Re: Hal: [iagi-net-l] HCS vs expat was: Re: [iagi-net-l] Fw: [IATMI-KL] Re: BP Migas: Gaji Ekspatriat Tambang Kelewat Mahal

2007-05-20 Terurut Topik budi santoso
Lha ini tantangan beliau-beliau yang sedang di
posisi-posisi tertentu untuk membuat 'terobosan' . . .

Saya dengar MEDCO sudah dan sedang melakukan itu (tapi
yang ngomong ini 'yang punya' kalau tidak salah). . . 


tapi kalau sekedar jadi exploration/country manager
dari sebuah perusahaan asing di Indonesia . .  yang
bersangkutan tak akan punya 'kekuasaan' penuh untuk
mengubah struktur gaji karyawan yang ada, yang bisa
dilakukan 'sekedar' dan  mestinya 'berani' mengajukan
proposal 'gaji+benefit lain' yang sepadan . . . 
parameternya tergantung perusahaan masing-masing
karena tiap multi nasional sepertinya mereka punya
'range' tertentu untuk gaji karyawannya secara
internasional, . .  sayangnya (sialnya) dari beberapa
perusahaan dimana saya pernah bekerja . .  kita yang
di Indonesia tidak pernah berada di range itu yang
terendah sekalipun . . .  meskipun saya tahu posisi
kami waktu itu berada paling tidak di tengah-tengah
kisarannya . . . . 

Bukan hal mudah (pengalaman sendiri) tapi bukan
mustahil untuk melakukannya . . .  dimulai dari kita
sendiri pas negosiasi berani 'menjual' diri, mungkin
juga via 'komunitas profesi geologi' atau regulasi . .
. 

Yang susah jika beberapa pihak menggeneralisasinya,
misalnya:

mineral geologist pengalaman 10th= min US$7,000  
 10th = US$ 5,000

tidak lalu setiap geologist dengan rentang pengalaman
seperti itu minta 'harus' bergaji sejumlah itu . . .
mestinya balik lagi 'ada rupa ada harga' . . .

jadi kalau saya tidak berkualifikasi sebagai 'barang'
berharga US$7,000 perbulan mestinya saya juga tidak
memaksa orang lain untuk 'membeli' saya seharga itu .
. .  begitu juga sebaliknya . . 


--- Bowo Kusnanto [EMAIL PROTECTED] wrote:

 Bicara tentang gaji memang tidak akan pernah ada
 putusnya.
 Besaran gaji yang jadi target memang tergantung dari
 individu. Itu semua tidak lepas dari sifat dasar
 manusia yang selalu dipenuhi dengan target dan
 keinginan.
 
 Memang kalau dilihat dari kaca Materi, pendapatan
 expat dan nasional di negara kita bisa dibilang
 sangatlah tidak adil. 
 
 Ambilah contoh, seorang national manager di
 perusahaan tambang, yang membawahi sekian banyak
 karyawan, juga mengurusi tetek bengek dari A-Z, di
 departemennya, digaji bersih sekitar Rp40-45 juta.
 Sementara salah satu karyawannya seorang expat fresh
 graduate yang masih harus ditraining untuk bisa
 mapping dan logging bisa mendapatkan USD 5 ribuan
 bersih sebulan. Di lain pihak karyawannya yang lain
 yang juga fresh graduate, cuma yang ini national,
 mendapatkan sekitar Rp 6-7 juta sebulan.
 
 Sungguh sangat terasa kesenjangan yang terjadi. 
 
 Tidak aneh jika ahirnya seorang yang merasa mampu
 dan merasa setara atau lebih mumpuni dari expat akan
 mencari solusi bagaimana bisa mendapatkan gaji yang
 setara atau bahkan lebih dari expat. Salah satu
 solusinya ya dengan mendulang dollar di negara lain.
 Atau menggandeng investor untuk bikin perusahaan di
 Indonesia dan ia menjadi bagian dari top management
 di perusahaan tsb dengan gaji sesuai yang dia
 inginkan.
 
 Harapan untuk bisa Ada harga ada rupa sebenarnya
 ada pada para professional national yang saat ini
 mengeluhkan penggajian karyawan nasional di
 Indonesia. Kita menantikan beberapa orang dari
 profesional tersebut berada di top management di
 perusahaan di Indonesia. Yang menjadi penentu
 kebijakan, sehingga ia punya Taji untuk
 menyalurkan keinginan para pekerja yang mempunyai
 skill dan nilai jual yang tinggi dengan gaji yang
 tinggi setara dengan expat. Karena mereka berasal
 dari background yang sama.
 
 Pertanyaan yang akan muncul nanti adalah: setelah ia
 nanti jadi petinggi perusahaan, yang tentunya akan
 berkutat dengan urusan budgeting, masihkah nanti ia
 se-ideal saat masih menjadi bawahan? Beranikah ia
 menggaji karyawannya yang punya skill dan nilai jual
 tinggi setara dengan expat? Ataukah ia akan mencari
 calon karyawan lain yang punya skill sedikit lebih
 rendah tapi dengan gaji yang jauh lebih rendah? 
 Kenapa saya sangsikan ini akan terjadi? karena
 kacamata penentu kebijakan biasanya lebih luas dan
 melihat semua aspek managerial secara menyeluruh dan
 tidak hanya fokus pada satu/dua persoalan.
 
 Tampaknya jalan panjang dan berliku untuk bisa
 mendapatkan kesetaraan gaji dengan expat. Belum
 terlihat ada cross cut menuju ke sana.
 
 salam,
 bk
 
 
 
 - Pesan Asli 
 Dari: budi santoso [EMAIL PROTECTED]
 Kepada: iagi-net@iagi.or.id
 Terkirim: Sabtu, 19 Mei, 2007 8:25:13
 Topik: Re: [iagi-net-l] HCS vs expat was: Re:
 [iagi-net-l] Fw: [IATMI-KL] Re: BP Migas: Gaji
 Ekspatriat Tambang Kelewat Mahal
 
 
 Urun rembug pak . .  
 
 Mestinya setelah pasar tenaga kerja global menjadi
 hal
 yang sudah sangat umum seperti sekarang ini, patokan
 penentuan gaji bukan lagi ekspat non ekspat. Cara
 berpikir perusahaan (mestinya) : jika memiliki
 ekspektasi  mempekerjakan tenaga kerja  dengan level
 kemampuan tertentu maka harga ybs juga dipatok
 dengan
 harga tertentu pula (tak memandang ekspat, 

Re: Hal: [iagi-net-l] HCS vs expat was: Re: [iagi-net-l] Fw: [IATMI-KL] Re: BP Migas: Gaji Ekspatriat Tambang Kelewat Mahal

2007-05-20 Terurut Topik Ismail Zaini

Melu nimbrung dikit ,.
Ada yang bilang membahas soal pergajian ini ibaratnya spt bicara  masalah  
porno ada yang terang terangan , ada yang merasa gak enak , ada yang malu 
malu , dst , dst..
Bicara masalah Gaji ini ternyata tidak sama  dg Penghasilan , banyak yang 
Gajinya kecil tapi penghasilannya gede bahkan berlipat lipat dari Gajinya , 
makanya dia tenang tenang  saja meskipun hanya digaji kecil..Gak 
tahu atau karena Gajinya kecil mendorong untuk kreatif untuk meningkatkan 
Penghasilan sehingga meskipun Gaji kecil tapi penghasilannya besar ..



ISM


- Original Message - 
From: budi santoso [EMAIL PROTECTED]

To: iagi-net@iagi.or.id
Sent: Saturday, May 19, 2007 11:08 PM
Subject: Re: Hal: [iagi-net-l] HCS vs expat was: Re: [iagi-net-l] Fw: 
[IATMI-KL] Re: BP Migas: Gaji Ekspatriat Tambang Kelewat Mahal




Lha ini tantangan beliau-beliau yang sedang di
posisi-posisi tertentu untuk membuat 'terobosan' . . .

Saya dengar MEDCO sudah dan sedang melakukan itu (tapi
yang ngomong ini 'yang punya' kalau tidak salah). . .


tapi kalau sekedar jadi exploration/country manager
dari sebuah perusahaan asing di Indonesia . .  yang
bersangkutan tak akan punya 'kekuasaan' penuh untuk
mengubah struktur gaji karyawan yang ada, yang bisa
dilakukan 'sekedar' dan  mestinya 'berani' mengajukan
proposal 'gaji+benefit lain' yang sepadan . . .
parameternya tergantung perusahaan masing-masing
karena tiap multi nasional sepertinya mereka punya
'range' tertentu untuk gaji karyawannya secara
internasional, . .  sayangnya (sialnya) dari beberapa
perusahaan dimana saya pernah bekerja . .  kita yang
di Indonesia tidak pernah berada di range itu yang
terendah sekalipun . . .  meskipun saya tahu posisi
kami waktu itu berada paling tidak di tengah-tengah
kisarannya . . . .

Bukan hal mudah (pengalaman sendiri) tapi bukan
mustahil untuk melakukannya . . .  dimulai dari kita
sendiri pas negosiasi berani 'menjual' diri, mungkin
juga via 'komunitas profesi geologi' atau regulasi . .
.

Yang susah jika beberapa pihak menggeneralisasinya,
misalnya:

mineral geologist pengalaman 10th= min US$7,000
10th = US$ 5,000

tidak lalu setiap geologist dengan rentang pengalaman
seperti itu minta 'harus' bergaji sejumlah itu . . .
mestinya balik lagi 'ada rupa ada harga' . . .

jadi kalau saya tidak berkualifikasi sebagai 'barang'
berharga US$7,000 perbulan mestinya saya juga tidak
memaksa orang lain untuk 'membeli' saya seharga itu .
. .  begitu juga sebaliknya . .


--- Bowo Kusnanto [EMAIL PROTECTED] wrote:


Bicara tentang gaji memang tidak akan pernah ada
putusnya.
Besaran gaji yang jadi target memang tergantung dari
individu. Itu semua tidak lepas dari sifat dasar
manusia yang selalu dipenuhi dengan target dan
keinginan.

Memang kalau dilihat dari kaca Materi, pendapatan
expat dan nasional di negara kita bisa dibilang
sangatlah tidak adil.

Ambilah contoh, seorang national manager di
perusahaan tambang, yang membawahi sekian banyak
karyawan, juga mengurusi tetek bengek dari A-Z, di
departemennya, digaji bersih sekitar Rp40-45 juta.
Sementara salah satu karyawannya seorang expat fresh
graduate yang masih harus ditraining untuk bisa
mapping dan logging bisa mendapatkan USD 5 ribuan
bersih sebulan. Di lain pihak karyawannya yang lain
yang juga fresh graduate, cuma yang ini national,
mendapatkan sekitar Rp 6-7 juta sebulan.

Sungguh sangat terasa kesenjangan yang terjadi.

Tidak aneh jika ahirnya seorang yang merasa mampu
dan merasa setara atau lebih mumpuni dari expat akan
mencari solusi bagaimana bisa mendapatkan gaji yang
setara atau bahkan lebih dari expat. Salah satu
solusinya ya dengan mendulang dollar di negara lain.
Atau menggandeng investor untuk bikin perusahaan di
Indonesia dan ia menjadi bagian dari top management
di perusahaan tsb dengan gaji sesuai yang dia
inginkan.

Harapan untuk bisa Ada harga ada rupa sebenarnya
ada pada para professional national yang saat ini
mengeluhkan penggajian karyawan nasional di
Indonesia. Kita menantikan beberapa orang dari
profesional tersebut berada di top management di
perusahaan di Indonesia. Yang menjadi penentu
kebijakan, sehingga ia punya Taji untuk
menyalurkan keinginan para pekerja yang mempunyai
skill dan nilai jual yang tinggi dengan gaji yang
tinggi setara dengan expat. Karena mereka berasal
dari background yang sama.

Pertanyaan yang akan muncul nanti adalah: setelah ia
nanti jadi petinggi perusahaan, yang tentunya akan
berkutat dengan urusan budgeting, masihkah nanti ia
se-ideal saat masih menjadi bawahan? Beranikah ia
menggaji karyawannya yang punya skill dan nilai jual
tinggi setara dengan expat? Ataukah ia akan mencari
calon karyawan lain yang punya skill sedikit lebih
rendah tapi dengan gaji yang jauh lebih rendah?
Kenapa saya sangsikan ini akan terjadi? karena
kacamata penentu kebijakan biasanya lebih luas dan
melihat semua aspek managerial secara menyeluruh dan
tidak hanya fokus pada satu/dua persoalan.

Tampaknya jalan panjang

Re: Hal: [iagi-net-l] HCS vs expat was: Re: [iagi-net-l] Fw: [IATMI-KL] Re: BP Migas: Gaji Ekspatriat Tambang Kelewat Mahal

2007-05-20 Terurut Topik nyoto - ke-el

Pak Ismail lagi cerita pengalamannya sendiri 


wass,





On 5/21/07, Ismail Zaini [EMAIL PROTECTED] wrote:


Melu nimbrung dikit ,.
Ada yang bilang membahas soal pergajian ini ibaratnya spt bicara  masalah

porno ada yang terang terangan , ada yang merasa gak enak , ada yang malu
malu , dst , dst..
Bicara masalah Gaji ini ternyata tidak sama  dg Penghasilan , banyak yang
Gajinya kecil tapi penghasilannya gede bahkan berlipat lipat dari Gajinya
,
makanya dia tenang tenang  saja meskipun hanya digaji kecil..Gak
tahu atau karena Gajinya kecil mendorong untuk kreatif untuk
meningkatkan
Penghasilan sehingga meskipun Gaji kecil tapi penghasilannya besar ..


ISM


- Original Message -
From: budi santoso [EMAIL PROTECTED]
To: iagi-net@iagi.or.id
Sent: Saturday, May 19, 2007 11:08 PM
Subject: Re: Hal: [iagi-net-l] HCS vs expat was: Re: [iagi-net-l] Fw:
[IATMI-KL] Re: BP Migas: Gaji Ekspatriat Tambang Kelewat Mahal


 Lha ini tantangan beliau-beliau yang sedang di
 posisi-posisi tertentu untuk membuat 'terobosan' . . .

 Saya dengar MEDCO sudah dan sedang melakukan itu (tapi
 yang ngomong ini 'yang punya' kalau tidak salah). . .


 tapi kalau sekedar jadi exploration/country manager
 dari sebuah perusahaan asing di Indonesia . .  yang
 bersangkutan tak akan punya 'kekuasaan' penuh untuk
 mengubah struktur gaji karyawan yang ada, yang bisa
 dilakukan 'sekedar' dan  mestinya 'berani' mengajukan
 proposal 'gaji+benefit lain' yang sepadan . . .
 parameternya tergantung perusahaan masing-masing
 karena tiap multi nasional sepertinya mereka punya
 'range' tertentu untuk gaji karyawannya secara
 internasional, . .  sayangnya (sialnya) dari beberapa
 perusahaan dimana saya pernah bekerja . .  kita yang
 di Indonesia tidak pernah berada di range itu yang
 terendah sekalipun . . .  meskipun saya tahu posisi
 kami waktu itu berada paling tidak di tengah-tengah
 kisarannya . . . .

 Bukan hal mudah (pengalaman sendiri) tapi bukan
 mustahil untuk melakukannya . . .  dimulai dari kita
 sendiri pas negosiasi berani 'menjual' diri, mungkin
 juga via 'komunitas profesi geologi' atau regulasi . .
 .

 Yang susah jika beberapa pihak menggeneralisasinya,
 misalnya:

 mineral geologist pengalaman 10th= min US$7,000
 10th = US$ 5,000

 tidak lalu setiap geologist dengan rentang pengalaman
 seperti itu minta 'harus' bergaji sejumlah itu . . .
 mestinya balik lagi 'ada rupa ada harga' . . .

 jadi kalau saya tidak berkualifikasi sebagai 'barang'
 berharga US$7,000 perbulan mestinya saya juga tidak
 memaksa orang lain untuk 'membeli' saya seharga itu .
 . .  begitu juga sebaliknya . .


 --- Bowo Kusnanto [EMAIL PROTECTED] wrote:

 Bicara tentang gaji memang tidak akan pernah ada
 putusnya.
 Besaran gaji yang jadi target memang tergantung dari
 individu. Itu semua tidak lepas dari sifat dasar
 manusia yang selalu dipenuhi dengan target dan
 keinginan.

 Memang kalau dilihat dari kaca Materi, pendapatan
 expat dan nasional di negara kita bisa dibilang
 sangatlah tidak adil.

 Ambilah contoh, seorang national manager di
 perusahaan tambang, yang membawahi sekian banyak
 karyawan, juga mengurusi tetek bengek dari A-Z, di
 departemennya, digaji bersih sekitar Rp40-45 juta.
 Sementara salah satu karyawannya seorang expat fresh
 graduate yang masih harus ditraining untuk bisa
 mapping dan logging bisa mendapatkan USD 5 ribuan
 bersih sebulan. Di lain pihak karyawannya yang lain
 yang juga fresh graduate, cuma yang ini national,
 mendapatkan sekitar Rp 6-7 juta sebulan.

 Sungguh sangat terasa kesenjangan yang terjadi.

 Tidak aneh jika ahirnya seorang yang merasa mampu
 dan merasa setara atau lebih mumpuni dari expat akan
 mencari solusi bagaimana bisa mendapatkan gaji yang
 setara atau bahkan lebih dari expat. Salah satu
 solusinya ya dengan mendulang dollar di negara lain.
 Atau menggandeng investor untuk bikin perusahaan di
 Indonesia dan ia menjadi bagian dari top management
 di perusahaan tsb dengan gaji sesuai yang dia
 inginkan.

 Harapan untuk bisa Ada harga ada rupa sebenarnya
 ada pada para professional national yang saat ini
 mengeluhkan penggajian karyawan nasional di
 Indonesia. Kita menantikan beberapa orang dari
 profesional tersebut berada di top management di
 perusahaan di Indonesia. Yang menjadi penentu
 kebijakan, sehingga ia punya Taji untuk
 menyalurkan keinginan para pekerja yang mempunyai
 skill dan nilai jual yang tinggi dengan gaji yang
 tinggi setara dengan expat. Karena mereka berasal
 dari background yang sama.

 Pertanyaan yang akan muncul nanti adalah: setelah ia
 nanti jadi petinggi perusahaan, yang tentunya akan
 berkutat dengan urusan budgeting, masihkah nanti ia
 se-ideal saat masih menjadi bawahan? Beranikah ia
 menggaji karyawannya yang punya skill dan nilai jual
 tinggi setara dengan expat? Ataukah ia akan mencari
 calon karyawan lain yang punya skill sedikit lebih
 rendah tapi dengan gaji yang jauh lebih rendah?
 Kenapa saya sangsikan ini akan

Hal: [iagi-net-l] HCS vs expat was: Re: [iagi-net-l] Fw: [IATMI-KL] Re: BP Migas: Gaji Ekspatriat Tambang Kelewat Mahal

2007-05-19 Terurut Topik Bowo Kusnanto
Bicara tentang gaji memang tidak akan pernah ada putusnya.
Besaran gaji yang jadi target memang tergantung dari individu. Itu semua tidak 
lepas dari sifat dasar manusia yang selalu dipenuhi dengan target dan keinginan.

Memang kalau dilihat dari kaca Materi, pendapatan expat dan nasional di 
negara kita bisa dibilang sangatlah tidak adil. 

Ambilah contoh, seorang national manager di perusahaan tambang, yang membawahi 
sekian banyak karyawan, juga mengurusi tetek bengek dari A-Z, di departemennya, 
digaji bersih sekitar Rp40-45 juta. Sementara salah satu karyawannya seorang 
expat fresh graduate yang masih harus ditraining untuk bisa mapping dan logging 
bisa mendapatkan USD 5 ribuan bersih sebulan. Di lain pihak karyawannya yang 
lain yang juga fresh graduate, cuma yang ini national, mendapatkan sekitar Rp 
6-7 juta sebulan.

Sungguh sangat terasa kesenjangan yang terjadi. 

Tidak aneh jika ahirnya seorang yang merasa mampu dan merasa setara atau lebih 
mumpuni dari expat akan mencari solusi bagaimana bisa mendapatkan gaji yang 
setara atau bahkan lebih dari expat. Salah satu solusinya ya dengan mendulang 
dollar di negara lain. Atau menggandeng investor untuk bikin perusahaan di 
Indonesia dan ia menjadi bagian dari top management di perusahaan tsb dengan 
gaji sesuai yang dia inginkan.

Harapan untuk bisa Ada harga ada rupa sebenarnya ada pada para professional 
national yang saat ini mengeluhkan penggajian karyawan nasional di Indonesia. 
Kita menantikan beberapa orang dari profesional tersebut berada di top 
management di perusahaan di Indonesia. Yang menjadi penentu kebijakan, sehingga 
ia punya Taji untuk menyalurkan keinginan para pekerja yang mempunyai skill 
dan nilai jual yang tinggi dengan gaji yang tinggi setara dengan expat. Karena 
mereka berasal dari background yang sama.

Pertanyaan yang akan muncul nanti adalah: setelah ia nanti jadi petinggi 
perusahaan, yang tentunya akan berkutat dengan urusan budgeting, masihkah nanti 
ia se-ideal saat masih menjadi bawahan? Beranikah ia menggaji karyawannya yang 
punya skill dan nilai jual tinggi setara dengan expat? Ataukah ia akan mencari 
calon karyawan lain yang punya skill sedikit lebih rendah tapi dengan gaji yang 
jauh lebih rendah? 
Kenapa saya sangsikan ini akan terjadi? karena kacamata penentu kebijakan 
biasanya lebih luas dan melihat semua aspek managerial secara menyeluruh dan 
tidak hanya fokus pada satu/dua persoalan.

Tampaknya jalan panjang dan berliku untuk bisa mendapatkan kesetaraan gaji 
dengan expat. Belum terlihat ada cross cut menuju ke sana.

salam,
bk



- Pesan Asli 
Dari: budi santoso [EMAIL PROTECTED]
Kepada: iagi-net@iagi.or.id
Terkirim: Sabtu, 19 Mei, 2007 8:25:13
Topik: Re: [iagi-net-l] HCS vs expat was: Re: [iagi-net-l] Fw: [IATMI-KL] Re: 
BP Migas: Gaji Ekspatriat Tambang Kelewat Mahal


Urun rembug pak . .  

Mestinya setelah pasar tenaga kerja global menjadi hal
yang sudah sangat umum seperti sekarang ini, patokan
penentuan gaji bukan lagi ekspat non ekspat. Cara
berpikir perusahaan (mestinya) : jika memiliki
ekspektasi  mempekerjakan tenaga kerja  dengan level
kemampuan tertentu maka harga ybs juga dipatok dengan
harga tertentu pula (tak memandang ekspat, eks ekspat
dan non ekspat). Jadi apakah di ekspat, bekas ekspat,
non ekspat jika kualifikasinya memenuhi persyaratan
yang ditentukan oleh perusahaan tersebut 'dengan
sendirinya (mestinya) harganya ngikut . . .  ada
barang ada rupa . . . bagi karyawan lama yang memiliki
kualifikasi sama dengan sendirinya mesti teraktrol . .
untuk yang lain tapi sekedar berkebangsaan sama tapi
kualifikasinya berbeda ya mesti belajar lagi dan
bekerja lebih smartkeras lagi untuk sampai ke sana .
. .

Hal ini  menjadi terasa fair baik bagi mereka yang
pernah jadi ekspat mau balik kembali atau yang tidak
pernah jadi ekspat tapi kualifikasinya sama akan
memperoleh perlakuan yang sama pula . . . . 

Kecuali ada perlakuan khusus spt yang telah dibahas di
sini: spt kemudahan berkarir dalam jalur managerial
role di Mly dll . . . .

Sekedar sharing saja:

Idealnya hal-hal di atas juga berlaku bagi perusahaan
Asing yang beroperasi di Indonesia . .  saya sendiri
pernah pada posisi ditawari untuk bekerja di negeri
sendiri oleh asing dengan posisi 'lebih' dari yang
sekarang, tapi gaji yang mereka tawarkan adalah gaji
(pasar-bahasa mereka) tenaga ahli indonesia yang
mereka bayarkan selama ini . . . jadi ya  . . matur
nuwun - lain kali saja mister!!

sTJ - Mineral Geologist 


--- nyoto - ke-el [EMAIL PROTECTED] wrote:

 Ya betul, di MidEast umumnya company memberi gaji
 lokal lebih besar dari
 expatnya, kecuali itu juga lokal mendapat prioritas
 di management.  Kalau
 expatnya terutama sebagai professional / experts
 atau mentor bagi orang2
 lokal.
 Di KL gaji lokal lebih kecil dari expat, tapi mereka
 ke  jalur managerial
 lebih banyak.
 
 wass,
 
 



   
Pinpoint
 customers who are looking for