Re: [iagi-net-l] Impact from the Deep : Pandangan Baru Kepunahan Massal dalam Sejarah Bumi
Dear Pak Awang, Kalau memang jawabannya ada di geochemical carbon cycle, mengapa tiap tahun kadar CO2 tetap bertambah, apakah berarti tidak ada keseimbangan antara pasokan dan berkurangnya CO2 di atmosfer. Setahu saya, di eropa, di norwegia, ada semacam penalty untuk perusahaan oil and gas, dalam hal ini yang saya pernah dengar adalah Statoil (salah satu gas field-nya Sleipner), kalo melepaskan CO2 ke atmosfer hasil dari gas fieldnya akan kena penalty yang sangat2 besar, sehingga mereka memilih CO2 sequestration yang costnya lebih murah daripada membayar penalty tersebut and saat yang bersamaan bisa di pake untuk EGR. Mungkin cycle seperti ini terus berlangsung ya Pak, karena sourcenya macam2, terbanyak mungkin hasil atau product dari pemakaian energi fossil. Salam, Putri - Original Message From: Awang Harun Satyana [EMAIL PROTECTED] To: iagi-net@iagi.or.id Sent: Friday, November 17, 2006 3:20:47 PM Subject: RE: [iagi-net-l] Impact from the Deep : Pandangan Baru Kepunahan Massal dalam Sejarah Bumi Pak Rovicky, Pertanyaan bagus, kelihatannya jawabannya ada di geochemical carbon cycle : di mana pasokan CO2 ke atmosfer akan diimbangi oleh berkurangnya CO2 di atmosfer. CO2 di atmosfer yang berlimpah akan mengecil lagi via: (1) proses fotosintesis oleh tanaman yang muncul kembali sesudah kepunahan masal terjadi, (2) transformasi silikat menjadi karbonat (CO2 + CaSiO3 --- CaCo3 + SiO2), (3)carbonate rock weathering (CO2 + H2O + CaCO3 ---Ca2+ + 2HCO3-), dan (4) silicate rock weathering (2CO2 + H2O + CaSiO3 --- Ca2+ + 2HCO3- + SiO2) Misalnya setelah kepunahan ujung Permian itu, di awal Trias ditemukan pertumbuhan pertama rugose corals dan hexa corals yang berlimpah. Bahan dasar koral ini a.l adalah CO2 di atmosfer. Salam, awang -Original Message- From: Rovicky Dwi Putrohari [mailto:[EMAIL PROTECTED] Sent: Friday, November 17, 2006 1:46 PM To: iagi-net@iagi.or.id Subject: Re: [iagi-net-l] Impact from the Deep : Pandangan Baru Kepunahan Massal dalam Sejarah Bumi Kalau boleh nambah pertanyaan .. :) Mekanisme alamiahnya seperti apa yang menjadikan kadar CO2 ini akhirnya mengecil dengan sendirinya ya ? RDP On 11/17/06, Snow White [EMAIL PROTECTED] wrote: Dear Pak Awang, Sangat menarik membaca uraian Pak Awang tentang Impact from the Deep. Mengutip alinea terakhir tentang kadar CO2 yang cukup tinggi saat ini, kenaikan pertahunnya dan hubungannya dengan mekanisme pemusnahan kehidupan, apakah ada tindakan lebih lanjut untuk mengurangi kadar CO2 di atmosfere terutama yang datangnya dari gas fields dimana kandungan CO2nya cukup significant, apakah ada tindak lanjut mekanisme penyimpanan CO2 (CO2 sequestration) akan dilakukan setidaknya dipikirkan pemerintah di masa yang akan datang, at least membantu mengurangi effect dari CO2, salah satunya global warming? Terima Kasih. Salam, Putri - Original Message From: Awang Satyana [EMAIL PROTECTED] To: iagi-net@iagi.or.id; [EMAIL PROTECTED] Sent: Friday, November 17, 2006 9:06:03 AM Subject: [iagi-net-l] Impact from the Deep : Pandangan Baru Kepunahan Massal dalam Sejarah Bumi Deep Impact kita tahu adalah judul sebuah film terkenal yang menceritakan bagaimana sebuah komet/asteroid bisa memunahkan kehidupan di Bumi. Tetapi, Impact from the Deep adalah judul sebuah teori baru yang pada intinya menyatakan bahwa kepunahan masal justru datang dari Bumi sendiri. Kepunahan massal (mass extinction) selalu menarik untuk dikaji. Telah cukup banyak buku dan artikel ilmiah ditulis untuk menampung argumen-argumen yang ada. Simposium khusus pun telah beberapa kali diadakan, terutama setelah teori Alvarez dikemukakan pada tahun 1980. Walter dan Luis Alvarez, pasangan anak-bapak (anaknya ahli geologi, bapaknya ahli fisika) mengemukakan teori bahwa dinosaurus punah pada Kapur Akhir 65 Ma (million years ago) akibat Bumi dihantam sebuah komet (deep impact). Teori ini kemudian terbukti benar karena banyak bukti fisik di lapangan ditemukan akibat benturan itu : a.l. (1) lapisan iridium ditemukan di mana-mana di seluruh dunia pada lapisan berumur 65 Ma (di Indonesia belum ada yang menelitinya), (2) impact debris, termasuk semua batuan dengan ciri petrografi pressure-shocked tersebar di seputar globe (3) kawah benturan (impact crater) berumur 65 Ma ditemukan terkubur di Semenanjung Yucatan Mexico yang disebut Kawah Chicxulub. Unsur Iridium langka ditemukan di Bumi, tetapi berlimpah di extra-terrestrial bodies seperti meteor, komet, dan asteroid. Berdasarkan lebar kawah Chicxulub, ditaksir komet/asteroid pemusnah kaum dinosaurus itu berdiameter 10 km. Karena kepunahan di K-T (Kapur-Tersier) boundary itu terbukti benar oleh extra-terrestrial impact, maka setiap periode kepunahan di Bumi selalu dihubungkan dengan hantaman komet/asteroid. David Raup, paleontologist penulis buku Extinctions : Bad Genes or Bad Luck ? (terbit awal 1990an) menyatakan begitu, memang impacts selalu disalahkan sebagai penyebab major extinctions
RE: [iagi-net-l] Impact from the Deep : Pandangan Baru Kepunahan Massal dalam Sejarah Bumi
Dear Putri, Kalau siklus di geochemical carbon cycle itu makan waktu lama, waktunya selama erosi batuan-transportasi-sedimentasi-litifikasi batuan, itu kan bisa selama jutaan tahun. Waktu ujung Permian saja kadar CO2 di atmosfer 3000 ppm - tertinggi selama sejarah Bumi dan kembali ke normal seperti sekarang -sekitar 300 ppm - butuh sekitar 10-15 juta tahun. Nah, tentu ini amat tak sebanding dengan umur produksi lapangan gas kan, maka efeknya sulit dilihat. Salam, awang -Original Message- From: Snow White [mailto:[EMAIL PROTECTED] Sent: Friday, November 17, 2006 4:39 PM To: iagi-net@iagi.or.id Subject: Re: [iagi-net-l] Impact from the Deep : Pandangan Baru Kepunahan Massal dalam Sejarah Bumi Dear Pak Awang, Kalau memang jawabannya ada di geochemical carbon cycle, mengapa tiap tahun kadar CO2 tetap bertambah, apakah berarti tidak ada keseimbangan antara pasokan dan berkurangnya CO2 di atmosfer. Setahu saya, di eropa, di norwegia, ada semacam penalty untuk perusahaan oil and gas, dalam hal ini yang saya pernah dengar adalah Statoil (salah satu gas field-nya Sleipner), kalo melepaskan CO2 ke atmosfer hasil dari gas fieldnya akan kena penalty yang sangat2 besar, sehingga mereka memilih CO2 sequestration yang costnya lebih murah daripada membayar penalty tersebut and saat yang bersamaan bisa di pake untuk EGR. Mungkin cycle seperti ini terus berlangsung ya Pak, karena sourcenya macam2, terbanyak mungkin hasil atau product dari pemakaian energi fossil. Salam, Putri - Original Message From: Awang Harun Satyana [EMAIL PROTECTED] To: iagi-net@iagi.or.id Sent: Friday, November 17, 2006 3:20:47 PM Subject: RE: [iagi-net-l] Impact from the Deep : Pandangan Baru Kepunahan Massal dalam Sejarah Bumi Pak Rovicky, Pertanyaan bagus, kelihatannya jawabannya ada di geochemical carbon cycle : di mana pasokan CO2 ke atmosfer akan diimbangi oleh berkurangnya CO2 di atmosfer. CO2 di atmosfer yang berlimpah akan mengecil lagi via: (1) proses fotosintesis oleh tanaman yang muncul kembali sesudah kepunahan masal terjadi, (2) transformasi silikat menjadi karbonat (CO2 + CaSiO3 --- CaCo3 + SiO2), (3)carbonate rock weathering (CO2 + H2O + CaCO3 ---Ca2+ + 2HCO3-), dan (4) silicate rock weathering (2CO2 + H2O + CaSiO3 --- Ca2+ + 2HCO3- + SiO2) Misalnya setelah kepunahan ujung Permian itu, di awal Trias ditemukan pertumbuhan pertama rugose corals dan hexa corals yang berlimpah. Bahan dasar koral ini a.l adalah CO2 di atmosfer. Salam, awang -Original Message- From: Rovicky Dwi Putrohari [mailto:[EMAIL PROTECTED] Sent: Friday, November 17, 2006 1:46 PM To: iagi-net@iagi.or.id Subject: Re: [iagi-net-l] Impact from the Deep : Pandangan Baru Kepunahan Massal dalam Sejarah Bumi Kalau boleh nambah pertanyaan .. :) Mekanisme alamiahnya seperti apa yang menjadikan kadar CO2 ini akhirnya mengecil dengan sendirinya ya ? RDP On 11/17/06, Snow White [EMAIL PROTECTED] wrote: Dear Pak Awang, Sangat menarik membaca uraian Pak Awang tentang Impact from the Deep. Mengutip alinea terakhir tentang kadar CO2 yang cukup tinggi saat ini, kenaikan pertahunnya dan hubungannya dengan mekanisme pemusnahan kehidupan, apakah ada tindakan lebih lanjut untuk mengurangi kadar CO2 di atmosfere terutama yang datangnya dari gas fields dimana kandungan CO2nya cukup significant, apakah ada tindak lanjut mekanisme penyimpanan CO2 (CO2 sequestration) akan dilakukan setidaknya dipikirkan pemerintah di masa yang akan datang, at least membantu mengurangi effect dari CO2, salah satunya global warming? Terima Kasih. Salam, Putri - Original Message From: Awang Satyana [EMAIL PROTECTED] To: iagi-net@iagi.or.id; [EMAIL PROTECTED] Sent: Friday, November 17, 2006 9:06:03 AM Subject: [iagi-net-l] Impact from the Deep : Pandangan Baru Kepunahan Massal dalam Sejarah Bumi Deep Impact kita tahu adalah judul sebuah film terkenal yang menceritakan bagaimana sebuah komet/asteroid bisa memunahkan kehidupan di Bumi. Tetapi, Impact from the Deep adalah judul sebuah teori baru yang pada intinya menyatakan bahwa kepunahan masal justru datang dari Bumi sendiri. Kepunahan massal (mass extinction) selalu menarik untuk dikaji. Telah cukup banyak buku dan artikel ilmiah ditulis untuk menampung argumen-argumen yang ada. Simposium khusus pun telah beberapa kali diadakan, terutama setelah teori Alvarez dikemukakan pada tahun 1980. Walter dan Luis Alvarez, pasangan anak-bapak (anaknya ahli geologi, bapaknya ahli fisika) mengemukakan teori bahwa dinosaurus punah pada Kapur Akhir 65 Ma (million years ago) akibat Bumi dihantam sebuah komet (deep impact). Teori ini kemudian terbukti benar karena banyak bukti fisik di lapangan ditemukan akibat benturan itu : a.l. (1) lapisan iridium ditemukan di mana-mana di seluruh dunia pada lapisan berumur 65 Ma (di Indonesia belum ada yang menelitinya), (2) impact debris, termasuk semua batuan dengan ciri petrografi pressure-shocked tersebar di seputar globe (3) kawah benturan (impact crater
Re: [iagi-net-l] Impact from the Deep : Pandangan Baru Kepunahan Massal dalam Sejarah Bumi
Dear Pak Awang, Sangat menarik membaca uraian Pak Awang tentang Impact from the Deep. Mengutip alinea terakhir tentang kadar CO2 yang cukup tinggi saat ini, kenaikan pertahunnya dan hubungannya dengan mekanisme pemusnahan kehidupan, apakah ada tindakan lebih lanjut untuk mengurangi kadar CO2 di atmosfere terutama yang datangnya dari gas fields dimana kandungan CO2nya cukup significant, apakah ada tindak lanjut mekanisme penyimpanan CO2 (CO2 sequestration) akan dilakukan setidaknya dipikirkan pemerintah di masa yang akan datang, at least membantu mengurangi effect dari CO2, salah satunya global warming? Terima Kasih. Salam, Putri - Original Message From: Awang Satyana [EMAIL PROTECTED] To: iagi-net@iagi.or.id; [EMAIL PROTECTED] Sent: Friday, November 17, 2006 9:06:03 AM Subject: [iagi-net-l] Impact from the Deep : Pandangan Baru Kepunahan Massal dalam Sejarah Bumi “Deep Impact” kita tahu adalah judul sebuah film terkenal yang menceritakan bagaimana sebuah komet/asteroid bisa memunahkan kehidupan di Bumi. Tetapi, “Impact from the Deep” adalah judul sebuah teori baru yang pada intinya menyatakan bahwa kepunahan masal justru datang dari Bumi sendiri. Kepunahan massal (mass extinction) selalu menarik untuk dikaji. Telah cukup banyak buku dan artikel ilmiah ditulis untuk menampung argumen-argumen yang ada. Simposium khusus pun telah beberapa kali diadakan, terutama setelah teori Alvarez dikemukakan pada tahun 1980. Walter dan Luis Alvarez, pasangan anak-bapak (anaknya ahli geologi, bapaknya ahli fisika) mengemukakan teori bahwa dinosaurus punah pada Kapur Akhir 65 Ma (million years ago) akibat Bumi dihantam sebuah komet (deep impact). Teori ini kemudian terbukti benar karena banyak bukti fisik di lapangan ditemukan akibat benturan itu : a.l. (1) lapisan iridium ditemukan di mana-mana di seluruh dunia pada lapisan berumur 65 Ma (di Indonesia belum ada yang menelitinya), (2) impact debris, termasuk semua batuan dengan ciri petrografi pressure-shocked tersebar di seputar globe (3) kawah benturan (impact crater) berumur 65 Ma ditemukan terkubur di Semenanjung Yucatan Mexico yang disebut Kawah Chicxulub. Unsur Iridium langka ditemukan di Bumi, tetapi berlimpah di extra-terrestrial bodies seperti meteor, komet, dan asteroid. Berdasarkan lebar kawah Chicxulub, ditaksir komet/asteroid pemusnah kaum dinosaurus itu berdiameter 10 km. Karena kepunahan di K-T (Kapur-Tersier) boundary itu terbukti benar oleh extra-terrestrial impact, maka setiap periode kepunahan di Bumi selalu dihubungkan dengan hantaman komet/asteroid. David Raup, paleontologist penulis buku “Extinctions : Bad Genes or Bad Luck ? “ (terbit awal 1990an) menyatakan begitu, memang impacts selalu disalahkan sebagai penyebab major extinctions, penyebab lain mungkin ada, tetapi tak dominant. Apakah benar begitu ? Paling tidak, di dalam 500 juta tahun terakhir ini bisa kita catat telah terjadi lima kali kepunahan massal yang besar : (1) pada 443 Ma (ujung Ordovisium), (2) pada 374 Ma (ujung Devon), (3) pada 251 Ma (ujung Perem), (4) pada 201 Ma (ujung Trias),dan (5) pada 65 Ma (ujung Kapur). Kepunahan pada 251 Ma (ujung Perem atau ujung Paleozoikum) adalah kepunahan terbesar yang menghapus 90 % penghuni lautan dan 70 % penghuni daratan bahkan sampai sekecil serangga pun. Kepunahan ujung Perem adalah “great dying” atau “the mother of mass extinctions” tulis Douglas Erwin di majalah Scientific American edisi Juli 1996. Apakah kepunahan Permian ini juga akibat asteroid impact ? Peter Ward, profesor biology-earth and space sciences dari University of Washington melaporkan penemuan baru tentang kepunahan masal terbesar di ujung Permian ini (Scientific American, Oktober 2006, p. 42-49). Lima tahun lalu, sekelompok ahli geologi dan ahli kimia organik mulai mempelajari kondisi-kondisi lingkungan pada masa-masa kritis dalam sejarah Bumi. Pekerjaan mereka meliputi mengekstraksi residu zat kimia dari lapisan-lapisan berumur tertentu berusaha mencari fosil molekuler kimiawi yang dikenal sebagai biomarker yang ditinggalkan organisme yang telah punah. Karena kuatnya, suatu biomarker masih terawetkan di sedimen2 meskipun jazad organismenya telah lenyap meluruh. Analisis biomarker telah biasa dilakukan di petroleum geochemistry. Biomarker ini merupakan kunci ke pengetahuan kondisi seperti apa yang terjadi di Bumi pada saat kehidupan suatu organisme berlangsung. Sampling dan penelitian telah dilakukan pada periode-periode kepunahan masal. Dan para ilmuwan tersebut mendapatkan kejutan bahwa data dari periode2 mass extinction selain pada periode K-T boundary, selalu menunjukkan kondisi lingkungan yang menunjukkan bahwa lautan2 purba telah beberapa kali berada pada kondisi kandungan oksigen yang sangat rendah (anoxia). Bersamaan dengan kondisi ini ditemukan biomarker dalam jumlah besar berupa green sulfur bacteria yang bisa melakukan fotosintesis. Pada zaman sekarang, bakteri
Re: [iagi-net-l] Impact from the Deep : Pandangan Baru Kepunahan Massal dalam Sejarah Bumi
Pak Awang cerita menarik nih Aku post di dongengan ya ? Punya gambar2 pendukungnya ? Thx RDP == On 11/17/06, Awang Satyana [EMAIL PROTECTED] wrote: Deep Impact kita tahu adalah judul sebuah film terkenal yang menceritakan bagaimana sebuah komet/asteroid bisa memunahkan kehidupan di Bumi. Tetapi, Impact from the Deep adalah judul sebuah teori baru yang pada intinya menyatakan bahwa kepunahan masal justru datang dari Bumi sendiri. Kepunahan massal (mass extinction) selalu menarik untuk dikaji. Telah cukup banyak buku dan artikel ilmiah ditulis untuk menampung argumen-argumen yang ada. Simposium khusus pun telah beberapa kali diadakan, terutama setelah teori Alvarez dikemukakan pada tahun 1980. Walter dan Luis Alvarez, pasangan anak-bapak (anaknya ahli geologi, bapaknya ahli fisika) mengemukakan teori bahwa dinosaurus punah pada Kapur Akhir 65 Ma (million years ago) akibat Bumi dihantam sebuah komet (deep impact). Teori ini kemudian terbukti benar karena banyak bukti fisik di lapangan ditemukan akibat benturan itu : a.l. (1) lapisan iridium ditemukan di mana-mana di seluruh dunia pada lapisan berumur 65 Ma (di Indonesia belum ada yang menelitinya), (2) impact debris, termasuk semua batuan dengan ciri petrografi pressure-shocked tersebar di seputar globe (3) kawah benturan (impact crater) berumur 65 Ma ditemukan terkubur di Semenanjung Yucatan Mexico yang disebut Kawah Chicxulub. Unsur Iridium langka ditemukan di Bumi, tetapi berlimpah di extra-terrestrial bodies seperti meteor, komet, dan asteroid. Berdasarkan lebar kawah Chicxulub, ditaksir komet/asteroid pemusnah kaum dinosaurus itu berdiameter 10 km. Karena kepunahan di K-T (Kapur-Tersier) boundary itu terbukti benar oleh extra-terrestrial impact, maka setiap periode kepunahan di Bumi selalu dihubungkan dengan hantaman komet/asteroid. David Raup, paleontologist penulis buku Extinctions : Bad Genes or Bad Luck ? (terbit awal 1990an) menyatakan begitu, memang impacts selalu disalahkan sebagai penyebab major extinctions, penyebab lain mungkin ada, tetapi tak dominant. Apakah benar begitu ? Paling tidak, di dalam 500 juta tahun terakhir ini bisa kita catat telah terjadi lima kali kepunahan massal yang besar : (1) pada 443 Ma (ujung Ordovisium), (2) pada 374 Ma (ujung Devon), (3) pada 251 Ma (ujung Perem), (4) pada 201 Ma (ujung Trias),dan (5) pada 65 Ma (ujung Kapur). Kepunahan pada 251 Ma (ujung Perem atau ujung Paleozoikum) adalah kepunahan terbesar yang menghapus 90 % penghuni lautan dan 70 % penghuni daratan bahkan sampai sekecil serangga pun. Kepunahan ujung Perem adalah great dying atau the mother of mass extinctions tulis Douglas Erwin di majalah Scientific American edisi Juli 1996. Apakah kepunahan Permian ini juga akibat asteroid impact ? Peter Ward, profesor biology-earth and space sciences dari University of Washington melaporkan penemuan baru tentang kepunahan masal terbesar di ujung Permian ini (Scientific American, Oktober 2006, p. 42-49). Lima tahun lalu, sekelompok ahli geologi dan ahli kimia organik mulai mempelajari kondisi-kondisi lingkungan pada masa-masa kritis dalam sejarah Bumi. Pekerjaan mereka meliputi mengekstraksi residu zat kimia dari lapisan-lapisan berumur tertentu berusaha mencari fosil molekuler kimiawi yang dikenal sebagai biomarker yang ditinggalkan organisme yang telah punah. Karena kuatnya, suatu biomarker masih terawetkan di sedimen2 meskipun jazad organismenya telah lenyap meluruh. Analisis biomarker telah biasa dilakukan di petroleum geochemistry. Biomarker ini merupakan kunci ke pengetahuan kondisi seperti apa yang terjadi di Bumi pada saat kehidupan suatu organisme berlangsung. Sampling dan penelitian telah dilakukan pada periode-periode kepunahan masal. Dan para ilmuwan tersebut mendapatkan kejutan bahwa data dari periode2 mass extinction selain pada periode K-T boundary, selalu menunjukkan kondisi lingkungan yang menunjukkan bahwa lautan2 purba telah beberapa kali berada pada kondisi kandungan oksigen yang sangat rendah (anoxia). Bersamaan dengan kondisi ini ditemukan biomarker dalam jumlah besar berupa green sulfur bacteria yang bisa melakukan fotosintesis. Pada zaman sekarang, bakteri sejenis itu ditemukan berupa green-purple sulfur bacteria di tempat2 dalam laut stagnant seperti Laut Hitam yang mengoksidasi H2S sebagai sumber energinya dan mengubahnya menjadi belerang. Gas H2S adalah gas beracun bagi banyak makhluk hidup. Kelimpahan bakteri ini pada periode2 kepunahan massal yang seperiode dengan turunnya kandungan oksigen secara ekstrim telah membuka wawasan baru tentang penyebab kepunahan masal. Para ilmuwan telah tahu bahwa pada setiap periode kepunahan masal level oksigen selalu lebih rendah daripada biasanya. Juga, mereka tahu bahwa banyak volkanisme terjadi pada setiap periode kepunahan masal – volkanisme adalah teori tandingan asteroid impact bagi kepunahan masal. Volkanisme bisa
RE: [iagi-net-l] Impact from the Deep : Pandangan Baru Kepunahan Massal dalam Sejarah Bumi
Dear Putri, Kalau mengikuti artikel2/buku2 yang saya kutip, global warming yang akhirnya menuju ke kepunahan massal itu terjadi disebabkan volkanisme yang menyolok meningkat. Tetapi benar bahwa kita juga bisa mengurangi emisi CO2 ke atmosfer sebatas dalam kendali kita. Setiap lapangan gas yang kandungan CO2-nya tinggi sekarang selalu diwajibkan menambah fasilitas CO2 sequestration. CO2 yang menyolok tinggi seperti di Natuna D-Alpha misalnya bisa diinjeksikan balik ke reservoir. Yang lebih berbahaya adalah gas buangan bersifat greenhouse effect yang tak terkontrol dari pabrik2 atau kendaraan bermotor. Kalau dari lapangan2 gas rasanya Pemerintah telah punya cukup aturan-aturan. Salam, awang -Original Message- From: Snow White [mailto:[EMAIL PROTECTED] Sent: Friday, November 17, 2006 9:36 AM To: iagi-net@iagi.or.id Subject: Re: [iagi-net-l] Impact from the Deep : Pandangan Baru Kepunahan Massal dalam Sejarah Bumi Dear Pak Awang, Sangat menarik membaca uraian Pak Awang tentang Impact from the Deep. Mengutip alinea terakhir tentang kadar CO2 yang cukup tinggi saat ini, kenaikan pertahunnya dan hubungannya dengan mekanisme pemusnahan kehidupan, apakah ada tindakan lebih lanjut untuk mengurangi kadar CO2 di atmosfere terutama yang datangnya dari gas fields dimana kandungan CO2nya cukup significant, apakah ada tindak lanjut mekanisme penyimpanan CO2 (CO2 sequestration) akan dilakukan setidaknya dipikirkan pemerintah di masa yang akan datang, at least membantu mengurangi effect dari CO2, salah satunya global warming? Terima Kasih. Salam, Putri - Original Message From: Awang Satyana [EMAIL PROTECTED] To: iagi-net@iagi.or.id; [EMAIL PROTECTED] Sent: Friday, November 17, 2006 9:06:03 AM Subject: [iagi-net-l] Impact from the Deep : Pandangan Baru Kepunahan Massal dalam Sejarah Bumi Deep Impact kita tahu adalah judul sebuah film terkenal yang menceritakan bagaimana sebuah komet/asteroid bisa memunahkan kehidupan di Bumi. Tetapi, Impact from the Deep adalah judul sebuah teori baru yang pada intinya menyatakan bahwa kepunahan masal justru datang dari Bumi sendiri. Kepunahan massal (mass extinction) selalu menarik untuk dikaji. Telah cukup banyak buku dan artikel ilmiah ditulis untuk menampung argumen-argumen yang ada. Simposium khusus pun telah beberapa kali diadakan, terutama setelah teori Alvarez dikemukakan pada tahun 1980. Walter dan Luis Alvarez, pasangan anak-bapak (anaknya ahli geologi, bapaknya ahli fisika) mengemukakan teori bahwa dinosaurus punah pada Kapur Akhir 65 Ma (million years ago) akibat Bumi dihantam sebuah komet (deep impact). Teori ini kemudian terbukti benar karena banyak bukti fisik di lapangan ditemukan akibat benturan itu : a.l. (1) lapisan iridium ditemukan di mana-mana di seluruh dunia pada lapisan berumur 65 Ma (di Indonesia belum ada yang menelitinya), (2) impact debris, termasuk semua batuan dengan ciri petrografi pressure-shocked tersebar di seputar globe (3) kawah benturan (impact crater) berumur 65 Ma ditemukan terkubur di Semenanjung Yucatan Mexico yang disebut Kawah Chicxulub. Unsur Iridium langka ditemukan di Bumi, tetapi berlimpah di extra-terrestrial bodies seperti meteor, komet, dan asteroid. Berdasarkan lebar kawah Chicxulub, ditaksir komet/asteroid pemusnah kaum dinosaurus itu berdiameter 10 km. Karena kepunahan di K-T (Kapur-Tersier) boundary itu terbukti benar oleh extra-terrestrial impact, maka setiap periode kepunahan di Bumi selalu dihubungkan dengan hantaman komet/asteroid. David Raup, paleontologist penulis buku Extinctions : Bad Genes or Bad Luck ? (terbit awal 1990an) menyatakan begitu, memang impacts selalu disalahkan sebagai penyebab major extinctions, penyebab lain mungkin ada, tetapi tak dominant. Apakah benar begitu ? Paling tidak, di dalam 500 juta tahun terakhir ini bisa kita catat telah terjadi lima kali kepunahan massal yang besar : (1) pada 443 Ma (ujung Ordovisium), (2) pada 374 Ma (ujung Devon), (3) pada 251 Ma (ujung Perem), (4) pada 201 Ma (ujung Trias),dan (5) pada 65 Ma (ujung Kapur). Kepunahan pada 251 Ma (ujung Perem atau ujung Paleozoikum) adalah kepunahan terbesar yang menghapus 90 % penghuni lautan dan 70 % penghuni daratan bahkan sampai sekecil serangga pun. Kepunahan ujung Perem adalah great dying atau the mother of mass extinctions tulis Douglas Erwin di majalah Scientific American edisi Juli 1996. Apakah kepunahan Permian ini juga akibat asteroid impact ? Peter Ward, profesor biology-earth and space sciences dari University of Washington melaporkan penemuan baru tentang kepunahan masal terbesar di ujung Permian ini (Scientific American, Oktober 2006, p. 42-49). Lima tahun lalu, sekelompok ahli geologi dan ahli kimia organik mulai mempelajari kondisi-kondisi lingkungan pada masa-masa kritis dalam sejarah Bumi. Pekerjaan mereka meliputi mengekstraksi residu zat kimia dari lapisan-lapisan berumur tertentu berusaha mencari fosil molekuler kimiawi yang dikenal sebagai biomarker yang ditinggalkan
Re: [iagi-net-l] Impact from the Deep : Pandangan Baru Kepunahan Massal dalam Sejarah Bumi
Dear Pak Awang, Terima kasih sekali atas informasinya Pak. Saya curious aja, soalnya selama ini publikasi ttg CO2 sequestration datengnya dari US and Europe (weyburn, frio, sleipner), dan saya belum pernah melihat any publikasi atau research coming from Natuna D-Alpha field, dan sejauh mana implementasinya. Kalau ada dan tidak confidential, boleh di copy ke saya Pak? Terima Kasih. Salam, Putri - Original Message From: Awang Harun Satyana [EMAIL PROTECTED] To: iagi-net@iagi.or.id Sent: Friday, November 17, 2006 1:20:15 PM Subject: RE: [iagi-net-l] Impact from the Deep : Pandangan Baru Kepunahan Massal dalam Sejarah Bumi Dear Putri, Kalau mengikuti artikel2/buku2 yang saya kutip, global warming yang akhirnya menuju ke kepunahan massal itu terjadi disebabkan volkanisme yang menyolok meningkat. Tetapi benar bahwa kita juga bisa mengurangi emisi CO2 ke atmosfer sebatas dalam kendali kita. Setiap lapangan gas yang kandungan CO2-nya tinggi sekarang selalu diwajibkan menambah fasilitas CO2 sequestration. CO2 yang menyolok tinggi seperti di Natuna D-Alpha misalnya bisa diinjeksikan balik ke reservoir. Yang lebih berbahaya adalah gas buangan bersifat greenhouse effect yang tak terkontrol dari pabrik2 atau kendaraan bermotor. Kalau dari lapangan2 gas rasanya Pemerintah telah punya cukup aturan-aturan. Salam, awang -Original Message- From: Snow White [mailto:[EMAIL PROTECTED] Sent: Friday, November 17, 2006 9:36 AM To: iagi-net@iagi.or.id Subject: Re: [iagi-net-l] Impact from the Deep : Pandangan Baru Kepunahan Massal dalam Sejarah Bumi Dear Pak Awang, Sangat menarik membaca uraian Pak Awang tentang Impact from the Deep. Mengutip alinea terakhir tentang kadar CO2 yang cukup tinggi saat ini, kenaikan pertahunnya dan hubungannya dengan mekanisme pemusnahan kehidupan, apakah ada tindakan lebih lanjut untuk mengurangi kadar CO2 di atmosfere terutama yang datangnya dari gas fields dimana kandungan CO2nya cukup significant, apakah ada tindak lanjut mekanisme penyimpanan CO2 (CO2 sequestration) akan dilakukan setidaknya dipikirkan pemerintah di masa yang akan datang, at least membantu mengurangi effect dari CO2, salah satunya global warming? Terima Kasih. Salam, Putri - Original Message From: Awang Satyana [EMAIL PROTECTED] To: iagi-net@iagi.or.id; [EMAIL PROTECTED] Sent: Friday, November 17, 2006 9:06:03 AM Subject: [iagi-net-l] Impact from the Deep : Pandangan Baru Kepunahan Massal dalam Sejarah Bumi Deep Impact kita tahu adalah judul sebuah film terkenal yang menceritakan bagaimana sebuah komet/asteroid bisa memunahkan kehidupan di Bumi. Tetapi, Impact from the Deep adalah judul sebuah teori baru yang pada intinya menyatakan bahwa kepunahan masal justru datang dari Bumi sendiri. Kepunahan massal (mass extinction) selalu menarik untuk dikaji. Telah cukup banyak buku dan artikel ilmiah ditulis untuk menampung argumen-argumen yang ada. Simposium khusus pun telah beberapa kali diadakan, terutama setelah teori Alvarez dikemukakan pada tahun 1980. Walter dan Luis Alvarez, pasangan anak-bapak (anaknya ahli geologi, bapaknya ahli fisika) mengemukakan teori bahwa dinosaurus punah pada Kapur Akhir 65 Ma (million years ago) akibat Bumi dihantam sebuah komet (deep impact). Teori ini kemudian terbukti benar karena banyak bukti fisik di lapangan ditemukan akibat benturan itu : a.l. (1) lapisan iridium ditemukan di mana-mana di seluruh dunia pada lapisan berumur 65 Ma (di Indonesia belum ada yang menelitinya), (2) impact debris, termasuk semua batuan dengan ciri petrografi pressure-shocked tersebar di seputar globe (3) kawah benturan (impact crater) berumur 65 Ma ditemukan terkubur di Semenanjung Yucatan Mexico yang disebut Kawah Chicxulub. Unsur Iridium langka ditemukan di Bumi, tetapi berlimpah di extra-terrestrial bodies seperti meteor, komet, dan asteroid. Berdasarkan lebar kawah Chicxulub, ditaksir komet/asteroid pemusnah kaum dinosaurus itu berdiameter 10 km. Karena kepunahan di K-T (Kapur-Tersier) boundary itu terbukti benar oleh extra-terrestrial impact, maka setiap periode kepunahan di Bumi selalu dihubungkan dengan hantaman komet/asteroid. David Raup, paleontologist penulis buku Extinctions : Bad Genes or Bad Luck ? (terbit awal 1990an) menyatakan begitu, memang impacts selalu disalahkan sebagai penyebab major extinctions, penyebab lain mungkin ada, tetapi tak dominant. Apakah benar begitu ? Paling tidak, di dalam 500 juta tahun terakhir ini bisa kita catat telah terjadi lima kali kepunahan massal yang besar : (1) pada 443 Ma (ujung Ordovisium), (2) pada 374 Ma (ujung Devon), (3) pada 251 Ma (ujung Perem), (4) pada 201 Ma (ujung Trias),dan (5) pada 65 Ma (ujung Kapur). Kepunahan pada 251 Ma (ujung Perem atau ujung Paleozoikum) adalah kepunahan terbesar yang menghapus 90 % penghuni lautan dan 70 % penghuni daratan bahkan sampai sekecil serangga pun. Kepunahan ujung Perem adalah great dying atau the mother of mass extinctions tulis Douglas Erwin di majalah
RE: [iagi-net-l] Impact from the Deep : Pandangan Baru Kepunahan Massal dalam Sejarah Bumi
Pak Rovicky, Boleh, silahkan dimuat di dongengan, nanti gambar2nya saya kirim ya, lagi di-scan dulu. Salam, awang -Original Message- From: Rovicky Dwi Putrohari [mailto:[EMAIL PROTECTED] Sent: Friday, November 17, 2006 10:19 AM To: iagi-net@iagi.or.id Subject: Re: [iagi-net-l] Impact from the Deep : Pandangan Baru Kepunahan Massal dalam Sejarah Bumi Pak Awang cerita menarik nih Aku post di dongengan ya ? Punya gambar2 pendukungnya ? Thx RDP == On 11/17/06, Awang Satyana [EMAIL PROTECTED] wrote: Deep Impact kita tahu adalah judul sebuah film terkenal yang menceritakan bagaimana sebuah komet/asteroid bisa memunahkan kehidupan di Bumi. Tetapi, Impact from the Deep adalah judul sebuah teori baru yang pada intinya menyatakan bahwa kepunahan masal justru datang dari Bumi sendiri. Kepunahan massal (mass extinction) selalu menarik untuk dikaji. Telah cukup banyak buku dan artikel ilmiah ditulis untuk menampung argumen-argumen yang ada. Simposium khusus pun telah beberapa kali diadakan, terutama setelah teori Alvarez dikemukakan pada tahun 1980. Walter dan Luis Alvarez, pasangan anak-bapak (anaknya ahli geologi, bapaknya ahli fisika) mengemukakan teori bahwa dinosaurus punah pada Kapur Akhir 65 Ma (million years ago) akibat Bumi dihantam sebuah komet (deep impact). Teori ini kemudian terbukti benar karena banyak bukti fisik di lapangan ditemukan akibat benturan itu : a.l. (1) lapisan iridium ditemukan di mana-mana di seluruh dunia pada lapisan berumur 65 Ma (di Indonesia belum ada yang menelitinya), (2) impact debris, termasuk semua batuan dengan ciri petrografi pressure-shocked tersebar di seputar globe (3) kawah benturan (impact crater) berumur 65 Ma ditemukan terkubur di Semenanjung Yucatan Mexico yang disebut Kawah Chicxulub. Unsur Iridium langka ditemukan di Bumi, tetapi berlimpah di extra-terrestrial bodies seperti meteor, komet, dan asteroid. Berdasarkan lebar kawah Chicxulub, ditaksir komet/asteroid pemusnah kaum dinosaurus itu berdiameter 10 km. Karena kepunahan di K-T (Kapur-Tersier) boundary itu terbukti benar oleh extra-terrestrial impact, maka setiap periode kepunahan di Bumi selalu dihubungkan dengan hantaman komet/asteroid. David Raup, paleontologist penulis buku Extinctions : Bad Genes or Bad Luck ? (terbit awal 1990an) menyatakan begitu, memang impacts selalu disalahkan sebagai penyebab major extinctions, penyebab lain mungkin ada, tetapi tak dominant. Apakah benar begitu ? Paling tidak, di dalam 500 juta tahun terakhir ini bisa kita catat telah terjadi lima kali kepunahan massal yang besar : (1) pada 443 Ma (ujung Ordovisium), (2) pada 374 Ma (ujung Devon), (3) pada 251 Ma (ujung Perem), (4) pada 201 Ma (ujung Trias),dan (5) pada 65 Ma (ujung Kapur). Kepunahan pada 251 Ma (ujung Perem atau ujung Paleozoikum) adalah kepunahan terbesar yang menghapus 90 % penghuni lautan dan 70 % penghuni daratan bahkan sampai sekecil serangga pun. Kepunahan ujung Perem adalah great dying atau the mother of mass extinctions tulis Douglas Erwin di majalah Scientific American edisi Juli 1996. Apakah kepunahan Permian ini juga akibat asteroid impact ? Peter Ward, profesor biology-earth and space sciences dari University of Washington melaporkan penemuan baru tentang kepunahan masal terbesar di ujung Permian ini (Scientific American, Oktober 2006, p. 42-49). Lima tahun lalu, sekelompok ahli geologi dan ahli kimia organik mulai mempelajari kondisi-kondisi lingkungan pada masa-masa kritis dalam sejarah Bumi. Pekerjaan mereka meliputi mengekstraksi residu zat kimia dari lapisan-lapisan berumur tertentu berusaha mencari fosil molekuler kimiawi yang dikenal sebagai biomarker yang ditinggalkan organisme yang telah punah. Karena kuatnya, suatu biomarker masih terawetkan di sedimen2 meskipun jazad organismenya telah lenyap meluruh. Analisis biomarker telah biasa dilakukan di petroleum geochemistry. Biomarker ini merupakan kunci ke pengetahuan kondisi seperti apa yang terjadi di Bumi pada saat kehidupan suatu organisme berlangsung. Sampling dan penelitian telah dilakukan pada periode-periode kepunahan masal. Dan para ilmuwan tersebut mendapatkan kejutan bahwa data dari periode2 mass extinction selain pada periode K-T boundary, selalu menunjukkan kondisi lingkungan yang menunjukkan bahwa lautan2 purba telah beberapa kali berada pada kondisi kandungan oksigen yang sangat rendah (anoxia). Bersamaan dengan kondisi ini ditemukan biomarker dalam jumlah besar berupa green sulfur bacteria yang bisa melakukan fotosintesis. Pada zaman sekarang, bakteri sejenis itu ditemukan berupa green-purple sulfur bacteria di tempat2 dalam laut stagnant seperti Laut Hitam yang mengoksidasi H2S sebagai sumber energinya dan mengubahnya menjadi belerang. Gas H2S adalah gas beracun bagi banyak makhluk hidup. Kelimpahan bakteri ini pada periode2 kepunahan massal yang seperiode dengan turunnya kandungan oksigen secara ekstrim telah membuka wawasan baru tentang penyebab
Re: [iagi-net-l] Impact from the Deep : Pandangan Baru Kepunahan Massal dalam Sejarah Bumi
Kalau boleh nambah pertanyaan .. :) Mekanisme alamiahnya seperti apa yang menjadikan kadar CO2 ini akhirnya mengecil dengan sendirinya ya ? RDP On 11/17/06, Snow White [EMAIL PROTECTED] wrote: Dear Pak Awang, Sangat menarik membaca uraian Pak Awang tentang Impact from the Deep. Mengutip alinea terakhir tentang kadar CO2 yang cukup tinggi saat ini, kenaikan pertahunnya dan hubungannya dengan mekanisme pemusnahan kehidupan, apakah ada tindakan lebih lanjut untuk mengurangi kadar CO2 di atmosfere terutama yang datangnya dari gas fields dimana kandungan CO2nya cukup significant, apakah ada tindak lanjut mekanisme penyimpanan CO2 (CO2 sequestration) akan dilakukan setidaknya dipikirkan pemerintah di masa yang akan datang, at least membantu mengurangi effect dari CO2, salah satunya global warming? Terima Kasih. Salam, Putri - Original Message From: Awang Satyana [EMAIL PROTECTED] To: iagi-net@iagi.or.id; [EMAIL PROTECTED] Sent: Friday, November 17, 2006 9:06:03 AM Subject: [iagi-net-l] Impact from the Deep : Pandangan Baru Kepunahan Massal dalam Sejarah Bumi Deep Impact kita tahu adalah judul sebuah film terkenal yang menceritakan bagaimana sebuah komet/asteroid bisa memunahkan kehidupan di Bumi. Tetapi, Impact from the Deep adalah judul sebuah teori baru yang pada intinya menyatakan bahwa kepunahan masal justru datang dari Bumi sendiri. Kepunahan massal (mass extinction) selalu menarik untuk dikaji. Telah cukup banyak buku dan artikel ilmiah ditulis untuk menampung argumen-argumen yang ada. Simposium khusus pun telah beberapa kali diadakan, terutama setelah teori Alvarez dikemukakan pada tahun 1980. Walter dan Luis Alvarez, pasangan anak-bapak (anaknya ahli geologi, bapaknya ahli fisika) mengemukakan teori bahwa dinosaurus punah pada Kapur Akhir 65 Ma (million years ago) akibat Bumi dihantam sebuah komet (deep impact). Teori ini kemudian terbukti benar karena banyak bukti fisik di lapangan ditemukan akibat benturan itu : a.l. (1) lapisan iridium ditemukan di mana-mana di seluruh dunia pada lapisan berumur 65 Ma (di Indonesia belum ada yang menelitinya), (2) impact debris, termasuk semua batuan dengan ciri petrografi pressure-shocked tersebar di seputar globe (3) kawah benturan (impact crater) berumur 65 Ma ditemukan terkubur di Semenanjung Yucatan Mexico yang disebut Kawah Chicxulub. Unsur Iridium langka ditemukan di Bumi, tetapi berlimpah di extra-terrestrial bodies seperti meteor, komet, dan asteroid. Berdasarkan lebar kawah Chicxulub, ditaksir komet/asteroid pemusnah kaum dinosaurus itu berdiameter 10 km. Karena kepunahan di K-T (Kapur-Tersier) boundary itu terbukti benar oleh extra-terrestrial impact, maka setiap periode kepunahan di Bumi selalu dihubungkan dengan hantaman komet/asteroid. David Raup, paleontologist penulis buku Extinctions : Bad Genes or Bad Luck ? (terbit awal 1990an) menyatakan begitu, memang impacts selalu disalahkan sebagai penyebab major extinctions, penyebab lain mungkin ada, tetapi tak dominant. Apakah benar begitu ? Paling tidak, di dalam 500 juta tahun terakhir ini bisa kita catat telah terjadi lima kali kepunahan massal yang besar : (1) pada 443 Ma (ujung Ordovisium), (2) pada 374 Ma (ujung Devon), (3) pada 251 Ma (ujung Perem), (4) pada 201 Ma (ujung Trias),dan (5) pada 65 Ma (ujung Kapur). Kepunahan pada 251 Ma (ujung Perem atau ujung Paleozoikum) adalah kepunahan terbesar yang menghapus 90 % penghuni lautan dan 70 % penghuni daratan bahkan sampai sekecil serangga pun. Kepunahan ujung Perem adalah great dying atau the mother of mass extinctions tulis Douglas Erwin di majalah Scientific American edisi Juli 1996. Apakah kepunahan Permian ini juga akibat asteroid impact ? Peter Ward, profesor biology-earth and space sciences dari University of Washington melaporkan penemuan baru tentang kepunahan masal terbesar di ujung Permian ini (Scientific American, Oktober 2006, p. 42-49). Lima tahun lalu, sekelompok ahli geologi dan ahli kimia organik mulai mempelajari kondisi-kondisi lingkungan pada masa-masa kritis dalam sejarah Bumi. Pekerjaan mereka meliputi mengekstraksi residu zat kimia dari lapisan-lapisan berumur tertentu berusaha mencari fosil molekuler kimiawi yang dikenal sebagai biomarker yang ditinggalkan organisme yang telah punah. Karena kuatnya, suatu biomarker masih terawetkan di sedimen2 meskipun jazad organismenya telah lenyap meluruh. Analisis biomarker telah biasa dilakukan di petroleum geochemistry. Biomarker ini merupakan kunci ke pengetahuan kondisi seperti apa yang terjadi di Bumi pada saat kehidupan suatu organisme berlangsung. Sampling dan penelitian telah dilakukan pada periode-periode kepunahan masal. Dan para ilmuwan tersebut mendapatkan kejutan bahwa data dari periode2 mass extinction selain pada periode K-T boundary, selalu menunjukkan kondisi lingkungan yang menunjukkan bahwa lautan2 purba telah beberapa kali berada pada kondisi kandungan oksigen yang sangat rendah
Re: [iagi-net-l] Impact from the Deep : Pandangan Baru Kepunahan Massal dalam Sejarah Bumi
Setahu saya Kyoto Protocol memang dimaksudkan untuk mengurangi emisi gas rumah kaca seperti CO2 di negara-2 Industri. Disini Kyoto Protocol juga diatur tentang jual beli emisi dengan negara yang mempunyai emisi dibawah kuota. Kalo nggak salah Indonesia sudah mendukung protokol ini sejak 2004, jadi bisa mendapatkan insentif. Sayangnya Amerika sebagai salah satu sebuah negara pembuang emisi terbesar tidak bersedia mendukung protokol ini.cmiiw. According to a press release from the United Nations Environment Programmehttp://en.wikipedia.org/wiki/United_Nations_Environment_Programme : *The Kyoto Protocol is an agreement under which industrialised countries will reduce their collective emissions of greenhouse gaseshttp://en.wikipedia.org/wiki/Greenhouse_gasby 5.2% compared to the year 1990 (but note that, compared to the emissions levels that would be expected by 2010 without the Protocol, this target represents a 29% cut). The goal is to lower overall emissions of six greenhouse gases - carbon dioxidehttp://en.wikipedia.org/wiki/Carbon_dioxide, methane http://en.wikipedia.org/wiki/Methane, nitrous oxidehttp://en.wikipedia.org/wiki/Nitrous_oxide, sulfur hexafluoride http://en.wikipedia.org/wiki/Sulfur_hexafluoride, HFCshttp://en.wikipedia.org/wiki/Hydrofluorocarbon, and PFCs http://en.wikipedia.org/wiki/Perfluorocarbon - calculated as an average over the five-year period of 2008-12. National targets range from 8% reductions for the European Union and some others to 7% for the US, 6% for Japan, 0% for Russia, and permitted increases of 8% for Australia and 10% for Iceland.* salam, Fauzi 2006/11/17, Snow White [EMAIL PROTECTED]: Dear Pak Awang, Sangat menarik membaca uraian Pak Awang tentang Impact from the Deep. Mengutip alinea terakhir tentang kadar CO2 yang cukup tinggi saat ini, kenaikan pertahunnya dan hubungannya dengan mekanisme pemusnahan kehidupan, apakah ada tindakan lebih lanjut untuk mengurangi kadar CO2 di atmosfere terutama yang datangnya dari gas fields dimana kandungan CO2nya cukup significant, apakah ada tindak lanjut mekanisme penyimpanan CO2 (CO2 sequestration) akan dilakukan setidaknya dipikirkan pemerintah di masa yang akan datang, at least membantu mengurangi effect dari CO2, salah satunya global warming? Terima Kasih. Salam, Putri - Original Message From: Awang Satyana [EMAIL PROTECTED] To: iagi-net@iagi.or.id; [EMAIL PROTECTED] Sent: Friday, November 17, 2006 9:06:03 AM Subject: [iagi-net-l] Impact from the Deep : Pandangan Baru Kepunahan Massal dalam Sejarah Bumi Deep Impact kita tahu adalah judul sebuah film terkenal yang menceritakan bagaimana sebuah komet/asteroid bisa memunahkan kehidupan di Bumi. Tetapi, Impact from the Deep adalah judul sebuah teori baru yang pada intinya menyatakan bahwa kepunahan masal justru datang dari Bumi sendiri. Kepunahan massal (mass extinction) selalu menarik untuk dikaji. Telah cukup banyak buku dan artikel ilmiah ditulis untuk menampung argumen-argumen yang ada. Simposium khusus pun telah beberapa kali diadakan, terutama setelah teori Alvarez dikemukakan pada tahun 1980. Walter dan Luis Alvarez, pasangan anak-bapak (anaknya ahli geologi, bapaknya ahli fisika) mengemukakan teori bahwa dinosaurus punah pada Kapur Akhir 65 Ma (million years ago) akibat Bumi dihantam sebuah komet (deep impact). Teori ini kemudian terbukti benar karena banyak bukti fisik di lapangan ditemukan akibat benturan itu : a.l. (1) lapisan iridium ditemukan di mana-mana di seluruh dunia pada lapisan berumur 65 Ma (di Indonesia belum ada yang menelitinya), (2) impact debris, termasuk semua batuan dengan ciri petrografi pressure-shocked tersebar di seputar globe (3) kawah benturan (impact crater) berumur 65 Ma ditemukan terkubur di Semenanjung Yucatan Mexico yang disebut Kawah Chicxulub. Unsur Iridium langka ditemukan di Bumi, tetapi berlimpah di extra-terrestrial bodies seperti meteor, komet, dan asteroid. Berdasarkan lebar kawah Chicxulub, ditaksir komet/asteroid pemusnah kaum dinosaurus itu berdiameter 10 km. Karena kepunahan di K-T (Kapur-Tersier) boundary itu terbukti benar oleh extra-terrestrial impact, maka setiap periode kepunahan di Bumi selalu dihubungkan dengan hantaman komet/asteroid. David Raup, paleontologist penulis buku Extinctions : Bad Genes or Bad Luck ? (terbit awal 1990an) menyatakan begitu, memang impacts selalu disalahkan sebagai penyebab major extinctions, penyebab lain mungkin ada, tetapi tak dominant. Apakah benar begitu ? Paling tidak, di dalam 500 juta tahun terakhir ini bisa kita catat telah terjadi lima kali kepunahan massal yang besar : (1) pada 443 Ma (ujung Ordovisium), (2) pada 374 Ma (ujung Devon), (3) pada 251 Ma (ujung Perem), (4) pada 201 Ma (ujung Trias),dan (5) pada 65 Ma (ujung Kapur). Kepunahan pada 251 Ma (ujung Perem atau ujung Paleozoikum) adalah kepunahan terbesar yang menghapus 90 % penghuni lautan dan 70 % penghuni daratan bahkan sampai sekecil serangga pun. Kepunahan ujung Perem adalah great dying atau the
RE: [iagi-net-l] Impact from the Deep : Pandangan Baru Kepunahan Massal dalam Sejarah Bumi
Pak Rovicky, Pertanyaan bagus, kelihatannya jawabannya ada di geochemical carbon cycle : di mana pasokan CO2 ke atmosfer akan diimbangi oleh berkurangnya CO2 di atmosfer. CO2 di atmosfer yang berlimpah akan mengecil lagi via: (1) proses fotosintesis oleh tanaman yang muncul kembali sesudah kepunahan masal terjadi, (2) transformasi silikat menjadi karbonat (CO2 + CaSiO3 --- CaCo3 + SiO2), (3)carbonate rock weathering (CO2 + H2O + CaCO3 ---Ca2+ + 2HCO3-), dan (4) silicate rock weathering (2CO2 + H2O + CaSiO3 --- Ca2+ + 2HCO3- + SiO2) Misalnya setelah kepunahan ujung Permian itu, di awal Trias ditemukan pertumbuhan pertama rugose corals dan hexa corals yang berlimpah. Bahan dasar koral ini a.l adalah CO2 di atmosfer. Salam, awang -Original Message- From: Rovicky Dwi Putrohari [mailto:[EMAIL PROTECTED] Sent: Friday, November 17, 2006 1:46 PM To: iagi-net@iagi.or.id Subject: Re: [iagi-net-l] Impact from the Deep : Pandangan Baru Kepunahan Massal dalam Sejarah Bumi Kalau boleh nambah pertanyaan .. :) Mekanisme alamiahnya seperti apa yang menjadikan kadar CO2 ini akhirnya mengecil dengan sendirinya ya ? RDP On 11/17/06, Snow White [EMAIL PROTECTED] wrote: Dear Pak Awang, Sangat menarik membaca uraian Pak Awang tentang Impact from the Deep. Mengutip alinea terakhir tentang kadar CO2 yang cukup tinggi saat ini, kenaikan pertahunnya dan hubungannya dengan mekanisme pemusnahan kehidupan, apakah ada tindakan lebih lanjut untuk mengurangi kadar CO2 di atmosfere terutama yang datangnya dari gas fields dimana kandungan CO2nya cukup significant, apakah ada tindak lanjut mekanisme penyimpanan CO2 (CO2 sequestration) akan dilakukan setidaknya dipikirkan pemerintah di masa yang akan datang, at least membantu mengurangi effect dari CO2, salah satunya global warming? Terima Kasih. Salam, Putri - Original Message From: Awang Satyana [EMAIL PROTECTED] To: iagi-net@iagi.or.id; [EMAIL PROTECTED] Sent: Friday, November 17, 2006 9:06:03 AM Subject: [iagi-net-l] Impact from the Deep : Pandangan Baru Kepunahan Massal dalam Sejarah Bumi Deep Impact kita tahu adalah judul sebuah film terkenal yang menceritakan bagaimana sebuah komet/asteroid bisa memunahkan kehidupan di Bumi. Tetapi, Impact from the Deep adalah judul sebuah teori baru yang pada intinya menyatakan bahwa kepunahan masal justru datang dari Bumi sendiri. Kepunahan massal (mass extinction) selalu menarik untuk dikaji. Telah cukup banyak buku dan artikel ilmiah ditulis untuk menampung argumen-argumen yang ada. Simposium khusus pun telah beberapa kali diadakan, terutama setelah teori Alvarez dikemukakan pada tahun 1980. Walter dan Luis Alvarez, pasangan anak-bapak (anaknya ahli geologi, bapaknya ahli fisika) mengemukakan teori bahwa dinosaurus punah pada Kapur Akhir 65 Ma (million years ago) akibat Bumi dihantam sebuah komet (deep impact). Teori ini kemudian terbukti benar karena banyak bukti fisik di lapangan ditemukan akibat benturan itu : a.l. (1) lapisan iridium ditemukan di mana-mana di seluruh dunia pada lapisan berumur 65 Ma (di Indonesia belum ada yang menelitinya), (2) impact debris, termasuk semua batuan dengan ciri petrografi pressure-shocked tersebar di seputar globe (3) kawah benturan (impact crater) berumur 65 Ma ditemukan terkubur di Semenanjung Yucatan Mexico yang disebut Kawah Chicxulub. Unsur Iridium langka ditemukan di Bumi, tetapi berlimpah di extra-terrestrial bodies seperti meteor, komet, dan asteroid. Berdasarkan lebar kawah Chicxulub, ditaksir komet/asteroid pemusnah kaum dinosaurus itu berdiameter 10 km. Karena kepunahan di K-T (Kapur-Tersier) boundary itu terbukti benar oleh extra-terrestrial impact, maka setiap periode kepunahan di Bumi selalu dihubungkan dengan hantaman komet/asteroid. David Raup, paleontologist penulis buku Extinctions : Bad Genes or Bad Luck ? (terbit awal 1990an) menyatakan begitu, memang impacts selalu disalahkan sebagai penyebab major extinctions, penyebab lain mungkin ada, tetapi tak dominant. Apakah benar begitu ? Paling tidak, di dalam 500 juta tahun terakhir ini bisa kita catat telah terjadi lima kali kepunahan massal yang besar : (1) pada 443 Ma (ujung Ordovisium), (2) pada 374 Ma (ujung Devon), (3) pada 251 Ma (ujung Perem), (4) pada 201 Ma (ujung Trias),dan (5) pada 65 Ma (ujung Kapur). Kepunahan pada 251 Ma (ujung Perem atau ujung Paleozoikum) adalah kepunahan terbesar yang menghapus 90 % penghuni lautan dan 70 % penghuni daratan bahkan sampai sekecil serangga pun. Kepunahan ujung Perem adalah great dying atau the mother of mass extinctions tulis Douglas Erwin di majalah Scientific American edisi Juli 1996. Apakah kepunahan Permian ini juga akibat asteroid impact ? Peter Ward, profesor biology-earth and space sciences dari University of Washington melaporkan penemuan baru tentang kepunahan masal terbesar di ujung Permian ini (Scientific American, Oktober 2006, p. 42-49). Lima tahun lalu, sekelompok ahli geologi dan ahli kimia organik mulai mempelajari