Kang Andri.., inilah repotnya kalau urusan nilai tambah mineral itu selalu
datang terakhir. Yang rame kan investasi gali menggali, trading dan broker to?
daripada mikirin "investasi nilai tambah mineral" apalagi berpikir tentang
"konservasi mineral".., jaauuu.
Regulasi nilai tembah mineral sdh dikampanyekan banyak pihak, termasuk Perhapi,
IAGI, juga pak dirjend minerba saat dipegang Pak Simon Sembiring. Tapi
bagaimana
prosentasi yang investasi nilai tambah mineral dibandingkan dengan yang gali
menggali..., heheeh...
Sekarang regulasi tentang "nilai tambah mineral dan konservasi mineral" sudah
ada, tinggal implementasi dan good will para pelaku usaha tambang. Makanya yang
laku keras itu lulusan geologi yang fokus eksplorasi atau tambang yang fokus
eksplorasi atau perencanaan tambang melulu, daripada tambang yang
metalurgi.
Lalu kemana lulusan Teknik Metalurgi saat ini? Prosesing mineral masih dalam
tataran skala laboratorium, dan sebagian kecil masuk dalam tataran skala
industri terbatas..
Lama-lama kita akan mengajarkan generasi ke depan : tentang kapan kita akan
impor batubara? kapan kita akan impor nikel, timah, tembaga? hehehe
Beberapa hari ini (akhir april 2011), saya sempat mampir ke Maninjau -
Batusangkar - Talawi - Sawahlunto, kemudian tetirah di dalam Lobang Tambang
Batubara "Lubang mbah Suro" di Kota Sawahlunto sebagai lubang pertama dibuat
Belanda pada tahun 1892 untuk batubara Ombilin. Selama tetirah, saya
menghabiskan bukunya Erwiza Erman dkk (2007 diterbitkan Pemkot Sawahlunto dan
Penerbit Ombak Yogyakarta) tentang "Orang Rantai : dari penjara ke
penjara".Erwiza Erman adalah putra minang yang lulus doktor ilmu sejarah dari
Belanda dan desertasinya tentang : Politik dan ekonomi dari Tambang Batubara
yang Membara pada tahun 1892 - 1927. Buku ini mengisahkan bagaimana (sejarah
perbudakan) kerja paksa tambang batubara ombilin yg pekerja paksanya adalah
orang Jawa (sebagian orang Bugis, Madura, dan Sunda) dari tawanan Belanda di
Jawa. Pekerja tambang batubara yang dipaksa harus "berantai pada kakinya" untuk
melobangi dan menggali batubara di Cekungan Ombilin. Jelas, bahwa perekonomian
Belanda dan Eropa saat itu, dan pasokan energi semua kebutuhan infrastruktur
Hindia Belanda yang berpusat di Batavia dipasok dari batubara Ombilin saat.
Makna lain kita sudah terjajah pada semua aspek kehidupan bangsa, dan tentunya
tergadaikan tanah air kita saat itu dengan baju "penjajahan fisik dan ekonomi
sumberdaya alam". Untuk mengangkut rempah-rempah, dan berbagai hasil pangan
sebagai hasil perkebunan di Indonesia dari barat ke timur ke Eropa, Belanda
menggunakan kapal uap yang energinya dipasok dari batubara. Saat di Jawa dan
Sumbar, semua kereta-api untuk trekjing-trekjing para noni-noni Belanda,
Mandor,
dan pasokan sembako bagi kepentingan Hindai Belanda, juga dipasok dari batubara
yang penggaliannya dilakukan secara kerja paksa dan dirantai pada kakinya
(terutama pada tambang Ombilin). Ekonomi Hindia Belanda saat itu betul-betul
pesta pora dengan temuan batubara di Cekungan Ombilin.
Refleksi dari kisah gali-menggali batubara oleh orang rantai yang kerja paksa
pada era Hindia Belanda juga mencerminkan tidak jauh pada era modern ini
terkait
dengan regulasi politik pertambangan di republik ini sejak republik ini
menggenjot perekonomiannya, maka sektor pertambangan energi ini menjadi taruhan
pertama. Pemaknaan "Orang rantai yang menambang" yang tergadaikan energinya
untuk memasok kebutuhan "energi dan ekonomi" Hindia Belanda dan Eropa pada saat
itu, jangan-jangan saat ini semua pasokan energi dan sumberdaya mineral ini,
yang kita cari/ eksplorasi, kita gali/ eksploitasi, lalu langsung kita jual
(trading dan transportasi)..., masih dalam koridor "Orang Rantai" dengan wajah
yang sangat modern dan berbasis IT, iPad, Blackberry tapi "ter-rantai oleh
sesuatu yang kita tidak mampu mengurai rantai tsb". Artinya, kekuatan kolektif
intelektual bangsa kita, kemampuan teknologi dari kolektif orang-orang pinter
se-Nusantara,kekuatan regulasi, jagoan-jagoan lobby politik (seperti
reinkarnasi Soekarno di Senayan saat ini) selama ini (50 th terakhir).,
kekuatan
"menggadaikan mineral dan energi nusantara" lebih besar daripada diolah
sendiri,
hehehe..
Kalau dulu kekuatan penambangan "orang rantai" hanyalah "pasrah dan manut"
ketika betul-betul secara fisik "terantai". ..
Sekarang, secara fisik kita tidak terantai, tapi secara politik ekonomi
sumberdaya alam / mineral, kolektivitas intelektual dan kolektivitas teknologi,
kita masih "terantai", yang lebih berbahaya lagi kalau "caracter building"
dalam
penyiapan generasi bidang ilmu dan teknologi kebumian di kampus-kampus skrg
ini..., masih mengajarkan "kurikulum terantai untuk menggadaikan mineral..."
semoga keliru.., Na'udzubillah min dallik
Maklum ini uneg-uneg dari orang bodo yang turut mengajarkan generasi masa
depan,
menjadi orang terantai untuk mengggadaikan mineral..., gedek