RE: [iagi-net-l] Marketing lulusan geologi --- pendidikan mau ikut market yang ada saja?
Halo Bung Rovicky apa kabar? Iya betul tuh. Apakah universitas mau ngikutin pasar aja atau mau berinovasi untuk menciptakan pasar baru?. Kelihatannya Pendidikan Geologi Indonesia sekarang masih sangat ditujukan untuk memasok pasar tenaga kerja di bidang ekplorasi dan eksploitasi SDA (MiGas dan Mineral) ya ? Alasannya: kayanya kita semua sudah pada tahu... bidang geologi lain yang non-migas dan mineral tidak begitu diketahui atau mungkin tidak dihargai oleh masyarakat, pemerintah dan dunia bisnis...sehingga lapangan kerjanya sempit (padahal seharusnya bisa besar)...dan kalaupun ada kerjaannya imbalannyapun mungkin tidak sebesar didunia MiGas. Dampaknya: sebagian besar lulusan yang terdidik di bidang geologi (baca: urusan ekplorasi minyak dan mineral) tidak tertampung di dunia-nya sehingga harus kerja di dunia lain, termasuk di dunia geologi non-migas/mineral seperti di lembaga penelitian dan instansi pemerintah. Artinya: lapangan kerja geologi di bidang non migas mineral diisi oleh para geologiawan yang notabene kurang ahli dengan bidang pekerjaan barunya ini. Tentu ini berakibat profesi geologi di bidang non-migas/mineral ini akan kurang berkembang atau akan kurang dihargai/dipercaya oleh masyarakat/bidang disiplin ilmu lainnya yang berkaitan. Sekedar ilustrasi. Sekarang ini ada timbul kesadaran di masyarakat tentang pentingnya mitigasi bencana alam. Mitigasi bencana ini katanya sudah seharusnya diperhitungkan dalam pendidikan, kemasyarakatan dan pembangunan infrastruktur wilayah dan termasuk juga sudah seharusnya dimasukkan dalam kurikulum sekolah mulai dari SD. Nah, bagaimana kesempatan lapangan pekerjaan ini bisa dilaksanakan kalau para ahli kebumian kita hanya ahli dimasalah migas dan mineral? Kecuali kalau kita beranggapan bahwa bidang geologi seperti ini engga perlu training/pendidikan khusus, tapi cukup pengetahuan geologi umum sedikit-sedikit tambah logika... beress. Dan pada prakteknya mungkin biar kerjaannya ngawurpun engga apa-apa karena yang meriksa juga engga tahu itu ngawur atau engga :-)... Mudah-mudahan engga begitu ya. Dari dulu kita juga suka mengeluhkan bahwa kalangan sipil kurang menghargai profesi ahli geologi dalam teknik sipil. Tapi coba telaah lebih dalam, kenapa begitu? Apakah karena lulusan geologi kita yang kerja di bidang ini kerjanya ngawur? Saya ingat dulu ada ahli geologi yang mengatakan kalau ada kota yang dilewati sesar aktif sarannya enak aja: sebaiknya dipindahkan aja kotanya. Tentu saja para ahli bidang lain dan pemerintah cuma ketawa ngakak dengernya kan? Sebulan lalu saya pernah diundang untuk berbicara dihadapan para ahli arsitek senior dan beberapa planolog. Waktu itu saya khusus memberi penjelasan tentang apa itu sesar aktif dan bagaimana bahayanya kalau keberadaannya tidak diperhitungkan dalam pembangunan infrastruktur. Responnya: mereka cukup terperangah. Mereka bilang kok kita engga pernah tahu tentang masalah ini, kan ini hal yang sangat penting untuk diperhitungkan oleh para arsitek, ahli sipil dan planolog? Saya terusterang ikut heran juga... apa benar informasi geologi ini tidak pernah sampai ke bidang lain? Segitu lemahnya gaung geologi di bidang non migas dan mineral. Saya heran kok banyak lulusan geologi yang tidak mengerti bahwa sumber gempa itu adalah bidang sesar yang bergerak bukan berupa titik ledak. Engga ada bedanya dong dengan lulusan geofisika yang mengira bahwa sumber gempa itu adalah titik episenter meskipun gempanya berskala (Richter) lebih dari 7. Padahalkan mereka ini dapat pelajaran tektonik dan geologi struktur ya ? Hanya mungkin terlalu difokuskan kepada pemetaan sesarnya untuk ekplorasi saja, tidak mendalami proses alamnya sendiri. Sekian saja, sekedar wacana untuk meramaikan diskusi. Salam, Danny -Original Message- From: Rovicky Dwi Putrohari [mailto:[EMAIL PROTECTED] Sent: Saturday, October 08, 2005 2:53 PM To: iagi-net@iagi.or.id Subject: [iagi-net-l] Marketing lulusan geologi --- Re: [iagi-net-l] kok susah banget nyari geoscientist??? Mas Ben, Selalu saja ada pendapat yg berbeda (another side of coin). Apakah kita akan menciptakan market atau kita mengikuti market. Another side coin tadi menyatakan menciptakan market. Kasus ini muncul dari kasusnya teori marketing juga, yang sudah kuno. Karena tidak ada orang bersepatu di Afrika, apakah kita akan mebuat pabrik sepatu di afrika ? Yang satu sisi menyatakan jangan membuat pabrik disana karena buat apa bikin pabrik ngga ada yg bersepatu. Sedangkansisi koin yang lain bilang mumpung belum punya sepatu makanya kita buat pabriknya supaya dia bersepatu. Sama halnya dengan geologi, saat ini kebutuhan sedikit karena daya penyerapan sedikit. Tatapi kalau digelontorin banyak geologist bisa jadi akan menjadikan wawasan geologi masyarakat menjadi terbuka, mereka menjadi kenal dengan geologi seperti masyarakat Afrika yang akhirnya kenal dengan sepatu. Tentusaja .Kedua sisinya akan mengandung risiko. Tidak ada tindakan yg tanpa risiko. Seperti sedang
RE: [iagi-net-l] Marketing lulusan geologi --- pendidikan mau ikut market yang ada saja?
Ikut nimbrung sedikit untuk meramaikan wacana marketing lulusan geologi Selain yang dikemukakan Kang Danny Hilman, sebenarnya ada satu market buat lulusan geologi terbaik kita yang memang prosentasinya kecil: Jadilah Earthscientist atau Researcher atau Lecturer di lembaga-lembaga riset, akademis atau universitas/institut di LN. Tapi memang untuk karier seperti itu, diperlukan minat dan bakat kearah dunia akademis dan ini merupakan suatu pilihan hidup. Memang selama ini geoscientist terbaik kita (walaupun banyak bukan S3) banyak bekerja di kumpeni migas dan mineral di LN seperti di ME, Malaysia, North Sea, Amerika dll. Ini yang saya perhatikan di milist IAGI. Salah satu cara simple tapi tidak mudah adalah ambil S1, S2 di DN, terus cari peluang untuk S3 di LN, kalau perlu kerja dulu di kumpeni 2-3 tahun untuk ngumpulin modal awal sekolah S3 utk thn 1 atau ke2 di LN, karena berdasarkan pengalaman saya pribadi ternyata sangat mudah untuk mendapatkan beasiswa kalau sudah diterima dalam PhD program. Publikasikan risetnya dalam jurnal-jurnal international ternama (terutama yang memiliki Citation Index yang tinggi), ini merupakan modal besar untuk melanjutkan karier di dunia akademis. Setelah S3, ambil program post doctoral 2-5 tahun sebelum mencari permanen position sebagai assisten proffesor, terus berlanjut jadi associate proffessor dan akhirnya full professor. Tapi ingat cari program post doct yang terbaik dan gaji yang memadai , bukan menjadi slave dari professor yang menggajinya. Yah memang dibandingkan dgn bekerja di kumpeni, gaji memang relatif kecil, di US mungkin sekitar 2500-5000 $ per bulan untuk post doc, 3500-6000 $ untuk assisten atau associate prof. Tapi profesi ini cukup menjanjikan, dan menjamin kebebasan akademik. Ingat dua tahun lalu, ada wacana Malaysia menculik doctor-doktor terbaik kita. Atau dalam kata lain Malaysia memperkerjakan doktor-doktor terbaik kita untuk bekerja di instansi penelitian atau akademisi mereka, dgn iming-iming gaji yang tinggi. Memang sayangnya yang diculik adalah staf pengajar terbaik kita di PTN atau PTS ternama. Yah itulah kenyataan yang terjadi saat ini, bukan hanya melulu berpikir dalam kerangka nasionalism atau brain drain, tetapi suatu peluang karier buat lulusan geologi terbaik kita. Conto yang terbaik adalah Prof. Sangkot Marzuki (direktur Lembaga Biologi Eijkman), sebelum dipanggil pulang oleh Habibie. Beliau adalah Proffesor di salah satu universitas di Australia, setelah memiliki labnya sendiri, beliau mempekerjakan banyak staf PhD dan mhs PhD dari Indonesia untuk menunjang risetnya. Conto yang lain Dr Joni Setiawan yang bekerja di Max Planct Institute, Jerman atau Dr. Roby Muhammad di New York, dan banyak conto-conto yang lain. Di bidang lain seperti IT, Biologi, Fisika dll banyak sekali scientist kita berkiprah di LN, tapi kenapa di bidang G G tidak terdengar gaungnya. Selama ini market tersebut diisi oleh geoscientist dari China, Jepang, India, Pakistan, Mesir dll. Salam Ade Kadarusman von Humboldt Research Fellow Institut fuer Mineralogie und Kristallchemie, Universitaet Stuttgart, Azenbergstr. 18, 70174, Stuttgart, Germany On leave from Puslit Geoteknologi-LIPI Bandung Quoting D.H. Natawidjaja [EMAIL PROTECTED]: Halo Bung Rovicky apa kabar? Iya betul tuh. Apakah universitas mau ngikutin pasar aja atau mau berinovasi untuk menciptakan pasar baru?. Kelihatannya Pendidikan Geologi Indonesia sekarang masih sangat ditujukan untuk memasok pasar tenaga kerja di bidang ekplorasi dan eksploitasi SDA (MiGas dan Mineral) ya ? Alasannya: kayanya kita semua sudah pada tahu... bidang geologi lain yang non-migas dan mineral tidak begitu diketahui atau mungkin tidak dihargai oleh masyarakat, pemerintah dan dunia bisnis...sehingga lapangan kerjanya sempit (padahal seharusnya bisa besar)...dan kalaupun ada kerjaannya imbalannyapun mungkin tidak sebesar didunia MiGas. Dampaknya: sebagian besar lulusan yang terdidik di bidang geologi (baca: urusan ekplorasi minyak dan mineral) tidak tertampung di dunia-nya sehingga harus kerja di dunia lain, termasuk di dunia geologi non-migas/mineral seperti di lembaga penelitian dan instansi pemerintah. Artinya: lapangan kerja geologi di bidang non migas mineral diisi oleh para geologiawan yang notabene kurang ahli dengan bidang pekerjaan barunya ini. Tentu ini berakibat profesi geologi di bidang non-migas/mineral ini akan kurang berkembang atau akan kurang dihargai/dipercaya oleh masyarakat/bidang disiplin ilmu lainnya yang berkaitan. Sekedar ilustrasi. Sekarang ini ada timbul kesadaran di masyarakat tentang pentingnya mitigasi bencana alam. Mitigasi bencana ini katanya sudah seharusnya diperhitungkan dalam pendidikan, kemasyarakatan dan pembangunan infrastruktur wilayah dan termasuk juga sudah seharusnya dimasukkan dalam kurikulum sekolah mulai dari SD. Nah, bagaimana kesempatan lapangan pekerjaan ini bisa dilaksanakan kalau para ahli
RE: [iagi-net-l] Marketing lulusan geologi --- pendidikan mau ikut market yang ada saja?
Danny RDP temen-temen semua, mungkin itulah juga sebabnya, insinyur arsitek lulusan indonesia gak laku di amerika dan jepang. insinyur arsitek lulusan amerika baru boleh jual jasanya setelah dia punya sertifikat memahami geologi dan gempabumi. (kebetulan saya punya paman, seorang arsitek di los angeles). mungkin di tanah air perlu juga dipikirkan pewajiban semacam ini karena akan menyangkut kepada tanggungjawab apabila sebuah bangunan runtuh yang bisa menyebabkan tewas. bahkan bisa berkembang ke masalah hukum pidana. lalu , mungkin kita tidak perlu berharap terlalu banyak dulu bahwa geologi bisa dipahami masyarakat karena kita belum berbuat banyak untuk masyarakat. walaupun rasanya sudah habis-habisan kita memasyarakatkan geologi. namun kenyataannya bukan geologi yang dicari masyarakat kok. yang perlu kita lakukan adalah bagaimana membuat khalayak ramai merasa berkepentingan untuk mengerti dan paham tentang bumi tempat mereka berpijak dan tempat mereka hidup. kalau ini sudah tercapai dengan sendirinya keingintahuan khalayak lah pada akhirnya yang akan mengantar mereka kepada geologi sebagai sumber ilmu pengetahuannyanya. hal ini perlu dimulai kepada anak-anak di sekolah, sejak mereka sekolah dasar. demikian juga guru-guru di sekolah secara terus-menerus perlu kita bekali dengan informasi yang betul. kemasannya juga perlu kita pikirkan dengan baik kita buat yang menarik hati , tidak membosankan , tidak terlihat rumit , mudah dikenang. kalau kesadaran ini sudah tertanam sejak seorang masih di sekolah dasar, maka ketika misalnya dia nanti akan memilih jurusan arsitek atau sipil atau apa pun jurusannya, dia sudah punya kesadaran bahwa tempat dia hidup dan tempat dia mengamalkan ilmunya pasti memerhitungkan bumi. dia dengan sendirinya akan mencari ilmu dan berusaha lebih memahami tentang bumi ini. mereka akan merasa bhw kalau mereka tidak memahami itu mereka bisa terkena akibatnya, atau merasa rugi, atau mendapatkan kesulitan dan lain-lain. perjuangan semacam ini yang antara lain sedang saya lakukan tanpa mendompleng nama geologi atau pertambangan. karena sudah banyak kenyataan yang kami hadapi bahwa kalau kita mengedepankan kedua kata itu terlebih dahulu maka alergi atau resistensi mereka lah yang kita dapatkan. kami menyentuh dan menyapa mereka dari arah yang sebaliknya, kami sapa mereka mulai dari kegiatan dalam kehidupan mereka sehari-hari. kemasannya kami buat dalam bentuk permainan atau pertunjukan, dibuat dengan bantuan beberapa seniman, ahli komunikasi, ahli animasi, desain, fotografer, video, musik, dll. kadang-kadang kami sediakan juga hadiah agar mereka terkenang dengan pesan yang kami kemas di dalamnya. sekedar berbagi pengalaman wassalam sonny -Original Message- From: D.H. Natawidjaja [mailto:[EMAIL PROTECTED] Sent: 09 Oktober 2005 18:22 To: iagi-net@iagi.or.id Subject: RE: [iagi-net-l] Marketing lulusan geologi --- pendidikan mau ikut market yang ada saja? Halo Bung Rovicky apa kabar? Iya betul tuh. Apakah universitas mau ngikutin pasar aja atau mau berinovasi untuk menciptakan pasar baru?. Kelihatannya Pendidikan Geologi Indonesia sekarang masih sangat ditujukan untuk memasok pasar tenaga kerja di bidang ekplorasi dan eksploitasi SDA (MiGas dan Mineral) ya ? Alasannya: kayanya kita semua sudah pada tahu... bidang geologi lain yang non-migas dan mineral tidak begitu diketahui atau mungkin tidak dihargai oleh masyarakat, pemerintah dan dunia bisnis...sehingga lapangan kerjanya sempit (padahal seharusnya bisa besar)...dan kalaupun ada kerjaannya imbalannyapun mungkin tidak sebesar didunia MiGas. Dampaknya: sebagian besar lulusan yang terdidik di bidang geologi (baca: urusan ekplorasi minyak dan mineral) tidak tertampung di dunia-nya sehingga harus kerja di dunia lain, termasuk di dunia geologi non-migas/mineral seperti di lembaga penelitian dan instansi pemerintah. Artinya: lapangan kerja geologi di bidang non migas mineral diisi oleh para geologiawan yang notabene kurang ahli dengan bidang pekerjaan barunya ini. Tentu ini berakibat profesi geologi di bidang non-migas/mineral ini akan kurang berkembang atau akan kurang dihargai/dipercaya oleh masyarakat/bidang disiplin ilmu lainnya yang berkaitan. Sekedar ilustrasi. Sekarang ini ada timbul kesadaran di masyarakat tentang pentingnya mitigasi bencana alam. Mitigasi bencana ini katanya sudah seharusnya diperhitungkan dalam pendidikan, kemasyarakatan dan pembangunan infrastruktur wilayah dan termasuk juga sudah seharusnya dimasukkan dalam kurikulum sekolah mulai dari SD. Nah, bagaimana kesempatan lapangan pekerjaan ini bisa dilaksanakan kalau para ahli kebumian kita hanya ahli dimasalah migas dan mineral? Kecuali kalau kita beranggapan bahwa bidang geologi seperti ini engga perlu training/pendidikan khusus, tapi cukup pengetahuan geologi umum sedikit-sedikit tambah logika... beress. Dan pada prakteknya mungkin biar kerjaannya ngawurpun engga apa-apa karena yang meriksa juga engga tahu itu ngawur
RE: [iagi-net-l] Marketing lulusan geologi --- pendidikan mau ikut market yang ada saja?
Bang Sony dan teman-teman semua, Ini menarik sekali. Ya, saya sependapat. Menurut saya salah satu sebab kenapa pengetahuan geologi itu seperti jauh dari masyarakat karena para ahli geologi kita kurang terdidik dalam memahami proses dan bentang alam yang kelihatan oleh kita sekarang alias proses geologi yang berumur ratusan-puluhan ribu sampai dengan yang berumur puluhan tahun saja. Kita terlalu fokus kepada proses geologi yang umurnya jutaan dan puluhan juta tahun lalu (karena untuk diterapkan dalam eksplorasi dan eksploitasi SDA). Padahal masyarakat umumnya lebih ingin mengerti tentang alam yang mereka lihat, bumi yang mereka pijak dan proses yang masih berlangsung SEKARANG. Coba saja tanya geologiawan Indonesia tentang proses volkanik dan sedimentasi di Jawa Barat pada masa jutaan tahun lalu, mereka bisa cerita panjang lebar berdasarkan data stratigrafi singkapan, data seismik, data bor, dsb. Sekarang coba tanya tentang G. Tangkuban Perahu (kapan kaldera terbentuk, sudah berapa kali meletus? kapan terakhir, kapan meletus lagi?), apa itu Bukit Tunggul?, atau tentang kipas alluvial Bandung, atau tentang dinamika Sungai Cikapundung atau Citarum dan pengaruhnya terhadap masyarakat yang hidup disekitarnya (termasuk siklus banjir). Kebanyakan para lulusan geologi kita akan kesulitan menjawabnya ya?. Atau misalnya kalau para ahli/mahasiswa geologi kita disuruh menganalisa proses geologi (sedimentasi, volkanisme, tektonik) dari bentang alam dan stratigrafi TANAH sampai kedalaman hanya 10 meter saja dari permukaan tanah, apakah kebanyakan lulusan geologi bisa? Tentunya keahlian yang diperlukan tidak sama dengan menganalisa geologi dari singkapan batuan yang berumur jutaan tahun, data sumur dari kedalaman ratusan sampai ribuan meter, dan data seismik refleksi, bukan? Padahal untuk terjun di bidang geologi teknik, lingkungan, dan kebencanaan lulusan geologi perlu pemahaman dan keahlian dalam urusan geologi yang dekat dengan permukaan tanah yang kita pijak sekarang ini. Contoh lain, coba suruh para mahasiswa geologi menarik garis patahan berdasarkan data singkapan, data seismik, atau data bor, tentu mereka kebanyakan pandai-pandai. Tapi kalau disuruh menarik garis patahan yang masih aktif pada peta topografi atau foto udara, atau di ajak ke lembang terus disuruh menunjukkan mana jalur patahan Lembang itu, mungkin kebanyakan agak puyeng... Akhir kata, tentunya akan lebih baik kalau anak sekolah tertarik masuk geologi karena ingin mempelajari proses alam yang terjadi disekitarnya bukan hanya karena ingin masuk kumpeni dan kaya toh. Ngomong-ngomong menarik sekali apa yang dilakukan oleh Bang Sony dalam membuat modul geologi untuk pendidikan masyarakat umum, kapan-kapan saya ingin lihat. Salam, Danny -Original Message- From: Pangestu, Sonny T [mailto:[EMAIL PROTECTED] Sent: Tuesday, October 11, 2005 4:53 PM To: iagi-net@iagi.or.id Subject: RE: [iagi-net-l] Marketing lulusan geologi --- pendidikan mau ikut market yang ada saja? Danny RDP temen-temen semua, mungkin itulah juga sebabnya, insinyur arsitek lulusan indonesia gak laku di amerika dan jepang. insinyur arsitek lulusan amerika baru boleh jual jasanya setelah dia punya sertifikat memahami geologi dan gempabumi. (kebetulan saya punya paman, seorang arsitek di los angeles). mungkin di tanah air perlu juga dipikirkan pewajiban semacam ini karena akan menyangkut kepada tanggungjawab apabila sebuah bangunan runtuh yang bisa menyebabkan tewas. bahkan bisa berkembang ke masalah hukum pidana. lalu , mungkin kita tidak perlu berharap terlalu banyak dulu bahwa geologi bisa dipahami masyarakat karena kita belum berbuat banyak untuk masyarakat. walaupun rasanya sudah habis-habisan kita memasyarakatkan geologi. namun kenyataannya bukan geologi yang dicari masyarakat kok. yang perlu kita lakukan adalah bagaimana membuat khalayak ramai merasa berkepentingan untuk mengerti dan paham tentang bumi tempat mereka berpijak dan tempat mereka hidup. kalau ini sudah tercapai dengan sendirinya keingintahuan khalayak lah pada akhirnya yang akan mengantar mereka kepada geologi sebagai sumber ilmu pengetahuannyanya. hal ini perlu dimulai kepada anak-anak di sekolah, sejak mereka sekolah dasar. demikian juga guru-guru di sekolah secara terus-menerus perlu kita bekali dengan informasi yang betul. kemasannya juga perlu kita pikirkan dengan baik kita buat yang menarik hati , tidak membosankan , tidak terlihat rumit , mudah dikenang. kalau kesadaran ini sudah tertanam sejak seorang masih di sekolah dasar, maka ketika misalnya dia nanti akan memilih jurusan arsitek atau sipil atau apa pun jurusannya, dia sudah punya kesadaran bahwa tempat dia hidup dan tempat dia mengamalkan ilmunya pasti memerhitungkan bumi. dia dengan sendirinya akan mencari ilmu dan berusaha lebih memahami tentang bumi ini. mereka akan merasa bhw kalau mereka tidak memahami itu mereka bisa terkena akibatnya, atau merasa rugi, atau mendapatkan kesulitan dan lain-lain. perjuangan semacam ini