Santideva (Tib. Zhi-ba-lha)
Santideva dilahirkan di desa Saurastra[1], wilayah utara Bodh Gaya. Anak dari
Raja Kusalavarma[2] dan Ratu Vajrayogini.[3] Semenjak kanak-kanak, pangeran
muda Santideva (nama yang diberikan sejak lahir) telah menujukkan kemampuan
luar biasa dalam berbagai bidang ilmu pengetahuan. Ketika berusia 6 tahun, ia
bertemu seorang yogi dan menerima inisiasi pertama dan pelajaran tentang
praktik Manjushri. Sebagai hasil berlatih praktik ini, Santideva mampu melihat
Manjushri (Deiti kebijaksaan) dan menerima banyak pelajaran dari Manjushri
secara langsung.
Pangeran Santideva merupakan satu-satunya anak tunggal raja yang akan
mewariskan tahta kerajaan; ketika baginda raja meninggal, semua persiapan untuk
naik tahta telah dipersiapkan. Satu malam sebelum upacara penobatan raja,
Manjushri muncul dalam mimpinya, Manjushri duduk di atas tahta kerajaan dan
berujar, Tahta ini milikku, karena aku adalah gurumu, sangat tidak pantas
apabila kita berdua duduk di tahta yang sama.
Pada malam yang sama juga, Tara muncul dalam mimpinya dalam wujud ibundanya.
Ibundanya mencurahkan air panas mendidih ke-kepalanya dan mengatakan,
Kekuasaan Raja bagaikan air mendidih di neraka; kondisi beginilah yang akan
engkau terima nanti. Ketika pangeran terbangun, ia melihat kerajaan yang akan
datang penuh dengan pohon beracun dan seketika itu juga ia kabur dari istana.
Dua puluh satu hari setelah pelariannya, Santideva merasa sangat haus dan
mencari-cari air. Ia menemukan sebuah mata air di tengah hutan belantara,
ketika ia ingin meneguk air itu, seorang gadis muncul dan memperingatkan
Santideva agar jangan minum air yang mengandung racun itu. Gadis itu
memberikan air murni untuk menghilangkan kehausannya, gadis itu juga yang
membawa Santideva bertemu seorang yogi yang hidup di sebuah hutan. Yogi ini
memberikan inisiasi sehingga membuka banyak pintu kebijaksanaan dan
konsentrasi. Yogi itu merupakan manifestasi Manjushri dan gadis itu adalah
manifestasi Tara.
Ketika Santideva meninggalkan hutan itu, ia membawa sebilah pedang kayu,
pedang ini merupakan simbol pedang kebijaksaan Manjushri. Ia berkelana hingga
tibalah di Kerajaan Pancamasimha. Raja dari kerajaan ini mengakui Santideva
sebagai orang yang penuh kebijaksanaan agung dan sangat mahir dalam berbagai
bidang pengetahuan duniawi, raja mengangkat Santideva sebagai salah satu
menteri kerajaan. Santideva menerima jabatan itu, selama masa jabatannya,
Santideva memperkenalkan berbagai keterampilan tangan.
Walaupun Santideva selalu menjalankan tugas kenegaraan sesuai dharma, menteri
lain sangat iri, ada menteri yang melaporkan kepada raja bahwa Santideva
bertindak tidak benar. Pada kenyataanya, pedang yang dibawa Santideva adalah
terbuat dari kayu, menteri itu mengklaim bahwa ada bukti atas kasus itu. Untuk
menyelidiki kebenaran laporan itu, raja menginstruksikan semua menteri untuk
menujukkan pedangnya masing-masing. Santideva memperingatkan raja bahwa kilauan
dari pedangnya akan menyebabkan bahaya bagi raja, baginda raja tetap tidak
percaya dan memaksa Santideva untuk menuruti perintah kerajaan. kalau begitu,
baiklah, Santideva berkata kepada Raja, Mohon baginda untuk menutup mata
kanan dan hanya melihat dengan mati kiri saja. Raja menuruti kehendak
Santideva, ketika melihat pancaran sinar yang berasal dari pedang Santideva,
mata kiri raja jatuh, Santideva secepat kilat memungut mata raja dan
menempelkannya kembali ke rongga matanya, dan mata raja segera sembuh
kembali. Raja baru sadar bahwa Santideva adalah seorang maha siddha, keyakinan
besar muncul dalam hati raja. Raja memberikan banyak persembahan dan memohon
Santideva tetap tinggal di kerajaan itu, namun Santideva menolak. Ia memohon
raja untuk selalu memerintah kerajaan sesuai dengan dharma, Santideva
menasihati raja untuk membangun 21 organisasi dharma. Santideva kemudian
meninggalkan kerajaan itu dan menuju pusat monastik di Nalanda.
Di Nalanda, ia menerima pentahbisan penuh oleh kepala biara, Jayadeva[4] dan
diberi nama Santideva. Selama tinggal di Nalanda, ia menerima banyak pelajaran
dari Manjushri dan merealisasikan bagian-bagian penting sutra dan tantra,
dengan mengatasi semua gangguan mental internal maupun eksternal, ia mencapai
realisasi tertinggi jalur bertahap.
Tampak luar, Santideva hanyalah seseorang yang sehari makan lima kali, tidak
bekerja, belajar, maupun meditasi. Karena kejadian seperti itu, beberapa biksu
menjulukinya Bhu-Su-Ku, yang berarti: Orang yang hanya makan, tidur, dan buang
air besar. Karena beberapa biksu itu tidak memiliki kekuatan batin, mereka
tidak tahu tingkat pencapaian realisasi Santideva, sesama mereka menggosipkan,
Santideva tidak pernah berlatih tiga aktivitas yang merupakan kewajiban setiap
biksu. Ia seharusnya diusir dari monastri. Namun tidak mudah untuk mengusir
Santideva, oleh karena itu mereka berencana untuk mempermalukan Santideva di