Re: [mediacare] tanggapan ade armando atas 10 fakta istri baru
Sesungguhnya saya telah berusaha menghindari dari keterjebakan debat kusir semacam ini, sebab selalu saja emosional, agitatif dan jauh dari mengkedepankan rasio, apalagi persaaan. Tetapi, akhirnya tak sanggup diam, terlebih setelah membaca postingan 'Pria Biasa'. Kalau saya jadi Bang Ade, mungkin saya akan melakukan yang lebih dari memberi klarifikasi. Bisa saja saya cari 'Pria Biasa' dan saya minta mempertanggungjawabkan setiap tulisannya. Karena apa yang dituslikan merupakan penistaan yang teramat sangat. Menistakan harkat kemanusiaan, terutama harkat kewanitaan seseorang. Ke depan, saya berharap ikut milis ini lebih banyak mendapat pencerahan, bukan pemburaman pikiran akibat tulisan-tulisan macam kiriman 'Pria Biasa'. salam risau orang riau ahmad s.udi/www.riauterkini.com --- pak sam [EMAIL PROTECTED] wrote:
Re: [mediacare] Kesuksesan Keturunan Tionghoa
Mohon maaf, saya termasuk kelompok yang memiliki pandangan negatif pada sepak terjang kaum Tionghoa di Indonesia. Menurut pandangan saya, (maaf jika salah), tipikal keliru gaya bisnis kebanyakan kaum tionghoa menjadi sebab kehancuran bangsa Indoensia. Tak usahlah kita merunut sampai jaman penjajahan, di mana orang Tionghoa sudah diletaknya setingkat lebih tinggi dari bangsa pribumi, orang Tionghoa juga banyak yang jadi penghianat. Jikapun ada yang ikut berjuang, saya yakin jumlahnya kecil. Di jaman sekarang, sepak terjang orang Tionghoa justru semakin jelas betapa besarnya andil mereka dalam menghancurkan bangsa ini. Lihatlah fakta betapa pembobol bank terbesar di negeri ini. Hampir pasti orang Tionghoa. Sejarah pembobol bank kalangan Tionghoa mulai terkuak pada kasus Edi Tamsil. Di bidang pembajakan hak cipta, bisa dipastikan juragannya orang Tionghoa. Karena mereka yang menguasai industri dan jaringa pemasaran produk rekaman. Judi. Pasti deh bandar besarnya orang Tionghoa. Yang ditangkap polisi cuma pengecer kelas teri. Peredaran Narkoba, nyaris dipastikan jika sudah pada tingkat bandar besar pelakunya orang Tionghoa. Orang pribumi sekedar jongos. Jadi pion. Apalagi? Prostitusi, kalau sudah kelas kakap, pasti germonya orang Tionghoa. Prostitusi kelas kakap inilah sesungguhnya muara dari korupsi di negeri ini. Para germo sering merayu politisi dan pejabat. Karena tergoda, akhirnya mereka bermaksiat menggunakan uang korupsi. Karena itu, menurut saya, disamping andil kelompok Tionghoa memajukan bangsa ini, jangan dinafikan andil besar mereka menghancurkan bangsa ini. Wahai saudara-saudara Tionghoa, sadarlah. Jangan terus mengeruk keuntungan dari kehancuran bangsa ini. Orang Riau yang risau ahmad s.udi --- Andrew Yuen [EMAIL PROTECTED] wrote: bukannya Muhammad Bob Hasan itu beretnis Tionghoa? ahh.. buat opini tapi tak akurat.. justru dengan demikian disebut GOSIP saja tak pantas.. -ay- On 1/22/07, jual gosip [EMAIL PROTECTED] wrote: Kesimpulan anda tidak salah! Tapi ingat, ada hal-hal yang membuat orang China sukses namun dengan cara-cara yang tidak benar. Saya tidak mau berpolemik dan berpanjang lebar dalam menanggapi masalah ini, hanya ingin memberikan beberapa contoh sederhana. banyak pengusaha China yang membobol bank. Mereka bersedia hanya menerima 50-60 persen dari total kredit yang diajukan sedangkan 40-50 persennya lagi diberikan kepada oknum-oknum bank. Proyek di mark-up, setelah di macetkan mereka kabur entah kemana. Yang di penjara bankir yang menerima uang suap. saya benci koruptor. Tapi saya menyatakan salut dan mengacungkan jempol kepada Bob Hasan, Probosutedjo, Beddu Amang, Rahardi Ramelan yang bersedia masuk penjara untuk menebus kelakukannya. tapi pengusaha China yang korup? Nggak ada yang masuk penjara. Dia pilih nyuap penegak hukum atau kabur ke luar negeri... persis seperti anjing dibawa penggebug. Makanya yang banyak di umumkan oleh Kejaksaan Agung sebagian besar pengusaha China Sekali lagi ini bukan rasis tapi fakta. Demikian tanggapannya Jual_Gosip Wartawan Yang Tidak Pernah Bikin Berita Gosip --- ary212ary [EMAIL PROTECTED] ary212ary%40yahoo.com wrote: Kesuksesan Keturunan Tionghoa Saya melihat kesuksesan Chinese dengan berangkat dari realitas rata2 keturunan Tionghoa di Indonesia. Dan bahkan, harus diakui, dalam kemajuan bangsa ini ada banyak sumbangsih para keturunan Tionghoa- Indonesia itu di dalamnya. Lalu, yang menjadi faktor2 penyebab kondisi mereka sekarang (yang rata2 sukses dan makmur) itu apakah: 1. Politik diskriminasi dan apartheid warisan penjajah, sehingga mereka tak punya pilihan nafkah hidup (dimana mereka tetap harus menjalaninya untuk tetap dapat bertahan hidup) selain berdagang dan usaha mandiri lainnya. Ditambah selain itu, setelah Indonesia merdeka, mereka menjadi objek perahan namun tetap menjadi warga negara pinggiran (secara politik, sosial, budaya, agama, dll, tapi tidak secara ekonomi). Apakah karena kondisi2 objektif (yang membuat mereka mau tak mau hidup lebih keras dan kepepet sehingga menyiasatinya dengan hidup lebih cerdas dan lebih tekun) itu mental tangguh mereka terbentuk (dan terkenal) hingga kini? Karena saya tak melihat kondisi politik dan sosial yang menguntungkan bagi keturunan Tionghoa ini dalam mengembangkan hak2 kewargaan mereka (dan karena itu partisipasi mereka dalam kehidupan bernegara dan bermasyarakat) walau kondisi sospol di masa kini sudah lebih terbuka, namun belumlah cukup terbuka yang membuat posisi mereka setara tanpa syarat terhadap WNI lain. Tapi mungkinkah kondisi keterdesakan ini pula yang membuat mereka justru sanggup menyiasatinya dengan kreatif dan akhirnya tak hanya survive tapi juga sukses (di Indonesia)? 2. Tradisi dan kultur intern mereka yang mengajarkan
Re: [mediacare] Renungan untuk Bung Charles dan kita Semua : Porwanas PWI
-- tentu keuntungan besar yang akan saya peroleh. Sebuah branded media yang bagus. Semua pengelola media berlomba mendapatkan brand sebagai media independen, idealisme. Hanya dengan cara mempertahankan nilai-nilai itu media menjadi laku dan diterima pasar. Kalau koran laku, maka yang untung adalah pengelola medianya. Jadi -- faktanya, orang seperti Anda dengan idealismenya menjadi peliharaan para kapitalis media. Itu masalah kita! Wasalam, chs == - Original Message From: ahmad su'udi [EMAIL PROTECTED] To: mediacare@yahoogroups.com Sent: Wednesday, January 10, 2007 8:40:57 PM Subject: Re: [mediacare] Renungan untuk Bung Charles: Porwanas PWI Dugaan saya ternyata benar: Anda memang bagian dari kegiatan yang menyedot uang rakyat tersebut. Bung Charles, apa yang saya sampaikan tak sekedar menduga-duga, tetapi sudah terindikasi. Ada fakta awal yang menguatkan adanya dugaan praktek korupsi dalam penggunaan dana rakyat pada penyelenggaraan Porwanas di Riau. Asumsi saya, jika Porwanas di Riau dengan dana Rp 6 miliar sudah membuka peluang besar terjadi penyimpangan, konon lagi dengan dana Rp 10 miliar, sebagaimana yang akan digelar di Kaltim. Anda bisa saja sangat yakin tidak akan terjadi penyimpangan dan mengaku bisa tidur tenang, tetapi satu hal yang harus Anda ingat, di negeri ini para koruptor tetap saja bisa tidur tenang, apakah itu berarti di negeri ini tak ada tindak korupsi? Negeri ini juga terlalu banyak belajar dengan cara studi banding ke mana-mana, tetapi apakah ada yang terperbaiki? Ternyata justru sebaliknya. Kondisi negeri ini terus bertambah parah. Jadi, meskipun Panitia Porwanas Kaltim belajar dari Riau, saya justru khawatir justru pelajaran negatif yang ditiru. Kalau saya cetuskan ide reorentasi Porwanas tujuannya adalah kesetaraan dan kebersamaan. PWI, PJI, AJI dan IJTI adalah sama: organisasi profesi. Tidak layak kegiatan bernama Hari Pers Nasional hanya untuk PWI. Tak layak juga sebuah kegiatan yang mengatas-namakan wartawan secara nasional hanya melibatkan wartawan dari sebuah organisasi. Reorentasi yang saya cetuskan bukan untuk meratakan keterlibatan organisasi wartawan lainnya dalam menikmati APBD/APBN, Anda terlalu naif. Alangkah baiknya jika kegiatan wartawan secara nasional (kalau saya cenderung dikemas semisal jambore) menggunakan anggaran patungan dari perusahaan media. Saya yakin perusahaan media sekelas RCTI, SCTV, Kompas, TransTV, MetroTV dan lainnya mampu mengucurkan dana. Tak perlu dana miliaran, yang penting kebersamaan dan pengingkatan kualitas profesionalitas wartawan tercapai. Menurut saya, untuk sehat tak perlu ikut Porwanas. Saya setiap pekan main bola tiga kali. Alhamdulillah membuat badan bugar. Mengenai manipulasi kartu pers oleh PWI dalam setiap Porwanas, itupun tak pernah dijadikan pelajaran. Terulagn selalu. Akibatnya kericuhan, bahkan sampai adu jotos mewarnai nyaris di setiap penyelenggaran Porwanas. Kalau kondisinya seperti itu, apakah sebagai wartawan (kecuali Anda bukan wartawan betulan) tidak merasa malu? Porwanas jadi ajang menipu dan adu jotos! Terakhir sedikit ralat, BPK itu bukan Badan Pengawas Keuangan, tetapi Badan Pemeriksa Keuangan. salam orang riau yang resah ahmad s.udi --- charles siahaan nunukannews@ yahoo.com wrote: Halo, Bung Ahmad, Anda begitu fasih menduga-duga bakal ada korupsi di Porwanas Kaltim. Sepertinya Anda termasuk wartawan yang gemar melempar isu, fitnah dan petakompli, tanpa mau merasakan apa dan bagaimana perasaan lawan bicara Anda. Semua yang menggunakan uang rakyat, wajib dipertanggungjawabk an. Begitu pula dengan Panitia Porwanas Kaltim dengan Rp10 Miliar-nya. Alhamdulilah, sebagai sekretaris panitia Konvensi Media Massa, saya bisa tidur nyenyak sekali. No problem. Panitia Kaltim juga belajar dari panitia Porwanas Riau -- kampung Anda itu. Agar tidak terjerat kasus korupsi, yang pertama dilakukan adalah memadukan niat bersama-sama bahwa tidak boleh ada korupsi di sini. Maka sistim pengelolaan keuangan mengikuti aturan baku pemerintah. Ada orang BPK (Badan Pengawas Keuangan) dan Bawasprov. Untuk pembelian barang-barang juga tetap mengacu UU No 80 tahun 2003 tentang tender. Sikap Anda yang ingin sekali mereorientasi Hari Pers Nasional dan Konvensi Media Massa adalah sikap yang terpuji. Itu patut diperjuangkan bersama. Tapi rasanya dalam undangan yang kami terima dari panitia pusat PWI, hampir semua organisasi wartawan yang Anda sebutkan diundang. Atau apakah reorientasi yang Anda maksud bahwa organisasi wartawan lain juga ingin jadi penyelenggara HPN atau Konvensi dengan menggunakan dana APBD / APBN? Kalau dalam setiap Porwanas ada manipulasi soal identitas wartawan, nah itu memang adalah persoalan lain dari manajemen pengelola media massa. Tidak ada kaitan dengan Porwanas... Sampai sejauh ini, yang saya tahu tentang Porwanas adalah
Re: [mediacare] Renungan untuk Bung Charles: Porwanas PWI
Dugaan saya ternyata benar: Anda memang bagian dari kegiatan yang menyedot uang rakyat tersebut. Bung Charles, apa yang saya sampaikan tak sekedar menduga-duga, tetapi sudah terindikasi. Ada fakta awal yang menguatkan adanya dugaan praktek korupsi dalam penggunaan dana rakyat pada penyelenggaraan Porwanas di Riau. Asumsi saya, jika Porwanas di Riau dengan dana Rp 6 miliar sudah membuka peluang besar terjadi penyimpangan, konon lagi dengan dana Rp 10 miliar, sebagaimana yang akan digelar di Kaltim. Anda bisa saja sangat yakin tidak akan terjadi penyimpangan dan mengaku bisa tidur tenang, tetapi satu hal yang harus Anda ingat, di negeri ini para koruptor tetap saja bisa tidur tenang, apakah itu berarti di negeri ini tak ada tindak korupsi? Negeri ini juga terlalu banyak belajar dengan cara studi banding ke mana-mana, tetapi apakah ada yang terperbaiki? Ternyata justru sebaliknya. Kondisi negeri ini terus bertambah parah. Jadi, meskipun Panitia Porwanas Kaltim belajar dari Riau, saya justru khawatir justru pelajaran negatif yang ditiru. Kalau saya cetuskan ide reorentasi Porwanas tujuannya adalah kesetaraan dan kebersamaan. PWI, PJI, AJI dan IJTI adalah sama: organisasi profesi. Tidak layak kegiatan bernama Hari Pers Nasional hanya untuk PWI. Tak layak juga sebuah kegiatan yang mengatas-namakan wartawan secara nasional hanya melibatkan wartawan dari sebuah organisasi. Reorentasi yang saya cetuskan bukan untuk meratakan keterlibatan organisasi wartawan lainnya dalam menikmati APBD/APBN, Anda terlalu naif. Alangkah baiknya jika kegiatan wartawan secara nasional (kalau saya cenderung dikemas semisal jambore) menggunakan anggaran patungan dari perusahaan media. Saya yakin perusahaan media sekelas RCTI, SCTV, Kompas, TransTV, MetroTV dan lainnya mampu mengucurkan dana. Tak perlu dana miliaran, yang penting kebersamaan dan pengingkatan kualitas profesionalitas wartawan tercapai. Menurut saya, untuk sehat tak perlu ikut Porwanas. Saya setiap pekan main bola tiga kali. Alhamdulillah membuat badan bugar. Mengenai manipulasi kartu pers oleh PWI dalam setiap Porwanas, itupun tak pernah dijadikan pelajaran. Terulagn selalu. Akibatnya kericuhan, bahkan sampai adu jotos mewarnai nyaris di setiap penyelenggaran Porwanas. Kalau kondisinya seperti itu, apakah sebagai wartawan (kecuali Anda bukan wartawan betulan) tidak merasa malu? Porwanas jadi ajang menipu dan adu jotos! Terakhir sedikit ralat, BPK itu bukan Badan Pengawas Keuangan, tetapi Badan Pemeriksa Keuangan. salam orang riau yang resah ahmad s.udi --- charles siahaan [EMAIL PROTECTED] wrote: Halo, Bung Ahmad, Anda begitu fasih menduga-duga bakal ada korupsi di Porwanas Kaltim. Sepertinya Anda termasuk wartawan yang gemar melempar isu, fitnah dan petakompli, tanpa mau merasakan apa dan bagaimana perasaan lawan bicara Anda. Semua yang menggunakan uang rakyat, wajib dipertanggungjawabkan. Begitu pula dengan Panitia Porwanas Kaltim dengan Rp10 Miliar-nya. Alhamdulilah, sebagai sekretaris panitia Konvensi Media Massa, saya bisa tidur nyenyak sekali. No problem. Panitia Kaltim juga belajar dari panitia Porwanas Riau -- kampung Anda itu. Agar tidak terjerat kasus korupsi, yang pertama dilakukan adalah memadukan niat bersama-sama bahwa tidak boleh ada korupsi di sini. Maka sistim pengelolaan keuangan mengikuti aturan baku pemerintah. Ada orang BPK (Badan Pengawas Keuangan) dan Bawasprov. Untuk pembelian barang-barang juga tetap mengacu UU No 80 tahun 2003 tentang tender. Sikap Anda yang ingin sekali mereorientasi Hari Pers Nasional dan Konvensi Media Massa adalah sikap yang terpuji. Itu patut diperjuangkan bersama. Tapi rasanya dalam undangan yang kami terima dari panitia pusat PWI, hampir semua organisasi wartawan yang Anda sebutkan diundang. Atau apakah reorientasi yang Anda maksud bahwa organisasi wartawan lain juga ingin jadi penyelenggara HPN atau Konvensi dengan menggunakan dana APBD / APBN? Kalau dalam setiap Porwanas ada manipulasi soal identitas wartawan, nah itu memang adalah persoalan lain dari manajemen pengelola media massa. Tidak ada kaitan dengan Porwanas... Sampai sejauh ini, yang saya tahu tentang Porwanas adalah Pekan Olahraga Wartawan Nasional. Dalam kamus bahasa Indonesia olahraga adalah kegiatan yang menyehatkan badan. Jadi, saya tidak naif soal itu. Terima kasih atas fitnahnya.. Charles Siahaan = - Original Message From: ahmad su'udi [EMAIL PROTECTED] To: mediacare@yahoogroups.com Sent: Tuesday, January 2, 2007 7:58:18 AM Subject: [mediacare] Untuk Charles Siahaan - Re:Kita Munafik Soal Jurnalistik --- charles siahaan nunukannews@ yahoo.com wrote: Sepertinya Anda merupakan bagian dari kelompok yang mendulang keuntungan dari Porwanas? Mungkin Anda panitia Porwanas di Kaltim? Kalau benar, saya yakin akan banyak keuntungan finansial yang akan Anda raub dari kegiatan tersebut. Sebab, sebagai orang Riau, saya mengikuti
Re: [mediacare] Re: Kita Munafik Soal Profesi Jurnalistik (untuk giri
--- giri bronx [EMAIL PROTECTED] wrote: 1. Porwanas ada sebelum Anda jadi wartawan, jika Anda tidak ikut makan uang rakyat itu berarti Anda bisa tidur nyenyak. Tapi jika Anda sudah menjadi Wartawan sebelum ada Porwanas, tidak tahu kenapa Anda dulu membiarkan Porwanas ada, jadi sekarang , jangan banyak bicara. Saya jadi wartawan baru menjelang 10 tahun, jadi benar, Porwanas ada sebelum saya jadi wartawan. Apakah lantas fakta tersebut membuat saya tak boleh bicara soal kekeliruan sejarah dan langkah pendahulu profesi ini yang harus diluruskan? Anda otoriter namanya. (jawaban saya) Bagi saya Porwanas adalah sebuah kesalahan teramat besar dalam sejarah kewartawanan di Indonesia, sebagai generasi penerus profesi ini, saya memiliki tanggung jawab moral untuk meluruskan. Jikapun upaya saya kandas, bagi saya tak masalah, tetapi yang pasti saya telah melalukan apa yang mesti saya lakukan untuk marwah profesi saya. Kalau Anda juga wartawan, adakah yang telah Anda lakukan untuk membersihkan profesi ini dari benalu-benalu? Jika Anda bukan wartawan, sebaiknya Anda punya atensi positif terhadap profesi ini. 2. Wartawan tidak harus mempunyai media yang jelas, misalnya jika Anda mencari berita dan hanya Anda sampaikan pada satu atau dua orangpun Anda layak disebut Wartawan. Dan bodrex bukanlah sebuah penipuan, melain ketidakprofesionalan. Bayangkan, betapa bodohnya orang mau memberi sesuatu pada wartawan tanpa alasan tertentu, orang yang mau diperas oleh bodrex, berarti ada yang tidak beres dengan orang tersebut. Dan tugas Andalah sebagai wartawan sejati untuk mengungkap ketidak beresan itu. jika begitu, berarti keberadaan bodrex bisa dimanfaatkan dengan kemampuannya mencium sesuatu yang tidak beres. Jadi anggap saja bodrex adalah bagian dari dunia jurnalistik seperti figuran dalam film, benalu dalam pohon, gelandangan dalam masyarakat, iklan dalam TV dan sebagainya. (jawaban saya) Anda benar, tidak selamanya wartawan harus terpaku pada sebuah media, sebab ada juga wartawan lepas yang dia bisa menjual berita yang didapat untuk media tertentu. Hanya saja yang pasti, siapa saja yang mengaku wartawan, dia harus jelas kegiatan jurnalistiknya. Itu mutlak. Sebab banyak orang mengaku wartawan, tetapi tak jelas eksistensi jurnalistiknya. Ia tak bisa melakukan wancara dengan baik, tak bisa menulis berita dengan baik dan tak memiliki media jelas kapan terbitnya. Ada yang terbit sekali, setelah itu mati setahun dan terbit lagi. Ironisnya, kartu pers kelompok ini tak pernah mati. Kelompok inilah yang lazim disebut bodrek, karena bikin pusing banyak orang. Kerjanya hanya minta duit, duit dan duit. Bagi saya, kelompok ini sesungguhnya sudah melakukan tindak kriminal. Memang keberadaan kelompok ini tak lepas dari adanya oknum pejabat atau pengusaha yang bermasalah. Ia memanfaatkan kondisi itu, tetapi secara internal ada juga andil kita membuat eksistensi mereka semakin meriap, yakni ketidakperdulian kita pada sepak-terjang mereka. Sebagai kelompok yang merasa memilih profesi jurnalistik dan melaksanakan profesi ini dengan baik, tak semestinya kita membiarkan ada kelompok lain yang mencorengnya. Jika Anda wartawan dan tak risau dengan bodrek, sungguh sebuah kerisauan bagi saya. Salam orang riau yang risau ahmad s.udi www.riuterkini.com SEMUA HANYA MENJALANKAN PERANNYA SAJA salam damai Slave Without Master Tomi Satryatomo [EMAIL PROTECTED] wrote: Ahmad yang baik, Terima kasih atas sentilan ini. Saya tak bisa bicara mewakili kawan-kawan yang lain, tapi percayalah tidak membalas posting anda tidak selalu berarti tidak memperhatikan. Saya tahu ada banyak kawan yang bergerak secara konsisten untuk memberantas praktek suap pada wartawan, baik dalam bentuk teri seperti amplop maupun kelas paus seperti Porwanas. Teruslah memposting. Insya Allah tetap banyak gunanya. Wassalam -- Tomi Satryatomo http://www.trekearth.com/members/wisat http://wisat.multiply.com We shall build good ship here, at a profit if we can, at a loss if we must, but... always a good ship. On 20/12/06, ahmad su'udi [EMAIL PROTECTED] wrote: Bagi saya Porwanas adalah sebuah kesalahan besar dunia wartawan Indonesia (baca:PIW). Meskipun dilakukan oleh satu organisasi, namun Porwanas merupakan legitimasi bahwa semua wartawan penggerogot uang rakyat. Selain itu Porwanas terbukti menjadi ajang manipulasi profesi. Setiap digelar ajang ini ada puluhan oknum bukan wartawan diberi kartu biru PWI untuk bisa jadi atlet. Kenapa Anda sekalian tidak tergerak untuk bersuara, mengajak rekan sejawat yang sepikiran untuk bergerak menghentikan Porwanas? Antau Anda sekalian juga mendapat keuntungan dari kegiatan yang didanai uang rakyat puluhan miliar itu? Kasus wartawan tanpa media jelas atau bodrek. Mengapa Anda sekalian juga tak peduli. Seprofesional apapun Anda sebagai wartawan, percayalah, di pandangan umum, Anda disamakan
[mediacare] Untuk Charles Siahaan - Re:Kita Munafik Soal Jurnalistik
--- charles siahaan [EMAIL PROTECTED] wrote: Sepertinya Anda merupakan bagian dari kelompok yang mendulang keuntungan dari Porwanas? Mungkin Anda panitia Porwanas di Kaltim? Kalau benar, saya yakin akan banyak keuntungan finansial yang akan Anda raub dari kegiatan tersebut. Sebab, sebagai orang Riau, saya mengikuti dari awal tahapan dan proses penyelenggaraan Porwanas dua tahun silam di daerah saya itu. Dananya, jika dibanding dengan Kaltim, hanya Rp 6 miliar. Dengan jumlah itu sudah memunculkan dugaan kasus korupsi yang kasusnya sampai sekarang digantung Polda Riau. Sejumlah eks panitia Porwanas masih belum tenang, karena sewaktu-waktu bisa jadi tersangka korupsi. Konon lagi Porwanas di Samarinda dengan dana Rp 10 miliar, betapa besarnya potensi disalah-gunakan. Di kalangan internalan PWI Riau, meskipun saya bukan anggota PWI, tetapi rekan sejawat saya banyak dari organisasi itu, merebak rumor yang menguatkan memang ada kelompok yang mengambil keutungan besar dari kegiatan tersebut. Kelompok tersebut langsung membeli sejumlah mobil begitu Porwanas usai. Mereka inilah yang berulang kali diperiksa Polda Riau. Anda katakan Porwanas ajang olahraga, bikin sehat sekaligus menunjukkan prestasi di luar kemampuan melakukan investigasi dan membuat berita. Pernyataan Anda ini teramat naif, memangnya untuk bisa olahraga dan bikin sehat harus ikut Porwanas? Harus menggunakan dana rakyat puluhan miliar? (Saya katakan puluhan miliar, karena sesungguhnya Porwanas merampas uang rakyat tak hanya di Kaltim sebagai tuan rumah, tetapi di seluruh Indonesia, di mana seluruh kontingen Porwanas pasti didanai APBD). Ingat Bung Charles, di setiap penyelenggaraan Porwanas selalu ada manipulasi. Banyak atlit profesional, bukan wartawan yang dibekali PWI kartu biru agar bisa bertanding. Keberadaan para wartawan gadungan inilah yang setiap kali Porwanas memicu baku pukul, sebagaimana yang terjadi di Porwanas Riau dua tahun silam. Apakah realita seperti ini yang Anda sebut menyehatkan? Selain itu, sudah saatnya Hari Pers Nasional dan Konvesi Media di-reorinteasi. Karena selama ini pelaksanaanya monopoli PWI, padahal dinegeri ini organisasi wartawan tak sekedar PWI, ada AJI, PJI, IJTI dan lainnya. Ironis, di saat kelompok lain sudah meninggalkan prilaku monopoli warisan Orba, justru PWI masih menikmatinya. Bagi saya, tidak masalah wartawan bikin kegiatan berskala nasional, tetapi sebaiknya jangan Porwanas, sebab kurang nyambung dengan tuntutan profesi. Ubahlah Porwanas menjadi Jambore Wartawan Nasional misalnya. Dengan jambore target kebersamaan jauh lebih bisa dicapai. Selain itu pasti lebih murah, tak perlu mengandalkan uang rakyat untuk penyelenggaraannya. Kalau saya terkesan emosional, memang benar. Betapa tak emosional, karena ada kelompok yang secara terang-terangan menggunakan profesi jurnalistik untuk melakukan panipulasi dan pembodohan dengan menggunakan uang rakyat bermiliyar rupiah setiap dua tahun. Terakhir, saya ingin mengajak kita semua merenung dengan tulus, tanpa pretensi apapun, terutama pretensi keuntungan finansial, kemudian menjawab dengan jujur, Apakah benar Porwanas masih harus dipertahankan? Salam orang riau yang risau ahmad s.udi www.riauterkini.com Dear, Saya melihat ada sikap emosional kalangan yang mengaku - ngaku sebagai jurnalis betulan ketika membicarakan Porwanas. Uang rakyat, menggerogoti, korupsi, bodrek, dlsb. Nyaris tidak ada tempat positif untuk even para wartawannya Tarman Azzam itu. Padahal, ini kan olahraga. Bikin sehat. Tempat untuk beradu sehat, sekaligus menunjukkan prestasi di luar kemampuan melakukan investigasi dan membuat berita. Kalau uang untuk penyelenggaraanya berasal dari uang negara yang uang rakyat, pernahkah kita berpikir bahwa ketika kita naik bis kota, membeli bensin, kita juga sudah memakan uang rakyat? Porwanas IX di Samarinda berlangsung selama 10 hari mulai tanggal 1 - 10 Pebruari 2007, dengan biaya Rp10 Miliar. Tapi ada agenda lainnya sepeti menyelenggarakan Hari Pers Nasional (HPN), Konvensi Media Massa dan Rakernas SIWO. Bagi (tentu sebagian) rakyat di Kaltim yang kaya sumber daya alam, penyelenggaraan Porwanas sebagai even nasional di daerah adalah hal yang membanggakan. Bukan orang Jakarta, Surabaya dan Bandung saja yang bisa menjadi tuan rumah, sebab warga Kaltim juga mampu. Porwanas yang Rp10 M itu masih sangat kecil dibanding dengan Popnas di Kaltim yang rencananya menghabiskan Rp24 M dan PON tahun 2008 yang menelan biaya lebih Rp300 Miliar. Apa makna dari gaya orang Kaltim yang terkesan menghambur uang rakyat itu? Atau mengapa uang itu tidak digunakan untuk membantu orang miskin yang sangat memerlukan? Sejarah mencatat, kekayaan alam di Kalimantan Timur pada masa lalu selalu dihambur-hamburkan oleh orang - orang di Jakarta. Mereka mengeruk kekayaan alam, untuk membangun berbagai fasilitas olahraga, monumen membuat even-even nasional dan internasional, sehingga Kota Jakarta dan
Re: [mediacare] Dialog Ba'asyir dan Neng Omie
Postingnya seperti inilah yang merupakan pupuk dari kebencian antaragama. Betapa tidak, Ustadz Abubakar Basyir merupakan tokoh agama. Beliau telah menjalani proses hukum yang panjang dan akhirnya divonis bersalah, tetapi harus diingat, hakim tidak menemukan bukti keterlibatannya pada kegiatan dan jaringan teroris di negeri ini dan negara lain. Ia hanya divonis karena masalah keimigrasian. Dialog yang digambarkan di atas, merupakan vonis bahwa Ust. Baasyir terlibat dalam serangkaian aksi bom di tanah air (sungguh ini fitnah yang besar). Jika penulis punya bukti, mengapa tak mau jadi saksi di persidangan Baasyir, agar jelas persoalannya. Please deh, jangan pupuk kebencian antarumat beragama dengan fitnah-fitnah semacam ini. Damailah hidup mulai dari hati. luah yang resah ahmad s.udi --- ati gustiati [EMAIL PROTECTED] wrote: Ba'asyir ; jangan ganggu natal Omie ; lho, emang dulu suka ngganggu ya? Ba'asyir ; enggak kok, cuman ledakin bom aja Omie ; wah asyik dong, ada yg mati gak ? Ba'asyir ; ada dong...he he he he... Omie ; yg mati org apa? islam apa kristen? Ba'asyir ; ya mudah2an sih non islam Omie ; sewot amat sih pak kyai ? kenapa? Ba'asyir ; gue benci sama america, apalagi israel Omie ; kyai kok bisa benci ? Ba'asyir ; mereka seenak jidatnya masuk ke iraq, ke Afgan Omie ; mereka yg dibenci kok bom nya di ledakin disini? Ba'asyir ; abis mau diledakin dimana, di gedung putih ? bego kok dipiara lo ah ! Omie ; sorry sorry. Ba'asyir ; Marriot kan punya amrik, biar dia nyaho dia gak bisa buka business di indo, dan org2 indo seharusnya malu nongkrong2 dan tidur dihotel orang2 kafir itu. Omie ; aduh untung saya enggak lagi tidur disana tuh ya, bisa mampus saya pak kyai Ba'asyir ; mangkanya itulah kebesaran Allah neng bego, kalau kamu menjalankan Syariah Islam dan menjalankan perintah2 Allah, Insya Allah kamu yg emang sial dangkalan ini mulutnya akan selalu diberi keselamatan dan masuk surga. Omie ; iye deh pak kyai, ape kate babe aje deh... Salam muallaikum ye beh Ba'asyir ; Waallaikum Sallam neng Omie dan Baa'yir pun berpisah, yg satu masuk mesjid buat sholat yg satu masuk ke bar buat minum margarita...eng ing eng. merdeka999 [EMAIL PROTECTED] wrote: ..jangan ganggu Natal. +: ya, ya sesungguhnya Mbak Omie bilang: Matur nuwun sanget Pak Kyai.. -: ? +: Wong tujuanne becik - fatwa supaya tidak mengganggu Natalan... -: ?? +: Berpikirlah positif jangan gosif... -: ??? : ya, ya,... +: ya, ya, apa pula..diam tahu..! -: : ya, ya, mungkin tak sadari orang kena virus 'keagamaan dan setan' kata Kang Fadjar.. -: ? +: ? : ? --- In [EMAIL PROTECTED], anwar fahri [EMAIL PROTECTED] wrote: maunya mba omie ustad ba,asyir hrs bilang apa,,seruannya kan baik ,,, napa ya aku kurang setuju mba omie sibuk nyari kelemahan beliau ustad memang pernah punya kekurangan tapi beliaukan punya kelebihan juga, seharusnya kan bersyukur tentu tidak sdkt pengaruh positif thd pengaruh2 nya lagian sekarang dah sehati dg tokoh2 pendeta2 kristen seharusnya disambut gembira terliat kerukunan dah terjalin ,,, sulit juga maunya mba omie ,,, karepe piyeee?[ [ maunya apa] maaf jika sanggahan gue salahhhama ustad mbok ya santun dikit p omie lubis [EMAIL PROTECTED] wrote: hahahahahaha..terdengar seperti seruan seorang preman pasar, kalau mau berpikir dewasa dan memang punya budaya yg baik, tak boleh menganggu siapapun, PERIOD. Natal tak beda dengan lebaran, dengan perayaan2 agama lain nya, statement yg dikeluarkan Ba'asyir menunjukan memang masih ada kelompok Islam yg sering mem bully/ menteror/me nakut nakuti umat kristen. salam' O ttbnice [EMAIL PROTECTED] wrote: Tuhan memang bekerja dengan misterius. Dan memakai ornag yang tidak pernah disangka2. Pernyataan Ba'asyir ini belum mampu merubah pendapat saya mengenai Ba'asyir. Tapi saya sangat menghargainya. Perubahan mentalitas seperti ini sesungguhnya yang diharapkan dari para pemimpin Islam. Pesan kedamaian and no more hatred. --- In [EMAIL PROTECTED], Ambon sea@ wrote: http://www.tribun-timur.com/view.php?id=38572jenis=Front Minggu, 17-12-2006 Ba'asyir: Jangan Ganggu Natal * Juga Minta Umat Islam Tak Rayakan Tahun Baru * Romo Frans Magnis Salut pada Ba'asyir * Umat Kristiani Makassar Siap Rayakan Natal * Antisipasi Hujan, Panitia Natal Siapkan Tenda di Halaman Jakarta,Tribun -- Amir Majelis Mujahidin Indonesia (MMI) Ustad Abu Bakar Ba'asyir meminta kepada seluruh umat Islam di Indonesia tidak mengganggu kehidmatan perayaan Hari Raya Natal 25 Desember 2006 mendatang. Ba'asyir menyatakan hal tersebut saat menjadi pembicara dalam sebuah diskusi di Jakarta,
[mediacare] Kita Munafik Soal Marwah Profesi Jurnalistik
Jujur saya sangat kecewa pada komunitas milis ini, sebuah milis yang konon ada karena kepedulian terhadap profesi jurnalistik. Milis yang beranggotakan para wartawan hebat dari berbagai media besar. Tapi sayangnya, selama ini yang diributkan justru-lebih banyak- perkara-perkara jauh dari dunia jurnalistik. Poligamilah, olok-olok agamalah. Ketika ada persoalan yang langsung berkaitan dengan profesi wartawan dan memiliki potensi menghancurkan kredibilitas wartawan, semua diem. Bungkam! Seolah perkara itu tak penting dan harus diabaikan. Beberapa kali saya posting persoalan penting terkait kewartawanan. Presepsi saya, masalah itu sangat urgen untuk disikapi secara internal wartawan dan jika memungkinkan jadi embrio gerakan perbaikan. Seperti soal Porwanas yang hanya menggerogoti uang rakyat. Terakhir saya postingkan dugaan perdagangan kartu pers di Bengkalis. Sayangnya nyaris nihil tertarik membahasnya. Hanya Mas Satrio yang bersedia memposting ulang kiriman saya itu ke beberapa milis. Jujur saya heran dengan tuan-tuan yang mengaku wartawan hebat di berbagai media besar dan berpengaruh. Anda berkoar-koar tentang profesionalisme jurnalistik. Anda bicara mengenai pentingnya wartawan bersikap adil dan proporsional dan menyikapi sebuah persoalan, tetapi Anda tak pernah peduli pada marwah profesi ini. Bagi saya Porwanas adalah sebuah kesalahan besar dunia wartawan Indonesia (baca:PIW). Meskipun dilakukan oleh satu organisasi, namun Porwanas merupakan legitimasi bahwa semua wartawan penggerogot uang rakyat. Selain itu Porwanas terbukti menjadi ajang manipulasi profesi. Setiap digelar ajang ini ada puluhan oknum bukan wartawan diberi kartu biru PWI untuk bisa jadi atlet. Kenapa Anda sekalian tidak tergerak untuk bersuara, mengajak rekan sejawat yang sepikiran untuk bergerak menghentikan Porwanas? Antau Anda sekalian juga mendapat keuntungan dari kegiatan yang didanai uang rakyat puluhan miliar itu? Kasus wartawan tanpa media jelas atau bodrek. Mengapa Anda sekalian juga tak peduli. Seprofesional apapun Anda sebagai wartawan, percayalah, di pandangan umum, Anda disamakan dengan bondrek. Bagi saya bodrek itu sudah masuk ranah kriminal. Mereka memanfaatkan profesi wartawan untuk melakuka penipuan. Mengapa Anda sekalian membiarkan itu terus merebak? Sampai sekarang nyaris tidak ada langkah signifikan untuk menutup ruang gerak para pelaku kriminal atas nama bodrek. Akibatnya kelompok ini semakin lama terus berbiak dan kian membuat wajah jurnalistik Indonesia kia berlalat. Wahai tuan-tuan yang penuh dengan teori profesionalisme jurnalistik, sampai kapan Anda hanya bisa berkoar, tanpa ada langkah nyata untuk menjaga dan memelihara marwah profesi ini? Luah yang resah ahmad s.udi __ Do You Yahoo!? Tired of spam? Yahoo! Mail has the best spam protection around http://mail.yahoo.com
[mediacare] Kartu Pers Dijual-belikan di Bengkalis
Diduga Ada Pratek Jual-beli Kartu Pers di Bengkalis Kartu pers diperjual-belikan. Dugaan itu merebak di Bengkalis. Setelah banyak menerima laporan dari masyarkat, Humas Pemkab Bengkalis menghimbau agar masyarakat tak melayani penjual kartu pers. Riauterkini-BENGKALIS#8211; Anggapan bahwa profesi wartawan sangat rentan dimanfaatkan pihak-pihak tak bermoral untuk kepentingan pribadi ternyata tak sekedar isu belaka. Di Bengkalis belakangan muncul sekelompok orang yang mengaku bisa menyediakan kartu pers dengan syarat menyerahkan sejumlah uang. Saya sudah sering menerima laporan adanya orang-orang yang mengaku dari media massa kemudian menawarkan kartu pers dengan syarat membeli sekian ratus ribu, ujar Kepala Bagian Humas Pemkab Bengkalis Johansyah Syafri saat dihubungi riauterkini, Kamis (14/12). Dipaparkan Johansyah, bahwa orang-orang yang mengaku bisa meberikan kartu pers tersebut, ada yang meminta imbalan uang senilai Rp 300.000 sampai Rp 500.000. Pada umumnya yang menjadi sasaran penawaran mereka adalah para pemuda yang tidak memiliki pekerjaan, tambahnya. Johansyah merasa heran dengan praktek semacam itu. Ia yang sebelum jadi PNS merupakan wartawan di sebuah mingguan tertua di Riau, mengaku tahu betul prosedur pengeluaran sebuah kartu pers bagi seorang jurnalis. Setahu saya tidak mudah bagi redaksi untuk mengeluarkan kartu pers. Harus melalui tahapan panjang. Ini kok, kartu pers diperjual-belikan, keluhnya. Karena itu Johansyah menghimbau kepada masyarakat untuk mewaspadai praktek-praktek seperti itu dan tidak melayani mereka. Selain itu ia juga berharap kepada kepada organisasi wartawan, seperti Aliansi Jurnalis Indonesia (AJI) Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) dan Perhimpunan Jurnalis Indonesia (PJI) peduli pada masalah tersebut.***(mad) Want to start your own business? Learn how on Yahoo! Small Business. http://smallbusiness.yahoo.com/r-index
[mediacare] Kartu Pers Diperdagangkan di Bengkalis
Diduga Ada Praktek Jual-beli Kartu Pers di Bengkalis Kartu pers diperjual-belikan. Dugaan itu merebak di Bengkalis. Setelah banyak menerima laporan dari masyarkat, Humas Pemkab Bengkalis menghimbau agar masyarakat tak melayani penjual kartu pers. Riauterkini-BENGKALIS#8211; Anggapan bahwa profesi wartawan sangat rentan dimanfaatkan pihak-pihak tak bermoral untuk kepentingan pribadi ternyata tak sekedar isu belaka. Di Bengkalis belakangan muncul sekelompok orang yang mengaku bisa menyediakan kartu pers dengan syarat menyerahkan sejumlah uang. Saya sudah sering menerima laporan adanya orang-orang yang mengaku dari media massa kemudian menawarkan kartu pers dengan syarat membeli sekian ratus ribu, ujar Kepala Bagian Humas Pemkab Bengkalis Johansyah Syafri saat dihubungi riauterkini, Kamis (14/12). Dipaparkan Johansyah, bahwa orang-orang yang mengaku bisa meberikan kartu pers tersebut, ada yang meminta imbalan uang senilai Rp 300.000 sampai Rp 500.000. Pada umumnya yang menjadi sasaran penawaran mereka adalah para pemuda yang tidak memiliki pekerjaan, tambahnya. Johansyah merasa heran dengan praktek semacam itu. Ia yang sebelum jadi PNS merupakan wartawan di sebuah mingguan tertua di Riau, mengaku tahu betul prosedur pengeluaran sebuah kartu pers bagi seorang jurnalis. Setahu saya tidak mudah bagi redaksi untuk mengeluarkan kartu pers. Harus melalui tahapan panjang. Ini kok, kartu pers diperjual-belikan, keluhnya. Karena itu Johansyah menghimbau kepada masyarakat untuk mewaspadai praktek-praktek seperti itu dan tidak melayani mereka. Selain itu ia juga berharap kepada kepada organisasi wartawan, seperti Aliansi Jurnalis Indonesia (AJI) Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) dan Perhimpunan Jurnalis Indonesia (PJI) peduli pada masalah tersebut.***(mad) __ Do You Yahoo!? Tired of spam? Yahoo! Mail has the best spam protection around http://mail.yahoo.com
Re: [mediacare]Pilih mana: Aa Gym, atau Yahya Zaini?
Ternyata tak selamanya istri kedua itu status sosialnya lebih rendah. Terbukti istri kedua Anis Matta, Sekjen PKS gadis nan cantik dari Hongaria (baca detik.com hari ini). Artinya tidak bisa digebyah uyah. Disamaratakan. ahmad su'udi MOD: Punya fotonya bos? --- wreddya hayunta [EMAIL PROTECTED] wrote: Jika menurut anda TTM sangat banyak terjadi, bukankah jelas-jelas TTM itu haram? Orang yang melakukannya jelas-jelas akan mendapat citra buruk dari masyarakat. Tapi bukan poligami pemecahannya, karena nanti setiap laki-laki (terutama yang kaya dan berkuasa) akan mencari pembenaran selingkuhnya melalui poligami. Pertanyaan saya berikutnya adalah: menurut anda, jika kedudukan laki- laki dan perempuan benar-benar setara (pendapatan sama besar, kedudukan di masyarakat sama-sama diakui) apakah para perempuan itu akan sudi untuk dipoligami? Saya pikir tidak. Umumnya perempuan yang dipoligami kedudukannya secara sosial dan ekonomi lebih rendah atau tergantung kepada laki- laki. Istrikedua AA Gym misalnya adalah bekas karyawannya. Istri kedua kerabat saya adalah mantan anak buah di komunitasnya. Jadi poligami jelas merupakan indikator bahwa kedudukan laki-laki dan perempuan tidak setara.
Re: [mediacare]Pilih mana: Aa Gym, atau Yahya Zaini?
Mbak atau Mas Wreddyya yang baik. Saya memang suka nonton TV, tetapi kecenderungan masyarakat mulai tak risih dengan TTM bukan sekedar saya dapat dari TV, melainkan nyata dalam kehidupan sehari-hari. Di lingkungan saya, di Pekanbaru yang notabenen melayu dan mestinya islami, hal itu sangat mudah ditemukan. Di RT saya saja, yang dekat dengan masjid sudah tak terhitung anak gadis yang hamil sebelum nikah. Juga sampai ada tempat kos campur aduk cowok n cewek. Saya sudah sampaikan pada pak RT agar itu ditertibkan, tapi tak ada reaksi. Masyarakat menganggap hal itu sudah lumrah. Tak lagi tabu, apalagi nista. Pertanyaan Anda, mengapa hanya pria boleh, sementara wanita tak boleh poliandry? Sederhana saja, jika pria punya istri lebih dari satu, jelas siapa bapak bioligis anak dalam rahim ibunya, sementara jika Anda punya suami lebih dari satu, andai hamil, yakinkan Anda siapa ayah biologis janin itu. Lagi pula, saya tak bisa membayangkan jika ada dua suami yang harus berantem dulu sebelum menggauli istrinya. hehehe tabik --- wreddya hayunta [EMAIL PROTECTED] wrote: Yang saya agak bingung kenapa soal poligami selalu dibandingkan dg selingkuh? Dua-dua nya beda loh. Orang yang akan poligami tentu akan mencari pembenaran, kata mereka itu lebih baik daripada selingkuh. Tapi pada dasarnya keduanya berbeda. Poligami seharusnya dibandingkan dengan poliandri. Mas Ahmad Su'udi kurang tepat jika TTM dianggap sebuah kewajaran. Setahu saya di masyarakat Indonesia, hal tersebut kalau ketahuan tetap akan menjadi sejenis nista bagi yang bersangkutan. Kalau anda terlalu banyak nonton TV, memang kesannya TTM itu diwajarkan. Tapi dunia kita bukan hanya TV. Dalam kehidupan sehari-hari TTM masih dipandang jelek. Ada semacam kesan tidak jujur dari TTM. Sedangkan poligami dimensinya lain lagi. Pertanyaan tentang poligami biasanya seputar kekuasaan lelaki. Orang yang menolak poligami akan bertanya apakah betul lelaki jaman sekarang lebih berkuasa dan mempunyai privilege dibanding perempuan? Kalau laki-laki boleh poligami apakah perempuan boleh poliandri? Jadi level keduanya berbeda. --- In mediacare@yahoogroups.com, ahmad su'udi [EMAIL PROTECTED] wrote: Pertanyaan yang aneh. Apa yang dikatakan Aa Gym terbukti dengan pertanyaan ini. Poligami- yang dimata Islam halal- dipandang sebagai sebuah nista. Sementara TTM (teman tapi mesum) malam dinilai sebagai sebuah kewajaran. Kalau Anda beragama -terlebih lagi Islam- tidak akan ada pertanyaan seperti itu ahmad su'udi --- claudi teranova [EMAIL PROTECTED] wrote: Bungm, aku nggak pili Aa Gym maupun Yayah Zaini. keduanya sami mawon. AA Gym terkena sindrom orang yang terkenal. Yayah Zaini juga. keduanya sama-sama lagi horny. --- arifin siregar [EMAIL PROTECTED] wrote: Menarik ya, soal pernikahan kedua Aa Gym. Pro kontra, ada yang setuju, ada yang tidak. Biasalah Tapi, ngomong-omong, pilih mana ya, nikah dua kali seperti Aa Gym atau selingkuh seperti yang dilakukan Yahya Zaini? Salam, arifin siregar Have a burning question? Go to www.Answers.yahoo.com and get answers from real people who know.
Re: [mediacare]Pilih mana: Aa Gym, atau Yahya Zaini?
Pertanyaan yang aneh. Apa yang dikatakan Aa Gym terbukti dengan pertanyaan ini. Poligami- yang dimata Islam halal- dipandang sebagai sebuah nista. Sementara TTM (teman tapi mesum) malam dinilai sebagai sebuah kewajaran. Kalau Anda beragama -terlebih lagi Islam- tidak akan ada pertanyaan seperti itu ahmad su'udi --- claudi teranova [EMAIL PROTECTED] wrote: Bungm, aku nggak pili Aa Gym maupun Yayah Zaini. keduanya sami mawon. AA Gym terkena sindrom orang yang terkenal. Yayah Zaini juga. keduanya sama-sama lagi horny. --- arifin siregar [EMAIL PROTECTED] wrote: Menarik ya, soal pernikahan kedua Aa Gym. Pro kontra, ada yang setuju, ada yang tidak. Biasalah Tapi, ngomong-omong, pilih mana ya, nikah dua kali seperti Aa Gym atau selingkuh seperti yang dilakukan Yahya Zaini? Salam, arifin siregar
Re: [mediacare] Katakan tidak(baca:Ya) untuk poligami!
Saya laki-laki. Normal dan telah beristri dengan dua putra, yang alhamdulillah sehat-sehat. Saya belum ada niat kawin batambuah, tetapi saya pikir tidak bijak menghalang-halangi mereka yang berpoligami. Silahkan sajah. Itu pilihan hidup. Hak pribadi. Selagi dia bisa dan mampu memuaskan kedua belah pihak. Bagi wanita yang tak mau jadi istri ke dua atau kesekian. Silahkan saja. Tinggal tolak kalau ada yang melamar. Tetapi mengkampanyekan anti poligami juga tidak bijak. Egois! salam ahmad s.udi --- Titiana Adinda [EMAIL PROTECTED] wrote: Dear All, Kalo menurutku sih langkah menikah lagi yang di ambil oleh AA Gym (Poligami) tidak minta pendapat anak-anaknya.Selain istrinya teh Nini juga tidak ada hambatan sedikitpun untuk 'memuaskan' AA Gym.Darinya saja terlahir 6 atau 8 orang anak.Teh Nini tidak sakit alias sehat walafiat untuk melayani AA Gym.Lalu apa alasan AA Gym dong ? menolong para janda?Ibuku juga janda kenapa AA Gym tidak milih ibuku saja untuk dinikahi.(Meskipun begitu aku ogah punya Bapak tiri seorang AA Gym.He..He..). Bohong kalo perempuan menyatakan setuju atau mendukung poligami.Dikisahkan juga bagaimana Aisyah (istri nabi) cemburu berat kepada Khadijah istri nabi lainnya.Karena diangapnya Nabi Muhammad berbuat tidak adil kepada istri-istrinya.Dan lagi kan Nabi Muhammad menikah lagi karena saat ini suku-suku di Arab sana bertengkar/berkelahi terus sehingga untuk mendamaikannya dia lalu menikahi janda dari suku yang berkelahi itu.Nabi saja bisa berbuat tidak adil sehingga Aisyah marah gimana cuma seorang AA Gym? Pokoknya aku sangat tidak setuju akan poligami.Selain akan membuat istri menderita juga bagaimanakah perasaan si anak? KATAKAN TIDAK UNTUK POLIGAMI !!! Salam, Dinda - Lelah menerima spam? Surat Yahoo! mempunyai perlindungan terbaik terhadap spam. http://id.mail.yahoo.com/ Need a quick answer? Get one in minutes from people who know. Ask your question on www.Answers.yahoo.com
Re: [mediacare] Kisah Menarik Ahmadinejad
Ahmadinejad memang luar biasa. Ia pemimpin di luar kebiasaan pemimpin dunia saat ini. Dia tak rakus dunia, karena itu ia tak takut sama siapapun, terutama sama Bush. Sementara SBY, adalah pemimpin sebaimana pada umumnya pemimpin dunia. Rakus dunia. Borju, karena itu ia tabik habis sama Bush. Kasihan Indonesia. Kapan kiranya Indonesia punya pemimpin seperti Ahmadinejad. --- wolga setyanto [EMAIL PROTECTED] wrote: harusnya ada orang seperti ini di negeri ini.(Insya Allah) AHMADINEJAD Judul Buku Ahmadinejad, David di Tengah Angkara Goliath Dunia Terbitan Himah Teladan, kelompok Mizan. Di Balikpapan buku 'mungil' ini harganya Rp.44.000,-, Dan kini ada Ahmadinejad, seorang tokoh in reality! Seberapa sederhanakah beliau ini? Let me tell you. Berikut ini saya kutipkan sebagian dari yang saya baca dari buku tersebut. Konon ketika beliau sudah menjabat sebagai walikota Teheran yang memiliki populasi lebih besar daripada Jakarta ia masih tampil dengan sepatu yang bolong-bolong. Ia menyapu jalanan Teheran dan bangga dengan itu. Sampai sekarang pun ia masih tampil dengan kemeja lengan panjang sederhana sehingga jika kita tidak mengenalnya dan bertemu dengannya kita tidak akan pernah mengira bahwa beliau adalah seorang presiden. Ya presiden dari sebuah negara besar. Di Balikpapan di mana saya tinggal bahkan hampir semua guru rasanya punya jas. Sebelum menjabat sebagai presiden Iran beliau adalah walikota Teheran, periode 2003-2005. Teheran, ibukota Iran, kota dengan sejuta paradoks, memiliki populasi hampir dua kali lipat dari Jakarta, yaitu sebesar 16 juta penduduk. Untuk bisa menjadi walikota dari ibukota negara tentu sudah merupakan prestasi tersendiri mengingat betapa Iran adalah negara yang dikuasai oleh para mullah. Ia bukanlah ulama bersorban, tokoh revolusi, dan karir birokrasinya kurang dari 10 tahun. Beliau tinggal di gang buntu, maniak bola, tak punya sofa di rumahnya, dan kemana-mana dengan mobil Peugeot tahun 1977. Penampilannya sendiri jauh dari menarik untuk dijadikan gosip, apalagi jadi selebriti. Rambutnya kusam seperti tidak pernah merasakan sampo dan sepatunya itu-itu terus, bolong disana-sini, mirip alas kaki tukang sapu jalanan di belanatara Jakarta . Nah! Kira-kira dengan modal dan penampilan begini apakah ia memiliki kemungkinan untuk menjabat sebagai walikota Depok saja, umpamanya? Dalam tempo setahun pertanyaan tentang kemampuannya memimpin terjawab. Warga Teheran menemukan bahwa walikotanya sebagai pejabat yang bangga bisa menyapu sendiri jalan-jalan kota , gatal tangannya jika ada selokan yang mampet dan turun tangan untuk membersihkannya sendiri, menyetir sendiri mobilnya ke kantor dan bekerja hingga dini hari sekedar untuk memastikan bahwa Teheran dapat mejadi lebih nyaman untuk ditinggali. Saya bangga bisa menyapu jalanan di Teheran. Katanya tanpa berusaha untuk tampil sok sederhana. Di belahan dunia lain sosoknya mungkin dapat dijadikan reality show atau bahkan aliran kepercayaan baru. Sejak hari pertama menjabat ia langsung mengadakan kebijakan yang bersifat religius seperti memisahkan lift bagi laki-laki dan perempuan (ini tentu menarik hati para wanita di Teheran), menggandakan pinjaman lunak bagi pasangan muda yang hendak menikah dari 6 juta rial menjadi 12 juta rial, pembagian sup gratis bagi orang miskin setiap pekan, dan menjadikan rumah dinas walikota sebagai museum publik! Ia sendiri memilih tinggal di rumah pribadinya di kawasan Narmak yang miskin yang hanya berukuran luas 170 m persegi. Ia bahkan melarang pemberian sajian pisang bagi tamu walikota mengingat pisang merupakan buah yang sangat mahal dan bisa berharga 6000 rupiah per bijinya. Ia juga menunjukkan dirinya sebagai pekerja keras yang sengaja memperpanjang jam kerjanya agar dapat menerima warga kota yang ingin mengadu. Namun salah satu keberhasilannya yang dirasakan oleh warga kota Teheran adalah spesialisasinya sebagai seorang doktor di bidang manajemen transportasi dan lalu lintas perkotaan. Sekedar untuk diketahui, kemacetan kota Teheran begitu parahnya sehingga saya pernah dikirimi salah satu foto lelucon dari berbagai belahan dunia dengan judul Only in _Equot; . salah satunya dari Teheran dengan judul Only in Teheran dengan foto kemacetan lalu lintasnya yang bisa bikin penduduk Jakarta menertawakan kemacetan lalu lintas di kotanya. Secara dramatis ia berhasil menekan tingkat kemacetan di Teheran dengan mencopot lampu-lampu di perempatan jalan besar dan mengubahnya menjadi jalur putar balik yang sangat efektif. Setalah menjabat dua tahun sebagai walikota Teheran ia masuk dalam finalis pemilihan walikota terbaik dunia World Mayor 2005 dari 550 walikota yang masuk nominasi. Hanya sembilan yang dari Asia , termasuk Ahamdinejad. Tapi itu baru awal cerita. Pada tangagl 24
Re: [mediacare] Bupati Mau Bongkar Borobudur Untuk Bangun Mesjid Akbar !!!
Kasihan deh Pak Anjuk Bornawan terprovokasi ama isu murahahan bin bohong besar yang disampaikan si pembual besar hafsah salim. Percayalah, 99 persen apa yang disampaikan si pembual besar hafsah salim alias mustikawati itu asal ngecap. Ngawur! --- Anjuk Bornawan [EMAIL PROTECTED] wrote: Saya cuma mau ingatkan ke Pak Bupati, Pak Bupati tentu punya Ayah, dan Ayahnya Pak Bupati Punya Ayah lagi (Kakek) dan dia punya Ayah lagi, dan punya Ayah, punya ayahlagi dan seterusnya.nah salah satu dari mereka pada saatnya ikut membangun Borobudur inijadi yang membangun borobudur itu bukan siapa siapatoh leluhur kita jugayang pasti pada saat itu Kafirjadi kita semuasemua !! ...adalah keturunan kafirada yang salah TIDAK buatlah itu menjadi kenangan dari mana Pak Bupati Berasalngga usah doibongkar Pak. --- Hafsah Salim [EMAIL PROTECTED] wrote: Bupati Mau Bongkar Borobudur Untuk Bangun Mesjid Akbar !!! Bupati Magelang Ir H Singgih Sanyoto telah mengajukan proposalnya kepada Unesco untuk membatalkan atau menghapuskan pengakuan lembaga dunia ini yang memasukan Borobudur kedalam satu dari 7 keajaiban dunia yang wajib dilindungi. Akibat anggapan yang sesat ini, menurut Bupati, Indonesia tidak bisa membongkar candi Borobudur untuk membangun Shopping Center yang lebih mengakomodasi kepentingan masyarakat. Bupati Magelang ini yang juga merupakan bekas murid terbaik dari Haji Abu Bakar Basyir, menjelaskan dengan secara terbuka, bahwa pada kenyataan penduduk sekitar Borobudur semuanya adalah muslim yang mengharamkan candi Borobudur. Demikian, sebagai umat Islam kami menolak kehadiran pusat penyembahan berhala yang diharamkan dalam AlQuran dan Islam. Sebagai umat Islam, kita tak bisa tawar menawar dalam memberi peluang penyebaran ajaran2 yang menyembah berhala ditanah air kita. Candi Borobudur merupakan krikil yang menodai keyakinan umat Islam ditanah airnya sendiri. Candi Borobudur se-mata2 hanyalah kebanggaan orang2 kafir yang sudah bukan lagi pada tempatnya karena hal itu merupakan hinaan terhadap keimanan Islam di tanahnya sendiri. Demikianlah Bupati Magelang telah mengajukan proposal untuk menarik keluar anggapan Borobudur yang tidak ajaib ini sebagai satu dari 7 keajaiban dunia yang cendrung merupakan konspirasi orang2 kafir untuk merusak akidah Islam itu sendiri. Karena akibat dimasukkannya Borobudur sebagai satu dari 7 keajaiban dunia, pemerintah RI diwajibkan untuk melindunginya dibawah pengawasan Unesco bahkan biaya pemeliharaan Candi kafir ini langsung ditangani Unesco sehingga mengdholimi kedaulatan umat Islam di Indonesia. Menurut Bupati, kita menuntut kepada Unesco untuk membangun Shopping Center hanyalah sebagai strategi, karena setelah kedaulatan itu bisa kembali ketangan umat, kita bisa mengganti project Shopping Center yang biayanya dari Unesco itu untuk dialihkan menjadi projek pembangunan MESJID AKBAR yang lebih mengakomodasi kebutuhan umat nantinya di akhirat. Demikianlah berita dari Surat Kabar Merdeka online dibawah ini. Ny. Muslim binti Muskitawati. Borobudur Tak Lagi Masuk 7 Keajaiban Dunia? Borobudur, CyberNews. Bupati Magelang Ir H Singgih Sanyoto menilai pendapat Candi Borobudur tidak lagi masuk sebagai salah satu dari tujuh keajaiban dunia sebagai catatan perbaikan ke depan. Pendapat itu perlu diperhatikan untuk perbaikan seluruh sistem yang terkait Borobudur. Misalnya dari sudut kepurbakalaan, katanya, Rabu (22/11). Menurut dia, sejak dulu ada versi yang memasukkan dan ada yang tidak memasukkan Candi Borobudur sebagai salah satu dari tujuh keajaiban dunia. Yang menyatakan Candi Borobudur tidak masuk sebagai bangunan ajaib dunia, bukan Unesco, tetapi sebuah yayasan, katanya. Meski yayasan itu bekerja sama dengan Unesco, tetapi pendapat itu dinilainya bukan pendapat Badan Pendidikan Dunia. Justru yang berwenang di Unesco sebaiknya mengkaji pendapat yayasan tersebut. Mengapa yayasan itu tidak memasukkan Candi Borobudur? Ada apa? Sebabnya apa? tanya dia. Ia menduga penyebabnya ada perbedaan dalam menetapkan kriteria cagar budaya dunia menjadi bangunan ajaib dunia. Meski begitu dia mengakui status sebagai salah satu tujuh keajaiban dunia itu sebagai yang penting dan membanggakan. Menurut dia, Kabupaten Magelang hanya ketempatan Candi Borobudur. Pemda tak memiliki kewenangan memelihara secara langsung bangunan peninggalan sejarah itu. Yang bisa kami lakukan menjaga wilayah sekitar Candi Borobudur. Program-program Pemprov Jateng yang tidak direkomendasi Unesco tidak dilaksanakan. Misalnya shopping street, Jagad Jawa, katanya.( tuhu prihantoro/Cn08 ) Web: http://groups.yahoo.com/group/mediacare/ Klik: