Rasanya pengen juga ikut nimbrung, setelah membaca ada
'hal menarik yang terungkap,' karena seolah-olah
menjadi hal yang baru saja terungkap padahal itu
sudah menjadi kajian harian dari bagian Programming,
Produksi maupun Redaksi di stasiun televisi. Bagi
yang pernah ikut workshop Nielsen Media Research (d/h
AC Nielsen) maupun Programming Strategy di stasiun
televisi maka pasti selalu membahas:
1. apakah perlu membuat program yang sama (serupa
bahkan persis) kemudian ditabrakkan?
2. apakah perlu membuat program yang lain (alternatif)
kemudian ditabrakkan?
Ini masih ditambah dengan strategi program placement:
1. membuat program yang sama namun ditempatkan sebagai
lead-in (mendahului program kompetitor, sehingga bisa
mengambil pemirsa lebih dulu)
2. membuat program yang sama dan ditabrakkan pada slot
yang sama (dengan keyakinan program kita lebih bagus)
3. membuat program yang sama sebagai lead-out
(ditempatkan setelah program kompetitor untuk
mengambil spillover pemirsa)
4. membuat program yang lain sama sekali dengan pola
placement seperti di atas (dengan asumsi sebenarnya
banyak pemirsa yang mencari 'pisang goreng' dan bukan
'singkong goreng,' mengutip istilah bung Satrio).
Sekelebat pengamatan terhadap strategi programming di
Amrik, khususnya untuk News/Current Affairs/Talkshow,
menujukkan bahwa mereka juga cenderung membuat yang
sama (bahkan persis) dan ditabrakkan terhadap program
kompetitor. Contohnya Tonight Show with Jay Leno (NBC)
dan the Late Show with David Letterman (CBS).
Formatnya sama, dimulai dengan monolog (stand-up
comedy), wawancara dengan 1 atau 2 tokoh, dilengkapi
dengan live band dan live audience. Studio set juga
dibuat serupa, dengan host duduk di belakang office
table sementara tamu duduk di sofa di sebelah kanan
host, dan backdrop adalah pemandangan kota di waktu
malam. Selain dua program itu, masih ada lagi late
night talkshow serupa yang juga ditayangkan pada slot
yang sama, sebut saja Late Night with Conan O'Brien
(NBC), Late Late Show with Craig Ferguson (CBS) dan
Jimmy Kimmel Live (ABC). Semua memakai format yang
sama dan ditayangkan pada jam yang sama, dan saya
tidak pernah mendengar ada masalah mengenai tiru
meniru atau pun hakcipta mengenai siapa yang lebih
dulu membuatnya. Pasalnya, di sini rating yang
berbicara dan tinggal melihat seberapa besar loyalitas
pemirsa terhadap host bersangkutan.
Program berita di Amerika juga formatnya sama semua.
Di pagi hari nonton NBC Today, Good Morning America
(ABC) atau the Early Show (CBS), semuanya sama persis.
Dimulai dengan multi anchor yang bisa berpindah-pindah
set, ada news anchor yang khusus membawakan berita,
kemudian meteorologist yang membawakan cuaca. Bahkan
rundown-pun disusun sama persis hingga ke menit dan
detiknya, ketika cuaca semua cuaca, saat berita soal
White House, Pentagon atau Irak, semua juga menyajikan
yang sama, ketika segmen wawancara semuanya juga wawancara(bahkan
narasumber juga sama dan dari tempat yang sama, karena ada yang sudah
recorded dan ada yang live). Jadi rating kemudian hanya ditentukan oleh
loyalitas pemirsa terhadap anchor atau host yang
mereka sukai. Sekedar contoh, sewaktu Katie Couric
pindah dari NBC ke CBS, ia diharapkan bisa mendongkrak
rating CBS Evening News karena Couric menjadi the
first woman anchor in network television's evening
news. Kenyataan berbicara lain. Data Nielsen
menujukkan awal Desember ini Nightly News with Brian
Williams (NBC) tetap merajai dengan 9,6 juta pemirsa
setiap hari, sementara World News with Charles Gibson
(CBS) mendapat 8,9 juta pemirsa, dan CBS Evening News
with Katie Couric cuma 7,8 juta pemirsa.
Kesimpulan kasaran dari pengamatan saya yang serabutan
ini adalah, pemirsa Amrik cenderung konservatif, jadi
tidak suka melihat program dengan format yang
(terlalu) berbeda. Anchor pun mereka pertahankan
selama bertahun-tahun, bahkan puluhan tahun.
Helmi
--- In mediacare@yahoogroups.com, Satrio Arismunandar
[EMAIL PROTECTED] wrote:
DATA TRAP DALAM RATING PROGRAM TELEVISI
Ada hal yang menarik, yang terungkap dalam Raker News Magazine Trans
TV, di Hotel Novus, Bogor, 22-23 Desember 2006. Pak Sulaeman Sakib,
Kepala Departemen Magazine di Divisi News Trans TV, mengungkapkan apa
yang disebutnya sebagai data trap. Yakni, kesalahan dalam membaca
data rating/share, yang berimplikasi pada kesalahan membaca apa yang
sebenarnya dibutuhkan atau diinginkan penonton TV.
Secara sederhana, perumpamaannya begini: Ada seorang pedagang yang
menjual singkong goreng, tempe goreng dan tahu goreng. Dari data,
terbukti yang paling banyak dibeli orang adalah singkong goreng. Hal
ini ditafsirkan oleh para pedagang lain bahwa masyarakat membutuhkan
atau menginginkan singkong goreng. Maka beramai-ramailah mereka ikut
menjual singkong goreng.
Padahal, sebenarnya masyarakat (terpaksa) membeli singkong goreng,
karena tidak ada alternatif lain yang tersedia di pasar. Mereka
sebenarnya ingin makanan yang rasanya agak manis. Seandainya ada yang
menjual pisang goreng,