Re: [iagi-net-l] Impact from the Deep : Pandangan Baru Kepunahan Massal dalam Sejarah Bumi

2006-11-17 Terurut Topik Snow White
Dear Pak Awang,

Kalau memang jawabannya ada di geochemical carbon cycle, mengapa tiap tahun 
kadar CO2 tetap bertambah, apakah berarti tidak ada keseimbangan antara pasokan 
dan berkurangnya CO2 di atmosfer. Setahu saya, di eropa, di norwegia, ada 
semacam penalty untuk perusahaan oil and gas, dalam hal ini yang saya pernah 
dengar adalah Statoil (salah satu gas field-nya Sleipner), kalo melepaskan CO2 
ke atmosfer hasil dari gas fieldnya akan kena penalty yang sangat2 besar, 
sehingga mereka memilih CO2 sequestration yang costnya lebih murah daripada 
membayar penalty tersebut and saat yang bersamaan bisa di pake untuk EGR. 
Mungkin cycle seperti ini terus berlangsung ya Pak, karena sourcenya macam2, 
terbanyak mungkin hasil atau product dari pemakaian energi fossil.


Salam,
Putri


- Original Message 
From: Awang Harun Satyana [EMAIL PROTECTED]
To: iagi-net@iagi.or.id
Sent: Friday, November 17, 2006 3:20:47 PM
Subject: RE: [iagi-net-l] Impact from the Deep : Pandangan Baru Kepunahan 
Massal dalam Sejarah Bumi


Pak Rovicky,

Pertanyaan bagus, kelihatannya jawabannya ada di geochemical carbon
cycle : di mana pasokan CO2 ke atmosfer akan diimbangi oleh berkurangnya
CO2 di atmosfer. CO2 di atmosfer yang berlimpah akan mengecil lagi via: 
(1) proses fotosintesis oleh tanaman yang muncul kembali sesudah
kepunahan masal terjadi, 
(2) transformasi silikat menjadi karbonat (CO2 + CaSiO3 --- CaCo3 +
SiO2), 
(3)carbonate rock weathering (CO2 + H2O + CaCO3 ---Ca2+ + 2HCO3-), dan 
(4) silicate rock weathering (2CO2 + H2O + CaSiO3 --- Ca2+ + 2HCO3- +
SiO2)  

Misalnya setelah kepunahan ujung Permian itu, di awal Trias ditemukan
pertumbuhan pertama rugose corals dan hexa corals yang berlimpah. Bahan
dasar koral ini a.l adalah CO2 di atmosfer.

Salam,
awang

-Original Message-
From: Rovicky Dwi Putrohari [mailto:[EMAIL PROTECTED] 
Sent: Friday, November 17, 2006 1:46 PM
To: iagi-net@iagi.or.id
Subject: Re: [iagi-net-l] Impact from the Deep : Pandangan Baru
Kepunahan Massal dalam Sejarah Bumi

Kalau boleh nambah pertanyaan .. :)
Mekanisme alamiahnya seperti apa yang menjadikan kadar CO2 ini
akhirnya mengecil dengan sendirinya ya ?

RDP

On 11/17/06, Snow White [EMAIL PROTECTED] wrote:
 Dear Pak Awang,

 Sangat menarik membaca uraian Pak Awang tentang Impact from the
Deep. Mengutip alinea terakhir tentang kadar CO2 yang cukup tinggi saat
ini, kenaikan pertahunnya dan hubungannya dengan mekanisme pemusnahan
kehidupan, apakah ada tindakan lebih lanjut untuk mengurangi kadar CO2
di atmosfere terutama yang datangnya dari gas fields dimana kandungan
CO2nya cukup significant, apakah ada tindak lanjut mekanisme penyimpanan
CO2 (CO2 sequestration) akan dilakukan setidaknya dipikirkan pemerintah
di masa yang akan datang, at least membantu mengurangi effect dari CO2,
salah satunya global warming?

 Terima Kasih.

 Salam,
 Putri

 - Original Message 
 From: Awang Satyana [EMAIL PROTECTED]
 To: iagi-net@iagi.or.id; [EMAIL PROTECTED]
 Sent: Friday, November 17, 2006 9:06:03 AM
 Subject: [iagi-net-l] Impact from the Deep : Pandangan Baru
Kepunahan Massal dalam Sejarah Bumi


 Deep Impact kita tahu adalah judul sebuah film terkenal yang
menceritakan bagaimana sebuah komet/asteroid bisa memunahkan kehidupan
di Bumi. Tetapi, Impact from the Deep adalah judul sebuah teori baru
yang pada intinya menyatakan bahwa kepunahan masal justru datang dari
Bumi sendiri.

   Kepunahan massal (mass extinction) selalu menarik untuk dikaji.
Telah cukup banyak buku dan artikel ilmiah ditulis untuk menampung
argumen-argumen yang ada. Simposium khusus pun telah beberapa kali
diadakan, terutama setelah teori Alvarez dikemukakan pada tahun 1980.
Walter dan Luis Alvarez, pasangan anak-bapak (anaknya ahli geologi,
bapaknya ahli fisika) mengemukakan teori bahwa dinosaurus punah pada
Kapur Akhir 65 Ma (million years ago) akibat Bumi dihantam sebuah komet
(deep impact). Teori ini kemudian terbukti benar karena banyak bukti
fisik di lapangan ditemukan akibat benturan itu : a.l. (1) lapisan
iridium ditemukan di mana-mana di seluruh dunia pada lapisan berumur 65
Ma (di Indonesia belum ada yang menelitinya), (2) impact debris,
termasuk semua batuan dengan ciri petrografi pressure-shocked tersebar
di seputar globe (3) kawah benturan (impact crater) berumur 65 Ma
ditemukan terkubur di Semenanjung Yucatan Mexico yang disebut Kawah
Chicxulub. Unsur Iridium langka
 ditemukan di Bumi, tetapi berlimpah di extra-terrestrial bodies
seperti meteor, komet, dan asteroid. Berdasarkan lebar kawah Chicxulub,
ditaksir komet/asteroid pemusnah kaum dinosaurus itu berdiameter 10 km.

   Karena kepunahan di K-T (Kapur-Tersier) boundary itu terbukti benar
oleh extra-terrestrial impact, maka setiap periode kepunahan di Bumi
selalu dihubungkan dengan hantaman komet/asteroid. David Raup,
paleontologist penulis buku Extinctions : Bad Genes or Bad Luck ? 
(terbit awal 1990an) menyatakan begitu, memang impacts selalu disalahkan
sebagai penyebab major extinctions

RE: [iagi-net-l] Impact from the Deep : Pandangan Baru Kepunahan Massal dalam Sejarah Bumi

2006-11-17 Terurut Topik Awang Harun Satyana
Dear Putri,

Kalau siklus di geochemical carbon cycle itu makan waktu lama, waktunya
selama erosi batuan-transportasi-sedimentasi-litifikasi batuan, itu kan
bisa selama jutaan tahun. Waktu ujung Permian saja kadar CO2 di atmosfer
3000 ppm - tertinggi selama sejarah Bumi dan kembali ke normal seperti
sekarang -sekitar 300 ppm - butuh sekitar 10-15 juta tahun. Nah, tentu
ini amat tak sebanding dengan umur produksi lapangan gas kan, maka
efeknya sulit dilihat.

Salam,
awang

-Original Message-
From: Snow White [mailto:[EMAIL PROTECTED] 
Sent: Friday, November 17, 2006 4:39 PM
To: iagi-net@iagi.or.id
Subject: Re: [iagi-net-l] Impact from the Deep : Pandangan Baru
Kepunahan Massal dalam Sejarah Bumi

Dear Pak Awang,

Kalau memang jawabannya ada di geochemical carbon cycle, mengapa tiap
tahun kadar CO2 tetap bertambah, apakah berarti tidak ada keseimbangan
antara pasokan dan berkurangnya CO2 di atmosfer. Setahu saya, di eropa,
di norwegia, ada semacam penalty untuk perusahaan oil and gas, dalam hal
ini yang saya pernah dengar adalah Statoil (salah satu gas field-nya
Sleipner), kalo melepaskan CO2 ke atmosfer hasil dari gas fieldnya akan
kena penalty yang sangat2 besar, sehingga mereka memilih CO2
sequestration yang costnya lebih murah daripada membayar penalty
tersebut and saat yang bersamaan bisa di pake untuk EGR. Mungkin cycle
seperti ini terus berlangsung ya Pak, karena sourcenya macam2, terbanyak
mungkin hasil atau product dari pemakaian energi fossil.


Salam,
Putri


- Original Message 
From: Awang Harun Satyana [EMAIL PROTECTED]
To: iagi-net@iagi.or.id
Sent: Friday, November 17, 2006 3:20:47 PM
Subject: RE: [iagi-net-l] Impact from the Deep : Pandangan Baru
Kepunahan Massal dalam Sejarah Bumi


Pak Rovicky,

Pertanyaan bagus, kelihatannya jawabannya ada di geochemical carbon
cycle : di mana pasokan CO2 ke atmosfer akan diimbangi oleh berkurangnya
CO2 di atmosfer. CO2 di atmosfer yang berlimpah akan mengecil lagi via: 
(1) proses fotosintesis oleh tanaman yang muncul kembali sesudah
kepunahan masal terjadi, 
(2) transformasi silikat menjadi karbonat (CO2 + CaSiO3 --- CaCo3 +
SiO2), 
(3)carbonate rock weathering (CO2 + H2O + CaCO3 ---Ca2+ + 2HCO3-), dan 
(4) silicate rock weathering (2CO2 + H2O + CaSiO3 --- Ca2+ + 2HCO3- +
SiO2)  

Misalnya setelah kepunahan ujung Permian itu, di awal Trias ditemukan
pertumbuhan pertama rugose corals dan hexa corals yang berlimpah. Bahan
dasar koral ini a.l adalah CO2 di atmosfer.

Salam,
awang

-Original Message-
From: Rovicky Dwi Putrohari [mailto:[EMAIL PROTECTED] 
Sent: Friday, November 17, 2006 1:46 PM
To: iagi-net@iagi.or.id
Subject: Re: [iagi-net-l] Impact from the Deep : Pandangan Baru
Kepunahan Massal dalam Sejarah Bumi

Kalau boleh nambah pertanyaan .. :)
Mekanisme alamiahnya seperti apa yang menjadikan kadar CO2 ini
akhirnya mengecil dengan sendirinya ya ?

RDP

On 11/17/06, Snow White [EMAIL PROTECTED] wrote:
 Dear Pak Awang,

 Sangat menarik membaca uraian Pak Awang tentang Impact from the
Deep. Mengutip alinea terakhir tentang kadar CO2 yang cukup tinggi saat
ini, kenaikan pertahunnya dan hubungannya dengan mekanisme pemusnahan
kehidupan, apakah ada tindakan lebih lanjut untuk mengurangi kadar CO2
di atmosfere terutama yang datangnya dari gas fields dimana kandungan
CO2nya cukup significant, apakah ada tindak lanjut mekanisme penyimpanan
CO2 (CO2 sequestration) akan dilakukan setidaknya dipikirkan pemerintah
di masa yang akan datang, at least membantu mengurangi effect dari CO2,
salah satunya global warming?

 Terima Kasih.

 Salam,
 Putri

 - Original Message 
 From: Awang Satyana [EMAIL PROTECTED]
 To: iagi-net@iagi.or.id; [EMAIL PROTECTED]
 Sent: Friday, November 17, 2006 9:06:03 AM
 Subject: [iagi-net-l] Impact from the Deep : Pandangan Baru
Kepunahan Massal dalam Sejarah Bumi


 Deep Impact kita tahu adalah judul sebuah film terkenal yang
menceritakan bagaimana sebuah komet/asteroid bisa memunahkan kehidupan
di Bumi. Tetapi, Impact from the Deep adalah judul sebuah teori baru
yang pada intinya menyatakan bahwa kepunahan masal justru datang dari
Bumi sendiri.

   Kepunahan massal (mass extinction) selalu menarik untuk dikaji.
Telah cukup banyak buku dan artikel ilmiah ditulis untuk menampung
argumen-argumen yang ada. Simposium khusus pun telah beberapa kali
diadakan, terutama setelah teori Alvarez dikemukakan pada tahun 1980.
Walter dan Luis Alvarez, pasangan anak-bapak (anaknya ahli geologi,
bapaknya ahli fisika) mengemukakan teori bahwa dinosaurus punah pada
Kapur Akhir 65 Ma (million years ago) akibat Bumi dihantam sebuah komet
(deep impact). Teori ini kemudian terbukti benar karena banyak bukti
fisik di lapangan ditemukan akibat benturan itu : a.l. (1) lapisan
iridium ditemukan di mana-mana di seluruh dunia pada lapisan berumur 65
Ma (di Indonesia belum ada yang menelitinya), (2) impact debris,
termasuk semua batuan dengan ciri petrografi pressure-shocked tersebar
di seputar globe (3) kawah benturan (impact crater

Re: [iagi-net-l] Impact from the Deep : Pandangan Baru Kepunahan Massal dalam Sejarah Bumi

2006-11-16 Terurut Topik Snow White
Dear Pak Awang,

Sangat menarik membaca uraian Pak Awang tentang Impact from the Deep. 
Mengutip alinea terakhir tentang kadar CO2 yang cukup tinggi saat ini, kenaikan 
pertahunnya dan hubungannya dengan mekanisme pemusnahan kehidupan, apakah ada 
tindakan lebih lanjut untuk mengurangi kadar CO2 di atmosfere terutama yang 
datangnya dari gas fields dimana kandungan CO2nya cukup significant, apakah ada 
tindak lanjut mekanisme penyimpanan CO2 (CO2 sequestration) akan dilakukan 
setidaknya dipikirkan pemerintah di masa yang akan datang, at least membantu 
mengurangi effect dari CO2, salah satunya global warming?

Terima Kasih.

Salam,
Putri

- Original Message 
From: Awang Satyana [EMAIL PROTECTED]
To: iagi-net@iagi.or.id; [EMAIL PROTECTED]
Sent: Friday, November 17, 2006 9:06:03 AM
Subject: [iagi-net-l] Impact from the Deep : Pandangan Baru Kepunahan Massal 
dalam Sejarah Bumi


“Deep Impact” kita tahu adalah judul sebuah film terkenal yang menceritakan 
bagaimana sebuah komet/asteroid bisa memunahkan kehidupan di Bumi. Tetapi, 
“Impact from the Deep” adalah judul sebuah teori baru yang pada intinya 
menyatakan bahwa kepunahan masal justru datang dari Bumi sendiri. 
   
  Kepunahan massal (mass extinction) selalu menarik untuk dikaji. Telah cukup 
banyak buku dan artikel ilmiah ditulis untuk menampung argumen-argumen yang 
ada. Simposium khusus pun telah beberapa kali diadakan, terutama setelah teori 
Alvarez dikemukakan pada tahun 1980. Walter dan Luis Alvarez, pasangan 
anak-bapak (anaknya ahli geologi, bapaknya ahli fisika) mengemukakan teori 
bahwa dinosaurus punah pada Kapur Akhir 65 Ma (million years ago) akibat Bumi 
dihantam sebuah komet (deep impact). Teori ini kemudian terbukti benar karena 
banyak bukti fisik di lapangan ditemukan akibat benturan itu : a.l. (1) lapisan 
iridium ditemukan di mana-mana di seluruh dunia pada lapisan berumur 65 Ma (di 
Indonesia belum ada yang menelitinya), (2) impact debris, termasuk semua batuan 
dengan ciri petrografi pressure-shocked tersebar di seputar globe (3) kawah 
benturan (impact crater) berumur 65 Ma ditemukan terkubur di Semenanjung 
Yucatan Mexico yang disebut Kawah Chicxulub. Unsur Iridium langka
ditemukan di Bumi, tetapi berlimpah di extra-terrestrial bodies seperti meteor, 
komet, dan asteroid. Berdasarkan lebar kawah Chicxulub, ditaksir komet/asteroid 
pemusnah kaum dinosaurus itu berdiameter 10 km.
   
  Karena kepunahan di K-T (Kapur-Tersier) boundary itu terbukti benar oleh 
extra-terrestrial impact, maka setiap periode kepunahan di Bumi selalu 
dihubungkan dengan hantaman komet/asteroid. David Raup, paleontologist penulis 
buku “Extinctions : Bad Genes or Bad Luck ? “ (terbit awal 1990an) menyatakan 
begitu, memang impacts selalu disalahkan sebagai penyebab major extinctions, 
penyebab lain mungkin ada, tetapi tak dominant. Apakah benar begitu ? 
   
  Paling tidak, di dalam 500 juta tahun terakhir ini bisa kita catat telah 
terjadi lima kali kepunahan massal yang besar : (1) pada 443 Ma (ujung 
Ordovisium), (2) pada 374 Ma (ujung Devon), (3) pada 251 Ma (ujung Perem), (4) 
pada 201 Ma (ujung Trias),dan (5) pada 65 Ma (ujung Kapur).  Kepunahan pada 251 
Ma (ujung Perem atau ujung Paleozoikum) adalah kepunahan terbesar yang 
menghapus 90 % penghuni lautan dan 70 % penghuni daratan bahkan sampai sekecil 
serangga pun. Kepunahan ujung Perem adalah “great dying” atau “the mother of 
mass extinctions” tulis Douglas Erwin di majalah Scientific American edisi Juli 
1996. Apakah kepunahan Permian ini juga akibat asteroid impact ? Peter Ward, 
profesor biology-earth and space sciences dari University of Washington 
melaporkan penemuan baru tentang kepunahan masal terbesar di ujung Permian ini 
(Scientific American, Oktober 2006, p. 42-49).
   
  Lima tahun lalu, sekelompok ahli geologi dan ahli kimia organik mulai 
mempelajari kondisi-kondisi lingkungan pada masa-masa kritis dalam sejarah 
Bumi. Pekerjaan mereka meliputi mengekstraksi residu zat kimia dari 
lapisan-lapisan berumur tertentu berusaha mencari fosil molekuler kimiawi yang 
dikenal sebagai biomarker yang ditinggalkan organisme yang telah punah. Karena 
kuatnya, suatu biomarker masih terawetkan di sedimen2 meskipun jazad 
organismenya telah lenyap meluruh. Analisis biomarker telah biasa dilakukan di 
petroleum geochemistry. 
   
  Biomarker ini merupakan  kunci ke pengetahuan kondisi seperti apa yang 
terjadi di Bumi pada saat kehidupan suatu organisme  berlangsung. Sampling dan 
penelitian telah dilakukan pada periode-periode kepunahan masal. Dan para 
ilmuwan tersebut mendapatkan kejutan bahwa data dari periode2 mass extinction 
selain pada periode K-T boundary, selalu menunjukkan kondisi lingkungan yang 
menunjukkan bahwa lautan2 purba telah beberapa kali berada pada kondisi 
kandungan oksigen yang sangat rendah (anoxia). Bersamaan dengan kondisi ini 
ditemukan biomarker dalam jumlah besar berupa green sulfur bacteria yang bisa 
melakukan fotosintesis. Pada zaman sekarang, bakteri 

Re: [iagi-net-l] Impact from the Deep : Pandangan Baru Kepunahan Massal dalam Sejarah Bumi

2006-11-16 Terurut Topik Rovicky Dwi Putrohari

Pak Awang cerita menarik nih 
Aku post di dongengan ya ?
Punya gambar2 pendukungnya ?

Thx

RDP
==
On 11/17/06, Awang Satyana [EMAIL PROTECTED] wrote:

Deep Impact kita tahu adalah judul sebuah film terkenal yang menceritakan bagaimana 
sebuah komet/asteroid bisa memunahkan kehidupan di Bumi. Tetapi, Impact from the Deep 
adalah judul sebuah teori baru yang pada intinya menyatakan bahwa kepunahan masal justru datang 
dari Bumi sendiri.

  Kepunahan massal (mass extinction) selalu menarik untuk dikaji. Telah cukup 
banyak buku dan artikel ilmiah ditulis untuk menampung argumen-argumen yang 
ada. Simposium khusus pun telah beberapa kali diadakan, terutama setelah teori 
Alvarez dikemukakan pada tahun 1980. Walter dan Luis Alvarez, pasangan 
anak-bapak (anaknya ahli geologi, bapaknya ahli fisika) mengemukakan teori 
bahwa dinosaurus punah pada Kapur Akhir 65 Ma (million years ago) akibat Bumi 
dihantam sebuah komet (deep impact). Teori ini kemudian terbukti benar karena 
banyak bukti fisik di lapangan ditemukan akibat benturan itu : a.l. (1) lapisan 
iridium ditemukan di mana-mana di seluruh dunia pada lapisan berumur 65 Ma (di 
Indonesia belum ada yang menelitinya), (2) impact debris, termasuk semua batuan 
dengan ciri petrografi pressure-shocked tersebar di seputar globe (3) kawah 
benturan (impact crater) berumur 65 Ma ditemukan terkubur di Semenanjung 
Yucatan Mexico yang disebut Kawah Chicxulub. Unsur Iridium langka
 ditemukan di Bumi, tetapi berlimpah di extra-terrestrial bodies seperti 
meteor, komet, dan asteroid. Berdasarkan lebar kawah Chicxulub, ditaksir 
komet/asteroid pemusnah kaum dinosaurus itu berdiameter 10 km.

  Karena kepunahan di K-T (Kapur-Tersier) boundary itu terbukti benar oleh 
extra-terrestrial impact, maka setiap periode kepunahan di Bumi selalu dihubungkan dengan 
hantaman komet/asteroid. David Raup, paleontologist penulis buku Extinctions : Bad 
Genes or Bad Luck ?  (terbit awal 1990an) menyatakan begitu, memang impacts selalu 
disalahkan sebagai penyebab major extinctions, penyebab lain mungkin ada, tetapi tak 
dominant. Apakah benar begitu ?

  Paling tidak, di dalam 500 juta tahun terakhir ini bisa kita catat telah terjadi lima kali 
kepunahan massal yang besar : (1) pada 443 Ma (ujung Ordovisium), (2) pada 374 Ma (ujung Devon), 
(3) pada 251 Ma (ujung Perem), (4) pada 201 Ma (ujung Trias),dan (5) pada 65 Ma (ujung Kapur).  
Kepunahan pada 251 Ma (ujung Perem atau ujung Paleozoikum) adalah kepunahan terbesar yang menghapus 
90 % penghuni lautan dan 70 % penghuni daratan bahkan sampai sekecil serangga pun. Kepunahan ujung 
Perem adalah great dying atau the mother of mass extinctions tulis Douglas 
Erwin di majalah Scientific American edisi Juli 1996. Apakah kepunahan Permian ini juga akibat 
asteroid impact ? Peter Ward, profesor biology-earth and space sciences dari University of 
Washington melaporkan penemuan baru tentang kepunahan masal terbesar di ujung Permian ini 
(Scientific American, Oktober 2006, p. 42-49).

  Lima tahun lalu, sekelompok ahli geologi dan ahli kimia organik mulai 
mempelajari kondisi-kondisi lingkungan pada masa-masa kritis dalam sejarah 
Bumi. Pekerjaan mereka meliputi mengekstraksi residu zat kimia dari 
lapisan-lapisan berumur tertentu berusaha mencari fosil molekuler kimiawi yang 
dikenal sebagai biomarker yang ditinggalkan organisme yang telah punah. Karena 
kuatnya, suatu biomarker masih terawetkan di sedimen2 meskipun jazad 
organismenya telah lenyap meluruh. Analisis biomarker telah biasa dilakukan di 
petroleum geochemistry.

  Biomarker ini merupakan  kunci ke pengetahuan kondisi seperti apa yang 
terjadi di Bumi pada saat kehidupan suatu organisme  berlangsung. Sampling dan 
penelitian telah dilakukan pada periode-periode kepunahan masal. Dan para 
ilmuwan tersebut mendapatkan kejutan bahwa data dari periode2 mass extinction 
selain pada periode K-T boundary, selalu menunjukkan kondisi lingkungan yang 
menunjukkan bahwa lautan2 purba telah beberapa kali berada pada kondisi 
kandungan oksigen yang sangat rendah (anoxia). Bersamaan dengan kondisi ini 
ditemukan biomarker dalam jumlah besar berupa green sulfur bacteria yang bisa 
melakukan fotosintesis. Pada zaman sekarang, bakteri sejenis itu ditemukan 
berupa green-purple sulfur bacteria di tempat2 dalam laut stagnant seperti Laut 
Hitam yang mengoksidasi H2S sebagai sumber energinya dan mengubahnya menjadi 
belerang. Gas H2S adalah gas beracun bagi banyak makhluk hidup. Kelimpahan 
bakteri ini pada periode2 kepunahan massal yang seperiode dengan turunnya
 kandungan oksigen secara ekstrim telah membuka wawasan baru tentang penyebab 
kepunahan masal.

  Para ilmuwan telah tahu bahwa pada setiap periode kepunahan masal level 
oksigen selalu lebih rendah daripada biasanya. Juga, mereka tahu bahwa banyak 
volkanisme terjadi pada setiap periode kepunahan masal – volkanisme adalah 
teori tandingan asteroid impact bagi kepunahan masal. Volkanisme bisa 

RE: [iagi-net-l] Impact from the Deep : Pandangan Baru Kepunahan Massal dalam Sejarah Bumi

2006-11-16 Terurut Topik Awang Harun Satyana
Dear Putri,

Kalau mengikuti artikel2/buku2 yang saya kutip, global warming yang
akhirnya menuju ke kepunahan massal itu terjadi disebabkan volkanisme
yang menyolok meningkat. Tetapi benar bahwa kita juga bisa mengurangi
emisi CO2 ke atmosfer sebatas dalam kendali kita. Setiap lapangan gas
yang kandungan CO2-nya tinggi sekarang selalu diwajibkan menambah
fasilitas CO2 sequestration. CO2 yang menyolok tinggi seperti di Natuna
D-Alpha misalnya bisa diinjeksikan balik ke reservoir. Yang lebih
berbahaya adalah gas buangan bersifat greenhouse effect yang tak
terkontrol dari pabrik2 atau kendaraan bermotor. Kalau dari lapangan2
gas rasanya Pemerintah telah punya cukup aturan-aturan.

Salam,
awang

-Original Message-
From: Snow White [mailto:[EMAIL PROTECTED] 
Sent: Friday, November 17, 2006 9:36 AM
To: iagi-net@iagi.or.id
Subject: Re: [iagi-net-l] Impact from the Deep : Pandangan Baru
Kepunahan Massal dalam Sejarah Bumi

Dear Pak Awang,

Sangat menarik membaca uraian Pak Awang tentang Impact from the Deep.
Mengutip alinea terakhir tentang kadar CO2 yang cukup tinggi saat ini,
kenaikan pertahunnya dan hubungannya dengan mekanisme pemusnahan
kehidupan, apakah ada tindakan lebih lanjut untuk mengurangi kadar CO2
di atmosfere terutama yang datangnya dari gas fields dimana kandungan
CO2nya cukup significant, apakah ada tindak lanjut mekanisme penyimpanan
CO2 (CO2 sequestration) akan dilakukan setidaknya dipikirkan pemerintah
di masa yang akan datang, at least membantu mengurangi effect dari CO2,
salah satunya global warming?

Terima Kasih.

Salam,
Putri

- Original Message 
From: Awang Satyana [EMAIL PROTECTED]
To: iagi-net@iagi.or.id; [EMAIL PROTECTED]
Sent: Friday, November 17, 2006 9:06:03 AM
Subject: [iagi-net-l] Impact from the Deep : Pandangan Baru Kepunahan
Massal dalam Sejarah Bumi


Deep Impact kita tahu adalah judul sebuah film terkenal yang
menceritakan bagaimana sebuah komet/asteroid bisa memunahkan kehidupan
di Bumi. Tetapi, Impact from the Deep adalah judul sebuah teori baru
yang pada intinya menyatakan bahwa kepunahan masal justru datang dari
Bumi sendiri. 
   
  Kepunahan massal (mass extinction) selalu menarik untuk dikaji. Telah
cukup banyak buku dan artikel ilmiah ditulis untuk menampung
argumen-argumen yang ada. Simposium khusus pun telah beberapa kali
diadakan, terutama setelah teori Alvarez dikemukakan pada tahun 1980.
Walter dan Luis Alvarez, pasangan anak-bapak (anaknya ahli geologi,
bapaknya ahli fisika) mengemukakan teori bahwa dinosaurus punah pada
Kapur Akhir 65 Ma (million years ago) akibat Bumi dihantam sebuah komet
(deep impact). Teori ini kemudian terbukti benar karena banyak bukti
fisik di lapangan ditemukan akibat benturan itu : a.l. (1) lapisan
iridium ditemukan di mana-mana di seluruh dunia pada lapisan berumur 65
Ma (di Indonesia belum ada yang menelitinya), (2) impact debris,
termasuk semua batuan dengan ciri petrografi pressure-shocked tersebar
di seputar globe (3) kawah benturan (impact crater) berumur 65 Ma
ditemukan terkubur di Semenanjung Yucatan Mexico yang disebut Kawah
Chicxulub. Unsur Iridium langka
ditemukan di Bumi, tetapi berlimpah di extra-terrestrial bodies seperti
meteor, komet, dan asteroid. Berdasarkan lebar kawah Chicxulub, ditaksir
komet/asteroid pemusnah kaum dinosaurus itu berdiameter 10 km.
   
  Karena kepunahan di K-T (Kapur-Tersier) boundary itu terbukti benar
oleh extra-terrestrial impact, maka setiap periode kepunahan di Bumi
selalu dihubungkan dengan hantaman komet/asteroid. David Raup,
paleontologist penulis buku Extinctions : Bad Genes or Bad Luck ? 
(terbit awal 1990an) menyatakan begitu, memang impacts selalu disalahkan
sebagai penyebab major extinctions, penyebab lain mungkin ada, tetapi
tak dominant. Apakah benar begitu ? 
   
  Paling tidak, di dalam 500 juta tahun terakhir ini bisa kita catat
telah terjadi lima kali kepunahan massal yang besar : (1) pada 443 Ma
(ujung Ordovisium), (2) pada 374 Ma (ujung Devon), (3) pada 251 Ma
(ujung Perem), (4) pada 201 Ma (ujung Trias),dan (5) pada 65 Ma (ujung
Kapur).  Kepunahan pada 251 Ma (ujung Perem atau ujung Paleozoikum)
adalah kepunahan terbesar yang menghapus 90 % penghuni lautan dan 70 %
penghuni daratan bahkan sampai sekecil serangga pun. Kepunahan ujung
Perem adalah great dying atau the mother of mass extinctions tulis
Douglas Erwin di majalah Scientific American edisi Juli 1996. Apakah
kepunahan Permian ini juga akibat asteroid impact ? Peter Ward, profesor
biology-earth and space sciences dari University of Washington
melaporkan penemuan baru tentang kepunahan masal terbesar di ujung
Permian ini (Scientific American, Oktober 2006, p. 42-49).
   
  Lima tahun lalu, sekelompok ahli geologi dan ahli kimia organik mulai
mempelajari kondisi-kondisi lingkungan pada masa-masa kritis dalam
sejarah Bumi. Pekerjaan mereka meliputi mengekstraksi residu zat kimia
dari lapisan-lapisan berumur tertentu berusaha mencari fosil molekuler
kimiawi yang dikenal sebagai biomarker yang ditinggalkan

Re: [iagi-net-l] Impact from the Deep : Pandangan Baru Kepunahan Massal dalam Sejarah Bumi

2006-11-16 Terurut Topik Snow White
Dear Pak Awang,

Terima kasih sekali atas informasinya Pak. Saya curious aja, soalnya selama ini 
publikasi ttg CO2 sequestration datengnya dari US and Europe (weyburn, frio, 
sleipner), dan saya belum pernah melihat any publikasi atau research coming 
from Natuna D-Alpha field, dan sejauh mana implementasinya. Kalau ada dan tidak 
confidential, boleh di copy ke saya Pak?

Terima Kasih.

Salam,
Putri

- Original Message 
From: Awang Harun Satyana [EMAIL PROTECTED]
To: iagi-net@iagi.or.id
Sent: Friday, November 17, 2006 1:20:15 PM
Subject: RE: [iagi-net-l] Impact from the Deep : Pandangan Baru Kepunahan 
Massal dalam Sejarah Bumi


Dear Putri,

Kalau mengikuti artikel2/buku2 yang saya kutip, global warming yang
akhirnya menuju ke kepunahan massal itu terjadi disebabkan volkanisme
yang menyolok meningkat. Tetapi benar bahwa kita juga bisa mengurangi
emisi CO2 ke atmosfer sebatas dalam kendali kita. Setiap lapangan gas
yang kandungan CO2-nya tinggi sekarang selalu diwajibkan menambah
fasilitas CO2 sequestration. CO2 yang menyolok tinggi seperti di Natuna
D-Alpha misalnya bisa diinjeksikan balik ke reservoir. Yang lebih
berbahaya adalah gas buangan bersifat greenhouse effect yang tak
terkontrol dari pabrik2 atau kendaraan bermotor. Kalau dari lapangan2
gas rasanya Pemerintah telah punya cukup aturan-aturan.

Salam,
awang

-Original Message-
From: Snow White [mailto:[EMAIL PROTECTED] 
Sent: Friday, November 17, 2006 9:36 AM
To: iagi-net@iagi.or.id
Subject: Re: [iagi-net-l] Impact from the Deep : Pandangan Baru
Kepunahan Massal dalam Sejarah Bumi

Dear Pak Awang,

Sangat menarik membaca uraian Pak Awang tentang Impact from the Deep.
Mengutip alinea terakhir tentang kadar CO2 yang cukup tinggi saat ini,
kenaikan pertahunnya dan hubungannya dengan mekanisme pemusnahan
kehidupan, apakah ada tindakan lebih lanjut untuk mengurangi kadar CO2
di atmosfere terutama yang datangnya dari gas fields dimana kandungan
CO2nya cukup significant, apakah ada tindak lanjut mekanisme penyimpanan
CO2 (CO2 sequestration) akan dilakukan setidaknya dipikirkan pemerintah
di masa yang akan datang, at least membantu mengurangi effect dari CO2,
salah satunya global warming?

Terima Kasih.

Salam,
Putri

- Original Message 
From: Awang Satyana [EMAIL PROTECTED]
To: iagi-net@iagi.or.id; [EMAIL PROTECTED]
Sent: Friday, November 17, 2006 9:06:03 AM
Subject: [iagi-net-l] Impact from the Deep : Pandangan Baru Kepunahan
Massal dalam Sejarah Bumi


Deep Impact kita tahu adalah judul sebuah film terkenal yang
menceritakan bagaimana sebuah komet/asteroid bisa memunahkan kehidupan
di Bumi. Tetapi, Impact from the Deep adalah judul sebuah teori baru
yang pada intinya menyatakan bahwa kepunahan masal justru datang dari
Bumi sendiri. 
   
  Kepunahan massal (mass extinction) selalu menarik untuk dikaji. Telah
cukup banyak buku dan artikel ilmiah ditulis untuk menampung
argumen-argumen yang ada. Simposium khusus pun telah beberapa kali
diadakan, terutama setelah teori Alvarez dikemukakan pada tahun 1980.
Walter dan Luis Alvarez, pasangan anak-bapak (anaknya ahli geologi,
bapaknya ahli fisika) mengemukakan teori bahwa dinosaurus punah pada
Kapur Akhir 65 Ma (million years ago) akibat Bumi dihantam sebuah komet
(deep impact). Teori ini kemudian terbukti benar karena banyak bukti
fisik di lapangan ditemukan akibat benturan itu : a.l. (1) lapisan
iridium ditemukan di mana-mana di seluruh dunia pada lapisan berumur 65
Ma (di Indonesia belum ada yang menelitinya), (2) impact debris,
termasuk semua batuan dengan ciri petrografi pressure-shocked tersebar
di seputar globe (3) kawah benturan (impact crater) berumur 65 Ma
ditemukan terkubur di Semenanjung Yucatan Mexico yang disebut Kawah
Chicxulub. Unsur Iridium langka
ditemukan di Bumi, tetapi berlimpah di extra-terrestrial bodies seperti
meteor, komet, dan asteroid. Berdasarkan lebar kawah Chicxulub, ditaksir
komet/asteroid pemusnah kaum dinosaurus itu berdiameter 10 km.
   
  Karena kepunahan di K-T (Kapur-Tersier) boundary itu terbukti benar
oleh extra-terrestrial impact, maka setiap periode kepunahan di Bumi
selalu dihubungkan dengan hantaman komet/asteroid. David Raup,
paleontologist penulis buku Extinctions : Bad Genes or Bad Luck ? 
(terbit awal 1990an) menyatakan begitu, memang impacts selalu disalahkan
sebagai penyebab major extinctions, penyebab lain mungkin ada, tetapi
tak dominant. Apakah benar begitu ? 
   
  Paling tidak, di dalam 500 juta tahun terakhir ini bisa kita catat
telah terjadi lima kali kepunahan massal yang besar : (1) pada 443 Ma
(ujung Ordovisium), (2) pada 374 Ma (ujung Devon), (3) pada 251 Ma
(ujung Perem), (4) pada 201 Ma (ujung Trias),dan (5) pada 65 Ma (ujung
Kapur).  Kepunahan pada 251 Ma (ujung Perem atau ujung Paleozoikum)
adalah kepunahan terbesar yang menghapus 90 % penghuni lautan dan 70 %
penghuni daratan bahkan sampai sekecil serangga pun. Kepunahan ujung
Perem adalah great dying atau the mother of mass extinctions tulis
Douglas Erwin di majalah

RE: [iagi-net-l] Impact from the Deep : Pandangan Baru Kepunahan Massal dalam Sejarah Bumi

2006-11-16 Terurut Topik Awang Harun Satyana
Pak Rovicky, 

Boleh, silahkan dimuat di dongengan, nanti gambar2nya saya kirim ya,
lagi di-scan dulu.

Salam,
awang

-Original Message-
From: Rovicky Dwi Putrohari [mailto:[EMAIL PROTECTED] 
Sent: Friday, November 17, 2006 10:19 AM
To: iagi-net@iagi.or.id
Subject: Re: [iagi-net-l] Impact from the Deep : Pandangan Baru
Kepunahan Massal dalam Sejarah Bumi

Pak Awang cerita menarik nih 
Aku post di dongengan ya ?
Punya gambar2 pendukungnya ?

Thx

RDP
==
On 11/17/06, Awang Satyana [EMAIL PROTECTED] wrote:
 Deep Impact kita tahu adalah judul sebuah film terkenal yang
menceritakan bagaimana sebuah komet/asteroid bisa memunahkan kehidupan
di Bumi. Tetapi, Impact from the Deep adalah judul sebuah teori baru
yang pada intinya menyatakan bahwa kepunahan masal justru datang dari
Bumi sendiri.

   Kepunahan massal (mass extinction) selalu menarik untuk dikaji.
Telah cukup banyak buku dan artikel ilmiah ditulis untuk menampung
argumen-argumen yang ada. Simposium khusus pun telah beberapa kali
diadakan, terutama setelah teori Alvarez dikemukakan pada tahun 1980.
Walter dan Luis Alvarez, pasangan anak-bapak (anaknya ahli geologi,
bapaknya ahli fisika) mengemukakan teori bahwa dinosaurus punah pada
Kapur Akhir 65 Ma (million years ago) akibat Bumi dihantam sebuah komet
(deep impact). Teori ini kemudian terbukti benar karena banyak bukti
fisik di lapangan ditemukan akibat benturan itu : a.l. (1) lapisan
iridium ditemukan di mana-mana di seluruh dunia pada lapisan berumur 65
Ma (di Indonesia belum ada yang menelitinya), (2) impact debris,
termasuk semua batuan dengan ciri petrografi pressure-shocked tersebar
di seputar globe (3) kawah benturan (impact crater) berumur 65 Ma
ditemukan terkubur di Semenanjung Yucatan Mexico yang disebut Kawah
Chicxulub. Unsur Iridium langka
  ditemukan di Bumi, tetapi berlimpah di extra-terrestrial bodies
seperti meteor, komet, dan asteroid. Berdasarkan lebar kawah Chicxulub,
ditaksir komet/asteroid pemusnah kaum dinosaurus itu berdiameter 10 km.

   Karena kepunahan di K-T (Kapur-Tersier) boundary itu terbukti benar
oleh extra-terrestrial impact, maka setiap periode kepunahan di Bumi
selalu dihubungkan dengan hantaman komet/asteroid. David Raup,
paleontologist penulis buku Extinctions : Bad Genes or Bad Luck ? 
(terbit awal 1990an) menyatakan begitu, memang impacts selalu disalahkan
sebagai penyebab major extinctions, penyebab lain mungkin ada, tetapi
tak dominant. Apakah benar begitu ?

   Paling tidak, di dalam 500 juta tahun terakhir ini bisa kita catat
telah terjadi lima kali kepunahan massal yang besar : (1) pada 443 Ma
(ujung Ordovisium), (2) pada 374 Ma (ujung Devon), (3) pada 251 Ma
(ujung Perem), (4) pada 201 Ma (ujung Trias),dan (5) pada 65 Ma (ujung
Kapur).  Kepunahan pada 251 Ma (ujung Perem atau ujung Paleozoikum)
adalah kepunahan terbesar yang menghapus 90 % penghuni lautan dan 70 %
penghuni daratan bahkan sampai sekecil serangga pun. Kepunahan ujung
Perem adalah great dying atau the mother of mass extinctions tulis
Douglas Erwin di majalah Scientific American edisi Juli 1996. Apakah
kepunahan Permian ini juga akibat asteroid impact ? Peter Ward, profesor
biology-earth and space sciences dari University of Washington
melaporkan penemuan baru tentang kepunahan masal terbesar di ujung
Permian ini (Scientific American, Oktober 2006, p. 42-49).

   Lima tahun lalu, sekelompok ahli geologi dan ahli kimia organik
mulai mempelajari kondisi-kondisi lingkungan pada masa-masa kritis dalam
sejarah Bumi. Pekerjaan mereka meliputi mengekstraksi residu zat kimia
dari lapisan-lapisan berumur tertentu berusaha mencari fosil molekuler
kimiawi yang dikenal sebagai biomarker yang ditinggalkan organisme yang
telah punah. Karena kuatnya, suatu biomarker masih terawetkan di
sedimen2 meskipun jazad organismenya telah lenyap meluruh. Analisis
biomarker telah biasa dilakukan di petroleum geochemistry.

   Biomarker ini merupakan  kunci ke pengetahuan kondisi seperti apa
yang terjadi di Bumi pada saat kehidupan suatu organisme  berlangsung.
Sampling dan penelitian telah dilakukan pada periode-periode kepunahan
masal. Dan para ilmuwan tersebut mendapatkan kejutan bahwa data dari
periode2 mass extinction selain pada periode K-T boundary, selalu
menunjukkan kondisi lingkungan yang menunjukkan bahwa lautan2 purba
telah beberapa kali berada pada kondisi kandungan oksigen yang sangat
rendah (anoxia). Bersamaan dengan kondisi ini ditemukan biomarker dalam
jumlah besar berupa green sulfur bacteria yang bisa melakukan
fotosintesis. Pada zaman sekarang, bakteri sejenis itu ditemukan berupa
green-purple sulfur bacteria di tempat2 dalam laut stagnant seperti Laut
Hitam yang mengoksidasi H2S sebagai sumber energinya dan mengubahnya
menjadi belerang. Gas H2S adalah gas beracun bagi banyak makhluk hidup.
Kelimpahan bakteri ini pada periode2 kepunahan massal yang seperiode
dengan turunnya
  kandungan oksigen secara ekstrim telah membuka wawasan baru tentang
penyebab

Re: [iagi-net-l] Impact from the Deep : Pandangan Baru Kepunahan Massal dalam Sejarah Bumi

2006-11-16 Terurut Topik Rovicky Dwi Putrohari

Kalau boleh nambah pertanyaan .. :)
Mekanisme alamiahnya seperti apa yang menjadikan kadar CO2 ini
akhirnya mengecil dengan sendirinya ya ?

RDP

On 11/17/06, Snow White [EMAIL PROTECTED] wrote:

Dear Pak Awang,

Sangat menarik membaca uraian Pak Awang tentang Impact from the Deep. 
Mengutip alinea terakhir tentang kadar CO2 yang cukup tinggi saat ini, kenaikan 
pertahunnya dan hubungannya dengan mekanisme pemusnahan kehidupan, apakah ada tindakan 
lebih lanjut untuk mengurangi kadar CO2 di atmosfere terutama yang datangnya dari gas 
fields dimana kandungan CO2nya cukup significant, apakah ada tindak lanjut mekanisme 
penyimpanan CO2 (CO2 sequestration) akan dilakukan setidaknya dipikirkan pemerintah di 
masa yang akan datang, at least membantu mengurangi effect dari CO2, salah satunya global 
warming?

Terima Kasih.

Salam,
Putri

- Original Message 
From: Awang Satyana [EMAIL PROTECTED]
To: iagi-net@iagi.or.id; [EMAIL PROTECTED]
Sent: Friday, November 17, 2006 9:06:03 AM
Subject: [iagi-net-l] Impact from the Deep : Pandangan Baru Kepunahan Massal 
dalam Sejarah Bumi


Deep Impact kita tahu adalah judul sebuah film terkenal yang menceritakan bagaimana 
sebuah komet/asteroid bisa memunahkan kehidupan di Bumi. Tetapi, Impact from the Deep 
adalah judul sebuah teori baru yang pada intinya menyatakan bahwa kepunahan masal justru datang 
dari Bumi sendiri.

  Kepunahan massal (mass extinction) selalu menarik untuk dikaji. Telah cukup 
banyak buku dan artikel ilmiah ditulis untuk menampung argumen-argumen yang 
ada. Simposium khusus pun telah beberapa kali diadakan, terutama setelah teori 
Alvarez dikemukakan pada tahun 1980. Walter dan Luis Alvarez, pasangan 
anak-bapak (anaknya ahli geologi, bapaknya ahli fisika) mengemukakan teori 
bahwa dinosaurus punah pada Kapur Akhir 65 Ma (million years ago) akibat Bumi 
dihantam sebuah komet (deep impact). Teori ini kemudian terbukti benar karena 
banyak bukti fisik di lapangan ditemukan akibat benturan itu : a.l. (1) lapisan 
iridium ditemukan di mana-mana di seluruh dunia pada lapisan berumur 65 Ma (di 
Indonesia belum ada yang menelitinya), (2) impact debris, termasuk semua batuan 
dengan ciri petrografi pressure-shocked tersebar di seputar globe (3) kawah 
benturan (impact crater) berumur 65 Ma ditemukan terkubur di Semenanjung 
Yucatan Mexico yang disebut Kawah Chicxulub. Unsur Iridium langka
ditemukan di Bumi, tetapi berlimpah di extra-terrestrial bodies seperti meteor, 
komet, dan asteroid. Berdasarkan lebar kawah Chicxulub, ditaksir komet/asteroid 
pemusnah kaum dinosaurus itu berdiameter 10 km.

  Karena kepunahan di K-T (Kapur-Tersier) boundary itu terbukti benar oleh 
extra-terrestrial impact, maka setiap periode kepunahan di Bumi selalu dihubungkan dengan 
hantaman komet/asteroid. David Raup, paleontologist penulis buku Extinctions : Bad 
Genes or Bad Luck ?  (terbit awal 1990an) menyatakan begitu, memang impacts selalu 
disalahkan sebagai penyebab major extinctions, penyebab lain mungkin ada, tetapi tak 
dominant. Apakah benar begitu ?

  Paling tidak, di dalam 500 juta tahun terakhir ini bisa kita catat telah terjadi lima kali 
kepunahan massal yang besar : (1) pada 443 Ma (ujung Ordovisium), (2) pada 374 Ma (ujung Devon), 
(3) pada 251 Ma (ujung Perem), (4) pada 201 Ma (ujung Trias),dan (5) pada 65 Ma (ujung Kapur).  
Kepunahan pada 251 Ma (ujung Perem atau ujung Paleozoikum) adalah kepunahan terbesar yang menghapus 
90 % penghuni lautan dan 70 % penghuni daratan bahkan sampai sekecil serangga pun. Kepunahan ujung 
Perem adalah great dying atau the mother of mass extinctions tulis Douglas 
Erwin di majalah Scientific American edisi Juli 1996. Apakah kepunahan Permian ini juga akibat 
asteroid impact ? Peter Ward, profesor biology-earth and space sciences dari University of 
Washington melaporkan penemuan baru tentang kepunahan masal terbesar di ujung Permian ini 
(Scientific American, Oktober 2006, p. 42-49).

  Lima tahun lalu, sekelompok ahli geologi dan ahli kimia organik mulai 
mempelajari kondisi-kondisi lingkungan pada masa-masa kritis dalam sejarah 
Bumi. Pekerjaan mereka meliputi mengekstraksi residu zat kimia dari 
lapisan-lapisan berumur tertentu berusaha mencari fosil molekuler kimiawi yang 
dikenal sebagai biomarker yang ditinggalkan organisme yang telah punah. Karena 
kuatnya, suatu biomarker masih terawetkan di sedimen2 meskipun jazad 
organismenya telah lenyap meluruh. Analisis biomarker telah biasa dilakukan di 
petroleum geochemistry.

  Biomarker ini merupakan  kunci ke pengetahuan kondisi seperti apa yang 
terjadi di Bumi pada saat kehidupan suatu organisme  berlangsung. Sampling dan 
penelitian telah dilakukan pada periode-periode kepunahan masal. Dan para 
ilmuwan tersebut mendapatkan kejutan bahwa data dari periode2 mass extinction 
selain pada periode K-T boundary, selalu menunjukkan kondisi lingkungan yang 
menunjukkan bahwa lautan2 purba telah beberapa kali berada pada kondisi 
kandungan oksigen yang sangat rendah 

Re: [iagi-net-l] Impact from the Deep : Pandangan Baru Kepunahan Massal dalam Sejarah Bumi

2006-11-16 Terurut Topik Muhammad Fauzi

Setahu saya Kyoto Protocol memang dimaksudkan untuk mengurangi emisi gas
rumah kaca seperti CO2 di negara-2 Industri. Disini Kyoto Protocol juga
diatur tentang jual beli emisi dengan negara yang mempunyai emisi dibawah
kuota. Kalo nggak salah Indonesia sudah mendukung protokol ini sejak 2004,
jadi bisa mendapatkan insentif. Sayangnya Amerika sebagai salah satu sebuah
negara pembuang emisi terbesar tidak bersedia mendukung protokol ini.cmiiw.

According to a press release from the United Nations Environment
Programmehttp://en.wikipedia.org/wiki/United_Nations_Environment_Programme
:
*The Kyoto Protocol is an agreement under which industrialised countries
will reduce their collective emissions of greenhouse
gaseshttp://en.wikipedia.org/wiki/Greenhouse_gasby
5.2% compared to the year 1990 (but note that, compared to the emissions
levels that would be expected by 2010 without the Protocol, this target
represents a 29% cut). The goal is to lower overall emissions of six
greenhouse gases - carbon dioxidehttp://en.wikipedia.org/wiki/Carbon_dioxide,
methane http://en.wikipedia.org/wiki/Methane, nitrous
oxidehttp://en.wikipedia.org/wiki/Nitrous_oxide,
sulfur hexafluoride
http://en.wikipedia.org/wiki/Sulfur_hexafluoride,
HFCshttp://en.wikipedia.org/wiki/Hydrofluorocarbon,
and PFCs http://en.wikipedia.org/wiki/Perfluorocarbon - calculated as an
average over the five-year period of 2008-12. National targets range from 8%
reductions for the European Union and some others to 7% for the US, 6% for
Japan, 0% for Russia, and permitted increases of 8% for Australia and 10%
for Iceland.* salam,
Fauzi


2006/11/17, Snow White [EMAIL PROTECTED]:


Dear Pak Awang,

Sangat menarik membaca uraian Pak Awang tentang Impact from the Deep.
Mengutip alinea terakhir tentang kadar CO2 yang cukup tinggi saat ini,
kenaikan pertahunnya dan hubungannya dengan mekanisme pemusnahan kehidupan,
apakah ada tindakan lebih lanjut untuk mengurangi kadar CO2 di atmosfere
terutama yang datangnya dari gas fields dimana kandungan CO2nya cukup
significant, apakah ada tindak lanjut mekanisme penyimpanan CO2 (CO2
sequestration) akan dilakukan setidaknya dipikirkan pemerintah di masa yang
akan datang, at least membantu mengurangi effect dari CO2, salah satunya
global warming?

Terima Kasih.

Salam,
Putri

- Original Message 
From: Awang Satyana [EMAIL PROTECTED]
To: iagi-net@iagi.or.id; [EMAIL PROTECTED]
Sent: Friday, November 17, 2006 9:06:03 AM
Subject: [iagi-net-l] Impact from the Deep : Pandangan Baru Kepunahan
Massal dalam Sejarah Bumi


Deep Impact kita tahu adalah judul sebuah film terkenal yang
menceritakan bagaimana sebuah komet/asteroid bisa memunahkan kehidupan di
Bumi. Tetapi, Impact from the Deep adalah judul sebuah teori baru yang
pada intinya menyatakan bahwa kepunahan masal justru datang dari Bumi
sendiri.

Kepunahan massal (mass extinction) selalu menarik untuk dikaji. Telah
cukup banyak buku dan artikel ilmiah ditulis untuk menampung argumen-argumen
yang ada. Simposium khusus pun telah beberapa kali diadakan, terutama
setelah teori Alvarez dikemukakan pada tahun 1980. Walter dan Luis Alvarez,
pasangan anak-bapak (anaknya ahli geologi, bapaknya ahli fisika)
mengemukakan teori bahwa dinosaurus punah pada Kapur Akhir 65 Ma (million
years ago) akibat Bumi dihantam sebuah komet (deep impact). Teori ini
kemudian terbukti benar karena banyak bukti fisik di lapangan ditemukan
akibat benturan itu : a.l. (1) lapisan iridium ditemukan di mana-mana di
seluruh dunia pada lapisan berumur 65 Ma (di Indonesia belum ada yang
menelitinya), (2) impact debris, termasuk semua batuan dengan ciri
petrografi pressure-shocked tersebar di seputar globe (3) kawah benturan
(impact crater) berumur 65 Ma ditemukan terkubur di Semenanjung Yucatan
Mexico yang disebut Kawah Chicxulub. Unsur Iridium langka
ditemukan di Bumi, tetapi berlimpah di extra-terrestrial bodies seperti
meteor, komet, dan asteroid. Berdasarkan lebar kawah Chicxulub, ditaksir
komet/asteroid pemusnah kaum dinosaurus itu berdiameter 10 km.

Karena kepunahan di K-T (Kapur-Tersier) boundary itu terbukti benar oleh
extra-terrestrial impact, maka setiap periode kepunahan di Bumi selalu
dihubungkan dengan hantaman komet/asteroid. David Raup, paleontologist
penulis buku Extinctions : Bad Genes or Bad Luck ?  (terbit awal 1990an)
menyatakan begitu, memang impacts selalu disalahkan sebagai penyebab major
extinctions, penyebab lain mungkin ada, tetapi tak dominant. Apakah benar
begitu ?

Paling tidak, di dalam 500 juta tahun terakhir ini bisa kita catat telah
terjadi lima kali kepunahan massal yang besar : (1) pada 443 Ma (ujung
Ordovisium), (2) pada 374 Ma (ujung Devon), (3) pada 251 Ma (ujung Perem),
(4) pada 201 Ma (ujung Trias),dan (5) pada 65 Ma (ujung Kapur).  Kepunahan
pada 251 Ma (ujung Perem atau ujung Paleozoikum) adalah kepunahan terbesar
yang menghapus 90 % penghuni lautan dan 70 % penghuni daratan bahkan sampai
sekecil serangga pun. Kepunahan ujung Perem adalah great dying atau the

RE: [iagi-net-l] Impact from the Deep : Pandangan Baru Kepunahan Massal dalam Sejarah Bumi

2006-11-16 Terurut Topik Awang Harun Satyana
Pak Rovicky,

Pertanyaan bagus, kelihatannya jawabannya ada di geochemical carbon
cycle : di mana pasokan CO2 ke atmosfer akan diimbangi oleh berkurangnya
CO2 di atmosfer. CO2 di atmosfer yang berlimpah akan mengecil lagi via: 
(1) proses fotosintesis oleh tanaman yang muncul kembali sesudah
kepunahan masal terjadi, 
(2) transformasi silikat menjadi karbonat (CO2 + CaSiO3 --- CaCo3 +
SiO2), 
(3)carbonate rock weathering (CO2 + H2O + CaCO3 ---Ca2+ + 2HCO3-), dan 
(4) silicate rock weathering (2CO2 + H2O + CaSiO3 --- Ca2+ + 2HCO3- +
SiO2)  

Misalnya setelah kepunahan ujung Permian itu, di awal Trias ditemukan
pertumbuhan pertama rugose corals dan hexa corals yang berlimpah. Bahan
dasar koral ini a.l adalah CO2 di atmosfer.

Salam,
awang

-Original Message-
From: Rovicky Dwi Putrohari [mailto:[EMAIL PROTECTED] 
Sent: Friday, November 17, 2006 1:46 PM
To: iagi-net@iagi.or.id
Subject: Re: [iagi-net-l] Impact from the Deep : Pandangan Baru
Kepunahan Massal dalam Sejarah Bumi

Kalau boleh nambah pertanyaan .. :)
Mekanisme alamiahnya seperti apa yang menjadikan kadar CO2 ini
akhirnya mengecil dengan sendirinya ya ?

RDP

On 11/17/06, Snow White [EMAIL PROTECTED] wrote:
 Dear Pak Awang,

 Sangat menarik membaca uraian Pak Awang tentang Impact from the
Deep. Mengutip alinea terakhir tentang kadar CO2 yang cukup tinggi saat
ini, kenaikan pertahunnya dan hubungannya dengan mekanisme pemusnahan
kehidupan, apakah ada tindakan lebih lanjut untuk mengurangi kadar CO2
di atmosfere terutama yang datangnya dari gas fields dimana kandungan
CO2nya cukup significant, apakah ada tindak lanjut mekanisme penyimpanan
CO2 (CO2 sequestration) akan dilakukan setidaknya dipikirkan pemerintah
di masa yang akan datang, at least membantu mengurangi effect dari CO2,
salah satunya global warming?

 Terima Kasih.

 Salam,
 Putri

 - Original Message 
 From: Awang Satyana [EMAIL PROTECTED]
 To: iagi-net@iagi.or.id; [EMAIL PROTECTED]
 Sent: Friday, November 17, 2006 9:06:03 AM
 Subject: [iagi-net-l] Impact from the Deep : Pandangan Baru
Kepunahan Massal dalam Sejarah Bumi


 Deep Impact kita tahu adalah judul sebuah film terkenal yang
menceritakan bagaimana sebuah komet/asteroid bisa memunahkan kehidupan
di Bumi. Tetapi, Impact from the Deep adalah judul sebuah teori baru
yang pada intinya menyatakan bahwa kepunahan masal justru datang dari
Bumi sendiri.

   Kepunahan massal (mass extinction) selalu menarik untuk dikaji.
Telah cukup banyak buku dan artikel ilmiah ditulis untuk menampung
argumen-argumen yang ada. Simposium khusus pun telah beberapa kali
diadakan, terutama setelah teori Alvarez dikemukakan pada tahun 1980.
Walter dan Luis Alvarez, pasangan anak-bapak (anaknya ahli geologi,
bapaknya ahli fisika) mengemukakan teori bahwa dinosaurus punah pada
Kapur Akhir 65 Ma (million years ago) akibat Bumi dihantam sebuah komet
(deep impact). Teori ini kemudian terbukti benar karena banyak bukti
fisik di lapangan ditemukan akibat benturan itu : a.l. (1) lapisan
iridium ditemukan di mana-mana di seluruh dunia pada lapisan berumur 65
Ma (di Indonesia belum ada yang menelitinya), (2) impact debris,
termasuk semua batuan dengan ciri petrografi pressure-shocked tersebar
di seputar globe (3) kawah benturan (impact crater) berumur 65 Ma
ditemukan terkubur di Semenanjung Yucatan Mexico yang disebut Kawah
Chicxulub. Unsur Iridium langka
 ditemukan di Bumi, tetapi berlimpah di extra-terrestrial bodies
seperti meteor, komet, dan asteroid. Berdasarkan lebar kawah Chicxulub,
ditaksir komet/asteroid pemusnah kaum dinosaurus itu berdiameter 10 km.

   Karena kepunahan di K-T (Kapur-Tersier) boundary itu terbukti benar
oleh extra-terrestrial impact, maka setiap periode kepunahan di Bumi
selalu dihubungkan dengan hantaman komet/asteroid. David Raup,
paleontologist penulis buku Extinctions : Bad Genes or Bad Luck ? 
(terbit awal 1990an) menyatakan begitu, memang impacts selalu disalahkan
sebagai penyebab major extinctions, penyebab lain mungkin ada, tetapi
tak dominant. Apakah benar begitu ?

   Paling tidak, di dalam 500 juta tahun terakhir ini bisa kita catat
telah terjadi lima kali kepunahan massal yang besar : (1) pada 443 Ma
(ujung Ordovisium), (2) pada 374 Ma (ujung Devon), (3) pada 251 Ma
(ujung Perem), (4) pada 201 Ma (ujung Trias),dan (5) pada 65 Ma (ujung
Kapur).  Kepunahan pada 251 Ma (ujung Perem atau ujung Paleozoikum)
adalah kepunahan terbesar yang menghapus 90 % penghuni lautan dan 70 %
penghuni daratan bahkan sampai sekecil serangga pun. Kepunahan ujung
Perem adalah great dying atau the mother of mass extinctions tulis
Douglas Erwin di majalah Scientific American edisi Juli 1996. Apakah
kepunahan Permian ini juga akibat asteroid impact ? Peter Ward, profesor
biology-earth and space sciences dari University of Washington
melaporkan penemuan baru tentang kepunahan masal terbesar di ujung
Permian ini (Scientific American, Oktober 2006, p. 42-49).

   Lima tahun lalu, sekelompok ahli geologi dan ahli kimia organik
mulai mempelajari