[keluarga-islam] Rentetan Definisi
Rentetan Definisi "Yah kenapa ada orang yang senang, ada juga orang yang susah trus ada orang yang miskin , ada juga orang yang kaya, trus kita ini miskin apa kaya yah " tanyak anak saya yang masih berumur empat tahun. Berbagai definisi memang sering muncul dikepala anak-anak kita dari perlakuan lingkungan terhadap mereka dan berbagai kesenjangan menjadi seperti warna yang menimbulkan tanda tanya. " emang kemaren kenapa yara nangis " jawab saya berusaha mencari suatu analogi yang memudahkan " habis adek jorokin Yara sih ", " Loh kok bisa adek Jorokin Yara emang Yara buat apa sama adek ?" tanya saya sambil tersenyum " kan Yara cuma gak kasih pinjam adek sepeda " kata anak saya sambil cemberut " Ya udah, sekarang ayah mau kasih Yara uang jajan, Yara senang gak ?" tanya saya memancing, dan anak saya cuma mengangguk " Tahu gak kenapa ayah ngasih Yara uang jajan ?" , " karena Yara uadh bantuin ayah bersihin halaman " sahutnya dengan kencang " benar , sekarang Yara bisa ngerti kenapa Yara jadi sedih dan kenapa Yara jadi senang, itu semua karena perbuatan Yara sendiri disamping kententuan Allah juga" kata saya menjelaskan semudah mungkin tapi tetap saja susah mencari padanan kata yang mudah dicerna, atau mungkin saya nya yang tidak bisa. "Trus kita ini orang kaya apa orang miskin yah" tanya anak saya masih penasaran "orang miskin adalah hidup dalam kekurangan, sedangkan orang kaya adalah orang yang tidak merasa kekurangan, sekarang Yara merasa kekurangan gak ?" tanya saya yang juga menjadi jawaban atas pertanyaannya sendiri " nggak sih cuma si Emi kan udah punya sepeda warna biru trus katanya mau beli sepeda lagi warna merah, gimana tuh yah ", katanya penuh selidik " ya berarti Emi termasuk orang miskin " jawab saya singkat " tapi kan yah si Emi udah punya mobil kita belum , trus rumahnya gede lagi ". Saya terjebak dalam definisi kaya hati yang ingin saya sampaikan dengan gambaran akumulasi materi yang ada dikepala anak saya. Selain menciptakan sesuatu yang berpasangan dalam hal yang setara Allah juga menciptakan pasangan yang bertolak belakang. Pasangan siang dan malam tentu tidak sama dengan pasangan susah dan senang atau pasangan laki-laki dan perempuan berbanding kaya dan miskin. Tentu saja benar anggapan orang bahwa tidak mungkin ada orang kaya tanpa adanya orang miskin , tetapi juga tidak bisa di pungkiri bahwa posisi kaya adalah pilihan sedangkan posisi miskin adalah akhiran artinya kenyataan yang harus dialami setelah tidak sanggup lagi memilih. Jika tanpa ada orang miskin maka orang kayak tidak akan ada , lalu kenapa semua orang memilih menjadi orang kaya ketimbang orang miskin. Tentu saja tidak ada jawabannya yang bisa menyenangkan hati karena semua hanyalah permainan istilah untuk mendefinisikan ketetapan Allah terhadap taqdir manusia. Untuk itu saya ahiri saja wacana ini sama seperti saya mengahiri pertanyaan anak saya dengan mencium keningnya sambil berpesan kepadanya untuk selalu berdoa karena hanya doa yang bisa menyeimbangkan segala perbedaan dalam mengiringi setiap langkah dari usaha kita. Kisah-kisah para pemberani telah terpatri di kepala kita tentang bagaimana mereka mempersamakan segala kasta yang justru membuat posisi mereka selalu berbeda dimata kita. Salam David
[keluarga-islam] Awliya Knowledge
Awliya Knowledge Mawlana Shaykh Hisham Kabbani Thursday, Mar 01, 2007 | Oakland, CA US SufiLive.com A`udhu billahi min ash-shaytan ir-rajeem Bismillahi 'r-Rahmani 'r-Raheem Ati` Allah wa ati` ar-rasula wa uli ’l-amri minkum - Obey Allah, obey the Prohet and obey those in authority among you. [4:59] In the previous session we made an introduction and speaking awliyaullah and about how Allah swt gave awliyaullah what he did not give others and prepared them so that they can guide the Ummah towards the Last Days and through the Last Days to reach Judgment Day in the best way, taking from what the Prophet (s) has given them through the knowledge of realities, which is knowledge of dhaahir and knowledge of the hidden. When Abdul Wahhaab ash-Sha`rani was asked about ilm al-baatin, he said that to us there is only one `ilm, `ilm adh-dhaahir, because for us everything is not hidden. For us is the knowledge of realties; already these discoveries have been made so we know what has been hidden. According to the level of the wali, what is hidden from them he might know it. So to them, there are not two different kinds of knowledge. There is knowledge always appearing to them and this is the knowledge of realities. We explained about that - about the importance of awliyaullah. The session yesterday was different… you were asking about the essence, so it was the session before. Awliyaullah: what is there job? What Grandshaykh said has a very, very deep meaning. He said it in a way that I feel shy to say it but we have to be more polite, because a wali can say about himself whatever he likes but a student cannot repeat as he says it; we have to try to put it in a way that is acceptable to us. That awliyaullah …what am I going to say? Awliyaullah are people who are cleaners; they clean what we make dirty. They have been carrying that responsibility which is a heavy responsibility. La yukallifullahu nafsa illa wu`saha. According to their levels, awliyaullah carry the dirtiness of their followers (put in a polite way; he used another word). We dump our dirtiness on them. That is why it is said that on the Day of Judgment, from Allah’s infinite mercy or love to His servant, for ummat an-Nabi, that they believed in him and didn’t associate anyone with him, Allah swt sends His mercy on them and because of that we will be feeling shy and sweating because we were running away and throwing our dirtiness everywhere and in return Allah swt is sending His mercy on us. Awliyaullah are inheriting from Muhammadun Rasulullah the manifestation from the verse, “wa ma arsalanaaka illa rahmatan lil-`alameen. - We have sent you not except as a mercy to humanity.” And how do we explain that mercy? It is impossible to give the explanation of that meaning in full; whatever we say, it falls short. When we say that Allah swt has mercy on me and my family it means we have a good life; we’re not sick, we have healthy children, we have good parents, we are eating well, we are breathing well; we are living well, we are not in a difficulty. It means anything that you can explain as a favor is a mercy that Allah swt favored you with. Breathing is a mercy. If that breathing stops, y’Allah swt goes away. So every action, even the smallest one, is a mercy. And who is that mercy? - It is Muhammad (s). Allah swt said, “We sent you not except as mercy.” So it means all these mercies we are receiving are coming to us through the Prophet (s). It is not shirk. The Prophet (s) said, “ana al-Haashir, wa ana al-Maahi, wa ana Abu'l-Qaasim, wa ana Taha wa Yasin.” – ‘I am the one taking sins away and on resurrection the one to whom all people run on Judgment Day. And I am Taha and Yasin. And I am Abul –Qaasim. Allah swt gave me the responsibility of dividing that mercy on humanity.’ So that heavy burden that is on awliyaullah, from what they inherit of the mercy of the Prophet (s) , they carry our dirtiness. As we were explaining two sessions before, Grandshaykh said, “The Prophet (s) said to me in my seclusions, your job” (he said to Grandshaykh, Shaykh Abdullah al-Faiz ad-Daghestani, Sultan al-Awliya) “is that you have to carry the dirtiness of everyone and you have to be able to take responsibility for what they have done. You have to purify them and clean them and you have to present them to me and I present them to the Divine Presence.” That is big. That is two lines but it makes you stunned. It makes us look into it carefully: that the Prophet (s) is saying “your job” - it means he has been assigned a job. It means he has been assigned an authority from the Prophet (s) meaning from the Prophet (s) to him and from Allah swt to the Prophet (s) that he has to carry from everyone. What does carry from someone mean? It means he has to be in everyone’s [all human beings] lives. He has to be with everyone in every moment of his or her life or how will he carry from everyone? How will he know what the
[keluarga-islam] Modus Korupsi Maftuh Basyuni dan Said Agil serupa
KOMISI Pemberantasan Korupsi (KPK) menduga adanya kesamaan modus korupsi penyelewengan dana pelaksanaan ibadah haji dan dana abadi umat (DAU) yang dilakukan mantan Menteri Agama Said Agil Husein Al Munnawar dan Menteri Agama Maftuh Basyuni. "Saya lihatnya hampir sama," ujar Ketua KPK Antasari Azhar di Gedung KPK, kemarin. Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada 7 Februari 2006 menjatuhkan vonis hukuman lima tahun penjara subsider tiga bulan kurungan terhadap Said Agil dalam kasus korupsi dana abadi umat. Selama persidangan dia mengaku mendapatkan dana sebesar Rp 4,5 miliar selama menjadi Menteri Agama periode 2002-2004. Dana itu merupakan akumulasi dana taktis uang lelah, uang transpor, uang honor, insentif, dan tunjangan lain di luar gajinya sebagai Menteri Agama. Majelis hakim menilai Said Agil mengetahui secara sah aliran DAU. Di pihak lain, terkait dengan Maftuh Basyuni, penyelidikan KPK berawal dari laporan Indo nesia Corruption Watch (ICW) mengenai penerimaan Maftuh senilai Rp534,353 juta serta kelebihan biaya pembayaran penerbangan penyelenggaraan ibadah haji 2008 senilai Rp878 miliar, yang seharusnya masuk pos DAU. Karena itu, lanjut Antasari, pimpinan KPK telah meminta tim penyidik kasus Maftuh Basyuni untuk melihat adanya kesamaan modus terkait dengan adanya penyelewengan dana yang dikelola dan harus dipertanggungjawabk an Menteri Agama. Lantaran modus yang hampir sama itu pula, sangat mungkin KPK meningkatkan status penyelidikan menjadi penyidikan. "Kalau sama kenapa tidak ditingkatkan penyelidikannya. " Kepala Divisi Monitoring dan Pelayanan Publik ICW Ade Irawan juga mengatakan modus antara korupsi penyelewengan dana pelaksanaan ibadah haji dan DAU yang dilakukan mantan Menteri Agama Said Agil Husein Al Munnawar dengan yang dilakukan Menteri Agama Maftuh Basyuni sama persis dan hanya merupakan bentuk t pengulangan kesalahan. "Itu kan sama persis," tegas Ade. i Dia menjelaskan Maftuh ber usaha mengubah Permenag - 88/2003 yang diterbitkan Said Agil dengan peraturan baru. Dalam Permenag 88/2003 dise butkan, Said Agil berhak untuk menerima tunjangan sebesar Rp15 juta per bulan. i Maftuh berusaha mengganti - aturan itu dengan mencantuml kan nominal angka lebih kecil dalam penerimaan yang dida patnya, tetapi hal tersebut tidak kemudian menjauhkannya dari indikasi korupsi. (*/P-4) http://anax1a. pressmart. net/ mediaindonesia/ MI/MI/2009/ 01/ 28/ArticleHtmls/ 28_01_2009_ 002_002.shtml? Mode=1
[keluarga-islam] Perbedaan Fatwa, Wacana, dan Vonis
Perbedaan Fatwa, Wacana, dan Vonis Oleh A. Mustofa Bisri Wacana, secara garis besar menurut kamus (KBBI), bermakna ucapan; perkataan; tutur atau keseluruhan tutur yang merupakan suatu kesatuan. Sebagai contoh, ungkapan seperti, ''Masalah ini baru merupakan wacana", berarti baru merupakan tuturan. Wacana berbeda dengan fatwa, yang menurut kamus berarti: jawab (keputusan, pendapat) yang diberikan oleh mufti tentang suatu masalah; atau secara kiasan: nasihat orang alim; pelajaran baik; petuah. Dan lebih berbeda lagi dengan vonis, yang berarti putusan hakim atau hukuman. Dalam kitab-kitab fikih, mufti, pemberi fatwa, dibedakan dengan hakim. Mufti hanya memberikan informasi kepada dan sesuai pertanyaan si peminta fatwa. Sementara hakim memutuskan hukuman setelah mendengarkan berbagai pihak seperti penuntut, terdakwa, dan saksi-saksi. Berbeda dengan putusan hakim, fatwa tidak memiliki kekuatan memaksa. Tidak mengikat kecuali bagi si peminta fatwa. Itu pun dengan beberapa catatan, antara lain, bila si peminta fatwa hanya mendapat fatwa dari satu pihak/pemberi fatwa dan fatwa yang diberikan sesuai dengan kemantapan hatinya. Apabila ada dua pihak yang memberi fatwa dan berbeda, maka dia mengikuti fatwa yang sesuai dengan kata hatinya. Ini didasarkan kepada hadis Nabi Muhammad SAW, Istafti qalbak/nafsak wain aftaaka an-naas... (Mintalah fatwa hati nuranimu meski orang-orang sudah memberimu fatwa...). Istilah Perlu Dijelaskan Istilah-istilah itu -seperti banyak istilah lainnya- perlu dijelaskan, pertama, karena kenyataan membuktikan bahwa di negeri ini banyak sekali istilah yang karena tidak pernah dijelaskan, hanya asal diucapkan, telah membuat silang-sengkarut, bahkan silang-sengketa yang berkepanjangan. Kedua, semakin merajalelanya wacana tentang dan fatwa MUI. Ketika wacana, misalnya, dianggap fatwa atau vonis, maka akan -bahkan sudah sering- memunculkan tidak hanya wacana tandingan, tapi fatwa atau bahkan vonis, penghukuman. Penghukuman ini pun sering dilakukan oleh pihak yang tidak berhak menghakimi. Karena ketidaktahuan tentang apa itu fatwa, misalnya, terbukti menimbulkan ''vonis'' serampangan yang sangat bodoh dan konyol. Kemarin orang ramai membicarakan wacana mengenai fatwa-fatwa MUI. Sekarang setelah ijtimaknya di Padang Panjang usai, ramai -dan untuk beberapa waktu insya Allah akan terus ramai- dibicarakan mengenai fatwa MUI mengenai hukum rokok, golput, yoga, dsb. Sejak didirikan pemerintah Orde Baru, dulu MUI hanya melayani permintaan fatwa dan untuk kepentingan pemerintah. Namun sejak isu lemak babi, popularitas MUI terus melejit. Lemak babi telah mendorong MUI memulai era barunya, mengembangkan ''usaha''-nya. Demi melindungi masyarakat muslim Indonesia dari terkena lemak babi atau hal-hal haram lainnya, MUI melakukan penelitian terhadap produk-produk yang akan dikonsumsi masyarakat. MUI pun laris manis. Permintaan sertifikat halal berdatangan dari perusahaan-perusaha an dan pabrik-pabrik. Karena untuk mengeluarkan sertifikat, MUI perlu melakukan penelitian-peneliti an dan penelitian-peneliti an membutuhkan biaya yang tidak sedikit; sedangkan dana MUI terbatas, maka saya pernah mengusulkan mbok Label Halal diganti saja dengan Label Haram. Pasalnya, yang haram hanya sedikit dan yang halal terlalu banyak. Pikir saya, nanti merepotkan MUI sendiri. Makin Pede Begitulah, lama-lama MUI semakin pede, semakin giat dan rajin berfatwa. Pesanan fatwa pun semakin meningkat, tidak hanya dari pihak pemerintah. Apalagi sejak fatwa spektakulernya tentang aliran sesat yang dampaknya luar biasa dahsyat, dari sekadar memunculkan wacana-wacana hingga aksi-aksi penghakiman. Misalnya, mereka yang tidak paham perbedaan fatwa dan vonis, sekaligus tidak terdidik hidup berbudaya Islami pun menjadikan fatwa sesat MUI itu sebagai dalil pembenar untuk melakukan vonis alias menghakimi sendiri siapa yang mereka anggap beraliran sesat. MUI pun akhirnya menjadi lembaga yang menakutkan. Tidak heran jika wakil presiden sampai berpesan dalam pembukaan Ijtimak Komisi Fatwa MUI kemarin, agar MUI jangan mengeluarkan fatwa yang meresahkan dan menjadi ketakutan baru, tapi menjadi solusi (JP, Minggu 25 Januari 2009). Sebetulnya, resah dan takut tidak perlu terjadi seandainya semua orang memahami betul makna ketiga istilah yang dari awal coba saya jelaskan itu. Jangankan wacana, fatwa saja bukanlah sesuatu yang harus dipahami atau disikapi sebagai vonis. Tidak saja karena hal itu bertentangan dengan pengertian bahasa, tapi juga menyalahi pengertian secara istilahi. Fatwa sendiri dalam istilah agama atau -sempitnya: fikh- mirip dengan pengertian bahasanya. Jawab mufti terhadap masalah keberagamaan. Dulu fatwa memang diminta dan diberikan mufti secara perorangan. Mufti yang boleh ditanya dan memberikan fatwa ialah orang yang memenuhi kriteria tertentu. Tidak sembarang orang, misalnya, pensiunan pegawai tinggi Depag tidak bisa dijadikan ukuran. Para ulama berbeda
[keluarga-islam] (Ngaji of the Day) Klasifikasi Perempuan Haid; Pengertian Pemilik Kebiasaan Waktu dan Jumlah
*Klasifikasi Perempuan Haid; Pengertian Pemilik Kebiasaan Waktu dan Jumlah* Perempuan pemilik kebiasaan waktu dan jumlah (*'Adah Adadiyah wa Waqtiyah*), dibagi kepada tiga kelompok: 1. Perempuan yang selama dua bulan berturut-turut keluar haid, dan berhenti dari haid pada waktu tertentu, misalkan dari tanggal lima sampai sepuluh. Lihat tabel dibawah ini: Bulan Tanggal Ramadan 1,2,3,4 Suci 5,6,7,8,9,10 Haid 11,12,13,14,…dst Suci Syawal 1,2,3,4 Suci 5,6,7,8,9,10, Haid 11,12,13,14…dst Suci 2. Perempuan yang tidak pernah berhenti keluar darah, tapi selama dua bulan berturut-turut pada waktu dan jumlah tertentu darah tersebut mempunyai sifat dan ciri-ciri haid, misalkan dia selalu keluar darah akan tetapi dari tanggal enam sampai tanggal sebelas selama dua bulan berturut-turut darah tersebut mempunyai ciri-ciri haid. Lihat tabel berikut: Bulan Tanggal Syawal 1,2,3,4,5 Istihadhah 6,7,8,9,10,11 Ciri-ciri haid 12,13,14,15,..dst Istihadhah Zulkaidah 1,2,3,4,5 Istihadhah 6,7,8,9,10,11 Ciri-ciri haid 12,13,14,15,…dst Istihadhah 3. Perempuan yang selama dua bulan berturut-turut pada waktu tertentu keluar haid, tapi setelah tiga hari atau lebih darah tersebut berhenti, sementara jumlah secara keseluruhan baik hari yang keluar haid maupun yang terhenti adalah tidak lebih dari sepuluh hari. Lihat tabel berikut: Bulan Tanggal Rb awal 1,2,3 Darah 4,5,6 Berhenti 7,8,9 Darah 10,11,12,13,14,15,…dst Rb tsani 1,2,3,4 Darah 5,6 Berhenti 7,8,9 Darah 10,11,12,13,14,15,…dst (Maka dari tanggal 1 hingga tanggal 9 adalah kebiasaan haidnya) *(F**atwa Imam Khomaeni dan Ayatullah Khamanei)*
[keluarga-islam] (Do'a of the Day) 02 Shafar 1430H
Bismillah irRahman irRaheem In the Name of Allah, The Most Gracious, The Most Kind Rabbanaa atmim lanaa nuuranaa waghfirlanaa innaka 'alaa kulli sya-in qadiirun. Ya Tuhan kami, sempurnakanlah bagi kami cahaya kami dan ampunilah kami; sesungguhnya Engkau Maha Kuasa atas segala sesuatu. (QS. At-Tahrim: 8)