Re: Hal: [iagi-net-l] HCS vs expat was: Re: [iagi-net-l] Fw: [IATMI-KL] Re: BP Migas: Gaji Ekspatriat Tambang Kelewat Mahal
Lha ini tantangan beliau-beliau yang sedang di posisi-posisi tertentu untuk membuat 'terobosan' . . . Saya dengar MEDCO sudah dan sedang melakukan itu (tapi yang ngomong ini 'yang punya' kalau tidak salah). . . tapi kalau sekedar jadi exploration/country manager dari sebuah perusahaan asing di Indonesia . . yang bersangkutan tak akan punya 'kekuasaan' penuh untuk mengubah struktur gaji karyawan yang ada, yang bisa dilakukan 'sekedar' dan mestinya 'berani' mengajukan proposal 'gaji+benefit lain' yang sepadan . . . parameternya tergantung perusahaan masing-masing karena tiap multi nasional sepertinya mereka punya 'range' tertentu untuk gaji karyawannya secara internasional, . . sayangnya (sialnya) dari beberapa perusahaan dimana saya pernah bekerja . . kita yang di Indonesia tidak pernah berada di range itu yang terendah sekalipun . . . meskipun saya tahu posisi kami waktu itu berada paling tidak di tengah-tengah kisarannya . . . . Bukan hal mudah (pengalaman sendiri) tapi bukan mustahil untuk melakukannya . . . dimulai dari kita sendiri pas negosiasi berani 'menjual' diri, mungkin juga via 'komunitas profesi geologi' atau regulasi . . . Yang susah jika beberapa pihak menggeneralisasinya, misalnya: mineral geologist pengalaman 10th= min US$7,000 10th = US$ 5,000 tidak lalu setiap geologist dengan rentang pengalaman seperti itu minta 'harus' bergaji sejumlah itu . . . mestinya balik lagi 'ada rupa ada harga' . . . jadi kalau saya tidak berkualifikasi sebagai 'barang' berharga US$7,000 perbulan mestinya saya juga tidak memaksa orang lain untuk 'membeli' saya seharga itu . . . begitu juga sebaliknya . . --- Bowo Kusnanto [EMAIL PROTECTED] wrote: Bicara tentang gaji memang tidak akan pernah ada putusnya. Besaran gaji yang jadi target memang tergantung dari individu. Itu semua tidak lepas dari sifat dasar manusia yang selalu dipenuhi dengan target dan keinginan. Memang kalau dilihat dari kaca Materi, pendapatan expat dan nasional di negara kita bisa dibilang sangatlah tidak adil. Ambilah contoh, seorang national manager di perusahaan tambang, yang membawahi sekian banyak karyawan, juga mengurusi tetek bengek dari A-Z, di departemennya, digaji bersih sekitar Rp40-45 juta. Sementara salah satu karyawannya seorang expat fresh graduate yang masih harus ditraining untuk bisa mapping dan logging bisa mendapatkan USD 5 ribuan bersih sebulan. Di lain pihak karyawannya yang lain yang juga fresh graduate, cuma yang ini national, mendapatkan sekitar Rp 6-7 juta sebulan. Sungguh sangat terasa kesenjangan yang terjadi. Tidak aneh jika ahirnya seorang yang merasa mampu dan merasa setara atau lebih mumpuni dari expat akan mencari solusi bagaimana bisa mendapatkan gaji yang setara atau bahkan lebih dari expat. Salah satu solusinya ya dengan mendulang dollar di negara lain. Atau menggandeng investor untuk bikin perusahaan di Indonesia dan ia menjadi bagian dari top management di perusahaan tsb dengan gaji sesuai yang dia inginkan. Harapan untuk bisa Ada harga ada rupa sebenarnya ada pada para professional national yang saat ini mengeluhkan penggajian karyawan nasional di Indonesia. Kita menantikan beberapa orang dari profesional tersebut berada di top management di perusahaan di Indonesia. Yang menjadi penentu kebijakan, sehingga ia punya Taji untuk menyalurkan keinginan para pekerja yang mempunyai skill dan nilai jual yang tinggi dengan gaji yang tinggi setara dengan expat. Karena mereka berasal dari background yang sama. Pertanyaan yang akan muncul nanti adalah: setelah ia nanti jadi petinggi perusahaan, yang tentunya akan berkutat dengan urusan budgeting, masihkah nanti ia se-ideal saat masih menjadi bawahan? Beranikah ia menggaji karyawannya yang punya skill dan nilai jual tinggi setara dengan expat? Ataukah ia akan mencari calon karyawan lain yang punya skill sedikit lebih rendah tapi dengan gaji yang jauh lebih rendah? Kenapa saya sangsikan ini akan terjadi? karena kacamata penentu kebijakan biasanya lebih luas dan melihat semua aspek managerial secara menyeluruh dan tidak hanya fokus pada satu/dua persoalan. Tampaknya jalan panjang dan berliku untuk bisa mendapatkan kesetaraan gaji dengan expat. Belum terlihat ada cross cut menuju ke sana. salam, bk - Pesan Asli Dari: budi santoso [EMAIL PROTECTED] Kepada: iagi-net@iagi.or.id Terkirim: Sabtu, 19 Mei, 2007 8:25:13 Topik: Re: [iagi-net-l] HCS vs expat was: Re: [iagi-net-l] Fw: [IATMI-KL] Re: BP Migas: Gaji Ekspatriat Tambang Kelewat Mahal Urun rembug pak . . Mestinya setelah pasar tenaga kerja global menjadi hal yang sudah sangat umum seperti sekarang ini, patokan penentuan gaji bukan lagi ekspat non ekspat. Cara berpikir perusahaan (mestinya) : jika memiliki ekspektasi mempekerjakan tenaga kerja dengan level kemampuan tertentu maka harga ybs juga dipatok dengan harga tertentu pula (tak memandang ekspat,
Re: Hal: [iagi-net-l] HCS vs expat was: Re: [iagi-net-l] Fw: [IATMI-KL] Re: BP Migas: Gaji Ekspatriat Tambang Kelewat Mahal
Melu nimbrung dikit ,. Ada yang bilang membahas soal pergajian ini ibaratnya spt bicara masalah porno ada yang terang terangan , ada yang merasa gak enak , ada yang malu malu , dst , dst.. Bicara masalah Gaji ini ternyata tidak sama dg Penghasilan , banyak yang Gajinya kecil tapi penghasilannya gede bahkan berlipat lipat dari Gajinya , makanya dia tenang tenang saja meskipun hanya digaji kecil..Gak tahu atau karena Gajinya kecil mendorong untuk kreatif untuk meningkatkan Penghasilan sehingga meskipun Gaji kecil tapi penghasilannya besar .. ISM - Original Message - From: budi santoso [EMAIL PROTECTED] To: iagi-net@iagi.or.id Sent: Saturday, May 19, 2007 11:08 PM Subject: Re: Hal: [iagi-net-l] HCS vs expat was: Re: [iagi-net-l] Fw: [IATMI-KL] Re: BP Migas: Gaji Ekspatriat Tambang Kelewat Mahal Lha ini tantangan beliau-beliau yang sedang di posisi-posisi tertentu untuk membuat 'terobosan' . . . Saya dengar MEDCO sudah dan sedang melakukan itu (tapi yang ngomong ini 'yang punya' kalau tidak salah). . . tapi kalau sekedar jadi exploration/country manager dari sebuah perusahaan asing di Indonesia . . yang bersangkutan tak akan punya 'kekuasaan' penuh untuk mengubah struktur gaji karyawan yang ada, yang bisa dilakukan 'sekedar' dan mestinya 'berani' mengajukan proposal 'gaji+benefit lain' yang sepadan . . . parameternya tergantung perusahaan masing-masing karena tiap multi nasional sepertinya mereka punya 'range' tertentu untuk gaji karyawannya secara internasional, . . sayangnya (sialnya) dari beberapa perusahaan dimana saya pernah bekerja . . kita yang di Indonesia tidak pernah berada di range itu yang terendah sekalipun . . . meskipun saya tahu posisi kami waktu itu berada paling tidak di tengah-tengah kisarannya . . . . Bukan hal mudah (pengalaman sendiri) tapi bukan mustahil untuk melakukannya . . . dimulai dari kita sendiri pas negosiasi berani 'menjual' diri, mungkin juga via 'komunitas profesi geologi' atau regulasi . . . Yang susah jika beberapa pihak menggeneralisasinya, misalnya: mineral geologist pengalaman 10th= min US$7,000 10th = US$ 5,000 tidak lalu setiap geologist dengan rentang pengalaman seperti itu minta 'harus' bergaji sejumlah itu . . . mestinya balik lagi 'ada rupa ada harga' . . . jadi kalau saya tidak berkualifikasi sebagai 'barang' berharga US$7,000 perbulan mestinya saya juga tidak memaksa orang lain untuk 'membeli' saya seharga itu . . . begitu juga sebaliknya . . --- Bowo Kusnanto [EMAIL PROTECTED] wrote: Bicara tentang gaji memang tidak akan pernah ada putusnya. Besaran gaji yang jadi target memang tergantung dari individu. Itu semua tidak lepas dari sifat dasar manusia yang selalu dipenuhi dengan target dan keinginan. Memang kalau dilihat dari kaca Materi, pendapatan expat dan nasional di negara kita bisa dibilang sangatlah tidak adil. Ambilah contoh, seorang national manager di perusahaan tambang, yang membawahi sekian banyak karyawan, juga mengurusi tetek bengek dari A-Z, di departemennya, digaji bersih sekitar Rp40-45 juta. Sementara salah satu karyawannya seorang expat fresh graduate yang masih harus ditraining untuk bisa mapping dan logging bisa mendapatkan USD 5 ribuan bersih sebulan. Di lain pihak karyawannya yang lain yang juga fresh graduate, cuma yang ini national, mendapatkan sekitar Rp 6-7 juta sebulan. Sungguh sangat terasa kesenjangan yang terjadi. Tidak aneh jika ahirnya seorang yang merasa mampu dan merasa setara atau lebih mumpuni dari expat akan mencari solusi bagaimana bisa mendapatkan gaji yang setara atau bahkan lebih dari expat. Salah satu solusinya ya dengan mendulang dollar di negara lain. Atau menggandeng investor untuk bikin perusahaan di Indonesia dan ia menjadi bagian dari top management di perusahaan tsb dengan gaji sesuai yang dia inginkan. Harapan untuk bisa Ada harga ada rupa sebenarnya ada pada para professional national yang saat ini mengeluhkan penggajian karyawan nasional di Indonesia. Kita menantikan beberapa orang dari profesional tersebut berada di top management di perusahaan di Indonesia. Yang menjadi penentu kebijakan, sehingga ia punya Taji untuk menyalurkan keinginan para pekerja yang mempunyai skill dan nilai jual yang tinggi dengan gaji yang tinggi setara dengan expat. Karena mereka berasal dari background yang sama. Pertanyaan yang akan muncul nanti adalah: setelah ia nanti jadi petinggi perusahaan, yang tentunya akan berkutat dengan urusan budgeting, masihkah nanti ia se-ideal saat masih menjadi bawahan? Beranikah ia menggaji karyawannya yang punya skill dan nilai jual tinggi setara dengan expat? Ataukah ia akan mencari calon karyawan lain yang punya skill sedikit lebih rendah tapi dengan gaji yang jauh lebih rendah? Kenapa saya sangsikan ini akan terjadi? karena kacamata penentu kebijakan biasanya lebih luas dan melihat semua aspek managerial secara menyeluruh dan tidak hanya fokus pada satu/dua persoalan. Tampaknya jalan panjang
Re: Hal: [iagi-net-l] HCS vs expat was: Re: [iagi-net-l] Fw: [IATMI-KL] Re: BP Migas: Gaji Ekspatriat Tambang Kelewat Mahal
Pak Ismail lagi cerita pengalamannya sendiri wass, On 5/21/07, Ismail Zaini [EMAIL PROTECTED] wrote: Melu nimbrung dikit ,. Ada yang bilang membahas soal pergajian ini ibaratnya spt bicara masalah porno ada yang terang terangan , ada yang merasa gak enak , ada yang malu malu , dst , dst.. Bicara masalah Gaji ini ternyata tidak sama dg Penghasilan , banyak yang Gajinya kecil tapi penghasilannya gede bahkan berlipat lipat dari Gajinya , makanya dia tenang tenang saja meskipun hanya digaji kecil..Gak tahu atau karena Gajinya kecil mendorong untuk kreatif untuk meningkatkan Penghasilan sehingga meskipun Gaji kecil tapi penghasilannya besar .. ISM - Original Message - From: budi santoso [EMAIL PROTECTED] To: iagi-net@iagi.or.id Sent: Saturday, May 19, 2007 11:08 PM Subject: Re: Hal: [iagi-net-l] HCS vs expat was: Re: [iagi-net-l] Fw: [IATMI-KL] Re: BP Migas: Gaji Ekspatriat Tambang Kelewat Mahal Lha ini tantangan beliau-beliau yang sedang di posisi-posisi tertentu untuk membuat 'terobosan' . . . Saya dengar MEDCO sudah dan sedang melakukan itu (tapi yang ngomong ini 'yang punya' kalau tidak salah). . . tapi kalau sekedar jadi exploration/country manager dari sebuah perusahaan asing di Indonesia . . yang bersangkutan tak akan punya 'kekuasaan' penuh untuk mengubah struktur gaji karyawan yang ada, yang bisa dilakukan 'sekedar' dan mestinya 'berani' mengajukan proposal 'gaji+benefit lain' yang sepadan . . . parameternya tergantung perusahaan masing-masing karena tiap multi nasional sepertinya mereka punya 'range' tertentu untuk gaji karyawannya secara internasional, . . sayangnya (sialnya) dari beberapa perusahaan dimana saya pernah bekerja . . kita yang di Indonesia tidak pernah berada di range itu yang terendah sekalipun . . . meskipun saya tahu posisi kami waktu itu berada paling tidak di tengah-tengah kisarannya . . . . Bukan hal mudah (pengalaman sendiri) tapi bukan mustahil untuk melakukannya . . . dimulai dari kita sendiri pas negosiasi berani 'menjual' diri, mungkin juga via 'komunitas profesi geologi' atau regulasi . . . Yang susah jika beberapa pihak menggeneralisasinya, misalnya: mineral geologist pengalaman 10th= min US$7,000 10th = US$ 5,000 tidak lalu setiap geologist dengan rentang pengalaman seperti itu minta 'harus' bergaji sejumlah itu . . . mestinya balik lagi 'ada rupa ada harga' . . . jadi kalau saya tidak berkualifikasi sebagai 'barang' berharga US$7,000 perbulan mestinya saya juga tidak memaksa orang lain untuk 'membeli' saya seharga itu . . . begitu juga sebaliknya . . --- Bowo Kusnanto [EMAIL PROTECTED] wrote: Bicara tentang gaji memang tidak akan pernah ada putusnya. Besaran gaji yang jadi target memang tergantung dari individu. Itu semua tidak lepas dari sifat dasar manusia yang selalu dipenuhi dengan target dan keinginan. Memang kalau dilihat dari kaca Materi, pendapatan expat dan nasional di negara kita bisa dibilang sangatlah tidak adil. Ambilah contoh, seorang national manager di perusahaan tambang, yang membawahi sekian banyak karyawan, juga mengurusi tetek bengek dari A-Z, di departemennya, digaji bersih sekitar Rp40-45 juta. Sementara salah satu karyawannya seorang expat fresh graduate yang masih harus ditraining untuk bisa mapping dan logging bisa mendapatkan USD 5 ribuan bersih sebulan. Di lain pihak karyawannya yang lain yang juga fresh graduate, cuma yang ini national, mendapatkan sekitar Rp 6-7 juta sebulan. Sungguh sangat terasa kesenjangan yang terjadi. Tidak aneh jika ahirnya seorang yang merasa mampu dan merasa setara atau lebih mumpuni dari expat akan mencari solusi bagaimana bisa mendapatkan gaji yang setara atau bahkan lebih dari expat. Salah satu solusinya ya dengan mendulang dollar di negara lain. Atau menggandeng investor untuk bikin perusahaan di Indonesia dan ia menjadi bagian dari top management di perusahaan tsb dengan gaji sesuai yang dia inginkan. Harapan untuk bisa Ada harga ada rupa sebenarnya ada pada para professional national yang saat ini mengeluhkan penggajian karyawan nasional di Indonesia. Kita menantikan beberapa orang dari profesional tersebut berada di top management di perusahaan di Indonesia. Yang menjadi penentu kebijakan, sehingga ia punya Taji untuk menyalurkan keinginan para pekerja yang mempunyai skill dan nilai jual yang tinggi dengan gaji yang tinggi setara dengan expat. Karena mereka berasal dari background yang sama. Pertanyaan yang akan muncul nanti adalah: setelah ia nanti jadi petinggi perusahaan, yang tentunya akan berkutat dengan urusan budgeting, masihkah nanti ia se-ideal saat masih menjadi bawahan? Beranikah ia menggaji karyawannya yang punya skill dan nilai jual tinggi setara dengan expat? Ataukah ia akan mencari calon karyawan lain yang punya skill sedikit lebih rendah tapi dengan gaji yang jauh lebih rendah? Kenapa saya sangsikan ini akan
Hal: [iagi-net-l] HCS vs expat was: Re: [iagi-net-l] Fw: [IATMI-KL] Re: BP Migas: Gaji Ekspatriat Tambang Kelewat Mahal
Bicara tentang gaji memang tidak akan pernah ada putusnya. Besaran gaji yang jadi target memang tergantung dari individu. Itu semua tidak lepas dari sifat dasar manusia yang selalu dipenuhi dengan target dan keinginan. Memang kalau dilihat dari kaca Materi, pendapatan expat dan nasional di negara kita bisa dibilang sangatlah tidak adil. Ambilah contoh, seorang national manager di perusahaan tambang, yang membawahi sekian banyak karyawan, juga mengurusi tetek bengek dari A-Z, di departemennya, digaji bersih sekitar Rp40-45 juta. Sementara salah satu karyawannya seorang expat fresh graduate yang masih harus ditraining untuk bisa mapping dan logging bisa mendapatkan USD 5 ribuan bersih sebulan. Di lain pihak karyawannya yang lain yang juga fresh graduate, cuma yang ini national, mendapatkan sekitar Rp 6-7 juta sebulan. Sungguh sangat terasa kesenjangan yang terjadi. Tidak aneh jika ahirnya seorang yang merasa mampu dan merasa setara atau lebih mumpuni dari expat akan mencari solusi bagaimana bisa mendapatkan gaji yang setara atau bahkan lebih dari expat. Salah satu solusinya ya dengan mendulang dollar di negara lain. Atau menggandeng investor untuk bikin perusahaan di Indonesia dan ia menjadi bagian dari top management di perusahaan tsb dengan gaji sesuai yang dia inginkan. Harapan untuk bisa Ada harga ada rupa sebenarnya ada pada para professional national yang saat ini mengeluhkan penggajian karyawan nasional di Indonesia. Kita menantikan beberapa orang dari profesional tersebut berada di top management di perusahaan di Indonesia. Yang menjadi penentu kebijakan, sehingga ia punya Taji untuk menyalurkan keinginan para pekerja yang mempunyai skill dan nilai jual yang tinggi dengan gaji yang tinggi setara dengan expat. Karena mereka berasal dari background yang sama. Pertanyaan yang akan muncul nanti adalah: setelah ia nanti jadi petinggi perusahaan, yang tentunya akan berkutat dengan urusan budgeting, masihkah nanti ia se-ideal saat masih menjadi bawahan? Beranikah ia menggaji karyawannya yang punya skill dan nilai jual tinggi setara dengan expat? Ataukah ia akan mencari calon karyawan lain yang punya skill sedikit lebih rendah tapi dengan gaji yang jauh lebih rendah? Kenapa saya sangsikan ini akan terjadi? karena kacamata penentu kebijakan biasanya lebih luas dan melihat semua aspek managerial secara menyeluruh dan tidak hanya fokus pada satu/dua persoalan. Tampaknya jalan panjang dan berliku untuk bisa mendapatkan kesetaraan gaji dengan expat. Belum terlihat ada cross cut menuju ke sana. salam, bk - Pesan Asli Dari: budi santoso [EMAIL PROTECTED] Kepada: iagi-net@iagi.or.id Terkirim: Sabtu, 19 Mei, 2007 8:25:13 Topik: Re: [iagi-net-l] HCS vs expat was: Re: [iagi-net-l] Fw: [IATMI-KL] Re: BP Migas: Gaji Ekspatriat Tambang Kelewat Mahal Urun rembug pak . . Mestinya setelah pasar tenaga kerja global menjadi hal yang sudah sangat umum seperti sekarang ini, patokan penentuan gaji bukan lagi ekspat non ekspat. Cara berpikir perusahaan (mestinya) : jika memiliki ekspektasi mempekerjakan tenaga kerja dengan level kemampuan tertentu maka harga ybs juga dipatok dengan harga tertentu pula (tak memandang ekspat, eks ekspat dan non ekspat). Jadi apakah di ekspat, bekas ekspat, non ekspat jika kualifikasinya memenuhi persyaratan yang ditentukan oleh perusahaan tersebut 'dengan sendirinya (mestinya) harganya ngikut . . . ada barang ada rupa . . . bagi karyawan lama yang memiliki kualifikasi sama dengan sendirinya mesti teraktrol . . untuk yang lain tapi sekedar berkebangsaan sama tapi kualifikasinya berbeda ya mesti belajar lagi dan bekerja lebih smartkeras lagi untuk sampai ke sana . . . Hal ini menjadi terasa fair baik bagi mereka yang pernah jadi ekspat mau balik kembali atau yang tidak pernah jadi ekspat tapi kualifikasinya sama akan memperoleh perlakuan yang sama pula . . . . Kecuali ada perlakuan khusus spt yang telah dibahas di sini: spt kemudahan berkarir dalam jalur managerial role di Mly dll . . . . Sekedar sharing saja: Idealnya hal-hal di atas juga berlaku bagi perusahaan Asing yang beroperasi di Indonesia . . saya sendiri pernah pada posisi ditawari untuk bekerja di negeri sendiri oleh asing dengan posisi 'lebih' dari yang sekarang, tapi gaji yang mereka tawarkan adalah gaji (pasar-bahasa mereka) tenaga ahli indonesia yang mereka bayarkan selama ini . . . jadi ya . . matur nuwun - lain kali saja mister!! sTJ - Mineral Geologist --- nyoto - ke-el [EMAIL PROTECTED] wrote: Ya betul, di MidEast umumnya company memberi gaji lokal lebih besar dari expatnya, kecuali itu juga lokal mendapat prioritas di management. Kalau expatnya terutama sebagai professional / experts atau mentor bagi orang2 lokal. Di KL gaji lokal lebih kecil dari expat, tapi mereka ke jalur managerial lebih banyak. wass, Pinpoint customers who are looking for