JNM - (unknown) [1 Attachment]

2011-10-16 Terurut Topik Denny Teguh Sutandio
“Semua bisa menjadi entrepreneur!”
– Benarkah seruan ini? Betulkah hidup hanya untuk bisnis? Apakah seluruh
profesi kurang berarti dan kurang berhasil, kecuali menjadi entrepreneur? Apa 
itu Entrepreneur? Apa kaitannya dengan
kehidupan kita sebagai orang Kristen?
 
Temukan jawabannya dalam:
Persekutuan dan Pembinaan Pemuda
Gereja Reformed Injili Indonesia (GRII) Andhika:
FACING
ENTREPRENEURSHIP TRENDS
oleh:Pdt. Sutjipto Subeno, M.Div.
 
 
Setiap Selasa; Pkl. 18.30 WIB:
1 November 2011: What is Entrepreneurship?
8 November 2011: Talents of Entrepreneurship?
15 November 2011: Hard Work, Hard Value
22 November 2011: Work and Loyalty
 
di Andhika Plaza C/5-7 (Lt. 4),
Jln. Simpang Dukuh 38-40, Surabaya
 
“Alkitab harus menjadi tolok ukur dan sarana untuk menilai segala hal dalam 
hidup setiap orang percaya.”
(Rev. Prof. Donald S. Whitney, Th.D., Spiritual Check-Up, hlm. 40)


JNM * (unknown)

2007-02-03 Terurut Topik henry jo
Hi Guys 
Syalom
 
Gue mau minta masukan dan temen-temen sekalian yang sudah banyak tau  tentang 
rapture (pengangkatan  gereja Tuhan) dan The Ends of Time (akhir zaman).
 
Recently, gue browsing dan buka website nya choo thomas  (Author Heaven is so 
Real), dan gue baca ada 2 kesaksian  yang menerima dream dan penglihatan bahwa 
akan sesuatu akan terjadi di tahun 2007 yaitu Renesa dan (read : 
www.choothomas.com/urgentmessage.html ). Namun mereka tidak menyebutkan secara 
eksplisit bahwa tahun 2007 merupakan rapture. Hal pengangkatan ini juga 
ditegaskan oleh choo thomas bahwa sudah semakin dekat dengan semakin seringnya 
beliau mendapat penglihatan-penglihatan tentang rapture.
 
Di  website tersebut juga disebutkan  keyakinan dari Shellby Corbit yang 
menyebutkan secara eksplisit bahwa Rapture akan terjadi pada summer 2007 
(Summer 2007 atau Juni -September 2007, tanggal dan harinya tidak diketahui, 
read www.2007rapture.com/prophecies.html  , gua ada bukunya 2007 yang 
sebagian bercerita tentang rapture dan akhir zaman, jika teman-teman mau akan 
saya forwawrd softcopynya).
 
Hal diatas, gue hubungkan dengan peernyataan Pat Robertson (www.CBN.com) dalam 
interviewnya awal januari 2007 yang menyatakan bahwa sebagian negara bagian 
Amerika akan hancur kemungkinan pada semester awal 2007 (gue punya soft 
copynya), namun ia tidak menyebutkan secara eksplisit apakah karena terorist 
atau nuklir tapi korban jiwa bisa sampai jutaan orang. 
 
Sesuai dengan pemahaman dari beberapa website yang gue baca ttg rapture, bahwa 
rapture terjadi sebelum ada great tribulation di bumi ini, sehingga gereja NYA 
terhindar dari tribulation tersebut. 
 
Kondisi diatas juga dapat dihubungkan dengan kondisi politik dunia khususnya 
timur tengah dimana iran semakin gencar dengan program nuklirnya dan mengajak 
negara amerika latin (nikaragua, venezuela, berdasarkan penglihatan Dumitru 
Duduman pada tahun 1984 bahwa AS akan hancur diserang oleh negara maerika latin 
www.handofhelp.com ) untuk perang melawan AS.
Iran juga yakin bahwa Imam Mahdi akan datang di 2007 dan akan berperang melawan 
Israel dengan AS. 
 
dibawah ini ada beberapa list yang membahas tentang rapture:
 
www.raptureready.com
www.raptureAlert.com
www.prophecyupdate.com 
 
di situs tersebut digambarkan peristiwa-peristiwa dunia yg mengambarkan the end 
of time.
 
So ..Please Guys tolong beri masukannya dan diskusinya tentang ini...
 
God Bless Us...
 
Henry Jo


 

TV dinner still cooling? 
Check out Tonight's Picks on Yahoo! TV.
http://tv.yahoo.com/

JNM * (unknown)

2005-01-10 Terurut Topik yosep_gobai


Runder Tisch zu West Papua, 29.-30 november 2004, Berlin

3. Gesprächsrunde: 
Menschenrechte und staatlicher Terror

 

TANTANGAN GEREJA DALAM MENSIKAPI

KEJAHATAN TERHADAP KEMANUSIAAN DI PAPUA BARAT

Gambaran Umum tentang Pelanggaran HAM Selama Hampir 40 Tahun
Dan Dilema Peran Gereja Menghadapi Kondisi Sosial Politik
di Papua Barat

Oleh : Pastor Nato Gobay1)

 

I.TITIK PANDANG PERMASALAHAN

Pada tanggal 30 Mei - 4 ]uni 2000 lalu suatu pesta demokrasi bagi 
rakyat Papua diselesaikan secara damai dan mengesankan, yaitu Kongres 
Nasional Papua II. Setelah selama sekitar 40 tahun menentang 
pengabaian hak asasi orang Papua untuk menentukan nasib sendiri, maka 
Kongres Nasional Papua II ini patut disyukuri sebagai anugerah Tuhan. 
Betapa tidak, kegiatan besar yang diikuti langsung oleh sekitar 3.000 
peserta aktif dan 21.000 masyarakat Papua yang mengikuti acara itu 
melalui pengeras suara di arena Kongres serta jutaan orang Papua yang 
mengikuti melalui siaran radio dapat berjalan aman dan sukses dengan 
pengamanan oleh masyarakat sendiri  (Satgas Papua) dan mengeluarkan 
Resolusi Politik yang pada intinya menggugat proses sejarah yang 
telah mengakibatkan wilayah dan rakyat Papua menjadi bagian integral 
Republik lndonesia.. Pada hal selama sekitar 40 tahun, aksi protes 
Papua baik melalui aksi bersenjata, pengungsian ke luar negeri, 
demonstrasi, aksi pengibaran bendera maupun dialog damai selalu 
disertai korban jiwa manusia. Bila kita berkunjung ke pelosok-pelosok 
Papua, dengan gampang kita akan bertemu sejumlah masyarakat yang 
mengakui bahwa di hutan ini ayah, ibu beserta saudara-saudaranya 
dibantai oleh militer. Banyak yang diperkosa, disiksa, dihilangkan, 
ditangkap tanpa proses hukum serta berbagai bentuk penyiksaan di luar 
batas kemanusiaan. Kuburan massal bertebaran di mana-mana. Semua 
dilakukan oleh militer Indonesia berdasarkan tudingan (stigma) OPM. 
Tetapi bagi rakyat Papua, OPM adalah ideology perjuangan untuk 
memperoleh kebenaran.

Rakyat Papua sedang memperjuangkan keadilan dan kebenaran baginya, 
namun banyak kali pemerintah mencurigai kegiatan itu sebagai kegiatan 
subversif. Banyak kali pemerintah menggunakan pendekatan militer. 
Gereja berada pada posisi serba salah. Hendak menghormati rakyatkah 
atau pemerintah? Tulisan ini mengajak kita mendiskusikan sikap gereja-
gereja di Papua pada umumnya dalam dinamika social politik di 
Indonesia yang belum stabil.

Mengapa rakyat Papua melawan pemerintah Indonesia? Study ELSHAM 
(Lembaga Study dan Hak Asasi Manusia) Papua Barat menunjukkan bahwa 
ada tiga permasalahan utama. Pertama, rakyat Papua menganggap bahwa 
Act of Free Choice 1969 yang dirubah di Indonesia menjadi Musyawarah 
Penentuan Pendapat Rakyat sebagai realisasi dari New York Agreement 
1962 merupakan bentuk konkrit pengabaian dunia internasional dan 
pemerintah Indonesia atas hak orang Papua untuk menentukan nasib 
sendiri. Proses penyusunan New York Agreement sama sekali tidak 
melibatkan orang Papua. PEPERA dijalankan di bawah proses penuh 
intimidasi, larangan berkumpul dan berbicara, penghilangan orang, 
pembunuhan dan berbagai bentuk tindakan militer yang menistai 
demokrasi. Seluruh aktivitas yang menjauhkan orang Papua dari 
realisasi haknya untuk menentukan nasib sendiri dalam pandangan orang 
Papua jelas-jelas  melanggar kententuan Resolusi PBB No. 1 514 dan 1 
541 tentang proses dekolonisasi bagi bangsa-bangsa yang dijajah.

Kedua, atas dasar status legal yang diberikan oleh PBB melalui 
Resolusi No. 2504/XXIV tahun 1969 yang mengesahkan hasil PEPERA maka 
secara de jure Irian Jaya menjadi wilayah kekuasaan Indonesia. 
Keberadaan Indonesia di Papua dilalui dengan penetapan Papua menjadi 
Daerah Operasi Militer (DOM) untuk menunjang kebijakan pembangunan 
yang bertumpu pada strategy pertumbuhan ekonomi melalui pertambangan, 
HPH, transmigrasi, pariwisata dan berbagai proyek pembangunan 
lainnya. Kebijakan pembangunan yang berorientasi pada strategy 
pertumbuhan ekonomi itu berimplikasi pad aspek social budaya seperti 
perusakan lingkungan hidup, pengambilan tanah, penebangan hutan, 
pengrusakan dusun-dusun masyarakat, serta degradasi kebudayaan 
masyarakat setempat.

Ketiga, gabungan kedua permasalahan di atas menciptakan krisis 
identitas bagi orang Papua. Krisis identitas nampak dalam aspek 
kebudayaan, ekonomi, birokrasi pemerintahan, dan sebagainya. Maka 
muncul tuntutan untuk menghormati kebudayaan, pengembangan kebudayaan 
Papua Melanesia, Papunisasi birokrasi, penguasaan sumber daya 
ekonomi, maupun tuntutan agar pemerintah mengakui keberadaan lembaga 
adat.

 

II. KEJAHATAN TERHADAP KEMANUSIAAN: Bukan Sekedar Salah Urus

Kesalahan sejarah (distorsi historis) yang terjadi melibatkan PBB 
dalam proses tranfer kewenangan dari Belanda ke Indonesia telah 
menjustifikasi negara Republik Indonesia untuk melakukan berbagai 
bentuk pelanggaran HAM berat di Papua Barat. Pemerintahan Indonesia, 
terutama di bawah kepemimpinan Soeharto menggunakan pendekatan