[iagi-net-l] Belajar dari letusan Shinmoedake (26 Jan 2011)

2011-02-09 Terurut Topik Irwan Meilano
Letusan Gunung Shinmoedake terjadi pada sore hari tanggal 26 Jan 2011
menghasilkan kolom letusan setinggi 1500-2000 meter.
Letusan ini yang terbesar sejak tahun 1717 dan mengakibatkan lebih
dari 1000 penduduk di Kota Takaharu-Miyazaki yang berjarak 10 km
dari letusan harus dievakuasi meninggalkan rumah.

Seperti kebanyakan letusan gunungapi pada umumnya, waktu dan skala
letusan ini tidak terprediksi sebelumnya.

Terdapat beberapa fakta paradok yang bisa kita ambil manfaatnya:

1. Tokyo University telah memiliki stasiun pengamatan gunung Kirishima
sejak tahun 1963 tetap terpaksa harus ditutup setahun sebelum letusan
karena kekurangan dana dan peneliti.
Ternyata masalah prioritas pendanaan terjadi juga di Jepang.

2. Jaringan pengamatan GPS kontinu Jepang (GEONET) telah mendeteksi
adanya inflasi di sekitar Kirishima sejak tahun lalu, tetapi pengamatan
yang detail tidak pernah dilakukan oleh instansi dan lembaga penelitian
terkait sampai terjadi letusan pada Januari lalu.
Sehingga dalam editorialnya Koran The Yomiuri Shimbun, Feb. 2, 2011
menuliskan dalam editorialnya seolah memprotes bahwa :
Pemerintah harus lebih memperhatikan pengamatan aktifitas Gunung Api.

3. Kabar baiknya,  tidak ada korban jiwa dalam letusan besar tersebut.
Kesediaan untuk melakukan investasi dalam mitagasi struktural dan
non-struktural, terbukti menyelamatkan banyak jiwa.
Seperti kekonsistenan dalam menerapkan area zona bahaya yang bebas
dari permukiman, menjadi senjata yang handal dalam mengurangi
dampak letusan yang tidak terprediksi sebelumnya.

Pernyataan trivial yang selalu menjadi dilema yaitu:
Gunungapi mana yang harus mendapat prioritas untuk diamati?
Tentu saja beberapa gunungapi yang memiliki sejarah letusan yang
pendek harus mendapat prioritas, seperti Merapi.

Tetapi bagaimana dengan gunungapi yang memiliki sejarah letusan yang
panjang sehingga sulit dimasukan dalam kategori A, seperti Sinabung?

Jawabannya: mungkin kita akan mendapat keberuntungan yang sama
seperti yang dialami Jepang, tidak ada korban dalam letusan Gunungapi
Shinmoedake-Kirishima yaitu dengan secara konsiten menerapkan tata
ruang yang memperhatikan zona bahaya letusan.

irwan meilano






-- 
Irwan Meilano, Dr.sc
Lecturer
Geodesy Research Group
Faculty of Earth Science and Technology
Institut Teknologi Bandung (ITB)
Ganesa 10, Bandung 40132,Indonesia
irw...@gd.itb.ac.id
irwan.meil...@gmail.com


PP-IAGI 2008-2011:
ketua umum: LAMBOK HUTASOIT, lam...@gc.itb.ac.id
sekjen: MOHAMMAD SYAIFUL, mohammadsyai...@gmail.com
* 2 sekretariat (Jkt  Bdg), 5 departemen, banyak biro...

Ayo siapkan diri!
Hadirilah Joint Convention Makassar (JCM), HAGI-IAGI, Sulawesi, 26-29
September 2011
-
To unsubscribe, send email to: iagi-net-unsubscribe[at]iagi.or.id
To subscribe, send email to: iagi-net-subscribe[at]iagi.or.id
Visit IAGI Website: http://iagi.or.id
Pembayaran iuran anggota ditujukan ke:
Bank Mandiri Cab. Wisma Alia Jakarta
No. Rek: 123 0085005314
Atas nama: Ikatan Ahli Geologi Indonesia (IAGI)
Bank BCA KCP. Manara Mulia
No. Rekening: 255-1088580
A/n: Shinta Damayanti
IAGI-net Archive 1: http://www.mail-archive.com/iagi-net%40iagi.or.id/
IAGI-net Archive 2: http://groups.yahoo.com/group/iagi
-
DISCLAIMER: IAGI disclaims all warranties with regard to information posted on 
its mailing lists, whether posted by IAGI or others. In no event shall IAGI or 
its members be liable for any, including but not limited to direct or indirect 
damages, or damages of any kind whatsoever, resulting from loss of use, data or 
profits, arising out of or in connection with the use of any information posted 
on IAGI mailing list.
-



Re: [iagi-net-l] Belajar dari letusan Shinmoedake (26 Jan 2011)

2011-02-09 Terurut Topik Fajar Lubis
Nice posting .. Mas Irwan, terimakasih telah mau berbagi (sekaligus minta ijin 
untuk memposting ulang ya)

Seperti juga letusan di Pulau Kyushu ini, letusan di Sinabung juga tidak 
memakan korban jiwa...
Memang tata ruang menjadi kunci utama, sambil kita menunggu teknologi yang 
lebih akurat untuk memprediksi letusan gunungapi..


Salam,
Fajar (2441)



Rachmat FAJAR Lubis, Dr.Sc

Research Center for Geotechnology

Indonesian Institute of Sciences (LIPI)

Jl. Cisitu Sangkuriang

Bandung 40135

Indonesia

==

--- Kaping Salasa, 2/10/11, Irwan Meilano irwan.meil...@gmail.com parantos 
nyerat:
Letusan Gunung Shinmoedake terjadi pada sore hari tanggal 26 Jan 2011
menghasilkan kolom letusan setinggi 1500-2000 meter.
Letusan ini yang terbesar sejak tahun 1717 dan mengakibatkan lebih
dari 1000 penduduk di Kota Takaharu-Miyazaki yang berjarak 10 km
dari letusan harus dievakuasi meninggalkan rumah.

Seperti kebanyakan letusan gunungapi pada umumnya, waktu dan skala
letusan ini tidak terprediksi sebelumnya.

Terdapat beberapa fakta paradok yang bisa kita ambil manfaatnya:

1. Tokyo University telah memiliki stasiun pengamatan gunung Kirishima
sejak tahun 1963 tetap terpaksa harus ditutup setahun sebelum letusan
karena kekurangan dana dan peneliti.
Ternyata masalah prioritas pendanaan terjadi juga di Jepang.

2. Jaringan pengamatan GPS kontinu Jepang (GEONET) telah mendeteksi
adanya inflasi di sekitar Kirishima sejak tahun lalu, tetapi pengamatan
yang detail tidak pernah dilakukan oleh instansi dan lembaga penelitian
terkait sampai terjadi letusan pada Januari lalu.
Sehingga dalam editorialnya Koran The Yomiuri Shimbun, Feb. 2, 2011
menuliskan dalam editorialnya seolah memprotes bahwa :
Pemerintah harus lebih memperhatikan pengamatan aktifitas Gunung Api.

3. Kabar baiknya,  tidak ada korban jiwa dalam letusan besar tersebut.
Kesediaan untuk melakukan investasi dalam mitagasi struktural dan
non-struktural, terbukti menyelamatkan banyak jiwa.
Seperti kekonsistenan dalam menerapkan area zona bahaya yang bebas
dari permukiman, menjadi senjata yang handal dalam mengurangi
dampak letusan yang tidak terprediksi sebelumnya.

Pernyataan trivial yang selalu menjadi dilema yaitu:
Gunungapi mana yang harus mendapat prioritas untuk diamati?
Tentu saja beberapa gunungapi yang memiliki sejarah letusan yang
pendek harus mendapat prioritas, seperti Merapi.

Tetapi bagaimana dengan gunungapi yang memiliki sejarah letusan yang
panjang sehingga sulit dimasukan dalam kategori A, seperti Sinabung?

Jawabannya: mungkin kita akan mendapat keberuntungan yang sama
seperti yang dialami Jepang, tidak ada korban dalam letusan Gunungapi
Shinmoedake-Kirishima yaitu dengan secara konsiten menerapkan tata
ruang yang memperhatikan zona bahaya letusan.

irwan meilano







  

Re: [iagi-net-l] Belajar dari letusan Shinmoedake (26 Jan 2011)

2011-02-09 Terurut Topik Irwan Meilano
Nuhun dan you' re welcome pak Fajar.

Terdengar klasik memang ya pak, bahwa tata ruang yang baik walaupun mungkin
merupakan investasi yang mahal di awal, tetapi justru bisa mengurangi
cost
apabila terjadi bencana nantinya.

Karena walaupun teknologi prediksi erupsi sudah lebih baik saat ini
tapi memilih mana yang harus menjadi prioritas untuk diamati tidaklah mudah.

salam,
irwan


2011/2/10 Fajar Lubis fajardich...@yahoo.com

 Nice posting .. Mas Irwan, terimakasih telah mau berbagi (sekaligus minta
 ijin untuk memposting ulang ya)

 Seperti juga letusan di Pulau Kyushu ini, letusan di Sinabung juga tidak
 memakan korban jiwa...
 Memang tata ruang menjadi kunci utama, sambil kita menunggu teknologi yang
 lebih akurat untuk memprediksi letusan gunungapi..


 Salam,
 Fajar (2441)

 
 Rachmat FAJAR Lubis, Dr.Sc
 Research Center for Geotechnology
 Indonesian Institute of Sciences (LIPI)
 Jl. Cisitu Sangkuriang
 Bandung 40135
 Indonesia
 ==

 --- Kaping *Salasa, 2/10/11, Irwan Meilano irwan.meil...@gmail.com*parantos 
 nyerat:

 Letusan Gunung Shinmoedake terjadi pada sore hari tanggal 26 Jan 2011
 menghasilkan kolom letusan setinggi 1500-2000 meter.
 Letusan ini yang terbesar sejak tahun 1717 dan mengakibatkan lebih
 dari 1000 penduduk di Kota Takaharu-Miyazaki yang berjarak 10 km
 dari letusan harus dievakuasi meninggalkan rumah.

 Seperti kebanyakan letusan gunungapi pada umumnya, waktu dan skala
 letusan ini tidak terprediksi sebelumnya.

 Terdapat beberapa fakta paradok yang bisa kita ambil manfaatnya:

 1. Tokyo University telah memiliki stasiun pengamatan gunung Kirishima
 sejak tahun 1963 tetap terpaksa harus ditutup setahun sebelum letusan
 karena kekurangan dana dan peneliti.
 Ternyata masalah prioritas pendanaan terjadi juga di Jepang.

 2. Jaringan pengamatan GPS kontinu Jepang (GEONET) telah mendeteksi
 adanya inflasi di sekitar Kirishima sejak tahun lalu, tetapi pengamatan
 yang detail tidak pernah dilakukan oleh instansi dan lembaga penelitian
 terkait sampai terjadi letusan pada Januari lalu.
 Sehingga dalam editorialnya Koran The Yomiuri Shimbun, Feb. 2, 2011
 menuliskan dalam editorialnya seolah memprotes bahwa :
 Pemerintah harus lebih memperhatikan pengamatan aktifitas Gunung Api.

 3. Kabar baiknya,  tidak ada korban jiwa dalam letusan besar tersebut.
 Kesediaan untuk melakukan investasi dalam mitagasi struktural dan
 non-struktural, terbukti menyelamatkan banyak jiwa.
 Seperti kekonsistenan dalam menerapkan area zona bahaya yang bebas
 dari permukiman, menjadi senjata yang handal dalam mengurangi
 dampak letusan yang tidak terprediksi sebelumnya.

 Pernyataan trivial yang selalu menjadi dilema yaitu:
 Gunungapi mana yang harus mendapat prioritas untuk diamati?
 Tentu saja beberapa gunungapi yang memiliki sejarah letusan yang
 pendek harus mendapat prioritas, seperti Merapi.

 Tetapi bagaimana dengan gunungapi yang memiliki sejarah letusan yang
 panjang sehingga sulit dimasukan dalam kategori A, seperti Sinabung?

 Jawabannya: mungkin kita akan mendapat keberuntungan yang sama
 seperti yang dialami Jepang, tidak ada korban dalam letusan Gunungapi
 Shinmoedake-Kirishima yaitu dengan secara konsiten menerapkan tata
 ruang yang memperhatikan zona bahaya letusan.

 irwan meilano








-- 
Irwan Meilano, Dr.sc
Lecturer
Geodesy Research Group
Faculty of Earth Science and Technology
Institut Teknologi Bandung (ITB)
Ganesa 10, Bandung 40132,Indonesia
irw...@gd.itb.ac.id
irwan.meil...@gmail.com