Re: [iagi-net-l] OOT : Cintailah Bahasa Indonesia (Teladan Konsistensi Yus Badudu)

2008-05-04 Terurut Topik mohammad syaiful
Sepakat, pak Awang. Di milis ini, mungkin selain pak Awang, saya
mengamati hanya pak Eddy Subroto dari ITB yang 'mampu' melaksanakan
berbahasa Indonesia ini dengan benar. Mungkin sebagian besar juga
ingin melakukannya dengan benar, tetapi tidak bisa karena mungkin
terjerumus ke dalam 'ketidak-tahuan'.

Contoh paling populer dan selalu salah dilaksanakan oleh sebagian
rekan2 di milis ini maupun para wartawan di media cetak dan elektronik
adalah penggunaan kata depan 'di' di depan kata waktu (hari, jam,
bulan, dll.). Seharusnya kata yang tepat sebagai kata depannya adalah
'pada'.

Demikian saya tuliskan komentar saya di milis tercinta pada Senin ini.

salam,
syaiful

On Sun, May 4, 2008 at 2:03 AM, Awang Satyana [EMAIL PROTECTED] wrote:
 Saat  saya seorang murid SMP pada tahun 1977-1980, sekitar 30 tahun yang 
 lalu, saya menjadi penggemar acara Pembinaan Bahasa Indonesia yang 
 ditayangkan satu-satunya stasiun televisi saat itu – TVRI. Guru Bahasa 
 Indonesia saya memberikan tugas kepada murid-muridnya untuk memperhatikan 
 acara televisi tersebut dan mencatatnya. Maka, setiap Selasa malam pukul 
 20.00 saya siap di depan televisi untuk meringkas pembahasan Yus Badudu -ahli 
 Bahasa Indonesia kala itu - yang mengupas kesalahan penggunaan bahasa 
 Indonesia.

  Tugas sekolah ini telah memupuk kecintaan akan Bahasa Indonesia. Sampai saat 
 ini pun, di TVRI masih ada acara tersebut dalam format wawancara antara ahli 
 bahasa Indonesia dengan pembawa acara Susan Bachtiar membahas 
 persoalan-persoalan kebahasaan.

  Di mana Yus Badudu (Prof. Dr. Jusuf  Syarif Badudu) sekarang ? Yus Badudu 
 (82 tahun) sudah lama pensiun, tinggal bersama isterinya tercinta di Bandung 
 di wilayah Bukit Dago, kini Yus Badudu adalah seorang kakek dengan 23 cucu 
 dari 9 anak dan 9 menantu. Meskipun demikian, sebuah buku baru diterbitkannya 
 seminggu yang lalu (!).

  Mengapa saya tiba-tiba menulis tentang Yus Badudu ? Saya mengagumi 
 konsistensinya, itu dibuktikan dengan semua pekerjaan dan karya tulisnya 
 dalam bidang bahasa Indonesia. Sebagai seorang pengagumnya, saya mengumpulkan 
 hampir semua buku yang pernah ditulisnya (mengumpulkan dalam hal ini artinya 
 adalah mengumpulkan buku-buku lama yang kebetulan saya temukan di tukang buku 
 bekas) dan membeli semua buku baru yang ditulisnya.

  Saya barusan saja membeli buku barunya itu, sebuah buku yang berhasil 
 ditulis dan diselesaikannya pada saat usianya 82 tahun. Buku baru ini baru 
 saja (April 2008) diterbitkan Kompas. Judulnya adalah Kamus Peribahasa : 
 Memahami Arti dan Kiasan Peribahasa, Pepatah, dan Ungkapan. Hingga kini 
 peribahasa masih dipergunakan dan diajarkan di sekolah. Tetapi, seringkali 
 para pengguna hanya mampu mengerti arti kiasannya tanpa memahami arti 
 sebenarnya kalimat yang dipergunakan. Dengan membaca buku ini, kita akan 
 lebih memahami latar belakang dan arti peribahasa itu secara lebih mendalam, 
 sehingga kita akan lebih yakin menggunakannya.

  Sebelum buku ini, lima tahun yang lalu saya pun membeli buku Yus Badudu yang 
 saat itu baru diterbitkan (Maret 2003) oleh Kompas berjudul, Kamus Kata-Kata 
 Serapan Asing dalam Bahasa Indonesia. Buku ini diselesaikan Yus Badudu saat 
 usianya 77 tahun. Buku ini akan menolong kita memahami kata-kata serapan 
 asing dan menggunakannya secara benar.

  Saat membeli buku kamus kata serapan asing itu, saya pun membeli buku Yus 
 Badudu paling tabal yang pernah ditulisnya Kamus Umum Bahasa Indonesia 
 Badudu-Zain (Pustaka Sinar Harapan, 2001) setebal 1646 halaman. Kamus 
 Badudu-Zain merupakan revisi besar atas Kamus Moderen Bahasa Indonesia 
 susunan Sutan Mohammad Zain (1954). Disebut revisi besar karena jumlah lema 
 (entry) menjadi bertambah sekitar dua kali (dari 12.645 lema menjadi 24.500 
 lema). Pewaris Zain, yaitu anaknya, meminta Yus Badudu merevisi kamus Zain 
 ini dan menerbitkannya. Maka, Yus Badudu mengerjakannya selama 13 tahun dan 
 berhasil menyelesaikannya pada tahun 2001 saat Yus Badudu berusia 75 tahun. 
 Perlu diperhatikan bahwa Yus Badudu mengerjakannya seorang diri bukan tim 
 seperti halnya penyusunan Kamus Besar Bahasa Indonesia (Departemen Pendidikan 
 Nasional, 2007, edisi ketiga). Kamus Besar Bahasa Indonesia disusun oleh 38 
 ahli bahasa Indonesia dan memang luar biasa hasilnya sebab bisa mengumpulkan 
 72.000 lema
  kata bahasa Indonesia dalam edisi ketiganya.

  Kembali kepada Yus Badudu, dengan tiga karya utamanya yang dihasilkannya 
 saat usianya 75-82 tahun itu jelas mencerminkan suatu konsistensi yang luar 
 biasa. Sebuah teladan bagi kita semua bahwa siapa saja yang menggunakan 
 akalnya dengan rajin, akan tetap terlatih, tajam sekalipun usianya sudah di 
 atas 80 tahun. Dan saya pikir hanya cinta yang mendalam kepada bahasa 
 Indonesia sajalah yang menyebabkan Yus Badudu tetap berkarya dalam bidangnya. 
 Cinta memang penggerak utama banyak hal.

  Sekalipun Yus Badudu menjadi sarjana (S1) Bahasa Indonesia pada saat usianya 
 sudah 37 tahun (Fakultas Sastra UNPAD, 

Re: [iagi-net-l] OOT : Cintailah Bahasa Indonesia (Teladan Konsistensi Yus Badudu)

2008-05-04 Terurut Topik Eddy Subroto
Mas Syaiful, alhamdulillah atas pujiannya yang menurut saya berlebihan.
Saya sendiri hanya termasuk penggemar bahasa Indonesia. Toh, Anda sering
mengritik dan membetulkan bahasa yang saya gunakan, jadi Anda juga
termasuk orang yang menggemari bahasa Indonesia. Memang, itu tugas kita
untuk membuat bahasa Indonesia digunakan dengan baik dan benar dan juga
dimengerti tentunya.

Wasalam,
EAS

 Sepakat, pak Awang. Di milis ini, mungkin selain pak Awang, saya
 mengamati hanya pak Eddy Subroto dari ITB yang 'mampu' melaksanakan
 berbahasa Indonesia ini dengan benar. Mungkin sebagian besar juga
 ingin melakukannya dengan benar, tetapi tidak bisa karena mungkin
 terjerumus ke dalam 'ketidak-tahuan'.

 Contoh paling populer dan selalu salah dilaksanakan oleh sebagian
 rekan2 di milis ini maupun para wartawan di media cetak dan elektronik
 adalah penggunaan kata depan 'di' di depan kata waktu (hari, jam,
 bulan, dll.). Seharusnya kata yang tepat sebagai kata depannya adalah
 'pada'.

 Demikian saya tuliskan komentar saya di milis tercinta pada Senin ini.

 salam,
 syaiful

 On Sun, May 4, 2008 at 2:03 AM, Awang Satyana [EMAIL PROTECTED]
 wrote:
 Saat  saya seorang murid SMP pada tahun 1977-1980, sekitar 30 tahun yang
 lalu, saya menjadi penggemar acara Pembinaan Bahasa Indonesia yang
 ditayangkan satu-satunya stasiun televisi saat itu – TVRI. Guru Bahasa
 Indonesia saya memberikan tugas kepada murid-muridnya untuk
 memperhatikan acara televisi tersebut dan mencatatnya. Maka, setiap
 Selasa malam pukul 20.00 saya siap di depan televisi untuk meringkas
 pembahasan Yus Badudu -ahli Bahasa Indonesia kala itu - yang mengupas
 kesalahan penggunaan bahasa Indonesia.

  Tugas sekolah ini telah memupuk kecintaan akan Bahasa Indonesia. Sampai
 saat ini pun, di TVRI masih ada acara tersebut dalam format wawancara
 antara ahli bahasa Indonesia dengan pembawa acara Susan Bachtiar
 membahas persoalan-persoalan kebahasaan.

  Di mana Yus Badudu (Prof. Dr. Jusuf  Syarif Badudu) sekarang ? Yus
 Badudu (82 tahun) sudah lama pensiun, tinggal bersama isterinya
 tercinta di Bandung di wilayah Bukit Dago, kini Yus Badudu adalah
 seorang kakek dengan 23 cucu dari 9 anak dan 9 menantu. Meskipun
 demikian, sebuah buku baru diterbitkannya seminggu yang lalu (!).

  Mengapa saya tiba-tiba menulis tentang Yus Badudu ? Saya mengagumi
 konsistensinya, itu dibuktikan dengan semua pekerjaan dan karya
 tulisnya dalam bidang bahasa Indonesia. Sebagai seorang pengagumnya,
 saya mengumpulkan hampir semua buku yang pernah ditulisnya
 (mengumpulkan dalam hal ini artinya adalah mengumpulkan buku-buku lama
 yang kebetulan saya temukan di tukang buku bekas) dan membeli semua
 buku baru yang ditulisnya.

  Saya barusan saja membeli buku barunya itu, sebuah buku yang berhasil
 ditulis dan diselesaikannya pada saat usianya 82 tahun. Buku baru ini
 baru saja (April 2008) diterbitkan Kompas. Judulnya adalah Kamus
 Peribahasa : Memahami Arti dan Kiasan Peribahasa, Pepatah, dan
 Ungkapan. Hingga kini peribahasa masih dipergunakan dan diajarkan di
 sekolah. Tetapi, seringkali para pengguna hanya mampu mengerti arti
 kiasannya tanpa memahami arti sebenarnya kalimat yang dipergunakan.
 Dengan membaca buku ini, kita akan lebih memahami latar belakang dan
 arti peribahasa itu secara lebih mendalam, sehingga kita akan lebih
 yakin menggunakannya.

  Sebelum buku ini, lima tahun yang lalu saya pun membeli buku Yus Badudu
 yang saat itu baru diterbitkan (Maret 2003) oleh Kompas berjudul,
 Kamus Kata-Kata Serapan Asing dalam Bahasa Indonesia. Buku ini
 diselesaikan Yus Badudu saat usianya 77 tahun. Buku ini akan menolong
 kita memahami kata-kata serapan asing dan menggunakannya secara benar.

  Saat membeli buku kamus kata serapan asing itu, saya pun membeli buku
 Yus Badudu paling tabal yang pernah ditulisnya Kamus Umum Bahasa
 Indonesia Badudu-Zain (Pustaka Sinar Harapan, 2001) setebal 1646
 halaman. Kamus Badudu-Zain merupakan revisi besar atas Kamus Moderen
 Bahasa Indonesia susunan Sutan Mohammad Zain (1954). Disebut revisi
 besar karena jumlah lema (entry) menjadi bertambah sekitar dua kali
 (dari 12.645 lema menjadi 24.500 lema). Pewaris Zain, yaitu anaknya,
 meminta Yus Badudu merevisi kamus Zain ini dan menerbitkannya. Maka,
 Yus Badudu mengerjakannya selama 13 tahun dan berhasil menyelesaikannya
 pada tahun 2001 saat Yus Badudu berusia 75 tahun. Perlu diperhatikan
 bahwa Yus Badudu mengerjakannya seorang diri bukan tim seperti halnya
 penyusunan Kamus Besar Bahasa Indonesia (Departemen Pendidikan
 Nasional, 2007, edisi ketiga). Kamus Besar Bahasa Indonesia disusun
 oleh 38 ahli bahasa Indonesia dan memang luar biasa hasilnya sebab bisa
 mengumpulkan 72.000 lema
  kata bahasa Indonesia dalam edisi ketiganya.

  Kembali kepada Yus Badudu, dengan tiga karya utamanya yang
 dihasilkannya saat usianya 75-82 tahun itu jelas mencerminkan suatu
 konsistensi yang luar biasa. Sebuah teladan bagi kita semua bahwa siapa
 saja yang menggunakan akalnya dengan rajin, akan tetap 

Re: [iagi-net-l] OOT : Cintailah Bahasa Indonesia (Teladan Konsistensi Yus Badudu)

2008-05-04 Terurut Topik mohammad syaiful
Waduh, mohon maaf pak Eddy, apabila terlalu berlebihan. Mohon disimpan
saja kelebihannya, he.. he..

Memang, sama dengan pak Eddy (tentunya pak Awang dll), saya juga
hanyalah 'penggemar Bahasa Indonesia' selain penggemar bahasa2
lainnya. Makanya tidak rela rasanya kalau melihat bahasa kita
dicampur-adukkan dengan bahasa2 lain secara serampangan (misalnya
dengan Bahasa Inggris, dengan Bahasa Arab, dsb.), karena saya pun
masih belajar berbahasa Ingris maupun Arab dengan baik dan benar pula.

Mohon maaf juga untuk teman2 lainnya yg sempat saya sampaikan 'kritik'
secara japri. Terus-terang, selain pak Eddy, karena rasa sayang
terhadap teman2 dan merasa dekat, saya juga cukup sering menyampaikan
'masukan' tentang berbahasa ini secara japri kepada kurang dari 10
orang.

Menambahi info pak Awang, di koran Media Indonesia setiap akhir pekan,
juga ada kolom berbahasa Indonesia (oleh Kun).

salam,
syaiful

On Mon, May 5, 2008 at 2:22 PM, Eddy Subroto [EMAIL PROTECTED] wrote:
 Mas Syaiful, alhamdulillah atas pujiannya yang menurut saya berlebihan.
 Saya sendiri hanya termasuk penggemar bahasa Indonesia. Toh, Anda sering
 mengritik dan membetulkan bahasa yang saya gunakan, jadi Anda juga
 termasuk orang yang menggemari bahasa Indonesia. Memang, itu tugas kita
 untuk membuat bahasa Indonesia digunakan dengan baik dan benar dan juga
 dimengerti tentunya.

 Wasalam,
 EAS


  Sepakat, pak Awang. Di milis ini, mungkin selain pak Awang, saya
  mengamati hanya pak Eddy Subroto dari ITB yang 'mampu' melaksanakan
  berbahasa Indonesia ini dengan benar. Mungkin sebagian besar juga
  ingin melakukannya dengan benar, tetapi tidak bisa karena mungkin
  terjerumus ke dalam 'ketidak-tahuan'.
 
  Contoh paling populer dan selalu salah dilaksanakan oleh sebagian
  rekan2 di milis ini maupun para wartawan di media cetak dan elektronik
  adalah penggunaan kata depan 'di' di depan kata waktu (hari, jam,
  bulan, dll.). Seharusnya kata yang tepat sebagai kata depannya adalah
  'pada'.
 
  Demikian saya tuliskan komentar saya di milis tercinta pada Senin ini.
 
  salam,
  syaiful
 
  On Sun, May 4, 2008 at 2:03 AM, Awang Satyana [EMAIL PROTECTED]
  wrote:
  Saat  saya seorang murid SMP pada tahun 1977-1980, sekitar 30 tahun yang
  lalu, saya menjadi penggemar acara Pembinaan Bahasa Indonesia yang
  ditayangkan satu-satunya stasiun televisi saat itu – TVRI. Guru Bahasa
  Indonesia saya memberikan tugas kepada murid-muridnya untuk
  memperhatikan acara televisi tersebut dan mencatatnya. Maka, setiap
  Selasa malam pukul 20.00 saya siap di depan televisi untuk meringkas
  pembahasan Yus Badudu -ahli Bahasa Indonesia kala itu - yang mengupas
  kesalahan penggunaan bahasa Indonesia.
 
   Tugas sekolah ini telah memupuk kecintaan akan Bahasa Indonesia. Sampai
  saat ini pun, di TVRI masih ada acara tersebut dalam format wawancara
  antara ahli bahasa Indonesia dengan pembawa acara Susan Bachtiar
  membahas persoalan-persoalan kebahasaan.
 
   Di mana Yus Badudu (Prof. Dr. Jusuf  Syarif Badudu) sekarang ? Yus
  Badudu (82 tahun) sudah lama pensiun, tinggal bersama isterinya
  tercinta di Bandung di wilayah Bukit Dago, kini Yus Badudu adalah
  seorang kakek dengan 23 cucu dari 9 anak dan 9 menantu. Meskipun
  demikian, sebuah buku baru diterbitkannya seminggu yang lalu (!).
 
   Mengapa saya tiba-tiba menulis tentang Yus Badudu ? Saya mengagumi
  konsistensinya, itu dibuktikan dengan semua pekerjaan dan karya
  tulisnya dalam bidang bahasa Indonesia. Sebagai seorang pengagumnya,
  saya mengumpulkan hampir semua buku yang pernah ditulisnya
  (mengumpulkan dalam hal ini artinya adalah mengumpulkan buku-buku lama
  yang kebetulan saya temukan di tukang buku bekas) dan membeli semua
  buku baru yang ditulisnya.
 
   Saya barusan saja membeli buku barunya itu, sebuah buku yang berhasil
  ditulis dan diselesaikannya pada saat usianya 82 tahun. Buku baru ini
  baru saja (April 2008) diterbitkan Kompas. Judulnya adalah Kamus
  Peribahasa : Memahami Arti dan Kiasan Peribahasa, Pepatah, dan
  Ungkapan. Hingga kini peribahasa masih dipergunakan dan diajarkan di
  sekolah. Tetapi, seringkali para pengguna hanya mampu mengerti arti
  kiasannya tanpa memahami arti sebenarnya kalimat yang dipergunakan.
  Dengan membaca buku ini, kita akan lebih memahami latar belakang dan
  arti peribahasa itu secara lebih mendalam, sehingga kita akan lebih
  yakin menggunakannya.
 
   Sebelum buku ini, lima tahun yang lalu saya pun membeli buku Yus Badudu
  yang saat itu baru diterbitkan (Maret 2003) oleh Kompas berjudul,
  Kamus Kata-Kata Serapan Asing dalam Bahasa Indonesia. Buku ini
  diselesaikan Yus Badudu saat usianya 77 tahun. Buku ini akan menolong
  kita memahami kata-kata serapan asing dan menggunakannya secara benar.
 
   Saat membeli buku kamus kata serapan asing itu, saya pun membeli buku
  Yus Badudu paling tabal yang pernah ditulisnya Kamus Umum Bahasa
  Indonesia Badudu-Zain (Pustaka Sinar Harapan, 2001) setebal 1646
  halaman. Kamus Badudu-Zain merupakan 

RE: [iagi-net-l] OOT : Cintailah Bahasa Indonesia (Teladan Konsistensi Yus Badudu)

2008-05-04 Terurut Topik H. Edison Sirodj (XD/PCSB)
Minggu lalu, kurang lebih 350 orang Indonesia berkumpul ditengah hutan
200 Km Utara KualaLumpur. Bersama kami berdiri menyanyikan Lagu SATU
NUSA SATU BANGSA SATU BAHASA. Haru bangga dengan bahasa Indonesia.

EGS


-Original Message-
From: Awang Satyana [mailto:[EMAIL PROTECTED] 
Sent: Sunday, 04 May, 2008 3:04 AM
To: Geo Unpad; Eksplorasi BPMIGAS; Forum HAGI; IAGI
Subject: [iagi-net-l] OOT : Cintailah Bahasa Indonesia (Teladan
Konsistensi Yus Badudu)

Saat  saya seorang murid SMP pada tahun 1977-1980, sekitar 30 tahun yang
lalu, saya menjadi penggemar acara Pembinaan Bahasa Indonesia yang
ditayangkan satu-satunya stasiun televisi saat itu - TVRI. Guru Bahasa
Indonesia saya memberikan tugas kepada murid-muridnya untuk
memperhatikan acara televisi tersebut dan mencatatnya. Maka, setiap
Selasa malam pukul 20.00 saya siap di depan televisi untuk meringkas
pembahasan Yus Badudu -ahli Bahasa Indonesia kala itu - yang mengupas
kesalahan penggunaan bahasa Indonesia. 
   
  Tugas sekolah ini telah memupuk kecintaan akan Bahasa Indonesia.
Sampai saat ini pun, di TVRI masih ada acara tersebut dalam format
wawancara antara ahli bahasa Indonesia dengan pembawa acara Susan
Bachtiar membahas persoalan-persoalan kebahasaan.
   
  Di mana Yus Badudu (Prof. Dr. Jusuf  Syarif Badudu) sekarang ? Yus
Badudu (82 tahun) sudah lama pensiun, tinggal bersama isterinya tercinta
di Bandung di wilayah Bukit Dago, kini Yus Badudu adalah seorang kakek
dengan 23 cucu dari 9 anak dan 9 menantu. Meskipun demikian, sebuah buku
baru diterbitkannya seminggu yang lalu (!).
   
  Mengapa saya tiba-tiba menulis tentang Yus Badudu ? Saya mengagumi
konsistensinya, itu dibuktikan dengan semua pekerjaan dan karya tulisnya
dalam bidang bahasa Indonesia. Sebagai seorang pengagumnya, saya
mengumpulkan hampir semua buku yang pernah ditulisnya (mengumpulkan
dalam hal ini artinya adalah mengumpulkan buku-buku lama yang kebetulan
saya temukan di tukang buku bekas) dan membeli semua buku baru yang
ditulisnya.
   
  Saya barusan saja membeli buku barunya itu, sebuah buku yang berhasil
ditulis dan diselesaikannya pada saat usianya 82 tahun. Buku baru ini
baru saja (April 2008) diterbitkan Kompas. Judulnya adalah Kamus
Peribahasa : Memahami Arti dan Kiasan Peribahasa, Pepatah, dan
Ungkapan. Hingga kini peribahasa masih dipergunakan dan diajarkan di
sekolah. Tetapi, seringkali para pengguna hanya mampu mengerti arti
kiasannya tanpa memahami arti sebenarnya kalimat yang dipergunakan.
Dengan membaca buku ini, kita akan lebih memahami latar belakang dan
arti peribahasa itu secara lebih mendalam, sehingga kita akan lebih
yakin menggunakannya.
   
  Sebelum buku ini, lima tahun yang lalu saya pun membeli buku Yus
Badudu yang saat itu baru diterbitkan (Maret 2003) oleh Kompas berjudul,
Kamus Kata-Kata Serapan Asing dalam Bahasa Indonesia. Buku ini
diselesaikan Yus Badudu saat usianya 77 tahun. Buku ini akan menolong
kita memahami kata-kata serapan asing dan menggunakannya secara benar.
   
  Saat membeli buku kamus kata serapan asing itu, saya pun membeli buku
Yus Badudu paling tabal yang pernah ditulisnya Kamus Umum Bahasa
Indonesia Badudu-Zain (Pustaka Sinar Harapan, 2001) setebal 1646
halaman. Kamus Badudu-Zain merupakan revisi besar atas Kamus Moderen
Bahasa Indonesia susunan Sutan Mohammad Zain (1954). Disebut revisi
besar karena jumlah lema (entry) menjadi bertambah sekitar dua kali
(dari 12.645 lema menjadi 24.500 lema). Pewaris Zain, yaitu anaknya,
meminta Yus Badudu merevisi kamus Zain ini dan menerbitkannya. Maka, Yus
Badudu mengerjakannya selama 13 tahun dan berhasil menyelesaikannya pada
tahun 2001 saat Yus Badudu berusia 75 tahun. Perlu diperhatikan bahwa
Yus Badudu mengerjakannya seorang diri bukan tim seperti halnya
penyusunan Kamus Besar Bahasa Indonesia (Departemen Pendidikan Nasional,
2007, edisi ketiga). Kamus Besar Bahasa Indonesia disusun oleh 38 ahli
bahasa Indonesia dan memang luar biasa hasilnya sebab bisa mengumpulkan
72.000 lema
 kata bahasa Indonesia dalam edisi ketiganya.
   
  Kembali kepada Yus Badudu, dengan tiga karya utamanya yang
dihasilkannya saat usianya 75-82 tahun itu jelas mencerminkan suatu
konsistensi yang luar biasa. Sebuah teladan bagi kita semua bahwa siapa
saja yang menggunakan akalnya dengan rajin, akan tetap terlatih, tajam
sekalipun usianya sudah di atas 80 tahun. Dan saya pikir hanya cinta
yang mendalam kepada bahasa Indonesia sajalah yang menyebabkan Yus
Badudu tetap berkarya dalam bidangnya. Cinta memang penggerak utama
banyak hal. 
   
  Sekalipun Yus Badudu menjadi sarjana (S1) Bahasa Indonesia pada saat
usianya sudah 37 tahun (Fakultas Sastra UNPAD, 1963) - termasuk
terlambat daripada umumnya - sungguh bukan suatu keterlambatan sebab ia
tetap berkarya sampai usianya di atas 80 tahun pun. 
   
  Yus Badudu memang dilahirkan untuk menjadi guru. Ia telah menjadi guru
selama 65 tahun. Sejak umurnya 15 tahun ia telah menjadi guru. Delapan
tahun menjadi guru SD, 4 tahun guru SMP, 10 tahun guru SMA, dan 42 tahun

Re: [iagi-net-l] OOT : Cintailah Bahasa Indonesia (Teladan Konsistensi Yus Badudu)

2008-05-04 Terurut Topik mohammad syaiful
pak egs, adakah cerita di balik itu?

salam,
syaiful

2008/5/5 H. Edison Sirodj (XD/PCSB) [EMAIL PROTECTED]:
 Minggu lalu, kurang lebih 350 orang Indonesia berkumpul ditengah hutan
 200 Km Utara KualaLumpur. Bersama kami berdiri menyanyikan Lagu SATU
 NUSA SATU BANGSA SATU BAHASA. Haru bangga dengan bahasa Indonesia.

 EGS


 -Original Message-
 From: Awang Satyana [mailto:[EMAIL PROTECTED]
 Sent: Sunday, 04 May, 2008 3:04 AM
 To: Geo Unpad; Eksplorasi BPMIGAS; Forum HAGI; IAGI
 Subject: [iagi-net-l] OOT : Cintailah Bahasa Indonesia (Teladan
 Konsistensi Yus Badudu)


 Saat  saya seorang murid SMP pada tahun 1977-1980, sekitar 30 tahun yang
 lalu, saya menjadi penggemar acara Pembinaan Bahasa Indonesia yang
 ditayangkan satu-satunya stasiun televisi saat itu - TVRI. Guru Bahasa
 Indonesia saya memberikan tugas kepada murid-muridnya untuk
 memperhatikan acara televisi tersebut dan mencatatnya. Maka, setiap
 Selasa malam pukul 20.00 saya siap di depan televisi untuk meringkas
 pembahasan Yus Badudu -ahli Bahasa Indonesia kala itu - yang mengupas
 kesalahan penggunaan bahasa Indonesia.

  Tugas sekolah ini telah memupuk kecintaan akan Bahasa Indonesia.
 Sampai saat ini pun, di TVRI masih ada acara tersebut dalam format
 wawancara antara ahli bahasa Indonesia dengan pembawa acara Susan
 Bachtiar membahas persoalan-persoalan kebahasaan.

  Di mana Yus Badudu (Prof. Dr. Jusuf  Syarif Badudu) sekarang ? Yus
 Badudu (82 tahun) sudah lama pensiun, tinggal bersama isterinya tercinta
 di Bandung di wilayah Bukit Dago, kini Yus Badudu adalah seorang kakek
 dengan 23 cucu dari 9 anak dan 9 menantu. Meskipun demikian, sebuah buku
 baru diterbitkannya seminggu yang lalu (!).

  Mengapa saya tiba-tiba menulis tentang Yus Badudu ? Saya mengagumi
 konsistensinya, itu dibuktikan dengan semua pekerjaan dan karya tulisnya
 dalam bidang bahasa Indonesia. Sebagai seorang pengagumnya, saya
 mengumpulkan hampir semua buku yang pernah ditulisnya (mengumpulkan
 dalam hal ini artinya adalah mengumpulkan buku-buku lama yang kebetulan
 saya temukan di tukang buku bekas) dan membeli semua buku baru yang
 ditulisnya.

  Saya barusan saja membeli buku barunya itu, sebuah buku yang berhasil
 ditulis dan diselesaikannya pada saat usianya 82 tahun. Buku baru ini
 baru saja (April 2008) diterbitkan Kompas. Judulnya adalah Kamus
 Peribahasa : Memahami Arti dan Kiasan Peribahasa, Pepatah, dan
 Ungkapan. Hingga kini peribahasa masih dipergunakan dan diajarkan di
 sekolah. Tetapi, seringkali para pengguna hanya mampu mengerti arti
 kiasannya tanpa memahami arti sebenarnya kalimat yang dipergunakan.
 Dengan membaca buku ini, kita akan lebih memahami latar belakang dan
 arti peribahasa itu secara lebih mendalam, sehingga kita akan lebih
 yakin menggunakannya.

  Sebelum buku ini, lima tahun yang lalu saya pun membeli buku Yus
 Badudu yang saat itu baru diterbitkan (Maret 2003) oleh Kompas berjudul,
 Kamus Kata-Kata Serapan Asing dalam Bahasa Indonesia. Buku ini
 diselesaikan Yus Badudu saat usianya 77 tahun. Buku ini akan menolong
 kita memahami kata-kata serapan asing dan menggunakannya secara benar.

  Saat membeli buku kamus kata serapan asing itu, saya pun membeli buku
 Yus Badudu paling tabal yang pernah ditulisnya Kamus Umum Bahasa
 Indonesia Badudu-Zain (Pustaka Sinar Harapan, 2001) setebal 1646
 halaman. Kamus Badudu-Zain merupakan revisi besar atas Kamus Moderen
 Bahasa Indonesia susunan Sutan Mohammad Zain (1954). Disebut revisi
 besar karena jumlah lema (entry) menjadi bertambah sekitar dua kali
 (dari 12.645 lema menjadi 24.500 lema). Pewaris Zain, yaitu anaknya,
 meminta Yus Badudu merevisi kamus Zain ini dan menerbitkannya. Maka, Yus
 Badudu mengerjakannya selama 13 tahun dan berhasil menyelesaikannya pada
 tahun 2001 saat Yus Badudu berusia 75 tahun. Perlu diperhatikan bahwa
 Yus Badudu mengerjakannya seorang diri bukan tim seperti halnya
 penyusunan Kamus Besar Bahasa Indonesia (Departemen Pendidikan Nasional,
 2007, edisi ketiga). Kamus Besar Bahasa Indonesia disusun oleh 38 ahli
 bahasa Indonesia dan memang luar biasa hasilnya sebab bisa mengumpulkan
 72.000 lema
  kata bahasa Indonesia dalam edisi ketiganya.

  Kembali kepada Yus Badudu, dengan tiga karya utamanya yang
 dihasilkannya saat usianya 75-82 tahun itu jelas mencerminkan suatu
 konsistensi yang luar biasa. Sebuah teladan bagi kita semua bahwa siapa
 saja yang menggunakan akalnya dengan rajin, akan tetap terlatih, tajam
 sekalipun usianya sudah di atas 80 tahun. Dan saya pikir hanya cinta
 yang mendalam kepada bahasa Indonesia sajalah yang menyebabkan Yus
 Badudu tetap berkarya dalam bidangnya. Cinta memang penggerak utama
 banyak hal.

  Sekalipun Yus Badudu menjadi sarjana (S1) Bahasa Indonesia pada saat
 usianya sudah 37 tahun (Fakultas Sastra UNPAD, 1963) - termasuk
 terlambat daripada umumnya - sungguh bukan suatu keterlambatan sebab ia
 tetap berkarya sampai usianya di atas 80 tahun pun.

  Yus Badudu memang dilahirkan untuk menjadi guru. Ia telah menjadi

Re: [iagi-net-l] OOT : Cintailah Bahasa Indonesia (Teladan Konsistensi Yus Badudu)

2008-05-04 Terurut Topik nyoto - ke-el
Keluarga kami juga termasuk salah satu keluarga IATMI-KL yg mengikuti acara
tsb.

Acaranya adalah acara Family Gathering - 2008, yaitu kumpul2
keluarga tahunan anggota IATMI-KL bersama semua anggota keluarganya masing2.
Acara tsb dirancang, dilaksanakan  dinikmati oleh kita2 para keluarga
anggota IATMI-KL, yaitu keluarga Indonesia yg bekerja di KL di bidang
perminyakan, sebagian besar kerjanya di Petronas, kecuali itu juga ada di
oilco2 lainnya serta dari service oilco.

Ada acara tari2an anak2  band remaja, serta band bapak2 keluarga IATMI-KL,
ini ada beberapa cuplikan acaranya di YouTube yg dikirimkan oleh pak Prama
Arta (Petronas), seperti dibawah ini :



Buat yang mau liat beberapa kegiatan di FG08 IATMI-KL , berikut ini beberapa
cuplikan videonya yang sempat terekam di handycam saya.
Tari pendet : http://www.youtube.com/watch?v=oczmWdeyi-I
Band remaja : http://www.youtube.com/watch?v=lxJDFWdJouUfeature=user
Band bapak2 : http://www.youtube.com/watch?v=vQGkyq3VMGIfeature=related
 dan disini : http://www.youtube.com/watch?v=n_yruT_8zoIfeature=user

Salam,
Prama






Sebelum acara FG-2008 dimulai, dibuka dengan sedikit sambutan dari ketua
panitya FG-2008 (mbak Dyah, Petronas)  ketua IATMI-KL (pak Hari Primadi,
ex-Petronas), kemudian diteruskan dengan nyanyi lagu kebangsaan SATU NUSA
SATU BANGSA  antara lain utntuk membangkitkan rasa bangga tanah air,
terutama kepada anak2  remaja kita yg sudah lama hidup di luar tanah air.



wass,

nyoto








2008/5/5 mohammad syaiful [EMAIL PROTECTED]:

 pak egs, adakah cerita di balik itu?

 salam,
 syaiful

 2008/5/5 H. Edison Sirodj (XD/PCSB) [EMAIL PROTECTED]:
  Minggu lalu, kurang lebih 350 orang Indonesia berkumpul ditengah hutan
  200 Km Utara KualaLumpur. Bersama kami berdiri menyanyikan Lagu SATU
  NUSA SATU BANGSA SATU BAHASA. Haru bangga dengan bahasa Indonesia.
 
  EGS
 
 
  -Original Message-
  From: Awang Satyana [mailto:[EMAIL PROTECTED]
  Sent: Sunday, 04 May, 2008 3:04 AM
  To: Geo Unpad; Eksplorasi BPMIGAS; Forum HAGI; IAGI
  Subject: [iagi-net-l] OOT : Cintailah Bahasa Indonesia (Teladan
  Konsistensi Yus Badudu)
 
 
  Saat  saya seorang murid SMP pada tahun 1977-1980, sekitar 30 tahun yang
  lalu, saya menjadi penggemar acara Pembinaan Bahasa Indonesia yang
  ditayangkan satu-satunya stasiun televisi saat itu - TVRI. Guru Bahasa
  Indonesia saya memberikan tugas kepada murid-muridnya untuk
  memperhatikan acara televisi tersebut dan mencatatnya. Maka, setiap
  Selasa malam pukul 20.00 saya siap di depan televisi untuk meringkas
  pembahasan Yus Badudu -ahli Bahasa Indonesia kala itu - yang mengupas
  kesalahan penggunaan bahasa Indonesia.
 
   Tugas sekolah ini telah memupuk kecintaan akan Bahasa Indonesia.
  Sampai saat ini pun, di TVRI masih ada acara tersebut dalam format
  wawancara antara ahli bahasa Indonesia dengan pembawa acara Susan
  Bachtiar membahas persoalan-persoalan kebahasaan.
 
   Di mana Yus Badudu (Prof. Dr. Jusuf  Syarif Badudu) sekarang ? Yus
  Badudu (82 tahun) sudah lama pensiun, tinggal bersama isterinya tercinta
  di Bandung di wilayah Bukit Dago, kini Yus Badudu adalah seorang kakek
  dengan 23 cucu dari 9 anak dan 9 menantu. Meskipun demikian, sebuah buku
  baru diterbitkannya seminggu yang lalu (!).
 
   Mengapa saya tiba-tiba menulis tentang Yus Badudu ? Saya mengagumi
  konsistensinya, itu dibuktikan dengan semua pekerjaan dan karya tulisnya
  dalam bidang bahasa Indonesia. Sebagai seorang pengagumnya, saya
  mengumpulkan hampir semua buku yang pernah ditulisnya (mengumpulkan
  dalam hal ini artinya adalah mengumpulkan buku-buku lama yang kebetulan
  saya temukan di tukang buku bekas) dan membeli semua buku baru yang
  ditulisnya.
 
   Saya barusan saja membeli buku barunya itu, sebuah buku yang berhasil
  ditulis dan diselesaikannya pada saat usianya 82 tahun. Buku baru ini
  baru saja (April 2008) diterbitkan Kompas. Judulnya adalah Kamus
  Peribahasa : Memahami Arti dan Kiasan Peribahasa, Pepatah, dan
  Ungkapan. Hingga kini peribahasa masih dipergunakan dan diajarkan di
  sekolah. Tetapi, seringkali para pengguna hanya mampu mengerti arti
  kiasannya tanpa memahami arti sebenarnya kalimat yang dipergunakan.
  Dengan membaca buku ini, kita akan lebih memahami latar belakang dan
  arti peribahasa itu secara lebih mendalam, sehingga kita akan lebih
  yakin menggunakannya.
 
   Sebelum buku ini, lima tahun yang lalu saya pun membeli buku Yus
  Badudu yang saat itu baru diterbitkan (Maret 2003) oleh Kompas berjudul,
  Kamus Kata-Kata Serapan Asing dalam Bahasa Indonesia. Buku ini
  diselesaikan Yus Badudu saat usianya 77 tahun. Buku ini akan menolong
  kita memahami kata-kata serapan asing dan menggunakannya secara benar.
 
   Saat membeli buku kamus kata serapan asing itu, saya pun membeli buku
  Yus Badudu paling tabal yang pernah ditulisnya Kamus Umum Bahasa
  Indonesia Badudu-Zain (Pustaka Sinar Harapan, 2001) setebal 1646
  halaman. Kamus Badudu-Zain merupakan revisi besar atas Kamus Moderen

RE: [iagi-net-l] OOT : Cintailah Bahasa Indonesia (Teladan Konsistensi Yus Badudu)

2008-05-04 Terurut Topik H. Edison Sirodj (XD/PCSB)
Mas Syaiful,

Rekan-rekan G and G dan Perminyakan di sini baru mengadakan
kumpul-kumpul dengan keluarga dengan mengundang staff KBRI di KL.
Sebanyak 350 orang berkumpul di acara yang kami adakan dua tahun sekali.
Banyak juga rekan-rekan yang baru bergabung di KL datang pada acara
tersebut.

Suatu kejutan ketika adik-adik panitia (fresh graduate yang di rekrut
Petronas) mempersilahkan hadirin berdiri untuk menyanyikan lagu SATU
NUSA SATU BANGSA. Kami menyanyi dengan keras/lantang. Sudah lama sekali
kami tidak pernah menyanyikan lagu ini. Pada hari tersebut, beberapa
teman menyatakan merinding sewaktu menyanyikannya. Haru, haru sangat
haru.
Kami cinta bahasa Indonesia dan kami bangga punya bahasa Indonesia. 

Disini mereka masih terus mencari jati diri bahasa Malaysia yang rebutan
dengan bahasa Tamil, Cina dan Inggris yang kelihatan jadi lucu.

EGS.

-Original Message-
From: mohammad syaiful [mailto:[EMAIL PROTECTED] 
Sent: Monday, 05 May, 2008 8:57 AM
To: iagi-net@iagi.or.id
Subject: Re: [iagi-net-l] OOT : Cintailah Bahasa Indonesia (Teladan
Konsistensi Yus Badudu)

pak egs, adakah cerita di balik itu?

salam,
syaiful

2008/5/5 H. Edison Sirodj (XD/PCSB) [EMAIL PROTECTED]:
 Minggu lalu, kurang lebih 350 orang Indonesia berkumpul ditengah hutan
 200 Km Utara KualaLumpur. Bersama kami berdiri menyanyikan Lagu SATU
 NUSA SATU BANGSA SATU BAHASA. Haru bangga dengan bahasa Indonesia.

 EGS


 -Original Message-
 From: Awang Satyana [mailto:[EMAIL PROTECTED]
 Sent: Sunday, 04 May, 2008 3:04 AM
 To: Geo Unpad; Eksplorasi BPMIGAS; Forum HAGI; IAGI
 Subject: [iagi-net-l] OOT : Cintailah Bahasa Indonesia (Teladan
 Konsistensi Yus Badudu)


 Saat  saya seorang murid SMP pada tahun 1977-1980, sekitar 30 tahun
yang
 lalu, saya menjadi penggemar acara Pembinaan Bahasa Indonesia yang
 ditayangkan satu-satunya stasiun televisi saat itu - TVRI. Guru Bahasa
 Indonesia saya memberikan tugas kepada murid-muridnya untuk
 memperhatikan acara televisi tersebut dan mencatatnya. Maka, setiap
 Selasa malam pukul 20.00 saya siap di depan televisi untuk meringkas
 pembahasan Yus Badudu -ahli Bahasa Indonesia kala itu - yang mengupas
 kesalahan penggunaan bahasa Indonesia.

  Tugas sekolah ini telah memupuk kecintaan akan Bahasa Indonesia.
 Sampai saat ini pun, di TVRI masih ada acara tersebut dalam format
 wawancara antara ahli bahasa Indonesia dengan pembawa acara Susan
 Bachtiar membahas persoalan-persoalan kebahasaan.

  Di mana Yus Badudu (Prof. Dr. Jusuf  Syarif Badudu) sekarang ? Yus
 Badudu (82 tahun) sudah lama pensiun, tinggal bersama isterinya
tercinta
 di Bandung di wilayah Bukit Dago, kini Yus Badudu adalah seorang kakek
 dengan 23 cucu dari 9 anak dan 9 menantu. Meskipun demikian, sebuah
buku
 baru diterbitkannya seminggu yang lalu (!).

  Mengapa saya tiba-tiba menulis tentang Yus Badudu ? Saya mengagumi
 konsistensinya, itu dibuktikan dengan semua pekerjaan dan karya
tulisnya
 dalam bidang bahasa Indonesia. Sebagai seorang pengagumnya, saya
 mengumpulkan hampir semua buku yang pernah ditulisnya (mengumpulkan
 dalam hal ini artinya adalah mengumpulkan buku-buku lama yang
kebetulan
 saya temukan di tukang buku bekas) dan membeli semua buku baru yang
 ditulisnya.

  Saya barusan saja membeli buku barunya itu, sebuah buku yang berhasil
 ditulis dan diselesaikannya pada saat usianya 82 tahun. Buku baru ini
 baru saja (April 2008) diterbitkan Kompas. Judulnya adalah Kamus
 Peribahasa : Memahami Arti dan Kiasan Peribahasa, Pepatah, dan
 Ungkapan. Hingga kini peribahasa masih dipergunakan dan diajarkan di
 sekolah. Tetapi, seringkali para pengguna hanya mampu mengerti arti
 kiasannya tanpa memahami arti sebenarnya kalimat yang dipergunakan.
 Dengan membaca buku ini, kita akan lebih memahami latar belakang dan
 arti peribahasa itu secara lebih mendalam, sehingga kita akan lebih
 yakin menggunakannya.

  Sebelum buku ini, lima tahun yang lalu saya pun membeli buku Yus
 Badudu yang saat itu baru diterbitkan (Maret 2003) oleh Kompas
berjudul,
 Kamus Kata-Kata Serapan Asing dalam Bahasa Indonesia. Buku ini
 diselesaikan Yus Badudu saat usianya 77 tahun. Buku ini akan menolong
 kita memahami kata-kata serapan asing dan menggunakannya secara benar.

  Saat membeli buku kamus kata serapan asing itu, saya pun membeli buku
 Yus Badudu paling tabal yang pernah ditulisnya Kamus Umum Bahasa
 Indonesia Badudu-Zain (Pustaka Sinar Harapan, 2001) setebal 1646
 halaman. Kamus Badudu-Zain merupakan revisi besar atas Kamus Moderen
 Bahasa Indonesia susunan Sutan Mohammad Zain (1954). Disebut revisi
 besar karena jumlah lema (entry) menjadi bertambah sekitar dua kali
 (dari 12.645 lema menjadi 24.500 lema). Pewaris Zain, yaitu anaknya,
 meminta Yus Badudu merevisi kamus Zain ini dan menerbitkannya. Maka,
Yus
 Badudu mengerjakannya selama 13 tahun dan berhasil menyelesaikannya
pada
 tahun 2001 saat Yus Badudu berusia 75 tahun. Perlu diperhatikan bahwa
 Yus Badudu mengerjakannya seorang diri bukan tim seperti halnya
 penyusunan Kamus

Re: [iagi-net-l] OOT : Cintailah Bahasa Indonesia (Teladan Konsistensi Yus Badudu)

2008-05-04 Terurut Topik mohammad syaiful
terimakasih infonya, pak egs. semoga keluarga besar iatmi-kl tambah
rukun dan banyak rejeki.

mungkin kapan2 ditambah dg 'rayuan pulau kelapa', yg kadang2
ditayangkan kalo salah satu stasiun televisi di tanah-air mau tutup
warung...

salam,
syaiful

2008/5/5 H. Edison Sirodj (XD/PCSB) [EMAIL PROTECTED]:
 Mas Syaiful,

 Rekan-rekan G and G dan Perminyakan di sini baru mengadakan
 kumpul-kumpul dengan keluarga dengan mengundang staff KBRI di KL.
 Sebanyak 350 orang berkumpul di acara yang kami adakan dua tahun sekali.
 Banyak juga rekan-rekan yang baru bergabung di KL datang pada acara
 tersebut.

 Suatu kejutan ketika adik-adik panitia (fresh graduate yang di rekrut
 Petronas) mempersilahkan hadirin berdiri untuk menyanyikan lagu SATU
 NUSA SATU BANGSA. Kami menyanyi dengan keras/lantang. Sudah lama sekali
 kami tidak pernah menyanyikan lagu ini. Pada hari tersebut, beberapa
 teman menyatakan merinding sewaktu menyanyikannya. Haru, haru sangat
 haru.
 Kami cinta bahasa Indonesia dan kami bangga punya bahasa Indonesia.

 Disini mereka masih terus mencari jati diri bahasa Malaysia yang rebutan
 dengan bahasa Tamil, Cina dan Inggris yang kelihatan jadi lucu.

 EGS.


 -Original Message-
 From: mohammad syaiful [mailto:[EMAIL PROTECTED]
 Sent: Monday, 05 May, 2008 8:57 AM
 To: iagi-net@iagi.or.id
 Subject: Re: [iagi-net-l] OOT : Cintailah Bahasa Indonesia (Teladan
 Konsistensi Yus Badudu)

 pak egs, adakah cerita di balik itu?

 salam,
 syaiful

 2008/5/5 H. Edison Sirodj (XD/PCSB) [EMAIL PROTECTED]:
  Minggu lalu, kurang lebih 350 orang Indonesia berkumpul ditengah hutan
  200 Km Utara KualaLumpur. Bersama kami berdiri menyanyikan Lagu SATU
  NUSA SATU BANGSA SATU BAHASA. Haru bangga dengan bahasa Indonesia.
 
  EGS
 
 
  -Original Message-
  From: Awang Satyana [mailto:[EMAIL PROTECTED]
  Sent: Sunday, 04 May, 2008 3:04 AM
  To: Geo Unpad; Eksplorasi BPMIGAS; Forum HAGI; IAGI
  Subject: [iagi-net-l] OOT : Cintailah Bahasa Indonesia (Teladan
  Konsistensi Yus Badudu)
 
 
  Saat  saya seorang murid SMP pada tahun 1977-1980, sekitar 30 tahun
 yang
  lalu, saya menjadi penggemar acara Pembinaan Bahasa Indonesia yang
  ditayangkan satu-satunya stasiun televisi saat itu - TVRI. Guru Bahasa
  Indonesia saya memberikan tugas kepada murid-muridnya untuk
  memperhatikan acara televisi tersebut dan mencatatnya. Maka, setiap
  Selasa malam pukul 20.00 saya siap di depan televisi untuk meringkas
  pembahasan Yus Badudu -ahli Bahasa Indonesia kala itu - yang mengupas
  kesalahan penggunaan bahasa Indonesia.
 
   Tugas sekolah ini telah memupuk kecintaan akan Bahasa Indonesia.
  Sampai saat ini pun, di TVRI masih ada acara tersebut dalam format
  wawancara antara ahli bahasa Indonesia dengan pembawa acara Susan
  Bachtiar membahas persoalan-persoalan kebahasaan.
 
   Di mana Yus Badudu (Prof. Dr. Jusuf  Syarif Badudu) sekarang ? Yus
  Badudu (82 tahun) sudah lama pensiun, tinggal bersama isterinya
 tercinta
  di Bandung di wilayah Bukit Dago, kini Yus Badudu adalah seorang kakek
  dengan 23 cucu dari 9 anak dan 9 menantu. Meskipun demikian, sebuah
 buku
  baru diterbitkannya seminggu yang lalu (!).
 
   Mengapa saya tiba-tiba menulis tentang Yus Badudu ? Saya mengagumi
  konsistensinya, itu dibuktikan dengan semua pekerjaan dan karya
 tulisnya
  dalam bidang bahasa Indonesia. Sebagai seorang pengagumnya, saya
  mengumpulkan hampir semua buku yang pernah ditulisnya (mengumpulkan
  dalam hal ini artinya adalah mengumpulkan buku-buku lama yang
 kebetulan
  saya temukan di tukang buku bekas) dan membeli semua buku baru yang
  ditulisnya.
 
   Saya barusan saja membeli buku barunya itu, sebuah buku yang berhasil
  ditulis dan diselesaikannya pada saat usianya 82 tahun. Buku baru ini
  baru saja (April 2008) diterbitkan Kompas. Judulnya adalah Kamus
  Peribahasa : Memahami Arti dan Kiasan Peribahasa, Pepatah, dan
  Ungkapan. Hingga kini peribahasa masih dipergunakan dan diajarkan di
  sekolah. Tetapi, seringkali para pengguna hanya mampu mengerti arti
  kiasannya tanpa memahami arti sebenarnya kalimat yang dipergunakan.
  Dengan membaca buku ini, kita akan lebih memahami latar belakang dan
  arti peribahasa itu secara lebih mendalam, sehingga kita akan lebih
  yakin menggunakannya.
 
   Sebelum buku ini, lima tahun yang lalu saya pun membeli buku Yus
  Badudu yang saat itu baru diterbitkan (Maret 2003) oleh Kompas
 berjudul,
  Kamus Kata-Kata Serapan Asing dalam Bahasa Indonesia. Buku ini
  diselesaikan Yus Badudu saat usianya 77 tahun. Buku ini akan menolong
  kita memahami kata-kata serapan asing dan menggunakannya secara benar.
 
   Saat membeli buku kamus kata serapan asing itu, saya pun membeli buku
  Yus Badudu paling tabal yang pernah ditulisnya Kamus Umum Bahasa
  Indonesia Badudu-Zain (Pustaka Sinar Harapan, 2001) setebal 1646
  halaman. Kamus Badudu-Zain merupakan revisi besar atas Kamus Moderen
  Bahasa Indonesia susunan Sutan Mohammad Zain (1954). Disebut revisi
  besar karena jumlah lema (entry

Re: [iagi-net-l] OOT : Cintailah Bahasa Indonesia (Teladan Konsistensi Yus Badudu)

2008-05-04 Terurut Topik mohammad syaiful
nuwun pak nyoto. kerukunan yg bisa dijadikan teladan di tanah-air.

salam,
syaiful

2008/5/5 nyoto - ke-el [EMAIL PROTECTED]:
 Keluarga kami juga termasuk salah satu keluarga IATMI-KL yg mengikuti acara
 tsb.

 Acaranya adalah acara Family Gathering - 2008, yaitu kumpul2
 keluarga tahunan anggota IATMI-KL bersama semua anggota keluarganya masing2.
 Acara tsb dirancang, dilaksanakan  dinikmati oleh kita2 para keluarga
 anggota IATMI-KL, yaitu keluarga Indonesia yg bekerja di KL di bidang
 perminyakan, sebagian besar kerjanya di Petronas, kecuali itu juga ada di
 oilco2 lainnya serta dari service oilco.

 Ada acara tari2an anak2  band remaja, serta band bapak2 keluarga IATMI-KL,
 ini ada beberapa cuplikan acaranya di YouTube yg dikirimkan oleh pak Prama
 Arta (Petronas), seperti dibawah ini :



 Buat yang mau liat beberapa kegiatan di FG08 IATMI-KL , berikut ini beberapa
 cuplikan videonya yang sempat terekam di handycam saya.
 Tari pendet : http://www.youtube.com/watch?v=oczmWdeyi-I
 Band remaja : http://www.youtube.com/watch?v=lxJDFWdJouUfeature=user
 Band bapak2 : http://www.youtube.com/watch?v=vQGkyq3VMGIfeature=related
  dan disini : http://www.youtube.com/watch?v=n_yruT_8zoIfeature=user

 Salam,
 Prama






 Sebelum acara FG-2008 dimulai, dibuka dengan sedikit sambutan dari ketua
 panitya FG-2008 (mbak Dyah, Petronas)  ketua IATMI-KL (pak Hari Primadi,
 ex-Petronas), kemudian diteruskan dengan nyanyi lagu kebangsaan SATU NUSA
 SATU BANGSA  antara lain utntuk membangkitkan rasa bangga tanah air,
 terutama kepada anak2  remaja kita yg sudah lama hidup di luar tanah air.



 wass,

 nyoto








 2008/5/5 mohammad syaiful [EMAIL PROTECTED]:


  pak egs, adakah cerita di balik itu?
 
  salam,
  syaiful
 
  2008/5/5 H. Edison Sirodj (XD/PCSB) [EMAIL PROTECTED]:
   Minggu lalu, kurang lebih 350 orang Indonesia berkumpul ditengah hutan
   200 Km Utara KualaLumpur. Bersama kami berdiri menyanyikan Lagu SATU
   NUSA SATU BANGSA SATU BAHASA. Haru bangga dengan bahasa Indonesia.
  
   EGS
  
  
   -Original Message-
   From: Awang Satyana [mailto:[EMAIL PROTECTED]
   Sent: Sunday, 04 May, 2008 3:04 AM
   To: Geo Unpad; Eksplorasi BPMIGAS; Forum HAGI; IAGI
   Subject: [iagi-net-l] OOT : Cintailah Bahasa Indonesia (Teladan
   Konsistensi Yus Badudu)
  
  
   Saat  saya seorang murid SMP pada tahun 1977-1980, sekitar 30 tahun yang
   lalu, saya menjadi penggemar acara Pembinaan Bahasa Indonesia yang
   ditayangkan satu-satunya stasiun televisi saat itu - TVRI. Guru Bahasa
   Indonesia saya memberikan tugas kepada murid-muridnya untuk
   memperhatikan acara televisi tersebut dan mencatatnya. Maka, setiap
   Selasa malam pukul 20.00 saya siap di depan televisi untuk meringkas
   pembahasan Yus Badudu -ahli Bahasa Indonesia kala itu - yang mengupas
   kesalahan penggunaan bahasa Indonesia.
  
Tugas sekolah ini telah memupuk kecintaan akan Bahasa Indonesia.
   Sampai saat ini pun, di TVRI masih ada acara tersebut dalam format
   wawancara antara ahli bahasa Indonesia dengan pembawa acara Susan
   Bachtiar membahas persoalan-persoalan kebahasaan.
  
Di mana Yus Badudu (Prof. Dr. Jusuf  Syarif Badudu) sekarang ? Yus
   Badudu (82 tahun) sudah lama pensiun, tinggal bersama isterinya tercinta
   di Bandung di wilayah Bukit Dago, kini Yus Badudu adalah seorang kakek
   dengan 23 cucu dari 9 anak dan 9 menantu. Meskipun demikian, sebuah buku
   baru diterbitkannya seminggu yang lalu (!).
  
Mengapa saya tiba-tiba menulis tentang Yus Badudu ? Saya mengagumi
   konsistensinya, itu dibuktikan dengan semua pekerjaan dan karya tulisnya
   dalam bidang bahasa Indonesia. Sebagai seorang pengagumnya, saya
   mengumpulkan hampir semua buku yang pernah ditulisnya (mengumpulkan
   dalam hal ini artinya adalah mengumpulkan buku-buku lama yang kebetulan
   saya temukan di tukang buku bekas) dan membeli semua buku baru yang
   ditulisnya.
  
Saya barusan saja membeli buku barunya itu, sebuah buku yang berhasil
   ditulis dan diselesaikannya pada saat usianya 82 tahun. Buku baru ini
   baru saja (April 2008) diterbitkan Kompas. Judulnya adalah Kamus
   Peribahasa : Memahami Arti dan Kiasan Peribahasa, Pepatah, dan
   Ungkapan. Hingga kini peribahasa masih dipergunakan dan diajarkan di
   sekolah. Tetapi, seringkali para pengguna hanya mampu mengerti arti
   kiasannya tanpa memahami arti sebenarnya kalimat yang dipergunakan.
   Dengan membaca buku ini, kita akan lebih memahami latar belakang dan
   arti peribahasa itu secara lebih mendalam, sehingga kita akan lebih
   yakin menggunakannya.
  
Sebelum buku ini, lima tahun yang lalu saya pun membeli buku Yus
   Badudu yang saat itu baru diterbitkan (Maret 2003) oleh Kompas berjudul,
   Kamus Kata-Kata Serapan Asing dalam Bahasa Indonesia. Buku ini
   diselesaikan Yus Badudu saat usianya 77 tahun. Buku ini akan menolong
   kita memahami kata-kata serapan asing dan menggunakannya secara benar.
  
Saat membeli buku kamus kata serapan asing itu, saya pun

Re: [iagi-net-l] OOT : Cintailah Bahasa Indonesia (Teladan Konsistensi Yus Badudu)

2008-05-04 Terurut Topik nyoto - ke-el
Sama2 pak Syaiful ... usulan yg bagus utk menyanyikan juga lagu rayuan pulau
kepala.

wass,






2008/5/5 mohammad syaiful [EMAIL PROTECTED]:

 nuwun pak nyoto. kerukunan yg bisa dijadikan teladan di tanah-air.

 salam,
 syaiful

 2008/5/5 nyoto - ke-el [EMAIL PROTECTED]:
   Keluarga kami juga termasuk salah satu keluarga IATMI-KL yg mengikuti
 acara
  tsb.
 
  Acaranya adalah acara Family Gathering - 2008, yaitu kumpul2
  keluarga tahunan anggota IATMI-KL bersama semua anggota keluarganya
 masing2.
  Acara tsb dirancang, dilaksanakan  dinikmati oleh kita2 para keluarga
  anggota IATMI-KL, yaitu keluarga Indonesia yg bekerja di KL di bidang
  perminyakan, sebagian besar kerjanya di Petronas, kecuali itu juga ada
 di
  oilco2 lainnya serta dari service oilco.
 
  Ada acara tari2an anak2  band remaja, serta band bapak2 keluarga
 IATMI-KL,
  ini ada beberapa cuplikan acaranya di YouTube yg dikirimkan oleh pak
 Prama
  Arta (Petronas), seperti dibawah ini :
 
 
 
  Buat yang mau liat beberapa kegiatan di FG08 IATMI-KL , berikut ini
 beberapa
  cuplikan videonya yang sempat terekam di handycam saya.
  Tari pendet : http://www.youtube.com/watch?v=oczmWdeyi-I
  Band remaja : http://www.youtube.com/watch?v=lxJDFWdJouUfeature=user
  Band bapak2 : http://www.youtube.com/watch?v=vQGkyq3VMGIfeature=related
   dan disini : http://www.youtube.com/watch?v=n_yruT_8zoIfeature=user
 
  Salam,
  Prama
 
 
 
 
 
 
  Sebelum acara FG-2008 dimulai, dibuka dengan sedikit sambutan dari ketua
  panitya FG-2008 (mbak Dyah, Petronas)  ketua IATMI-KL (pak Hari
 Primadi,
  ex-Petronas), kemudian diteruskan dengan nyanyi lagu kebangsaan SATU
 NUSA
  SATU BANGSA  antara lain utntuk membangkitkan rasa bangga tanah air,
  terutama kepada anak2  remaja kita yg sudah lama hidup di luar tanah
 air.
 
 
 
  wass,
 
  nyoto
 
 
 
 
 
 
 
 
  2008/5/5 mohammad syaiful [EMAIL PROTECTED]:
 
 
   pak egs, adakah cerita di balik itu?
  
   salam,
   syaiful
  
   2008/5/5 H. Edison Sirodj (XD/PCSB) [EMAIL PROTECTED]:
Minggu lalu, kurang lebih 350 orang Indonesia berkumpul ditengah
 hutan
200 Km Utara KualaLumpur. Bersama kami berdiri menyanyikan Lagu SATU
NUSA SATU BANGSA SATU BAHASA. Haru bangga dengan bahasa Indonesia.
   
EGS
   
   
-Original Message-
From: Awang Satyana [mailto:[EMAIL PROTECTED]
Sent: Sunday, 04 May, 2008 3:04 AM
To: Geo Unpad; Eksplorasi BPMIGAS; Forum HAGI; IAGI
Subject: [iagi-net-l] OOT : Cintailah Bahasa Indonesia (Teladan
Konsistensi Yus Badudu)
   
   
Saat  saya seorang murid SMP pada tahun 1977-1980, sekitar 30 tahun
 yang
lalu, saya menjadi penggemar acara Pembinaan Bahasa Indonesia yang
ditayangkan satu-satunya stasiun televisi saat itu - TVRI. Guru
 Bahasa
Indonesia saya memberikan tugas kepada murid-muridnya untuk
memperhatikan acara televisi tersebut dan mencatatnya. Maka, setiap
Selasa malam pukul 20.00 saya siap di depan televisi untuk meringkas
pembahasan Yus Badudu -ahli Bahasa Indonesia kala itu - yang
 mengupas
kesalahan penggunaan bahasa Indonesia.
   
 Tugas sekolah ini telah memupuk kecintaan akan Bahasa Indonesia.
Sampai saat ini pun, di TVRI masih ada acara tersebut dalam format
wawancara antara ahli bahasa Indonesia dengan pembawa acara Susan
Bachtiar membahas persoalan-persoalan kebahasaan.
   
 Di mana Yus Badudu (Prof. Dr. Jusuf  Syarif Badudu) sekarang ? Yus
Badudu (82 tahun) sudah lama pensiun, tinggal bersama isterinya
 tercinta
di Bandung di wilayah Bukit Dago, kini Yus Badudu adalah seorang
 kakek
dengan 23 cucu dari 9 anak dan 9 menantu. Meskipun demikian, sebuah
 buku
baru diterbitkannya seminggu yang lalu (!).
   
 Mengapa saya tiba-tiba menulis tentang Yus Badudu ? Saya mengagumi
konsistensinya, itu dibuktikan dengan semua pekerjaan dan karya
 tulisnya
dalam bidang bahasa Indonesia. Sebagai seorang pengagumnya, saya
mengumpulkan hampir semua buku yang pernah ditulisnya (mengumpulkan
dalam hal ini artinya adalah mengumpulkan buku-buku lama yang
 kebetulan
saya temukan di tukang buku bekas) dan membeli semua buku baru yang
ditulisnya.
   
 Saya barusan saja membeli buku barunya itu, sebuah buku yang
 berhasil
ditulis dan diselesaikannya pada saat usianya 82 tahun. Buku baru
 ini
baru saja (April 2008) diterbitkan Kompas. Judulnya adalah Kamus
Peribahasa : Memahami Arti dan Kiasan Peribahasa, Pepatah, dan
Ungkapan. Hingga kini peribahasa masih dipergunakan dan diajarkan
 di
sekolah. Tetapi, seringkali para pengguna hanya mampu mengerti arti
kiasannya tanpa memahami arti sebenarnya kalimat yang dipergunakan.
Dengan membaca buku ini, kita akan lebih memahami latar belakang dan
arti peribahasa itu secara lebih mendalam, sehingga kita akan lebih
yakin menggunakannya.
   
 Sebelum buku ini, lima tahun yang lalu saya pun membeli buku Yus
Badudu yang saat itu baru diterbitkan (Maret 2003) oleh Kompas

[iagi-net-l] OOT : Cintailah Bahasa Indonesia (Teladan Konsistensi Yus Badudu)

2008-05-03 Terurut Topik Awang Satyana
Saat  saya seorang murid SMP pada tahun 1977-1980, sekitar 30 tahun yang lalu, 
saya menjadi penggemar acara Pembinaan Bahasa Indonesia yang ditayangkan 
satu-satunya stasiun televisi saat itu – TVRI. Guru Bahasa Indonesia saya 
memberikan tugas kepada murid-muridnya untuk memperhatikan acara televisi 
tersebut dan mencatatnya. Maka, setiap Selasa malam pukul 20.00 saya siap di 
depan televisi untuk meringkas pembahasan Yus Badudu -ahli Bahasa Indonesia 
kala itu - yang mengupas kesalahan penggunaan bahasa Indonesia. 
   
  Tugas sekolah ini telah memupuk kecintaan akan Bahasa Indonesia. Sampai saat 
ini pun, di TVRI masih ada acara tersebut dalam format wawancara antara ahli 
bahasa Indonesia dengan pembawa acara Susan Bachtiar membahas 
persoalan-persoalan kebahasaan.
   
  Di mana Yus Badudu (Prof. Dr. Jusuf  Syarif Badudu) sekarang ? Yus Badudu (82 
tahun) sudah lama pensiun, tinggal bersama isterinya tercinta di Bandung di 
wilayah Bukit Dago, kini Yus Badudu adalah seorang kakek dengan 23 cucu dari 9 
anak dan 9 menantu. Meskipun demikian, sebuah buku baru diterbitkannya seminggu 
yang lalu (!).
   
  Mengapa saya tiba-tiba menulis tentang Yus Badudu ? Saya mengagumi 
konsistensinya, itu dibuktikan dengan semua pekerjaan dan karya tulisnya dalam 
bidang bahasa Indonesia. Sebagai seorang pengagumnya, saya mengumpulkan hampir 
semua buku yang pernah ditulisnya (mengumpulkan dalam hal ini artinya adalah 
mengumpulkan buku-buku lama yang kebetulan saya temukan di tukang buku bekas) 
dan membeli semua buku baru yang ditulisnya.
   
  Saya barusan saja membeli buku barunya itu, sebuah buku yang berhasil ditulis 
dan diselesaikannya pada saat usianya 82 tahun. Buku baru ini baru saja (April 
2008) diterbitkan Kompas. Judulnya adalah “Kamus Peribahasa : Memahami Arti dan 
Kiasan Peribahasa, Pepatah, dan Ungkapan”. Hingga kini peribahasa masih 
dipergunakan dan diajarkan di sekolah. Tetapi, seringkali para pengguna hanya 
mampu mengerti arti kiasannya tanpa memahami arti sebenarnya kalimat yang 
dipergunakan. Dengan membaca buku ini, kita akan lebih memahami latar belakang 
dan arti peribahasa itu secara lebih mendalam, sehingga kita akan lebih yakin 
menggunakannya.
   
  Sebelum buku ini, lima tahun yang lalu saya pun membeli buku Yus Badudu yang 
saat itu baru diterbitkan (Maret 2003) oleh Kompas berjudul, “Kamus Kata-Kata 
Serapan Asing dalam Bahasa Indonesia”. Buku ini diselesaikan Yus Badudu saat 
usianya 77 tahun. Buku ini akan menolong kita memahami kata-kata serapan asing 
dan menggunakannya secara benar.
   
  Saat membeli buku kamus kata serapan asing itu, saya pun membeli buku Yus 
Badudu paling tabal yang pernah ditulisnya “Kamus Umum Bahasa Indonesia 
Badudu-Zain” (Pustaka Sinar Harapan, 2001) setebal 1646 halaman. Kamus 
Badudu-Zain merupakan revisi besar atas “Kamus Moderen Bahasa Indonesia” 
susunan Sutan Mohammad Zain (1954). Disebut revisi besar karena jumlah lema 
(entry) menjadi bertambah sekitar dua kali (dari 12.645 lema menjadi 24.500 
lema). Pewaris Zain, yaitu anaknya, meminta Yus Badudu merevisi kamus Zain ini 
dan menerbitkannya. Maka, Yus Badudu mengerjakannya selama 13 tahun dan 
berhasil menyelesaikannya pada tahun 2001 saat Yus Badudu berusia 75 tahun. 
Perlu diperhatikan bahwa Yus Badudu mengerjakannya seorang diri bukan tim 
seperti halnya penyusunan Kamus Besar Bahasa Indonesia (Departemen Pendidikan 
Nasional, 2007, edisi ketiga). Kamus Besar Bahasa Indonesia disusun oleh 38 
ahli bahasa Indonesia dan memang luar biasa hasilnya sebab bisa mengumpulkan 
72.000 lema
 kata bahasa Indonesia dalam edisi ketiganya.
   
  Kembali kepada Yus Badudu, dengan tiga karya utamanya yang dihasilkannya saat 
usianya 75-82 tahun itu jelas mencerminkan suatu konsistensi yang luar biasa. 
Sebuah teladan bagi kita semua bahwa siapa saja yang menggunakan akalnya dengan 
rajin, akan tetap terlatih, tajam sekalipun usianya sudah di atas 80 tahun. Dan 
saya pikir hanya cinta yang mendalam kepada bahasa Indonesia sajalah yang 
menyebabkan Yus Badudu tetap berkarya dalam bidangnya. Cinta memang penggerak 
utama banyak hal. 
   
  Sekalipun Yus Badudu menjadi sarjana (S1) Bahasa Indonesia pada saat usianya 
sudah 37 tahun (Fakultas Sastra UNPAD, 1963) – termasuk terlambat daripada 
umumnya – sungguh bukan suatu keterlambatan sebab ia tetap berkarya sampai 
usianya di atas 80 tahun pun. 
   
  Yus Badudu memang dilahirkan untuk menjadi guru. Ia telah menjadi guru selama 
65 tahun. Sejak umurnya 15 tahun ia telah menjadi guru. Delapan tahun menjadi 
guru SD, 4 tahun guru SMP, 10 tahun guru SMA, dan 42 tahun menjadi dosen di 
Perguruan Tinggi (UNPAD dan UPI Bandung-dulu IKIP Bandung). Yus Badudu pun 
mengajar guru-guru bahasa Indonesia sampai ke pelosok-pelosok wilayah Indonesia 
dalam program penataran guru bahasa Indonesia. Rekannya, Prof. Dr. Anton 
Moeliono menggelarinya ”Gurunya Guru Bahasa”. Dan, siapa saja yang pernah 
membaca majalah bulanan Intisari, pasti pernah menemukan rubrik ”Inilah 

RE: [iagi-net-l] OOT : Cintailah Bahasa Indonesia (Teladan Konsistensi Yus Badudu)

2008-05-03 Terurut Topik Sugeng Hartono
Pak Awang,
 
Trimakasih atas ulasannya mengenai Pak Yus Badudu. Beliau itu kan dulu sering 
membawakan acara Bahasa Indonesia di TVRI, juga menulis di majalah Intisari: 
Inilah bahasa Indonesia yang benar. Tulisannya hanya dua halaman tetapi isinya 
padat, informatif dan sangat bagus. Tulisan-2 ini juga sudah dibukukan lho, dan 
saya pernah membelinya beberapa untuk dihadiahkan kepada kawan, saudara yang 
menjadi guru Bahasa Indonesia di SMP dan SMA. Tentu saja mereka sangat gembira.
 
Mas Edwin Latuihamalo, salah satu menantunya adalah teman saya ketika masih 
jadi mudlogger, karena dia sebagai teknisi lumpur pemboran. Saya pernah tanya, 
bagaimana kalau saya sowan dan minta tanda-tangan beliau pada buku yang saya 
miliki? Jawab mas Edwin, wah beliau pasti dengan senang hati.
Bagi saya, beliau ini sangat konsisten dengan ilmu keahliannya. Walaupun sudah 
sepuh tetapi tetap rajin menulis dan tetap enerjik, seperti halnya para sesepuh 
kita di bidang Geologi yang telah Pak Awang sebutkan.
 
Semoga setelah pulang dari Rig, saya dapat membeli buku beliau, lalu kalau 
dolan ke Bandung dapat sowan untuk minta tanda-tangan. Pokoknya alamat rumahnya 
di daerah Dago yha?
Rasanya uraian Pak Awang benar sekali; walaupun kita sudah cukup umur, dan 
bekerja bukan di bidang bahasa, tetapi tetap harus belajar dan mencintai Bahasa 
Indonesia. Rasanya tidak enak kalau menulis tetapi susunan kata atau bahasanya 
masih berlepotan.
 
Saat ini saya sedang di lokasi sumur eksplorasi. Tentu saja saya sempat main ke 
perkampungan sebelah. Saya agak prihatin dengan kemampuan bahasa dan menulis 
anak-2 SD di sini. Kemarin ketika sempat pulang bbrp hari ke Jakarta, mereka 
saya bawakan buku-2 bacaan, cerita rakyat berbagai daerah dan majalah Bobo 
bekas.
Mereka suka main ke belakang cabin saya; sekarang mereka mandi dan keramas dulu 
sebelum main :)
 
Salam hangat,
Sugeng
 
 
 



From: Awang Satyana [mailto:[EMAIL PROTECTED]
Sent: Minggu 04/05/2008 2:03
To: Geo Unpad; Eksplorasi BPMIGAS; Forum HAGI; IAGI
Subject: [iagi-net-l] OOT : Cintailah Bahasa Indonesia (Teladan Konsistensi Yus 
Badudu)



Saat  saya seorang murid SMP pada tahun 1977-1980, sekitar 30 tahun yang lalu, 
saya menjadi penggemar acara Pembinaan Bahasa Indonesia yang ditayangkan 
satu-satunya stasiun televisi saat itu - TVRI. Guru Bahasa Indonesia saya 
memberikan tugas kepada murid-muridnya untuk memperhatikan acara televisi 
tersebut dan mencatatnya. Maka, setiap Selasa malam pukul 20.00 saya siap di 
depan televisi untuk meringkas pembahasan Yus Badudu -ahli Bahasa Indonesia 
kala itu - yang mengupas kesalahan penggunaan bahasa Indonesia.
  
  Tugas sekolah ini telah memupuk kecintaan akan Bahasa Indonesia. Sampai saat 
ini pun, di TVRI masih ada acara tersebut dalam format wawancara antara ahli 
bahasa Indonesia dengan pembawa acara Susan Bachtiar membahas 
persoalan-persoalan kebahasaan.
  
  Di mana Yus Badudu (Prof. Dr. Jusuf  Syarif Badudu) sekarang ? Yus Badudu (82 
tahun) sudah lama pensiun, tinggal bersama isterinya tercinta di Bandung di 
wilayah Bukit Dago, kini Yus Badudu adalah seorang kakek dengan 23 cucu dari 9 
anak dan 9 menantu. Meskipun demikian, sebuah buku baru diterbitkannya seminggu 
yang lalu (!).
  
  Mengapa saya tiba-tiba menulis tentang Yus Badudu ? Saya mengagumi 
konsistensinya, itu dibuktikan dengan semua pekerjaan dan karya tulisnya dalam 
bidang bahasa Indonesia. Sebagai seorang pengagumnya, saya mengumpulkan hampir 
semua buku yang pernah ditulisnya (mengumpulkan dalam hal ini artinya adalah 
mengumpulkan buku-buku lama yang kebetulan saya temukan di tukang buku bekas) 
dan membeli semua buku baru yang ditulisnya.
  
  Saya barusan saja membeli buku barunya itu, sebuah buku yang berhasil ditulis 
dan diselesaikannya pada saat usianya 82 tahun. Buku baru ini baru saja (April 
2008) diterbitkan Kompas. Judulnya adalah Kamus Peribahasa : Memahami Arti dan 
Kiasan Peribahasa, Pepatah, dan Ungkapan. Hingga kini peribahasa masih 
dipergunakan dan diajarkan di sekolah. Tetapi, seringkali para pengguna hanya 
mampu mengerti arti kiasannya tanpa memahami arti sebenarnya kalimat yang 
dipergunakan. Dengan membaca buku ini, kita akan lebih memahami latar belakang 
dan arti peribahasa itu secara lebih mendalam, sehingga kita akan lebih yakin 
menggunakannya.
  
  Sebelum buku ini, lima tahun yang lalu saya pun membeli buku Yus Badudu yang 
saat itu baru diterbitkan (Maret 2003) oleh Kompas berjudul, Kamus Kata-Kata 
Serapan Asing dalam Bahasa Indonesia. Buku ini diselesaikan Yus Badudu saat 
usianya 77 tahun. Buku ini akan menolong kita memahami kata-kata serapan asing 
dan menggunakannya secara benar.
  
  Saat membeli buku kamus kata serapan asing itu, saya pun membeli buku Yus 
Badudu paling tabal yang pernah ditulisnya Kamus Umum Bahasa Indonesia 
Badudu-Zain (Pustaka Sinar Harapan, 2001) setebal 1646 halaman. Kamus 
Badudu-Zain merupakan revisi besar atas Kamus Moderen Bahasa Indonesia 
susunan Sutan