI or others. In no event shall IAGI and its members be liable for any, including but not limited to direct or indirect damages, or damages of any kind whatsoever, resulting from loss of use, data or profits, arising out of or in connection with the use of any information posted on IAGI mailing list. - -- ___ Nganyerikeun hate batur hirupna mo bisa campur, ngangeunahkeun hate jalma hirupna pada ngupama , Elmu tungtut dunya siar Ibadah kudu lakonan.