[iagi-net-l] PSC Indonesia: CR; PSC Malaysia: revenue over cost
Selamat siang. Paling tidak ada dua pakar yg pernah menyinggung kontrak PSC kita dengan PSC Malaysia. Dulu mas Budi (PE, manajer Sub Surface) menanggapi tulisan saya, bahwa spirit PSC itu bagus, buktinya diadopsi bbrp negara tetangga. Yang tidak kalah penting adalah fungsi pengawasan. Dia sempat katakan bahwa PSC di Malaysia ada "revenue/cost" artinya keuntungan dibagi modal (?). Angka ini akan mempengaruhi persentasi pembagian (split). Kalau revenue besar, dan cost kecil maka investor (oil co) akan mendapat bagian yang besar pula (tidak 85% dan 15%, mungkin bisa 80% dan 20%), tetapi kalau revenue kecil tetapi costnya besar, maka investor akan mendapat bagian sedikit (mungkin kurang dari 15%). Intinya, di sana, Malaysia "memaksa" investor untuk berhemat/ efisien, sementara di sini nampaknya investor agak kurang berhemat karena merasa bahwa semuanya akan masuk dalam cost recovery. Beberapa waktu yll Pak Wamen ESDM, dalam suatu acara di tivi juga sempat menyinggung hal ini, bahwa di Malaysia kontrak PSC ada klausul revenue over cost, sementara di sini semua biaya bisa di-cost recovery. Dalam kesempatan tsb beliau dapat "menangkis" serangan-2 para pengamat. Sampai saat ini saya masih mempunyai pemahaman bahwa investor di Malysia tidak akan berani "main-2", sehingga di benak saya bahwa PSC di sana sedikit lebih baik dari PSC kita. Apakah hal ini bisa di nego ulang atau kontraknya di-amandemen? Saya sampaikan terima kasih kepada teman-2 yg bersedia memberi pencerahan. Salam, Sugeng “Save a Tree” – Please consider the environment before printing this email. DISCLAIMER : This e-mail and any files transmitted with it ("Message") is intended only for the use of the recipient(s) named above and may contain confidential information. You are hereby notified that the taking of any action in reliance upon, or any review, retransmission, dissemination, distribution, printing or copying of this Message or any part thereof by anyone other than the intended recipient(s) is strictly prohibited. If you have received this Message in error, you should delete this Message immediately and advise the sender by return e-mail. Opinions, conclusions and other information in this Message that do not relate to the official business of PetroChina International Companies In Indonesia or its Group of Companies shall be understood as neither given nor endorsed by PetroChina International Companies In Indonesia or any of the companies within the Group. ==
Re: [iagi-net-l] PSC Indonesia: CR; PSC Malaysia: revenue over cost
Perbandingan ini sudah saya tuliskan di IPA tahun *2007*. PROCEEDINGS, INDONESIAN PETROLEUM ASSOCIATION, Thirty-First Annual Convention and Exhibition, May 2007 "PSC TERM AND CONDITION AND ITS IMPLEMENTATION IN SOUTH EAST ASIA REGION" Rovicky Dwi Putrohari* Anggoro Kasyanto** Heri Suryanto**Ida Marianna Abdul Rashid* Bahkan juga saya singgung tentang relinguishment yg dapat merugikan/menguntungkan negara tuan rumah. RDP 2012/4/17 Sugeng Hartono > Selamat siang. > > Paling tidak ada dua pakar yg pernah menyinggung kontrak PSC kita dengan > PSC Malaysia. Dulu mas Budi (PE, manajer Sub Surface) menanggapi tulisan > saya, bahwa spirit PSC itu bagus, buktinya diadopsi bbrp negara tetangga. > Yang tidak kalah penting adalah fungsi pengawasan. > Dia sempat katakan bahwa PSC di Malaysia ada "revenue/cost" artinya > keuntungan dibagi modal (?). Angka ini akan mempengaruhi persentasi > pembagian (split). Kalau revenue besar, dan cost kecil maka investor (oil > co) akan mendapat bagian yang besar pula (tidak 85% dan 15%, mungkin bisa > 80% dan 20%), tetapi kalau revenue kecil tetapi costnya besar, maka > investor akan mendapat bagian sedikit (mungkin kurang dari 15%). Intinya, > di sana, Malaysia "memaksa" investor untuk berhemat/ efisien, sementara di > sini nampaknya investor agak kurang berhemat karena merasa bahwa semuanya > akan masuk dalam cost recovery. > > Beberapa waktu yll Pak Wamen ESDM, dalam suatu acara di tivi juga sempat > menyinggung hal ini, bahwa di Malaysia kontrak PSC ada klausul revenue over > cost, sementara di sini semua biaya bisa di-cost recovery. Dalam kesempatan > tsb beliau dapat "menangkis" serangan-2 para pengamat. > Sampai saat ini saya masih mempunyai pemahaman bahwa investor di Malysia > tidak akan berani "main-2", sehingga di benak saya bahwa PSC di sana > sedikit lebih baik dari PSC kita. > Apakah hal ini bisa di nego ulang atau kontraknya di-amandemen? > Saya sampaikan terima kasih kepada teman-2 yg bersedia memberi pencerahan. > > Salam, > Sugeng > > > > “Save a Tree” – Please consider the environment before printing this email. > > ==**==** > ==**==** > ==**== > DISCLAIMER : This e-mail and any files transmitted with it ("Message") is > intended only for the use of the recipient(s) named above and may contain > confidential information. You are hereby notified that the taking of any > action in reliance upon, or any review, retransmission, dissemination, > distribution, printing or copying of this Message or any part thereof by > anyone other than the intended recipient(s) is strictly prohibited. If you > have received this Message in error, you should delete this Message > immediately and advise the sender by return e-mail. Opinions, conclusions > and other information in this Message that do not relate to the official > business of PetroChina International Companies In Indonesia or its Group of > Companies shall be understood as neither given nor endorsed by PetroChina > International Companies In Indonesia or any of the companies within the > Group. > ==**==** > ==**==** > ==** > > -- *"Sejarah itu tidak pernah usang untuk terus dipelajari"*
Re: [iagi-net-l] PSC Indonesia: CR; PSC Malaysia: revenue over cost
Trimakasih Pak. Nanti akan saya cari di tumpukan buku makalah IPA. Selamat yha, acara di bandung sangat sukses, saya saya ada keperluan ke Yogya dan Solo. Salam, sugeng - Original Message - From: Rovicky Dwi Putrohari To: iagi-net@iagi.or.id Sent: Tuesday, April 17, 2012 12:34 PM Subject: Re: [iagi-net-l] PSC Indonesia: CR; PSC Malaysia: revenue over cost Perbandingan ini sudah saya tuliskan di IPA tahun 2007. PROCEEDINGS, INDONESIAN PETROLEUM ASSOCIATION, Thirty-First Annual Convention and Exhibition, May 2007 "PSC TERM AND CONDITION AND ITS IMPLEMENTATION IN SOUTH EAST ASIA REGION" Rovicky Dwi Putrohari* Anggoro Kasyanto** Heri Suryanto**Ida Marianna Abdul Rashid* Bahkan juga saya singgung tentang relinguishment yg dapat merugikan/menguntungkan negara tuan rumah. RDP 2012/4/17 Sugeng Hartono Selamat siang. Paling tidak ada dua pakar yg pernah menyinggung kontrak PSC kita dengan PSC Malaysia. Dulu mas Budi (PE, manajer Sub Surface) menanggapi tulisan saya, bahwa spirit PSC itu bagus, buktinya diadopsi bbrp negara tetangga. Yang tidak kalah penting adalah fungsi pengawasan. Dia sempat katakan bahwa PSC di Malaysia ada "revenue/cost" artinya keuntungan dibagi modal (?). Angka ini akan mempengaruhi persentasi pembagian (split). Kalau revenue besar, dan cost kecil maka investor (oil co) akan mendapat bagian yang besar pula (tidak 85% dan 15%, mungkin bisa 80% dan 20%), tetapi kalau revenue kecil tetapi costnya besar, maka investor akan mendapat bagian sedikit (mungkin kurang dari 15%). Intinya, di sana, Malaysia "memaksa" investor untuk berhemat/ efisien, sementara di sini nampaknya investor agak kurang berhemat karena merasa bahwa semuanya akan masuk dalam cost recovery. Beberapa waktu yll Pak Wamen ESDM, dalam suatu acara di tivi juga sempat menyinggung hal ini, bahwa di Malaysia kontrak PSC ada klausul revenue over cost, sementara di sini semua biaya bisa di-cost recovery. Dalam kesempatan tsb beliau dapat "menangkis" serangan-2 para pengamat. Sampai saat ini saya masih mempunyai pemahaman bahwa investor di Malysia tidak akan berani "main-2", sehingga di benak saya bahwa PSC di sana sedikit lebih baik dari PSC kita. Apakah hal ini bisa di nego ulang atau kontraknya di-amandemen? Saya sampaikan terima kasih kepada teman-2 yg bersedia memberi pencerahan. Salam, Sugeng “Save a Tree” – Please consider the environment before printing this email. DISCLAIMER : This e-mail and any files transmitted with it ("Message") is intended only for the use of the recipient(s) named above and may contain confidential information. You are hereby notified that the taking of any action in reliance upon, or any review, retransmission, dissemination, distribution, printing or copying of this Message or any part thereof by anyone other than the intended recipient(s) is strictly prohibited. If you have received this Message in error, you should delete this Message immediately and advise the sender by return e-mail. Opinions, conclusions and other information in this Message that do not relate to the official business of PetroChina International Companies In Indonesia or its Group of Companies shall be understood as neither given nor endorsed by PetroChina International Companies In Indonesia or any of the companies within the Group. == -- "Sejarah itu tidak pernah usang untuk terus dipelajari" -- “Save a Tree” – Please consider the environment before printing this email. “Save a Tree” – Please consider the environment before printing this email. DISCLAIMER : This e-mail and any files transmitted with it ("Message") is intended only for the use of the recipient(s) named above and may contain confidential information. You are hereby notified that the taking of any action in reliance upon, or any review, retransmission, dissemination, distribution, printing or copying of this Message or any part thereof by anyone other than the intended recipient(s) is strictly prohibited. If you have received this Message in error, you should delete this Message immediately and advise the sender by return e-mail. Opinions, conclusions and other information in this Message that do not relate to the official business of Pet
Re: [iagi-net-l] PSC Indonesia: CR; PSC Malaysia: revenue over cost
Yang punya negara itu siapa? Yang utangnya gede siapa? Yang ngutangin pasti bisa menekan yang utang. Yang utang seharusnya berani juga nekan yang ngutangin. Tinggal punya kepribadian dan keberanian serta kepemimpinan untuk berunding dlm bhs kita, jangan bhs mereka, ntar ditipu lagi . Powered by Telkomsel BlackBerry® -Original Message- From: "Sugeng Hartono" Date: Tue, 17 Apr 2012 10:59:05 To: Reply-To: Subject: [iagi-net-l] PSC Indonesia: CR; PSC Malaysia: revenue over cost Selamat siang. Paling tidak ada dua pakar yg pernah menyinggung kontrak PSC kita dengan PSC Malaysia. Dulu mas Budi (PE, manajer Sub Surface) menanggapi tulisan saya, bahwa spirit PSC itu bagus, buktinya diadopsi bbrp negara tetangga. Yang tidak kalah penting adalah fungsi pengawasan. Dia sempat katakan bahwa PSC di Malaysia ada "revenue/cost" artinya keuntungan dibagi modal (?). Angka ini akan mempengaruhi persentasi pembagian (split). Kalau revenue besar, dan cost kecil maka investor (oil co) akan mendapat bagian yang besar pula (tidak 85% dan 15%, mungkin bisa 80% dan 20%), tetapi kalau revenue kecil tetapi costnya besar, maka investor akan mendapat bagian sedikit (mungkin kurang dari 15%). Intinya, di sana, Malaysia "memaksa" investor untuk berhemat/ efisien, sementara di sini nampaknya investor agak kurang berhemat karena merasa bahwa semuanya akan masuk dalam cost recovery. Beberapa waktu yll Pak Wamen ESDM, dalam suatu acara di tivi juga sempat menyinggung hal ini, bahwa di Malaysia kontrak PSC ada klausul revenue over cost, sementara di sini semua biaya bisa di-cost recovery. Dalam kesempatan tsb beliau dapat "menangkis" serangan-2 para pengamat. Sampai saat ini saya masih mempunyai pemahaman bahwa investor di Malysia tidak akan berani "main-2", sehingga di benak saya bahwa PSC di sana sedikit lebih baik dari PSC kita. Apakah hal ini bisa di nego ulang atau kontraknya di-amandemen? Saya sampaikan terima kasih kepada teman-2 yg bersedia memberi pencerahan. Salam, Sugeng “Save a Tree” – Please consider the environment before printing this email. DISCLAIMER : This e-mail and any files transmitted with it ("Message") is intended only for the use of the recipient(s) named above and may contain confidential information. You are hereby notified that the taking of any action in reliance upon, or any review, retransmission, dissemination, distribution, printing or copying of this Message or any part thereof by anyone other than the intended recipient(s) is strictly prohibited. If you have received this Message in error, you should delete this Message immediately and advise the sender by return e-mail. Opinions, conclusions and other information in this Message that do not relate to the official business of PetroChina International Companies In Indonesia or its Group of Companies shall be understood as neither given nor endorsed by PetroChina International Companies In Indonesia or any of the companies within the Group. ==
Re: [iagi-net-l] PSC Indonesia: CR; PSC Malaysia: revenue over cost
Saya rasa tidak akan semudah itu untuk "bermain-main" dengan cost recovery, mungkin statement tersebut bisa dikatakan "prejudice". Mengapa? Jawabannya sederhana saja, karena disamping kepada kewajiban mempertanggungjawabkan kepada regulator, operator pasti harus bertanggung jawab kepada investment holding-nya, dan, jangan lupa, masih ada banyak tahapan audit yang harus kita lewati sebelum suatu biaya bisa kita masukkan kedalam skema cost recovery. Yang membuat iklim investasi di negara kita "kurang menarik" sebenarnya lebih kepada komitmen lintas sektoral dan tumpamg tindih pemanfaatan lahan. Jangan dikira kalau kita sudah memperoleh izin pinjam pakai terus bisa melakukan operasi lapangan dengan efisien. Salam, Bambang > > From: Sugeng Hartono >To: iagi-net@iagi.or.id >Sent: Tuesday, April 17, 2012 10:59 AM >Subject: [iagi-net-l] PSC Indonesia: CR; PSC Malaysia: revenue over cost > >Selamat siang. > >Paling tidak ada dua pakar yg pernah menyinggung kontrak PSC kita dengan PSC >Malaysia. Dulu mas Budi (PE, manajer Sub Surface) menanggapi tulisan saya, >bahwa spirit PSC itu bagus, buktinya diadopsi bbrp negara tetangga. Yang >tidak kalah penting adalah fungsi pengawasan. >Dia sempat katakan bahwa PSC di Malaysia ada "revenue/cost" artinya >keuntungan dibagi modal (?). Angka ini akan mempengaruhi persentasi >pembagian (split). Kalau revenue besar, dan cost kecil maka investor (oil >co) akan mendapat bagian yang besar pula (tidak 85% dan 15%, mungkin bisa >80% dan 20%), tetapi kalau revenue kecil tetapi costnya besar, maka investor >akan mendapat bagian sedikit (mungkin kurang dari 15%). Intinya, di sana, >Malaysia "memaksa" investor untuk berhemat/ efisien, sementara di sini >nampaknya investor agak kurang berhemat karena merasa bahwa semuanya akan >masuk dalam cost recovery. > >Beberapa waktu yll Pak Wamen ESDM, dalam suatu acara di tivi juga sempat >menyinggung hal ini, bahwa di Malaysia kontrak PSC ada klausul revenue over >cost, sementara di sini semua biaya bisa di-cost recovery. Dalam kesempatan >tsb beliau dapat "menangkis" serangan-2 para pengamat. >Sampai saat ini saya masih mempunyai pemahaman bahwa investor di Malysia >tidak akan berani "main-2", sehingga di benak saya bahwa PSC di sana sedikit >lebih baik dari PSC kita. >Apakah hal ini bisa di nego ulang atau kontraknya di-amandemen? >Saya sampaikan terima kasih kepada teman-2 yg bersedia memberi pencerahan. > >Salam, >Sugeng > > > >“Save a Tree” – Please consider the environment before printing this email. > > >DISCLAIMER : This e-mail and any files transmitted with it ("Message") is >intended only for the use of the recipient(s) named above and may contain >confidential information. You are hereby notified that the taking of any >action in reliance upon, or any review, retransmission, dissemination, >distribution, printing or copying of this Message or any part thereof by >anyone other than the intended recipient(s) is strictly prohibited. >If you have received this Message in error, you should delete this Message >immediately and advise the sender by return e-mail. Opinions, conclusions and >other information in this Message that do not relate to the official business >of PetroChina International Companies In Indonesia or its Group of Companies >shall be understood as neither given nor endorsed by >PetroChina International Companies In Indonesia or any of the companies within >the Group. >== > > > >
RE: [iagi-net-l] PSC Indonesia: CR; PSC Malaysia: revenue over cost
Resend From: HL Ong [mailto:o...@gc.itb.ac.id] Sent: Wednesday, April 18, 2012 9:15 AM To: 'iagi-net@iagi.or.id' Subject: RE: [iagi-net-l] PSC Indonesia: CR; PSC Malaysia: revenue over cost Pak Sugeng dan rekan-rekan, Memang cost recovery dan PSC yang dibicarakan selama ini menarik. Ciri khas PSC ada dua, yaitu ownership dan cost recovery limit atau yang dikenal dengan CRL. Marikah kita membahas CRL. Pada waktu Ibnu Soetowo, Bapak perminyakan Indonesia, merancang PSC pertama, beliau memakai “Cost Recovery Limit” dan selama 10 tahun diterapkannya, yaitu antara 1966-1977. Mengapa beliau memakai cost recovery limit, karena pada waktu itu geologist dan petroleum engineers yang ada bisa dihitung dengan satu tangan. Perusahaan asing yang masih bergabung dengan big sisters memegang monopoli drilling, transportasi, pipeline, perkapalan, dsb. Kita tidak mampu bersaing dengan mereka. CRL adalah jalan keluarnya, dimana cost yang bisa dikeluarkan dibatasi terhadap income yang diterima (serupa dengan revenue over cost dari Wapres). Antara 1977-1987, cost recovery dihapus dan split dinaikkan. Cost recovery limit dihapus karena kita merasa sudah mampu mengontrol Multi Nasional Companies. Ternyata tidak. Lapangan yang mempunyai sunk cost yang besar dengan produksi kecil menyebabkan Pemerintah tidak akan dapat apa-apa. Muncullah FTP tahun 1978, yang bisa disebut sebagai royalty. Industri perminyakan Indonesia pada saat itu pantang menyebut ini sebagai royalti karena dianggap kembali ke-zaman kolonial dimana sistim konsesi berlaku. Namun harus diingat bahwa dibidang pertambangan mineral Indonesia, royalti-lah yang di-pakai selama ini. Dengan tidak adanya CRL yang menjadi ciri khas suatu PSC, PSC indonesia bukanlah murni, dan bisa dikatakan sebagai sistim konsesi atau yang sekarang disebut sebagai Royalty dan Tax sistim (R/T sistim). Kita sebaiknya kembali ke akar PSC, yaitu “Cost Recovery Limit”. (Harus diingat bahwa istilah Cost Recovery Limit di industri perminyakan tidak sama dengan yang dipakai oleh DPR). Terapkan CRL kembali yang menjadi ciri khas suatu PSC. FTP yang juga bisa dianggap sebagai CRL, yang berkisar antara 15-20% dan masih dibagi antara Pemerintah dan kontraktor, sebetulnya terlalu kecil. Menurut buku Johnston (2003), typical PSC adalah 40% CRL; sama seperti yang diterapakan oleh Ibnu Soetowo jauh sebelumnya, yaitu tahun 1966 kepada IIAPCO. Dengan menerapkan CRL, peran Pemerintah jauh mengecil dengan keuntungan yang lebih bisa dipastikan dan bahkan Pemerintah bisa lebih berperan dalam environmental dan safety. Birokrasi akan sangat berkurang. K3S lebih hati-hati dalam pengeluarannya (cost), termasuk penentuan cadangan yang akan dijadikan modalnya. Perubahan-perubahan dalam eksplorasi, pemboran, engineering design, dsb. yang menjadi ciri khas suatu industri perminyakan dapat diterapkan langsung. K3S sebagai investor yang menanamkan uangnya, lebih leluasa dalam mengatur keuangannya sendiri; seperti zaman dulu. Ini sedikit pemikiran, dan maaf jika tidak berkenan. Salam, HL Ong From: Sugeng Hartono [mailto:sugeng.hart...@petrochina.co.id] Sent: Tuesday, April 17, 2012 2:06 PM To: iagi-net@iagi.or.id Subject: Re: [iagi-net-l] PSC Indonesia: CR; PSC Malaysia: revenue over cost Trimakasih Pak. Nanti akan saya cari di tumpukan buku makalah IPA. Selamat yha, acara di bandung sangat sukses, saya saya ada keperluan ke Yogya dan Solo. Salam, sugeng - Original Message - From: Rovicky Dwi Putrohari <mailto:rovi...@gmail.com> To: iagi-net@iagi.or.id Sent: Tuesday, April 17, 2012 12:34 PM Subject: Re: [iagi-net-l] PSC Indonesia: CR; PSC Malaysia: revenue over cost Perbandingan ini sudah saya tuliskan di IPA tahun 2007. PROCEEDINGS, INDONESIAN PETROLEUM ASSOCIATION, Thirty-First Annual Convention and Exhibition, May 2007 "PSC TERM AND CONDITION AND ITS IMPLEMENTATION IN SOUTH EAST ASIA REGION" Rovicky Dwi Putrohari* Anggoro Kasyanto** Heri Suryanto**Ida Marianna Abdul Rashid* Bahkan juga saya singgung tentang relinguishment yg dapat merugikan/menguntungkan negara tuan rumah. RDP 2012/4/17 Sugeng Hartono Selamat siang. Paling tidak ada dua pakar yg pernah menyinggung kontrak PSC kita dengan PSC Malaysia. Dulu mas Budi (PE, manajer Sub Surface) menanggapi tulisan saya, bahwa spirit PSC itu bagus, buktinya diadopsi bbrp negara tetangga. Yang tidak kalah penting adalah fungsi pengawasan. Dia sempat katakan bahwa PSC di Malaysia ada "revenue/cost" artinya keuntungan dibagi modal (?). Angka ini akan mempengaruhi persentasi pembagian (split). Kalau revenue besar, dan cost kecil maka investor (oil co) akan mendapat bagian yang besar pula (tidak 85% dan 15%, mungkin bisa 80% dan 20%), tetapi kalau revenue kecil tetapi costnya besar, maka investor akan mendapat bagian sedikit (mungkin kurang dari 15%). Intinya, di sana, Malaysia "memaksa" inves
Re: [iagi-net-l] PSC Indonesia: CR; PSC Malaysia: revenue over cost
Mas Bambang, Trimakasih komentarnya, maaf terlambat merespon karena baru pulang dari rig. Konon dulu teman-2 Malaysia belajar PSC di sini. Mungkin mereka cukup jeli, dan menganggap bahwa CR dapat merupakan "loophole" (jalan untuk menerobos/lolos); sehingga ketika mengadopsi PSC mereka menerapkan yaitu tadi revenue/cost. Setuju bahwa untuk dapat masuk skema CR akan banyak tahapan-2 audit yg harus dilalui. Salam hangat, sugeng - Original Message - From: mbatack To: iagi-net@iagi.or.id Sent: Tuesday, April 17, 2012 6:04 PM Subject: Re: [iagi-net-l] PSC Indonesia: CR; PSC Malaysia: revenue over cost Saya rasa tidak akan semudah itu untuk "bermain-main" dengan cost recovery, mungkin statement tersebut bisa dikatakan "prejudice". Mengapa? Jawabannya sederhana saja, karena disamping kepada kewajiban mempertanggungjawabkan kepada regulator, operator pasti harus bertanggung jawab kepada investment holding-nya, dan, jangan lupa, masih ada banyak tahapan audit yang harus kita lewati sebelum suatu biaya bisa kita masukkan kedalam skema cost recovery. Yang membuat iklim investasi di negara kita "kurang menarik" sebenarnya lebih kepada komitmen lintas sektoral dan tumpamg tindih pemanfaatan lahan. Jangan dikira kalau kita sudah memperoleh izin pinjam pakai terus bisa melakukan operasi lapangan dengan efisien. Salam, Bambang From: Sugeng Hartono To: iagi-net@iagi.or.id Sent: Tuesday, April 17, 2012 10:59 AM Subject: [iagi-net-l] PSC Indonesia: CR; PSC Malaysia: revenue over cost Selamat siang. Paling tidak ada dua pakar yg pernah menyinggung kontrak PSC kita dengan PSC Malaysia. Dulu mas Budi (PE, manajer Sub Surface) menanggapi tulisan saya, bahwa spirit PSC itu bagus, buktinya diadopsi bbrp negara tetangga. Yang tidak kalah penting adalah fungsi pengawasan. Dia sempat katakan bahwa PSC di Malaysia ada "revenue/cost" artinya keuntungan dibagi modal (?). Angka ini akan mempengaruhi persentasi pembagian (split). Kalau revenue besar, dan cost kecil maka investor (oil co) akan mendapat bagian yang besar pula (tidak 85% dan 15%, mungkin bisa 80% dan 20%), tetapi kalau revenue kecil tetapi costnya besar, maka investor akan mendapat bagian sedikit (mungkin kurang dari 15%). Intinya, di sana, Malaysia "memaksa" investor untuk berhemat/ efisien, sementara di sini nampaknya investor agak kurang berhemat karena merasa bahwa semuanya akan masuk dalam cost recovery. Beberapa waktu yll Pak Wamen ESDM, dalam suatu acara di tivi juga sempat menyinggung hal ini, bahwa di Malaysia kontrak PSC ada klausul revenue over cost, sementara di sini semua biaya bisa di-cost recovery. Dalam kesempatan tsb beliau dapat "menangkis" serangan-2 para pengamat. Sampai saat ini saya masih mempunyai pemahaman bahwa investor di Malysia tidak akan berani "main-2", sehingga di benak saya bahwa PSC di sana sedikit lebih baik dari PSC kita. Apakah hal ini bisa di nego ulang atau kontraknya di-amandemen? Saya sampaikan terima kasih kepada teman-2 yg bersedia memberi pencerahan. Salam, Sugeng “Save a Tree” – Please consider the environment before printing this email. DISCLAIMER : This e-mail and any files transmitted with it ("Message") is intended only for the use of the recipient(s) named above and may contain confidential information. You are hereby notified that the taking of any action in reliance upon, or any review, retransmission, dissemination, distribution, printing or copying of this Message or any part thereof by anyone other than the intended recipient(s) is strictly prohibited. If you have received this Message in error, you should delete this Message immediately and advise the sender by return e-mail. Opinions, conclusions and other information in this Message that do not relate to the official business of PetroChina International Companies In Indonesia or its Group of Companies shall be understood as neither given nor endorsed by PetroChina International Companies In Indonesia or any of the companies within the Group. == -- “Save a Tree” – Please consider the environment before printing
Re: [iagi-net-l] PSC Indonesia: CR; PSC Malaysia: revenue over cost
Kalau kata daniel johnston dan beberapa yg dirujuk para pengamat.. yang bikin investasi migas diindonesia mengalami trend penurunan bukan dari pscnya tapi dari crypto taxnya. Makanya investor masih seneng berburu wk prod karena ga masalah crypto taxnya kan dibayar pake cost rec. Salam, Ujay Powered by Telkomsel BlackBerry® -Original Message- From: "Sugeng Hartono" Date: Thu, 3 May 2012 08:22:18 To: Reply-To: Subject: Re: [iagi-net-l] PSC Indonesia: CR; PSC Malaysia: revenue over cost Mas Bambang, Trimakasih komentarnya, maaf terlambat merespon karena baru pulang dari rig. Konon dulu teman-2 Malaysia belajar PSC di sini. Mungkin mereka cukup jeli, dan menganggap bahwa CR dapat merupakan "loophole" (jalan untuk menerobos/lolos); sehingga ketika mengadopsi PSC mereka menerapkan yaitu tadi revenue/cost. Setuju bahwa untuk dapat masuk skema CR akan banyak tahapan-2 audit yg harus dilalui. Salam hangat, sugeng - Original Message - From: mbatack To: iagi-net@iagi.or.id Sent: Tuesday, April 17, 2012 6:04 PM Subject: Re: [iagi-net-l] PSC Indonesia: CR; PSC Malaysia: revenue over cost Saya rasa tidak akan semudah itu untuk "bermain-main" dengan cost recovery, mungkin statement tersebut bisa dikatakan "prejudice". Mengapa? Jawabannya sederhana saja, karena disamping kepada kewajiban mempertanggungjawabkan kepada regulator, operator pasti harus bertanggung jawab kepada investment holding-nya, dan, jangan lupa, masih ada banyak tahapan audit yang harus kita lewati sebelum suatu biaya bisa kita masukkan kedalam skema cost recovery. Yang membuat iklim investasi di negara kita "kurang menarik" sebenarnya lebih kepada komitmen lintas sektoral dan tumpamg tindih pemanfaatan lahan. Jangan dikira kalau kita sudah memperoleh izin pinjam pakai terus bisa melakukan operasi lapangan dengan efisien. Salam, Bambang From: Sugeng Hartono To: iagi-net@iagi.or.id Sent: Tuesday, April 17, 2012 10:59 AM Subject: [iagi-net-l] PSC Indonesia: CR; PSC Malaysia: revenue over cost Selamat siang. Paling tidak ada dua pakar yg pernah menyinggung kontrak PSC kita dengan PSC Malaysia. Dulu mas Budi (PE, manajer Sub Surface) menanggapi tulisan saya, bahwa spirit PSC itu bagus, buktinya diadopsi bbrp negara tetangga. Yang tidak kalah penting adalah fungsi pengawasan. Dia sempat katakan bahwa PSC di Malaysia ada "revenue/cost" artinya keuntungan dibagi modal (?). Angka ini akan mempengaruhi persentasi pembagian (split). Kalau revenue besar, dan cost kecil maka investor (oil co) akan mendapat bagian yang besar pula (tidak 85% dan 15%, mungkin bisa 80% dan 20%), tetapi kalau revenue kecil tetapi costnya besar, maka investor akan mendapat bagian sedikit (mungkin kurang dari 15%). Intinya, di sana, Malaysia "memaksa" investor untuk berhemat/ efisien, sementara di sini nampaknya investor agak kurang berhemat karena merasa bahwa semuanya akan masuk dalam cost recovery. Beberapa waktu yll Pak Wamen ESDM, dalam suatu acara di tivi juga sempat menyinggung hal ini, bahwa di Malaysia kontrak PSC ada klausul revenue over cost, sementara di sini semua biaya bisa di-cost recovery. Dalam kesempatan tsb beliau dapat "menangkis" serangan-2 para pengamat. Sampai saat ini saya masih mempunyai pemahaman bahwa investor di Malysia tidak akan berani "main-2", sehingga di benak saya bahwa PSC di sana sedikit lebih baik dari PSC kita. Apakah hal ini bisa di nego ulang atau kontraknya di-amandemen? Saya sampaikan terima kasih kepada teman-2 yg bersedia memberi pencerahan. Salam, Sugeng “Save a Tree” – Please consider the environment before printing this email. DISCLAIMER : This e-mail and any files transmitted with it ("Message") is intended only for the use of the recipient(s) named above and may contain confidential information. You are hereby notified that the taking of any action in reliance upon, or any review, retransmission, dissemination, distribution, printing or copying of this Message or any part thereof by anyone other than the intended recipient(s) is strictly prohibited. If you have received this Message in error, you should delete this Message immediately and advise the sender by return e-mail. Opinions, conclusions and other information in this Message that do not relate to the official business of PetroChina International Companies In Indonesia or its Group of Companies shall be understood as neither given nor endors
Re: [iagi-net-l] PSC Indonesia: CR; PSC Malaysia: revenue over cost
Adakah kesamaan istilah crypto tax dengan crypto cristal ? Maksudku pengertian istilah crypto itu lho. Salam, bdn.s Powered by Telkomsel BlackBerry® -Original Message- From: ujay...@yahoo.com Date: Thu, 3 May 2012 01:29:04 To: Reply-To: Subject: Re: [iagi-net-l] PSC Indonesia: CR; PSC Malaysia: revenue over cost Kalau kata daniel johnston dan beberapa yg dirujuk para pengamat.. yang bikin investasi migas diindonesia mengalami trend penurunan bukan dari pscnya tapi dari crypto taxnya. Makanya investor masih seneng berburu wk prod karena ga masalah crypto taxnya kan dibayar pake cost rec. Salam, Ujay Powered by Telkomsel BlackBerry® -Original Message- From: "Sugeng Hartono" Date: Thu, 3 May 2012 08:22:18 To: Reply-To: Subject: Re: [iagi-net-l] PSC Indonesia: CR; PSC Malaysia: revenue over cost Mas Bambang, Trimakasih komentarnya, maaf terlambat merespon karena baru pulang dari rig. Konon dulu teman-2 Malaysia belajar PSC di sini. Mungkin mereka cukup jeli, dan menganggap bahwa CR dapat merupakan "loophole" (jalan untuk menerobos/lolos); sehingga ketika mengadopsi PSC mereka menerapkan yaitu tadi revenue/cost. Setuju bahwa untuk dapat masuk skema CR akan banyak tahapan-2 audit yg harus dilalui. Salam hangat, sugeng - Original Message - From: mbatack To: iagi-net@iagi.or.id Sent: Tuesday, April 17, 2012 6:04 PM Subject: Re: [iagi-net-l] PSC Indonesia: CR; PSC Malaysia: revenue over cost Saya rasa tidak akan semudah itu untuk "bermain-main" dengan cost recovery, mungkin statement tersebut bisa dikatakan "prejudice". Mengapa? Jawabannya sederhana saja, karena disamping kepada kewajiban mempertanggungjawabkan kepada regulator, operator pasti harus bertanggung jawab kepada investment holding-nya, dan, jangan lupa, masih ada banyak tahapan audit yang harus kita lewati sebelum suatu biaya bisa kita masukkan kedalam skema cost recovery. Yang membuat iklim investasi di negara kita "kurang menarik" sebenarnya lebih kepada komitmen lintas sektoral dan tumpamg tindih pemanfaatan lahan. Jangan dikira kalau kita sudah memperoleh izin pinjam pakai terus bisa melakukan operasi lapangan dengan efisien. Salam, Bambang From: Sugeng Hartono To: iagi-net@iagi.or.id Sent: Tuesday, April 17, 2012 10:59 AM Subject: [iagi-net-l] PSC Indonesia: CR; PSC Malaysia: revenue over cost Selamat siang. Paling tidak ada dua pakar yg pernah menyinggung kontrak PSC kita dengan PSC Malaysia. Dulu mas Budi (PE, manajer Sub Surface) menanggapi tulisan saya, bahwa spirit PSC itu bagus, buktinya diadopsi bbrp negara tetangga. Yang tidak kalah penting adalah fungsi pengawasan. Dia sempat katakan bahwa PSC di Malaysia ada "revenue/cost" artinya keuntungan dibagi modal (?). Angka ini akan mempengaruhi persentasi pembagian (split). Kalau revenue besar, dan cost kecil maka investor (oil co) akan mendapat bagian yang besar pula (tidak 85% dan 15%, mungkin bisa 80% dan 20%), tetapi kalau revenue kecil tetapi costnya besar, maka investor akan mendapat bagian sedikit (mungkin kurang dari 15%). Intinya, di sana, Malaysia "memaksa" investor untuk berhemat/ efisien, sementara di sini nampaknya investor agak kurang berhemat karena merasa bahwa semuanya akan masuk dalam cost recovery. Beberapa waktu yll Pak Wamen ESDM, dalam suatu acara di tivi juga sempat menyinggung hal ini, bahwa di Malaysia kontrak PSC ada klausul revenue over cost, sementara di sini semua biaya bisa di-cost recovery. Dalam kesempatan tsb beliau dapat "menangkis" serangan-2 para pengamat. Sampai saat ini saya masih mempunyai pemahaman bahwa investor di Malysia tidak akan berani "main-2", sehingga di benak saya bahwa PSC di sana sedikit lebih baik dari PSC kita. Apakah hal ini bisa di nego ulang atau kontraknya di-amandemen? Saya sampaikan terima kasih kepada teman-2 yg bersedia memberi pencerahan. Salam, Sugeng “Save a Tree” – Please consider the environment before printing this email. DISCLAIMER : This e-mail and any files transmitted with it ("Message") is intended only for the use of the recipient(s) named above and may contain confidential information. You are hereby notified that the taking of any action in reliance upon, or any review, retransmission, dissemination, distribution, printing or copying of this Message or any part thereof by anyone other than the intended recipient(s) is strictly prohibited. If you have received this Message in error, you should delete this Message imme
Re: [iagi-net-l] PSC Indonesia: CR; PSC Malaysia: revenue over cost
Rekan Saya yang sudah kadung "keracunan" cost recovery ingin mendapat sedikit pencerahan . yaitu bagaimana caranya menentukan split berdasarkan revenue / cost ? Maksudnya apabila R/C = X (atau interval tertentu) maka splitnya 80/20 umpamanya , sedangkan kalau R/C = Y ( dimana Y lebih kecil dari X ) maka splitnya akan lebih besar bagi Pemerintah umpama 85/15. Faktor faktor apa yag menjadi obkai sebagai parameter ? Adakah parameter geologi (umpamanya rumitnya tektonik , ketebalan reservoir yang terbatas dsb). Apakah ini ditentukan pada saat awal atau pada fase eksploitasi ? Setahu saya kondisi politik Malaysia kurang demokratis apabila dibandingkan Indonesia era SBY saat ini , sehingga bukan tidak mungkin sebenarnya banyak fihak yang kurang puas , akan tetapi tidak berani mengatakan dengan bebas spt di sini. Korupsi ??? , sepertinya ada juga , hanya mungkin caranya lebih sopan .hehe . From: Sugeng Hartono To: iagi-net@iagi.or.id la Sent: Thursday, May 3, 2012 8:22 AM Subject: Re: [iagi-net-l] PSC Indonesia: CR; PSC Malaysia: revenue over cost Mas Bambang, Trimakasih komentarnya, maaf terlambat merespon karena baru pulang dari rig. Konon dulu teman-2 Malaysia belajar PSC di sini. Mungkin mereka cukup jeli, dan menganggap bahwa CR dapat merupakan "loophole" (jalan untuk menerobos/lolos); sehingga ketika mengadopsi PSC mereka menerapkan yaitu tadi revenue/cost. Setuju bahwa untuk dapat masuk skema CR akan banyak tahapan-2 audit yg harus dilalui. Salam hangat, sugeng - Original Message - >From: mbatack >To: iagi-net@iagi.or.id >Sent: Tuesday, April 17, 2012 6:04 PM >Subject: Re: [iagi-net-l] PSC Indonesia: CR; PSC Malaysia: revenue over cost > > >Saya rasa tidak akan semudah itu untuk "bermain-main" dengan cost recovery, >mungkin statement tersebut bisa dikatakan "prejudice". Mengapa? Jawabannya >sederhana saja, karena disamping kepada kewajiban mempertanggungjawabkan >kepada regulator, operator pasti harus bertanggung jawab kepada investment >holding-nya, dan, jangan lupa, masih ada banyak tahapan audit yang harus kita >lewati sebelum suatu biaya bisa kita masukkan kedalam skema cost recovery. >Yang membuat iklim investasi di negara kita "kurang menarik" sebenarnya lebih >kepada komitmen lintas sektoral dan tumpamg tindih pemanfaatan lahan. Jangan >dikira kalau kita sudah memperoleh izin pinjam pakai terus bisa melakukan >operasi lapangan dengan efisien. >Salam, >Bambang > > > > >>____________ >> From: Sugeng Hartono >>To: iagi-net@iagi.or.id >>Sent: Tuesday, April 17, 2012 10:59 AM >>Subject: [iagi-net-l] PSC Indonesia: CR; PSC Malaysia: revenue over cost >> >>Selamat siang. >> >>Paling tidak ada dua pakar yg pernah menyinggung kontrak PSC kita dengan PSC >>Malaysia. Dulu mas Budi (PE, manajer Sub Surface) menanggapi tulisan saya, >>bahwa spirit PSC itu bagus, buktinya diadopsi bbrp negara tetangga. Yang >>tidak kalah penting adalah fungsi pengawasan. >>Dia sempat katakan bahwa PSC di Malaysia ada "revenue/cost" artinya >>keuntungan dibagi modal (?). Angka ini akan mempengaruhi persentasi >>pembagian (split). Kalau revenue besar, dan cost kecil maka investor (oil >>co) akan mendapat bagian yang besar pula (tidak 85% dan 15%, mungkin bisa >>80% dan 20%), tetapi kalau revenue kecil tetapi costnya besar, maka investor >>akan mendapat bagian sedikit (mungkin kurang dari 15%). Intinya, di sana, >>Malaysia "memaksa" investor untuk berhemat/ efisien, sementara di sini >>nampaknya investor agak kurang berhemat karena merasa bahwa semuanya akan >>masuk dalam cost recovery. >> >>Beberapa waktu yll Pak Wamen ESDM, dalam suatu acara di tivi juga sempat >>menyinggung hal ini, bahwa di Malaysia kontrak PSC ada klausul revenue over >>cost, sementara di sini semua biaya bisa di-cost recovery. Dalam kesempatan >>tsb beliau dapat "menangkis" serangan-2 para pengamat. >>Sampai saat ini saya masih mempunyai pemahaman bahwa investor di Malysia >>tidak akan berani "main-2", sehingga di benak saya bahwa PSC di sana sedikit >>lebih baik dari PSC kita. >>Apakah hal ini bisa di nego ulang atau kontraknya di-amandemen? >>Saya sampaikan terima kasih kepada teman-2 yg bersedia memberi pencerahan. >> >>Salam, >>Sugeng >> >> >> >>“Save a Tree” – Please consider the environment before printing this email. >> >>===
Re: [iagi-net-l] PSC Indonesia: CR; PSC Malaysia: revenue over cost
Abah, aku ni kurang paham dengan "cost recovery". Apakah itu semua cost yang dikeluarkan oleh investor dibayar kembali sebanyak uang yang digunakan? Mohon pencerahan. Powered by Telkomsel BlackBerry® -Original Message- From: "Yanto R. Sumantri" Date: Thu, 3 May 2012 02:34:41 To: iagi-net@iagi.or.id Reply-To: Subject: Re: [iagi-net-l] PSC Indonesia: CR; PSC Malaysia: revenue over cost Rekan Saya yang sudah kadung "keracunan" cost recovery ingin mendapat sedikit pencerahan . yaitu bagaimana caranya menentukan split berdasarkan revenue / cost ? Maksudnya apabila R/C = X (atau interval tertentu) maka splitnya 80/20 umpamanya , sedangkan kalau R/C = Y ( dimana Y lebih kecil dari X ) maka splitnya akan lebih besar bagi Pemerintah umpama 85/15. Faktor faktor apa yag menjadi obkai sebagai parameter ? Adakah parameter geologi (umpamanya rumitnya tektonik , ketebalan reservoir yang terbatas dsb). Apakah ini ditentukan pada saat awal atau pada fase eksploitasi ? Setahu saya kondisi politik Malaysia kurang demokratis apabila dibandingkan Indonesia era SBY saat ini , sehingga bukan tidak mungkin sebenarnya banyak fihak yang kurang puas , akan tetapi tidak berani mengatakan dengan bebas spt di sini. Korupsi ??? , sepertinya ada juga , hanya mungkin caranya lebih sopan .hehe . From: Sugeng Hartono To: iagi-net@iagi.or.id la Sent: Thursday, May 3, 2012 8:22 AM Subject: Re: [iagi-net-l] PSC Indonesia: CR; PSC Malaysia: revenue over cost Mas Bambang, Trimakasih komentarnya, maaf terlambat merespon karena baru pulang dari rig. Konon dulu teman-2 Malaysia belajar PSC di sini. Mungkin mereka cukup jeli, dan menganggap bahwa CR dapat merupakan "loophole" (jalan untuk menerobos/lolos); sehingga ketika mengadopsi PSC mereka menerapkan yaitu tadi revenue/cost. Setuju bahwa untuk dapat masuk skema CR akan banyak tahapan-2 audit yg harus dilalui. Salam hangat, sugeng - Original Message - >From: mbatack >To: iagi-net@iagi.or.id >Sent: Tuesday, April 17, 2012 6:04 PM >Subject: Re: [iagi-net-l] PSC Indonesia: CR; PSC Malaysia: revenue over cost > > >Saya rasa tidak akan semudah itu untuk "bermain-main" dengan cost recovery, >mungkin statement tersebut bisa dikatakan "prejudice". Mengapa? Jawabannya >sederhana saja, karena disamping kepada kewajiban mempertanggungjawabkan >kepada regulator, operator pasti harus bertanggung jawab kepada investment >holding-nya, dan, jangan lupa, masih ada banyak tahapan audit yang harus kita >lewati sebelum suatu biaya bisa kita masukkan kedalam skema cost recovery. >Yang membuat iklim investasi di negara kita "kurang menarik" sebenarnya lebih >kepada komitmen lintas sektoral dan tumpamg tindih pemanfaatan lahan. Jangan >dikira kalau kita sudah memperoleh izin pinjam pakai terus bisa melakukan >operasi lapangan dengan efisien. >Salam, >Bambang > > > > >>________________________ >> From: Sugeng Hartono >>To: iagi-net@iagi.or.id >>Sent: Tuesday, April 17, 2012 10:59 AM >>Subject: [iagi-net-l] PSC Indonesia: CR; PSC Malaysia: revenue over cost >> >>Selamat siang. >> >>Paling tidak ada dua pakar yg pernah menyinggung kontrak PSC kita dengan PSC >>Malaysia. Dulu mas Budi (PE, manajer Sub Surface) menanggapi tulisan saya, >>bahwa spirit PSC itu bagus, buktinya diadopsi bbrp negara tetangga. Yang >>tidak kalah penting adalah fungsi pengawasan. >>Dia sempat katakan bahwa PSC di Malaysia ada "revenue/cost" artinya >>keuntungan dibagi modal (?). Angka ini akan mempengaruhi persentasi >>pembagian (split). Kalau revenue besar, dan cost kecil maka investor (oil >>co) akan mendapat bagian yang besar pula (tidak 85% dan 15%, mungkin bisa >>80% dan 20%), tetapi kalau revenue kecil tetapi costnya besar, maka investor >>akan mendapat bagian sedikit (mungkin kurang dari 15%). Intinya, di sana, >>Malaysia "memaksa" investor untuk berhemat/ efisien, sementara di sini >>nampaknya investor agak kurang berhemat karena merasa bahwa semuanya akan >>masuk dalam cost recovery. >> >>Beberapa waktu yll Pak Wamen ESDM, dalam suatu acara di tivi juga sempat >>menyinggung hal ini, bahwa di Malaysia kontrak PSC ada klausul revenue over >>cost, sementara di sini semua biaya bisa di-cost recovery. Dalam kesempatan >>tsb beliau dapat "menangkis" serangan-2 para pengamat. >>Sampai saat ini saya masih mempunyai pemahaman bahwa investor di Malysia >>tidak akan berani "main-2", sehingga di b
Re: [iagi-net-l] PSC Indonesia: CR; PSC Malaysia: revenue over cost
Untuk jelasnya baca saja Permen ESDM No.22 th 2008 Tentang Jenis-Jenis Biaya Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi yang tidak dapat dikembalikan kepada Kontraktor Kontrak Kerja sama, disitu jelas dan gamblang (Mbah Google punya). Salam, BK. --- On Thu, 5/3/12, Bandono Salim wrote: From: Bandono Salim Subject: Re: [iagi-net-l] PSC Indonesia: CR; PSC Malaysia: revenue over cost To: "Iagi" Date: Thursday, May 3, 2012, 9:54 AM Abah, aku ni kurang paham dengan "cost recovery". Apakah itu semua cost yang dikeluarkan oleh investor dibayar kembali sebanyak uang yang digunakan? Mohon pencerahan. Powered by Telkomsel BlackBerry®From: "Yanto R. Sumantri" Date: Thu, 3 May 2012 02:34:41 -0700 (PDT)To: iagi-net@iagi.or.idReplyTo: Subject: Re: [iagi-net-l] PSC Indonesia: CR; PSC Malaysia: revenue over cost Rekan Saya yang sudah kadung "keracunan" cost recovery ingin mendapat sedikit pencerahan . yaitu bagaimana caranya menentukan split berdasarkan revenue / cost ?Maksudnya apabila R/C = X (atau interval tertentu) maka splitnya 80/20 umpamanya , sedangkan kalau R/C = Y ( dimana Y lebih kecil dari X ) maka splitnya akan lebih besar bagi Pemerintah umpama 85/15.Faktor faktor apa yag menjadi obkai sebagai parameter ? Adakah parameter geologi (umpamanya rumitnya tektonik , ketebalan reservoir yang terbatas dsb). Apakah ini ditentukan pada saat awal atau pada fase eksploitasi ? Setahu saya kondisi politik Malaysia kurang demokratis apabila dibandingkan Indonesia era SBY saat ini , sehingga bukan tidak mungkin sebenarnya banyak fihak yang kurang puas , akan tetapi tidak berani mengatakan dengan bebas spt di sini.Korupsi ??? , sepertinya ada juga , hanya mungkin caranya lebih sopan .hehe . From: Sugeng Hartono To: iagi-net@iagi.or.id la Sent: Thursday, May 3, 2012 8:22 AM Subject: Re: [iagi-net-l] PSC Indonesia: CR; PSC Malaysia: revenue over cost Mas Bambang, Trimakasih komentarnya, maaf terlambat merespon karena baru pulang dari rig. Konon dulu teman-2 Malaysia belajar PSC di sini. Mungkin mereka cukup jeli, dan menganggap bahwa CR dapat merupakan "loophole" (jalan untuk menerobos/lolos); sehingga ketika mengadopsi PSC mereka menerapkan yaitu tadi revenue/cost. Setuju bahwa untuk dapat masuk skema CR akan banyak tahapan-2 audit yg harus dilalui. Salam hangat, sugeng - Original Message - From: mbatack To: iagi-net@iagi.or.id Sent: Tuesday, April 17, 2012 6:04 PM Subject: Re: [iagi-net-l] PSC Indonesia: CR; PSC Malaysia: revenue over cost Saya rasa tidak akan semudah itu untuk "bermain-main" dengan cost recovery, mungkin statement tersebut bisa dikatakan "prejudice". Mengapa? Jawabannya sederhana saja, karena disamping kepada kewajiban mempertanggungjawabkan kepada regulator, operator pasti harus bertanggung jawab kepada investment holding-nya, dan, jangan lupa, masih ada banyak tahapan audit yang harus kita lewati sebelum suatu biaya bisa kita masukkan kedalam skema cost recovery. Yang membuat iklim investasi di negara kita "kurang menarik" sebenarnya lebih kepada komitmen lintas sektoral dan tumpamg tindih pemanfaatan lahan. Jangan dikira kalau kita sudah memperoleh izin pinjam pakai terus bisa melakukan operasi lapangan dengan efisien. Salam, Bambang From: Sugeng Hartono To: iagi-net@iagi.or.id Sent: Tuesday, April 17, 2012 10:59 AM Subject: [iagi-net-l] PSC Indonesia: CR; PSC Malaysia: revenue over cost Selamat siang. Paling tidak ada dua pakar yg pernah menyinggung kontrak PSC kita dengan PSC Malaysia. Dulu mas Budi (PE, manajer Sub Surface) menanggapi tulisan saya, bahwa spirit PSC itu bagus, buktinya diadopsi bbrp negara tetangga. Yang tidak kalah penting adalah fungsi pengawasan. Dia sempat katakan bahwa PSC di Malaysia ada "revenue/cost" artinya keuntungan dibagi modal (?). Angka ini akan mempengaruhi persentasi pembagian (split). Kalau revenue besar, dan cost kecil maka investor (oil co) akan mendapat bagian yang besar pula (tidak 85% dan 15%, mungkin bisa 80% dan 20%), tetapi kalau revenue kecil tetapi costnya besar, maka investor akan mendapat bagian sedikit (mungkin kurang dari 15%). Intinya, di sana, Malaysia "memaksa" investor untuk berhemat/ efisien, sementara di sini nampaknya investor agak kurang berhemat karena merasa bahwa semuanya akan masuk dalam cost recovery. Beberapa waktu yll Pak Wamen ESDM, dalam suatu acara di tivi juga sempat menyinggung hal ini, bahwa di Malaysia kontrak PSC ada klausul revenue over cost, sementara di sini semua biaya bisa di-cost recovery. Dalam kesempatan tsb beliau dapat "menangkis" serangan-2 para pengamat. Sampai saat ini saya masih mempunyai pemahaman bah
Re: [iagi-net-l] PSC Indonesia: CR; PSC Malaysia: revenue over cost
Ada lagi yg mengistilahkan CR adalah bagian dari investasi yg telah disetujui oleh pemerintah yg diperlukan untuk melakukan ekplorasi, pengembangan dan mempertahankan produksi , CR bukan penggantian biaya oleh pemerintah kpd KKKS shg tdk perlu dimasukan apbn Ism Sent by Liamsi's Mobile Phone -Original Message- From: Ong Han Ling Date: Sat, 5 May 2012 08:32:15 To: Reply-To: Subject: RE: [iagi-net-l] PSC Indonesia: CR; PSC Malaysia: revenue over cost PP-IAGI 2011-2014: Ketua Umum: Rovicky Dwi Putrohari, rovicky[at]gmail.com Sekjen: Senoaji, ajiseno[at]ymail.com Jangan lupa PIT IAGI 2012 di Jogjakarta tanggal 17-20 September 2012. Kirim abstrak ke email: pit.iagi.2012[at]gmail.com. Batas akhir pengiriman abstrak 28 Februari 2012. To unsubscribe, send email to: iagi-net-unsubscribe[at]iagi.or.id To subscribe, send email to: iagi-net-subscribe[at]iagi.or.id For topics not directly related to Geology, users are advised to post the email to: o...@iagi.or.id Visit IAGI Website: http://iagi.or.id Pembayaran iuran anggota ditujukan ke: Bank Mandiri Cab. Wisma Alia Jakarta No. Rek: 123 0085005314 Atas nama: Ikatan Ahli Geologi Indonesia (IAGI) Bank BCA KCP. Manara Mulia No. Rekening: 255-1088580 A/n: Shinta Damayanti IAGI-net Archive 1: http://www.mail-archive.com/iagi-net%40iagi.or.id/ IAGI-net Archive 2: http://groups.yahoo.com/group/iagi - DISCLAIMER: IAGI disclaims all warranties with regard to information posted on its mailing lists, whether posted by IAGI or others. In no event shall IAGI or its members be liable for any, including but not limited to direct or indirect damages, or damages of any kind whatsoever, resulting from loss of use, data or profits, arising out of or in connection with the use of any information posted on IAGI mailing list. -
Re: [iagi-net-l] PSC Indonesia: CR; PSC Malaysia: revenue over cost
Lho tapi kan diitung juga dan dicek sama bpk, berarti kan uang negara koh liam?? Bukan beaya invetasi dari perusahaan dong, kalau diperiksa sama bpk. Kebetulan ada kenalan disono. --Original Message-- From: Ismail To: Iagi ReplyTo: Iagi Subject: Re: [iagi-net-l] PSC Indonesia: CR; PSC Malaysia: revenue over cost Sent: May 5, 2012 12:49 Ada lagi yg mengistilahkan CR adalah bagian dari investasi yg telah disetujui oleh pemerintah yg diperlukan untuk melakukan ekplorasi, pengembangan dan mempertahankan produksi , CR bukan penggantian biaya oleh pemerintah kpd KKKS shg tdk perlu dimasukan apbn Ism Sent by Liamsi's Mobile Phone -Original Message- From: Ong Han Ling Date: Sat, 5 May 2012 08:32:15 To: Reply-To: Subject: RE: [iagi-net-l] PSC Indonesia: CR; PSC Malaysia: revenue over cost PP-IAGI 2011-2014: Ketua Umum: Rovicky Dwi Putrohari, rovicky[at]gmail.com Sekjen: Senoaji, ajiseno[at]ymail.com Jangan lupa PIT IAGI 2012 di Jogjakarta tanggal 17-20 September 2012. Kirim abstrak ke email: pit.iagi.2012[at]gmail.com. Batas akhir pengiriman abstrak 28 Februari 2012. To unsubscribe, send email to: iagi-net-unsubscribe[at]iagi.or.id To subscribe, send email to: iagi-net-subscribe[at]iagi.or.id For topics not directly related to Geology, users are advised to post the email to: o...@iagi.or.id Visit IAGI Website: http://iagi.or.id Pembayaran iuran anggota ditujukan ke: Bank Mandiri Cab. Wisma Alia Jakarta No. Rek: 123 0085005314 Atas nama: Ikatan Ahli Geologi Indonesia (IAGI) Bank BCA KCP. Manara Mulia No. Rekening: 255-1088580 A/n: Shinta Damayanti IAGI-net Archive 1: http://www.mail-archive.com/iagi-net%40iagi.or.id/ IAGI-net Archive 2: http://groups.yahoo.com/group/iagi - DISCLAIMER: IAGI disclaims all warranties with regard to information posted on its mailing lists, whether posted by IAGI or others. In no event shall IAGI or its members be liable for any, including but not limited to direct or indirect damages, or damages of any kind whatsoever, resulting from loss of use, data or profits, arising out of or in connection with the use of any information posted on IAGI mailing list. - Powered by Telkomsel BlackBerry®
Re: [iagi-net-l] PSC Indonesia: CR; PSC Malaysia: revenue over cost
apa semua operational bisa dimasukkan kedalam cost recovery pak? kalau K3S ngebor tp ga dapet minyak atau gasnya apa tetep diganti sm negara? mugkin saja ada hal2 yg sbnernya tdk bisa masuk kedalam cost recovery tp dimasukan saja dan alhasil bisa diganti juga sm negara.. mungkin dalam hal ini "kepengawasan" yg sangat berperan disini yaitu BP MIGAS.. Salam Hormat,, Hikmat From: Ong Han Ling To: iagi-net@iagi.or.id Sent: Saturday, May 5, 2012 8:32 AM Subject: RE: [iagi-net-l] PSC Indonesia: CR; PSC Malaysia: revenue over cost Rekan-rekan IAGI, Beberapa minggu yang lalu saya pernah menulis lewat IAGI perihal PSC Indonesia ditujukan kepada Pak Sugeng. Rupanya tetap simpang siur terutama perihal “cost recovery” dan PSC Indonesia. Untuk memperjelas saya ingin menambah tulisan saya. Istilah cost recovery bukanlah monopoli dari PSC. Semua perusahaan punya cost yang harus direcover. Secara umum namanya adalah deduction atau cost atau reimbursement atau cost recovery. Tidak ada arti kusus untuk cost recovery, hanya terminology (Jargon of the industry). Kita saja yang bikin-bikin seakan-akan angker. Seperi momok, padahal disemua accounting memang cost harus di recover hingga perlu diteliti. Uang yang dikeluarkan untuk biaya projek harus ditagihkan dari revenue yang diterima. Ini berlaku untuk semua perusahaan dan tidak terbatas pada PSC. Memang banyak terjadi simpang siur antara PSC dan konsesi atau R/T system dilingkungan masyarakat migas. Istilah konsesi sekarang jarang dipakai karena berbau kolonial dan diganti dengan Royalty dan Tax system atau R/T system. Beberapa PSC identik dengan concession, hanya beda terminologi saja. Banyak negara punya keduanya, PSC dan Konsesi. Beberapa sistim konsesi bahkan lebih “restrictive” dibandingkan PSC. Marilah kita menelusuri sejarah dari PSC, yang dimulai di Indonesia dan diprakarsai oleh Bp. Ibnu Sutowo. Waktu zaman Ibnu Sutowo, jumlah geologist dan petroleum engineer Indonesia sangat terbatas dan bisa dihitung dengan satu tangan. Dalam menghadapi perusahaan raksasa, apa yang bisa kita perbuat? Ibnu Sutowo beranggapan bahwa biaya operasi atau cost untuk mengeluarkan minyak paling-paling 40% dari revenue. Sisanya dia anggap sebagai keuntungan yang bisa di dibagi/share antara Pemerintah dan contractor. Jadi dia batasi, pengeluaran K3S maximum 40% dari minyak yang diproduksi tahun itu. Kalau pengeluaran lebih dari 40%, kelebihan bisa dikeluarkan tahun anggaran berikutnya atau dicangking kedepan, seperti depresiasi atau loss carry forward (lih., slides). Cost yang dikeluarkan tidak ada yang hilang, semua cost yang telah dikeluarkan oleh K3S akan dikembalikan. Biaya K3S hanya tidak kembali jika K3S membuat kesalahan seperti: cadangan jauh lebih kecil dari pada yang yang dilaporkan, engineering cost membengkak, “Sunk Cost” lebih besar dari minyak yang diperoleh, dan kekeliruan dalam operasi. Bagi Pertamina dengan tenaga ahli yang sangat minim pada waktu itu (1966 penandatanganan dengan IIAPCO), ini adalah konsep yang paling mudah dilaksanakan. Tinggal menjaga produksi di Wellhead. Keluar 100, yang bisa dibelanjakan 40 saja. Ini menjadi ciri khas suatu PSC dan diadoptasi diseluruh dunia (Catatan:istilah Cost Recovery limit yang dipakai oleh DPR berlainan sekali dengan istilah CRL yang dipakai di industri perminyakan). Sistim PSC dengan cost recovery limit 40% diterapkan oleh Ibnu Sutowo, pada zamannya antara 1966-976. Angka CRL 40% dari Ibnu Sutowo sampai sekarang masih dianggap “typical” dan dipakai oleh banyak Negara (Lih.slides). Ini adalah PSC tulen. Namun setelah 1977, Pemerintah anggap sudah cukup banyak tenaga ahli Indonesia tersedia dan ingin memberikan insentif lebih banyak kepada K3S karena penemuan cadangan baru mulai berkurang. CRL dilepas dan tidak ada pembatasan terhadap cost. Semua cost yang legitimate akan dibayar dan tidak tergantung apakah ada kelebihan bagi Negara. Kita lepaskan CRL dan kita benar-benar menjadi sistim konsesi atau Royalty/Tax system (R/T). Bahkan sebetulnya lebih dari R/T system karena Royalty pun tidak ada. Namun setelahnya terjadi masalah, karena adanya penemuan lapangan marginal dengan sunk cost yang besar. Maka itu tahun 1987, kita memperkenalkan FTP, yang bisa disebut sebagai royalty dimana 10-15% dari revenue dipotong duluan dan dibagi berdasarkan split yang berlaku. Bahkan tahun 2006 ada beberapa PSC mempunyai FTP 10% yang “unshareable”, berarti pure royalty. Dengan perkataan lain, ciri khas PSC, yaitu cost recovery limit, telah kita tinggalkan sejak 1977. Hingga lebih tepat kalau sistim PSC Indonesia disebut sistim konsesi atau R/T sistim. Bila kita ingin konsekwen dan menyebut diri kita sebagai PSC, seharusnya kita menerapkan kembali cost recovery limit yang menjadi ciri khas dari PSC diseluruh dunia. Ini adalah yang disebut oleh almarhum Wamen sebagai Revenue over cost atau R/C. Pemerintah lebih mudah
Re: [iagi-net-l] PSC Indonesia: CR; PSC Malaysia: revenue over cost
Paling tanda tanya sebenarnya adalah suatu field yang lagi mengalami production decline, maka dilakukan lah langkah B untuk menaikkan produksi field tersebut, baik berupa horizontal well, development well, secondary recovery method. Masalahnya dari mana biaya drilling well dan secrec cost ini diambil?, apakah akan masuk ke cost recovery?..kalau seandainya produksi tetap tidak naik? terbayang berapa besar porsi negara yang akan digerogoti dari cost AFE well. Sementara akan banyak pembagian rejeki buat drilling contractor dan service company yang sebagian besar PMA. 2012/5/6 Bandono Salim > Kata pemborong drilling sih iya, begitu. Kan jadinya pemerintah dpt data > lebih lengkap mengenai suatu wilayah. > Powered by Telkomsel BlackBerry® > -- > *From: *Hikmatulloh Geologist > *Date: *Sat, 5 May 2012 21:41:15 -0700 (PDT) > *To: *iagi-net@iagi.or.id > *ReplyTo: * > *Subject: *Re: [iagi-net-l] PSC Indonesia: CR; PSC Malaysia: revenue over > cost > > apa semua operational bisa dimasukkan kedalam cost recovery pak? kalau > K3S ngebor tp ga dapet minyak atau gasnya apa tetep diganti sm negara? > mugkin saja ada hal2 yg sbnernya tdk bisa masuk kedalam cost recovery tp > dimasukan saja dan alhasil bisa diganti juga sm negara.. mungkin dalam hal > ini "kepengawasan" yg sangat berperan disini yaitu BP MIGAS.. > > Salam Hormat,, > > Hikmat > > -- > *From:* Ong Han Ling > *To:* iagi-net@iagi.or.id > *Sent:* Saturday, May 5, 2012 8:32 AM > *Subject:* RE: [iagi-net-l] PSC Indonesia: CR; PSC Malaysia: revenue over > cost > > Rekan-rekan IAGI, > > Beberapa minggu yang lalu saya pernah menulis lewat IAGI perihal PSC > Indonesia ditujukan kepada Pak Sugeng. Rupanya tetap simpang siur terutama > perihal “cost recovery” dan PSC Indonesia. Untuk memperjelas saya ingin > menambah tulisan saya. > > Istilah cost recovery bukanlah monopoli dari PSC. Semua perusahaan punya > cost yang harus direcover. Secara umum namanya adalah deduction atau cost > atau reimbursement atau cost recovery. Tidak ada arti kusus untuk cost > recovery, hanya terminology (Jargon of the industry). Kita saja yang > bikin-bikin seakan-akan angker. Seperi momok, padahal disemua accounting > memang cost harus di recover hingga perlu diteliti. Uang yang dikeluarkan > untuk biaya projek harus ditagihkan dari revenue yang diterima. Ini berlaku > untuk semua perusahaan dan tidak terbatas pada PSC. > > Memang banyak terjadi simpang siur antara PSC dan konsesi atau R/T system > dilingkungan masyarakat migas. Istilah konsesi sekarang jarang dipakai > karena berbau kolonial dan diganti dengan Royalty dan Tax system atau R/T > system. Beberapa PSC identik dengan concession, hanya beda terminologi > saja. Banyak negara punya keduanya, PSC dan Konsesi. Beberapa sistim > konsesi bahkan lebih “restrictive” dibandingkan PSC. > > Marilah kita menelusuri sejarah dari PSC, yang dimulai di Indonesia dan > diprakarsai oleh Bp. Ibnu Sutowo. > > Waktu zaman Ibnu Sutowo, jumlah geologist dan petroleum engineer Indonesia > sangat terbatas dan bisa dihitung dengan satu tangan. Dalam menghadapi > perusahaan raksasa, apa yang bisa kita perbuat? Ibnu Sutowo beranggapan > bahwa biaya operasi atau cost untuk mengeluarkan minyak paling-paling 40% > dari revenue. Sisanya dia anggap sebagai keuntungan yang bisa di > dibagi/share antara Pemerintah dan contractor. Jadi dia batasi, > pengeluaran K3S maximum 40% dari minyak yang diproduksi tahun itu. Kalau > pengeluaran lebih dari 40%, kelebihan bisa dikeluarkan tahun anggaran > berikutnya atau dicangking kedepan, seperti depresiasi atau loss carry > forward (lih., slides). Cost yang dikeluarkan tidak ada yang hilang, semua > cost yang telah dikeluarkan oleh K3S akan dikembalikan. Biaya K3S hanya > tidak kembali jika K3S membuat kesalahan seperti: cadangan jauh lebih kecil > dari pada yang yang dilaporkan, engineering cost membengkak, “Sunk Cost” > lebih besar dari minyak yang diperoleh, dan kekeliruan dalam operasi. Bagi > Pertamina dengan tenaga ahli yang sangat minim pada waktu itu (1966 > penandatanganan dengan IIAPCO), ini adalah konsep yang paling mudah > dilaksanakan. Tinggal menjaga produksi di Wellhead. Keluar 100, yang bisa > dibelanjakan 40 saja. Ini menjadi ciri khas suatu PSC dan diadoptasi > diseluruh dunia (Catatan:istilah Cost Recovery limit yang dipakai oleh DPR > berlainan sekali dengan istilah CRL yang dipakai di industri perminyakan). > > Sistim PSC dengan cost recovery limit 40% diterapkan oleh Ibnu Sutowo, > pada zamannya antara 1966-976. Angka CRL 40% dari Ibnu Sutowo sampai > sekarang masih dianggap “typical” dan dipakai oleh banyak Negara > (Lih.slides). Ini adalah PSC tulen. Namun setelah 1977, Pemerintah an
Re: [iagi-net-l] PSC Indonesia: CR; PSC Malaysia: revenue over cost
Menurut sy CR memang tdk masuk APBN, yg dimasukan APBN adalah bagian pemerintah yg setelah dipotong biaya operasi. BK71 Sent from my BlackBerry® smartphone from Sinyal Bagus XL, Nyambung Teruuusss...! -Original Message- From: "Ismail" Date: Sat, 5 May 2012 05:49:18 To: Reply-To: Subject: Re: [iagi-net-l] PSC Indonesia: CR; PSC Malaysia: revenue over cost Ada lagi yg mengistilahkan CR adalah bagian dari investasi yg telah disetujui oleh pemerintah yg diperlukan untuk melakukan ekplorasi, pengembangan dan mempertahankan produksi , CR bukan penggantian biaya oleh pemerintah kpd KKKS shg tdk perlu dimasukan apbn Ism Sent by Liamsi's Mobile Phone -Original Message- From: Ong Han Ling Date: Sat, 5 May 2012 08:32:15 To: Reply-To: Subject: RE: [iagi-net-l] PSC Indonesia: CR; PSC Malaysia: revenue over cost PP-IAGI 2011-2014: Ketua Umum: Rovicky Dwi Putrohari, rovicky[at]gmail.com Sekjen: Senoaji, ajiseno[at]ymail.com Jangan lupa PIT IAGI 2012 di Jogjakarta tanggal 17-20 September 2012. Kirim abstrak ke email: pit.iagi.2012[at]gmail.com. Batas akhir pengiriman abstrak 28 Februari 2012. To unsubscribe, send email to: iagi-net-unsubscribe[at]iagi.or.id To subscribe, send email to: iagi-net-subscribe[at]iagi.or.id For topics not directly related to Geology, users are advised to post the email to: o...@iagi.or.id Visit IAGI Website: http://iagi.or.id Pembayaran iuran anggota ditujukan ke: Bank Mandiri Cab. Wisma Alia Jakarta No. Rek: 123 0085005314 Atas nama: Ikatan Ahli Geologi Indonesia (IAGI) Bank BCA KCP. Manara Mulia No. Rekening: 255-1088580 A/n: Shinta Damayanti IAGI-net Archive 1: http://www.mail-archive.com/iagi-net%40iagi.or.id/ IAGI-net Archive 2: http://groups.yahoo.com/group/iagi - DISCLAIMER: IAGI disclaims all warranties with regard to information posted on its mailing lists, whether posted by IAGI or others. In no event shall IAGI or its members be liable for any, including but not limited to direct or indirect damages, or damages of any kind whatsoever, resulting from loss of use, data or profits, arising out of or in connection with the use of any information posted on IAGI mailing list. -
Re: [iagi-net-l] PSC Indonesia: CR; PSC Malaysia: revenue over cost
tak jelas pak!.."biaya yg harus direcover kan bukan terserah mekanismenya bagimana membayarnya"..kan jelas ada aturan bakunya untuk recover costnya, itu yang ingin diketahui. Memang resiko selalu ada kalau dari geologic uncertainties saja banyak factor bisa terjadi, curious saja. 2012/5/6 > ** > Rasanya filosofinya yang harus disamakan dulu Pak. Ya harus dilakukan > telaah terhadap metode yang akan diimplementasikan terlebih dahulu, nggak > sekonyong-konyong terus dilakukan mega project untuk melakukan production > enhancement. Setelah konfiden dan bisa mengantisipasi + memitigasi > ketidakpastiannya, baru di eskalasi. Project Duri Steam Flood juga diawali > dg pilot project, lalu dikembangkan hingga tahapan sekarang ini. Biaya? Ya > jelas dong, harus di recover. Terserah mekanismenya bagaimana. Kalau sistim > kontraknya Royalti, ya pasti akan dihitung dr hasil perolehan/incremental > production. Sama saja, kalau pakai model PSC, ya dikembalikan dr > produksinya. Lah, kalau nggak ada jaminan incremental production-nya bisa > meng-offset expenses-nya, ya projectnya nggak usah dijalankan. Bisa kita > katakan sbg "lost opportunity" atau malahan "cut loss". Perkara kontraktor > yg "pasti" memperoleh rejeki, itu urusan lain donk. Mau bikin martabak, ya > telornya musti dipecahkan dulu. Tak iyee? > Bambang > Powered by Telkomsel BlackBerry® > -- > *From: *Ok Taufik > *Date: *Sun, 6 May 2012 15:08:40 +0900 > *To: * > *ReplyTo: * > *Subject: *Re: [iagi-net-l] PSC Indonesia: CR; PSC Malaysia: revenue over > cost > > Paling tanda tanya sebenarnya adalah suatu field yang lagi mengalami > production decline, maka dilakukan lah langkah B untuk menaikkan produksi > field tersebut, baik berupa horizontal well, development well, secondary > recovery method. > Masalahnya dari mana biaya drilling well dan secrec cost ini diambil?, > apakah akan masuk ke cost recovery?..kalau seandainya produksi tetap tidak > naik? terbayang berapa besar porsi negara yang akan digerogoti dari cost > AFE well. > Sementara akan banyak pembagian rejeki buat drilling contractor dan > service company yang sebagian besar PMA. > 2012/5/6 Bandono Salim > >> Kata pemborong drilling sih iya, begitu. Kan jadinya pemerintah dpt data >> lebih lengkap mengenai suatu wilayah. >> Powered by Telkomsel BlackBerry® >> ------------------ >> *From: *Hikmatulloh Geologist >> *Date: *Sat, 5 May 2012 21:41:15 -0700 (PDT) >> *To: *iagi-net@iagi.or.id >> *ReplyTo: * >> *Subject: *Re: [iagi-net-l] PSC Indonesia: CR; PSC Malaysia: revenue >> over cost >> >> apa semua operational bisa dimasukkan kedalam cost recovery pak? kalau >> K3S ngebor tp ga dapet minyak atau gasnya apa tetep diganti sm negara? >> mugkin saja ada hal2 yg sbnernya tdk bisa masuk kedalam cost recovery tp >> dimasukan saja dan alhasil bisa diganti juga sm negara.. mungkin dalam hal >> ini "kepengawasan" yg sangat berperan disini yaitu BP MIGAS.. >> >> Salam Hormat,, >> >> Hikmat >> >> -- >> *From:* Ong Han Ling >> *To:* iagi-net@iagi.or.id >> *Sent:* Saturday, May 5, 2012 8:32 AM >> *Subject:* RE: [iagi-net-l] PSC Indonesia: CR; PSC Malaysia: revenue >> over cost >> >> Rekan-rekan IAGI, >> >> Beberapa minggu yang lalu saya pernah menulis lewat IAGI perihal PSC >> Indonesia ditujukan kepada Pak Sugeng. Rupanya tetap simpang siur terutama >> perihal “cost recovery” dan PSC Indonesia. Untuk memperjelas saya ingin >> menambah tulisan saya. >> >> Istilah cost recovery bukanlah monopoli dari PSC. Semua perusahaan punya >> cost yang harus direcover. Secara umum namanya adalah deduction atau cost >> atau reimbursement atau cost recovery. Tidak ada arti kusus untuk cost >> recovery, hanya terminology (Jargon of the industry). Kita saja yang >> bikin-bikin seakan-akan angker. Seperi momok, padahal disemua accounting >> memang cost harus di recover hingga perlu diteliti. Uang yang dikeluarkan >> untuk biaya projek harus ditagihkan dari revenue yang diterima. Ini berlaku >> untuk semua perusahaan dan tidak terbatas pada PSC. >> >> Memang banyak terjadi simpang siur antara PSC dan konsesi atau R/T system >> dilingkungan masyarakat migas. Istilah konsesi sekarang jarang dipakai >> karena berbau kolonial dan diganti dengan Royalty dan Tax system atau R/T >> system. Beberapa PSC identik dengan concession, hanya beda terminologi >> saja. Banyak negara punya keduanya, PSC dan Konsesi. Beberapa sistim >> konsesi bahkan lebih “restrictive” dibandingkan PSC. >> >> Ma
Re: [iagi-net-l] PSC Indonesia: CR; PSC Malaysia: revenue over cost
Kalau sdh ada Field nya mk status WK nya adalah Produksi (bukan WK Eksplorasi), jadi semua kegiatan yg dilakukan di dalam WK dimaksud bisa dimasukkan didalam biaya operasi selama WP&B / AFE nya mendapat persetujuan BPMIGAS dan pelaksanaannya sesuai dengan ketentuan / aturan yang berlaku. Biaya apa saja yg bisa masuk CR, ada ketentuannya (Permen ESDM), contoh mudah misal biaya Golf walaupun yg diundang orang BPMIGAS, tdk bisa di CR. BK. --- On Sun, 5/6/12, Ok Taufik wrote: From: Ok Taufik Subject: Re: [iagi-net-l] PSC Indonesia: CR; PSC Malaysia: revenue over cost To: iagi-net@iagi.or.id Date: Sunday, May 6, 2012, 6:08 AM Paling tanda tanya sebenarnya adalah suatu field yang lagi mengalami production decline, maka dilakukan lah langkah B untuk menaikkan produksi field tersebut, baik berupa horizontal well, development well, secondary recovery method. Masalahnya dari mana biaya drilling well dan secrec cost ini diambil?, apakah akan masuk ke cost recovery?..kalau seandainya produksi tetap tidak naik? terbayang berapa besar porsi negara yang akan digerogoti dari cost AFE well. Sementara akan banyak pembagian rejeki buat drilling contractor dan service company yang sebagian besar PMA. 2012/5/6 Bandono Salim Kata pemborong drilling sih iya, begitu. Kan jadinya pemerintah dpt data lebih lengkap mengenai suatu wilayah. Powered by Telkomsel BlackBerry® From: Hikmatulloh Geologist Date: Sat, 5 May 2012 21:41:15 -0700 (PDT) To: iagi-net@iagi.or.id ReplyTo: Subject: Re: [iagi-net-l] PSC Indonesia: CR; PSC Malaysia: revenue over cost apa semua operational bisa dimasukkan kedalam cost recovery pak? kalau K3S ngebor tp ga dapet minyak atau gasnya apa tetep diganti sm negara? mugkin saja ada hal2 yg sbnernya tdk bisa masuk kedalam cost recovery tp dimasukan saja dan alhasil bisa diganti juga sm negara.. mungkin dalam hal ini "kepengawasan" yg sangat berperan disini yaitu BP MIGAS.. Salam Hormat,, Hikmat From: Ong Han Ling To: iagi-net@iagi.or.id Sent: Saturday, May 5, 2012 8:32 AM Subject: RE: [iagi-net-l] PSC Indonesia: CR; PSC Malaysia: revenue over cost Rekan-rekan IAGI, Beberapa minggu yang lalu saya pernah menulis lewat IAGI perihal PSC Indonesia ditujukan kepada Pak Sugeng. Rupanya tetap simpang siur terutama perihal “cost recovery” dan PSC Indonesia. Untuk memperjelas saya ingin menambah tulisan saya. Istilah cost recovery bukanlah monopoli dari PSC. Semua perusahaan punya cost yang harus direcover. Secara umum namanya adalah deduction atau cost atau reimbursement atau cost recovery. Tidak ada arti kusus untuk cost recovery, hanya terminology (Jargon of the industry). Kita saja yang bikin-bikin seakan-akan angker. Seperi momok, padahal disemua accounting memang cost harus di recover hingga perlu diteliti. Uang yang dikeluarkan untuk biaya projek harus ditagihkan dari revenue yang diterima. Ini berlaku untuk semua perusahaan dan tidak terbatas pada PSC. Memang banyak terjadi simpang siur antara PSC dan konsesi atau R/T system dilingkungan masyarakat migas. Istilah konsesi sekarang jarang dipakai karena berbau kolonial dan diganti dengan Royalty dan Tax system atau R/T system. Beberapa PSC identik dengan concession, hanya beda terminologi saja. Banyak negara punya keduanya, PSC dan Konsesi. Beberapa sistim konsesi bahkan lebih “restrictive” dibandingkan PSC. Marilah kita menelusuri sejarah dari PSC, yang dimulai di Indonesia dan diprakarsai oleh Bp. Ibnu Sutowo. Waktu zaman Ibnu Sutowo, jumlah geologist dan petroleum engineer Indonesia sangat terbatas dan bisa dihitung dengan satu tangan. Dalam menghadapi perusahaan raksasa, apa yang bisa kita perbuat? Ibnu Sutowo beranggapan bahwa biaya operasi atau cost untuk mengeluarkan minyak paling-paling 40% dari revenue. Sisanya dia anggap sebagai keuntungan yang bisa di dibagi/share antara Pemerintah dan contractor. Jadi dia batasi, pengeluaran K3S maximum 40% dari minyak yang diproduksi tahun itu. Kalau pengeluaran lebih dari 40%, kelebihan bisa dikeluarkan tahun anggaran berikutnya atau dicangking kedepan, seperti depresiasi atau loss carry forward (lih., slides). Cost yang dikeluarkan tidak ada yang hilang, semua cost yang telah dikeluarkan oleh K3S akan dikembalikan. Biaya K3S hanya tidak kembali jika K3S membuat kesalahan seperti: cadangan jauh lebih kecil dari pada yang yang dilaporkan, engineering cost membengkak, “Sunk Cost” lebih besar dari minyak yang diperoleh, dan kekeliruan dalam operasi. Bagi Pertamina dengan tenaga ahli yang sangat minim pada waktu itu (1966 penandatanganan dengan IIAPCO), ini adalah konsep yang paling mudah dilaksanakan. Tinggal menjaga produksi di Wellhead. Keluar 100, yang bisa dibelanjakan 40 saja. Ini menjadi ciri khas suatu PSC dan diadoptasi diseluruh dunia (Catatan:istilah Cost Recovery limit yang dipakai oleh DPR berlainan sekali dengan istilah CRL yang dipakai di industri perminyakan). Sistim P
Re: [iagi-net-l] PSC Indonesia: CR; PSC Malaysia: revenue over cost
Terima kasih banyak pak infonya,,karena saya masih awam tntng pengetahuan sistem migas yg ada,,jadi saya pengen tau pak..apa kl K3S ngebor trus ga dapet minyak atau gas tettap masuk ke dalam CR,,kan seharusnya ga masuk ya,krn kalau masuk pertimbangan utuk ngebor akan banyak sekali krn merasa "santai aja,kl ga dapet minyak bakal tetep diganti ini lewat CR".. Kalau boleh saya tau tentang ketentuan hal2 apa saja yg masuk ke dalam CR menurut permen ESDM,,mohon dkasih infonya lagi pak,,hehe.. Salam Hormat Hikmat From: Bambang Kartika To: iagi-net@iagi.or.id Sent: Monday, May 7, 2012 8:48 AM Subject: Re: [iagi-net-l] PSC Indonesia: CR; PSC Malaysia: revenue over cost Kalau sdh ada Field nya mk status WK nya adalah Produksi (bukan WK Eksplorasi), jadi semua kegiatan yg dilakukan di dalam WK dimaksud bisa dimasukkan didalam biaya operasi selama WP&B / AFE nya mendapat persetujuan BPMIGAS dan pelaksanaannya sesuai dengan ketentuan / aturan yang berlaku. Biaya apa saja yg bisa masuk CR, ada ketentuannya (Permen ESDM), contoh mudah misal biaya Golf walaupun yg diundang orang BPMIGAS, tdk bisa di CR. BK. --- On Sun, 5/6/12, Ok Taufik wrote: >From: Ok Taufik >Subject: Re: [iagi-net-l] PSC Indonesia: CR; PSC Malaysia: revenue over cost >To: iagi-net@iagi.or.id >Date: Sunday, May 6, 2012, 6:08 AM > > >Paling tanda tanya sebenarnya adalah suatu field yang lagi mengalami >production decline, maka dilakukan lah langkah B untuk menaikkan produksi >field tersebut, baik berupa horizontal well, development well, secondary >recovery method. >Masalahnya dari mana biaya drilling well dan secrec cost ini diambil?, apakah >akan masuk ke cost recovery?..kalau seandainya produksi tetap tidak naik? >terbayang berapa besar porsi negara yang akan digerogoti dari cost AFE well. >Sementara akan banyak pembagian rejeki buat drilling contractor dan service >company yang sebagian besar PMA. >2012/5/6 Bandono Salim > >Kata pemborong drilling sih iya, begitu. Kan jadinya pemerintah dpt data lebih >lengkap mengenai suatu wilayah. >>Powered by Telkomsel BlackBerry® >> >> >>From: Hikmatulloh Geologist >>Date: Sat, 5 May 2012 21:41:15 -0700 (PDT) >>To: iagi-net@iagi.or.id >>ReplyTo: >>Subject: Re: [iagi-net-l] PSC Indonesia: CR; PSC Malaysia: revenue over cost >> >> >>apa semua operational bisa dimasukkan kedalam cost recovery pak? kalau K3S >>ngebor tp ga dapet minyak atau gasnya apa tetep diganti sm negara? mugkin >>saja ada hal2 yg sbnernya tdk bisa masuk kedalam cost recovery tp dimasukan >>saja dan alhasil bisa diganti juga sm negara.. mungkin dalam hal ini >>"kepengawasan" yg sangat berperan disini yaitu BP MIGAS.. >> >> >>Salam Hormat,, >> >> >>Hikmat >> >> >> >> >> >> From: Ong Han Ling >>To: iagi-net@iagi.or.id >>Sent: Saturday, May 5, 2012 8:32 AM >>Subject: RE: [iagi-net-l] PSC Indonesia: CR; PSC Malaysia: revenue over cost >> >> >>Rekan-rekan IAGI, >> >>Beberapa minggu yang lalu saya pernah menulis lewat IAGI perihal PSC >>Indonesia ditujukan kepada Pak Sugeng. Rupanya tetap simpang siur terutama >>perihal “cost recovery” dan PSC Indonesia. Untuk memperjelas saya ingin >>menambah tulisan saya. >> >>Istilah cost recovery bukanlah monopoli dari PSC. Semua perusahaan punya cost >>yang harus direcover. Secara umum namanya adalah deduction atau cost atau >>reimbursement atau cost recovery. Tidak ada arti kusus untuk cost recovery, >>hanya terminology (Jargon of the industry). Kita saja yang bikin-bikin >>seakan-akan angker. Seperi momok, padahal disemua accounting memang cost >>harus di recover hingga perlu diteliti. Uang yang dikeluarkan untuk biaya >>projek harus ditagihkan dari revenue yang diterima. Ini berlaku untuk semua >>perusahaan dan tidak terbatas pada PSC. >> >>Memang banyak terjadi simpang siur antara PSC dan konsesi atau R/T system >>dilingkungan masyarakat migas. Istilah konsesi sekarang jarang dipakai karena >>berbau kolonial dan diganti dengan Royalty dan Tax system atau R/T system. >>Beberapa PSC identik dengan concession, hanya beda terminologi saja. Banyak >>negara punya keduanya, PSC dan Konsesi. Beberapa sistim konsesi bahkan lebih >>“restrictive” dibandingkan PSC. >> >>Marilah kita menelusuri sejarah dari PSC, yang dimulai di Indonesia dan >>diprakarsai oleh Bp. Ibnu Sutowo. >> >>Waktu zaman Ibnu Sutowo, jumlah geologist dan petroleum engineer Indonesia >>sangat terbatas dan bisa dihitung dengan satu tangan. Dal
Re: [iagi-net-l] PSC Indonesia: CR; PSC Malaysia: revenue over cost
Pak Ok, supaya usulan tambahan ngebor atau secondary recovery ini disetujui, maka Operator harus membuktikan adanya "incremental reserves" yang akan diperoleh. Angka ini kemudian akan diadu dengan biayanya untuk memperhitungkan ada "nilai tambah"-nya nggak Kalau kemudian tidak sukses: ya akan ada evaluasi. Biasanya sih untuk investasi yang besar pasti akan dilakukan pilot project dulu untuk melihat kemungkinan hasilnya...kalau bagus baru dilakukan aplikasi secara penuh... Lha nggak usah EOR, POD pertama saja banyak kok yang meleset hasilnyaantara proyeksi dan kenyataan bisa beda jauh..:-) salam, --- On Sun, 5/6/12, Ok Taufik wrote: From: Ok Taufik Subject: Re: [iagi-net-l] PSC Indonesia: CR; PSC Malaysia: revenue over cost To: iagi-net@iagi.or.id Date: Sunday, May 6, 2012, 2:08 AM Paling tanda tanya sebenarnya adalah suatu field yang lagi mengalami production decline, maka dilakukan lah langkah B untuk menaikkan produksi field tersebut, baik berupa horizontal well, development well, secondary recovery method. Masalahnya dari mana biaya drilling well dan secrec cost ini diambil?, apakah akan masuk ke cost recovery?..kalau seandainya produksi tetap tidak naik? terbayang berapa besar porsi negara yang akan digerogoti dari cost AFE well. Sementara akan banyak pembagian rejeki buat drilling contractor dan service company yang sebagian besar PMA. 2012/5/6 Bandono Salim Kata pemborong drilling sih iya, begitu. Kan jadinya pemerintah dpt data lebih lengkap mengenai suatu wilayah. Powered by Telkomsel BlackBerry® From: Hikmatulloh Geologist Date: Sat, 5 May 2012 21:41:15 -0700 (PDT) To: iagi-net@iagi.or.id ReplyTo: Subject: Re: [iagi-net-l] PSC Indonesia: CR; PSC Malaysia: revenue over cost apa semua operational bisa dimasukkan kedalam cost recovery pak? kalau K3S ngebor tp ga dapet minyak atau gasnya apa tetep diganti sm negara? mugkin saja ada hal2 yg sbnernya tdk bisa masuk kedalam cost recovery tp dimasukan saja dan alhasil bisa diganti juga sm negara.. mungkin dalam hal ini "kepengawasan" yg sangat berperan disini yaitu BP MIGAS.. Salam Hormat,, Hikmat From: Ong Han Ling To: iagi-net@iagi.or.id Sent: Saturday, May 5, 2012 8:32 AM Subject: RE: [iagi-net-l] PSC Indonesia: CR; PSC Malaysia: revenue over cost Rekan-rekan IAGI, Beberapa minggu yang lalu saya pernah menulis lewat IAGI perihal PSC Indonesia ditujukan kepada Pak Sugeng. Rupanya tetap simpang siur terutama perihal “cost recovery” dan PSC Indonesia. Untuk memperjelas saya ingin menambah tulisan saya. Istilah cost recovery bukanlah monopoli dari PSC. Semua perusahaan punya cost yang harus direcover. Secara umum namanya adalah deduction atau cost atau reimbursement atau cost recovery. Tidak ada arti kusus untuk cost recovery, hanya terminology (Jargon of the industry). Kita saja yang bikin-bikin seakan-akan angker. Seperi momok, padahal disemua accounting memang cost harus di recover hingga perlu diteliti. Uang yang dikeluarkan untuk biaya projek harus ditagihkan dari revenue yang diterima. Ini berlaku untuk semua perusahaan dan tidak terbatas pada PSC. Memang banyak terjadi simpang siur antara PSC dan konsesi atau R/T system dilingkungan masyarakat migas. Istilah konsesi sekarang jarang dipakai karena berbau kolonial dan diganti dengan Royalty dan Tax system atau R/T system. Beberapa PSC identik dengan concession, hanya beda terminologi saja. Banyak negara punya keduanya, PSC dan Konsesi. Beberapa sistim konsesi bahkan lebih “restrictive” dibandingkan PSC. Marilah kita menelusuri sejarah dari PSC, yang dimulai di Indonesia dan diprakarsai oleh Bp. Ibnu Sutowo. Waktu zaman Ibnu Sutowo, jumlah geologist dan petroleum engineer Indonesia sangat terbatas dan bisa dihitung dengan satu tangan. Dalam menghadapi perusahaan raksasa, apa yang bisa kita perbuat? Ibnu Sutowo beranggapan bahwa biaya operasi atau cost untuk mengeluarkan minyak paling-paling 40% dari revenue. Sisanya dia anggap sebagai keuntungan yang bisa di dibagi/share antara Pemerintah dan contractor. Jadi dia batasi, pengeluaran K3S maximum 40% dari minyak yang diproduksi tahun itu. Kalau pengeluaran lebih dari 40%, kelebihan bisa dikeluarkan tahun anggaran berikutnya atau dicangking kedepan, seperti depresiasi atau loss carry forward (lih., slides). Cost yang dikeluarkan tidak ada yang hilang, semua cost yang telah dikeluarkan oleh K3S akan dikembalikan. Biaya K3S hanya tidak kembali jika K3S membuat kesalahan seperti: cadangan jauh lebih kecil dari pada yang yang dilaporkan, engineering cost membengkak, “Sunk Cost” lebih besar dari minyak yang diperoleh, dan kekeliruan dalam operasi. Bagi Pertamina dengan tenaga ahli yang sangat minim pada waktu itu (1966 penandatanganan dengan IIAPCO), ini adalah konsep yang paling mudah dilaksanakan. Tinggal menjaga produksi di Wellhead. Keluar 100, yang bisa dibelanjakan 40 saja. Ini menjadi ciri
[iagi-net-l] UU Migas > Re: [iagi-net-l] PSC Indonesia: CR; PSC Malaysia: revenue over cost
Pengusahaan/Industri Migas diatur dan dikendalikan oleh UU Migas yg ada , apakah dg sistem kontrak ( PSC/KKS dg CR nya ) spt saat ini atau misalnya akan dibuat dg aturan lain dg sistem IUP ( dg Royaltinya ).Hingar bingar masalah BBM kemarin memicu masyarakat untuk melihat kembali UU Migas , salah satunya dari beberapa Organisasi Kemasyarakatan maupun beberapa tokoh Masyarakat telah Meng "MK" kan UU Migas No. 22 tahun 2001 yang saat ini sebagai dasar Pengusahaan Migas. Ada beberapa hal yg dipersoalkan antara lain masalah Kontrak/KKS , masalah keberadaan BP Migas , dll . Ada hal yg menarik bahwa Kontrak ( KKS) itu dianggap sebagai Perjanjian Internasional ( Perjanjian Negara ) shg tidak hanya diberitahukan ke Parlemen tapi harus dimintakan persetujuan ke Parlemen. bisa dibayangkan nanti kalau semua kontrak (PSC/KKS) harus masuk Parlemen untuk dimintakan Persetujuannya ( bagaimana mekanismenya. ) ... semuanya itu bukan Hil yang Mustahal < Dibawah ini beberapa Hal yg dipersoalkan oleh para pemohon dalam Risalah Sidang Pendahuluan di MK bulan lalu ( apakah alasan penggugat ini akan dikabulkan MK , kita tunggu saja.): == Alasan permohonan, bahwa saat ini pengelolaan migas sejak berlakunya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan GasBumi, menggunakan sistem kontrak kerja sama atau disingkat KKS, ataudisebut juga sebagai kontrak karya. Ini merupakan suatu bentuk terbuka atauopen system yang dianut sejak kuasa pertambangan diserahkan kepada Pemerintah c.q. Menteri ESDM sebagaimana dinyatakan di dalam Pasal 6Undang-Undang Migas dan selanjutnya Pasal 1 angka 19 Undang-Undang Migas telah menimbulkan ketidakpastian hukum dalam pemaknaan kontraklainnya tersebut. Hal ini jelas bertentangan dengan Pasal 28D ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945 terutama frasa Dikendalikan melalui kontrak kerja sama,menunjukan adanya penggunaan sistem kontrak dalam pengendalian pengelolaan migas yang multi tafsir tersebut. Keadaan yang demikan ini makaakan melekat asas-asas hukum kontrak yang bersifat umum yang berlakudalam hukum kontrak yakni asas keseimbangan dan asas profesionalitaskepada negara. 3 Asas keseimbangan dinyatakan oleh Herlin Budiono sebagai pertama asas yang bersifat etikal sehingga ke pembagian beban di kedua sisi beradadalam keadaan seimbang. Dua asas keseimbangan sebagai asas juridical danjustice, maka ketika suatu kontrak berkonstruksi tidak seimbang bagi parapihak, maka kontrak tersebut dapat dinilai tidak seimbang. Asas profesionalitas menurut Sogar Simamora di dalam disertasinya mengemukakan bahwa adanya kewajiban yang setimpal, sepenanggungan. Keadaan demikian jelas sangat merendahkan martabat negara karena dalamkontrak kerja sama dalam Undang-Undang Migas yang berkontrak adalah BPMigas atas nama negara, berkontrak dengan korporasi atau korporasi swastasehingga apabila terjadi sengketa yang kontrak pada umumnya selalu menunjuk arbitrase internasional untuk memeriksa dan mengadili sengketasehingga akibat hukumnya apabila negara kalah berarti kekalahan seluruhrakyat Indonesia. Di situlah inti merendahkan martabat negara. Dua, bahwa lahirnya Badan Pelaksanaan Migas, selanjutnya disebut BPMigas adalah atas perintah Pasal 4 ayat (3) Undang-Undang Migas yangselanjutnya ditegaskan di dalam Pasal 44 Undang-Undang. Konstruksi yangterkandung di dalam pasal tersebut telah menjadikan pengelolaan bertentangan dan dengan yang dikehendaki Pasal 33 ayat (2) dan (3) Undang-Undang Dasar 1945. Ini didasari bahwa BP Migas bukan operator ataubadan usaha, namun hanya berbentuk Badan Hukum Milik Negara atau dikenal BHMN, sehingga kedudukannya tidak dapat melibatkan secara langsung dalam kegiatan eksplorasi dan produksi migas. BP Migas tak punyasumur, kilang, tanker, truk, pengangkut, dan SPBU, serta tidak bisa menjualminyak bagian negara sehingga tak bisa menjamin keamanan, pemasokanBBM atau BBG dalam negeri. Ini membuktikan bahwa kehadiran BP Migasmembonsai Pasal 33 ayat (2) dan (3) Undang-Undang Dasar 1945 dan menjadikan makna dikuasai negara yang telah ditafsirkan dan diputuskan olehMahkamah menjadi kabur dikarenakan tidak dipenuhinya unsur penguasaannegara yakni mencakup fungsi mengatur, mengurus, mengelola, dan mengawasi secara keseluruhan hanya menjadi sebuah ilusi konstitusional.Tiga, bahwa kedudukan BP Migas yang mewakili pemerintah dalam kuasa pertambangan, tidak memiliki komisaris atau pengawas, padahal BPMigas adalah Badan Hukum Milik Negara (BHMN), jelas ini berdampak kepadajalannya kekuasaan yang tidak terbatas dikarenakan secara strukturalkelembagaan ini menjadi cacat. Hal ini berdampak kepada cost recovery, tidakmemiliki ambang batas yang jelas. Kekuasaan sangat besar tersebut akancenderung korup, terbukti ketika data dari hasil audit Badan PemeriksaKeuangan menunjukan bahwa selama kurun waktu 2000 sampai 2008, potensikerugian negara akibat pembebanan cost recovery sektor migas yang tidaktepat mencapai Rp345,996 triliun per tahun, ata