Re: [iagi-net-l] WAHYU : LARANGAN EKSPOR FOSIL KAYU MENTAH TAK COCOK !
Mang Okim, terima kasih atas penerusan cerita fosil amonit Papua dan Timor dan fosil kayu Banten. Sebagai orang yang mencintai geologi, lebih-lebih lagi geologi Indonesia, saya berpendapat bahwa kumpulan fosil itu mestinya tetap di tempatnya. Boleh diambil sebagian kecil hanya untuk keperluan alat peraga pendidikan. Tetapi kalau diambil sampai berton2 untuk keperluan komersial, apalagi dijual ke LN, apa yang mau kita tinggalkan untuk generasi penerus kita ?Apakah kelak kita akan bercerita kepada mereka, "dulu di sini ada hutan fosil kayu, di situ ada singkapan batuan Perem dengan fosil amonit yang berlimpah". Beberapa tahun yang lalu, saat mencoba jalan dari Bogor ke Pantai Carita via Jasinga-Rangkasbitung-Labuan, saya sempat ke luar dari badan jalan masuk ke wilayah Leuwidamar, Lebak dengan menyusuri ke hulu Sungai Ciujung. Mobil diparkir tak jauh dari tempat latihan infanteri sekitar Rangkasbitung. Yang sempat saya saksikan adalah beberapa lahan yang dari jauh pun sudah kelihatan bahwa itu "petrified forests" (memang ini yang mau saya saksikan dengan memilih jalan Bogor-Carita via Rangkasbitung). Saya percaya bahwa umur pembakaran hutan ini akibat volkanisme Pliosen, atau paling tua Mio-Pliosen, oleh rangkaian gunungapi sekitar proto-Gn. Karang, Pulasari di utara atau Halimun di tenggaranya. Nah, kalau kayu2 yang terbakar volkanisme purba ini dibongkar (kalau dibiarkan lama-lama juga habis), lalu dijual, apa yang mau kita lihat lagi, padang rumput ? Justru, harusnya diawetkan, diolah, dan dikemas jadi lahan geo-wisata, lalu disosialisasikan : Banten Petrified Forest. Bayangkan, kita jalan-jalan di areal hutan 7-5 juta tahun yang lalu. Lengkapi dengan banyak informasi geologi, wah pasti akan lebih menarik, sekaligus memberikan pendidikan buat masyarakat. Ini akan menjadi objek geo-wisata yang langka, di dunia pun langka. Mengapa kita tak sayang akan warisan sejarah alam ini ? Begitu juga dengan fosil amonit di Papua dan Timor. Karena tak ada yang peduli, maka berton2 fosil amonit dan batuannya pindah tempat. Sejarah geologi Paleozoikum Indonesia masih minim, karena batuannya yang tersingkap sangat sedikit. Kalau dari yang sedikit kemudian dirusak juga, bagaimana ini ? Kalau Peter Marks, stratigrapher dan paleontologist yang menulis buku tebal sekali tentang paleontologi Indonesia itu, masih ada, tentu dia akan menangis sejadi-jadinya. Saya berharap molluscs paleontologists atau Paleozoic stratigrapher Indonesia mencermati masalah ini. Konservasi geologi harus segera dilakukan di beberapa tempat. Syukur sudah mulai dilakukan. Minggu lalu tim dosen dari Unpad bertemu saya diskusi soal Ciletuh, dan seperti ditulis Mang Okim benar, mereka sedang terlibat dalam konservasi Gua Pawon Citatah dan Ciletuh. Pendek kata, saya setuju dengan Mang Okim, bahwa ada wilayah2 geologi di Indonesia yang mutlak harus dikonservasi. Masyarakat setempat tak akan pernah menderita dengan konservasi semacam itu, yang menderita adalah orang2 berduit di kota yang punya interest untuk menjadikan lahan konservasi sumber uang dengan meng-ekspornya. Maka, larangan ekspor fosil kayu mentah sungguh tepat ! salam, awang sujatmiko <[EMAIL PROTECTED]> wrote: Pak Wahyu yang budiman dan Dear Gemstone Lovers IAGI, Terima kasih atas e-mail Anda. Mang Okim mohon izin meneruskan kritik Anda ke forum Gemstone Lovers IAGI agar persoalannya bisa lebih diketahui oleh para Ahli Kebumian. Bagi rekan-rekan IAGI, perlu diketahui bahwa Pak Wahyu adalah Sarjana Ekonomi Manajemen, bekerja di Group TEMPO, dan beberapa kali bertemu dan berdialog dengan mang Okim di Bandung. Karenanya mang Okim cukup kaget atas pendapat Pak Wahyu yang rasanya bertolak belakang dengan apa yang telah didialogkan di Bandung, khususnya tentang Kep.MENPERINDAG No. 385/MPP/Kep/6/2004 yang dengan tegas melarang ekspor bahan mentah batumulia dan khususnya fosil kayu. Kritik langsung dari Pak Wahyu ini adalah yang kedua setelah beberapa bulan yang lalu mang Okim diluruk ( didatangi ) oleh seorang pengusaha terkemuka di Bogor yang marah besar atas "ulah" mang Okim yang menyebabkan keluarnya Kepmen tersebut. Mang Okim harus akui bahwa Kepmen tersebut keluar setelah perjuangan tak kenal putus asa selama hampir 15 tahun ( walau implementasinya amburadul dan ekspornya tenang-tenang saja ! ). Dear Gemstone Lovers dan Pak Wahyu yang budiman, Mang Okim akan mencoba menyampaikan tanggapan atas kritik Pak Wahyu sbb.: 1. Syukur alhamdulilah bahwa Pak Wahyu kini punya berton-ton fosil Ammonit dari Papua dan Timor Indonesia. Selain Pak Wahyu, ada seorang pengusaha WN.Taiwan yang konon beberapa tahun yang lalu telah berhasil memborong lebih dari 100 ton fosil Ammonit. Untuk menjualnya apalagi setelah ada nilai tambahnya, itu siih syah-syah saja. Tetapi kalau sampai mengekspornya mentah-mentah, tentu sayang kaan. Mang Okim sendiri heran, kok sampai belum ada ahli kita yang tergetar dan tergerak hatinya mendengar ratusan ton Amm
[iagi-net-l] WAHYU : LARANGAN EKSPOR FOSIL KAYU MENTAH TAK COCOK !
Pak Wahyu yang budiman dan Dear Gemstone Lovers IAGI, Terima kasih atas e-mail Anda. Mang Okim mohon izin meneruskan kritik Anda ke forum Gemstone Lovers IAGI agar persoalannya bisa lebih diketahui oleh para Ahli Kebumian. Bagi rekan-rekan IAGI, perlu diketahui bahwa Pak Wahyu adalah Sarjana Ekonomi Manajemen, bekerja di Group TEMPO, dan beberapa kali bertemu dan berdialog dengan mang Okim di Bandung. Karenanya mang Okim cukup kaget atas pendapat Pak Wahyu yang rasanya bertolak belakang dengan apa yang telah didialogkan di Bandung, khususnya tentang Kep.MENPERINDAG No. 385/MPP/Kep/6/2004 yang dengan tegas melarang ekspor bahan mentah batumulia dan khususnya fosil kayu. Kritik langsung dari Pak Wahyu ini adalah yang kedua setelah beberapa bulan yang lalu mang Okim diluruk ( didatangi ) oleh seorang pengusaha terkemuka di Bogor yang marah besar atas "ulah" mang Okim yang menyebabkan keluarnya Kepmen tersebut. Mang Okim harus akui bahwa Kepmen tersebut keluar setelah perjuangan tak kenal putus asa selama hampir 15 tahun ( walau implementasinya amburadul dan ekspornya tenang-tenang saja ! ). Dear Gemstone Lovers dan Pak Wahyu yang budiman, Mang Okim akan mencoba menyampaikan tanggapan atas kritik Pak Wahyu sbb.: 1. Syukur alhamdulilah bahwa Pak Wahyu kini punya berton-ton fosil Ammonit dari Papua dan Timor Indonesia. Selain Pak Wahyu, ada seorang pengusaha WN.Taiwan yang konon beberapa tahun yang lalu telah berhasil memborong lebih dari 100 ton fosil Ammonit. Untuk menjualnya apalagi setelah ada nilai tambahnya, itu siih syah-syah saja. Tetapi kalau sampai mengekspornya mentah-mentah, tentu sayang kaan. Mang Okim sendiri heran, kok sampai belum ada ahli kita yang tergetar dan tergerak hatinya mendengar ratusan ton Ammonit ditemukan terkonsentrasi di suatu daerah di negeri kita. Dengan kepedulian kita, bukan tidak mungkin kalau suatu hari Indonesia punya Taman Nasional Fosil Ammonit. Opo ora hebat. Dan dengan adanya Pak Wahyu yang masih punya rasa sayang dan cinta kepada natural resource negeri kita, semoga fosil Ammonit yang dimilikinya tak seluruhnya hilang dari tanah air. 2.Mengenai umur fosil kayu Banten/Cibaliung yang Miosen/Pliosen, saya salut kepada Pak Wahyu karena sebagai seorang sarjana ekonomi-manajemen nekat berargumentasi tentang umur geologi. Sekedar tambahan pengetahuan, fosil serupa koral ditemukan sampai hari ini lho. Nanti kalau Pak Wahyu ke Bandung akan mang Okim berikan tambahan wawasan tentang umur-umur geologi. Ada peta-peta geologi yang menjelaskan umur-umur batuan di kawasan tertentu. Mang Okimpun tahun 1984 menerbitkan peta geologi bersistem lembar Leuwidamar, Banten ( bisa dibeli di Museum Geologi Bandung ). 3. Larangan ekspor bahan mentah adalah akal-akalan mang Okim? Motifnya ekonomi untuk kepentingan mang Okim/MBI ? Perjuangan selama 15 tahunan adalah tipu daya mang Okim ? Ketika pengusaha Bogor ngeluruk dan marah-marah ke mang Okim di Bandung, mang Okim bilang bahwa tanpa menjual bahan mentah apalagi mengekspornya, mang Okim bisa survive dengan 35 karyawan selama lebih 10 tahun. Mang Okim ingat pengalaman seorang ahli geologi di Jakarta yang 10 tahun yang lalu menjual fosil kayu senilai Rp 30 juta /kontainer. Ketika dia diundang ke Tokyo, tahulah dia bahwa satu fosil kayu dari ratusan yang dia kirim, nilainya di Jepang lebih dari Rp 30 juta. Dan alhamdulilah, dia kemudian mutusin untuk stop ekspor mentah dan mulai mempelajari teknologi pemrosesan untuk meningkatkan nilai tambahnya. Dan bukankah mang Okim pernah cerita ke Pak Wahyu bahwa vandalisme fosil kayu pernah menimpa Arizona ? Dan ketika tahun 1963 daerah keterdapatan fosil kayu tersebut dinyatakan sebagai Petrified Forest National Park, maka selama tahun 1995 saja, daerah tersebut berhasil menerima kunjungan lebih dari 2 juta wisatawan. Apakah sebagai ahli ekonomi-manajemen Pak Wahyu tidak bisa membaca makna 2 juta wisatawan terhadap pertumbuhan ekonomi wilayah tersebut dan penduduknya ? Pak Wahyu yang budiman dan Dear Gemstone Lovers, Mang Okim berharap bahwa persahabatan mang Okim dengan Pak Wahyu tidak akan terganggu oleh hal-hal di atas. Semoga pikiran negatif Pak Wahyu terhadap mang Okim bisa segera dijernihkan agar tidak menjadikan stress. Do'a mang Okim sehari-hari adalah tidak berburuk sangka, tidak membenci orang lain, tidak menyakitkan orang lain, dan tidak merendahkan orang lain. Semoga dengan do'a tersebut kita bisa menyongsong bulan puasa dengan bersih hati dan murni jiwa. Dan kepada rekan-rekan Gemstone Lovers, semoga tulisan ini bermanfaat. Masih banyak home work yang menanti kita. Kajian kawasan karst Gua Pawon dan Pra-Tersier Ciletuh sedang digarap oleh UNPAD-DISTAMBEN JABAR. KRCB pun tak lelah-lelahnya ngulik dataran Bandung. Yang lain-lain pastilah menyusul, siapa tahu Ammonit Papua dan Timor Indonesia dapat giliran juga. Mang Okim mohon maaf kepada Pak Wahyu kalau ada hal-hal yang kurang berkenan ( jangan lapor ke TEMPO ya ). Salam hormat