Re: [iagi-net-l] TANAH AIR TERGADAI? "Orang Rantai"

2011-05-04 Terurut Topik Ery Arifullah
Berkaitan dengan tergadainya bangsa ini melalui SDAkalau ada waktu coba 
baca bukunya John Perkins: Confession of Economic Hitmen.

--- On Mon, 5/2/11, Hendratno Agus  wrote:

From: Hendratno Agus 
Subject: Re: [iagi-net-l] TANAH AIR TERGADAI?  "Orang Rantai"
To: iagi-net@iagi.or.id
Date: Monday, May 2, 2011, 1:27 PM

Kang Andri.., inilah repotnya kalau urusan nilai tambah mineral itu selalu 
datang terakhir. Yang rame kan investasi gali menggali, trading dan broker to? 
daripada mikirin "investasi nilai tambah mineral" apalagi berpikir tentang 
"konservasi mineral".., jaauuu.
Regulasi nilai tembah mineral sdh dikampanyekan banyak pihak, termasuk Perhapi, 
IAGI, juga pak dirjend minerba saat dipegang Pak Simon Sembiring. Tapi 
bagaimana prosentasi yang investasi nilai tambah mineral dibandingkan dengan 
yang gali menggali..., heheeh...
Sekarang regulasi tentang "nilai tambah mineral dan konservasi mineral" sudah 
ada, tinggal implementasi dan good will para pelaku usaha tambang. Makanya yang 
laku keras itu lulusan geologi yang fokus eksplorasi atau tambang yang fokus 
eksplorasi atau perencanaan
 tambang melulu, daripada tambang yang metalurgi. Lalu kemana lulusan 
Teknik Metalurgi saat ini? Prosesing mineral masih dalam tataran skala 
laboratorium, dan sebagian kecil masuk dalam tataran skala industri terbatas..

Lama-lama kita akan mengajarkan generasi ke depan : tentang kapan kita akan 
impor batubara? kapan kita akan impor nikel, timah, tembaga? hehehe

Beberapa hari ini (akhir april 2011), saya sempat mampir ke Maninjau - 
Batusangkar - Talawi - Sawahlunto, kemudian tetirah di dalam Lobang Tambang 
Batubara "Lubang mbah Suro" di Kota Sawahlunto sebagai lubang pertama dibuat 
Belanda pada tahun 1892 untuk batubara Ombilin. Selama tetirah, saya 
menghabiskan bukunya Erwiza Erman dkk (2007 diterbitkan Pemkot Sawahlunto dan 
Penerbit Ombak Yogyakarta) tentang "Orang Rantai : dari penjara ke 
penjara".Erwiza Erman adalah putra minang yang lulus doktor ilmu sejarah dari 
Belanda dan desertasinya
 tentang : Politik dan ekonomi dari Tambang Batubara yang Membara pada tahun 
1892 - 1927. Buku ini mengisahkan bagaimana (sejarah perbudakan) kerja paksa 
tambang batubara ombilin yg pekerja paksanya adalah orang Jawa (sebagian orang 
Bugis, Madura, dan Sunda) dari tawanan Belanda di Jawa. Pekerja tambang 
batubara yang dipaksa harus "berantai pada kakinya" untuk melobangi dan 
menggali batubara di Cekungan Ombilin. Jelas, bahwa perekonomian Belanda dan 
Eropa saat itu, dan pasokan energi semua kebutuhan infrastruktur Hindia Belanda 
yang berpusat di Batavia dipasok dari batubara Ombilin saat. Makna lain kita 
sudah terjajah pada semua aspek kehidupan bangsa, dan tentunya tergadaikan 
tanah air kita saat itu dengan baju "penjajahan fisik dan ekonomi sumberdaya 
alam". Untuk mengangkut rempah-rempah, dan berbagai hasil pangan sebagai hasil 
perkebunan di Indonesia dari barat ke timur ke Eropa, Belanda menggunakan kapal 
uap yang energinya dipasok dari batubara. Saat
 di Jawa dan Sumbar, semua kereta-api untuk trekjing-trekjing para noni-noni 
Belanda, Mandor, dan pasokan sembako bagi kepentingan Hindai Belanda, juga 
dipasok dari batubara yang penggaliannya dilakukan secara kerja paksa dan 
dirantai pada kakinya (terutama pada tambang Ombilin). Ekonomi Hindia Belanda 
saat itu betul-betul pesta pora dengan temuan batubara di Cekungan Ombilin.

Refleksi dari kisah gali-menggali batubara oleh orang rantai yang kerja paksa 
pada era Hindia Belanda juga mencerminkan tidak jauh pada era modern ini 
terkait dengan regulasi politik pertambangan di republik ini sejak republik ini 
menggenjot perekonomiannya, maka sektor pertambangan energi ini menjadi taruhan 
pertama. Pemaknaan "Orang rantai yang menambang" yang tergadaikan energinya 
untuk memasok kebutuhan "energi dan ekonomi" Hindia Belanda dan Eropa pada saat 
itu, jangan-jangan saat ini semua pasokan energi dan sumberdaya mineral ini, 
yang kita cari/ eksplorasi, kita
 gali/ eksploitasi, lalu langsung kita jual (trading dan transportasi)..., 
masih dalam koridor "Orang Rantai" dengan wajah yang sangat modern dan berbasis 
IT, iPad, Blackberry tapi "ter-rantai oleh sesuatu yang kita tidak mampu 
mengurai rantai tsb". Artinya, kekuatan kolektif intelektual bangsa kita, 
kemampuan teknologi dari kolektif orang-orang pinter se-Nusantara,kekuatanĀ  
regulasi, jagoan-jagoan lobby politik (seperti reinkarnasi Soekarno di Senayan 
saat ini) selama ini (50 th terakhir)., kekuatan "menggadaikan mineral dan 
energi nusantara" lebih besar daripada diolah sendiri, hehehe..
Kalau dulu kekuatan penambangan "orang rantai" hanyalah "pasrah dan manut" 
ketika betul-betul secara fisik "terantai". ..

Sekarang, secara fisik kita tidak terantai, tapi secara politik ekonomi 
sumberdaya alam / mineral, k

Re: [iagi-net-l] TANAH AIR TERGADAI? "Orang Rantai"

2011-05-01 Terurut Topik Hendratno Agus
Kang Andri.., inilah repotnya kalau urusan nilai tambah mineral itu selalu 
datang terakhir. Yang rame kan investasi gali menggali, trading dan broker to? 
daripada mikirin "investasi nilai tambah mineral" apalagi berpikir tentang 
"konservasi mineral".., jaauuu.
Regulasi nilai tembah mineral sdh dikampanyekan banyak pihak, termasuk Perhapi, 
IAGI, juga pak dirjend minerba saat dipegang Pak Simon Sembiring. Tapi 
bagaimana 
prosentasi yang investasi nilai tambah mineral dibandingkan dengan yang gali 
menggali..., heheeh...
Sekarang regulasi tentang "nilai tambah mineral dan konservasi mineral" sudah 
ada, tinggal implementasi dan good will para pelaku usaha tambang. Makanya yang 
laku keras itu lulusan geologi yang fokus eksplorasi atau tambang yang fokus 
eksplorasi atau perencanaan tambang melulu, daripada tambang yang 
metalurgi. 
Lalu kemana lulusan Teknik Metalurgi saat ini? Prosesing mineral masih dalam 
tataran skala laboratorium, dan sebagian kecil masuk dalam tataran skala 
industri terbatas..

Lama-lama kita akan mengajarkan generasi ke depan : tentang kapan kita akan 
impor batubara? kapan kita akan impor nikel, timah, tembaga? hehehe

Beberapa hari ini (akhir april 2011), saya sempat mampir ke Maninjau - 
Batusangkar - Talawi - Sawahlunto, kemudian tetirah di dalam Lobang Tambang 
Batubara "Lubang mbah Suro" di Kota Sawahlunto sebagai lubang pertama dibuat 
Belanda pada tahun 1892 untuk batubara Ombilin. Selama tetirah, saya 
menghabiskan bukunya Erwiza Erman dkk (2007 diterbitkan Pemkot Sawahlunto dan 
Penerbit Ombak Yogyakarta) tentang "Orang Rantai : dari penjara ke 
penjara".Erwiza Erman adalah putra minang yang lulus doktor ilmu sejarah dari 
Belanda dan desertasinya tentang : Politik dan ekonomi dari Tambang Batubara 
yang Membara pada tahun 1892 - 1927. Buku ini mengisahkan bagaimana (sejarah 
perbudakan) kerja paksa tambang batubara ombilin yg pekerja paksanya adalah 
orang Jawa (sebagian orang Bugis, Madura, dan Sunda) dari tawanan Belanda di 
Jawa. Pekerja tambang batubara yang dipaksa harus "berantai pada kakinya" untuk 
melobangi dan menggali batubara di Cekungan Ombilin. Jelas, bahwa perekonomian 
Belanda dan Eropa saat itu, dan pasokan energi semua kebutuhan infrastruktur 
Hindia Belanda yang berpusat di Batavia dipasok dari batubara Ombilin saat. 
Makna lain kita sudah terjajah pada semua aspek kehidupan bangsa, dan tentunya 
tergadaikan tanah air kita saat itu dengan baju "penjajahan fisik dan ekonomi 
sumberdaya alam". Untuk mengangkut rempah-rempah, dan berbagai hasil pangan 
sebagai hasil perkebunan di Indonesia dari barat ke timur ke Eropa, Belanda 
menggunakan kapal uap yang energinya dipasok dari batubara. Saat di Jawa dan 
Sumbar, semua kereta-api untuk trekjing-trekjing para noni-noni Belanda, 
Mandor, 
dan pasokan sembako bagi kepentingan Hindai Belanda, juga dipasok dari batubara 
yang penggaliannya dilakukan secara kerja paksa dan dirantai pada kakinya 
(terutama pada tambang Ombilin). Ekonomi Hindia Belanda saat itu betul-betul 
pesta pora dengan temuan batubara di Cekungan Ombilin.

Refleksi dari kisah gali-menggali batubara oleh orang rantai yang kerja paksa 
pada era Hindia Belanda juga mencerminkan tidak jauh pada era modern ini 
terkait 
dengan regulasi politik pertambangan di republik ini sejak republik ini 
menggenjot perekonomiannya, maka sektor pertambangan energi ini menjadi taruhan 
pertama. Pemaknaan "Orang rantai yang menambang" yang tergadaikan energinya 
untuk memasok kebutuhan "energi dan ekonomi" Hindia Belanda dan Eropa pada saat 
itu, jangan-jangan saat ini semua pasokan energi dan sumberdaya mineral ini, 
yang kita cari/ eksplorasi, kita gali/ eksploitasi, lalu langsung kita jual 
(trading dan transportasi)..., masih dalam koridor "Orang Rantai" dengan wajah 
yang sangat modern dan berbasis IT, iPad, Blackberry tapi "ter-rantai oleh 
sesuatu yang kita tidak mampu mengurai rantai tsb". Artinya, kekuatan kolektif 
intelektual bangsa kita, kemampuan teknologi dari kolektif orang-orang pinter 
se-Nusantara,kekuatan  regulasi, jagoan-jagoan lobby politik (seperti 
reinkarnasi Soekarno di Senayan saat ini) selama ini (50 th terakhir)., 
kekuatan 
"menggadaikan mineral dan energi nusantara" lebih besar daripada diolah 
sendiri, 
hehehe..
Kalau dulu kekuatan penambangan "orang rantai" hanyalah "pasrah dan manut" 
ketika betul-betul secara fisik "terantai". ..

Sekarang, secara fisik kita tidak terantai, tapi secara politik ekonomi 
sumberdaya alam / mineral, kolektivitas intelektual dan kolektivitas teknologi, 
kita masih "terantai", yang lebih berbahaya lagi kalau "caracter building" 
dalam 
penyiapan generasi bidang ilmu dan teknologi kebumian di kampus-kampus skrg 
ini..., masih mengajarkan "kurikulum terantai untuk menggadaikan mineral..." 
semoga keliru.., Na'udzubillah min dallik

Maklum ini uneg-uneg dari orang bodo yang turut mengajarkan generasi masa 
depan, 
menjadi orang terantai untuk mengggadaikan mineral..., gedek