[keluarga-islam] Rentetan Definisi

2009-01-28 Terurut Topik David Sofyan
Rentetan Definisi 

"Yah kenapa ada orang yang senang, ada juga orang yang susah trus ada orang 
yang miskin , ada juga orang yang kaya, trus kita ini miskin apa kaya yah " 
tanyak anak saya yang masih berumur empat tahun. Berbagai definisi memang 
sering muncul dikepala anak-anak kita dari perlakuan lingkungan terhadap mereka 
dan berbagai kesenjangan menjadi seperti warna yang menimbulkan tanda tanya. 

" emang kemaren kenapa yara nangis " jawab saya berusaha mencari suatu analogi 
yang memudahkan " habis adek jorokin Yara sih ", " Loh kok bisa adek Jorokin 
Yara emang Yara buat apa sama adek ?" tanya saya sambil tersenyum " kan Yara 
cuma gak kasih pinjam adek sepeda " kata anak saya sambil cemberut " Ya udah, 
sekarang ayah mau kasih Yara uang jajan, Yara senang gak ?" tanya saya 
memancing, dan anak saya cuma mengangguk " Tahu gak kenapa ayah ngasih Yara 
uang jajan ?" , " karena Yara uadh bantuin ayah bersihin halaman " sahutnya 
dengan kencang " benar , sekarang Yara bisa ngerti kenapa Yara jadi sedih dan 
kenapa Yara jadi senang, itu semua karena perbuatan Yara sendiri disamping 
kententuan Allah juga"  kata saya menjelaskan semudah mungkin tapi tetap saja 
susah mencari padanan kata yang mudah dicerna, atau mungkin saya nya yang tidak 
bisa.

"Trus kita ini orang kaya apa orang miskin yah" tanya anak saya masih penasaran 
"orang miskin adalah hidup dalam kekurangan, sedangkan orang kaya adalah orang 
yang tidak merasa kekurangan, sekarang Yara merasa kekurangan gak ?"  tanya 
saya yang juga menjadi jawaban atas pertanyaannya sendiri " nggak sih cuma si 
Emi kan udah punya sepeda warna biru trus katanya mau beli sepeda lagi warna 
merah, gimana tuh yah ", katanya penuh selidik " ya berarti  Emi termasuk orang 
miskin " jawab saya singkat " tapi kan yah si Emi udah punya mobil kita belum , 
trus rumahnya gede lagi ". Saya terjebak dalam definisi kaya hati yang ingin 
saya sampaikan dengan gambaran akumulasi materi yang ada dikepala anak saya. 

Selain menciptakan sesuatu yang berpasangan dalam hal yang setara Allah juga 
menciptakan pasangan yang bertolak belakang. Pasangan siang dan malam tentu 
tidak sama dengan pasangan susah dan senang atau pasangan laki-laki dan  
perempuan berbanding kaya dan miskin. Tentu saja benar anggapan orang bahwa 
tidak mungkin ada orang kaya tanpa adanya orang miskin , tetapi juga tidak bisa 
di pungkiri bahwa posisi kaya adalah pilihan sedangkan posisi miskin adalah 
akhiran artinya kenyataan yang harus dialami setelah tidak sanggup lagi 
memilih.  Jika tanpa ada orang miskin maka orang kayak tidak akan ada , lalu 
kenapa semua orang memilih menjadi orang kaya ketimbang orang miskin. Tentu 
saja tidak ada jawabannya yang bisa menyenangkan hati karena semua hanyalah 
permainan istilah untuk mendefinisikan ketetapan Allah terhadap taqdir manusia.

Untuk itu saya ahiri saja wacana ini sama seperti saya mengahiri pertanyaan 
anak saya dengan mencium keningnya sambil berpesan kepadanya untuk selalu 
berdoa karena hanya doa yang bisa menyeimbangkan segala perbedaan dalam 
mengiringi setiap langkah dari usaha kita. Kisah-kisah para pemberani telah 
terpatri di kepala kita tentang bagaimana mereka mempersamakan segala kasta 
yang justru membuat posisi mereka selalu berbeda dimata kita.

Salam

David

[keluarga-islam] Awliya Knowledge

2009-01-28 Terurut Topik arief dani
Awliya Knowledge
Mawlana Shaykh Hisham Kabbani
Thursday, Mar 01, 2007 | Oakland, CA US
SufiLive.com

A`udhu billahi min ash-shaytan ir-rajeem
Bismillahi 'r-Rahmani 'r-Raheem

Ati` Allah wa ati` ar-rasula wa uli ’l-amri minkum - Obey Allah, obey the 
Prohet and obey those in authority among you. [4:59]

In the previous session we made an introduction and speaking awliyaullah and 
about how Allah swt gave awliyaullah what he did not give others and prepared 
them so that they can guide the Ummah towards the Last Days and through the 
Last Days to reach Judgment Day in the best way, taking from what the Prophet 
(s) has given them through the knowledge of realities, which is knowledge of 
dhaahir and knowledge of the hidden.

When Abdul Wahhaab ash-Sha`rani was asked about ilm al-baatin, he said that to 
us there is only one `ilm, `ilm adh-dhaahir, because for us everything is not 
hidden. For us is the knowledge of realties; already these discoveries have 
been made so we know what has been hidden. According to the level of the wali, 
what is hidden from them he might know it. So to them, there are not two 
different kinds of knowledge. There is knowledge always appearing to them and 
this is the knowledge of realities. We explained about that - about the 
importance of awliyaullah. The session yesterday was different… you were asking 
about the essence, so it was the session before.

Awliyaullah: what is there job? What Grandshaykh said has a very, very deep 
meaning. He said it in a way that I feel shy to say it but we have to be more 
polite, because a wali can say about himself whatever he likes but a student 
cannot repeat as he says it; we have to try to put it in a way that is 
acceptable to us.

That awliyaullah …what am I going to say? Awliyaullah are people who are 
cleaners; they clean what we make dirty. They have been carrying that 
responsibility which is a heavy responsibility. La yukallifullahu nafsa illa 
wu`saha. According to their levels, awliyaullah carry the dirtiness of their 
followers (put in a polite way; he used another word). We dump our dirtiness on 
them. That is why it is said that on the Day of Judgment, from Allah’s infinite 
mercy or love to His servant, for ummat an-Nabi, that they believed in him and 
didn’t associate anyone with him, Allah swt sends His mercy on them and because 
of that we will be feeling shy and sweating because we were running away and 
throwing our dirtiness everywhere and in return Allah swt is sending His mercy 
on us.

Awliyaullah are inheriting from Muhammadun Rasulullah the manifestation from 
the verse, “wa ma arsalanaaka illa rahmatan lil-`alameen. - We have sent you 
not except as a mercy to humanity.” And how do we explain that mercy? It is 
impossible to give the explanation of that meaning in full; whatever we say, it 
falls short.

When we say that Allah swt has mercy on me and my family it means we have a 
good life; we’re not sick, we have healthy children, we have good parents, we 
are eating well, we are breathing well; we are living well, we are not in a 
difficulty. It means anything that you can explain as a favor is a mercy that 
Allah swt favored you with. Breathing is a mercy. If that breathing stops, 
y’Allah swt goes away. So every action, even the smallest one, is a mercy. And 
who is that mercy? - It is Muhammad (s). Allah swt said, “We sent you not 
except as mercy.” So it means all these mercies we are receiving are coming to 
us through the Prophet (s).

It is not shirk. The Prophet (s) said, “ana al-Haashir, wa ana al-Maahi, wa ana 
Abu'l-Qaasim, wa ana Taha wa Yasin.” – ‘I am the one taking sins away and on 
resurrection the one to whom all people run on Judgment Day. And I am Taha and 
Yasin. And I am Abul –Qaasim. Allah swt gave me the responsibility of dividing 
that mercy on humanity.’

So that heavy burden that is on awliyaullah, from what they inherit of the 
mercy of the Prophet (s) , they carry our dirtiness. As we were explaining two 
sessions before, Grandshaykh said, “The Prophet (s) said to me in my 
seclusions, your job” (he said to Grandshaykh, Shaykh Abdullah al-Faiz 
ad-Daghestani, Sultan al-Awliya) “is that you have to carry the dirtiness of 
everyone and you have to be able to take responsibility for what they have 
done. You have to purify them and clean them and you have to present them to me 
and I present them to the Divine Presence.”

That is big. That is two lines but it makes you stunned. It makes us look into 
it carefully: that the Prophet (s) is saying “your job” - it means he has been 
assigned a job. It means he has been assigned an authority from the Prophet (s) 
meaning from the Prophet (s) to him and from Allah swt to the Prophet (s) that 
he has to carry from everyone.

What does carry from someone mean? It means he has to be in everyone’s [all 
human beings] lives. He has to be with everyone in every moment of his or her 
life or how will he carry from everyone? How will he know what the

[keluarga-islam] Modus Korupsi Maftuh Basyuni dan Said Agil serupa

2009-01-28 Terurut Topik djoko pranyoto
KOMISI Pemberantasan Korupsi (KPK) menduga adanya kesamaan modus korupsi 
penyelewengan dana pelaksanaan ibadah haji dan dana abadi umat (DAU) yang 
dilakukan mantan Menteri Agama Said Agil Husein Al Munnawar dan Menteri Agama 
Maftuh Basyuni. 
"Saya lihatnya hampir sama," ujar Ketua KPK Antasari Azhar di Gedung KPK, 
kemarin. 
Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada 7 Februari 2006 menjatuhkan 
vonis hukuman lima tahun penjara subsider tiga bulan kurungan terhadap Said 
Agil dalam kasus korupsi dana abadi umat. Selama persidangan dia mengaku 
mendapatkan dana sebesar Rp 4,5 miliar selama menjadi Menteri Agama periode 
2002-2004. Dana itu merupakan akumulasi dana taktis uang lelah, uang transpor, 
uang honor, insentif, dan tunjangan lain di luar gajinya sebagai Menteri Agama. 
Majelis hakim menilai Said Agil mengetahui secara sah aliran DAU. 
Di pihak lain, terkait dengan Maftuh Basyuni, penyelidikan KPK berawal dari 
laporan Indo nesia Corruption Watch (ICW) mengenai penerimaan Maftuh senilai 
Rp534,353 juta serta kelebihan biaya pembayaran penerbangan penyelenggaraan 
ibadah haji 2008 senilai Rp878 miliar, yang seharusnya masuk pos DAU. 
Karena itu, lanjut Antasari, pimpinan KPK telah meminta tim penyidik kasus 
Maftuh Basyuni untuk melihat adanya kesamaan modus terkait dengan adanya 
penyelewengan dana yang dikelola dan harus dipertanggungjawabk an Menteri 
Agama. Lantaran modus yang hampir sama itu pula, sangat mungkin KPK 
meningkatkan status penyelidikan menjadi penyidikan. 
"Kalau sama kenapa tidak ditingkatkan penyelidikannya. " 
Kepala Divisi Monitoring dan Pelayanan Publik ICW Ade Irawan juga mengatakan 
modus antara korupsi penyelewengan dana pelaksanaan ibadah haji dan DAU yang 
dilakukan mantan Menteri Agama Said Agil Husein Al Munnawar dengan yang 
dilakukan Menteri Agama Maftuh Basyuni sama persis dan hanya merupakan bentuk t 
pengulangan kesalahan. "Itu kan sama persis," tegas Ade. i Dia menjelaskan 
Maftuh ber usaha mengubah Permenag - 88/2003 yang diterbitkan Said Agil dengan 
peraturan baru. 
Dalam Permenag 88/2003 dise butkan, Said Agil berhak untuk menerima tunjangan 
sebesar Rp15 juta per bulan. i Maftuh berusaha mengganti - aturan itu dengan 
mencantuml kan nominal angka lebih kecil dalam penerimaan yang dida patnya, 
tetapi hal tersebut tidak kemudian menjauhkannya dari indikasi korupsi. (*/P-4) 

http://anax1a. pressmart. net/ mediaindonesia/ MI/MI/2009/ 01/ 28/ArticleHtmls/ 
28_01_2009_ 002_002.shtml? Mode=1



  

[keluarga-islam] Perbedaan Fatwa, Wacana, dan Vonis

2009-01-28 Terurut Topik djoko pranyoto
Perbedaan Fatwa, Wacana, dan Vonis 
Oleh A. Mustofa Bisri 

Wacana, secara garis besar menurut kamus (KBBI), bermakna ucapan; perkataan; 
tutur atau keseluruhan tutur yang merupakan suatu kesatuan. Sebagai contoh, 
ungkapan seperti, ''Masalah ini baru merupakan wacana", berarti baru merupakan 
tuturan.

Wacana berbeda dengan fatwa, yang menurut kamus berarti: jawab (keputusan, 
pendapat) yang diberikan oleh mufti tentang suatu masalah; atau secara kiasan: 
nasihat orang alim; pelajaran baik; petuah. Dan lebih berbeda lagi dengan 
vonis, yang berarti putusan hakim atau hukuman.

Dalam kitab-kitab fikih, mufti, pemberi fatwa, dibedakan dengan hakim. Mufti 
hanya memberikan informasi kepada dan sesuai pertanyaan si peminta fatwa. 
Sementara hakim memutuskan hukuman setelah mendengarkan berbagai pihak seperti 
penuntut, terdakwa, dan saksi-saksi. Berbeda dengan putusan hakim, fatwa tidak 
memiliki kekuatan memaksa. Tidak mengikat kecuali bagi si peminta fatwa. 

Itu pun dengan beberapa catatan, antara lain, bila si peminta fatwa hanya 
mendapat fatwa dari satu pihak/pemberi fatwa dan fatwa yang diberikan sesuai 
dengan kemantapan hatinya. Apabila ada dua pihak yang memberi fatwa dan 
berbeda, maka dia mengikuti fatwa yang sesuai dengan kata hatinya. Ini 
didasarkan kepada hadis Nabi Muhammad SAW, Istafti qalbak/nafsak wain aftaaka 
an-naas... (Mintalah fatwa hati nuranimu meski orang-orang sudah memberimu 
fatwa...).

Istilah Perlu Dijelaskan 

Istilah-istilah itu -seperti banyak istilah lainnya- perlu dijelaskan, pertama, 
karena kenyataan membuktikan bahwa di negeri ini banyak sekali istilah yang 
karena tidak pernah dijelaskan, hanya asal diucapkan, telah membuat 
silang-sengkarut, bahkan silang-sengketa yang berkepanjangan. Kedua, semakin 
merajalelanya wacana tentang dan fatwa MUI. Ketika wacana, misalnya, dianggap 
fatwa atau vonis, maka akan -bahkan sudah sering- memunculkan tidak hanya 
wacana tandingan, tapi fatwa atau bahkan vonis, penghukuman. Penghukuman ini 
pun sering dilakukan oleh pihak yang tidak berhak menghakimi. Karena 
ketidaktahuan tentang apa itu fatwa, misalnya, terbukti menimbulkan ''vonis'' 
serampangan yang sangat bodoh dan konyol. 

Kemarin orang ramai membicarakan wacana mengenai fatwa-fatwa MUI. Sekarang 
setelah ijtimaknya di Padang Panjang usai, ramai -dan untuk beberapa waktu 
insya Allah akan terus ramai- dibicarakan mengenai fatwa MUI mengenai hukum 
rokok, golput, yoga, dsb. 

Sejak didirikan pemerintah Orde Baru, dulu MUI hanya melayani permintaan fatwa 
dan untuk kepentingan pemerintah. Namun sejak isu lemak babi, popularitas MUI 
terus melejit. Lemak babi telah mendorong MUI memulai era barunya, 
mengembangkan ''usaha''-nya. 

Demi melindungi masyarakat muslim Indonesia dari terkena lemak babi atau 
hal-hal haram lainnya, MUI melakukan penelitian terhadap produk-produk yang 
akan dikonsumsi masyarakat. MUI pun laris manis. Permintaan sertifikat halal 
berdatangan dari perusahaan-perusaha an dan pabrik-pabrik.

Karena untuk mengeluarkan sertifikat, MUI perlu melakukan penelitian-peneliti 
an dan penelitian-peneliti an membutuhkan biaya yang tidak sedikit; sedangkan 
dana MUI terbatas, maka saya pernah mengusulkan mbok Label Halal diganti saja 
dengan Label Haram. Pasalnya, yang haram hanya sedikit dan yang halal terlalu 
banyak. Pikir saya, nanti merepotkan MUI sendiri.

Makin Pede 

Begitulah, lama-lama MUI semakin pede, semakin giat dan rajin berfatwa. Pesanan 
fatwa pun semakin meningkat, tidak hanya dari pihak pemerintah. Apalagi sejak 
fatwa spektakulernya tentang aliran sesat yang dampaknya luar biasa dahsyat, 
dari sekadar memunculkan wacana-wacana hingga aksi-aksi penghakiman. 

Misalnya, mereka yang tidak paham perbedaan fatwa dan vonis, sekaligus tidak 
terdidik hidup berbudaya Islami pun menjadikan fatwa sesat MUI itu sebagai 
dalil pembenar untuk melakukan vonis alias menghakimi sendiri siapa yang mereka 
anggap beraliran sesat. 

MUI pun akhirnya menjadi lembaga yang menakutkan. Tidak heran jika wakil 
presiden sampai berpesan dalam pembukaan Ijtimak Komisi Fatwa MUI kemarin, agar 
MUI jangan mengeluarkan fatwa yang meresahkan dan menjadi ketakutan baru, tapi 
menjadi solusi (JP, Minggu 25 Januari 2009). 

Sebetulnya, resah dan takut tidak perlu terjadi seandainya semua orang memahami 
betul makna ketiga istilah yang dari awal coba saya jelaskan itu. Jangankan 
wacana, fatwa saja bukanlah sesuatu yang harus dipahami atau disikapi sebagai 
vonis. Tidak saja karena hal itu bertentangan dengan pengertian bahasa, tapi 
juga menyalahi pengertian secara istilahi.

Fatwa sendiri dalam istilah agama atau -sempitnya: fikh- mirip dengan 
pengertian bahasanya. Jawab mufti terhadap masalah keberagamaan. Dulu fatwa 
memang diminta dan diberikan mufti secara perorangan. Mufti yang boleh ditanya 
dan memberikan fatwa ialah orang yang memenuhi kriteria tertentu. 

Tidak sembarang orang, misalnya, pensiunan pegawai tinggi Depag tidak bisa 
dijadikan ukuran. Para ulama berbeda 

[keluarga-islam] (Ngaji of the Day) Klasifikasi Perempuan Haid; Pengertian Pemilik Kebiasaan Waktu dan Jumlah

2009-01-28 Terurut Topik Ananto
*Klasifikasi Perempuan Haid; Pengertian Pemilik Kebiasaan Waktu dan Jumlah*



Perempuan pemilik kebiasaan waktu dan jumlah (*'Adah Adadiyah wa Waqtiyah*),
dibagi kepada tiga kelompok:

1. Perempuan yang selama dua bulan berturut-turut keluar haid, dan
berhenti dari haid pada waktu tertentu, misalkan dari tanggal lima sampai
sepuluh.



Lihat tabel dibawah ini:

Bulan

Tanggal

Ramadan

1,2,3,4

Suci

5,6,7,8,9,10

Haid

11,12,13,14,…dst

Suci

Syawal

1,2,3,4

Suci

5,6,7,8,9,10,

Haid

11,12,13,14…dst

Suci



2. Perempuan yang tidak pernah berhenti keluar darah, tapi selama dua
bulan berturut-turut pada waktu dan jumlah tertentu darah tersebut mempunyai
sifat dan ciri-ciri haid, misalkan dia selalu keluar darah akan tetapi dari
tanggal enam sampai tanggal sebelas selama dua bulan berturut-turut darah
tersebut mempunyai ciri-ciri haid.



Lihat tabel berikut:

Bulan

Tanggal

Syawal

1,2,3,4,5 Istihadhah

6,7,8,9,10,11

Ciri-ciri haid

12,13,14,15,..dst

Istihadhah

Zulkaidah

1,2,3,4,5

Istihadhah

6,7,8,9,10,11

Ciri-ciri haid

12,13,14,15,…dst

Istihadhah



3. Perempuan yang selama dua bulan berturut-turut pada waktu tertentu
keluar haid, tapi setelah tiga hari atau lebih darah tersebut berhenti,
sementara jumlah secara keseluruhan baik hari yang keluar haid maupun yang
terhenti adalah tidak lebih dari sepuluh hari.



Lihat tabel berikut:

Bulan

Tanggal

Rb awal

1,2,3

Darah

4,5,6

Berhenti

7,8,9

Darah

10,11,12,13,14,15,…dst

Rb tsani

1,2,3,4

Darah

5,6

Berhenti

7,8,9

Darah

10,11,12,13,14,15,…dst

(Maka dari tanggal 1 hingga tanggal 9 adalah kebiasaan haidnya)



*(F**atwa Imam Khomaeni dan Ayatullah Khamanei)*


[keluarga-islam] (Do'a of the Day) 02 Shafar 1430H

2009-01-28 Terurut Topik Ananto
Bismillah irRahman irRaheem
In the Name of Allah, The Most Gracious, The Most Kind

Rabbanaa atmim lanaa nuuranaa waghfirlanaa innaka 'alaa kulli sya-in
qadiirun.


Ya Tuhan kami, sempurnakanlah bagi kami cahaya kami dan ampunilah kami;
sesungguhnya Engkau Maha Kuasa atas segala sesuatu. (QS. At-Tahrim: 8)