Fwd: Re: [media-dakwah] Kejantanan Dawam Dibangkitkan Musdah Mulia

2005-09-27 Terurut Topik tr�l�s
mungkin ada yg bisa memberi tanggapan thd komentar pak aziz di bawah ini 
 
wassalam,
tr.-

abdul aziz muslim [EMAIL PROTECTED] wrote:
From: abdul aziz muslim [EMAIL PROTECTED]
Subject: Re: [media-dakwah] Kejantanan Dawam Dibangkitkan Musdah Mulia
To: trúlÿsøúl [EMAIL PROTECTED]
Date: Tue, 27 Sep 2005 17:50:03 +0700

wacana sesat menyesatkan sekarang ini jadi tren umat 
islam. seolah-olah mereka bisa memonopoli kebenaran. 
mereka lah yang seolah-olah memiliki otoritas pemegang 
kunci surga dan menentukan manusia untuk memilih apakah 
masuk surga atau neraka. siapakah kita sehingga bisa 
menuduh orang lain sebagai mukmin, kafir, yahudi atau 
lainnya? tidak juga Gus Dur, dawam raharjo, syafi'i 
maarif, ulil abshar, bahkan termasuk hartono ahmad jaiz, 
Amidhan, Din Syamsudin, KH Ma'ruf AMin dan lain 
sebagainya. itu semua adalah otoritas Allah, sekali lagi 
Allah SWT

religiusitas dan spiritualitas, tidak mungkin sama 
diantara kita semua meski satu agama. bisa jadi iman kita 
sama, tapi agama berbeda. begitu juga sebaliknya, iman 
berbeda, agama sama. apa yang kita yakini dari sebuah 
ajaran agama, adalah sebuah proses penafsiran kita (yang 
tidak bisa lepas dari segala kesalahan dan kekurangan, dan 
juga pengaruh/ setting sosial pendidikan), maka jangan ada 
sebuah pemutlakan dalam pemahaman keagamaan apalagi 
memaksakan kepada orang lain. termasuk juga ahmadiyah, 
JIL, DDII, Persis, NU, Wahabi, siapapun dia. karena ini 
adalah produk pemikiran manusia, yang tidak steril dari 
dosa.

kalau kemarin kita bicara etika dalam milist ini, maka 
sekaranglah kita juga beretika dalam bertaushiyah kepada 
orang lain yang tidak sepaham dan sekeyakinan dengan kita. 
seperti kata al-Qur'an- diperlukan kesabaran dalama 
tausihiyah dan waktu panjang dalam proses untuk melihat 
sebuah hasil. wallahu a'lam bisshowab


abdul aziz muslim



On Mon, 26 Sep 2005 20:50:39 -0700 (PDT)
trúlÿsøúl wrote:
 Kejantanan Dawam Dibangkitkan Musdah MuliaCounter 
Liberalisme Oleh : Redaksi 14 Aug 2005 - 1:00 am
 
 Laporan Abu Qori
 Gus Dur dan Dawam Bukan Ulama, Jadi, siapakah Gus Dur 
itu? Ya pembela orang kafir
 Alkisah, di tahun 1980-an, sebuah mobil Honda Civic 
(yang kala itu tergolong mahal), dari sebuah areal 
perparkiran di Jakarta nyelonong masuk ke jalur bus. 
Kejadian mendadak itu membuat sopir bis menginjak rem 
demi menghindari tabrakan, akibatnya sang sopir pun 
dimarahi penumpang (yang tidak tahu kejadian sebenarnya).
 
 Pengemudi Honda Civic tadi, ternyata seorang mahasiswa. 
Si Mahasiswa bukannya merasa bersalah dan minta maaf, 
malah justru petantang-petenteng memarahi sopir bis, 
bahkan ia memanggil teman-temannya sesama mahasiswa untuk 
melakukan tindak pengeroyokan terhadap si sopir. Mengapa 
mahasiswa itu bersikap demikian? Ternyata di dalam mobil 
yang ia kemudikan itu, duduk seorang cewek. Rupanya, sang 
cewek inilah yang telah membangkitkan ‘kejantanan’ si 
mahasiswa tadi, sehingga ia begitu agresif menyerang 
sopir bis.
 
 Di Hotel Mandarin, 4 Agustus 2005 lalu, MBM TEMPO 
mengadakan sebuah forum sebagai reaksi atas Fatwa MUI. 
Sebagai pembicara hadir Musdah Mulia, Dawam Rahardjo, 
Syafi’i Amin, Ma’ruf Amin (MUI), Fauzan (MMI).
 
 Di forum itu Musdah Mulia dengan ‘berani’ (baca: kurang 
ajar) mengecam MUI yang mengharamkan nikah beda agama. 
Bahkan Musdah menjamin, nikah beda agama antara Muslimah 
dengan pria non Muslim, tidak akan membuat si Muslimah 
terseret mengikuti agama suaminya. Setidaknya bila itu 
terjadi pada dirinya, begitu alasan Musdah.
 
 Rupanya ‘keberanian’ Musdah mengecam MUI ini telah 
berhasil membangkitkan ‘kejantanan’ Dawam Rahardjo, yang 
kini berusia di atas enam puluh tahun namun belum 
mendapat hidayah.
 
 Di forum itu, Dawam menuding-nuding (menunjuk-nunjukkan 
jarinya ke arah Amidhan yang duduk di barisan terdepan), 
sehingga membuat Amidhan pun bangkit mendekat ke arah 
Dawam. Suasana sempat menghangat, namun keburu dilerai.
 
 Pada kesempatan itu Dawam berujar, “bila Gus Dur ingin 
agar dana untuk MUI distop, maka saya minta agar MUI 
dibubarkan!”
 
 Gus Dur dan Dawam Bukan Ulama
 Siapa bilang Gus Dur itu Ulama? Juga siapa bilang Dawam 
Rahardjo, Djohan Effendi, Ulil Abshar Abdalla dan 
kawan-kawannya itu ulama? Mereka adalah orang-orang yang 
berupaya untuk mencabut fatwa MUI (Majelis Ulama 
Indonesia), terutama tentang sesat dan murtadnya 
Ahmadiyah, sesatnya sekulerisme, liberalisme, dan 
pluralisme agama alias menyamakan/menyejajarkan semua 
agama, haramnya nikah beda agama, dan haramnya 
perdukunan, serta doa bersama antar agama.
 
 Dengan gencarnya upaya Gus Dur, Dawam Rahardjo, Ulil dan 
lain-lain dalam melawan fatwa MUI itu, akibatnya sebagian 
masyarakat tampak ada yang bingung. Maka dalam kajian di 
Universitas Muhammadiyah Purwokerto Jawa Tengah, Rabu 10 
Agustus 2005, ada beberapa orang yang mengajukan 
pertanyaan, di antaranya seorang pemuda bertanya:
 
 “Sekarang ini ulama bertikai dengan ulama. Ini 
menjadikan masyarakat bingung. (Apakah mengikuti fatwa 
MUI atau

Re: [media-dakwah] Kejantanan Dawam Dibangkitkan Musdah Mulia

2005-09-27 Terurut Topik mas-Wong

Assalamu'alaikum warohmatullohi wabarokatuh

Kalau teman kita suka berzina
Padahal dia punya istri dan anak
Padahal dia punya suami yang membanting tulang buat menafkahi keluarganya
Terus kita bilang itu perbuatan dosa pak, bu
Apakah lalu kita itu menjadi manusia suci tanpa dosa ??
Lalu tindakan apa yang sepatutnya dilakukan menurut Anda ?

Kalau teman kita suka ke dukun 
baik yang berpredikat dukun beneran, paranormal maupun kyai
bahkan minta jimat aji pengasih, aji kebal dan aji-aji yang lain
(entah kalau aji pangestu :) )
Lalu kita bilang itu syirik , sesat dan dosa, kawan
Apakah lalu kita itu menjadi manusia suci tanpa dosa ??
Lalu tindakan apa yang sepatutnya dilakukan menurut Anda ?

Kita beragama berpedoman pada Al Qur'an dan Hadits
Kalau disitu dikatakan berzina dan syirik itu dosa 
Bahkan syirik itu dosa tak terampunkan kalau tidak bertobat
Apakah lalu kita itu mengambil otoritas Allah dalam menghakimi manusia ??

Pak Trúlÿsøúl, tentunya bapak bisa memberikan komentar yang lebih berisi
BTW, saya sertakan tulisan dari Adian Husaini (maaf kalau sudah pernah
dimuat di milis ini)
Semoga pak Aziz bisa membaca dengan hati yang jernih

Mohon maaf bila ada yang tidak berkenan
Wassalamu'alaikum warohmatullohi wabarokatuh
masWong


Ahmadiyah dan Masalah Kebenaran  
Senin, 25 Juli 2005
oleh: Adian Husaini
http://www.hidayatullah.com/index.php?option=com_contenttask=viewid=2120I
temid=0 



Hidayatullah.com--Pada Hari Jumat tanggal 15 Juli 2005, Markas Ahmadiyah
Indonesia yang berlokasi di Parung Bogor, diserbu oleh massa umat Islam.
Akhirnya, markas itu ditutup resmi oleh aparat, dan Jemaat Ahmadiyah
dievakuasi dari tempat tersebut. Pemda dan aparat Bogor  -- merujuk kepada
keputusan MUI dan Departemen Agama – juga kemudian menutup pusat kegiatan
Ahmadiyah di kota itu.

Kasus Ahmadiyah itu kemudian memunculkan banyak ragam wacana keagamaan.
Salah satunya, adalah masalah diskursus tentang kebenaran  dan kebebasan
beragama.

Masalah yang sekian lama menjadi bahan perbincangan, kemudian menghangat
kembali. Ada yang menyatakan, bahwa manusia tidak berhak menghakimi
keyakinan orang lain, dan memaksakan keyakinannya terhadap orang lain.

Dia kutip ayat al-Quran, “Barangsiapa yang mau silakan beriman, dan siapa
yang mau silakan kafir.” Jadi, biarkanlah saja orang mengikut pendapat apa
saja, dan menyebarkan pendapatnya,  apa saja jenisnya. Termasuk paham
Ahmadiyah, yang mengakui Mirza Ghulam Ahmad sebagai nabi setelah Nabi
Muhammad saw.

Sebagai contoh, ungkapan Masdar F. Mas’udi, salah satu Ketua PBNU, yang
dikutip Harian Kompas (20/7/2005), yang menyatakan, “NU merasa tidak berhak
menfatwakan sesat terhadap para pengikut Ahmadiyah.”

Dia juga menyatakan, bahwa Allah-lah yang Maha Tahu siapa diantara manusia
yang berpetunjuk dan yang tersesat.  Dalam Kongres NU ke-5 di Pekalongan
tahun 1930, diputuskan tentang jenis-jenis kafir: (1) Kafir ingkar: ialah
orang yang tidak mengenal Tuhan sama sekali dan tidak mengakuinya, (2) Kafir
juhud: ialah orang yang mengenal Tuhan dalam hati, tetapi tidak mengikrarkan
dengan lesannya, seperti Kafirnya iblis dan orang Yahudi. (3) Kafir nifaq:
ialah orang yang mengikrarkan dengan lisan, tetapi tidak mempercayai Tuhan
dalam hatinya, (4) Kafir ‘Inad: ialah orang yang mengenal Tuhan dalam
hatinya dan mengikrarkan dengan lisannya, tetapi tidak taat kepada-Nya.

Merujuk kepada Keputusan Kongres/Muktamar NU yang dikutip dari Kitab Syarah
Safinatun Najah itu, kita dapat memahami, bahwa NU dengan tegas menyebut
Iblis dan Yahudi sebagai kafir. Iblis kafir karena membangkang kepada Allah
dan Yahudi juga jelas-jelas kekafirannya karena tidak mengimani kerasulan
Muhammad saw.

Dalam masalah keimanan, kita mengenal rukun iman, yakni beriman kepada
Allah, Malaikat,  Kitab-kitab-Nya, Rasul-rasulnya, Hari Akhir, dan takdir
Allah. Keenam perkara itu termasuk ke dalam “rukun”, artinya keimanan
seseorang tidak sah jika tidak mencakup keenam rukun tersebut. Yang namanya
‘rukun salat’ artinya, salat kita batal jika tidak mengerjakan salah satu
rukunnya, seperti niat, ruku’,  sujud, i’tidal, dan sebagainya.

Oleh sebab itu, masalah iman dan kufur, mukmin dan kufur, adalah masalah
mendasar dalam Islam. Seharusnya menjadi tugas para ulama untuk menjelaskan
kepada umatnya, mana yang lurus dan mana yang sesat, mana yang iman dan mana
yang kufur.

Ulama tidak seyogyanya malah membuat masalah menjadi kabur, dengan
menyatakan, bahwa manusia tidak berhak memutuskan mana yang benar dan mana
yang salah. Hanya Allah saja yang berhak menghukumi. Hanya Allah saja yang
tahu mana yang sesat dan mana yang mendapat petunjuk. 

Pengkaburan seperti itu sangat tidak benar, mengingat, setiap hari, setiap
Muslim minimal 17 kali berdoa kepada Allah: Ya Allah tunjukkanlah kami jalan
yang lurus, yaitu jalannya orang-orang yang telah Engkau beri nikmat atas
mereka dan bukannya jalan orang-orang yang Engkau murkai atau jalannya
orang-orang yang sesat. Rasulullah saw juga mengajarkan doa kepada kita: Ya
Allah tunjukkanlah kepada 

RE: [media-dakwah] Kejantanan Dawam Dibangkitkan Musdah Mulia

2005-09-27 Terurut Topik PED 2
Assalamu'alaikum warohmatullohi wabarokatuh

Dari tulisan MasWong Yang saya lihat di sini ada usaha untuk
memundurkan
keberanian seseorang Dalam mengatakan yang Haq atau yang Bathil secara
tegas.

Kita perlu ingat bahwa manusia memiliki sifat lupa, dengan masing-masing
Tingkat seberapa tinggikah daya ingat seseorang itu. Adapula orang yang
Memang belum mengetahui tentang aturan-aturan agama dalam hidupnya.

Jadi tugas setiap orang, terutama yang beragam Islam adalah saling
Mengingatkan dan saling memberitahukan jika ada orang lain (seagama)
yang
melanggar Norma-norma agama agar orang tersebut dapat kembali ke jalan
yang
benar sesuai tuntunan Alqur,an dan Hadist.

Jangan langsung mengatakan si orang yang ingin berbuat baik dalam hal
Mengingatkan orang lain yang melenceng dari jalur yang ditetapkan agama
Sebagai orang yang menghakimi si pembuat salah, dia hanya penasehat atau
Sebagai sesama makhluk yang saling mengingatkan. Diterima atau tidak
nasehat
Tersebut ya terserah pada Hidayah yang Allah berikan kepada orang yang
Melanggar aturan itu. Tapi jika kesalahannya menyebabkan umat (banyak
orang)
Bingung atau salah jalan, maka orang tersebut wajib hukumnya kita
perangi
Seperti yang dilakukan FPI sebagai pejuang penjaga Akidah Islam.

Bukankah setiap Muslim harus mengatakan yang Haq adalah Haq dan yang
bathil adalah bathil walaupun itu akan berakibat amat menyakitkan.

Mohon maaf jika ada kesalahan dalam kalimat saya.

Wassalam Wr. Wb.
Lia



-Original Message-
From: media-dakwah@yahoogroups.com [mailto:[EMAIL PROTECTED]
On Behalf Of mas-Wong
Sent: Wednesday, September 28, 2005 9:03 AM
To: media-dakwah@yahoogroups.com
Subject: Re: [media-dakwah] Kejantanan Dawam Dibangkitkan Musdah Mulia


Assalamu'alaikum warohmatullohi wabarokatuh

Kalau teman kita suka berzina
Padahal dia punya istri dan anak
Padahal dia punya suami yang membanting tulang buat menafkahi
keluarganya
Terus kita bilang itu perbuatan dosa pak, bu
Apakah lalu kita itu menjadi manusia suci tanpa dosa ??
Lalu tindakan apa yang sepatutnya dilakukan menurut Anda ?

Kalau teman kita suka ke dukun 
baik yang berpredikat dukun beneran, paranormal maupun kyai
bahkan minta jimat aji pengasih, aji kebal dan aji-aji yang lain
(entah kalau aji pangestu :) )
Lalu kita bilang itu syirik , sesat dan dosa, kawan
Apakah lalu kita itu menjadi manusia suci tanpa dosa ??
Lalu tindakan apa yang sepatutnya dilakukan menurut Anda ?

Kita beragama berpedoman pada Al Qur'an dan Hadits
Kalau disitu dikatakan berzina dan syirik itu dosa 
Bahkan syirik itu dosa tak terampunkan kalau tidak bertobat
Apakah lalu kita itu mengambil otoritas Allah dalam menghakimi manusia
??

Pak Trúlÿsøúl, tentunya bapak bisa memberikan komentar yang lebih berisi
BTW, saya sertakan tulisan dari Adian Husaini (maaf kalau sudah pernah
dimuat di milis ini)
Semoga pak Aziz bisa membaca dengan hati yang jernih

Mohon maaf bila ada yang tidak berkenan
Wassalamu'alaikum warohmatullohi wabarokatuh
masWong


Ahmadiyah dan Masalah Kebenaran  
Senin, 25 Juli 2005
oleh: Adian Husaini
http://www.hidayatullah.com/index.php?option=com_contenttask=viewid=21
20I
temid=0 



Hidayatullah.com--Pada Hari Jumat tanggal 15 Juli 2005, Markas Ahmadiyah
Indonesia yang berlokasi di Parung Bogor, diserbu oleh massa umat Islam.
Akhirnya, markas itu ditutup resmi oleh aparat, dan Jemaat Ahmadiyah
dievakuasi dari tempat tersebut. Pemda dan aparat Bogor  -- merujuk
kepada
keputusan MUI dan Departemen Agama – juga kemudian menutup pusat
kegiatan
Ahmadiyah di kota itu.

Kasus Ahmadiyah itu kemudian memunculkan banyak ragam wacana keagamaan.
Salah satunya, adalah masalah diskursus tentang kebenaran  dan kebebasan
beragama.

Masalah yang sekian lama menjadi bahan perbincangan, kemudian menghangat
kembali. Ada yang menyatakan, bahwa manusia tidak berhak menghakimi
keyakinan orang lain, dan memaksakan keyakinannya terhadap orang lain.

Dia kutip ayat al-Quran, “Barangsiapa yang mau silakan beriman, dan
siapa
yang mau silakan kafir.” Jadi, biarkanlah saja orang mengikut pendapat
apa
saja, dan menyebarkan pendapatnya,  apa saja jenisnya. Termasuk paham
Ahmadiyah, yang mengakui Mirza Ghulam Ahmad sebagai nabi setelah Nabi
Muhammad saw.

Sebagai contoh, ungkapan Masdar F. Mas’udi, salah satu Ketua PBNU, yang
dikutip Harian Kompas (20/7/2005), yang menyatakan, “NU merasa tidak
berhak
menfatwakan sesat terhadap para pengikut Ahmadiyah.”

Dia juga menyatakan, bahwa Allah-lah yang Maha Tahu siapa diantara
manusia
yang berpetunjuk dan yang tersesat.  Dalam Kongres NU ke-5 di Pekalongan
tahun 1930, diputuskan tentang jenis-jenis kafir: (1) Kafir ingkar:
ialah
orang yang tidak mengenal Tuhan sama sekali dan tidak mengakuinya, (2)
Kafir
juhud: ialah orang yang mengenal Tuhan dalam hati, tetapi tidak
mengikrarkan
dengan lesannya, seperti Kafirnya iblis dan orang Yahudi. (3) Kafir
nifaq:
ialah orang yang mengikrarkan dengan lisan, tetapi tidak mempercayai
Tuhan
dalam hatinya, (4) Kafir ‘Inad: ialah orang yang mengenal Tuhan dalam

[media-dakwah] Kejantanan Dawam Dibangkitkan Musdah Mulia

2005-09-26 Terurut Topik tr�l�s
Kejantanan Dawam Dibangkitkan Musdah MuliaCounter Liberalisme Oleh : Redaksi 14 
Aug 2005 - 1:00 am

Laporan Abu Qori
Gus Dur dan Dawam Bukan Ulama, Jadi, siapakah Gus Dur itu? Ya pembela orang 
kafir
Alkisah, di tahun 1980-an, sebuah mobil Honda Civic (yang kala itu tergolong 
mahal), dari sebuah areal perparkiran di Jakarta nyelonong masuk ke jalur bus. 
Kejadian mendadak itu membuat sopir bis menginjak rem demi menghindari 
tabrakan, akibatnya sang sopir pun dimarahi penumpang (yang tidak tahu kejadian 
sebenarnya).

Pengemudi Honda Civic tadi, ternyata seorang mahasiswa. Si Mahasiswa bukannya 
merasa bersalah dan minta maaf, malah justru petantang-petenteng memarahi sopir 
bis, bahkan ia memanggil teman-temannya sesama mahasiswa untuk melakukan tindak 
pengeroyokan terhadap si sopir. Mengapa mahasiswa itu bersikap demikian? 
Ternyata di dalam mobil yang ia kemudikan itu, duduk seorang cewek. Rupanya, 
sang cewek inilah yang telah membangkitkan ‘kejantanan’ si mahasiswa tadi, 
sehingga ia begitu agresif menyerang sopir bis.

Di Hotel Mandarin, 4 Agustus 2005 lalu, MBM TEMPO mengadakan sebuah forum 
sebagai reaksi atas Fatwa MUI. Sebagai pembicara hadir Musdah Mulia, Dawam 
Rahardjo, Syafi’i Amin, Ma’ruf Amin (MUI), Fauzan (MMI).

Di forum itu Musdah Mulia dengan ‘berani’ (baca: kurang ajar) mengecam MUI yang 
mengharamkan nikah beda agama. Bahkan Musdah menjamin, nikah beda agama antara 
Muslimah dengan pria non Muslim, tidak akan membuat si Muslimah terseret 
mengikuti agama suaminya. Setidaknya bila itu terjadi pada dirinya, begitu 
alasan Musdah.

Rupanya ‘keberanian’ Musdah mengecam MUI ini telah berhasil membangkitkan 
‘kejantanan’ Dawam Rahardjo, yang kini berusia di atas enam puluh tahun namun 
belum mendapat hidayah.

Di forum itu, Dawam menuding-nuding (menunjuk-nunjukkan jarinya ke arah Amidhan 
yang duduk di barisan terdepan), sehingga membuat Amidhan pun bangkit mendekat 
ke arah Dawam. Suasana sempat menghangat, namun keburu dilerai.

Pada kesempatan itu Dawam berujar, “bila Gus Dur ingin agar dana untuk MUI 
distop, maka saya minta agar MUI dibubarkan!”

Gus Dur dan Dawam Bukan Ulama
Siapa bilang Gus Dur itu Ulama? Juga siapa bilang Dawam Rahardjo, Djohan 
Effendi, Ulil Abshar Abdalla dan kawan-kawannya itu ulama? Mereka adalah 
orang-orang yang berupaya untuk mencabut fatwa MUI (Majelis Ulama Indonesia), 
terutama tentang sesat dan murtadnya Ahmadiyah, sesatnya sekulerisme, 
liberalisme, dan pluralisme agama alias menyamakan/menyejajarkan semua agama, 
haramnya nikah beda agama, dan haramnya perdukunan, serta doa bersama antar 
agama.

Dengan gencarnya upaya Gus Dur, Dawam Rahardjo, Ulil dan lain-lain dalam 
melawan fatwa MUI itu, akibatnya sebagian masyarakat tampak ada yang bingung. 
Maka dalam kajian di Universitas Muhammadiyah Purwokerto Jawa Tengah, Rabu 10 
Agustus 2005, ada beberapa orang yang mengajukan pertanyaan, di antaranya 
seorang pemuda bertanya:

“Sekarang ini ulama bertikai dengan ulama. Ini menjadikan masyarakat bingung. 
(Apakah mengikuti fatwa MUI atau mengikuti yang menolaknya). Bagaimana ini 
Ustadz?”

Hartono Ahmad Jaiz yang telah menyampaikan penjelasan di hadapan 300-an jama’ah 
masjid kampus Universitas Muhammadiyah Purwokerto itu menjawab dengan tenangnya:

“Siapa bilang Gus Dur itu Ulama? Juga siapa bilang Dawam Rahardjo, Djohan 
Effendi, Ulil Abshar Abdalla dan kawan-kawannya itu ulama? Jadi pertanyaannya 
ini sendiri yang harus diperbaiki. Karena yang terjadi bukan pertikaian antara 
ulama dengan ulama, namun sebenarnya hanyalah para pembela kesesatan menentang 
para ulama dan pemberantas kesesatan. Itu saja. Jadi kenapa bingung-bingung?” 

Pengajian kali ini bertema menyikapi aliran sesat masa kini. Yang dibahas 
adalah aliran-aliran sesat yang difatwakan MUI, juga para pengusung dan 
pembelanya. Maka mengingat pengajian ini berlangsung di Universitas 
Muhammadiyah, pembicara bertanya di sela-sela uraiannya:

“Apa perlu disebut nama para pengusung dan pembela kesesatan yang berasal dari 
Muhammadiyah?”

“Perlu!” Sahut hadirin. 

Lantas ketika Hartono Ahmad Jaiz baru menyebut nama Ulil Abshar Abdalla (bukan 
dari Muhammadiyah tapi dari NU dan kordinatror JIL –Jaringan Islam Liberal), 
sudah ada suara dari hadirin menyebut Dawam Rahardjo, yang lain menyebut 
Syafi’i Ma’arif, dan lainnya lagi menyebut Amien Rais, yaitu tokoh-tokoh 
Muhammadiyah yang ditengarai membela Ahmadiyah dan bersuara miring terhadap 
Fatwa MUI. 

Hartono Ahmad Jaiz menegaskan, orang-orang yang membela Ahmadiyah, JIL 
(Jaringan Islam Liberal), nikah beda agama, do’a bersama antar agama, 
perdukunan dan kesesatan lainnya seperti liberalisme, sekulerisme, dan 
pluralisme agama itu pada dasarnya bukan sekadar menentang fatwa MUI namun 
menentang hukum Allah swt. Menentang Al-Qur’an dan As-Sunnah. 

Untuk apa? Untuk mencari duit dari lembaga-lembaga kafir. 

Contohnya, Musdah Mulia dan 26 konconya yang kini di barisan depan dalam 
menentang fatwa MUI itu, dalam upayanya untuk menentang hukum