RE: [iagi-net-l] Dosa Berjamaahnya IAGI

2005-10-20 Terurut Topik Bambang P. Istadi
Saya cukup tergelitik juga berkomentar topic yang cukup provokatif ini,
seakan kita semua ikut berdosa terhadap kondisi saat ini,.. apa iyaa
kita berdosa dan tidak berbuat apa2 dan  punya kontribusi terhadap
naiknya harga BBM ?

Bukan mencoba untuk defensive tapi saya malah berfikir sebaiknya, ini
suatu keputusan tidak poluler, berani tapi musti diambil.  Kalau kita
lihat tren konsumsi, jelas ada peningkatan yang cukup pesat, apalagi
setelah tahun 1998, padahal kita mengalami krismon dan banyak pabrik2
yang tutup, jadi kemana larinya BBM? Disinyalir banyaknya penyelundupan
dan pengoplosan karena disparitas harga yang begitu tinggi dengan
negara2 tetangga dan diantara jenis BBM itu sendiri sehingga bayak
oknum yang tergiur untuk bermain.  Banyak rekan yang berargumen, itu
urusan polisi untuk mencegah dan penangkap penjahat dan rakyat patut
disubsidi.  Saya pikir kalau kita pusing justru cari dan obati sumber
penyakitnya, bukan efek dari penyakit. Disisi lain berbagai energi
alternatif tidak akan berkembang jika energi dari minyak masih murah,
apalagi disubsidi,.. seharusnya energi alternatif yang musti disubsidi,
karena tidak bakal kompetitif dengan BBM yang disubsidi karena economic
of scale-nya masih sangat kecil.

IAGI berdiam diri? Saya malah melihat pemerintah dalam state of denial,
tidak mengakui atau menutupi bahwa kita belum menjadi net importir
minyak, padahal issue ini sudah berkembang dimasyarakat sudah lama.
Dibeberapa kesempatan IAGI meperlihatkan data/slides bahwa setelah
dipotong cost recovery dan porsi KPS, produksi minyak bagian pemerintah
sudah kecil, sehingga kita sudah jadi net importer sudah lama.

Dari sisi supply, kalau kita mau berexplorasi, akan makan waktu lama
dari block offer, explorasi, discovery, POD sampai ke produksi.  Selain
itu dibeberapa kesempatan IAGI juga memperlihatkan bahwa jumlah basin
yang berproduksi itu2 saja, tidak bertambah, dan tergolong mature,
success rate tidak tinggi (kecuali beberapa basin), mean field size
distribution tidak terlalu besar, sehingga risk reward tidak terlalu
menarik bagi investor besar, apalagi fiscal regime kita termaksud yang
kurang menguntungkan.  Jadi investor banyak yang berpaling ke West
Africa, Rusia dan South America dengan potensi penemuan
cadangan/resources yang jauh lebih besar. Penambahan resources dan
reserves replacement penting bagi perusahaan2 public yang sudah listed
di bursa2 dunia.  Justru sebaliknya kita musti berkaca diri, apa yang
bisa kita offer? Kalau memang kita menggantungkan diri pada investor
asing?  Kalau investor lokal, kita tahu kebanyakan hanya broker.  

Salah satu cara untuk menambah produksi adalah dengan mempercepat
produksi dari lapangan2 marginal, tapi meskipun ada insentif, tapi
kayaknya gaungnya belum terdengar,...  Apa ini semua bergantung pada
IAGI ??

Salam,
Bambang Istadi


-Original Message-
From: [EMAIL PROTECTED] [mailto:[EMAIL PROTECTED] 
Sent: Thursday, October 20, 2005 4:17 PM
To: iagi-net@iagi.or.id
Cc: [EMAIL PROTECTED]
Subject: Re: [iagi-net-l] Dosa Berjamaahnya IAGI

Setuju usulan Pak Mino, tapi tunggu dulu.
Esplorasi dan segala tetek bengeknya itu kan butuh uang buaanyak, dari
mana? Pemerintah pasti sudah gak punya uang sampai tega menjual mahal
BBM
ke rakyatnya sendiri, investor mikir-mikir kondisi hukum di Indonesia
yang
penuh mafia dan tidak jelas juntrungnya, semua lapisan korup semua, plus
adanya kondisi keamanan dengan teror bom segala, jadi..?

Salam,
Yatno


 Ya, kembali kalau kebutuhan naik suplai harus lebih banyak...telepas
 dari berbagai operasi pendistribusian yang kacau..

 Jelasnya penambahan reserve tidak ada..eksplorasi macet..prospect/lead
 banyak tapi pemboran eksplorasi tidak banyak...ya buntut-2nya
 kekurangan.IAGI jelas bisa dan harus berkontribusi terutama dalam
 masalah reserve certifikasi dan eksplorasi secara umum. Kita semua
 (IAGI) harus bisa menjawab pertanyaan dibawah ini sehingga bisa bantu
 pemerintah...

 Berapa candagan minyak kita sebenarnya?
 Apakah kita masih akan mendapatkan/menemukan cadangan baru yg
 signifikan? Apakah kita sudah mengeksplorasi semua potensi basin kita?
 .mungkin masih banyak lagi .

 Ini seharusnya peran utama IAGI saya kira...

 Salam,

 Ben Sapiie

 Gara-gara pertanyaan meditatif dari Abah, 2 minggu lalu saya bertanya
 kepada
 seorang ekonom ttg apa sebabnya harga BBM di republik ini naik.
Minggu
 lalu
 saya masih meneruskan memikirkan pertanyaan tsb, sekali ini melalui
 diskusi
 dengan seorang pengusaha Pakistan yang saya jumpai di kereta Argo
 sepulang dari kuliah di Bdg.

 Sang ekonom bilang:

 1. Dari sisi kebutuhan, jumlah penduduk kita naik, sehingga kebutuhan
 energy
 (termasuk bbm) naik.
 2. Kita mengusahakan industri semakin maju, maka kebutuhan energy
 (termasuk
 bbm) melonjak lebih lagi.
 3. Kedua hal kebutuhan diatas adalah terukur dan dapat di prediksi.
 Jadi mestinya tingkat kebutuhan tinggi tsb sudah dapat diantisipasi.
 4. Tapi nyatanya tidak ada peningkatan supply yang menonjol dalam 5

RE: [iagi-net-l] Dosa Berjamaahnya IAGI

2005-10-20 Terurut Topik Deni Rahayu
saya setuju dengan pendapat mas bambang. Perkembangan
investasi orang lokal(pemain baru) tidak berkembang
dengan baik dikarenakan adanya suatu kultur ketakutan
yang dihembuskan oleh para regulator terkait, bahwa
Oil and Gas itu High Risk,cost and tech(mana ada
untuk dapat hiu, umpannya pake cacing), dan itu
sering menjadi semacam pembuka bagi
pembicaraan2,rapat2,seminar2 dan lain sebagainya,
sehingga pemain lokal dan BUMD yang notabene dapat
membantu juga dalam mengelola lapangan-lapangan yang
dianggap kurang ekonomis oleh Organisasi besar,tapi
dapat Ekonomis oleh organisasi kecil, kurang didukung
dgn baik oleh Pembuat Keputusan Negeri IniDalam
hal ini saya melihat IAGI baik secara organisasi
maupun individu Ketum sudah memberikan masukan dengan
optimal kepada REGULATOR MIGAS, walaupun hasilnya
belum maksimal, krn tetap harus dibukakan pikiran
temen2 pembuat keputusan negeri ini seperti apa sich
Eksplorasi Berkelanjutan itu, apakah mesti
diajari..he...he...he 

ODEN

--- Bambang P. Istadi
[EMAIL PROTECTED] wrote:

 Saya cukup tergelitik juga berkomentar topic yang
 cukup provokatif ini,
 seakan kita semua ikut berdosa terhadap kondisi saat
 ini,.. apa iyaa
 kita berdosa dan tidak berbuat apa2 dan  punya
 kontribusi terhadap
 naiknya harga BBM ?
 
 Bukan mencoba untuk defensive tapi saya malah
 berfikir sebaiknya, ini
 suatu keputusan tidak poluler, berani tapi musti
 diambil.  Kalau kita
 lihat tren konsumsi, jelas ada peningkatan yang
 cukup pesat, apalagi
 setelah tahun 1998, padahal kita mengalami krismon
 dan banyak pabrik2
 yang tutup, jadi kemana larinya BBM? Disinyalir
 banyaknya penyelundupan
 dan pengoplosan karena disparitas harga yang begitu
 tinggi dengan
 negara2 tetangga dan diantara jenis BBM itu sendiri
 sehingga bayak
 oknum yang tergiur untuk bermain.  Banyak rekan
 yang berargumen, itu
 urusan polisi untuk mencegah dan penangkap penjahat
 dan rakyat patut
 disubsidi.  Saya pikir kalau kita pusing justru cari
 dan obati sumber
 penyakitnya, bukan efek dari penyakit. Disisi lain
 berbagai energi
 alternatif tidak akan berkembang jika energi dari
 minyak masih murah,
 apalagi disubsidi,.. seharusnya energi alternatif
 yang musti disubsidi,
 karena tidak bakal kompetitif dengan BBM yang
 disubsidi karena economic
 of scale-nya masih sangat kecil.
 
 IAGI berdiam diri? Saya malah melihat pemerintah
 dalam state of denial,
 tidak mengakui atau menutupi bahwa kita belum
 menjadi net importir
 minyak, padahal issue ini sudah berkembang
 dimasyarakat sudah lama.
 Dibeberapa kesempatan IAGI meperlihatkan data/slides
 bahwa setelah
 dipotong cost recovery dan porsi KPS, produksi
 minyak bagian pemerintah
 sudah kecil, sehingga kita sudah jadi net importer
 sudah lama.
 
 Dari sisi supply, kalau kita mau berexplorasi, akan
 makan waktu lama
 dari block offer, explorasi, discovery, POD sampai
 ke produksi.  Selain
 itu dibeberapa kesempatan IAGI juga memperlihatkan
 bahwa jumlah basin
 yang berproduksi itu2 saja, tidak bertambah, dan
 tergolong mature,
 success rate tidak tinggi (kecuali beberapa basin),
 mean field size
 distribution tidak terlalu besar, sehingga risk
 reward tidak terlalu
 menarik bagi investor besar, apalagi fiscal regime
 kita termaksud yang
 kurang menguntungkan.  Jadi investor banyak yang
 berpaling ke West
 Africa, Rusia dan South America dengan potensi
 penemuan
 cadangan/resources yang jauh lebih besar. Penambahan
 resources dan
 reserves replacement penting bagi perusahaan2 public
 yang sudah listed
 di bursa2 dunia.  Justru sebaliknya kita musti
 berkaca diri, apa yang
 bisa kita offer? Kalau memang kita menggantungkan
 diri pada investor
 asing?  Kalau investor lokal, kita tahu kebanyakan
 hanya broker.  
 
 Salah satu cara untuk menambah produksi adalah
 dengan mempercepat
 produksi dari lapangan2 marginal, tapi meskipun ada
 insentif, tapi
 kayaknya gaungnya belum terdengar,...  Apa ini semua
 bergantung pada
 IAGI ??
 
 Salam,
 Bambang Istadi
 
 
 -Original Message-
 From: [EMAIL PROTECTED]
 [mailto:[EMAIL PROTECTED] 
 Sent: Thursday, October 20, 2005 4:17 PM
 To: iagi-net@iagi.or.id
 Cc: [EMAIL PROTECTED]
 Subject: Re: [iagi-net-l] Dosa Berjamaahnya IAGI
 
 Setuju usulan Pak Mino, tapi tunggu dulu.
 Esplorasi dan segala tetek bengeknya itu kan butuh
 uang buaanyak, dari
 mana? Pemerintah pasti sudah gak punya uang sampai
 tega menjual mahal
 BBM
 ke rakyatnya sendiri, investor mikir-mikir kondisi
 hukum di Indonesia
 yang
 penuh mafia dan tidak jelas juntrungnya, semua
 lapisan korup semua, plus
 adanya kondisi keamanan dengan teror bom segala,
 jadi..?
 
 Salam,
 Yatno
 
 
  Ya, kembali kalau kebutuhan naik suplai harus
 lebih banyak...telepas
  dari berbagai operasi pendistribusian yang kacau..
 
  Jelasnya penambahan reserve tidak ada..eksplorasi
 macet..prospect/lead
  banyak tapi pemboran eksplorasi tidak banyak...ya
 buntut-2nya
  kekurangan.IAGI jelas bisa dan harus berkontribusi
 terutama dalam
  masalah reserve certifikasi dan

[iagi-net-l] ENERGI /Re: [iagi-net-l] Dosa Berjamaahnya IAGI

2005-10-19 Terurut Topik ismail

pemanfaatan geothermal (total potensi RI = 20.000MW ~ 40% potensi dunia,
tetapi kapasitas terpasang baru sekitar 5% ~ 800MW - sumber Kompas/2004)
seharusnya menjadi fokus kebijakan energi. Pemain di RI masih sangat
terbatas dan iklim investasi masih belum kondusif, apakah karena
government takes terlalu besar ?
===
Bisnis geothermal ini meskipun mirip dg migas ( ada WKP, ada eksplorasi  
eksploitasi ) tidak mengenal Cost Recovery di bisnis geothermal, Bagian 
pemerintah yg harus disetor oleh si Investor diatur oleh Keppres ( saya 
kagak tahu kalau di migas aturan main dalam berinvestasi ada aturan 
Keppresnya nggak ya ) sebelum adanya UU Geothermal 2003, dimana bagian 
pemerintah / setoran ke pemerintah sebesar 34 % dari Net Operating Income 
(NOI), dimana ini sudah termasuk pajak pajak ( pph.ppn,pbb,bea masuk,bea 
materei,dan pungutan lain sesuai dg aturan perundang undangan).Dengan adanya 
UU Geothermal maka bagian yang hrs didetor ke negara/pemerintah  meliputi 
pajak,iuran,restribusi daerah,bonus diatur oleh Peraturan Pemerintah (PP ), 
jadi lebih kuat lagi dibandingkan Keppres. Sebetulnya dg aturan yang lama 
tadi cukup kondosif untuk iklim investasi ( terbukti banyak masuk investasi 
di sektor ini) , namun karena bisnis ini tidak lepas dari industri hilirnya 
( listrik) maka aturan / permasalahan di sektor hilir ini yang menjadikan 
kendalanya, terutama dg nilai tukar dollar yang tinggi, karena ujung 
ujungnya harga produk akhirnya ( listrik) dibayar oleh konsumen dg harga 
Rupiah dan tidak bisa sembarangan mematok harga, karena sudah ada aturannya 
dalam TDL nya ( Tarif Dasar Listrik), ini berbeda dg Migas dimana produknya 
di beli dg dollar dan bisa langsung dijual setelah dieksploitasi tanpa harus 
mengkonversikan kebentuk energi lain.( dijual sebagai minyak mentah).
Dengan adanya era otonomi ini ada semacam euforia didaerah dimana disitu 
ada investasi geothermal untuk segera menerima bagian dari bisnis tsb, 
padahal semua setoran tadi dimasukan ke rekening Dept Keu pusat, dan selama 
ini tidak di kucurkan ke daerah, akibatnya yang jadi sasaran didaerah siapa 
lagi kalau bukan si Investornya, Nah hal semacam in i salah satu sebab 
keengganan para investor, belum lagi dg masalah masalah reimburs untuk pajak 
pajak yang telah dibayarkan kedepan sebelum memperoleh NOI tsb.Serta 
permasalahan adanya tumpang tindih peruntukan lahan dg Kehutanan.
Kalau kita bicara masalah energi, ujung ujungnya kita bicara masalah 
komoditi, kalau kita bicara komoditi kita bicara cost produksi, Jadi 
meskipun Potensi berbagai sumber energi berlimpah, namun untuk menjadi 
bentuk energi yang dapat dimanfaatkan harus di proses / dikonversikan 
kedalam bentuk lain ( Listrik , Bahan Bakar, Mekanik ) . Nah dalam 
pemrosesan / pengkonversian ini timbul cost produksi. Karena selama ini kita 
ternina bubukan dg energi BBM , maka semua harga energi di konvert ke 
harga minyak, begitu harga minyak tinggi dan sudah mulai berkurang 
produksinya maka barulah sumber sumber energi yg lain ditengok. Sumber 
sumber energi ini (energi  alternatif) mempunyai kendala masing masing, oleh 
karena itu penganannya dalam segi bisnis / investasi harus sendiri sendri, 
dimana insentif insentif dalam bidang fiscal mutlak diperlukan, bila ingin 
dapat dikembangkan.karena itu tadi ujung ujungnya energi ini merupakan suatu 
komoditi.


Ism


[EMAIL PROTECTED]
To: iagi-net@iagi.or.id
Sent: Wednesday, October 19, 2005 7:46 AM
Subject: RE: [iagi-net-l] Dosa Berjamaahnya IAGI



Di GATRA edisi terakhir dicantumkan data perputaran supply dan demand
BBM di RI :

- Produksi minyak sekitar 1000 MBO per day
- dari volume tersebut diekspor (sebagai minyak mentah - bagian KPS ??)
sekitar 400 MBO, dan sebagai supply ke kilang Pertamina sekitar 600 MBO.
- Kapasitas total kilang Pertamina 900 MBO, jadi perlu impor minyak
mentah sekitar 400 MBO.
- Kebutuhan BBM dalam negeri 1300 MBO, jadi perlu impor BBM lagi sekitar
300 MBO

Supplay BBM sendiri sekitar 20% diserap oleh PLN (kemungkinan akan
meningkat sesuai peningkatan kebutuhan listrik). Bagian terbesar untuk
sektor transportasi (?%) dan industri (?%); dan sedikit rumah tangga.

Opini yang dibangun sejak ORBA adalah lebih bernilai ekonomis (katanya
minyak mentah Indonesia harganya tinggi di pasaran), sekaligus politis
(sebagai anggota OPEC), apabila 400 MBO minyak mentah tersebut tetap
diekspor, daripada diserap semua oleh kilang Pertamina.

Apakah nilai ekspor tersebut lebih tinggi dari nilai impor ? Mungkin
status quo sebagai anggota OPEC lebih penting.

Celah terbesar untuk meredam laju penggunaan BBM saya pikir adalah
sektor PLN. Diversifikasi sumber daya energi listrik, misalnya
pemanfaatan geothermal (total potensi RI = 20.000MW ~ 40% potensi dunia,
tetapi kapasitas terpasang baru sekitar 5% ~ 800MW - sumber Kompas/2004)
seharusnya menjadi fokus kebijakan energi. Pemain di RI masih sangat
terbatas dan iklim investasi masih belum kondusif, apakah karena
government takes

Re: [iagi-net-l] Dosa Berjamaahnya IAGI

2005-10-19 Terurut Topik Benyamin Sapiie

Ya, kembali kalau kebutuhan naik suplai harus lebih banyak...telepas dari
berbagai operasi pendistribusian yang kacau..

Jelasnya penambahan reserve tidak ada..eksplorasi macet..prospect/lead
banyak tapi pemboran eksplorasi tidak banyak...ya buntut-2nya
kekurangan.IAGI jelas bisa dan harus berkontribusi terutama dalam masalah
reserve certifikasi dan eksplorasi secara umum. Kita semua (IAGI) harus
bisa menjawab pertanyaan dibawah ini sehingga bisa bantu pemerintah...

Berapa candagan minyak kita sebenarnya?
Apakah kita masih akan mendapatkan/menemukan cadangan baru yg signifikan?
Apakah kita sudah mengeksplorasi semua potensi basin kita?
.mungkin masih banyak lagi .

Ini seharusnya peran utama IAGI saya kira...

Salam,

Ben Sapiie

 Gara-gara pertanyaan meditatif dari Abah, 2 minggu lalu saya bertanya
 kepada
 seorang ekonom ttg apa sebabnya harga BBM di republik ini naik. Minggu
 lalu
 saya masih meneruskan memikirkan pertanyaan tsb, sekali ini melalui
 diskusi
 dengan seorang pengusaha Pakistan yang saya jumpai di kereta Argo sepulang
 dari kuliah di Bdg.

 Sang ekonom bilang:

 1. Dari sisi kebutuhan, jumlah penduduk kita naik, sehingga kebutuhan
 energy
 (termasuk bbm) naik.
 2. Kita mengusahakan industri semakin maju, maka kebutuhan energy
 (termasuk
 bbm) melonjak lebih lagi.
 3. Kedua hal kebutuhan diatas adalah terukur dan dapat di prediksi. Jadi
 mestinya tingkat kebutuhan tinggi tsb sudah dapat diantisipasi.
 4. Tapi nyatanya tidak ada peningkatan supply yang menonjol dalam 5 thn
 terakhir; ia berjalan apa adanya saja, seperti tanpa perencanaan.
 5. Jadi, kita pandai membincangkan sesuatu hal atau membuat rencana besar
 ini itu, tetapi tidak mau bersusah payah mempersiapkan segala penunjang
 dst.


 Ini mirip dengan pembagian uang utk rakyat sekarang. Uang diguyur, tetapi
 pendataan belum beres, jadinya orang berkelahi rebutan hak atau menguntit
 hak orang lain.

 Si Pengusaha Pakistan bilang:
 1. Saya heran betul melihat orang di Indonesia (dia banyak travel
 keberbagai
 tempat di Indo), kog pada tidur semua, padahal keadaan sudah tak
 betul-betul
 tak beres.
 2. Negeri ini kaya minyak, tetapi orang mesti antri beli bensin  minyak
 tanah. Bodoh sekali penduduk negeri ini, minyak mentah disedot orang /
 perusahaan asing, dijual. Lalu kita membeli hasil olahan minyak mentah utk
 kebutuhan dalam negeri...aneh..aneh..
 3. Bagaimana mungkin negeri ini tidak punya kilang yang besar-besar 
 4. Orang demo soal BBM naik, tapi tak ada yang bicara menuntut pembangunan
 kilang ?.

 Omongan si ekonom, sang pengusaha Pakistan, dan tulisan Abah dibawah
 adalah
 sambung menyambung. Lain waktu kita tengok benang merahnya...siapa tahu
 nanti nampak apa yang mesti dilakukan IAGI, supaya jangan ikut menanggung
 dosa terus menerus...Bukankah malu rasanya jika berdosa tak putus-putus ?.
 Tak terasa diskusi kita akan masuk dalam ruang etik tentang peran si ahli
 geol di negeri tercinta. Semoga gayung bersambut terus.

 bat


 -Original Message-
 From: [EMAIL PROTECTED]
 To: iagi-net@iagi.or.id
 Date: Tue, 18 Oct 2005 15:24:06 +0700 (WIT)
 Subject: RE: [iagi-net-l]  Horas Bah!

 
   Batara

   Dosa IAGI ?
   Secara profesional paling tidak ada dua yaitu :

   1. Tidak berhasil mengubah sumberdaya migas menjadi cadangan terbukti
  pada waktu yang tepat , dan mengakibatkan apa yang terjadi saat
 ini.
   2. Tidak berhasil meyakinkan seluruh komponen bangsa mengenai
 devirsi-
  fikasi energi. Padahal issu net oil importir sudah bergulir
 sejak
  akhir thn 1980-an.

Memang bukan kesalahan IAGI sendiri , tapi kalau mau jujur yang tahu
isi perut bumi Nusantara tercinta itu memangnya bukan ahli geologi.
Yaaach paling tidak , kalau si Abah suka sedih , sekarang saja
 energi
sudah begitu sulit , bagaimana incu si Abah ?

Nah , masa kalau memikirkan itu dan berkaca kemasa lalu , kita tidak
merasa berdosa , walaupun tidak kita sendiri yang bersalah.
Yaaach Dosa berjamaah lah.

Si Abah.


 ___
 
   Sejauh ini simaju tak gentar belum terlibat dalam kasus bbm naik
 kelas...
  Baru kang Kurtubi yang nulis pembelaannya di kompas tadi pagi.
 
  Aku masih terus terganggu dengan pertanyaan Abah tempo hari... apa
 dosanya
  IAGI dalam kasus BBM naik ini ?
 
  Tarikgan.
 
  bat
 
 
  -Original Message-
  From: Rudhy Tarigan [mailto:[EMAIL PROTECTED]
  Sent: Tuesday, October 18, 2005 1:24 PM
  To: iagi-net@iagi.or.id
  Subject: RE: [iagi-net-l] Horas Bah!
 
 
  Pak Yatnomasa sampe segitu parah sihsehingga semua Marga
 Marga
  orang
  batak jadi terlibat di dalamnya ?? Hehepak Lambok sudah baca
  belum ??
  apa komentar nya beliau ?? Kalo Batara si Calon Ketum IAGI itu harus
  nya
  sudah tahu duluan??? Hua  ha...ha...
 
  Rudhy
 
 
  -Original Message-
  From: Y S Yuwono [mailto:[EMAIL PROTECTED]
  Sent: Tuesday, October 18, 2005 7:48 PM
  To: iagi-net@iagi.or.id
  

Re: [iagi-net-l] Dosa Berjamaahnya IAGI

2005-10-19 Terurut Topik Harry Kusna
Silahkan untuk sama2 kita ketahui

Benyamin Sapiie [EMAIL PROTECTED] wrote:
Kita semua (IAGI) harus bisa menjawab pertanyaan dibawah ini sehingga bisa 
bantu pemerintah...

Berapa candagan minyak kita sebenarnya?

- as per January 2005, tabelnya seperti di bawah ini:  (sumber WoodMac 
Upstream)

 

Liquid Reserves (Remaining)5.08 billion barrels (1/1/2005)Liquid 
Production1,111 thousand b/d (2005)Liquid Reserves/Production12.5 yearsGas 
Reserves (Remaining)64.21 tcf (1/1/2005)Gas Production6.72 bcf/d (2005)Gas 
Reserves/Production26.2 years 

Apakah kita masih akan mendapatkan/menemukan cadangan baru yg signifikan?

- Untuk gas, mungkin yg potensial adalah di Bintuni Basin.  (With the prospect 
of further reserves to be discovered, in particular in the Bintuni Basin in 
Irian Jaya, the long-term future prospects for the Indonesian gas industry look 
bright.  source: WoodMac Upstream)

 

Apakah kita sudah mengeksplorasi semua potensi basin kita?

- belum ...


.mungkin masih banyak lagi .

Ini seharusnya peran utama IAGI saya kira...

Salam,

Ben Sapiie




-
 Yahoo! Music Unlimited - Access over 1 million songs. Try it free.

[iagi-net-l] Dosa Berjamaahnya IAGI

2005-10-18 Terurut Topik Batara Sakti Simanjuntak
Gara-gara pertanyaan meditatif dari Abah, 2 minggu lalu saya bertanya kepada 
seorang ekonom ttg apa sebabnya harga BBM di republik ini naik. Minggu lalu 
saya masih meneruskan memikirkan pertanyaan tsb, sekali ini melalui diskusi 
dengan seorang pengusaha Pakistan yang saya jumpai di kereta Argo sepulang 
dari kuliah di Bdg.

Sang ekonom bilang:

1. Dari sisi kebutuhan, jumlah penduduk kita naik, sehingga kebutuhan energy 
(termasuk bbm) naik.
2. Kita mengusahakan industri semakin maju, maka kebutuhan energy (termasuk 
bbm) melonjak lebih lagi.
3. Kedua hal kebutuhan diatas adalah terukur dan dapat di prediksi. Jadi 
mestinya tingkat kebutuhan tinggi tsb sudah dapat diantisipasi.
4. Tapi nyatanya tidak ada peningkatan supply yang menonjol dalam 5 thn 
terakhir; ia berjalan apa adanya saja, seperti tanpa perencanaan.
5. Jadi, kita pandai membincangkan sesuatu hal atau membuat rencana besar 
ini itu, tetapi tidak mau bersusah payah mempersiapkan segala penunjang dst. 


Ini mirip dengan pembagian uang utk rakyat sekarang. Uang diguyur, tetapi 
pendataan belum beres, jadinya orang berkelahi rebutan hak atau menguntit 
hak orang lain. 

Si Pengusaha Pakistan bilang:
1. Saya heran betul melihat orang di Indonesia (dia banyak travel keberbagai 
tempat di Indo), kog pada tidur semua, padahal keadaan sudah tak betul-betul 
tak beres.
2. Negeri ini kaya minyak, tetapi orang mesti antri beli bensin  minyak 
tanah. Bodoh sekali penduduk negeri ini, minyak mentah disedot orang / 
perusahaan asing, dijual. Lalu kita membeli hasil olahan minyak mentah utk 
kebutuhan dalam negeri...aneh..aneh..
3. Bagaimana mungkin negeri ini tidak punya kilang yang besar-besar  
4. Orang demo soal BBM naik, tapi tak ada yang bicara menuntut pembangunan 
kilang ?.

Omongan si ekonom, sang pengusaha Pakistan, dan tulisan Abah dibawah adalah 
sambung menyambung. Lain waktu kita tengok benang merahnya...siapa tahu 
nanti nampak apa yang mesti dilakukan IAGI, supaya jangan ikut menanggung 
dosa terus menerus...Bukankah malu rasanya jika berdosa tak putus-putus ?. 
Tak terasa diskusi kita akan masuk dalam ruang etik tentang peran si ahli 
geol di negeri tercinta. Semoga gayung bersambut terus.

bat


-Original Message-
From: [EMAIL PROTECTED]
To: iagi-net@iagi.or.id
Date: Tue, 18 Oct 2005 15:24:06 +0700 (WIT)
Subject: RE: [iagi-net-l]  Horas Bah!

 
   Batara
 
   Dosa IAGI ?
   Secara profesional paling tidak ada dua yaitu :
 
   1. Tidak berhasil mengubah sumberdaya migas menjadi cadangan terbukti
  pada waktu yang tepat , dan mengakibatkan apa yang terjadi saat
 ini.
   2. Tidak berhasil meyakinkan seluruh komponen bangsa mengenai
 devirsi-
  fikasi energi. Padahal issu net oil importir sudah bergulir
 sejak
  akhir thn 1980-an.
 
Memang bukan kesalahan IAGI sendiri , tapi kalau mau jujur yang tahu
isi perut bumi Nusantara tercinta itu memangnya bukan ahli geologi.
Yaaach paling tidak , kalau si Abah suka sedih , sekarang saja
 energi
sudah begitu sulit , bagaimana incu si Abah ?
 
Nah , masa kalau memikirkan itu dan berkaca kemasa lalu , kita tidak
merasa berdosa , walaupun tidak kita sendiri yang bersalah.
Yaaach Dosa berjamaah lah.
 
Si Abah.
 
 
 ___
 
   Sejauh ini simaju tak gentar belum terlibat dalam kasus bbm naik
 kelas...
  Baru kang Kurtubi yang nulis pembelaannya di kompas tadi pagi.
 
  Aku masih terus terganggu dengan pertanyaan Abah tempo hari... apa
 dosanya
  IAGI dalam kasus BBM naik ini ?
 
  Tarikgan.
 
  bat
 
 
  -Original Message-
  From: Rudhy Tarigan [mailto:[EMAIL PROTECTED]
  Sent: Tuesday, October 18, 2005 1:24 PM
  To: iagi-net@iagi.or.id
  Subject: RE: [iagi-net-l] Horas Bah!
 
 
  Pak Yatnomasa sampe segitu parah sihsehingga semua Marga
 Marga
  orang
  batak jadi terlibat di dalamnya ?? Hehepak Lambok sudah baca
  belum ??
  apa komentar nya beliau ?? Kalo Batara si Calon Ketum IAGI itu harus
  nya
  sudah tahu duluan??? Hua  ha...ha...
 
  Rudhy
 
 
  -Original Message-
  From: Y S Yuwono [mailto:[EMAIL PROTECTED]
  Sent: Tuesday, October 18, 2005 7:48 PM
  To: iagi-net@iagi.or.id
  Subject: [iagi-net-l] Horas Bah!
 
 
 
 
 
  Sekedar menghibur diri karena harga-2 naik seiring naiknya harga BBM
  Saya
  dengar (mudah-2an gak betul), ada ibu pensionan Gurubesar ITB yang
 ikut
  ngantri beli minyak tanah.?
 
Horas Bah !
 
 
BBM naik, hidup tambah SIMANUNGKALIT
Harga2 NAEK, SAGALA PANDAPOTAN MANURUNG,
Banyak SIHOTANG
Hidup bagaikan mendaki TOBING
Tak ada lagi HARAHAP
Kepala pusing sampai SIBUTAR BUTAR
Rambut rontok dan nyaris POLTAK
Jumlah rakyat miskin sudah PANGARIBUAN
Anak-anak menangis MARPAUNG-PAUNG
Otak sudah SITOMPUL
Tapi kita masih diminta sabar SITORUS
Jangan putus HARAHAP katanya
Mintalah PARLINDUNGAN,

Re: [iagi-net-l] Dosa Berjamaahnya IAGI

2005-10-18 Terurut Topik ismail
Untuk mengurangi dosa , apa isu ini dijadikan isu dalam pembentukan program 
kabinet iagi kedepan, jadi ada komisi Energi ( Sumberdaya Energi khususnya 
SDE yang berhubungan /bersinggungan dg Kegeologian seperti hidro , migas, 
batubara dan geothermal). bagaimana iagi memberikan kontribusi ( masukan ) 
thd pengelolaan sumber sumber energi tsb, dimana kelihatannya permasalahan 
energi akan  merupakan isu nasional kedepan.


Ism

- Original Message - 
From: Batara Sakti Simanjuntak [EMAIL PROTECTED]

To: iagi-net@iagi.or.id; [EMAIL PROTECTED]
Sent: Tuesday, October 18, 2005 4:02 PM
Subject: [iagi-net-l] Dosa Berjamaahnya IAGI


Gara-gara pertanyaan meditatif dari Abah, 2 minggu lalu saya bertanya 
kepada
seorang ekonom ttg apa sebabnya harga BBM di republik ini naik. Minggu 
lalu
saya masih meneruskan memikirkan pertanyaan tsb, sekali ini melalui 
diskusi

dengan seorang pengusaha Pakistan yang saya jumpai di kereta Argo sepulang
dari kuliah di Bdg.

Sang ekonom bilang:

1. Dari sisi kebutuhan, jumlah penduduk kita naik, sehingga kebutuhan 
energy

(termasuk bbm) naik.
2. Kita mengusahakan industri semakin maju, maka kebutuhan energy 
(termasuk

bbm) melonjak lebih lagi.
3. Kedua hal kebutuhan diatas adalah terukur dan dapat di prediksi. Jadi
mestinya tingkat kebutuhan tinggi tsb sudah dapat diantisipasi.
4. Tapi nyatanya tidak ada peningkatan supply yang menonjol dalam 5 thn
terakhir; ia berjalan apa adanya saja, seperti tanpa perencanaan.
5. Jadi, kita pandai membincangkan sesuatu hal atau membuat rencana besar
ini itu, tetapi tidak mau bersusah payah mempersiapkan segala penunjang 
dst.



Ini mirip dengan pembagian uang utk rakyat sekarang. Uang diguyur, tetapi
pendataan belum beres, jadinya orang berkelahi rebutan hak atau menguntit
hak orang lain.

Si Pengusaha Pakistan bilang:
1. Saya heran betul melihat orang di Indonesia (dia banyak travel 
keberbagai
tempat di Indo), kog pada tidur semua, padahal keadaan sudah tak 
betul-betul

tak beres.
2. Negeri ini kaya minyak, tetapi orang mesti antri beli bensin  minyak
tanah. Bodoh sekali penduduk negeri ini, minyak mentah disedot orang /
perusahaan asing, dijual. Lalu kita membeli hasil olahan minyak mentah utk
kebutuhan dalam negeri...aneh..aneh..
3. Bagaimana mungkin negeri ini tidak punya kilang yang besar-besar 
4. Orang demo soal BBM naik, tapi tak ada yang bicara menuntut pembangunan
kilang ?.

Omongan si ekonom, sang pengusaha Pakistan, dan tulisan Abah dibawah 
adalah

sambung menyambung. Lain waktu kita tengok benang merahnya...siapa tahu
nanti nampak apa yang mesti dilakukan IAGI, supaya jangan ikut menanggung
dosa terus menerus...Bukankah malu rasanya jika berdosa tak putus-putus ?.
Tak terasa diskusi kita akan masuk dalam ruang etik tentang peran si ahli
geol di negeri tercinta. Semoga gayung bersambut terus.

bat


-Original Message-
From: [EMAIL PROTECTED]
To: iagi-net@iagi.or.id
Date: Tue, 18 Oct 2005 15:24:06 +0700 (WIT)
Subject: RE: [iagi-net-l]  Horas Bah!



  Batara

  Dosa IAGI ?
  Secara profesional paling tidak ada dua yaitu :

  1. Tidak berhasil mengubah sumberdaya migas menjadi cadangan terbukti
 pada waktu yang tepat , dan mengakibatkan apa yang terjadi saat
ini.
  2. Tidak berhasil meyakinkan seluruh komponen bangsa mengenai
devirsi-
 fikasi energi. Padahal issu net oil importir sudah bergulir
sejak
 akhir thn 1980-an.

   Memang bukan kesalahan IAGI sendiri , tapi kalau mau jujur yang tahu
   isi perut bumi Nusantara tercinta itu memangnya bukan ahli geologi.
   Yaaach paling tidak , kalau si Abah suka sedih , sekarang saja
energi
   sudah begitu sulit , bagaimana incu si Abah ?

   Nah , masa kalau memikirkan itu dan berkaca kemasa lalu , kita tidak
   merasa berdosa , walaupun tidak kita sendiri yang bersalah.
   Yaaach Dosa berjamaah lah.

   Si Abah.


___

  Sejauh ini simaju tak gentar belum terlibat dalam kasus bbm naik
kelas...
 Baru kang Kurtubi yang nulis pembelaannya di kompas tadi pagi.

 Aku masih terus terganggu dengan pertanyaan Abah tempo hari... apa
dosanya
 IAGI dalam kasus BBM naik ini ?

 Tarikgan.

 bat


 -Original Message-
 From: Rudhy Tarigan [mailto:[EMAIL PROTECTED]
 Sent: Tuesday, October 18, 2005 1:24 PM
 To: iagi-net@iagi.or.id
 Subject: RE: [iagi-net-l] Horas Bah!


 Pak Yatnomasa sampe segitu parah sihsehingga semua Marga
Marga
 orang
 batak jadi terlibat di dalamnya ?? Hehepak Lambok sudah baca
 belum ??
 apa komentar nya beliau ?? Kalo Batara si Calon Ketum IAGI itu harus
 nya
 sudah tahu duluan??? Hua  ha...ha...

 Rudhy


 -Original Message-
 From: Y S Yuwono [mailto:[EMAIL PROTECTED]
 Sent: Tuesday, October 18, 2005 7:48 PM
 To: iagi-net@iagi.or.id
 Subject: [iagi-net-l] Horas Bah!





 Sekedar menghibur diri karena harga-2 naik seiring naiknya harga BBM
 Saya
 dengar (mudah-2an gak betul), ada ibu pensionan Gurubesar ITB yang
ikut
 ngantri beli

RE: [iagi-net-l] Dosa Berjamaahnya IAGI

2005-10-18 Terurut Topik Winderasta, Wikan (wikanw)

Di GATRA edisi terakhir dicantumkan data perputaran supply dan demand
BBM di RI :

- Produksi minyak sekitar 1000 MBO per day
- dari volume tersebut diekspor (sebagai minyak mentah - bagian KPS ??)
sekitar 400 MBO, dan sebagai supply ke kilang Pertamina sekitar 600 MBO.
- Kapasitas total kilang Pertamina 900 MBO, jadi perlu impor minyak
mentah sekitar 400 MBO.
- Kebutuhan BBM dalam negeri 1300 MBO, jadi perlu impor BBM lagi sekitar
300 MBO

Supplay BBM sendiri sekitar 20% diserap oleh PLN (kemungkinan akan
meningkat sesuai peningkatan kebutuhan listrik). Bagian terbesar untuk
sektor transportasi (?%) dan industri (?%); dan sedikit rumah tangga.

Opini yang dibangun sejak ORBA adalah lebih bernilai ekonomis (katanya
minyak mentah Indonesia harganya tinggi di pasaran), sekaligus politis
(sebagai anggota OPEC), apabila 400 MBO minyak mentah tersebut tetap
diekspor, daripada diserap semua oleh kilang Pertamina.

Apakah nilai ekspor tersebut lebih tinggi dari nilai impor ? Mungkin
status quo sebagai anggota OPEC lebih penting.

Celah terbesar untuk meredam laju penggunaan BBM saya pikir adalah
sektor PLN. Diversifikasi sumber daya energi listrik, misalnya
pemanfaatan geothermal (total potensi RI = 20.000MW ~ 40% potensi dunia,
tetapi kapasitas terpasang baru sekitar 5% ~ 800MW - sumber Kompas/2004)
seharusnya menjadi fokus kebijakan energi. Pemain di RI masih sangat
terbatas dan iklim investasi masih belum kondusif, apakah karena
government takes terlalu besar ?
 
Untuk sektor industri mungkin lebih sulit, tetapi penggunaan batubara
sebagai alternatif bahan bakar mungkin bisa menjadi solusi. Sedangkan
sektor transportasi, alternatif terbaik tentunya penggunaan gas.

Wikan


-Original Message-
From: ismail [mailto:[EMAIL PROTECTED] 
Sent: 18 Oktober 2005 21:40
To: iagi-net@iagi.or.id
Subject: Re: [iagi-net-l] Dosa Berjamaahnya IAGI

Untuk mengurangi dosa , apa isu ini dijadikan isu dalam pembentukan
program kabinet iagi kedepan, jadi ada komisi Energi ( Sumberdaya Energi
khususnya SDE yang berhubungan /bersinggungan dg Kegeologian seperti
hidro , migas, batubara dan geothermal). bagaimana iagi memberikan
kontribusi ( masukan ) thd pengelolaan sumber sumber energi tsb, dimana
kelihatannya permasalahan energi akan  merupakan isu nasional kedepan.

Ism

- Original Message -
From: Batara Sakti Simanjuntak [EMAIL PROTECTED]
To: iagi-net@iagi.or.id; [EMAIL PROTECTED]
Sent: Tuesday, October 18, 2005 4:02 PM
Subject: [iagi-net-l] Dosa Berjamaahnya IAGI


 Gara-gara pertanyaan meditatif dari Abah, 2 minggu lalu saya bertanya 
 kepada
 seorang ekonom ttg apa sebabnya harga BBM di republik ini naik. Minggu

 lalu
 saya masih meneruskan memikirkan pertanyaan tsb, sekali ini melalui 
 diskusi
 dengan seorang pengusaha Pakistan yang saya jumpai di kereta Argo
sepulang
 dari kuliah di Bdg.

 Sang ekonom bilang:

 1. Dari sisi kebutuhan, jumlah penduduk kita naik, sehingga kebutuhan 
 energy
 (termasuk bbm) naik.
 2. Kita mengusahakan industri semakin maju, maka kebutuhan energy 
 (termasuk
 bbm) melonjak lebih lagi.
 3. Kedua hal kebutuhan diatas adalah terukur dan dapat di prediksi.
Jadi
 mestinya tingkat kebutuhan tinggi tsb sudah dapat diantisipasi.
 4. Tapi nyatanya tidak ada peningkatan supply yang menonjol dalam 5
thn
 terakhir; ia berjalan apa adanya saja, seperti tanpa perencanaan.
 5. Jadi, kita pandai membincangkan sesuatu hal atau membuat rencana
besar
 ini itu, tetapi tidak mau bersusah payah mempersiapkan segala
penunjang 
 dst.


 Ini mirip dengan pembagian uang utk rakyat sekarang. Uang diguyur,
tetapi
 pendataan belum beres, jadinya orang berkelahi rebutan hak atau
menguntit
 hak orang lain.

 Si Pengusaha Pakistan bilang:
 1. Saya heran betul melihat orang di Indonesia (dia banyak travel 
 keberbagai
 tempat di Indo), kog pada tidur semua, padahal keadaan sudah tak 
 betul-betul
 tak beres.
 2. Negeri ini kaya minyak, tetapi orang mesti antri beli bensin 
minyak
 tanah. Bodoh sekali penduduk negeri ini, minyak mentah disedot orang /
 perusahaan asing, dijual. Lalu kita membeli hasil olahan minyak mentah
utk
 kebutuhan dalam negeri...aneh..aneh..
 3. Bagaimana mungkin negeri ini tidak punya kilang yang besar-besar

 4. Orang demo soal BBM naik, tapi tak ada yang bicara menuntut
pembangunan
 kilang ?.

 Omongan si ekonom, sang pengusaha Pakistan, dan tulisan Abah dibawah 
 adalah
 sambung menyambung. Lain waktu kita tengok benang merahnya...siapa
tahu
 nanti nampak apa yang mesti dilakukan IAGI, supaya jangan ikut
menanggung
 dosa terus menerus...Bukankah malu rasanya jika berdosa tak
putus-putus ?.
 Tak terasa diskusi kita akan masuk dalam ruang etik tentang peran si
ahli
 geol di negeri tercinta. Semoga gayung bersambut terus.

 bat


 -Original Message-
 From: [EMAIL PROTECTED]
 To: iagi-net@iagi.or.id
 Date: Tue, 18 Oct 2005 15:24:06 +0700 (WIT)
 Subject: RE: [iagi-net-l]  Horas Bah!

 
   Batara

   Dosa IAGI ?
   Secara profesional paling tidak ada dua yaitu :

   1. Tidak

Re: [iagi-net-l] Dosa Berjamaahnya IAGI --- Diversifikasi Energi

2005-10-18 Terurut Topik Yosef Khairil Amin
Di majalah *ELEKTRO INDONESIA, *Edisi ke Sebelas, Januari 1998, dibahas
masalah Diversifikasi Energi ini:

...awal kutipan.

Usaha diversifikasi energi ditempuh antara lain dengan menginventarisasi
jenis energi yang dapat diperoleh selain dari pemanfaatan bahan bakar fosil.
Diversifikasi energi terdiri dari pemanfaatan 2 macam kelompok energi, yaitu
: (2,4,5)

   a Energi terbarukan
   b Energi maju.

 Energi terbarukan Adalah energi yang berasal dari energi non fosil yang
diperoleh dari alam yang setelah digunakan awal akan dapat digunakan
kembali, meliputi :

1. *Gas bio (biogas)* yang dihasilkan dari proses anaerobik biomasa
  yang berasal dari limbah pertanian dan peternakan. Potensi
energi dari gas
  bio ini relatif kecil hanya untuk keperluan penerangan dan
memasak setempat,
  tidak bisa digunakan untuk kegiatan industri.
  2. *Energi angin,* potensinya relatif juga masih kecil karena
  kecepatan angin rata-rata berkisar 3-5 m/detik. bila tenaga angin
  dimanfaatkan dapat digunakan untuk penerangan listrik perdesaan,
penggerak
  pompa air dan pengisian baterai untuk cadangan manakala kecepatan angin
  kecil. Diperkirakan pada saat ini energi angin sudah dimanfaatkan untuk
  listrik perdesaan sebesar 220 KW.
  3. *Energi surya*, sebagai negara tropis Indonesia memang sangat
  potensial untuk dapat memanfaatkan energi surya ini. Energi surya dapat
  digunakan secara langsung (energi thermal) maupun secara tak langsung
  (energi fotovoltaik). Energi surya thermal dimanfaatkan secara
konvensional
  untuk pengeringan hasil pertanian, perikanan dan memanaskan air serta
  memasak dengan kompor matahari. Sedangkan energi surya fotovoltaik sudah
  digunakan untuk listrik perdesaan daerah terpencil, pompa air, televisi,
  radio dan komunikasi, kapasitas energi surya yang sudah
dimanfaatkan kurang
  lebih sebesar 3 MW. Energi surya sementara ini belum dapat
digunakan untuk
  kegiatan industri besar.
  4. *Energi air*, potensinya cukup besar untuk pembangkit tenaga
  listrik. Energi air sudah dimanfaatkan baru sekitar 2.178 MW,
  sedangkan daya yang bisa dibangkitkan dari energi air di
Indonesia sekitar
  75.625 MW. Kendala pemanfaatan energi air adalah masalah
  pembebasan/harga tanah untuk daerah yang akan ditenggelamkan
menjadi waduk,
  harga pembangunan waduk itu sendiri dan masalah sosial ekonomi lainnya
  sebagai ikutan dari proyek tenaga air. Bila semua kendala tersebut
  diperhitungkan, maka harga energi menjadi mahal.
  5. *Energi panas bumi*, adalah energi yang cukup banyak tersedia
  di Indonesia mengingat bahwa Indonesia termasuk negeri vulkanik.
Di seluruh
  Indonesia terdapat sekitar 217 daerah yang dapat dibangun Pusat Listrik
  Tenaga Panas Bumi dengan kapasitas total kurang lebih 16.658 MW.
  Tenaga panas bumi yang bisa dimanfaatkan baru 305 MW. Kekurangan
pemanfaatan
  energi panas bumi untuk sementara ini adalah letaknya yang jauh dari
  kegiatan industri, sehingga baru dapat dimanfaatkan untuk
penerangan rumah
  tangga saja
  6. *Energi laut*, pada saat ini masih dalam taraf penelitian dan
  pengembangan. Percobaan energi laut untuk pembangkit tenaga
listrik sedang
  dilakukan di pantai Baron Yogyakarta dengan kapasitas 1,1 MW.
Bila percobaan
  ini berhasil akan dapat digunakan untuk penerangan listrik perdesaan
  sepanjang pantai Indonesia.

 Energi maju Adalah energi yang diperoleh dari pemanfaatan teknologi nuklir
melalui Pusat Listrik Tenaga Nuklir (PLTN). Energi nuklir (PLTN) mempunyai
potensi yang cukup baik untuk dikembangkan di Indonesia, walaupun merupakan
energi alternatif urutan terakhir. Pada dasarnya pemanfaatan energi nuklir
dapat melalui dua cara, yaitu : (8)

   a. Melalui reaksi pembelahan inti (reaksi fisi)
   b. Melalui reaksi penggabungan inti (reaksi fusi).

Reaksi fisi pada saat ini teknologinya sudah dikuasai dengan baik, sehingga
semua PLTN di dunia menggunakan reaksi fisi. Sedangkan untuk reaksi fusi
pada saat ini masih dalam penelitian, namun bila berhasil maka energi yang
dihasilkan jauh lebih besar dari pada energi melalui reaksi fisi.
Berdasarkan perhitungan termodinamika, energi reaksi fisi dapat disetarakan
dengan hasil pembakaran energi fosil sebagai berikut : (8)

 *1 gram Uranium = 2,5 ton batubara = 17.500 liter minyak.*

Mengingat akan besarnya panas yang dihasilkan oleh energi nuklir, maka
pemanfaatannya untuk sumber pembangkit tenaga listrik sangat menguntungkan,
sehingga pembangunan PLTN pada saat ini berkembang pesat. Keadaan ini juga
didukung oleh teknologi nuklir keselamatan reaktor nuklir yang telah
dikuasai dengan baik dan terus dikembangkan ke arah yang jauh lebih baik
lagi, sehingga aspek keselamatan terhadap manusia dan lingkungan selalu
dinomor-satukan.

Walapun pernah terjadi kecelakaan PLTN Chernobyl, ternyata minat dunia untuk
membangun dan memanfaatkan