[media-dakwah] Fw: Pengemis Bukan Si Kantong Tipis

2006-10-18 Terurut Topik Reni Mardiana








Pengemis Bukan Si Kantong Tipis 

Kemas Irawan Nurrachman dan Moehammad Samoedera Harapan - Tim Laporan Khusus 
Jakarta.

Anggapan mengemis hanya dilakoni orang miskin bisa berubah bila bertemu kakek 
yang satu ini. Penampilannya memang memelas, namanya saja orang sudah tua.  
Umurnya 70 tahun tentu kulit sudah kerut merut. Sudah begitu bajunya 
compang-camping pula. 

Dan di siang yang terik itu, kakek itu menggelesot saja di depan teater Senen, 
Jakarta Pusat. Setiap ada orang lewat, ia mengulurkan tangannya. Hati siapa 
yang tidak iba. Kasihan orang sudah setua itu pasti sudah tidak bisa bekerja, 
mungkin begitulah pikir orang yang mengangsurkan uang kepadanya. 

Tapi jangan salah. Kakek tua itu adalah Cahyo. Ia berasal dari Madura, Jawa 
Timur. Sudah menjadikan pengemis sebagai profesi utama sejak dua tahun lalu. 
Dan pendapatannya dari pekerjaan tidak terhormat itu ternyata besar. Bahkan 
mengalahkan pegawai kantoran. 
Dalam setengah hari saya bisa mendapatkan Rp120 ribu. Bahkan dalam sehari bisa 
mencapai Rp200 ribu. Karena sekarang jarang ada orang memberikan Rp 200, 
minimal biasanya Rp 500, cetus kakek ini.

Cahyo awalnya bekerja menjadi pemulung dan tinggal bersama anaknya di 
Pademangan. Namun karena sudah tua, pria asal Madura itu tidak kuat lagi 
melakoni kerja pemulung yang berat. Ia kemudian beralih profesi menjadi 
pengemis di sekitar Senen. Kakek ini lalu mengontrak rumah petak di Kampung 
Gaplok, Senen. Biaya sewanya Rp 150 ribu per bulan termasuk listrik. Di sini ia 
tinggal bersama dua orang cucunya yang juga menjadi peminta-minta. Iya mau 
bagaimana lagi? Itung-itung ada pemasukan tambahan, kata Cahyo soal cucunya. 

Cucu Cahyo biasanya mangkal di Perempatan ITC Cempaka Putih. Mereka dibawa 
orang yang lebih dewasa sehingga penghasilan pun dibagi dua. Dalam sehari 
rata-rata cucu Cahyo membawa pulang Rp 70-90 ribu. Banyak uang tidak membuat 
Cahyo lupa menabung. Uang itu biasanya kemudian dipakai untuk ongkos pulang 
kampung. Bila pulang kampung, kakek ini memegang Rp 3 juta untuk biaya hidup 
selama seminggu di sana. 

Selain untuk ongkos, sisa tabungan dibelikan sapi. Kini setelah dua tahun 
bekerja di Jakarta, Cahyo sudah bisa memiliki 8 ekor sapi. Setiap pulang 
kampung, kakek ini membeli 3-4 ekor sapi.

Untuk merawat binatang ternak itu, si kakek membayar orang. Setelah itu nanti 
hasilnya dibagi dua dengan yang merawat. Itung-itung untuk bagi-bagi rezeki, 
katanya santai.  Dengan penghasilan yang lumayan itu, jangan heran bila Cahyo 
betah menjadi pengemis. Ia tidak kapok melakoni profesi tidak terhormat itu 
meski sudah pernah ditangkap trantib. 

Penangkapan itu terjadi beberapa bulan lalu. Saat itu Cahyo sedang berada di 
depan bioskop Senen. Hari itu si kakek tidak membayar uang keamanan. Maka ia 
pun dilaporkan dan ditangkap trantib. Untuk bisa bebas lagi, Cahyo terpaksa 
harus membayar Rp 600 ribu. Kini Cahyo lebih berhati-hati. Ia telah menemukan 
trik agar tidak tertangkap lagi. Setiap hari ia tidak lupa membayar uang 
keamanan pada preman Senen. Hasilnya hingga kini tidak pernah ada masalah lagi 
saat terjadi razia. 

Keberadaan pengemis seperti Cahyo ini diketahui benar oleh Dinas Kesejahteraan 
Sosial (Dinas Kesos) DKI Jakarta. Dalam razia, instansi yang dipimpin Syarif 
Mustofa ini sering menemukan bukti pengemis bukan berasal dari orang miskin. 

Syarif Mustofa pun lantas menyebut para pengemis sebagai pemalas. Mereka 
pura-pura menjadi gelandangan di Jakarta, padahal di kampungnya mereka cukup 
berada. Saya membuktikan sendiri bahwa mereka orang berada, karena saya pernah 
mengantar mereka sampai ke depan rumah? kata Syarif. 

Berdasarkan realitas itu, menurut Syarif, solusi paling tepat mengurangi jumlah 
gepeng di Jakarta adalah dengan tidak menaruh belas kasihan pada kelompok ini. 
Warga Jakarta diimbau tidak memberikan uang kepada para pengemis di jalanan. 
Uang sebaiknya disumbangkan pada badan amal yang bisa dipertanggungjawabkan. 
(iy) 





  Disclaimer: Although this message has been checked for all known viruses
  using Trend Micro InterScan Messaging Security Suite, Bukopin 
  accept no liability for any loss or damage arising 
  from the use of this E-Mail or attachments.
 





[Non-text portions of this message have been removed]




Ajaklah teman dan saudara anda bergabung ke milis Media Dakwah.
Kirim email ke: [EMAIL PROTECTED] 
Yahoo! Groups Links

* To visit your group on the web, go to:
http://groups.yahoo.com/group/media-dakwah/

* Your email settings:
Individual Email | Traditional

* To change settings online go to:
http://groups.yahoo.com/group/media-dakwah/join
(Yahoo! ID required)

* To change settings via email:
mailto:[EMAIL PROTECTED] 
mailto:[EMAIL PROTECTED]

* To unsubscribe from this group, send an email to:
[EMAIL PROTECTED]

* Your use of Yahoo! Groups is subject to:
http://docs.yahoo.com/info/terms/
 



Re: [media-dakwah] Fw: Pengemis Bukan Si Kantong Tipis

2006-10-18 Terurut Topik Bango Samparan
Assalaamu'alaikum wr. wb.

--- Reni Mardiana [EMAIL PROTECTED] wrote:

 Syarif Mustofa pun lantas menyebut para pengemis sebagai pemalas.
 Mereka pura-pura menjadi gelandangan di Jakarta, padahal di
 kampungnya mereka cukup berada. Saya membuktikan sendiri bahwa
 mereka orang berada, karena saya pernah mengantar mereka sampai ke
 depan rumah? kata Syarif. 
 
 Berdasarkan realitas itu, menurut Syarif, solusi paling tepat
 mengurangi jumlah gepeng di Jakarta adalah dengan tidak menaruh belas
 kasihan pada kelompok ini. Warga Jakarta diimbau tidak memberikan
 uang kepada para pengemis di jalanan. Uang sebaiknya disumbangkan
 pada badan amal yang bisa dipertanggungjawabkan. (iy) 

Pengemis kelas berat di Indonesia sebenarnya adalah negara ini sendiri,
kelas berikutnya adalah para birokratnya:-)

Karena orang susah sekali mempersoalkan para pengemis berat ini, maka
pengemis-pengemis kecillah yang jadi sasarannya, seperti yang dibahas
oleh tulisan diatas.

Kalau memang mengemis bagi orang seusia 70 dianggap sebuah persoalan,
saya jadi pengin bertanya apa tanggung jawab negara terhadap kelompok
orang-orang seusia itu? Ini tentu saja belum terhadap kelompok
masyarakat lain yang memang punya masalah ketidakmampuan untuk
mendapatkan pekerjaan dengan pendapatan yang layak untuk menghidupi
diri atau anggota keluarganya.

Saya bukan orang yang mendukung perilaku pengemis. Agama kita juga
telah mencela perilaku pengemis, sebuah hadist kurang lebihnya
menyatakan Para peminta-minta akan dibangkitkan dengan tanpa daging
pada wajahnya. Tapi jika persoalan ini hanya disempitkan untuk
bersikap keras terhadap pengemis, saya sungguh tidak setuju. Rasulullah
pun tak pernah mencontohkan hal yang demikian. Rasanya kita justru
harus keras terhadap orang-orang kaya, karena mereka tidak mengulurkan
tangannya secara efektif untuk mengentaskan kemiskinan di negeri ini
secara cantik.

Wassalaamu'alaikum wr. wb.
B. Samparan





__
Do You Yahoo!?
Tired of spam?  Yahoo! Mail has the best spam protection around 
http://mail.yahoo.com 


Ajaklah teman dan saudara anda bergabung ke milis Media Dakwah.
Kirim email ke: [EMAIL PROTECTED] 
Yahoo! Groups Links

* To visit your group on the web, go to:
http://groups.yahoo.com/group/media-dakwah/

* Your email settings:
Individual Email | Traditional

* To change settings online go to:
http://groups.yahoo.com/group/media-dakwah/join
(Yahoo! ID required)

* To change settings via email:
mailto:[EMAIL PROTECTED] 
mailto:[EMAIL PROTECTED]

* To unsubscribe from this group, send an email to:
[EMAIL PROTECTED]

* Your use of Yahoo! Groups is subject to:
http://docs.yahoo.com/info/terms/