Re: [mediacare] Sopir Taksi di Singapura
tapi selama saya di singapore, banyak pengalaman buruk dengan sopir taksi. pertama, setiap kali naik taksi dari harborfront (pelabuhan laut di sgp), sopir taksi tidak pernah membantu mengangkat koper2, bahkan utk masukkan ke bagasi mobil sekalipun. pernah waktu itu hujan lebat saya dan tante saya yg menggendong bayi baru pulang dari indo. sampe depan rumah tante saya minta sopir taksi bantu keluarkan barang dari bagasi tapi ditolak. sopir itu tetap duduk di belakang kemudi dan minta kami gerak cepat kalo ambil barang krn takut bagasi mobil n jok mobil jadi basah. mungkin krn kami ke sgp lewat laut n tinggal di hdb(apartement pemerintah). lain perlakuannya kalo naik taksi dari n ke changi airport. pernah sekali saya bantu sepupu saya yg tinggal di rumah mewah utk manggil taksi. taksi saya minta ke rumah dulu ambil koper trus ke airport. taksi itu super ramah, bahkan dengan senyum bantu mengangkat semua koper. jadi bisa diliat betapa bedanya perlakuaan terhadap saya pada 2 keadaan yg berbeda. benar2 penjilat orang2 kaya. minggu kemarin saya baru saja mengantar teman ke airport. kami naik taksi dari tepi jalan di chinatown. mungkin awalnya dia tidak tau kami mau ke airport. jadi sopirnya gak bantu angkat barang yg cuma 2 tas ke bagasi mobil. setelah tiba di airport, dengan sok ramah sopirnya suruh kami turun aja, dia sendiri yg bantu keluarkan 2 tas kami yg sebenarnya tidak berat. hanya karena kami ke airport n bilang ke sgp krn urusan bisnis. yg kedua adalah pada saat saya sendiri berangkat ke kantor client di daerah tuas (daerah industri yg jauh dari kota). saya naik taksi dari mrt boon lay. saya pernah beberapa kali pergi ke daerah itu tapi tidak terlalu pasti jalan ke kantor client. ternyata pada hari itu saya dibawa berputar2. sengaja dibawa ke daerah macet bahkan jalan buntu. akhirnya saya harus bayar ongkos taksi 2x lipat dari biasanya. Demikian sharing saya, sorry kalo ada yg tersinggung. Mei --- AniDj [EMAIL PROTECTED] wrote: Kalau di Singapore saya tidak terlalu heran, mungkin masih lebih banyak orang jujur ketimbang yang tidak jujur. Tapi kalau kejujuran ini terjadi di Jakarta, ini sangat amat membingungkan. Tiga tahun yang lalu, suami saya dari Cengkareng menggunakan jasa taksi Silver Bird, pulang ke rumah di wilayah Kemang. Sampai di rumah suami saya sama sekali tidak menyadari bahwa HP nya tertinggal di taksi. Karena sampai di rumah sudah jam 23.00, langsung mandi dan langsung tidur. Tiba-tiba kira2 jam 3 subuh datang supir taksi Silver Bird tadi kembali kerumah saya dan membangunkan satpam saya. Dia mengembalikan HP suami saya yang tertinggal. Pak supir itu mengembalikan HP tanpa meninggalkan pesan apa2 dan tanpa meninggalkan nama beliau. Jam 7 pagi saya dan suami saya sibuk mencari data pak supir tsb ke Blue Bird. Untungnya suami saya setiap naik taxi dia punya kebiasaan mencatat no taksi. Hal ini memudahkan pihak Blue Bird untuk melacak siapa pengemudi taksi tersebut, yang akhirnya kami ketahui bernama Pak Edi. Pihak Ble Bird meng'call' pak Edi supaya datang kerumah kami. Kami ingin mengucapkan terima kasih kepada beliau yang pada era penuh ketidak jujuran ini ada seorang yang bernama Edi, masih tetap menjunjung arti sebuah kejujuran. Di Singapore setahu saya supir2 taksi memang masih memegang kejujuran. Suatu kali saya pernah jam 01 subuh saya naik taksi, sepulang pesta ultah teman. Karena hujan deras sekali saya membayar taksi dengan terburu-buru, argo menunjukan $ 16,40. Niat hati ingin membayar $ 20 sebagi ucapan terima kasih pada pak supir yang sudah membawa saya pulang di tengah malam yang hujan deras dengan selamat. Saya langsung turun dan tutup pintu taksi lari ke lobby apartment saya. Tiba2 pak supir teriak-teriak dan lari2 mengejar saya dengan basah kuyup menyodorkan uang yang $ 110. Saya terbengong-bengong karena tidak menyadari sudah memberian uang $ 110 kepada pak supir. Ternyata saya bukannya membayar $ 20 tapi saya membayar $10 dan $100. Akhirnya pak supir saya tukar dengan $ 50 setelah saling bertahan, pak supir bertahan saya cuma harus bayar sesuai argo. Akhirnya setelah saya menghiba please please berulang kali, dia mau menerima pemberian saya. AniDj Sri Maryanti [EMAIL PROTECTED] wrote: Sopir Taksi di Singapura Kadang kita bingung dengan kejujuran dan pengabdian tulus seseorang pada pekerjaannya. Kejujuran sering kita pandang aneh. Mungkin karena jumlahnya tak banyak. S Prawiro menulis pengalaman uniknya dengan seorang sopir taksi di negeri tetangga. Baca tulisannya di blog kami: http://ecosocrights.blogspot.com/ salam yanti Send instant messages to your online friends http://uk.messenger.yahoo.com Need a vacation? Get great deals to amazing places on Yahoo! Travel. http://travel.yahoo.com/
[mediacare] Mencari Uang atau Mencari Prestasi?
Mencari Uang atau Mencari Prestasi? Oleh : William Wiguna Sering kali kalau saya meng-interview seseorang karyawan baru khusus untuk departemen kami, senantiasa terlontar sebuah pertanyaan sangat menentukan sikap. Saya menanyakan, apa alasan ybs mau bekerja di perusahaan/departemen kami. Jawaban sangat bervariasi dan sebagian besar menjawab dengan klise seperti untuk menambah pengalaman, menambah ilmu dsb. Mereka biasanya setelah diberikan kesempatan untuk memperjelas alasan yang tepat, akhirnya ujung-ujungnya mengatakan mencari uang. Nah, disini saya selalu terkenang akan masa lalu dimana setelah lulus S1, saya tidak memiliki kesempatan untuk melanjutkan S2 karena memang kebutuhan akan uang tidak tercukupi bila harus memaksakan diri mencari ilmu. Tetapi saya berhasil menghibur diri dengan menggunakan alasan logika, bahwa dimana tempat saya bekerja dan berkarir adalah S2 saya dan begitu seterusnya karena keinginan saya untuk mau terus belajar entah sampai kapan... Kembali dengan interview, mereka biasanya mencoba merenungkan ide saya sbb: Bagaimana bila Anda merefleksikan sikap mencari uang itu kedepan. Mereka saya ijinkan memperkirakan apa yang dijawab seorang maling yang diinterogasi oleh polisi. Ya mungkin dengan cara yang lebih keras supaya sang tawanan tsb menjawab mengapa mencuri. Tentu saja mereka dan Anda juga bisa menjawabnya dengan mudah bukan? Mereka butuh/mencari uang untuk hidup... Saya selalu mencoba mengingatkan, bahwa tentu saja ucapan mencari uang tidak salah, tetapi akan menjadi bumerang bila mereka ucapkan dengan penuh motivasi yang serius atau menjadi keinginan! Otak kita sangat pintar, sehingga bila ada instruksi/motivasi yang masuk dengan sadar dan tidak sadar otak kita akan bekerja dengan keras mengejar target tersebut, misalnya mencari uang. Maka amat sangat mungkin tahap-tahap yang terjadi bisa saja sbb: mulai menghitung-hitung untung-rugi antara gaji dan jam kerja, meng-korupsi waktu dan akhirnya materi. Hal ini biasanya akan menimbulkan stress yang tidak sehat. Otak kita akhirnya merekomendasikan atau tidak bisa lagi membedakan mana uang pribadi dan uang perusahaan. Dan biasanya Boss/Owner Perusahaan pastilah bukanlah orang bodoh, dia justeru akan main lebih sadis dengan perhitungan untung-rugi dengan karyawan. Bisa ditebak juga bukan bila hal ini terjadi siapa yang bakal lebih pintar yang bakal mendapatkan keuntungan? Bila pun didapat, bukankah itu dari hasil yang tidak FAIR? Dan bila sang karyawan dan pimpinan jadi adu ulet maka bisa dibayangkan sirkuit lingkaran setan yang dibentuk. Biasanya, sang karyawan baru akan tercenung, dan disinilah saya membagikan tips agar sang karyawan bisa lebih berdaya guna: Saya menceritakan kasus saya ketika ingin belajar lebih lanjut tapi nggak punya uang seperti diatas, lalu bertekad belajar dimanapun saya mendapat kesempatan. Dan biasanya saya ajak sang karyawan mau belajar atau tidak dengan tips ini. Di tempat kerja atau kampus baru ini sang karyawan adalah siswa dan saya menjadi pembimbing/guru yang bertanggung jawab atas karir/study ybs. Karena toh, dimana-mana ya memang seorang pemimpin harus mengajar dan membimbing bukan? Bila ybs berprestasi, akan disediakan Promosi dan kemungkinan naik kelas. Bagi para Pemimpin, poin ini sering dilepas, dia mengajar tetapi tidak mengikat sang karyawan untuk tetap semangat belajar selama masih bersama-sama. Menggunakan logika, bahwa karena ybs belajar maka mendapatkan istilah uang jajan sebagai pengganti istilah gaji. Dari poin ini saja otak kita rasanya langsung lebih lega karena tidak lagi berhitung-hitungan dengan input-output kerja. Bahkan di kampus baru ini ybs tidak perlu membayar uang kuliah tetapi justeru menerima seluruh perangkat belajarnya dia seperti: seragam, komputer, ruangan dsb. Selalu saya tanyakan, apakah uang jajan saat sekolah/kuliah lebih besar atau tidak dengan uang jajan yang dia terima di kampus ini. Untuk yang ini jawaban mereka 100% setuju bahwa uang jajan mereka sudah lebih baik. Istilah belajar dan kampus baru buat seorang yang serius akan berdampak dahsyat seperti: kita akan menemukan bahwa otak kita bila sedang belajar akan menciptakan prestasi-prestasi yang mustahil akan diberikan oleh orang yang bermotif mencari duit. Terbukti bukan, saat dulu kita sekolah/kuliah, walaupun berantem atau dimarahin Guru, demi ilmu kita tetap masuk dengan semangat untuk lulus bukan? Bahkan untuk tim kami disinilah kami membuat prestasi saat dulu kuliah menjadi juara LKIP tingkat Nasional, padahal modal kami cuma satu BELAJAR. Karyawan-karyawan di departemen kami mencapai rekor tertinggi dalam sejarah perusahaan, yaitu melakukan penjualan lebih dari 10 kali target! Sebagian model seperti ini juga kami praktekkan di tempat dimana kami ber-organisasi, bahkan juga saat kami memberikan konseling dan program TRAIN the TRAINER. Bahwa semua anggota tim bisa lebih sukses dari pada saya sendiri dan karena tanpa
[mediacare] Prinsip 90/10 dari Stephen Covey
untuk menabrak mobil tersebut? Siapakah yang akan peduli apabila Anda datang ke kantor lebih telat 10 detik? Jangan sampai karena kejadian tersebut, mood Anda berubah jadi tidak bagus. Ingatlah akan prinsip 90/10 ini, dan janganlah Anda terlalu khawatir. Anda menerima kabar bahwa Anda akan di pecat dari pekerjaan Anda. Janganlah Anda menjadi stress, tidak bisa tidur dan jadi bad-mood. Semuanya ini dapat Anda lewati. Anda seharusnya dapat memakai waktu dan peluang ini untuk mencari pekerjaan yang baru Pesawat yang akan Anda tumpangi ternyata delay dan Anda tahu bahwa hal ini akan merusak semua rencana Anda untuk hari itu. Janganlah Anda memarahi awak pesawat tersebut? Ini juga sebenarnya di luar dari kendali awak pesawat tersebut. Dia juga sebenarnya tidak mengetahui mengapa hal tersebut terjadi. Seharusnya, Anda dapat menggunakan waktu luang tersebut untuk belajar atau mencoba untuk lebih mengenal penumpang yang lain. Janganlah Anda menjadi stress karena hal ini hanya akan membuat segala sesuatunya menjadi lebih buruk. Nah.. sekarang Anda sudah mengetahui dan mempelajari prinsip 90/10. Cobalah untuk menerapkan prinsip tersebut pada kehidupan sehari-hari Anda dan percayalah, bahwa hidup Anda akan jauh menjadi lebih baik lagi. Prinsip 90/10 adalah sesuatu yang menakjubkan, dan belum banyak daripada kita yang mengetahui dan mengaplikasikannya di kehidupan kita. Oleh karena itu banyak daripada kita yang mengalami stress yang berlebihan, masalah dan sakit hati. Kita semua harus dapat mengerti dan mengaplikasikan prinsip 90/10 ini. William Wiguna PT. Panca Budi Pratama Kawasan Pusat Niaga Terpadu Jl. Daan Mogot Raya Km. 19.6 Blok D No.8 A-D Tangerang - 15122 - Indonesia Phone : +62-21 5436 (Hunting) Fax : +62-21 54365558 / 9 Website : http://www.pancabudi.com email : [EMAIL PROTECTED]
[mediacare] Stephen Covey's 90/10 Principle
Stephen Covey's 90/10 Principle What is this principle? 10% of life is made up of what happens to you. 90% of life is decided by how you react. What does this mean? We really have no control over 10% of what happens to us. We cannot stop the car from breaking down. The plane will be late arriving, which throws our whole schedule off. A driver may cut us off in traffic. We have no control over this 10%. The other 90% is different. You determine the other 90%. How? By your reaction. You cannot control a red light. but you can control your reaction. Don't let people fool you; YOU can control how you react. Let's use an example. You are eating breakfast with your family. Your daughter knocks over a cup of coffee onto your business shirt. You have no control over what just happened. What happens next will be determined by how you react. You curse. You harshly scold your daughter for knocking the cup over. She breaks down in tears. After scolding her, you turn to your spouse and criticize her for placing the cup too close to the edge of the table. A short verbal battle follows. You storm upstairs and change your shirt. Back downstairs, you find your daughter has been too busy crying to finish breakfast and get ready for school. She misses the bus. Your spouse must leave immediately for work. You rush to the car and drive your daughter to school. Because you are late, you drive 40 miles an hour in a 30 mph speed limit. After a 15-minute delay and throwing $60 traffic fine away, you arrive at school. Your daughter runs into the building without saying goodbye. After arriving at the office 20 minutes late, you find you forgot your briefcase. Your day has started terrible. As it continues, it seems to get worse and worse. You look forward to coming home. When you arrive home, you find small wedge in your relationship with your spouse and daughter. Why? .. Because of how you reacted in the morning. Why did you have a bad day? A) Did the coffee cause it? B) Did your daughter cause it? C) Did the policeman cause it? D) Did you cause it? The answer is D. You had no control over what happened with the coffee. How you reacted in those 5 seconds is what caused your bad day. Here is what could have and should have happened. Coffee splashes over you. Your daughter is about to cry. You gently say, Its ok honey, you just need to be more careful next time. Grabbing a towel you rush upstairs. After grabbing a new shirt and your briefcase, you come back down in time to look through the window and see your child getting on the bus. She turns and waves. You arrive 5 minutes early and cheerfully greet the staff. Your boss comments on how good the day you are having. Notice the difference? Two different scenarios. Both started the same. Both ended different. Why? Because of how you REACTED. You really do not have any control over 10% of what happens. The other 90% was determined by your reaction. Here are some ways to apply the 90/10 principle. If someone says something negative about you, don't be a sponge. Let the attack roll off like water on glass. You don't have to let the negative comment affect you! React properly and it will not ruin your day. A wrong reaction could result in losing a friend, being fired, getting stressed out etc. How do you react if someone cuts you off in traffic? Do you lose your temper? Pound on the steering wheel? A friend of mine had the steering wheel fall off) Do you curse? Does your blood pressure skyrocket? Do you try and bump them? WHO CARES if you arrive ten seconds later at work? Why let the cars ruin your drive? Remember the 90/10 principle, and do not worry about it. You are told you lost your job. Why lose sleep and get irritated? It will work out. Use your worrying energy and time into finding another job. The plane is late; it is going to mangle your schedule for the day. Why take outpour frustration on the flight attendant? She has no control over what is going on. Use your time to study, get to know the other passenger. Why get stressed out? It will just make things worse. Now you know the 90-10 principle. Apply it and you will be amazed at the results. You will lose nothing if you try it. The 90-10 principle is incredible. Very few know and apply this principle. The result? Millions of people are suffering from undeserved stress, trials, problems and heartache. We all must understand and apply the 90/10 principle.