Re: Ida Arimurti LainJepang Lain Indonesia

2007-05-31 Terurut Topik Harry soetjahjanto
Kata mentri di Indonesia, emangnya mati enak.. dosa atuhhe...he.

Ida arimurti [EMAIL PROTECTED] wrote:  LainJepang Lain Indonesia 

MENTERI Perikanan, Pertanian dan Kehutanan Jepang Toshikatsu Matsuoka tewas
gantung diri karena tak bisa mempertanggungjawabkan masalah keuangan. Diduga
ia menggunakan uang negara untuk dana sumbangan sejumlah tokoh
politik,termasuk anggota parlemen yang jumlahnya sangat besar. Selama ini
Matsuko selalu menolak untuk memberikan keterangan kepada parlemen maupun
publik,sampai akhirnya Senin (28/5/2007) lalu ditemukan meninggal. Jepang
negara yang kuat memegang tradisi,dan ada perasaan malu yang tak terhingga
manakala seseorang ketahuan melakukan penyelewengan.

Tentu hanya kebetulan, di Indonesia mantan Menteri Kelautan dan Perikanan
juga terlibat dalam penyaluran sejumlah dana departemen untuk tokoh-
politik. Salah seorang penerimanya, mantan Ketua Partai Amanat Nasional
(PAN) Amien Rais yang mengakui menerima tetapi yang lain tidak. Isu ini
sempat mengguncang situasi politik di dalam negeri, karena menyangkut pula
nama Presiden Yudhoyono dan Wapres Jusuf Kalla.

Tema di atas kita angkat hanya sebagai perbandingan, sejauhmana
pertanggungjawaban seorang menteri di Indonesia dibanding negara lain. Ini
akan mencerminkan sejauhmana pula tanggung jawab menteri di Indonesia
terhadap rakyat.

Jepang adalah sebuah negara yang rakyatnya memiliki kultur ketaatan yang
tinggi. Kita tidak perlu heran, jika di sana sering terdengar ada menteri
atau perdana menteri mundur karena gagal menjalankan tugasnya. Bahkan pada
masa perang dunia dulu, banyak tentara Jepang yang melakukan harakiri atau
bunuh diri menggunakan samurai setelah gagal menjalankan misinya. Mengakhiri
hidup memang sudah menjadi kebiasaan mereka, setiap tahun sekitar 30.000
orang Jepang bunuh diri dengan berbagai alasan.

Tentu kita tidak sependapat jika ada pejabat yang gagal lantas mengakhiri
hidupnya untuk melepas tanggung jawab. Selain bunuh diri itu perbuatan dosa,
jalan pintas itu tidak menyelesaikan masalah. Malah menimbulkan problem bagi
keluarga maupun pemerintah. Yang kita inginkan dari pejabat di sini adalah
tanggung jawab. Banyak pejabat yang mengingkari ini dan mencari selamat
untuk dirinya sendiri. Kalau ada pejabat tinggi yang terlibat korupsi,
misalnya, justru bawahannya yang digantung dengan alasan yang melaksanakan
adalah bawahan. Sang pejabat hanya tanda tangan.

Ada memang pejabat tinggi yang masuk penjara karena korupsi seperti mantan
Menteri Agama Prof Said Agil, mantan Kepala Bulog Bedu Amang, Ketua Komisi
Pemilihan Umum (KPU) Nazarudin Samsudin bersama sejumlah stafnya. Kini yang
diadili mantan Menteri Kelautan dan Perikanan DR Rokhmin Dahuri. Di daerah,
sejumlah gubernur dan anggota DPR juga masuk bui karena korupsi. Tetapi ini
baru sebagian kecil, masih banyak kasus yang melibatkan pejabat belum
tersentuh hukum. Misalnya, kasus mantan Menteri Hukum dan Hak Azazi Manusia
Hamid Awaludin saat masih menjadi anggota KPU, kasus pembelian alat sidik
jari otomatis. Juga di Depkum dan HAM yang hanya memeriksa stafnya sebagai
tersangka. Belum lagi kasus Bantuan Lukuiditas Bank Indonesia. Pejabatnya
seperti tenang saja, merasa tidak bersalah.

Mengapa pejabat yang korupsi itu selalu berkelit, karena mereka merasa yang
dilakukannya juga dilakukan banyak pejabat. Sebagai bangsa sesungguhnya kita
memiliki budaya yang luhur, nenek moyang kita selalu mengajarkan kejujuran.
Sayangnya budaya yang adi luhung itu tidak terus diasah dengan ajaran budi
pekerti sebagai penangkal watak keserakahan. Akhirnya, kini terbukti
rakyatnya hidup miskin tetapi pejabatnya foya-foya dengan uang korupsi.
Mereka tidak merasa bersalah meski rakyatnya banyak yang bunuh diri karena
tekanan ekonomi.

Penyelesaian secara hukum memang baik, tetapi ini hanya menyangkut tindak
kejahatannya. Potensi terulangnya perbuatan yang sama masih sangat besar.
Kita punya budaya luhur tapi kulturnya tidak mendukung. Lain Jepang lain
pula Indonesia

http://www.indomedia.com/bpost/052007/31/opini/opini4.htm
http://www.indomedia.com/bpost/052007/31/opini/opini4.htm

[Non-text portions of this message have been removed]



 

 Send instant messages to your online friends http://uk.messenger.yahoo.com 

[Non-text portions of this message have been removed]



Ida Arimurti LainJepang Lain Indonesia

2007-05-30 Terurut Topik Ida arimurti
LainJepang Lain Indonesia 

MENTERI Perikanan, Pertanian dan Kehutanan Jepang Toshikatsu Matsuoka tewas
gantung diri karena tak bisa mempertanggungjawabkan masalah keuangan. Diduga
ia menggunakan uang negara untuk dana sumbangan sejumlah tokoh
politik,termasuk anggota parlemen yang jumlahnya sangat besar. Selama ini
Matsuko selalu menolak untuk memberikan keterangan kepada parlemen maupun
publik,sampai akhirnya Senin (28/5/2007) lalu ditemukan meninggal. Jepang
negara yang kuat memegang tradisi,dan ada perasaan malu yang tak terhingga
manakala seseorang ketahuan melakukan penyelewengan.

Tentu hanya kebetulan, di Indonesia mantan Menteri Kelautan dan Perikanan
juga terlibat dalam penyaluran sejumlah dana departemen untuk tokoh-
politik. Salah seorang penerimanya, mantan Ketua Partai Amanat Nasional
(PAN) Amien Rais yang mengakui menerima tetapi yang lain tidak. Isu ini
sempat mengguncang situasi politik di dalam negeri, karena menyangkut pula
nama Presiden Yudhoyono dan Wapres Jusuf Kalla.

Tema di atas kita angkat hanya sebagai perbandingan, sejauhmana
pertanggungjawaban seorang menteri di Indonesia dibanding negara lain. Ini
akan mencerminkan sejauhmana pula tanggung jawab menteri di Indonesia
terhadap rakyat.

Jepang adalah sebuah negara yang rakyatnya memiliki kultur ketaatan yang
tinggi. Kita tidak perlu heran, jika di sana sering terdengar ada menteri
atau perdana menteri mundur karena gagal menjalankan tugasnya. Bahkan pada
masa perang dunia dulu, banyak tentara Jepang yang melakukan harakiri atau
bunuh diri menggunakan samurai setelah gagal menjalankan misinya. Mengakhiri
hidup memang sudah menjadi kebiasaan mereka, setiap tahun sekitar 30.000
orang Jepang bunuh diri dengan berbagai alasan.

Tentu kita tidak sependapat jika ada pejabat yang gagal lantas mengakhiri
hidupnya untuk melepas tanggung jawab. Selain bunuh diri itu perbuatan dosa,
jalan pintas itu tidak menyelesaikan masalah. Malah menimbulkan problem bagi
keluarga maupun pemerintah. Yang kita inginkan dari pejabat di sini adalah
tanggung jawab. Banyak pejabat yang mengingkari ini dan mencari selamat
untuk dirinya sendiri. Kalau ada pejabat tinggi yang terlibat korupsi,
misalnya, justru bawahannya yang digantung dengan alasan yang melaksanakan
adalah bawahan. Sang pejabat hanya tanda tangan.

Ada memang pejabat tinggi yang masuk penjara karena korupsi seperti mantan
Menteri Agama Prof Said Agil, mantan Kepala Bulog Bedu Amang, Ketua Komisi
Pemilihan Umum (KPU) Nazarudin Samsudin bersama sejumlah stafnya. Kini yang
diadili mantan Menteri Kelautan dan Perikanan DR Rokhmin Dahuri. Di daerah,
sejumlah gubernur dan anggota DPR juga masuk bui karena korupsi. Tetapi ini
baru sebagian kecil, masih banyak kasus yang melibatkan pejabat belum
tersentuh hukum. Misalnya, kasus mantan Menteri Hukum dan Hak Azazi Manusia
Hamid Awaludin saat masih menjadi anggota KPU, kasus pembelian alat sidik
jari otomatis. Juga di Depkum dan HAM yang hanya memeriksa stafnya sebagai
tersangka. Belum lagi kasus Bantuan Lukuiditas Bank Indonesia. Pejabatnya
seperti tenang saja, merasa tidak bersalah.

Mengapa pejabat yang korupsi itu selalu berkelit, karena mereka merasa yang
dilakukannya juga dilakukan banyak pejabat. Sebagai bangsa sesungguhnya kita
memiliki budaya yang luhur, nenek moyang kita selalu mengajarkan kejujuran.
Sayangnya budaya yang adi luhung itu tidak terus diasah dengan ajaran budi
pekerti sebagai penangkal watak keserakahan. Akhirnya, kini terbukti
rakyatnya hidup miskin tetapi pejabatnya foya-foya dengan uang korupsi.
Mereka tidak merasa bersalah meski rakyatnya banyak yang bunuh diri karena
tekanan ekonomi.

Penyelesaian secara hukum memang baik, tetapi ini hanya menyangkut tindak
kejahatannya. Potensi terulangnya perbuatan yang sama masih sangat besar.
Kita punya budaya luhur tapi kulturnya tidak mendukung. Lain Jepang lain
pula Indonesia

 http://www.indomedia.com/bpost/052007/31/opini/opini4.htm
http://www.indomedia.com/bpost/052007/31/opini/opini4.htm



[Non-text portions of this message have been removed]