RE: [iagi-net-l] PENCANANGAN DESA WISATA PURBA DI KARANGANYAR; Penjualan Fosil Purba Masih Marak
Sangat menyedihkan, Saya pernah mampir ke beberapa outcrop Sangiran, saya diikuti beberapa penjual fossil. Dia membawa beberapa fossil di kantong sakunya, dan siap dijual. Security taman purbakala pun pura-pura tidak tahu. Kalau jadi desa wisata, lalu makin banyak turis, apa nggak semakin menggila penjualan fossilnya ? Mungkin perlu diperkenalkan fossil imitasi yang jauh lebih menarik sebagai cinderamata khas, diikuti pesan2 edukatif, jadi fossil aslinya boleh tetap terlindungi. MARI KITA DUKUNG JANGAN BELI FOSSIL ASLI BIARKAN DITEMPAT ASLINYA -Original Message- From: Raharja, Sulastama [mailto:[EMAIL PROTECTED] Sent: Tuesday, 12 June, 2007 10:12 AM To: [EMAIL PROTECTED]; iagi-net@iagi.or.id Subject: [iagi-net-l] PENCANANGAN DESA WISATA PURBA DI KARANGANYAR; Penjualan Fosil Purba Masih Marak Tuesday, 12 June 2007, Jawa Tengah PENCANANGAN DESA WISATA PURBA DI KARANGANYAR; Penjualan Fosil Purba Masih Marak KARANGANYAR (KR) - Penjualan fosil secara ilegal terutama yang berasal dari situs Dayu, Desa Dayu, Kecamatan Gondangrejo, Kabupaten Karanganyar, yang belakangan ini semakin marak, diminta untuk segera dihentikan. Praktik penjualan fosil di situs purbakala oleh peduduk setempat selain merugikan juga akan mengurangi kekayaan benda-benda budaya yang dilindungi negara. "Warga Dayu harus menghentikan penjualan fosil. Penjualan fosil hanya akan memberikan keuntungan sesaat, dibanding kerugian besar karena anak cucu kita tidak akan lagi bisa melihat peninggalan purbakala," ujar Bupati Karanganyar Hj Rina Iriani kepada KR di sela pencanangan 'Desa Wisata Purba' di Dusun/Desa Dayu, Kecamatan Gondangrejo, Sabtu (9/6). Meski untuk menyadarkan masyarakat agar menghentikan penjualan fosil tidak mudah, namun Rina optimistis praktik penjualan itu akan terhenti seiring dicanangkannya desa wisata purba. Apalagi, di kawasan Dayu yang berbatasan langsung dengan situs Sangiran Sragen ini direncanakan akan dibangun sebuah museum purbakala sebagai penunjang wisata purba. Bahkan Rina menjanjikan pembangunan museum akan terealisasi pada tahun depan dengan dana bantuan dari pusat Rp 4,4 miliar. Pada kesempatan pencanangan desa wisata purba ini, Bupati Rina melihat secara langsung artefak sejarah purbakala yang ditemukan beberapa waktu lalu. Beberapa artefak yang masih tersimpan di antaranya peralatan bertani serta alat berburu yang diperkirakan berumur 1,7 juta tahun lalu. Tempat penyimpanan tersebut hanya ditutup dengan seng yang berada di pinggir sungai desa setempat. Diungkapkan, fosil-fosil yang ditemukan penduduk setempat beberapa waktu lalu memang kelihatannya hanya benda sepele, namun sebenarnya memiliki nilai sejarah yang tinggi. Pendirian museum purbakala di Desa Dayu sendiri dinilai tepat dan bisa dijadikan objek wisata mengingat secara geografis berdekatan dengan Museum Sangiran yang berada di Desa Sangiran, Kecamatan Kalijambe, Sragen. Menyusul segera didirikannya museum purbakala itu, Bupati Rina berharap fosil-fosil yang telah dijual dapat ditarik kembali dan nantinya dapat dijadikan satu disimpan di museum. Benda-benda purbakala itu kemudian diregritasi mengingat fosil itu memiliki nilai budaya. "Museum purbakala itu jumlahnya sangat sedikit di dunia. Yang ada hanya di Afrika dan Indonesia. Di Indonesia pun hanya di Sangiran, dan rencananya di Desa Dayu ini," katanya. Masih Marak Sementara menurut Mustakim, salah seorang tokoh masyarakat setempat, praktik penjualan fosil oleh penduduk sampai saat ini masih marak. Biasanya yang terjadi, pembeli atau semacam tengkulak mendatangi penduduk yang menemukan fosil. Harga jual fosil itu sendiri cukup variatif dari Rp 200 ribu hingga Rp 5 juta, tergantung besar kecilnya jenis fosil yang ditemukan. Untuk rahang gajah yang diperkirakan berumur ratusan juta tahun, baru-baru ini, telah dijual warga senilai Rp 5 juta. Tapi, menurut salah satu warga lain yang keberatan disebut namanya, jika fosil dibeli pembeli dari luar negeri, harganya bisa lebih mahal lagi. Bahkan ada yang pernah menjual sampai Rp 20 juta. Mengingat pentingnya benda-benda cagar budaya tersebut, Pemkab Karanganyar diminta untuk benar-benar serius melindungi. Meski sudah ada UU Nomor 5 Tahun 1993 tentang Cagar Budaya, Mustakim berharap ada aturan khusus dari pemerintah kabupaten setempat seperti peraturan daerah (Perda) untuk melindungi fosil dari Desa Dayu agar tidak dijual seenanya sendiri. (M-1/Ths)-g. http://www.kr.co.id/article.php?sid=126730 Hot News!!! CALL FOR PAPERS: send your abstract by 30 March 2007 to [EMAIL PROTECTED] Joint Convention Bali 2007 - The 32nd HAGI, the 36th IAGI, and the 29th IATMI Annual Convention and Exhibition, Bali Convention Center, 13-16 November 2007 To unsubscribe, send email to: iagi-net-unsubscribe[at]iagi.or.id To subscribe, send email to: iagi-net-subscribe[at]iagi.or.id Visit IAGI We
Re: [iagi-net-l] PENCANANGAN DESA WISATA PURBA DI KARANGANYAR; Penjualan Fosil Purba Masih Marak
Wah,penjualan fosil memang sungguh-sungguh terjadi di Sangiran, juga di tetangga kampung saya di kawasan perbukitan Patiayam, Kudus. Kayaknya memang pemerintah belum fokus untuk pengelolaan dan penataan hal seperti ini, baik untuk kepentingan pendidikan atau aset wisata budaya. Sekalipun jauh dari sisi ekonomi yang gemerlapan, sebetulnya perlindungan, pencagaran, kemudian dikelola untuk pendidikan dan kepariwisata, bisa juga mendatangkan potensi ekonomi masyarakat lokal secara benar dan legal. Pak Zaim, kemarin saya mampir ke Patiayam, menjumpai warga setempat yang pernah bekerja dengan bapak, dan mengeluhkan, kenapa koq tidak segera direalisasikan bentuk-bentuk kegiatan yang produktif terhadap keberadaan cagar budaya di Patiayam. Wah..., eman buanget..., fosil-fosil asal ditumpuk dan dijejer di rumah penduduk. Coba kalau ada niat untuk dijual,karena yang datang di situ juga ada orang bule. Bupati Kudus, juga tidak begitu peduli, karena lagi semangatnya kampanye ingin jadi Gubernur jawa tengah. Saya mau sowan ke beliau atau mampir ke dinas pariwisata..., yoo wegah Sekalipun ada kawan geologist yang ada di pemda Kudus. Saya yakin pak Zaim, dulu sudah ada ide ke arah sana, cuman gak direalisasikan oleh pemerintah. mungkin itu kaleee... Nah, kalau gak ada niat baik dari pemerintah, masyarakat lokal...yaa..rame-rame jualan fosil demi kepentingan kebutuhan hidupnya. blaikkk... salam agus mohammad syaiful <[EMAIL PROTECTED]> wrote: umur 1,7 juta tahun lalu? apa nggak salah? holosen alias recent alias dimana wilayah antropologi bekerja, setahu saya hanya setua 10.000 (sepuluh ribu) tahun lalu. mungkin pak awang, pak zaim, dkk lainnya dapat memberikan info yg lebih akurat. salam, syaiful On 6/12/07, Raharja, Sulastama wrote: > Tuesday, 12 June 2007, Jawa Tengah > PENCANANGAN DESA WISATA PURBA DI KARANGANYAR; Penjualan Fosil Purba > Masih Marak > > KARANGANYAR (KR) - Penjualan fosil secara ilegal terutama yang berasal > dari situs Dayu, Desa Dayu, Kecamatan Gondangrejo, Kabupaten > Karanganyar, yang belakangan ini semakin marak, diminta untuk segera > dihentikan. Praktik penjualan fosil di situs purbakala oleh peduduk > setempat selain merugikan juga akan mengurangi kekayaan benda-benda > budaya yang dilindungi negara. > > "Warga Dayu harus menghentikan penjualan fosil. Penjualan fosil hanya > akan memberikan keuntungan sesaat, dibanding kerugian besar karena anak > cucu kita tidak akan lagi bisa melihat peninggalan purbakala," ujar > Bupati Karanganyar Hj Rina Iriani kepada KR di sela pencanangan 'Desa > Wisata Purba' di Dusun/Desa Dayu, Kecamatan Gondangrejo, Sabtu (9/6). > Meski untuk menyadarkan masyarakat agar menghentikan penjualan fosil > tidak mudah, namun Rina optimistis praktik penjualan itu akan terhenti > seiring dicanangkannya desa wisata purba. > > Apalagi, di kawasan Dayu yang berbatasan langsung dengan situs Sangiran > Sragen ini direncanakan akan dibangun sebuah museum purbakala sebagai > penunjang wisata purba. Bahkan Rina menjanjikan pembangunan museum akan > terealisasi pada tahun depan dengan dana bantuan dari pusat Rp 4,4 > miliar. > > Pada kesempatan pencanangan desa wisata purba ini, Bupati Rina melihat > secara langsung artefak sejarah purbakala yang ditemukan beberapa waktu > lalu. Beberapa artefak yang masih tersimpan di antaranya peralatan > bertani serta alat berburu yang diperkirakan berumur 1,7 juta tahun > lalu. Tempat penyimpanan tersebut hanya ditutup dengan seng yang berada > di pinggir sungai desa setempat. > > Diungkapkan, fosil-fosil yang ditemukan penduduk setempat beberapa waktu > lalu memang kelihatannya hanya benda sepele, namun sebenarnya memiliki > nilai sejarah yang tinggi. Pendirian museum purbakala di Desa Dayu > sendiri dinilai tepat dan bisa dijadikan objek wisata mengingat secara > geografis berdekatan dengan Museum Sangiran yang berada di Desa > Sangiran, Kecamatan Kalijambe, Sragen. > > Menyusul segera didirikannya museum purbakala itu, Bupati Rina berharap > fosil-fosil yang telah dijual dapat ditarik kembali dan nantinya dapat > dijadikan satu disimpan di museum. Benda-benda purbakala itu kemudian > diregritasi mengingat fosil itu memiliki nilai budaya. "Museum purbakala > itu jumlahnya sangat sedikit di dunia. Yang ada hanya di Afrika dan > Indonesia. Di Indonesia pun hanya di Sangiran, dan rencananya di Desa > Dayu ini," katanya. > > Masih Marak > > Sementara menurut Mustakim, salah seorang tokoh masyarakat setempat, > praktik penjualan fosil oleh penduduk sampai saat ini masih marak. > Biasanya yang terjadi, pembeli atau semacam tengkulak mendatangi > penduduk yang menemukan fosil. Harga jual fosil itu sendiri cukup > variatif dari Rp 200 ribu hingga Rp 5 juta, tergantung besar kecilnya > jenis fosil yang ditemukan. > > Untuk rahang gajah yang diperkirakan berumur ratusan juta tahun, > baru-baru ini, telah dijual warga senilai Rp 5 juta. Tapi, menurut salah > satu warga lain yang keberatan disebut namanya, jika fosil di
Re: [iagi-net-l] PENCANANGAN DESA WISATA PURBA DI KARANGANYAR; Penjualan Fosil Purba Masih Marak
umur 1,7 juta tahun lalu? apa nggak salah? holosen alias recent alias dimana wilayah antropologi bekerja, setahu saya hanya setua 10.000 (sepuluh ribu) tahun lalu. mungkin pak awang, pak zaim, dkk lainnya dapat memberikan info yg lebih akurat. salam, syaiful On 6/12/07, Raharja, Sulastama <[EMAIL PROTECTED]> wrote: Tuesday, 12 June 2007, Jawa Tengah PENCANANGAN DESA WISATA PURBA DI KARANGANYAR; Penjualan Fosil Purba Masih Marak KARANGANYAR (KR) - Penjualan fosil secara ilegal terutama yang berasal dari situs Dayu, Desa Dayu, Kecamatan Gondangrejo, Kabupaten Karanganyar, yang belakangan ini semakin marak, diminta untuk segera dihentikan. Praktik penjualan fosil di situs purbakala oleh peduduk setempat selain merugikan juga akan mengurangi kekayaan benda-benda budaya yang dilindungi negara. "Warga Dayu harus menghentikan penjualan fosil. Penjualan fosil hanya akan memberikan keuntungan sesaat, dibanding kerugian besar karena anak cucu kita tidak akan lagi bisa melihat peninggalan purbakala," ujar Bupati Karanganyar Hj Rina Iriani kepada KR di sela pencanangan 'Desa Wisata Purba' di Dusun/Desa Dayu, Kecamatan Gondangrejo, Sabtu (9/6). Meski untuk menyadarkan masyarakat agar menghentikan penjualan fosil tidak mudah, namun Rina optimistis praktik penjualan itu akan terhenti seiring dicanangkannya desa wisata purba. Apalagi, di kawasan Dayu yang berbatasan langsung dengan situs Sangiran Sragen ini direncanakan akan dibangun sebuah museum purbakala sebagai penunjang wisata purba. Bahkan Rina menjanjikan pembangunan museum akan terealisasi pada tahun depan dengan dana bantuan dari pusat Rp 4,4 miliar. Pada kesempatan pencanangan desa wisata purba ini, Bupati Rina melihat secara langsung artefak sejarah purbakala yang ditemukan beberapa waktu lalu. Beberapa artefak yang masih tersimpan di antaranya peralatan bertani serta alat berburu yang diperkirakan berumur 1,7 juta tahun lalu. Tempat penyimpanan tersebut hanya ditutup dengan seng yang berada di pinggir sungai desa setempat. Diungkapkan, fosil-fosil yang ditemukan penduduk setempat beberapa waktu lalu memang kelihatannya hanya benda sepele, namun sebenarnya memiliki nilai sejarah yang tinggi. Pendirian museum purbakala di Desa Dayu sendiri dinilai tepat dan bisa dijadikan objek wisata mengingat secara geografis berdekatan dengan Museum Sangiran yang berada di Desa Sangiran, Kecamatan Kalijambe, Sragen. Menyusul segera didirikannya museum purbakala itu, Bupati Rina berharap fosil-fosil yang telah dijual dapat ditarik kembali dan nantinya dapat dijadikan satu disimpan di museum. Benda-benda purbakala itu kemudian diregritasi mengingat fosil itu memiliki nilai budaya. "Museum purbakala itu jumlahnya sangat sedikit di dunia. Yang ada hanya di Afrika dan Indonesia. Di Indonesia pun hanya di Sangiran, dan rencananya di Desa Dayu ini," katanya. Masih Marak Sementara menurut Mustakim, salah seorang tokoh masyarakat setempat, praktik penjualan fosil oleh penduduk sampai saat ini masih marak. Biasanya yang terjadi, pembeli atau semacam tengkulak mendatangi penduduk yang menemukan fosil. Harga jual fosil itu sendiri cukup variatif dari Rp 200 ribu hingga Rp 5 juta, tergantung besar kecilnya jenis fosil yang ditemukan. Untuk rahang gajah yang diperkirakan berumur ratusan juta tahun, baru-baru ini, telah dijual warga senilai Rp 5 juta. Tapi, menurut salah satu warga lain yang keberatan disebut namanya, jika fosil dibeli pembeli dari luar negeri, harganya bisa lebih mahal lagi. Bahkan ada yang pernah menjual sampai Rp 20 juta. Mengingat pentingnya benda-benda cagar budaya tersebut, Pemkab Karanganyar diminta untuk benar-benar serius melindungi. Meski sudah ada UU Nomor 5 Tahun 1993 tentang Cagar Budaya, Mustakim berharap ada aturan khusus dari pemerintah kabupaten setempat seperti peraturan daerah (Perda) untuk melindungi fosil dari Desa Dayu agar tidak dijual seenanya sendiri. (M-1/Ths)-g. http://www.kr.co.id/article.php?sid=126730 Hot News!!! CALL FOR PAPERS: send your abstract by 30 March 2007 to [EMAIL PROTECTED] Joint Convention Bali 2007 - The 32nd HAGI, the 36th IAGI, and the 29th IATMI Annual Convention and Exhibition, Bali Convention Center, 13-16 November 2007 To unsubscribe, send email to: iagi-net-unsubscribe[at]iagi.or.id To subscribe, send email to: iagi-net-subscribe[at]iagi.or.id Visit IAGI Website: http://iagi.or.id Pembayaran iuran anggota ditujukan ke: Bank Mandiri Cab. Wisma Alia Jakarta No. Rek: 123 0085005314 Atas nama: Ikatan Ahli Geologi Indonesia (IAGI) Bank BCA KCP. Manara Mulia No. Rekening: 255-1088580 A/n: Shinta Damayanti IAGI-net Archive 1: http://www.mail-archive.com/iagi-net%40iagi.or.id/ IAGI-net Archive 2: http://groups.yahoo.com/group/iagi - -- Mohammad Syaiful - Explorationist Mobile: 62-812-9372808