[MABINDO] (6) Pendekatan Buddhis Terhadap Pembangunan Sosial dan Ekonomi: Sebuah Pengalaman Dari Sri Lanka

2005-03-24 Thread Jimmy Lominto

 

Pendekatan Buddhis  Terhadap Pembangunan Sosial dan Ekonomi:

 Sebuah Pengalaman Dari Sri Lanka

A.T. Ariyaratne

Diterjemahkan oleh: Jimmy Lominto

 

(bag 6)

 

Integrasi Sosial. Sambil melestarikan identitas kultural kami, apabila kami 
bisa hidup bersama dengan damai dan harmonis, masyarakat kami pun akan maju. 
Namun kenyataan sekarang tidaklah demikian. Alih-alih menggunakan keragaman 
kami sebagai sumber daya yang sangat penting bagi kemajuan, kami malah 
menjadikannya sebagai alasan untuk berkonflik. Sekarang hal ini telah 
berkembang menjadi perang saudara berkepanjangan yang telah berlangsung selama 
15 tahun lebih. Tidak mungkin akan terjadi pembangunan sosial kecuali  
komunitas dan kelompok yang beraneka ragam yang merupakan bagian dari 
masyarakat belajar hidup saling menghormati satu sama lain. Pendekatan Buddhis 
jelas bukan sektarian melainkan pendekatan holistik yang memandang umat manusia 
sebagai satu keluarga besar. 

Kaum Wanita dan Anak-Anak.  Di masa damai maupun di saat terjadi konflik sosial 
dan kekacuan, pihak yang paling menderita adalah kaum wanita dan anak-anak. 
Sebagai dampak perang saudara yang masih terus berlangsung hingga saat ini, 
derita semacam ini dapat ditemukan di hampir setiap desa dan rumah, di utara 
maupun di selatan. Malnutrisi pada anak-anak dan kurangnya hak yang sama bagi 
wanita, yang telah eksis dalam masyarakat kami, semakin diperparah situasi 
konflik dalam negeri. Untuk berlangsungnya pembangunan sosial, dibutuhkan—baik 
pada masa ‘normal’ maupun di masa perang—suatu norma yang diterima  bersama 
yaitu bahwa kaum wanita dan anak-anak perlu dilindungi sepanjang masa. Standar 
yang dapat kita gunakan untuk menilai masyarakat beradab manapun adalah status 
yang diberikan kepada kaum wanitanya  serta perlindungan yang ditawarkan kepada 
anak-anaknya.

Perdamaian. Perdamaian bukanlah sekadar absennya peperangan. Perdamaian adalah 
suatu keadaan kesadaran yang secara dinamis dipertahankan warga suatu 
masyarakat di mana berbagai kejahatan yag ditimbulkan oleh keserakahan, 
kebencian, dan kebodohan batin dikurangi hingga minimum sedangkan non 
keserakahan dan non kebencian ditingkatkan hingga maksimum.

Di awal abad ke 16 ketika Portugis mengalahkan propinsi-propinsi maritim Sri 
Lanka dan melakukan kekejaman terhadap rakyat guna memaksa mereka memeluk agama 
Katolik. Raja Kandy mengupayakan umat Buddha, Hindu, maupun Islam untuk datang 
ke kerajaan Kandy dan menyediakan mereka desa-desa untuk hidup dengan aman. 
Setelah itu, ketika  Belanda menyerbu wilayah pendudukan Portugis dan mulai 
meyiksa orang Katolik, tindakan serupa kembali diambil Raja Kandy untuk 
menyediakan keamanan bagi orang Katolik di kerajaan Kandy. Sewaktu teritori 
pendudukan Belanda diserahkan pada Inggris pada tahun 1798 dan kendali atas 
seluruh negeri kemudian diambil alih oleh mereka pada tahun 1815, Buddhis 
sebagai mayoritas dihadapkan pada berbagai macam cara, dari cara yang lebih 
halus hingga cara yang melanggar hak mereka. Meskipun demikian, umat Buddha 
belum pernah melanggar toleransi yang merupakan nilai tradisional Buddhis 
mereka dan memperlakukan umat semua  keyakinan dengan hormat. Oleh karena itu, 
jika
 dibantu pengertian benar dari pihak non-Buddhis juga, saya sama sekali tidak 
melihat alasan mengapa lebih banyak keharmonisan antar umat beragama tidak bisa 
dibangun di negari kami. Yang penting bukanlah sekadar hidup berdampingan tanpa 
konflik saja, tapi juga secara aktif bekerja sama untuk memerangi segala 
kejahatan termasuk tindak kriminal dan perang. Para pemimpin politik kemudian 
bisa segera mulai menangani sebab-sebab politik dan ekonomi yang telah 
menyebabkan kemerosotan dan konflik sosial saat ini.  (bersambung)

 

 

==

Bagi saudara-saudari seDharma yang tertarik untuk Belajar, Berlatih, dan 
Berbagi Hidup Berkesadaran serta mengembangkan Socially Engaged Buddhism* (SEB) 
di Indonesia silahkan bergabung dengan kami di Milis Dharmajala. 

*Agama Buddha yang terjun aktif ke dalam segala aspek kehidupan manusia  
seperti urusan sosial kemasyarakatan, budaya, ekonomi, politik,  perlindungan 
lingkungan hidup…dsbnya tapi yang dilakukan secara PENUH KESADARAN atau dengan 
PERHATIAN PENUH.

Silahkan kunjungi:
http://groups.yahoo.com/group/Dharmajala/
  

Untuk bergabung, kirimkan email ke:
[EMAIL PROTECTED]
  

 

Dharmajala bertujuan untuk:

Menyingkap Tabir Ketidaktahuan
Membongkar Sekat Ketidakpedulian
Menganyam Tali Persahabatan 
Merajut Jaring Persaudaraan
Saling Asah, Asih, dan Asuh dalam Semangat Sanggha 
Aktif Mengupayakan Transformasi Diri Transformasi Sosial
Melalui Hidup Berkesadaran

=


__
Do You Yahoo!?
Tired of spam?  Yahoo! Mail has the best spam protection around 
http://mail.yahoo.com 

[Non-text portions of this message have been removed]



 Yahoo! G

[MABINDO] Hidup Bersama secara Harmonis (5)

2005-03-24 Thread Jimmy Lominto


Hidup Bersama secara Harmonis

Y.A. Maha Biksu Thich Nhat Hanh

Diterjemahkan oleh: Kurniawati dan diedit oleh: Jimmy Lominto

 

(bag 5)

Hari ini, apa yang telah berusaha saya sampaikan pada kalian, anak-anak adalah 
kalian belajar katakan kepada orang tua kalian, “Mama dan Papa tercinta, hadiah 
terbesar yang dapat mama dan papa berikan pada saya adalah kebahagiaan mama dan 
papa sendiri. Mohon berikanlah saya hadiah tersebut.”

 

(lonceng)

 

Hari ini, kita mulai belajar metode mendengarkan secara mendalam. Seperti yang 
sudah kita ketahui, kita harus berlatih sebelum kita dapat mendengarkan secara 
mendalam. Kadang “mendengar secara mendalam” bisa juga kita terjemahkan sebagai 
mendengarkan dengan kasih sayang, yaitu mendengarkan dengan kasih sayang atau 
mendengarkan dengan cinta kasih. Kita mendengar hanya dengan satu tujuan; kita 
mendengar bukan agar dapat mengritik, menyalahkan, mengoreksi seseorang yang 
sedang bicara atau menyalahkan orang tersebut. Kita mendengar hanya dengan satu 
tujuan yaitu untuk mengurangi derita orang yang sedang kita dengarkan. Kita 
harus duduk dengan diam, kita harus duduk dengan kebebasan dari dalam, tubuh 
maupun pikiran kita harus seratus persen hadir, mendengarkan sehingga orang 
lain dapat mengurangi deritanya. Jika orang itu mengatakan hal-hal yang tidak 
benar, yang merupakan persepsi-persepsi yang keliru, mungkin kita ada keinginan 
untuk merespon, untuk mengatakan, “Itu tidak benar!” dan
 berdebat dengan mereka. Tapi jangan kita lakukan itu—kita harus duduk dan 
mendengarkan. Jika kita bisa duduk selama satu jam, maka satu jam tersebut 
adalah satu jam keemasan. Satu jam tersebut adalah satu jam yang dapat 
menyembuhkan dan merubah. 

Kita bisa lakukan jauh lebih baik daripada para psikoterapis, karena ada 
psikoterapis-psikoterapis yang belum belajar bagaimana mendengarkan secara 
mendalam, belum belajar mendengarkan dengan kasih sayang. Para psikoterapis 
punya derita mereka sendiri, mungkin banyak sekali penderitaan, sehingga 
kapasitas untuk mendengarkan secara mendalam mereka tidaklah besar. Kita tidak 
tahu banyak teori-teori psikoterapi, tapi kita sudah berlatih berhenti dan 
melihat secara mendalam, kita sudah berlatih mendengarkan secara mendalam, oleh 
karena itu, kita bisa lakukan lebih baik daripada para psikoterapis. Kita 
gunakan metode mendengarkan secara mendalam, pertama pada orang-orang yang kita 
cintai dan keluarga kita, dan begitu kita berhasil dengan keluarga kita, kita 
bisa bantu teman-teman kita. Kita bisa mendengar secara mendalam sehingga 
derita dunia berkurang; itulah praktik kita. Tentu saja, psikoterapis harus 
belajar bagaimana mendengarkan secara mendalam sesuai latihan ini agar dapat 
menjadi
 psikoterapis yang baik. 

Kala kita sudah dapat mendengarkan secara mendalam, kala kita sudah tahu 
bagaimana melakukannya, kala kita juga sudah tahu bagaimana bicara dengan penuh 
kasih sayang, kesemuanya ini mempunyai fungsi menghidupkan kembali komunikasi 
di antara dua insan. Sebenarnya, saat kita tahu bagaimana mendengarkan secara 
mendalam, kita dengan sendirinya sudah bicara dengan kasih sayang. (Lain kali 
saya ceramah, kita akan belajar tentang menggunakan cara bicara yang penuh 
cinta kasih dan itu merupakan bagian dari Latihan Perhatian Penuh Keempat. Kita 
akan belajar lebih banyak mengenai hal-hal ini dalam diskusi-diskusi Dharma 
kita.) Di jaman kita ini, teknologi komunikasi sungguh teramat canggih. Kita 
punya segala jenis komunikasi, seperti email, fax dan telefon, oleh karenanya, 
kita bisa berhubungan satu dengan yang lain dengan sangat cepat dan dalam tempo 
beberapa jam saja, berita bisa diambil dari satu ujung dunia ke ujung lainnya. 
Tapi, ada hambatan dalam komunikasi antarinsan dalam keluarga,
 antara ayah dan anak, antara istri dan suami. Oleh karena itu, sungguh sangat 
penting bagi kita untuk belajar bagaimana mendengarkan secara mendalam. 
(bersambung)

 

==

Bagi saudara-saudari seDharma yang tertarik untuk Belajar, Berlatih, dan 
Berbagi Hidup Berkesadaran serta mengembangkan Socially Engaged Buddhism* (SEB) 
di Indonesia silahkan bergabung dengan kami di Milis Dharmajala. 

*Agama Buddha yang terjun aktif ke dalam segala aspek kehidupan manusia  
seperti urusan sosial kemasyarakatan, budaya, ekonomi, politik,  perlindungan 
lingkungan hidup…dsbnya tapi yang dilakukan secara PENUH KESADARAN atau dengan 
PERHATIAN PENUH.

Silahkan kunjungi:
http://groups.yahoo.com/group/Dharmajala/
  

Untuk bergabung, kirimkan email ke:
[EMAIL PROTECTED]
  

 

Dharmajala bertujuan untuk:

Menyingkap Tabir Ketidaktahuan
Membongkar Sekat Ketidakpedulian
Menganyam Tali Persahabatan 
Merajut Jaring Persaudaraan
Saling Asah, Asih, dan Asuh dalam Semangat Sanggha 
Aktif Mengupayakan Transformasi Diri Transformasi Sosial
Melalui Hidup Berkesadaran

=


__
Do You 

[MABINDO] Fwd: [Dharmajala] emangnya ada yah bhiksu mahayana yang hidup sederhana?

2005-03-24 Thread Deva



--- In Dharmajala@yahoogroups.com, "chingik2003" <[EMAIL PROTECTED]> wrote:

Message: 18
   Date: Mon, 21 Mar 2005 07:18:09 -
   From: "Deva" <[EMAIL PROTECTED]>
Subject: Re: Dhamma Yg Membumi : Shi DeJian bhiksu sederhana



Dear all members,

Haaa, emangnya ada yah bhiksu mahayana yang hidup sederhana? Sorry 
yah aku baru dengar, hebat juga yah!!

Setahu aku sih yang sering digembar-gemborin cuma bhikkhu theravada 
aja yang ada ngejalanin hidup sederhana, meditasi di utan, nyampe 
jhana segala, sampe berhari-hari.

Karena setahu aku Bhiksu mahayana sih cuma tung-tung ceng doang sih, 
mewah lagi hidupnya.

Thank you berat, mata aku baru terbuka, kalo ada juga bhiksu 
mahayana 
yang menjalani hidup sederhana.

OH iya apa lu gak salah info nech???

With love


vajradeva orang bingung


Izinkan saya menanggapi kebingungan mr. Vajradeva:

***Betapa menyedihkan bahwa banyak orang telah mengalami kesalah 
pahaman terhadap Mahayana hanya karena melihat sisi luarnya. Namun 
jika sisi luarnya saja yang ingin dijadikan titik kesimpulan, maka 
saya merekomendasikan anda membaca riwayat para sesepuh Mahayana 
yang hidup di jaman sekarang ini. (masih banyak lagi para bhiksu 
Mahayana sederhana sejak jaman masuk agama Buddha ke China yang 
tidak mungkin kita sebut satu persatu). 

-   bhiksu Yingguang (1861-1940). 
-   Beliau dihormati sebagai patriak ke 13 dari mazhab 
Sukhavati.   Menjadi bhiksu di usia 21 tahun. Meninggal pada usia 80 
tahun, beliau aktif menyebar luaskan ajaran Buddha di China daratan 
yang sempat tenggelam seiring dengan masa feodalis beralih ke masa 
republic. Bhiksu Yingguang adalah bhiksu sederhana yang jarang 
¡§menampakkan diri¡¨. Beliau menjadi popular boleh dikatakan karena 
¡§ditemukan¡¨ oleh para umat. Sejak menjadi bhiksu , beliau hidup 
sederhana, sebelum popular, beliau jarang berinter aksi dengan orang 
orang , dan hidup menyepi. Beliau berlatih secara intensif Samadhi 
Buddhanusmrti. (meditasi atas objek Perenungan nama Buddha, dalam 
Theravada, ini merupakan salah satu objek meditasi bhavana).  Salah 
satu penyepian paling intensif beliau jalankan dua sesi selama 6 
tahun (praktek penyepian adalah berlatih Samadhi secara intensif di 
sebuah tempat yang terisolasi dari bertemu dengan orang2). 

- bhiksu HsuYun  (1840 ¡V 1959). 
Seorang sesepuh Zen dari China yang paling berpengaruh atas 
kelanjutan mazhab Zen di era China modern. Menjadi bhiksu pada usia 
19 tahun, meninggal pada usia 119 tahun. Beliau termasuk seorang 
praktisi keras. Tinggal di hutan dan gunung adalah hal lumrah 
baginya. Masuk dalam keadaan Samadhi selama berminggu minggu tanpa 
makan dan minum, bukan dijalankan sekali dua kali saja. Dengan 
pakaian kusam beliau berjalan dari satu gunung ke gunung lain hanya 
untuk bersujud pada stupa dan relic Buddha, demi membalas budi pada 
jasa kedua orang tua. Pernah di tengah hutan belantara  salju yang 
dingin dan mencekam yang hampir merenggut nyawa nya tiba2 muncul 
seorang pemuda yang menolong nya yang konon adalah jelmaan 
bodhisattva Manjusri. Berbagai peristiwa gaib dialaminya, namun 
beliau tetap merendah diri mengatakan terlahir di jaman akhir dharma 
karena karma buruk yang pernah beliau jalankan. Setiap ceramahnya 
sering mengawali dengan kalimat ¡§saya hanya bhiksu tua yang Cuma 
lebih tahu karena lebih banyak membaca saja, bukan karena kehebatan 
saya¡¨. 

- bhiksu HongYi ( 1880 ¡V 1942). 
Bhiksu Hongyi berasal dari keluarga kaya. Pada masa kehidupan rumah 
tangga, beliau pernah sekolah di Jepang. Setelah kembali ke China, 
beliau menjadi guru dan mengajar di berbagai tempat seperti Tianjin, 
Shanghai, Hangzhou dan Nanking. Beliau menjadi bhiksu pada tahun 
1918. Meninggal pada usia 63 tahun. Beliau saat belum menjadi 
bhiksu, sangat terkenal dengan pengetahuan sastra, seni lukis, 
kaligrafi, seni teater. Termasuk seorang seniman terkenal di 
jamannya. Sebagai seorang seniman, boleh dikatakan beliau memiliki 
gaya hidup yang cukup glamour, romantis dan sentimental dengan 
energi kehidupan. Beliau memutuskan menjadi bhiksu sangat 
mengejutkan teman2 nya dan terkesan sangat tiba-tiba. Di sinilah 
mungkin letak keluar biasaan bhiksu Hongyi. Setelah menjadi bhiksu, 
beliau berubah 180 derajat, seperti menjadi orang lain saja. Beliau 
menjalani Vinaya secara ketat sekali. Jika membicarakan sila 
Mahayana, maka bhiksu Hongyi adalah teladan yang paling sesuai untuk 
ditampilkan sebagai bhiksu yang terkenal dengan Vinayanya. Beliau 
bahkan dihormati sebagai sesepuh yang meneruskan mazhab Vinaya. 
Menjalani Vinaya secara ketat dan sederhana yang sangat bertolak 
belakang dengan gaya hidupnya yang lalu, bahkan membuat teman2 nya 
yang melihatnya merasa sedih dan simpati. Namun beliau tetap mengaku 
sebagai bhiksu sederhana yang tidak pantas disebut seorang guru 
Vinaya. Beliau mengaku menekuni Vinaya adalah mengikuti teladan 
bhiksu Yingguang. Bahkan beliau adalah seorang pengagum bhiksu 
Yingguang. 
Kehidupan tentang bhiksu Hongyi pernah difilm

[MABINDO] Mohon Maaf Sebelum Badai Protes

2005-03-24 Thread adika ranggala


Sebelum serangan badai protes anda sekalian masuk ke mailbox saya, saya mohon 
maaf yang sebesarnya atas postingan double double yang terjadi.
 
Sambungan dial up saya kurang baik sehingga setiap posting returnnya blank, dan 
ketika saya reconnect, postingan menjadi berulang. Ini menjadi lebih parah jika 
reconnect juga gagal sehingga terjadi posting ulang kembali oleh browser saya.
 
Jadi mohon kemurahan hati anda sekalian, walau protes anda tetap saya terima.
 
salam,
abin


Berani hidup tidak takut mati,
Takut mati jangan hidup,
Takut hidup mati saja.

-
Do you Yahoo!?
 Make Yahoo! your home page   

[Non-text portions of this message have been removed]






 Yahoo! Groups Sponsor ~--> 
Has someone you know been affected by illness or disease?
Network for Good is THE place to support health awareness efforts!
http://us.click.yahoo.com/UwRTUD/UOnJAA/i1hLAA/b0VolB/TM
~-> 

** Kunjungi juga website global Mabindo di www.mabindo.org ** 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
http://groups.yahoo.com/group/MABINDO/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
[EMAIL PROTECTED]

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
http://docs.yahoo.com/info/terms/
 





[MABINDO] Hutang Nyawa Bayar Nyawa

2005-03-24 Thread adika ranggala



Hutang Nyawa Bayar Nyawa

Oleh: Fayen

 

Pedang pusaka Zhan Mo Jian (baca: Can Mo Cien ¡V Pedang Pemenggal Mara) di 
tangan si tua Wu Ming (U Ming - Kebodohan Batin) tampak berkilau di bawah sinar 
matahari pagi di salah satu puncak Wu Tai Shan (U Dai Shan - Gunung Lima 
Puncak). Wu Wo (U Wo - Tiada Aku) menggeser posisi tubuhnya menghindari 
pantulan cahaya dari pedang pusaka yang menyilaukan mata itu. Dua puluh tahun 
yang silam, kota Luo-yang seakan larut dalam kesedihan menyusul meninggalnya Wu 
Chang (U Jang - Tidak Kekal), Ketua Perserikatan Tian Long Ba Bu (Dien Long Pa 
Pu - Delapan Makhluk Pelindung Dharma). Tian Long Ba Bu adalah wadah bersatunya 
delapan perguruan silat penegak kebenaran di kota Luo-yang. Jabatan ketua 
mereka dipilih setiap empat tahun sekali berdasarkan kesepakatan bersama ketua 
delapan perguruan tersebut. Selama dua periode, Ketua Tian Long Ba Bu dipegang 
oleh Ketua Perguruan San Fa Yin (Tiga Corak Dharma). San Fa Yin merupakan 
perguruan yang didirikan oleh tiga bersaudara Wu, yakni Wu Chang, Wu Ming
 dan Wu Sheng (Tidak Terlahirkan) dengan Wu Chang sebagai ketua yang terkenal 
dengan pedang pusaka Zhan Mo Jian.

 

Dua puluh tahun yang lalu, terlihat kesibukan di perguruan San Fa Yin. Mereka 
tengah mempersiapkan upacara pemilihan ketua Tian Long Ba Bu. Sudah dipastikan 
jabatan ketua kali ini tetap akan dipegang oleh Wu Chang. Tetapi tepat pada 
malam hari sebelum hari pemilihan yang selalu dihadiri oleh tokoh dunia 
persilatan dan pemerintahan itu, Wu Chang meninggal secara misterius. Jabatan 
ketua Tian Long Ba Bu yang baru akhirnya  jatuh ke tangan Wu Ming. Dengan 
demikian, Wu Ming menjadi ketua baru bagi perkumpulan San Fa Yin dan 
Perserikatan Tian Long Ba Bu. Kepergian Wu Chang sangat memukul istrinya, Ru 
Yun (Ru Yiin ¡V Bagaikan Awan, segala hal di dunia ini tidak kekal, senantiasa 
berubah seperti halnya awan). Wu Chang yang baru menginjak usia 30 tahun dan 
tengah berada di puncak kejayaannya, meninggalkan istri dan putera tunggal 
bernama Wu Wo.

 

Misteri meninggalnya Wu Chang akhirnya tersingkap enam bulan kemudian. Di suatu 
malam di tengah kebahagiaan merayakan kelahiran putera pertamanya, dari mulut 
Wu Ming yang penuh berbau arak, terungkaplah kejadian yang sebenarnya. Wu Chang 
meninggal akibat racun yang dicampurkan ke dalam makanannya. Yang lebih 
mengejutkan lagi, ternyata pelakunya adalah Wu Ming sendiri. Malam itu juga, Ru 
Yun membopong Wu Wo yang baru berusia 4 tahun meninggalkan kota Luo-yang. 
Selama bertahun-tahun kemudian, kedua insan ibu dan anak ini harus 
berpindah-pindah tempat tinggal karena takut terendus oleh Wu Ming.

 

Tak lama setelah meninggalkan Luo-yang, Ru Yun sempat mendengar bahwa Wu Sheng 
juga terbunuh di tangan Wu Ming. Wu Sheng sebagai adik terkecil bermaksud 
menegur perbuatan Wu Ming, tetapi akhirnya berubah menjadi ajang pertarungan 
antara dua kakak beradik yang berakibat terbunuhnya Wu Sheng di bawah pedang 
Zhan Mo Jian.

Wu Wo tumbuh sebagai remaja kekar. Kalau memang berkelahi boleh digolongkan 
sebagai hobby, maka hobbynya adalah berkelahi. Dengan jurus-jurus kungfu yang 
dipelajarinya dari ibunya, Wu Wo selalu muncul sebagai pemenang dalam setiap 
perkelahian. Tetapi Wu Wo pada dasarnya bukan seorang remaja yang nakal, 
sebaliknya dia terkenal sebagai seorang yang berjiwa ksatria. Dia berkelahi 
bukan demi pelampiasan angkara murka atau sifat sewenang-wenang, melainkan 
merupakan cara terakhir yang ditempuhnya dalam membela yang lemah. Suatu hari 
saat melintasi sebuah hutan kecil, dia melihat segerombolan anak muda 
mengolok-olok seorang bhiksu

yang sedang bermeditasi di bawah sebatang pohon rindang.

 

¡§Hai, apa yang kalian lakukan?¡¨ teriakan Wu Wo menggelegar.

¡§Monyet kecil, apa yang kamu ributkan?¡¨ ejek salah seorang yang tampaknya 
merupakan pemimpin mereka.

¡§Bhiksu adalah guru yang harus kita hormati, tidak selayaknya 
mengolok-oloknya.¡¨

 

Belum selesai ucapan Wu Wo, sebuah tinju melayang ke arahnya. Meski tak ada 
sesuatu yang salah , tinju itu tak pernah mendarat di wajah Wu Wo. Pendaratan 
yang mulus itu gagal hanya karena kalah cepat dengan tendangan Wu Wo yang lepas 
landas secepat kilat dan tepat mencium perut pemilik tinju itu. Tanpa menunggu 
komando, segerombolan anak berandal itu menyerbu Wu Wo. Terjadilah perkelahian 
yang tak seimbang. Perkelahian yang tak seharusnya terjadi itu ternyata 
berakhir dengan hasil yang tak seharusnya pula. Sepuluh pasang tangan dan kaki 
tak dapat memenangkan sepasang tangan dan kaki. Anak-anak berandal itu lari 
berhamburan menyelamatkan diri.

 ¡§Anak muda, siapa namamu?¡¨ tanya bhiksu yang ditolongnya itu.

¡§Nama murid adalah Wu Wo (Tiada Aku).¡¨

¡§Hm, dengan ilmu picisan begitu, kamu sudah berani menolong Pin Seng (Bin Seng 
¡V Bhiksu Miskin, sebutan merendah para bhiksu bagi diri mereka sendiri). 
Untung saja yang kau hadapi tadi itu hanya segerombolan anak nakal, tetapi 
kalau tadi itu adalah kaum bandit bersenjata, hm¡K, Pin Seng rasa han

[MABINDO] Relik Tempurung Kepala Maha Bhiksu Tang

2005-03-24 Thread adika ranggala



Relik Tempurung Kepala Maha Bhiksu Tang

Rangkuman Liputan Wartawan Harian Pagi Tian Fu, Chengdu, Tiongkok

 

 

Maha Bhiksu Tang Xuanzang (T¡¦ang Hsuan-Tsang) wafat pada sekitar 1340 tahun 
yang lalu. Selama lebih dari seribu tahun ini, ternyata ada satu bagian tubuh 
jasmani Maha Bhiksu Tang yang tak lapuk dimakan zaman, yaitu relik tempurung 
kepala beliau.

Di manakah keberadaan relik tempurung kepala ini? Relik ini telah terbagi 
menjadi beberapa bagian yang tersimpan di beberapa tempat, yaitu Tiongkok 
(China), Taiwan, Jepang dan India. Di Tiongkok sendiri, relik ini tersimpan di 
beberapa tempat. Salah satunya adalah di Vihara Wen-shu Vihara Manjusri) di 
kota Chengdu. Berikut adalah rangkuman liputan wartawan Harian Pagi Tian Fu 
yang dialihbahasakan dari bahasa Mandarin. 13 April 2004 yang lalu, Lan Jun, 
wartawan Harian Pagi Tian Fu mengunjungi Vihara Wen-shu. Vihara ini merupakan 
salah satu vihara Buddhis yang terkenal. 

 

Didirikan semasa Dinasti Sui (581-618, red) dengan nama Vihara Xin-xiang. 
Vihara ini kemudian mengalami kehancuran akibat peperangan. Di suatu malam pada 
tahun Kang-xi di masa Dinasti Qing, Chan Master Chi-du memancarkan cahaya merah 
yang keluar dari tubuhnya. Di dalam cahaya itu tertampak wujud Bodhisattva 
Manjusri. Karena itulah pada tahun 1697 (tahun 36 Kang-xi) vihara ini dibangun 
kembali dengan nama Vihara Wen-shu (Wen-shu Yuan). Menurut pimpinan vihara, 
Bhiksu Zong-xing, relik Maha Bhiksu Tang tersimpan di dalam pagoda kecil yang 
ditempatkan di ruang pimpinan vihara. Selama ini tak ada orang luar yang 
menginjakkan kaki ke tempat penyimpanan relik ini. ¡§Relik Maha Bhiksu Tang 
adalah relik yang suci,  karena itu tak dapat dipertunjukkan secara 
sembarangan,¡¨ demikian penjelasan Bhiksu Zong-xing. Tak heran bila selama ini 
tak banyak orang tahu bahwa satu bagian kecil relik tempurung kepala Maha 
Bhiksu Tang tersimpan di sana. Masih menurut penuturan beliau, Maha Bhiksu Tang 
lahir
 pada tahun 600, usia 13 tahun menjadi sramanera di vihara Jing-tu di kota 
Luoyang. Usia 16-21 tahun menetap di Chengdu dan menjadi bhiksu sepenuhnya di 
kota itu. Usia 21 tahun meninggalkan Chengdu menuju ke India. Maha Bhiksu Tang 
meninggalkan Tiongkok total selama 17 tahun.

 

Pada usia senjanya, Maha Bhiksu Tang menetap di Chang-an memimpin ratusan 
bhiksu melakukan tugas mulia penerjemahan Sutra Buddhis ke Bahasa Mandarin. 
Tahun 664 beliau wafat. Kepergian beliau sangat memukul Kaisar Tang Gao-zong. 
Selama tiga hari berturut-turut, kaisar yang dirundung kesedihan sangat 
mendalam itu tidak muncul memimpin rapat kenegaraan. Dalam pandangan kaisar, 
kepergian Maha Bhiksu Tang bagaikan hilangnya harta pusaka bagi Dinasti Tang. 
Maha Bhiksu Tang dimakamkan di dalam istana agar kaisar dapat melihatnya setiap 
hari. Tetapi hal ini justru semakin memperdalam kesedihan hati kaisar. Tiga 
tahun berlalu, karena khawatir kaisar tetap tidak dapat menghilangkan rasa 
dukanya, para menteri kerajaan mengusulkan untuk memindahkan makam Maha Bhiksu 
Tang ke Vihara Xing-jiao. Tahun 880 terjadi pemberontakan. Pagoda tempat 
penyimpanan relik Maha Bhiksu Tang rusak selama terjadinya peperangan itu. 
Relik ini kemudian diketemukan di reruntuhan vihara oleh seorang bhiksu. Bhiksu 
ini
 kemudian menempatkannya di Vihara Zhi-ge di Chang-an di dalam sebuah pagoda 
dengan sebuah prasasti tertulis yang menjelaskan sejarah relik ini. Tetapi 
seperti halnya Vihara Xingjiao, Vihara Zhi-ge kemudian juga hancur akibat 
peperangan. Tahun 980, pimpinan Vihara Tian-xi di Nanjing yaitu Master Ke-zheng 
menemukan relik suci ini di reruntuhan Vihara Zhi-ge. Setelah mengetahui asal 
usul relik dari prasasti yang ada, Master Ke-zheng menitikkan air mata. Beliau 
segera kembali ke Nanjing dengan membawa serta relik ini dan menanamnya di 
dalam vihara Tian-xi.

 

Tahun 1386, didirikan sebuah pagoda khusus di bagian selatan vihara sebagai 
tempat penyimpanan relik ini. Tahun 1408, Vihara Tian-xi mengalami kebakaran 
besar. Kaisar Ming Chengzu kemudian membangun kembali dengan nama Vihara 
Da-pao-en dan tetap menempatkan relik Maha Bhiksu Tang di dalamnya. Vihara 
Da-pao-en hancur selama meletusnya pemberontakan Tai-ping (1850-1864, red). 
Pagodanya hancur, tetapi istana bawah tanah tempat penyimpanan relik Maha 
Bhiksu Tang tetap utuh. Sejak kehancuran Vihara Da-pao-en ini, terkuburlah 
relik suci selama hampir 100 tahun dengan tanpa ada orang yang mengetahui 
keberadaannya. Selanjutnya, yang menjadi pertanyaan kita adalah: bagaimana 
kisahnya sehingga relik ini bisa berpindah dari Nanjing ke Vihara Wenshu di 
kota Chengdu? Tanggal 23 Februari 1942, seorang pimpinan pasukan tentara invasi 
Jepang yang beragama Buddha, saat melakukan penggalian pondasi untuk 
pembangunan sebuah kuil Shinto di Nanjing, secara tidak disengaja menemukan 
istana bawah tanah
 yang terkubur hampir ratusan tahun itu. Di dalam istana ini diketemukan sebuah 
kotak berisi relik tempurung kepala Maha Bhiksu Tang. Berita ini segera 
terseb

[MABINDO] F4 - Vanness Wu Belajar Kungfu di Shaolin

2005-03-24 Thread adika ranggala



F4 - Vanness Wu Belajar Kungfu di Shaolin

 

Salah satu bintang F4 yang ganteng, Vanness Wu, resmi menjadi murid perumah 
tangga Vihara Shaolin dengan nama Buddhis Yan-lai pada tanggal 4 November 2004 
lalu. Pimpinan Vihara Shaolin, Maha Bhiksu Shi Yong-xin, menjelaskan dasar 
pemberian nama Yan-lai adalah sebagai berikut: Yan adalah menunjukkan tingkatan 
generasi, sedang Lai (datang) menunjukkan Vanness Wu yang datang dari tempat 
jauh. Selain itu, Bhiksu Yong-xin mengharapkan Vanness dapat benar-benar 
berlatih dan menerapkan: tidak berbuat jahat dan mengembangkan kebajikan, 
sehingga kelak mencapai tingkatan datang dan pergi dengan bebas¡¨. 

 

Selama 10 hari di Shaolin, Vanness digembleng oleh dua orang bhiksu senior 
yaitu Bhiksu Yan-lu yang merupakan kepala pelatih kungfu di Shaolin serta 
Bhiksu Yan-jiang yang kemampuan kungfunya sangat tinggi, pun mahir dalam seni 
catur dan melukis. Setiap hari selama 5 jam dia berlatih kungfu di Gunung Song 
(Song Shan). Dia khusus digembleng mempelajari kungfu dasar dan tinju Shaolin, 
serta ilmu toya. 15 November, Vanness menjalani tes akhir sebelum turun 
gunung¡¦ di hadapan lebih dari 10 bhiksu kungfu. 

 

Bagaimana kesan kedua gurunya? Bhiksu Yan-lu berkata, ¡§Yan-lai (Vanness) 
sangat berbakat, kemampuannya untuk memahami teknik-teknik kungfu sangat 
tinggi.¡¨ Sedang Bhiksu Yan-jiang mengatakan, ¡§Hanya dalam waktu 10 hari 
Yan-lai sudah menunjukkan kemampuan seperti sekarang ini, prestasi yang bagus. 
Orang lain datang ke mari dan berlatih keras selama dua bulan, hasilnya juga 
tidak lebih dari ini.¡¨ Ternyata selain berbakat dancing, Vanness juga 
mempunyai potensi yang mengagumkan dalam hal kungfu. Setidaknya kuli tinta yang 
memburu berita hingga ke Shaolin dapat melihat bukti nyata. Hanya dalam waktu 
singkat, Vanness berhasil mengembangkan kemampuan meringankan tubuhnya. 

 

Awalnya, Vanness harus terseok-seok dan berpegangan dengan ranting pohon saat 
menaiki pebukitan Song Shan, tetapi setelah berlatih beberapa hari, dia bisa 
berlari naik gunung dengan lincahnya. Kepergian Vanness ke Shaolin ini 
sebenarnya sangat dirahasiakan oleh managernya, tetapi tetap saja tercium oleh 
kuli tinta dan beritanya dengan cepat menyebar di internet. Hingga tanggal 1 
Januari 2005 lalu, managernya memberi pernyataan resmi mengenai tujuan Vanness 
ke Shaolin. Semua ini dilakukan karena Vanness akan berperan sebagai aktor 
utama dalam sebuah film laga ¡¥Dragon Squad¡¦ yang akan disutradarai bersama 
oleh Steven Seagal dan Daniel Lee (Li Ren Gang - Hongkong). Film dengan biaya 
US$ 40 juta ini akan diramaikan oleh bintang-bintang dari Hollywood, Hongkong, 
Taiwan dan Korea. Salah satu aktor Hongkong yang akan muncul dalam film ini 
adalah kakak seperguruan Jacky Chan yaitu si gendut perkasa Samo Hung. Vanness 
diberitakan kembali ke Amerika setelah tahun baru untuk mempersiapkan 11
 lagu album terbarunya yang 4 di antaranya merupakan hasil ciptaannya sendiri. 
Selain itu, managernya membantah berita tentang akan bergabungnya kembali F4.***

 

Sinar Dharma edisi 08 Maghapuja 2548 BE/2005



Berani hidup tidak takut mati,
Takut mati jangan hidup,
Takut hidup mati saja.

-
Do you Yahoo!?
 Yahoo! Small Business - Try our new resources site! 

[Non-text portions of this message have been removed]






 Yahoo! Groups Sponsor ~--> 
In low income neighborhoods, 84% do not own computers.
At Network for Good, help bridge the Digital Divide!
http://us.click.yahoo.com/hjtSRD/3MnJAA/i1hLAA/b0VolB/TM
~-> 

** Kunjungi juga website global Mabindo di www.mabindo.org ** 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
http://groups.yahoo.com/group/MABINDO/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
[EMAIL PROTECTED]

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
http://docs.yahoo.com/info/terms/
 





[MABINDO] Mengenal Maha Bhiksu Tang Xuanzang

2005-03-24 Thread adika ranggala



Mengenal Maha Bhiksu Tang Xuanzang

Oleh: Tjahyono Wijaya

 

Master Tripitaka Xuanzang (baca: Siien Cang) adalah seorang Maha Bhiksu yang 
menguasai Tripitaka Buddhis, penjelajah, penerjemah Sutra Buddhis dan peletak 
dasar terbentuknya aliran Faxiang Tiongkok Fa Siang ¡V Hanya Kesadaran). 
Xuanzang merupakan salah satu dari empat penerjemah besar Sutra Buddhis 
Tiongkok. Keempat tokoh penerjemah besar tersebut adalah: Kumarajiva (344-413), 
Paramartha 499-569), Xuanzang (sekitar 600-664) dan Amoghavajra (705-774). 
Tetapi ada pula versi lain yang menyebutkan sebagai berikut: Kumarajiva, 
Paramartha, Xuanzang dan Yijing (635- 713).

 

Tetapi sebelumnya perlu dijelaskan bahwa Xuanzang adalah penulisan ejaan Han-yu 
Pin-yin yang lazim digunakan di Tiongkok, sedang bila ditulis dalam ejaan 
Wade-Giles yang dipergunakan di Taiwan adalah Hsuan-Tsang. Artikel ini 
menggunakan Hanyu Pin-yin. Tahun kelahiran Xuanzang tidak diketahui secara 
tepat, ada yang mempercayai tahun 596 M, ada pula yang menuliskan tahun 600, 
602 ataupun 603. Beliau lahir di masa Dinasti Sui di desa Goushi, Henan, yang 
terletak tidak jauh dari Vihara Shaolin. Xuanzang adalah nama setelah menjadi 
bhiksu, sedang nama asli adalah Chen Hui. Chen Hui kecil dilahirkan dalam 
keluarga terpelajar Konfusian sebagai anak bungsu dari bersaudara. Masa kecil 
dilalui dengan penuh kemiskinan. Kemudian mengikuti kakaknya, Bhiksu Chang Jie, 
menetap di Jingdu Si (Vihara Tanah Murni) di Luoyang. Usia 13 tahun menjadi 
sramanera (calon bhiksu). 

 

Jatuhnya Dinasti Sui menyebabkan kedua kakak beradik itu mengungsi ke Chang-an, 
ibukota Dinasti Tang yang menggulingkan Dinasti Sui. Kemudian berpindah lagi ke 
Chengdu, Sichuan, ibukota Kerajaan Shu. Waktu itu agama Buddha berkembang pesat 
di Chengdu, khususnya filosofi Mahayana Samparigraha Sastra karya Asanga (4-5 M 
pendiri sekte Yogacara dari India). 

 

Di Chengdu ini, Xuanzang menjadi bhiksu saat berusia 21 tahun. Di tahun yang 
sama, 622 M, meninggalkan kakaknya untuk kembali ke Chang-an yang sekarang 
dikenal dengan nama Xi-an di propinsi Shanxi. Selama itu, Xuanzang mempelajari 
Yogacara (Mahayana), Sarvastivada (Theravada) dan Mahaparinirvana Sutra. 
Timbulnya perbedaan filosofis Buddha saat itu, khususnya mengenai penafsiran 
benih keBuddhaan, membuat Xuanzang berkesimpulan bahwa terdapat banyak 
kesalahan dalam penerjemahan Sutra Buddhis ke dalam Bahasa Mandarin. 

 

Sejak masuknya Buddha Dharma ke Tiongkok semasa Dinasti Han Timur, terjemahan 
Sutra terbatas dilakukan oleh individu. Tetapi semenjak Kumarajiva, terjemahan 
dilaksanakan secara berkelompok dalam skala yang cukup besar. Meski bukan 
dilahirkan di Tiongkok, tetapi Kumarajiva adalah seorang pakar Buddha Dharma 
yang sangat mengusai Mandarin. Sebab itu terjemahan Kumarajiva cukup lancar dan 
enak dibaca dengan tidak meninggalkan arti sebenarnya. Tetapi setelah zaman 
Kumarajiva, para penerjemah umumnya adalah bhiksu dari India yang kurang 
menguasai Mandarin sehingga sulit dihindari terjadinya kesalahan dalam 
penerjemahan.

 

Tahun 629, Xuanzang mengajukan permohonan untuk menuju India, tetapi tidak 
dikabulkan dengan pertimbangan sangat rawannya daerah perbatasan. Tetapi meski 
demikian, alih-alih putus harapan, Xuanzang justru mempersiapkan diri untuk 
menempuh perjalanan jauh. Xuanzang berlatih memanjat gunung dan menahan lapar. 
Tekad yang sangat kuat ini ternyata ditopang oleh kondisi pendukung. Tahun itu 
juga kota Chang-an dan sekitarnya ditimpa bala kelaparan. Kaisar lalu 
mengizinkan rakyat Changan untuk pergi keluar daerah demi mengatasi kurangnya 
bahan makanan di daerah tersebut. Saat itulah dimanfaatkan oleh Xuanzang untuk 
secara diam-diam meninggalkan Tiongkok menuju India. Cukup banyak aral 
rintangan yang dihadapi oleh Xuanzang, khususnya pengejaran pasukan kerajaan 
dan keganasan alam. Xuanzang berangkat dari Chang-an, keluar melalui perbatasan 
Gerbang Yumen, menembus dataran gersang Gansu, mengarungi Gurun Gobi, 
menaklukkan pegunungan salju Himalaya dan tiba di negara-negara Asia Tengah yang
 berbatasan dengan India Utara. Kemudian meneruskan perjalanan ke India Tengah 
hingga tiba di Perguruan Tinggi Nalanda. Tempat-tempat di India yang disinggahi 
oleh Xuanzang antara lain: Sravasti, Kapilavastu, Taman Lumbini, Kusinagara, 
Vaisali dan Bodhgaya. Xuanzang menetap di Nalanda selama 5 tahun lamanya 
(634-638). 

 

Di Nalanda ini Xuanzang mempelajari Yogacara, Madhyamika, berbagai aliran 
filosofi Buddhis, filosofi Hindu dan memperdalam Sansekerta. Xuanzang belajar 
aliran Yogacara dari seorang guru Mahayana terkenal yang bernama Silabhadra. 
Tahun 638, Xuanzang meninggalkan Nalanda untuk melakukan perjalanan mengunjungi 
negara-negara di bagian timur, selatan dan barat India. Selama 4 tahun 
perjalanan ini, Xuanzang mengunjungi lebih dari 10 negara serta belajar dari 
beberapa orang guru. Sekembali ke Nalanda, Xuanzang diminta oleh Guru 
Silabhadra untuk menjadi guru pengajar filosofi Yogacara. Xuanzang d

Re: [MABINDO] Berpikir Cara Buddhis : Ikut-ikutan Berduka Cita

2005-03-24 Thread adika ranggala


sama sama sis Yuni.


yuni yuni <[EMAIL PROTECTED]> wrote:


Sebuah artikel yg sangat menarik, terima kasih atas postingannya membuat saya 
yg masih minim pengetahuan ini lebih memahami dhamma yang sesungguhnya.

adika ranggala wrote:


Berpikir Cara Buddhis

IKUT-IKUTAN BERDUKA CITA

Oleh: Abin Nagasena



Ungkapan ¡¥say it with flowers¡¦ mungkin sudah sangat akrab dengan telinga 
kita. Jika mendengar ungkapan tersebut, kemungkinan besar bayangan yang pertama 
muncul dalam benak kita adalah suasana bahagia sepasang mudamudi yang sedang 
kasmaran yang menyatakan perasaan cinta mereka dengan melalui perantaraan 
bunga. Itu gambaran yang sangat umum, namun ternyata ungkapan tersebut lebih 
banyak digunakan orang dalam suasana yang tidak bahagia. 



Say it with flowers ternyata lebih sering berupa karangan bunga ungkapan bela 
sungkawa yang dikirimkan ke rumah duka saat ada sahabat, kolega atau kerabat 
yang meninggal dunia. Mengungkapkan rasa suka saja sudah begitu susah, apalagi 
ungkapan rasa duka. Oleh karena itu, ungkapan rasa duka akan terasa lebih mudah 
jika disampaikan dalam bentuk bunga. Ungkapan dengan bunga biasanya juga 
diembel-embeli kalimat ¡¥Turut Berduka Cita¡¦. Namun, jika kita perhatikan 
lebih seksama, ternyata karangan bunga yang dikirimkan oleh umat Buddha (baca: 
umat Buddha yang mendalami Dharma, bukan umat Buddha KTP) atau organisasi 
Buddhis, biasanya tidak menyertakan kalimat ¡¥Turut Berduka Cita¡¦ tetapi 
menggunakan kalimat Sabbe Sankhara Anicca¡¦. Umat Buddha yang mengenal Dharma 
tentu mengerti arti kalimat S abbe Sankhara Anicca¡¦. 



Sayangnya sebagian umat Buddha mengira bahwa kalimat ¡¥Sabbe Sankhara Anicca¡¦ 
adalah sama maknanya dengan ¡¥Turut Berduka Cita¡¦, hanya dalam konteks bahasa 
yang berbeda. Padahal kedua kalimat itu memiliki arti dan pemahaman yang sangat 
jauh berbeda, bahkan boleh dibilang saling bertolak belakang. Sabbe Sankhara 
Anicca merupakan salah satu dari Tiga Corak Umum Kehidupan (Tilakkhana) yang 
merupakan intisari Buddha Dharma yakni:

1.Sabbe Sankhara Anatta, semua yang berkondisi adalah tidak memiliki inti, roh, 
diri.

2.Sabbe Sankhara Anicca, semua yang berkondisi adalah tidak kekal 

3.Sabbe Sankhara Dukkha, semua yang berkondisi adalah sumber penderitaan.



Sabbe Sankhara Anicca terbentuk dari 3 kata yakni Sabbe (semua, seluruh), 
Sankhara (semua yang berkondisi), Anicca (tidak kekal). Sabbe Sankhara Anicca 
mengandung pengertian sederhana bahwa segala sesuatu yang berkondisi, yang 
saling bergantungan adalah tidak kekal. Dalam kaitan dengan tulisan pada 
karangan bunga, Sabbe Sankhara

Anicca bukanlah sebuah ungkapan simpati, apalagi turut berduka cita.



Sabbe Sankhara Anicca adalah sebuah pencerahan, bahwa ditinggal pergi oleh 
orang yang kita cintai, orang yang kita sayangi, orang yang kita butuhkan atau 
siapa saja, adalah bagian dari kehidupan ini. Segala sesuatu itu tidaklah kekal 
adanya. Buddha Dharma adalah ajaran yang logis, sedang sesuatu yang disebut 
logis itu harus memiliki dasar/ fondasi yang bernalar. Jika kematian adalah 
bagian pasti dari kehidupan itu sendiri, jika ketidakkekalan adalah corak yang 
umum dan pasti, jika kelapukan adalah proses yang tidak bisa dihindari dalam 
kehidupan ini, maka umat Buddha yang memahami Dharma tidaklah meratapi sebuah 
kematian. Kematian orang-orang di sekitar mengingatkan kita bahwa memang 
demikianlah hakikat kehidupan ini dan tidak ada yang perlu di-duka-kan.



Duka cita adalah akibat dari kemelekatan. Semakin kecil kemelekatan, maka 
semakin kecil pula duka yang muncul. Semakin kecil kemelekatan pada seseorang, 
maka semakin kecil pula rasa duka yang muncul saat ditinggal pergi oleh orang 
tersebut. Karena duka adalah hasil dari kemelekatan, maka adalah tidak mungkin 
dan tidak masuk akal bagi seseorang yang tidak memiliki ikatan atau kemelekatan 
pada orang yang meninggal untuk timbul rasa duka. Lalu akhirnya, ungkapan turut 
berduka cita hanyalah sebuah formalitas belaka. Ada yang beralasan bahwa 
ungkapan tersebut dimaksudkan untuk menghibur mereka yang tidak dapat menerima 
kematian sanak keluarganya. Dalam Buddha Dharma dikenal Brahma Vihara yang 
salah satu di antaranya adalah Karuna, yaitu berempati terhadap penderitaan 
orang lain. Karuna adalah perasaan welas asih karena melihat orang lain 
menderita dan berusaha (ingin) menolong, namun bukan berarti sebagai ikut 
berduka dalam penderitaan orang lain. Hiburlah mereka yang berduka dengan cara
yang mencerahkan, yaitu dengan ungkapan yang bijaksana. 



Dalam bahasa sehari-hari, ungkapan ¡¥turut berduka cita¡¦ mungkin masih dapat 
diterima dan ditolerir, namun kiranya umat Buddha senantiasa memiliki pandangan 
yang benar dalam pemahaman Dharma. Buddha Dharma tidak mengajarkan larut dalam 
duka, melainkan mengajarkan bagaimana memahami hakikat kehidupan ini sehingga 
kita jangan terlalu terseret dalam duka, pun tidak ikut-ikutan berduka cita 
atas sesuatu yang lazim dan pasti, yakni kematian.



Anicca vata sankhara,

Uppad

[MABINDO] Tanya Jawab Seputar Buddhisme

2005-03-24 Thread adika ranggala



Tanya Jawab SEPUTAR BUDDHISME

Dikutip dan diterjemahkan dari buku Fo Hsueh Wen Ta Lei Pien

(Kumpulan Tanya Jawab Buddhisme) asuhan Alm. Master Upasaka Li Ping Nan.

 

T: Ajaran kebajikan duniawi mengajarkan orang untuk memakai kertas 
sebaik-baiknya dan membakar kertas bekas yang tidak terpakai. Tetapi bagaimana 
dengan para pemulung yang mengumpulkan dan menjual kertas bekas kepada pabrik 
kertas? Di samping berjasa mendaur ulang kertas bekas, mereka juga mendapat 
keuntungan. Di antara dua hal di atas, manakah yang terbaik?

J: Bagi Sutra Buddhis yang rusak dan tak dapat diperbaiki lagi, dapat 
menggunakan cara yang pertama dibakar, red). Sedang untuk kertas biasa, bisa 
menggunakan cara kedua dijual dan didaur ulang, red). 

 

T: Sewaktu kecil saya penuh diliputi kebodohan, bukan saja tidak pernah 
mendengarkan nasehat ibu, bahkan balik memaki kedua orang tua. Sekarang setelah 
menginjak dewasa, saya sadar betapa tidak berbaktinya saya. Saya sangat 
menyesal. Tetapi kedua orang tua telah tiada lagi. Bagaimana cara saya agar 
dapat membalas budi orang tua? Bagaimana pula cara menyesali perbuatan yang 
tidak berbakti itu?

J: Setiap hari baca Sutra Amitabha satu kali dan lafalkan nama Buddha sebanyak 
ratusan atau ribuan kali. Kemudian limpahkan jasa kebajikan ini untuk kedua 
orang tua agar dapat terlahir di alam Sukhavati. Inilah cara balas budi kita. 
Kita harus menyesali kesalahan kita dengan setulus hati, lakukan dengan tiada 
hentinya dan berbuatlah seakan-akan orang tua yang telah meninggal masih hidup. 

 

T: Saya teringat di kampung halaman di Fujian ada seorang upasaka marga Shi. 
Dia berlatih dengan sangat giat. Keyakinan, pendalaman dan penerapan Buddha 
Dharmanya sangat dalam. Dia juga menerima Sila Bodhisattva bagi umat perumah 
tangga. Tetapi dia memiliki tiga empat istri, bukankah ini bertentangan dengan 
kedisiplinan Buddhis? Dia mengatakan, ¡§Asal kondisi berkecukupan, memperistri 
wanita miskin adalah merupakan salah satu bentuk perbuatan menolong makhluk 
hidup.¡¨ Apa memang benar bahwa memperistri wanita miskin adalah perbuatan 
bajik? Mohon petunjuknya.

J: Kehidupan dunia ini bagaikan permainan catur, kombinasi langkahnya sangat 
beraneka ragam, jadi kita tidak bisa memutuskan sesuatu dengan hanya 
berdasarkan satu hal saja. Bila dilakukan untuk membimbing sang istri berlatih 
Buddha Dharma, itu boleh saja. Tetapi kalau tidak berhasil membuatnya berlatih 
Buddha Dharma, maka hanya akan menambah ketamakan, sama saja dengan mencari 
penyakit bagi diri sendiri. Atau bisa saja, meski tidak berhasil mengarahkannya 
ke arah Jalan Suci, tetapi setidaknya telah membantu mengentas kemiskinan. 
Tetapi untuk ini saya tambahkan, ¡§Bila memang berkeinginan menolong si miskin, 
biarkan wanita itu menikah dengan orang lain. Kita cukup membantu dengan 
pemberian dana saja. Bukankah ini adalah tindakan yang lebih bajik?

 

T: Saya sering bermimpi sewaktu tidur di malam hari, bahkan sebelum tidurpun 
mimpi itu sudah mulai datang. Boleh dibilang saya tak pernah tak bermimpi. Bila 
saya berbincang dengan orang lain soal mimpi, mereka umumnya juga bermimpi 
meski kadang-kadang saja. Apakah hanya saya yang sering bermimpi? Apakah mimpi 
itu munculnya kadang-kadang saja atau seringkali? Adakah hubungannya dengan 
batin dan jasmani kita? Adakah cara untuk mengatasinya?

J: Dunia mimpi itu ada akibat pikiran yang terlalu banyak atau karena tidak 
adanya konsentrasi. Gangguan keseimbangan pada empat unsur pembentuk jasmani 
(tanah, air, api, angin, red ) juga dapat menimbulkan banyak mimpi.

 

T: Saya sering mendengar kalau buah karma itu tidak dapat dihindari. Jadi orang 
yang membunuh pasti akan dibunuh. Tetapi dalam Buddha Dharma dikatakan bahwa 
pelafalan nama Buddha dapat menyingkirkan bencana, pun dapat membahagiakan 
makhluk hidup, bahkan dapat mencapai tingkat kesucian. Kalau memang benar 
demikian, buah arma membunuh orang itu lenyap ke mana? 

J: Membunuh orang harus ditebus dengan kehidupannya sendiri, demikian juga kita 
harus membayar harta untuk melunasi hutang, ini adalah prinsip. Tetapi dengan 
Buddha

Dharma dapat dilakukan berbagai cara untuk tidak memunculkan buah karma itu. 
Apa yang terjadi? Bagi pihak yang kita sakiti, mereka menjadi terlahir di alam 
bahagia sehingga ikatan dendam itu menjadi lenyap. Buah karma buruk itu juga 
dapat lenyap dalam kondisi lingkungan yang merusaknya. Sedang bagi diri 
sendiri, bila dapat memutuskan kekotoran batin sehingga tidak lagi melakukan 
karma baru dan tidak terikat pada nafsu, maka buah karma itu akan lenyap. 
Tetapi ada dua perkecualian yang harus kita ketahui: 1, orang suci yang 
memahami bahwa tubuh ini hanya ilusi tidak akan menolak buah karma. Misal, 
Master An Shi Kao yang dua kali lahir dan membayar hutang nyawa di Luoyang. 
Sesepuh Keenam Hui Neng yang menunggu datangnya pembunuh bayaran di malam hari 
dengan meletakkan tumpukan emas  di atas meja dan berkata, ¡§Hanya berhutang 
harta pada anda.¡¨ 2, praktisi Sukhavati (aliran Ta

[MABINDO] Superman

2005-03-24 Thread adika ranggala



SUPERMAN

Oleh: Talib Sim Che Hui

 

Orang yang penuh semangat, selalu sadar, murni dalam perbuatan, memiliki 
pengendalian diri, hidup sesuai dengan Dhamma dan selalu waspada, maka 
kebahagiaannya akan bertambah

(Dhammapada II , 4 )

 

Sewaktu kecil aku suka membaca komik tokoh-tokoh superhero, salah satu di 
antaranya adalah Superman, sang Manusia Perkasa! Seiring dengan berkembangnya 
dunia teknologi, tokoh komik itupun diangkat ke layar lebar. Daya pesona layar 
lebar semakin membuatku terlarut dalam pemujaan pada sang idola. Secara 
perlahan tapi pasti, Christopher Reeve telah menjadi ikon superhero yang kupuja 
ini. Tertanam dalam benak pikiranku saat itu, betapa hebatnya Superman yang 
sangat perkasa dan tak terkalahkan itu. Tetapi dengan berlalunya waktu serta 
meningkatnya kebijaksanaan, akhirnya kusadari, superhero itu hanyalah sebuah 
khayalan belaka. Kulihat si jagoan Superman, Christopher Reeve, lumpuh tak 
berdaya di atas kursi roda. 

 

Namun, benarkah Manusia Super (Superman) itu tidak ada di dunia ini? Perjalanan 
hidup ini yang berliku serta penuh dengan tantangan dan ujian ini, 
mempertemukan diriku dengan Buddha Dhamma. Membuat diri ini mengenali fakta 
kehidupan yang sebenarnya. Akupun berusaha mempersiapkan sebuah perisai yaitu 
mental yang kuat dan kokoh sebagai bekal perjalanan hidup agar bathin selalu 
tenang, tentram, damai dan bahagia. Dari pengalaman hidup selama ini, dapat 
dilihat bahwa saat menghadapi tantangan dan ujian hidup yang berat, perasaan 
senang dan ketenangan akan sirna berubah menjadi kesedihan, ketegangan dan 
stress. Hal ini terjadi karena banyak orang yang tidak memahami bahwa segala 
sesuatu yang ada di sekitarnya atau yang dimilikinya memiliki sifat yang tidak 
kekal dan selalu berubah (Sabbe Sankhara Anicca).

 

Dengan merenungkan pengalaman hidup kita selama ini, ternyata dorongan bisikan 
nafsu keserakahan, kebencian dan kebodohan bathin, dapat menyebabkan kita 
melakukan tindakan yang merugikan diri sendiri ataupun orang lain. Pemuasan 
nafsu ini lebih merupakan keinginan yang tidak pernah mengenal rasa puas. 
Dengan kata lain, seberapa banyak nafsu keinginan yang dapat ditahan dan 
dikendalikan, sebesar itu pula kita terbebas dari rongrongan nafsu itu. Jenis 
manusia yang patut dipuji dalam kehidupan komunitas umat awam adalah seperti 
yang disebutkan oleh Buddha, yaitu ¡§Manusia Superior¡¨ yang merupakan 
perwujudan hidup dari empat sifat mulia manusia. Guru Buddha telah mencontohkan 
dan menganjurkan pada kita semua untuk mencapai keempat perwujudan hidup dari 
sifat yang dimiliki oleh ¡§Manusia Superior (Samparayikattapayojana), yang 
antara lain adalah sebagai berikut:

 

Saddha sampada (Kesempurnaan akan Keyakinan): memiliki Keyakinan, dengan kata 
lain, yakin pada hal-hal yang harus dipercayai seperti halnya perbuatan baik 
akan memberikan akibat baik dan perbuatan jahat akan menghasilkan akibat buruk.

Sila sampada (Kesempurnaan akan Moral): memiliki Sila, dengan kata lain, 
menjaga perbuatan-perbuatan jasmani dan ucapan dengan baik, pantas serta tanpa 
kesalahan.

Caga sampada (Kesempurnaan akan Kedermawan): memiliki Kemurahan Hati sehingga 
dapat memberikan kebahagiaan pada orang lain. 

Panna sampada (Kesempurnaan akan Kebijaksanaan): memiliki Kebijaksanaan untuk

mengetahui hal-hal yang baik dan buruk, yang benar dan salah, yang berguna dan 
tidak berguna. Manusia superior seperti ini, dapat memberikan kebahagian dan 
kesejahteraan bagi dirinya sendiri maupun banyak orang (makhluk lain), seperti 
yang tertuang dalam Anguttara Nikaya VIII, 38: Ketika manusia superior terlahir 
di dalam keluarga, dia muncul untuk kebaikan, kesejahteraan dan kebahagiaan 
banyak orang. Dia muncul untuk kebaikan, kesejahteraan dan kebahagiaan orang 
tuanya, istri dan anak-anaknya, para budaknya, pekerja dan pelayannya, teman 
dan rekan kerjanya, untuk nenek moyangnya, untuk raja, para Dewa, para petapa 
dan Brahmana. Sama seperti awan hujan yang besar, yang membuat tanaman tumbuh, 
muncul u.ntuk kebaikan, kesejahteraan dan kebahagiaan banyak orang, demikian 
pula halnya ketika seorang manusia superior terlahir di dalam sebuah keluarga.

 

Hingga pada suatu hari, di surat kabar muncul berita meninggalnya tokoh 
pujaanku yang menjadi ikon Superman. Namun ada satu hal yang membuat diriku 
tetap mengagumi tokoh Superman ini yakni sifat gemar berdananya. Kursi rodanya 
disumbangkan demi kebahagiaan seorang anak yang cacat. Inilah Superman sejati, 
bukan seperti yang di film atau komik. Ternyata Superman itu benar ada di dunia 
ini. Marilah menjadi Superman dengan senantiasa mengembangkan kebajikan yang 
didasarkan pada keyakinan, moral, kedermawanan dan kebijaksanaan. ***

 

Sinar Dharma edisi 08 Maghapuja 2548 BE/2005



Berani hidup tidak takut mati,
Takut mati jangan hidup,
Takut hidup mati saja.

-
Do you Yahoo!?
 Yahoo! Small Business - Try our new resources site! 

[Non-text portions of this message have b

[MABINDO] OOT FW: Working With Idiots Can Kill You!

2005-03-24 Thread bcl_t



Working With Idiots Can Kill You!
Thursday November 21, 2002

By KATE McCLARE 

STOCKHOLM -- Idiots in the office are just as hazardous to your 
health as cigarettes, caffeine or greasy food, an eye-opening new 
study reveals. In fact, those dopes can kill you! 

Stress is one of the top causes of heart attacks -- and working with 
stupid people on a daily basis is one of the deadliest forms of 
stress, according to researchers at Sweden's Lindbergh University 
Medical Center. 

The author of the study, Dr. Dagmar Andersson, says her team studied 
500 heart attack patients, and were puzzled to find 62 percent had 
relatively few of the physical risk factors commonly blamed for heart 
attacks. 

"Then we questioned them about lifestyle habits, and almost all of 
these low-risk patients told us they worked with people so stupid 
they can barely find their way from the parking lot to their office. 
And their heart attack came less than 12 hours after having a major 
confrontation with one of these oafs. 

"One woman had to be rushed to the hospital after her assistant 
shredded important company tax documents instead of copying them. A 
man told us he collapsed right at his desk because the woman at the 
next cubicle kept asking him for correction fluid -- for her computer 
monitor. 

"You can cut back on smoking or improve your diet," Dr. Andersson 
says, "but most people have very poor coping skills when it comes to 
stupidity -- they feel there's nothing they can do about it, so they 
just internalize their frustration until they finally explode." 

Stupid co-workers can also double or triple someone's work load, she 
explains. "Many of our subjects feel sorry for the drooling idiots 
they work with, so they try to cover for them by fixing their 
mistakes. One poor woman spent a week rebuilding client records 
because a clerk put them all in the 'recycle bin' of her computer and 
then emptied it -- she thought it meant the records would be recycled 
and used again." 








 Yahoo! Groups Sponsor ~--> 
In low income neighborhoods, 84% do not own computers.
At Network for Good, help bridge the Digital Divide!
http://us.click.yahoo.com/hjtSRD/3MnJAA/i1hLAA/b0VolB/TM
~-> 

** Kunjungi juga website global Mabindo di www.mabindo.org ** 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
http://groups.yahoo.com/group/MABINDO/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
[EMAIL PROTECTED]

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
http://docs.yahoo.com/info/terms/
 





[MABINDO] Fwd: [TDE-Weekly] Perfect to Serve| Afraid of Enlightenment?| Samsara's Candid Camera| 10 Perfections| Where Did I Come From?| Changing River

2005-03-24 Thread TSUKUDU -




NamoAmituofo <[EMAIL PROTECTED]> wrote:To: "NamoAmituofo" <[EMAIL PROTECTED]>
From: "NamoAmituofo" <[EMAIL PROTECTED]>
Date: Thu, 24 Mar 2005 16:08:25 +0800
Subject: [TDE-Weekly] Perfect to Serve| Afraid of Enlightenment?| Samsara's 
Candid Camera| 10 Perfections| Where Did I Come From?| Changing River

TheDailyEnlightenment.comWeekly 24/03/05

Get this newsletter | Get news-free version | TDE-Weekly Archive
__
Quote: 



May I serve to be perfect.
May I be perfect to serve.

-Buddhist Aspiration

We work on ourselves in order to help others, 
but also we help others in order to work on ourselves. 

-Pema Chodron (pic:spcanova.org)
_
Share: 




10 Perfections to Buddhahood : Paramis for Aspirations
Punk'd by Samsara's Candid Camera : Laughing at Others Vs at Ourselves
Melting Candle, Flickering Flame (Changing Body, Fickle Mind)
Where Did I Come From? / Where Am I Going To?

Link Archive | Please share with us @ [EMAIL PROTECTED]
___
Realisation: Are You Afraid to Be Enlightened?

 < He went for it. What's really holding you back?

I have a nagging suspicion that most of us, including me, do not want 
enlightenment "badly" enough, which is why we do not practise the Dharma as 
diligently as we could. Anyway, how "badly" we want to be enlightened depends a 
lot on what we think enlightenment is. If we remember enlightenment as True 
Happiness, instead of imagining it as some vague silent hollowness (which it is 
not), we will more readily aspire for it, instead of continually shying it. It 
is natural that we fear the unknown. Perhaps two of the greatest unknowns are 
what will happen after death, and what enlightenment truly is. Enlightenment is 
synonymous with liberation from all dissatisfactions, including fear itself. 
What is there to fear about enlightenment then? Don't we all yearn to be 
fearless? Have courage to be fearless! Plainly put, enlightenment is simply the 
end result, or grand finale of the total transformation of the causes of our 
unhappiness - our attachment, aversion and delusion (three poisons) into
 generosity, loving-kindness and wisdom. There's nothing dark and mystical 
really, since the path to enlightenment entails increasing joy and clarity that 
comes from understanding reality.

Many Buddhists have "Samsara-phobia" to some extent, which is why we want "out" 
- of the cycle of birth and death. Nirvana is then the "default" goal. Yet 
paradoxically, some of us have "Nirvana-phobia" too, as we secretly fret that 
we might have to relinquish everything we cherish along the path to liberation. 
"What if I meditate too deeply and feel compelled to renounce my wife and kids? 
Who would take care of them? Will they be able to take it? I love my job and 
current status! I'm in my prime enjoying life now! Life is nice and familiar 
now - should I 'risk' going for enlightenment?" These are the concerns which 
impede us from enlightenment life after life. The truth is, we can, and will 
only advance spiritually only as much as we aspire to. In this sense, there is 
no need to worry about suddenly or accidentally tripping across some invisible 
boundary from the worldly to the transcendental. 

If we are not ready for whatever reasons, we are not ready. But we can all 
become more and more ready. What most of us should worry about instead is our 
lack of aspiration to advance, to swiftly renounce our three poisons. The 
substantial results of Dharma practice are seldom sudden, which is why there is 
no better time to get serious than now. If you experience any powerful 
awakening without "much" practice in this life, congratulations - for it means 
your "spiritual aptitude" is naturally high (probably brought over from your 
previous life). Why not further nurture it? Life is short - there's just no 
excuse not to be diligent! Even fear of failure is not an excuse - for the real 
failure is in giving up or not even trying. 

It helps motivate us greatly if we can encourage our loved ones to practise the 
Dharma together. However, if we practise solo, the idea is not to simply sever 
our ties with the world, especially our loved ones, but to gradually and 
steadily reduce our attachment to them. Yes, we set the pace we are comfortable 
with. However, the more we reduce our attachment to our worldly loves, the more 
true and sublime our love becomes. The reduction of desire does equate to the 
reduction of love; it just means the reduction of clinging to those we love, 
while our true love spreads over to all with perfect equanimity, without ever 
thinning out. This is the divine power of love when it becomes immeasurable. It 
is touching to recall that the Buddha, having boundless compassion for all 
beings after His enlightenment, still expressed His love for His mother, 
father, wife and son - by sharing the path to True Happiness with them. 
Afterall, what greater gift can you offer your loved ones? So don't be
 afraid of enlightenment - be

[MABINDO] "Religious tensions at home" real in Singapore

2005-03-24 Thread Francis

"Religious tensions at home" real in Singapore
Alvin Chua, Singapore, The Buddhist Channel, March 21, 2005

The report "Religious tensions at home" is indeed a very serious one in 
Singapore. Many new converts I spoke to did so partly because they received 
distorted information about all the other religions in the world. In some 
cases, these "misrepresentations" were communicated by their church pastors - 
young, ignorant and too eager to convert! 


 
For example, a relative who attends New Creation Church at Suntec City said his 
pastor told him that Buddhist relics are commonly used as ornaments worned i n 
the form of bracelets, etc! He apparently went on to say "the gods in other 
religions are dumb" while "the Christian God is alive and constantly talking". 

Having studied the Bible and Buddhist sutras at length, and been a Buddhist for 
over ten years, I cannot help but feel a certain sense of superiority in 
Buddhism (at the deeper level). Many Buddhist parents do no fully grasp the 
teachings of the Buddha and thus could not share the wonderful gifts of dharma 
with their children. On the other hand, our youth , being largely English 
educated, and seen the economic superiority of the USA and many Christian 
countries, naturally develop an inclination towards Christianity. 

Having said that, how., some of the religious practises in quasi-Buddhism, 
Taoism and Hinduism are inherently culture-based and hard to comprehend for 
these aspiring Christians; hence, the push-factor. Parents have to first 
educate themselves in their own chosen faith before they can communicate 
effectively with their children. 

That way, as I have always told my kind evangelical friends, that old label of 
cough syrup that your mother gave you when you were a little kid, produced by 
some poor Sin Sehs in rural China in the early 1900s, is still as effective 
today. There's no need to change to a "superior" drug from the USA.


[Non-text portions of this message have been removed]



 Yahoo! Groups Sponsor ~--> 
In low income neighborhoods, 84% do not own computers.
At Network for Good, help bridge the Digital Divide!
http://us.click.yahoo.com/hjtSRD/3MnJAA/i1hLAA/b0VolB/TM
~-> 

** Kunjungi juga website global Mabindo di www.mabindo.org ** 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
http://groups.yahoo.com/group/MABINDO/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
[EMAIL PROTECTED]

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
http://docs.yahoo.com/info/terms/
 





Re: [MABINDO] Re: Digest Number 2240...Reposting...

2005-03-24 Thread vajra

Mohon hal-hal yang menjurus kepada pribadi dilakukan melalui japri.
Terima kasih

Francis/Moderator


>
>
>
>
>
> Hahahaha...
>
> siapa tidak kenal JL. Dia selalu  mengirim artikel2 ke milis2. Bila anda
> tanya di sini, tentang Jimmy Lominto, tentu yang aktif di milis pada tahu.
>
> Kalau tidak ada nilainya, gak usah berdiskusi. Delete aja langsung.
> Kalau tidur sekamar waktu di Thailand masa gak mau sih nyebutin di artikel
> anda?
>
> Hahahahahaha..
>
> Yah... saya rasa cukup sampai di sini.
>
>
> :)
> peace
>
>
> Giri
>
>



 Yahoo! Groups Sponsor ~--> 
In low income neighborhoods, 84% do not own computers.
At Network for Good, help bridge the Digital Divide!
http://us.click.yahoo.com/hjtSRD/3MnJAA/i1hLAA/b0VolB/TM
~-> 

** Kunjungi juga website global Mabindo di www.mabindo.org ** 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
http://groups.yahoo.com/group/MABINDO/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
[EMAIL PROTECTED]

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
http://docs.yahoo.com/info/terms/
 





[MABINDO] Photo Anggraiyen Extefen

2005-03-24 Thread viriyavajra


Dear members,

Photo Anggraiyen Extefen, yang saat ini dirawat di Rumah Sakit Pantai 
Indah Kapuk (PIK) telah di upload ke seksi Photos milis ini. Begitu 
juga photo tanda terima penyerahan dana ke-1 yang berasal dari 
sumbangan dana rekan-rekan sekalian melalui Kotak Dana Kemanusiaan 
MABINDO ini.

Terima kasih


Francis





 Yahoo! Groups Sponsor ~--> 
Has someone you know been affected by illness or disease?
Network for Good is THE place to support health awareness efforts!
http://us.click.yahoo.com/UwRTUD/UOnJAA/i1hLAA/b0VolB/TM
~-> 

** Kunjungi juga website global Mabindo di www.mabindo.org ** 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
http://groups.yahoo.com/group/MABINDO/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
[EMAIL PROTECTED]

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
http://docs.yahoo.com/info/terms/