[iagi-net-l] Selamatkan Karst Grobogan dan Pati

2008-04-23 Terurut Topik Sulastama Raharja
Selamatkan Karst Grobogan dan Pati
 Rabu, 23 April 2008 | 11:57 WIB

*Oleh Sunu widjanarko *

Perbukitan batu gamping di sekitar perbatasan Kabupaten Grobogan dan Pati,
Jawa Tengah, memiliki peran dan nilai yang sangat penting bagi ekosistem di
kedua kabupaten tersebut. Peran dan nilai yang sebenarnya jauh lebih besar
daripada anggapan bahwa nilai perbukitan itu hanya merupakan tumpukan batu
gamping raksasa yang menunggu ditambang, dikeruk, diledakkan, dan dikirim ke
pabrik semen atau pabrik-pabrik lainnya. Pengrusakan kawasan batu gamping
ini akan memengaruhi ekosistem untuk daerah yang jauh lebih luas daripada
perkiraan. Ujung- ujungnya, korban terakhirnya adalah umat manusia karena
alam memiliki mekanisme pertahanan yang sempurna. Jika tekanan terhadap
dirinya makin berat, maka dia akan menyeimbangkan dirinya dengan cara
membuat bencana agar dapat mengurangi populasi manusia. Perbukitan batu
gamping kawasan ini memiliki sifat-sifat kawasan karst.

Yaitu, terdapat bentukan bukit dan lembah yang khas akibat proses-proses
pelarutan, terdapat goa-goa, aliran sungai bawah tanah, dan mata air. Mata
air epikarst, menurut studi Linhua (1996), dikenal mempunyai kelebihan dalam
pertama, kualitas air. Air yang keluar dari mata air epikarst sangat jernih
karena sedimen yang ada sudah terperangkap dalam material isian atau
rekahan. Kedua, debit yang stabil. Mata air yang keluar dari mintakat
epikarst dapat mengalir 2-3 bulan setelah musim hujan, dengan debit relatif
stabil dan ketiga, mudah untuk dikelola. Mata air epikarst umumnya muncul di
kaki-kaki perbukitan sehingga dapat langsung ditampung tanpa harus memompa.
Selain potensi sumber daya air, sebagian goa di kawasan karst Grobogan dan
Pati merupakan tempat tinggal bagi komunitas kelelawar. Kelelawar sangat
berperan dalam mengendalikan populasi serangga yang menjadi hama dan vektor
penyebaran penyakit menular.

Menurut peneliti kelelawar Sigit Wiantoro, kelelawar yang memiliki rata-rata
berat tubuh sekitar 17 gram dan mampu memakan serangga seberat seperempat
dari berat tubuhnya setiap malam, tentunya berperan penting dalam
mengendalikan populasi serangga sehingga tidak terjadi ledakan populasi,
yang berarti menjadi hama. Kita kalkukasi saja, andai ada sekitar 1.000 ekor
kelelawar, tentu dapat memakan serangga hingga 4,25 kilogram. Setiap malam!
Padahal, di dalam goa yang lingkungannya terjaga bisa menampung kehidupan
ribuan hingga jutaan ekor kelelawar. Seperti yang ada di beberapa goa di
Tuban dan Sukabumi. Fungsi kelelawar sebagai pengendali hama mampu mencapai
daerah yang sangat luas karena daya jelajah terbangnya yang tak kurang dari
20 kilometer.

Karena tingginya nilai kelelawar dalam ekosistem, sudah selayaknya habitat
kelelawar ini mendapatkan perhatian yang sangat serius. Jika dilakukan
penambangan batu gamping, maka volume lapisan tanah dan batuan yang menjadi
tempat penyimpanan air tanah (akuifer) pun menjadi berkurang. Secara
langsung, akan mengurangi jumlah dan masa tinggal (residence time) air di
lapisan batuan. Akibatnya, air tidak akan tersedia lagi pada saat sangat
dibutuhkan, yaitu pada musim kemarau. Sedangkan di musim hujan, air akan
dengan cepat mengalir menuju alur sungai permukaan, yang akhirnya menjadi
penyumbang banjir yang belakangan ini sangat merusak di wilayah ini. Selain
itu, penambangan yang menggunakan peledakan dapat merusak struktur dan
sistem penyimpanan air yang sudah didesain dan dibangun secara sempurna oleh
Tuhan Yang Maha Pengatur. Akibat getarannya, di suatu tempat rekahan baru
dapat terbentuk atau melebar, tetapi di tempat lain, kanal air bawah tanah
yang semula dapat tertutup oleh runtuhan.

Akibatnya, air akan mengalir tak beraturan menuju tempat lain, bukan ke mata
air yang selama ini sudah ada. Mengusir kelelawar Akibat lain dari getaran,
suara, dan gas beracun hasil dari peledakan, akan dapat membunuh dan atau
mengusir kelelawar penghuni goa. Padahal, selama ini kelelawar menjadi
predator serangga yang berpotensi menjadi hama tanaman padi dan wabah
penyakit. Jika pengendali populasi serangga sudah tidak ada, maka tinggal
menunggu bencana beri-kutnya, yaitu hama padi atau wabah penyakit yang
langsung mengenai manusia. Krisis pangan yang sudah melanda negeri kita
beberapa tahun terakhir ini, serta penyakit demam berdarah dan chikungunya,
akan makin berat disandang oleh warga dan pemerintah kabupaten ini.
Kelelawar pemakan buah, yang selama ini telah membantu penyerbukan dan
menyebarkan biji-bijian dan secara alami telah membantu penghutanan daerah
karst yang tandus dan pelestarian tanaman, juga akan tersingkir atau musnah.

Saat ini ada sebuah peraturan nasional menyangkut pengelolaan dan
pemanfaatan kawasan karst, yaitu Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya
Mineral Nomor 1456 K/20/MEM/2000 tentang Pedoman Pengelolaan Kawasan Karst
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral. Pasal 12 sampai 14 menyatakan bahwa
kawasan karst yang berfungsi sebagai penyimpan air bawah tanah secara tetap
(permanen) dalam bentuk akuifer, 

[iagi-net-l] Workshop on Carbonate Complexity IATMI Yogyakarta 22-25 April 2008

2008-04-23 Terurut Topik Awang Satyana
IATMI sedang mengadakan worshop “carbonate complexity :  characterization, 
modeling and simulation” di Yogyakarta dari 22-25 April 2008. Workshop dihadiri 
sekitar 80 orang dari berbagai institusi pemerintah, oil companies, service 
companies, dan perguruan tinggi.
   
  Workshop didahului oleh kursus satu hari tentang aspek geologi dan reservoir 
engineering karbonat dibawakan oleh Alit Ascaria (Premier Oil) dan Doddy 
Abdassah (ITB).
   
  Workshop dibuka pada 23 April 2008 oleh Ketua IATMI Kuswo Wahyono, 
dilanjutkan dengan pidato sambutan oleh John Sinulingga mewakili Pertamina 
Eksploitasi (panitia workshop adalah IATMI Komda Cirebon –Pertamina), dan 
pidato/presentasi kunci dari Handoyo Eko Wahono (BPMIGAS) tentang 
lapangan-lapangan karbonat yang dikembangkan dalam lima tahun terakhir, Bob 
Yulian (BPMIGAS) tentang kemajuan eksplorasi target karbonat di Indonesia, dan 
Gatot Kariyoso Wiroyudo (Shell) tentang investasi teknologi Shell dalam 
mengerjakan karbonat.
   
  Makalah teknis yang dipresentasikan sebanyak 16 makalah. Workshop diselingi 
dengan fieldtrip ke Gunung Kidul mengunjungi singkapan karbonat Wonosari. 
   
  Pembicara mendapatkan kesempatan berbicara cukup tenang karena waktu yang 
diberikan antara 20-30 menit, pertanyaan 5-10 menit. Workshop ini jelas 
bermanfaat menambah wawasan aspek GGRE karbonat. Karbonat merupakan objektif 
sangat penting karena menyusun sekitar 50 % reservoir lapangan2 produksi di 
Indonesia. Bahkan dalam lima tahun terakhir, 54 % recoverable reserve 
lapangan-lapangan baru berasal dari  reservoir karbonat, maka karbonat tak 
kalah penting dari reservoir silisiklastik, bahkan bisa lebih.
   
  Saya diundang IATMI berkontribusi makalah tentang geologi regional karbonat 
di Indonesia. Di bawah ini adalah abstraknya, semoga berguna.
   
  Mahasiswa tidak banyak yang hadir. Karena merasa ada yang kurang kalau saya 
hanya mempresentasikan makalah saya kepada para profesional di workshop, maka 
pada hari yang sama saya ke UGM dan mempresentasikan materi yang sama di 
hadapan para mahasiswa tetapi dalam format penyampaian kepada mahasiswa.  
Setelah itu, masih di UGM, saya melanjutkan mempresentasikan makalah 
”Sandhyakala ning Jenggala dan Majapahit : Hipotesis Kebencanaan Geologi” – 
kali ini jauh lebih tenang tak seperti saat mempresentasikan makalah ini di PIT 
IAGI 2007 Bali yang mesti berpacu dengan waktu yang terbatas. Waktu yang 
terbatas atau terburu2 akan menyulitkan pendengar mencerna materi yang 
disampaikan. Sebagai informasi, hipotesis ini telah ”ditangkap” National 
Geographic Channel untuk  menjadi tayangan (pengambilan gambar sudah dilalukan) 
di dalam film dokumenter ”LUSI”.
   
  Demikian, laporan singkat.
  awang – Grand Mercure – 24/4/2008, 02.15
   
  LAMPIRAN 
   
  Geologic Controls on Carbonate Reservoirs in Indonesia : 
  Regional Overview
   
  Awang Harun Satyana
   
  (BPMIGAS)
   
  Carbonate reservoirs are characterized by extreme heterogeneity of porosity 
and permeability. This is related to the complexities of the original 
depositional environment and the diagenetic influences that can modify the 
original textures. Wide variety of environmental facies and diagenetic changes 
express controls of geologic factors. Therefore, in characterizing carbonate 
reservoirs, it is important to evaluate geologic controls which influence 
carbonate sedimentation and diagenesis. 
   
  Being located at warm humid tropical shallow water, in Indonesia carbonates 
are geographically and temporally widespread. They occur in a range of ages and 
depositional settings which were often affected by coeval tectonism, 
siliciclastic input or volcanism. The carbonates developed in various tectonic 
settings of back-arc, intra-arc, fore-arc, and foreland basins; island arc; 
micro-continents; and continental passive margins. They developed as patch 
reefs of land-attached platform such as Baturaja buildups in South Sumatra and 
West Java, fringing reefs such as Kais buildups on Arar High, the Bird’s Head 
of Papua, barrier reefs such as Ujung Pangkah reefs in East Java, and pinnacle 
reefs overlying offshore isolated platforms such as reefs of the Cepu High, 
East Java and Arun reefs in North Sumatra. In each a variety of carbonate 
depositional systems, the reefs often developed on structural highs. 
Subsidence, uplift, active faulting, tilting or associated
 silici/volcaniclastic input strongly affected facies variability, 
stratal/platform geometries, sequence development and carbonate termination. 
These geologic factors influence distribution and continuity of the carbonate 
reservoirs.
   
  Ages of carbonates influence the basic ingredients of carbonates. Diversity, 
abundance, dominant mineralogy, and relative importance of sediment-producing 
marine invertebrates are various through the geologic periods. This will 
influence the response of carbonates when they are changed by diagenesis. 
Producing carbonate reservoirs in Indonesia range in ages 

Re: [iagi-net-l] Workshop on Carbonate Complexity IATMI Yogyakarta 22-25 April 2008

2008-04-23 Terurut Topik mohammad syaiful
bravo, pak awang! terimakasih atas infonya.

1) boleh juga nih kalau diinfokan juga apa saja judul ke-16 makalah yg
dipresentasikan tsb. lebih lanjut, apakah bagi yg tidak hadir pada
acara tsb, dapat memperoleh makalah lengkapnya (kalau ada), mungkin
lewat iatmi ya?

2) tentang format presentasi secara formal, tentu saja waktunya selalu
terbatas atau dibatasi. seharusnya tidak ada istilah terburu-buru,
karena si presenter sudah tahu alokasi waktunya dan tentunya dapat
menyesuaikan diri dan memberikan presentasi (oral) secara pas.

masih mengenai presentasi, apabila ingin memberikan presentasi dg
lebih leluasa dan ilmunya dapat saling dicerna, maka presentasi
berbentuk poster adalah pilihan yg lebih baik dibandingkan dg
presentasi oral. saya bisa panjang-lebar cerita ini, tetapi pada
intinya bahwa presentasi poster bukanlah kelas dua dibandingkan dg
presentasi oral yg katanya (oleh sebagian orang) dianggap lebih
bergengsi.

salam,
syaiful

On Thu, Apr 24, 2008 at 2:16 AM, Awang Satyana [EMAIL PROTECTED] wrote:
 IATMI sedang mengadakan worshop carbonate complexity :  characterization, 
 modeling and simulation di Yogyakarta dari 22-25 April 2008. Workshop 
 dihadiri sekitar 80 orang dari berbagai institusi pemerintah, oil companies, 
 service companies, dan perguruan tinggi.

  Workshop didahului oleh kursus satu hari tentang aspek geologi dan reservoir 
 engineering karbonat dibawakan oleh Alit Ascaria (Premier Oil) dan Doddy 
 Abdassah (ITB).

  Workshop dibuka pada 23 April 2008 oleh Ketua IATMI Kuswo Wahyono, 
 dilanjutkan dengan pidato sambutan oleh John Sinulingga mewakili Pertamina 
 Eksploitasi (panitia workshop adalah IATMI Komda Cirebon –Pertamina), dan 
 pidato/presentasi kunci dari Handoyo Eko Wahono (BPMIGAS) tentang 
 lapangan-lapangan karbonat yang dikembangkan dalam lima tahun terakhir, Bob 
 Yulian (BPMIGAS) tentang kemajuan eksplorasi target karbonat di Indonesia, 
 dan Gatot Kariyoso Wiroyudo (Shell) tentang investasi teknologi Shell dalam 
 mengerjakan karbonat.

  Makalah teknis yang dipresentasikan sebanyak 16 makalah. Workshop diselingi 
 dengan fieldtrip ke Gunung Kidul mengunjungi singkapan karbonat Wonosari.

  Pembicara mendapatkan kesempatan berbicara cukup tenang karena waktu yang 
 diberikan antara 20-30 menit, pertanyaan 5-10 menit. Workshop ini jelas 
 bermanfaat menambah wawasan aspek GGRE karbonat. Karbonat merupakan objektif 
 sangat penting karena menyusun sekitar 50 % reservoir lapangan2 produksi di 
 Indonesia. Bahkan dalam lima tahun terakhir, 54 % recoverable reserve 
 lapangan-lapangan baru berasal dari  reservoir karbonat, maka karbonat tak 
 kalah penting dari reservoir silisiklastik, bahkan bisa lebih.

  Saya diundang IATMI berkontribusi makalah tentang geologi regional karbonat 
 di Indonesia. Di bawah ini adalah abstraknya, semoga berguna.

  Mahasiswa tidak banyak yang hadir. Karena merasa ada yang kurang kalau saya 
 hanya mempresentasikan makalah saya kepada para profesional di workshop, maka 
 pada hari yang sama saya ke UGM dan mempresentasikan materi yang sama di 
 hadapan para mahasiswa tetapi dalam format penyampaian kepada mahasiswa.  
 Setelah itu, masih di UGM, saya melanjutkan mempresentasikan makalah 
 Sandhyakala ning Jenggala dan Majapahit : Hipotesis Kebencanaan Geologi – 
 kali ini jauh lebih tenang tak seperti saat mempresentasikan makalah ini di 
 PIT IAGI 2007 Bali yang mesti berpacu dengan waktu yang terbatas. Waktu yang 
 terbatas atau terburu2 akan menyulitkan pendengar mencerna materi yang 
 disampaikan. Sebagai informasi, hipotesis ini telah ditangkap National 
 Geographic Channel untuk  menjadi tayangan (pengambilan gambar sudah 
 dilalukan) di dalam film dokumenter LUSI.

  Demikian, laporan singkat.
  awang – Grand Mercure – 24/4/2008, 02.15

  LAMPIRAN

  Geologic Controls on Carbonate Reservoirs in Indonesia :
  Regional Overview

  Awang Harun Satyana

  (BPMIGAS)

  Carbonate reservoirs are characterized by extreme heterogeneity of porosity 
 and permeability. This is related to the complexities of the original 
 depositional environment and the diagenetic influences that can modify the 
 original textures. Wide variety of environmental facies and diagenetic 
 changes express controls of geologic factors. Therefore, in characterizing 
 carbonate reservoirs, it is important to evaluate geologic controls which 
 influence carbonate sedimentation and diagenesis.

  Being located at warm humid tropical shallow water, in Indonesia carbonates 
 are geographically and temporally widespread. They occur in a range of ages 
 and depositional settings which were often affected by coeval tectonism, 
 siliciclastic input or volcanism. The carbonates developed in various 
 tectonic settings of back-arc, intra-arc, fore-arc, and foreland basins; 
 island arc; micro-continents; and continental passive margins. They developed 
 as patch reefs of land-attached platform such as Baturaja buildups in South 
 Sumatra and West Java, fringing reefs such 

Re: [iagi-net-l] Workshop on Carbonate Complexity IATMI Yogyakarta 22-25 April 2008

2008-04-23 Terurut Topik yanto R.Sumantri



 Selamat untuk IATMI yang telah melakukan langkah besar dengan
mengadakan seminar geologi yang sangat penting untuk bisa lebih mendalami
karakter reservoir untuk dipalikasikan dalam operasi perminyakan.
Seminar antar ilmu seperti ini jelas sangat berguna bagi peningkatan
saling mengerti antara ahli kebumian dan insinyur insinyur perminyakan.

Sekali lagi selamat 

Si Abah

__


   IATMI sedang mengadakan worshop
ldquo;carbonate complexity :  characterization,
 modeling and
simulationrdquo; di Yogyakarta dari 22-25 April 2008. Workshop

dihadiri sekitar 80 orang dari berbagai institusi pemerintah, oil
 companies, service companies, dan perguruan tinggi.
 
   Workshop didahului oleh kursus satu hari tentang aspek geologi
dan
 reservoir engineering karbonat dibawakan oleh Alit Ascaria
(Premier Oil)
 dan Doddy Abdassah (ITB).
 
  
Workshop dibuka pada 23 April 2008 oleh Ketua IATMI Kuswo Wahyono,
 dilanjutkan dengan pidato sambutan oleh John Sinulingga mewakili
 Pertamina Eksploitasi (panitia workshop adalah IATMI Komda
Cirebon
 ndash;Pertamina), dan pidato/presentasi kunci dari
Handoyo Eko Wahono
 (BPMIGAS) tentang lapangan-lapangan karbonat
yang dikembangkan dalam
 lima tahun terakhir, Bob Yulian
(BPMIGAS) tentang kemajuan eksplorasi
 target karbonat di
Indonesia, dan Gatot Kariyoso Wiroyudo (Shell)
 tentang investasi
teknologi Shell dalam mengerjakan karbonat.
 
   Makalah
teknis yang dipresentasikan sebanyak 16 makalah. Workshop

diselingi dengan fieldtrip ke Gunung Kidul mengunjungi singkapan

karbonat Wonosari.
 
   Pembicara mendapatkan kesempatan
berbicara cukup tenang karena waktu
 yang diberikan antara 20-30
menit, pertanyaan 5-10 menit. Workshop ini
 jelas bermanfaat
menambah wawasan aspek GGRE karbonat. Karbonat
 merupakan
objektif sangat penting karena menyusun sekitar 50 % reservoir

lapangan2 produksi di Indonesia. Bahkan dalam lima tahun terakhir, 54 %
 recoverable reserve lapangan-lapangan baru berasal dari 
reservoir
 karbonat, maka karbonat tak kalah penting dari
reservoir silisiklastik,
 bahkan bisa lebih.
 

  Saya diundang IATMI berkontribusi makalah tentang geologi regional
 karbonat di Indonesia. Di bawah ini adalah abstraknya, semoga
berguna.
 
   Mahasiswa tidak banyak yang hadir. Karena
merasa ada yang kurang kalau
 saya hanya mempresentasikan makalah
saya kepada para profesional di
 workshop, maka pada hari yang
sama saya ke UGM dan mempresentasikan
 materi yang sama di
hadapan para mahasiswa tetapi dalam format
 penyampaian kepada
mahasiswa.  Setelah itu, masih di UGM, saya
 melanjutkan
mempresentasikan makalah rdquo;Sandhyakala ning Jenggala dan

Majapahit : Hipotesis Kebencanaan Geologirdquo; ndash; kali ini jauh
lebih tenang
 tak seperti saat mempresentasikan makalah ini di
PIT IAGI 2007 Bali yang
 mesti berpacu dengan waktu yang
terbatas. Waktu yang terbatas atau
 terburu2 akan menyulitkan
pendengar mencerna materi yang disampaikan.
 Sebagai informasi,
hipotesis ini telah rdquo;ditangkaprdquo; National Geographic

Channel untuk  menjadi tayangan (pengambilan gambar sudah dilalukan) di
 dalam film dokumenter rdquo;LUSIrdquo;.
 
  
Demikian, laporan singkat.
   awang ndash; Grand Mercure ndash;
24/4/2008, 02.15
 
   LAMPIRAN
 
  
Geologic Controls on Carbonate Reservoirs in Indonesia :
  
Regional Overview
 
   Awang Harun Satyana
 
   (BPMIGAS)
 
   Carbonate reservoirs are
characterized by extreme heterogeneity of
 porosity and
permeability. This is related to the complexities of the

original depositional environment and the diagenetic influences that
can
 modify the original textures. Wide variety of environmental
facies and
 diagenetic changes express controls of geologic
factors. Therefore, in
 characterizing carbonate reservoirs, it
is important to evaluate
 geologic controls which influence
carbonate sedimentation and
 diagenesis.
 
  
Being located at warm humid tropical shallow water, in Indonesia

carbonates are geographically and temporally widespread. They occur in
a
 range of ages and depositional settings which were often
affected by
 coeval tectonism, siliciclastic input or volcanism.
The carbonates
 developed in various tectonic settings of
back-arc, intra-arc, fore-arc,
 and foreland basins; island arc;
micro-continents; and continental
 passive margins. They
developed as patch reefs of land-attached platform
 such as
Baturaja buildups in South Sumatra and West Java, fringing reefs

such as Kais buildups on Arar High, the Birdrsquo;s Head of Papua,
barrier
 reefs such as Ujung Pangkah reefs in East Java, and
pinnacle reefs
 overlying offshore isolated platforms such as
reefs of the Cepu High,
 East Java and Arun reefs in North
Sumatra. In each a variety of
 carbonate depositional systems,
the reefs often developed on structural
 highs. Subsidence,
uplift, active faulting, tilting or associated
 
silici/volcaniclastic input strongly affected facies variability,
 stratal/platform 

[iagi-net-l] Re: Poster vs Oral[iagi-net-l] Workshop on Carbonate Complexity IATMI Yogyakarta 22-25 April 2008

2008-04-23 Terurut Topik yanto R.Sumantri



 Mas Ipul 

Saya kira Anda benar bahw waktu diskusi
yang paling leluasa adalah apabila kita melakukan poster  session.


Akan tetapi para calon pemakalah kelihatan-nya lebih senang
untuk melakukan Oral Presentation , Apakah hal ini al disebabkan nliai
kredit - nya yang lebih rendah ?

Si Abah


   bravo, pak awang! terimakasih atas infonya.
 
 1) boleh juga nih kalau diinfokan juga apa saja judul ke-16 makalah
yg
 dipresentasikan tsb. lebih lanjut, apakah bagi yg tidak hadir
pada
 acara tsb, dapat memperoleh makalah lengkapnya (kalau ada),
mungkin
 lewat iatmi ya?
 
 2) tentang format
presentasi secara formal, tentu saja waktunya selalu
 terbatas
atau dibatasi. seharusnya tidak ada istilah terburu-buru,
 karena
si presenter sudah tahu alokasi waktunya dan tentunya dapat

menyesuaikan diri dan memberikan presentasi (oral) secara pas.


 masih mengenai presentasi, apabila ingin memberikan presentasi
dg
 lebih leluasa dan ilmunya dapat saling dicerna, maka
presentasi
 berbentuk poster adalah pilihan yg lebih baik
dibandingkan dg
 presentasi oral. saya bisa panjang-lebar cerita
ini, tetapi pada
 intinya bahwa presentasi poster bukanlah kelas
dua dibandingkan dg
 presentasi oral yg katanya (oleh sebagian
orang) dianggap lebih
 bergengsi.
 
 salam,
 syaiful
 
 On Thu, Apr 24, 2008 at 2:16 AM, Awang
Satyana [EMAIL PROTECTED]
 wrote:

IATMI sedang mengadakan worshop carbonate complexity : 
 characterization, modeling and simulation di Yogyakarta
dari 22-25
 April 2008. Workshop dihadiri sekitar 80 orang
dari berbagai institusi
 pemerintah, oil companies, service
companies, dan perguruan tinggi.

  Workshop
didahului oleh kursus satu hari tentang aspek geologi dan

reservoir engineering karbonat dibawakan oleh Alit Ascaria (Premier
 Oil) dan Doddy Abdassah (ITB).

 
Workshop dibuka pada 23 April 2008 oleh Ketua IATMI Kuswo Wahyono,
 dilanjutkan dengan pidato sambutan oleh John Sinulingga
mewakili
 Pertamina Eksploitasi (panitia workshop adalah
IATMI Komda Cirebon
 ndash;Pertamina), dan pidato/presentasi
kunci dari Handoyo Eko Wahono
 (BPMIGAS) tentang
lapangan-lapangan karbonat yang dikembangkan dalam
 lima
tahun terakhir, Bob Yulian (BPMIGAS) tentang kemajuan eksplorasi
 target karbonat di Indonesia, dan Gatot Kariyoso Wiroyudo
(Shell)
 tentang investasi teknologi Shell dalam mengerjakan
karbonat.

  Makalah teknis yang dipresentasikan
sebanyak 16 makalah. Workshop
 diselingi dengan fieldtrip ke
Gunung Kidul mengunjungi singkapan
 karbonat Wonosari.

  Pembicara mendapatkan kesempatan berbicara cukup
tenang karena waktu
 yang diberikan antara 20-30 menit,
pertanyaan 5-10 menit. Workshop ini
 jelas bermanfaat
menambah wawasan aspek GGRE karbonat. Karbonat
 merupakan
objektif sangat penting karena menyusun sekitar 50 %

reservoir lapangan2 produksi di Indonesia. Bahkan dalam lima tahun
 terakhir, 54 % recoverable reserve lapangan-lapangan baru
berasal dari 
 reservoir karbonat, maka karbonat tak kalah
penting dari reservoir
 silisiklastik, bahkan bisa lebih.

  Saya diundang IATMI berkontribusi makalah
tentang geologi regional
 karbonat di Indonesia. Di bawah ini
adalah abstraknya, semoga berguna.

  Mahasiswa
tidak banyak yang hadir. Karena merasa ada yang kurang kalau

saya hanya mempresentasikan makalah saya kepada para profesional di
 workshop, maka pada hari yang sama saya ke UGM dan
mempresentasikan
 materi yang sama di hadapan para mahasiswa
tetapi dalam format
 penyampaian kepada mahasiswa.  Setelah
itu, masih di UGM, saya
 melanjutkan mempresentasikan makalah
Sandhyakala ning Jenggala dan
 Majapahit : Hipotesis
Kebencanaan Geologi ndash; kali ini jauh lebih tenang

tak seperti saat mempresentasikan makalah ini di PIT IAGI 2007 Bali
 yang mesti berpacu dengan waktu yang terbatas. Waktu yang
terbatas atau
 terburu2 akan menyulitkan pendengar mencerna
materi yang disampaikan.
 Sebagai informasi, hipotesis ini
telah ditangkap National Geographic
 Channel
untuk  menjadi tayangan (pengambilan gambar sudah dilalukan) di
 dalam film dokumenter LUSI.

  Demikian, laporan singkat.
  awang ndash; Grand
Mercure ndash; 24/4/2008, 02.15

  LAMPIRAN

  Geologic Controls on Carbonate Reservoirs in
Indonesia :
  Regional Overview

 
Awang Harun Satyana

  (BPMIGAS)

  Carbonate reservoirs are characterized by
extreme heterogeneity of
 porosity and permeability. This is
related to the complexities of the
 original depositional
environment and the diagenetic influences that
 can modify
the original textures. Wide variety of environmental facies

and diagenetic changes express controls of geologic factors. Therefore,
 in characterizing carbonate reservoirs, it is important to
evaluate
 geologic controls which influence carbonate
sedimentation and
 diagenesis.

 
Being located at warm humid tropical shallow water, in Indonesia
 carbonates are geographically and temporally widespread. They
occur in
 a range of ages and depositional settings which
were often affected by
 coeval tectonism, siliciclastic input
or volcanism. The 

Re: [iagi-net-l] Re: Poster vs Oral[iagi-net-l] Workshop on Carbonate Complexity IATMI Yogyakarta 22-25 April 2008

2008-04-23 Terurut Topik mohammad syaiful
abah,

kalo soal kredit utk makalah yg dipresentasikan oral dan poster, saya
enggak tahu. mungkin teman2 di kampus atau lembaga pemerintahan lebih
mengerti. silakan dibagikan ceritanya..

saya munculkan hal ini, sebab sudah lebih dari 5 tahun, iagi mengikuti
jejak ipa utk menganggap bahwa presentasi poster adalah sama
derajatnya dengan oral. kebetulan saat ini saya diserahi amanah utk
pegang tongkat di kepanitiaan ipa 2008 bagian tpc (technical program
committee). eh, enggak disangka, secara tidak langsung ternyata ada
bule (anggota komisi ini ada sekitar 20 orang dan separuhnya adalah
bule) yg masih 'membedakan' antara poster dan oral. jelasnya, poster
masih dianggap sbg kelas dua.

sudah waktunya kita menganggap, di lingkungan iagi, hagi, perhapi,
iatmi, ipa, dll, bahwa poster adalah sama derajatnya dg oral dan
mempunyai kelebihan masing2. artinya, pada suatu acara formal,
tentunya setiap penulis mesti mengirimkan makalah lengkap utk dua
jenis presentasi tsb.

salam,
syaiful

On Thu, Apr 24, 2008 at 7:36 AM, yanto R.Sumantri [EMAIL PROTECTED] wrote:



  Mas Ipul

 Saya kira Anda benar bahw waktu diskusi
 yang paling leluasa adalah apabila kita melakukan poster  session.


 Akan tetapi para calon pemakalah kelihatan-nya lebih senang
 untuk melakukan Oral Presentation , Apakah hal ini al disebabkan nliai
 kredit - nya yang lebih rendah ?

 Si Abah


bravo, pak awang! terimakasih atas infonya.
 
  1) boleh juga nih kalau diinfokan juga apa saja judul ke-16 makalah
 yg
  dipresentasikan tsb. lebih lanjut, apakah bagi yg tidak hadir
 pada
  acara tsb, dapat memperoleh makalah lengkapnya (kalau ada),
 mungkin
  lewat iatmi ya?
 
  2) tentang format
 presentasi secara formal, tentu saja waktunya selalu
  terbatas
 atau dibatasi. seharusnya tidak ada istilah terburu-buru,
  karena
 si presenter sudah tahu alokasi waktunya dan tentunya dapat
 
 menyesuaikan diri dan memberikan presentasi (oral) secara pas.
 

  masih mengenai presentasi, apabila ingin memberikan presentasi
 dg
  lebih leluasa dan ilmunya dapat saling dicerna, maka
 presentasi
  berbentuk poster adalah pilihan yg lebih baik
 dibandingkan dg
  presentasi oral. saya bisa panjang-lebar cerita
 ini, tetapi pada
  intinya bahwa presentasi poster bukanlah kelas
 dua dibandingkan dg
  presentasi oral yg katanya (oleh sebagian
 orang) dianggap lebih
  bergengsi.
 
  salam,
  syaiful
 
  On Thu, Apr 24, 2008 at 2:16 AM, Awang
 Satyana [EMAIL PROTECTED]
  wrote:
 
 IATMI sedang mengadakan worshop carbonate complexity :
  characterization, modeling and simulation di Yogyakarta
 dari 22-25
  April 2008. Workshop dihadiri sekitar 80 orang
 dari berbagai institusi
  pemerintah, oil companies, service
 companies, dan perguruan tinggi.
 
   Workshop
 didahului oleh kursus satu hari tentang aspek geologi dan
 
 reservoir engineering karbonat dibawakan oleh Alit Ascaria (Premier
  Oil) dan Doddy Abdassah (ITB).
 
 
 Workshop dibuka pada 23 April 2008 oleh Ketua IATMI Kuswo Wahyono,
  dilanjutkan dengan pidato sambutan oleh John Sinulingga
 mewakili
  Pertamina Eksploitasi (panitia workshop adalah
 IATMI Komda Cirebon
  ndash;Pertamina), dan pidato/presentasi
 kunci dari Handoyo Eko Wahono
  (BPMIGAS) tentang
 lapangan-lapangan karbonat yang dikembangkan dalam
  lima
 tahun terakhir, Bob Yulian (BPMIGAS) tentang kemajuan eksplorasi
  target karbonat di Indonesia, dan Gatot Kariyoso Wiroyudo
 (Shell)
  tentang investasi teknologi Shell dalam mengerjakan
 karbonat.
 
   Makalah teknis yang dipresentasikan
 sebanyak 16 makalah. Workshop
  diselingi dengan fieldtrip ke
 Gunung Kidul mengunjungi singkapan
  karbonat Wonosari.
 
   Pembicara mendapatkan kesempatan berbicara cukup
 tenang karena waktu
  yang diberikan antara 20-30 menit,
 pertanyaan 5-10 menit. Workshop ini
  jelas bermanfaat
 menambah wawasan aspek GGRE karbonat. Karbonat
  merupakan
 objektif sangat penting karena menyusun sekitar 50 %
 
 reservoir lapangan2 produksi di Indonesia. Bahkan dalam lima tahun
  terakhir, 54 % recoverable reserve lapangan-lapangan baru
 berasal dari
  reservoir karbonat, maka karbonat tak kalah
 penting dari reservoir
  silisiklastik, bahkan bisa lebih.
 
   Saya diundang IATMI berkontribusi makalah
 tentang geologi regional
  karbonat di Indonesia. Di bawah ini
 adalah abstraknya, semoga berguna.
 
   Mahasiswa
 tidak banyak yang hadir. Karena merasa ada yang kurang kalau
 
 saya hanya mempresentasikan makalah saya kepada para profesional di
  workshop, maka pada hari yang sama saya ke UGM dan
 mempresentasikan
  materi yang sama di hadapan para mahasiswa
 tetapi dalam format
  penyampaian kepada mahasiswa.  Setelah
 itu, masih di UGM, saya
  melanjutkan mempresentasikan makalah
 Sandhyakala ning Jenggala dan
  Majapahit : Hipotesis
 Kebencanaan Geologi ndash; kali ini jauh lebih tenang
 
 tak seperti saat mempresentasikan makalah ini di PIT IAGI 2007 Bali
  yang mesti berpacu dengan waktu yang terbatas. Waktu yang
 terbatas atau
  terburu2 akan menyulitkan pendengar 

Bls: [iagi-net-l] Selamatkan Karst Grobogan dan Pati

2008-04-23 Terurut Topik andi krisyunianto
Pak Sunu widjanarko atau nama lapangannya adalah  mas Badak memangsudah 
berpengalaman dalam speoleologi   beliau adalah angkatan ke 2(kalau gak salah) 
dari club caving ASC (Acintyacunyata Speological Club)yang ber markas besar di 
Gedung kuning,  Yogyakarta. saya sendiripernah bergabung di club ini tahun 93. 
ASC sudah banyak meng-eksplorgua-gua di Indonesia tetapi tidak banyak yang di 
publikasikan karenauntuk kelanggengan dan kealamian gua.
Semoga para pengusaha juga tau akan akibat seperti yang dijelaskan diulasannya 
pak Sunu dan akan lebih baik kalau para pengusaha lebihberfikir untuk mengolah 
tempat2 tersebut sebagai tempat wisata dan ataumemanfaatkan Mata air epikarst 
sebagai mikrohydro untuk pembangkitlistrik pengganti BBM.
mungkin organisasi keilmu bumian kita perlu  membuat program penyuluhan untuk 
hal2  tersebut kepada masyarakat /pengusaha (ataumungkin sudah ada?) 

salam,
aky
- tanggal 1 januari akan di adakan ulang tahun ASC yang ke 25 

- Pesan Asli 
Dari: Sulastama Raharja [EMAIL PROTECTED]
Kepada: iagi-net@iagi.or.id
Terkirim: Rabu, 23 April, 2008 23:51:58
Topik: [iagi-net-l] Selamatkan Karst Grobogan dan Pati

Selamatkan Karst Grobogan dan Pati
 Rabu, 23 April 2008 | 11:57 WIB

*Oleh Sunu widjanarko *

Perbukitan batu gamping di sekitar perbatasan Kabupaten Grobogan dan Pati,
Jawa Tengah, memiliki peran dan nilai yang sangat penting bagi ekosistem di
kedua kabupaten tersebut. Peran dan nilai yang sebenarnya jauh lebih besar
daripada anggapan bahwa nilai perbukitan itu hanya merupakan tumpukan batu
gamping raksasa yang menunggu ditambang, dikeruk, diledakkan, dan dikirim ke
pabrik semen atau pabrik-pabrik lainnya. Pengrusakan kawasan batu gamping
ini akan memengaruhi ekosistem untuk daerah yang jauh lebih luas daripada
perkiraan. Ujung- ujungnya, korban terakhirnya adalah umat manusia karena
alam memiliki mekanisme pertahanan yang sempurna. Jika tekanan terhadap
dirinya makin berat, maka dia akan menyeimbangkan dirinya dengan cara
membuat bencana agar dapat mengurangi populasi manusia. Perbukitan batu
gamping kawasan ini memiliki sifat-sifat kawasan karst.

Yaitu, terdapat bentukan bukit dan lembah yang khas akibat proses-proses
pelarutan, terdapat goa-goa, aliran sungai bawah tanah, dan mata air. Mata
air epikarst, menurut studi Linhua (1996), dikenal mempunyai kelebihan dalam
pertama, kualitas air. Air yang keluar dari mata air epikarst sangat jernih
karena sedimen yang ada sudah terperangkap dalam material isian atau
rekahan. Kedua, debit yang stabil. Mata air yang keluar dari mintakat
epikarst dapat mengalir 2-3 bulan setelah musim hujan, dengan debit relatif
stabil dan ketiga, mudah untuk dikelola. Mata air epikarst umumnya muncul di
kaki-kaki perbukitan sehingga dapat langsung ditampung tanpa harus memompa.
Selain potensi sumber daya air, sebagian goa di kawasan karst Grobogan dan
Pati merupakan tempat tinggal bagi komunitas kelelawar. Kelelawar sangat
berperan dalam mengendalikan populasi serangga yang menjadi hama dan vektor
penyebaran penyakit menular.

Menurut peneliti kelelawar Sigit Wiantoro, kelelawar yang memiliki rata-rata
berat tubuh sekitar 17 gram dan mampu memakan serangga seberat seperempat
dari berat tubuhnya setiap malam, tentunya berperan penting dalam
mengendalikan populasi serangga sehingga tidak terjadi ledakan populasi,
yang berarti menjadi hama. Kita kalkukasi saja, andai ada sekitar 1.000 ekor
kelelawar, tentu dapat memakan serangga hingga 4,25 kilogram. Setiap malam!
Padahal, di dalam goa yang lingkungannya terjaga bisa menampung kehidupan
ribuan hingga jutaan ekor kelelawar. Seperti yang ada di beberapa goa di
Tuban dan Sukabumi. Fungsi kelelawar sebagai pengendali hama mampu mencapai
daerah yang sangat luas karena daya jelajah terbangnya yang tak kurang dari
20 kilometer.

Karena tingginya nilai kelelawar dalam ekosistem, sudah selayaknya habitat
kelelawar ini mendapatkan perhatian yang sangat serius. Jika dilakukan
penambangan batu gamping, maka volume lapisan tanah dan batuan yang menjadi
tempat penyimpanan air tanah (akuifer) pun menjadi berkurang. Secara
langsung, akan mengurangi jumlah dan masa tinggal (residence time) air di
lapisan batuan. Akibatnya, air tidak akan tersedia lagi pada saat sangat
dibutuhkan, yaitu pada musim kemarau. Sedangkan di musim hujan, air akan
dengan cepat mengalir menuju alur sungai permukaan, yang akhirnya menjadi
penyumbang banjir yang belakangan ini sangat merusak di wilayah ini. Selain
itu, penambangan yang menggunakan peledakan dapat merusak struktur dan
sistem penyimpanan air yang sudah didesain dan dibangun secara sempurna oleh
Tuhan Yang Maha Pengatur. Akibat getarannya, di suatu tempat rekahan baru
dapat terbentuk atau melebar, tetapi di tempat lain, kanal air bawah tanah
yang semula dapat tertutup oleh runtuhan.

Akibatnya, air akan mengalir tak beraturan menuju tempat lain, bukan ke mata
air yang selama ini sudah ada. Mengusir kelelawar Akibat lain dari getaran,
suara, dan gas beracun hasil dari 

Re: [iagi-net-l] Re: Poster vs Oral[iagi-net-l] Workshop on Carbonate Complexity IATMI Yogyakarta 22-25 April 2008

2008-04-23 Terurut Topik Eddy Subroto
Abah, Mas Syaiful dan teman lainnya,

Di dunia kenaikan pangkat peneliti/dosen memang ada pembedaan antara oral
dan poster dalam hal angka kreditnya. Untuk makalah ilmiah dalam
prosidings atau disajikan dalam seminar/simposium/pertemuan ilmiah
internasional (oral) maka nilainya 15, sedangkan kalau dalam bentuk poster
nilainya 10. Untuk kaliber nasional kalau oral nilainya 10 dan kalau
poster nilainya 5.

Saya pribadi setuju dengan Anda kalau oral dan poster sudah sepatutnya
disamakan derajatnya, karena (di zaman power point) menyiapkan poster itu
lebih sulit dan lebih mahal daripada menyiapkan presentasi oral. Akan
tetapi secara harfiah memang poster masih dianggap kelas dua
dibandingkan oral, karena yang umum terjadi adalah jika ada makalah yang
tidak diterima di oral maka biasanya diposterkan dan (rasanya) belum ada
makalah yang dikirim untuk poster kemudian diterima sebagai oral.

Wasalam,
EAS

 abah,

 kalo soal kredit utk makalah yg dipresentasikan oral dan poster, saya
 enggak tahu. mungkin teman2 di kampus atau lembaga pemerintahan lebih
 mengerti. silakan dibagikan ceritanya..

 saya munculkan hal ini, sebab sudah lebih dari 5 tahun, iagi mengikuti
 jejak ipa utk menganggap bahwa presentasi poster adalah sama
 derajatnya dengan oral. kebetulan saat ini saya diserahi amanah utk
 pegang tongkat di kepanitiaan ipa 2008 bagian tpc (technical program
 committee). eh, enggak disangka, secara tidak langsung ternyata ada
 bule (anggota komisi ini ada sekitar 20 orang dan separuhnya adalah
 bule) yg masih 'membedakan' antara poster dan oral. jelasnya, poster
 masih dianggap sbg kelas dua.

 sudah waktunya kita menganggap, di lingkungan iagi, hagi, perhapi,
 iatmi, ipa, dll, bahwa poster adalah sama derajatnya dg oral dan
 mempunyai kelebihan masing2. artinya, pada suatu acara formal,
 tentunya setiap penulis mesti mengirimkan makalah lengkap utk dua
 jenis presentasi tsb.

 salam,
 syaiful

 On Thu, Apr 24, 2008 at 7:36 AM, yanto R.Sumantri [EMAIL PROTECTED]
 wrote:



  Mas Ipul

 Saya kira Anda benar bahw waktu diskusi
 yang paling leluasa adalah apabila kita melakukan poster  session.


 Akan tetapi para calon pemakalah kelihatan-nya lebih senang
 untuk melakukan Oral Presentation , Apakah hal ini al disebabkan nliai
 kredit - nya yang lebih rendah ?

 Si Abah




PIT IAGI KE-37 (BANDUNG)
* acara utama: 27-28 Agustus 2008
* penerimaan abstrak: kemarin2 s/d 30 April 2008
* pengumuman penerimaan abstrak: 15 Mei 2008
* batas akhir penerimaan makalah lengkap: 15 Juli 2008
* abstrak / makalah dikirimkan ke:
www.grdc.esdm.go.id/aplod
username: iagi2008
password: masukdanaplod


PEMILU KETUA UMUM IAGI 2008-2011:
* pendaftaran calon ketua: 13 Pebruari - 6 Juni 2008
* penghitungan suara: waktu PIT IAGI Ke-37 di Bandung
AYO, CALONKAN DIRI ANDA SEKARANG JUGA!!!

-
To unsubscribe, send email to: iagi-net-unsubscribe[at]iagi.or.id
To subscribe, send email to: iagi-net-subscribe[at]iagi.or.id
Visit IAGI Website: http://iagi.or.id
Pembayaran iuran anggota ditujukan ke:
Bank Mandiri Cab. Wisma Alia Jakarta
No. Rek: 123 0085005314
Atas nama: Ikatan Ahli Geologi Indonesia (IAGI)
Bank BCA KCP. Manara Mulia
No. Rekening: 255-1088580
A/n: Shinta Damayanti
IAGI-net Archive 1: http://www.mail-archive.com/iagi-net%40iagi.or.id/
IAGI-net Archive 2: http://groups.yahoo.com/group/iagi
-
DISCLAIMER: IAGI disclaims all warranties with regard to information posted on 
its mailing lists, whether posted by IAGI or others. In no event shall IAGI and 
its members be liable for any, including but not limited to direct or indirect 
damages, or damages of any kind whatsoever, resulting from loss of use, data or 
profits, arising out of or in connection with the use of any information posted 
on IAGI mailing list.
-



Re: [iagi-net-l] Workshop on Carbonate Complexity IATMI Yogyakarta 22-25 April 2008

2008-04-23 Terurut Topik Awang Satyana
Pak Syaiful, 
   
  Berikut daftar acara lengkap workshop carbonate complexity IATMI diurutkan 
dari hari pertama – hari ke-4.
   
  Tidak ada makalah lengkap. Abstrak dari semua pembicara bisa saya kirimkan ke 
ja-pri. Bisa dilihat bahwa workshop ini meliputi A to Z karbonat.
   
  salam,
  awang
   
  Pre-workshop course
   

   Introduction to carbonate rocks and sedimentology (Alit Ascaria -Premier 
Oil)  
   From laboratory to optimum reservoir simulation for naturally fractured 
carbonate reservoir – (Doddy Abdassah-ITB)
   
  Keynote speech/presentation
   

   Uncertainties in carbonate reservoir in Indonesia (Handoyo Wahono-BPMIGAS)  
   Exploration in carbonate life (Bob Yulian-BPMIGAS)  
   Increasing reserves and hydrocarbons production out of carbonate rocks : 
challenges and opportunities in Indonesia (Gatot Wiroyudo-Shell)
   
  Technical presentation
   

   Geologic controls on carbonate reservoirs in Indonesia : regional overview 
(Awang Satyana-BPMIGAS)  
   Carbonate seismology (Ardiansyah-Pertamina)  
   To perforate or not perforate (Robert Park-Kodeco)  
   Borehole images : an alternative method for carbonate characterization 
(Richard Netherwood-Schlumberger)  
   Fracture characterization and modeling with automated seismic volume 
interpretation : example from SE Asia (Georg Warrlich-Shell)  
   Carbonate reservoir : challenges in facies modeling and fracture 
characterization (Subrata Chakraborty-Schlumberger)  
   Carbonate facies analyses and reservoir characterization, early Miocene 
Baturaja formation; Bernai structure, South Sumatra Basin (Alit Ascaria-Premier 
Oil)  
   4D (time-lapse) microgravity survey for monitoring HC reservoir,case study 
:carbonate reservoir of Baturaja formation (Wawan Gunawan-ITB)  
   So similar and yet so different : comparing and contrasting the controlling 
factors for reservoir development of two SE Asia Tertiary carbonate build-ups 
(Georg Warrlich-Shell)  
   Innovation in petropysical techniques for carbonate characterization (Udit 
Kumar-Schlumberger)  
   The practical technique and its complexity of static modeling in 
autochtonous and allochtonous carbonates, a case study in Thamama (United Arab 
Emirate) and Baturaja reservoir (Indonesia) (Abdul Latif-Roxar)  
   carbonate petrophysics from borehole image logs (Richard 
Netherwood-Schlumberger)  
   Formation log analysis : formation factor adjustment to accommodate porosity 
types in carbonate reservoir, case study (Argha Satya-JOB Pertamina-PetroChina 
Salawati)  
   Integrated reservoir characterization in thin oil column carbonate reservoir 
for depletion plan scenario (Dwi Febrianto-Medco)  
   Technical aspect to develop carbonate fractured reservoir (Galih 
Agusetiawan-BPMIGAS)  
   A study of porosity and carbonate facies in Prupuh formation, 
Lamongan-Gresik, East Java (Premonowati-UPN Yogyakarta) –alternate 
   
  Field Trip (karbonate Formasi Wonosari) 
   
  Karang Duwet, Paliyan,Gunung Kidul – field guide : Wartono Rahardjo (UGM)
  - Kamis 24/4/2008 –setengah hari 


mohammad syaiful [EMAIL PROTECTED] wrote:  bravo, pak awang! terimakasih atas 
infonya.

1) boleh juga nih kalau diinfokan juga apa saja judul ke-16 makalah yg
dipresentasikan tsb. lebih lanjut, apakah bagi yg tidak hadir pada
acara tsb, dapat memperoleh makalah lengkapnya (kalau ada), mungkin
lewat iatmi ya?

2) tentang format presentasi secara formal, tentu saja waktunya selalu
terbatas atau dibatasi. seharusnya tidak ada istilah terburu-buru,
karena si presenter sudah tahu alokasi waktunya dan tentunya dapat
menyesuaikan diri dan memberikan presentasi (oral) secara pas.

masih mengenai presentasi, apabila ingin memberikan presentasi dg
lebih leluasa dan ilmunya dapat saling dicerna, maka presentasi
berbentuk poster adalah pilihan yg lebih baik dibandingkan dg
presentasi oral. saya bisa panjang-lebar cerita ini, tetapi pada
intinya bahwa presentasi poster bukanlah kelas dua dibandingkan dg
presentasi oral yg katanya (oleh sebagian orang) dianggap lebih
bergengsi.

salam,
syaiful

On Thu, Apr 24, 2008 at 2:16 AM, Awang Satyana wrote:
 IATMI sedang mengadakan worshop carbonate complexity : characterization, 
 modeling and simulation di Yogyakarta dari 22-25 April 2008. Workshop 
 dihadiri sekitar 80 orang dari berbagai institusi pemerintah, oil companies, 
 service companies, dan perguruan tinggi.

 Workshop didahului oleh kursus satu hari tentang aspek geologi dan reservoir 
 engineering karbonat dibawakan oleh Alit Ascaria (Premier Oil) dan Doddy 
 Abdassah (ITB).

 Workshop dibuka pada 23 April 2008 oleh Ketua IATMI Kuswo Wahyono, 
 dilanjutkan dengan pidato sambutan oleh John Sinulingga mewakili Pertamina 
 Eksploitasi (panitia workshop adalah IATMI Komda Cirebon –Pertamina), dan 
 pidato/presentasi kunci dari Handoyo Eko Wahono (BPMIGAS) tentang 
 lapangan-lapangan karbonat yang dikembangkan dalam lima tahun terakhir, Bob 
 Yulian (BPMIGAS) tentang kemajuan eksplorasi target karbonat di 

Re: [iagi-net-l] Re: Poster vs Oral[iagi-net-l] Workshop on Carbonate Complexity IATMI Yogyakarta 22-25 April 2008

2008-04-23 Terurut Topik yanto R.Sumantri



MasEddy , Kang Ipul

Mari kita mulai menghapuskan
diskriminasi oral  dan poster 
Kalau poster
presentation  harus  masuk dlm prosiding , tentunya ini
mudah .
Masukan saja abstract dr poster session - nya dalam prosiding
, dan dengan memasukan abstrak dalam prosiding  akan menguntungkan
para pembaca atau yang berkepentingan dengan materi makalah .
Kalau
pembaca rosiding  mau informasi yamg lebih detil , kan bisa
melanjutkan diskusi dg poster presenter-nya.

Nah just do
it.

Si Abah




 Abah, Mas Syaiful dan teman lainnya,
 
 Di dunia kenaikan pangkat peneliti/dosen memang ada pembedaan
antara oral
 dan poster dalam hal angka kreditnya. Untuk makalah
ilmiah dalam
 prosidings atau disajikan dalam
seminar/simposium/pertemuan ilmiah
 internasional (oral) maka
nilainya 15, sedangkan kalau dalam bentuk poster
 nilainya 10.
Untuk kaliber nasional kalau oral nilainya 10 dan kalau
 poster
nilainya 5.
 
 Saya pribadi setuju dengan Anda kalau
oral dan poster sudah sepatutnya
 disamakan derajatnya, karena
(di zaman power point) menyiapkan poster itu
 lebih sulit dan
lebih mahal daripada menyiapkan presentasi oral. Akan
 tetapi
secara harfiah memang poster masih dianggap kelas dua
 dibandingkan oral, karena yang umum terjadi adalah jika ada makalah
yang
 tidak diterima di oral maka biasanya diposterkan dan
(rasanya) belum ada
 makalah yang dikirim untuk poster kemudian
diterima sebagai oral.
 
 Wasalam,
 EAS
 
 abah,

 kalo soal kredit
utk makalah yg dipresentasikan oral dan poster, saya
 enggak
tahu. mungkin teman2 di kampus atau lembaga pemerintahan lebih
 mengerti. silakan dibagikan ceritanya..

 saya munculkan hal ini, sebab sudah lebih dari 5 tahun, iagi
mengikuti
 jejak ipa utk menganggap bahwa presentasi poster
adalah sama
 derajatnya dengan oral. kebetulan saat ini saya
diserahi amanah utk
 pegang tongkat di kepanitiaan ipa 2008
bagian tpc (technical program
 committee). eh, enggak
disangka, secara tidak langsung ternyata ada
 bule (anggota
komisi ini ada sekitar 20 orang dan separuhnya adalah
 bule)
yg masih 'membedakan' antara poster dan oral. jelasnya, poster
 masih dianggap sbg kelas dua.

 sudah
waktunya kita menganggap, di lingkungan iagi, hagi, perhapi,

iatmi, ipa, dll, bahwa poster adalah sama derajatnya dg oral dan
 mempunyai kelebihan masing2. artinya, pada suatu acara
formal,
 tentunya setiap penulis mesti mengirimkan makalah
lengkap utk dua
 jenis presentasi tsb.

 salam,
 syaiful

 On
Thu, Apr 24, 2008 at 7:36 AM, yanto R.Sumantri
[EMAIL PROTECTED]
 wrote:



  Mas Ipul

 Saya kira Anda benar bahw waktu
diskusi
 yang paling leluasa adalah apabila kita
melakukan poster  session.


 Akan tetapi para calon pemakalah kelihatan-nya lebih
senang
 untuk melakukan Oral Presentation , Apakah hal
ini al disebabkan nliai
 kredit - nya yang lebih rendah
?

 Si Abah
 
 
 


 PIT IAGI KE-37 (BANDUNG)
 * acara utama: 27-28 Agustus
2008
 * penerimaan abstrak: kemarin2 s/d 30 April 2008

* pengumuman penerimaan abstrak: 15 Mei 2008
 * batas akhir
penerimaan makalah lengkap: 15 Juli 2008
 * abstrak / makalah
dikirimkan ke:
 www.grdc.esdm.go.id/aplod
 username:
iagi2008
 password: masukdanaplod
 


 PEMILU KETUA UMUM IAGI 2008-2011:
 * pendaftaran calon
ketua: 13 Pebruari - 6 Juni 2008
 * penghitungan suara: waktu PIT
IAGI Ke-37 di Bandung
 AYO, CALONKAN DIRI ANDA SEKARANG
JUGA!!!
 

-
 To unsubscribe, send email to:
iagi-net-unsubscribe[at]iagi.or.id
 To subscribe, send email to:
iagi-net-subscribe[at]iagi.or.id
 Visit IAGI Website:
http://iagi.or.id
 Pembayaran iuran anggota ditujukan ke:
 Bank Mandiri Cab. Wisma Alia Jakarta
 No. Rek: 123
0085005314
 Atas nama: Ikatan Ahli Geologi Indonesia (IAGI)
 Bank BCA KCP. Manara Mulia
 No. Rekening: 255-1088580
 A/n: Shinta Damayanti
 IAGI-net Archive 1:
http://www.mail-archive.com/iagi-net%40iagi.or.id/
 IAGI-net
Archive 2: http://groups.yahoo.com/group/iagi

-
 DISCLAIMER: IAGI disclaims all warranties with regard to
information
 posted on its mailing lists, whether posted by IAGI
or others. In no event
 shall IAGI and its members be liable for
any, including but not limited to
 direct or indirect damages, or
damages of any kind whatsoever, resulting
 from loss of use, data
or profits, arising out of or in connection with
 the use of any
information posted on IAGI mailing list.

-
 
 


-- 
___
Nganyerikeun hate
batur hirupna mo bisa campur, ngangeunahkeun hate jalma hirupna pada
ngupama , Elmu tungtut dunya siar Ibadah kudu lakonan.