[mediacare] Acara Fenomena di TransTV dengan Topik Tafsir Mimpi
Acara Fenomena di TransTV dengan Topik Tafsir Mimpi === Oleh: Drs. Leonardo Rimba, MBA Stasiun TV swasta TransTV menayangkan acara "Fenomena" dengan topik "Tafsir Mimpi" pada tanggal 8 Juli 2006, jam 00:30 pagi. Dalam acara itu ditampilkan 3 orang nara sumber secara berurutan. Nara sumber yang pertama adalah Ki Joko Bodo, seorang paranormal kondang, yang muncul dengan setumpukan buku primbon. Menurut dia, mimpi2 itu perlu dicek maknanya dengan buku primbom. Well,... itu pendekatan dia lah, I don't care about that. Megang buku primbon aja saya gak pernah. Dan gak pernah tertarik untuk guthak-gathik-gathuk mimpi orang yang ditanyakan kepada saya dengan cara consulting with a primbon book. Setelah Ki Joko Bodo, acara TransTV di awal pagi dengan topik "Tafsir Mimpi" itu menampilkan Dekan Fakultas Psikologi Universitas Indonesia. Ibu Dekan itu tampil dengan kehati-hatian seorang akademisi, bicaranya perlahan dan, saya merasa, seperti dia sendiri tidak yakin dengan apa yang diucapkannya. Kalau Ki Joko Bodo di-shoot di dalam rumahnya yang penuh pernak-pernik Jawa, Ibu Dekan F. Psi. UI itu di-shoot di dalam ruang kerjanya yang tampak "steril". Bicaranya juga steril, menurut saya. Sigmund Freud dikutipnya dengan suara yang nadanya datar. Tidak ada penekanan suatupun. Semuanya sama saja yang, mungkin, persis seperti kalau dia memberikan kuliah. Terakhir di acara itu dimunculkan saya sendiri yang lalu berbicara apa adanya, ceplas-ceplos,... tanpa memperdulikan primban-primbon maupun mengutip teori2 dari Sigmund Freud maupun Carl Gustav Jung. Bukannya saya gak ngerti Freud ataupun Jung, tetapi saya langsung membawa apa yang ditanyakan ke the heart of the matter. Saya ingat waktu itu jam 10 malam, crew TransTV datang ke rumah saya di Pondok Cabe, Jakarta Selatan, dan langsung melakukan shooting saat itu juga. Pewawancaranya Mas Gede yang berasal dari Kota Singaraja, Bali Utara. Saya jelaskan kepada dia bahwa mimpi itu adalah refleksi dari Alam Bawah Sadar (subconscious) manusia. Saya tidak bertele-tele, tapi langsung saja mengatakan kepada pewawancara bahwa apa yang dimunculkan di mimpi seseorang itu selalu memiliki makna. Ada yang maknanya untuk "release" hormon belaka. Mimpi2 seksual biasanya untuk release hormon. Kita semua tahu toh apa yang namanya "mimpi basah". Itu untuk release hormon dan tidak banyak artinya secara kejiwaan. Ada pula mimpi yang release "tension". Kalau di tempat kerja banyak stress, maka akan muncul mimpi2 tertentu yang bisa melepaskan stress emosional itu secara cepat dan rapi. Jadi, jiwa kita memang memiliki mekanisme untuk release stress di tempat kerja. On the other hand, ada mimpi2 yang bermakna mendalam karena berisikan simbol2 dengan arti tertentu. Waktu itu saya berbicara tentang Candi Borobudur dan saya terangkan bahwa Borobudur itu adalah suatu simbol, simbol dari perjalanan anak manusia dari Dimensi Naluriah, melewati Dimensi Emosional dan, akhirnya mencapai Dimensi Intuitif dimana hubungan langsung dengan yang Illahiah bisa tercapai dan dinikmati. Saya bilang: Borobudur adalah Mandala,... Mandala adalah simbol dari Mikrokosmos atau diri kita sendiri secara fisik dan kejiwaan dan, sekaligus, sebagai simbol dari Makrokosmos atau Alam Semesta. Borobudur adalah sebuah Mandala. Tubuh kita sendiri adalah sebuah Mandala. Alam Semesta ini adalah sebuah Mandala. Mandala adalah perwujudan konkrit dalam suatu bentuk yang bisa dipahami bahwa segala sesuatunya itu bisa dimengerti. Simbol adalah sesuatu yang mewakili sesuatu yang lain. Sesuatu yang lain itu bisa saja besar sekali cakupannya,... Alam Semesta, misalnya, itu kan besar sekali cakupannya. Tetapi, dengan disimbolkan dalam suatu bentuk yang cukup sederhana seperti sebuah Mandala, maka Kesadaran (consciousness) kita akan bisa memahaminya. Tujuannya memang itu, tujuan dari segala simbol2 itu adalah agar Kesadaran kita bisa memahaminya. Bahkan Alam Bawah Sadar (subconscious mind) kita selalu berusaha agar simbol2 yang ditampilkannya di mimpi2 kita itu muncul dalam bentuk yang sesederhana mungkin. Tentu saja demi tercapainya tafsir mimpi yang akurat dan bermanfaat bagi Kesadaran kita sendiri. Dan simbol2 itu tidak bisa ditafsirkan dengan semena-mena dengan menggunakan buku2 primbon yang berasal dari budaya Jawa belaka seperti dipaparkan oleh Ki Joko Bodo. Well, itu urusan dia lah. Dia kan tidak berhubungan dengan orang2 dari segala bangsa seperti saya. Saya berhubungan dengan orang dengan segala macam latar belakang, dan saya tahu bahwa simbol2 itu akan berarti berbeda bagi orang yang berbeda. Simbol2 yang bentuk fisiknya sama bisa berarti beda bagi orang2 dengan latar belakang berbeda. Borobudur akan berarti tertentu dengan seseorang yang lingkungan primordialnya berasal dari Jawa bagian tengah. Tetapi, apakah itu akan berarti sama bagi seseorang yang berasal dari Sulawesi, misalnya? Tentu saja tidak. Arti
[mediacare] ATHEISME dan UNIVERSALISME
Dear Friends, berikut adalah percakapan antara saya dengan Rekan Zainal dan Rekan Nyoman (nama samaran) di Yahoo Messenger tentang ATHEISME dan UNIVERSALISME. Semoga bermanfaat bagi rekan-rekan lainnya. (Leo). + PERCAKAPAN I: Z = Zainal L = Leo Z: Siang Pak Leo.. L: Anything I can do for you? Z: Bisa saya tanya2..? L: Bisa, about what? Z: Saya lihat postingan di atheis yahoogroups. L: Hm,.. your question is? Z: Siapa Pak Leo ini? L: Me, Leonardo Rimba is my real name... Z: Maksudnya, profesi bapak? L: I give counselings to people who ask masalah rumah tangga, kerja, dsb.. Z: Apakah bapak percaya tuhan itu ada? L: Yes, definitely. We are part of God, one big God. And we are small gods. Z: How come? L: I feel it, everybody is connected with everybody else, we are all connected... Z: I know. L: The sum of all of us and more is God. Z: You felt that, but I don't... I don't believe in god at all. L: No problem. I have no problem at all with that because "God" as most people understand is only a concept, a construct. Z: I also don't believe in faith. L: Faith has 2 meanings. 1) Faith as a concept, 2) Faith as an experience, a personal experience. I have faith as a personal experience. So, no matter what people say, I have my faith because it is based on personal experience and not on what other people write or say. I experience God in me. Z: Ok L: I talk about what I experience, I talk from experience. Z: You mean, we live our life inside the construction we made ourselves??? ...then I don't feel God... L: So what? Z: So there's no god for me.. L: Good. You wont't change a bit whether you believe in God or not. Z: So there's nothing wrong? L: No, nothing wrong, just be yourself, you know what you are... Z: That's great! L: You know your identity. Z: Sure. L: You know where you are going. Z: Absolutely. L: And you know your so-called "mission" in life. You are not afraid to live, neither are you afraid to die. You respect other people, you respect yourself also. Z: It's a must. L: Hence, believing in God or not won't change you a bit. Z: That's the tipping point of life. L: It's just a matter of how people see themselves related to a convention, tradition. Believing in God has become something like tradition to us. We are enslaved by it, to some degree. In my opinion, if you are comfortable with what you are right now, then it's ok. If you are ok, God (or UnGod) is ok. Z: Let me know, do you have a name for your faith... just for identifying? L: Well,.. I don't name it for sure. Some people call it Universalism. I believe in the universality of all humanity disregarding their religions or irreligions. The Universality of all religions, the understanding that all religions teach the same principles. Z: OK, I got it. L: Good. So, we are on the same footing, I believe... Z: Yes, we live under the same sun, we walk under the same moon, then why can't we live as one? L: We live as one despite all our differences. We are one, I believe it, one humanity. We are one species, the species of Human Being; with many varieties: races and ethnicities; with many belief systems: religions and traditions; with many habits: cultures and tastes. Yet, despite all those differences, we are still one. Human Beings. Z: Thank you... so there's nothing to be debated at all, right? L: Ha ha.. Well, I'm too busy helping people. I can't afford to debate. Nice talking with you Mas. Bye! Z: Oh, I don't need your help, for your note! L: Sure. Z: I just wanna know your contention about this conception. L: Good. Z: Ok thanks. Nice to talk with you! L: Welcome. Nice talking with you. Bye! Z: Anyway, why do you speak English? L: I used to live in the States. Atlanta, Georgia,.. Pennsylvania years ago. I got my masters degree there. Z: But are you an Indonesian? L: I'm an Indonesian. + PERCAKAPAN II: N = Nyoman L = Leo N: Selamat siang, Pak. L: Siang, dengan siapa ini? N: Saya Nyoman Budiana, 33, Denpasar. L: Ada yang bisa saya bantu Mas Nyoman? N: Apa arti sensasi yang saya rasakan diantara kedua alis saya? Kadang2 muncul, tidak tentu. L: Itu sensasi fisik dari Cakra Ajna. Agar stabil, anda perlu meditasi di Cakra Ajna dan lepaskan segala keterikatan dengan yang sifatnya ritualistik itu. Ambil essensi dari segala ritual, dan bawa itu ke pemahaman anda.Dan lepaskan segala perasaan bersalah karena tidak menjalani ritual seperti leluhur anda jalankan. Itu yang aku lihat dari sini. N: Hmm, terima kasih. Ada hubungannya dengan Mata Ketiga yang selama ini Bapak jabarkan? atau hanya sensasi fisik dari Cakra Ajna saja? L: Ada hubungannya. Please baca tulisan2 aku ya? Mata Ketiga itu tempat upacara yang sesungguhnya. Tempat suci yang sesungguhnya, dan bukan macam2 pura itu. Dan itu ada di diri kita sendiri. Mata Shiva, itu istilahnya d
[mediacare] Kompleksitas adalah wujud ketidaksempurnaan
Kompleksitas adalah wujud ketidaksempurnaan (Inspired by A whom I love) Kompleksitas adalah wujud ketidaksempurnaan. Complexity is the nature of imperfection. Because we are imperfect, we are complex, complicated. The more perfect we become, the more simple our lives will be. Kita mau yang simpel-simpel saja kan? Tapi yang simpel itu ternyata harus melewati yang complicated, harus jatuh bangun, harus sakit dulu. Kalau tidak merasakan sakit, kita tidak akan jera, kita akan terus menerus mencari yang complex. Yang katanya canggih, sophisticated. Pedahal, sophistication adalah kata lain dari complication. Complicated juga akhirnya. Inilah manusia, memang imperfect. Kalau kita sudah perfect, kita tidak akan ada disini lagi. Selama belum perfect, we have to stay here. Again and again. Again and again. Capai memang... I can feel what you feel. Capai, sakit. Rasanya tidak mau terima. Tapi sudah terjadi, dan tidak bisa bilang apa-apa. Dan orang lain tidak ada yang bisa mengerti. Mereka pikir itu biasa-biasa saja. Pedahal tidak biasa. Tidak biasa. Bukan hal yang biasa. Ada sesuatu yang dihargai di dalam diri. Dan itu hilang dengan begitu saja. Dan orang lain tidak mengerti. Apa yang berharga? Harganya sama kan? Tidak ada yang hilang kan? begitu pendapat orang lain. In terms of money, tidak ada yang hilang. But, in terms of something that you feel you have to hold on you lost. Yes, you lost. Yet, life is about losing, isn't it? We lose and lose and lose until we lose everything, even ourselves. We lose everything until we have nothing. Then, and only then shall we realize what life really is. It's about being. Being. About to be. To be ourselves. To become we, as persons. As a person. As an individualized person, as a personality. And as such, we need nothing. I, you, we, they, everybody... We need nothing to possess. Nothing defines ourselves. We as we are. You as you are. Me as I am. Completely without any material things attached... Pure as a baby newly born. Isn't it our true nature? Tentang Leo: ---- Leonardo Rimba adalah alumnus Universitas Indonesia dan the Pennsylvania State University, seorang professional tarot reader dan bidang lainnya dalam ranah Psikologi Transpersonal. Leo bisa dihubungi di HP: 0818-183-615. Email: <[EMAIL PROTECTED]>. Send instant messages to your online friends http://uk.messenger.yahoo.com
[mediacare] Can dreams kill you?
Dear Friends, seorang rekan yang kita sebut saja bernama DONI baru saja bercakap-cakap dengan saya tentang "being empty". Buat yang tertarik, inilah cuplikannya: DONI: Aku baru baca tulisanmu di milis tentang being empty LEO: Ok, anything I can do for you? DONI: Aku cuma mau bertanya, if you are empty, where are you? LEO: Here. We are always Here and Now. DONI: Jadi tidak perlu memperdulikan masa lalu ataupun masa depan? LEO: Of course not, we can never live in the past or the future. We always live in the present. In the Now. Here and Now. You asked where we are. The answer is, We are here. Here and Now. DONI: Lalu apa yang membuat kita bergerak? Dimana posisi impian, dalam 'here and now'? Hanya mengikuti waktu dan membiarkan yang terjadi, terjadi saja? LEO: Hmm.. if you could follow it, they revolve around us... We are still, here and now, and those impians revolve around us. But only if you could accept it. We never leave our abode, heavenly abode. We are still from the beginning till the end. We are always still in eternity... These "activities", these "dreams" all revolve around us. We ourselves never leave our heavenly abode. Yet, such understanding is not for everyone. You could accept that if you wish, or reject it, I won't have any problem. But, since you asked me, I answered you. LEO: Any other question? DONI: Aku sedang dalam keadaan yang tidak kusukai, this is not my dream, not what i want. I am thinking that I should change the condition. My friends are telling me that my dreams are killing me. That I am too hard on my self. Can dreams kill you? LEO: No, definitely no. Ignore those who told you such BS. Ignore them, ok? DONI: Thanks you for the advice. Sampai jumpa di milis Selamat beraktivitas! LEO: Selamat beraktifitas juga!. Have a nice day! Tentang Leo: Leonardo Rimba adalah alumnus Universitas Indonesia dan the Pennsylvania State University, seorang professional tarot reader dan bidang lainnya dalam ranah Psikologi Transpersonal. Leo bisa dihubungi di HP: 0818-183-615. Email: <[EMAIL PROTECTED]>. Send instant messages to your online friends http://uk.messenger.yahoo.com
[mediacare] Kosong akan bikin kita siap menerima apapun
Dear Friends: the following is a conversation between Linda and myself last night. Buat yang tertarik, may you find it useful. Gitu aja. Linda: Gimana Mas Leo mengatasi masalah pribadi, apa masih ada waktu? Leo: Masalah pribadi sendiri?... I ignore it. Gak mau mikirin diri sendiri, lebih enak bantuin orang. Linda: Really? Leo: Mikirin diri sendiri lebih capek. Gak bisa obyektif. Jadinya kesel doang. Linda: Apa ada latihan untuk meng-ignore masalah pribadi? Leo: No, it's my own method... gak usah dipikirin, gitu azzah kok susah. We do what we can do. What we can't do, we leave. We ignore. We don't think about. Jadinya blank, tapi mendingan blank daripada kesel, iya gak? Linda: He he he, iya sih. Kosong akan bikin kita siap menerima apapun. Iya kan? Leo: Ya, empty. Basically we are empty. Jati diri kita adalah empty. Empty bukan emptyness. Empty is empty. Kosong. Kalau kita meditasi mau menemukan jati diri, dan meditasi sampai optimum, kita akan tahu bahwa jati diri kita ternyata tidak ada. Di dasar diri kita, kita empty. Linda: Iya. Leo: Karena kita tahu kita empty, kita mencari segala sesuatu untuk mengisi diri kita yang empty itu. Memang bisa diisi sampai suatu titik tertentu. Tapi setelah itu apa? Empty lagi. Dan harus diisi lagi. Linda: Yup! Leo: Kita mencari sesuatu lagi. Terisi lagi. Lalu empty lagi. Begitu seterusnya tak ada habis-habisnya selama kita masih hidup... Ada yang mau mengisi itu dengan Tuhan. Tapi apakah itu Tuhan? Atau cuma konsep Tuhan? Cuma spiritual masturbation doang kan?... Sebenarnya kita ini empty. God creates us empty. Kalau sudah bisa menyadari itu, hidup akan bisa berasa lebih enak, bisa ikhlas dan pasrah. Linda: Iya. Leo: Kayak aku (cielee..). Well, mungkin orang lain akan bilang aku apathetic. Apatis. Mungkin ya, mungkin pula tidak. Linda: But? Leo: I have experienced extremes. I experienced things from extreme to extreme. I know what it is to feel hurt. Linda: Ekstrim dalam hal apa? Leo: Ekstrim dalam hal social copulation. Linda: I see. Leo: Kopulasi sosial, senggama sosial... You could interprete it as you like. I experienced extremes. And I know it's not wise to go into extremes. And that's what I counsel with people now. I counsel people not to go into extremes. I could say that with certainty because I have experienced extremes myself. Sudah merasakan sendiri sakitnya. Kalau orang mau menerima, that's good. Tapi kalau gak mau terima juga gak apa apa. It's their lives. They have to decide for themselves. Tapi memang kalau ditanya aku cuma akan bilang: please be a moderate. Take moderation. That's the only general solution for our problems. Tentang Leo: Leonardo Rimba adalah alumnus Universitas Indonesia dan the Pennsylvania State University, seorang professional tarot reader dan bidang lainnya dalam ranah Psikologi Transpersonal. Leo bisa dihubungi di HP: 0818-183-615. Email: [EMAIL PROTECTED] Send instant messages to your online friends http://uk.messenger.yahoo.com
[mediacare] Kita tetap berhak memilih ya?
ewe ae. Tentang Leo: ---- Leonardo Rimba adalah alumnus Universitas Indonesia dan the Pennsylvania State University, seorang professional tarot reader dan bidang lainnya dalam ranah Psikologi Transpersonal. Media massa yang pernah meliputnya antara lain: Koran Tempo, RCTI, AnTV, dan TransTV. Leo sering muncul dalam acara bakti sosial, baik bagi kalangan lokal maupun ekspatriat di Jakarta, dan bisa dihubungi di HP: 0818-183-615. Email: leonardo_rimba@ yahoo.com. Di internet, Leo dikenal sebagai seorang pengamat fenomenon indigo, dan sering diasosiasikan dengan Vincent Liong, the foremost indigo kid in Indonesia... Bersama Audifax, Leo menulis buku "Psikologi Tarot" yang akan diterbitkan oleh Penerbit Jalasutra, Bandung. Wait for it! Send instant messages to your online friends http://uk.messenger.yahoo.com
[mediacare] (Mas Leo) Aku bahkan tidak mengenal diriku sendiri (2)
masih sekolah dulu, dan berharap bisa membuat beliau mau menerima saya kembali. Mas Leo, sering saya berpikir kalau mati adalah yang terbaik, tapi bagaimana dengan putri saya ??? Dia tidak berdosa, saya benar-benar tidak bisa keluar dari masalah ini. Saya berhasil meraih ambisi saya, posisi pucak, gelar dan semuanya, tapi di sisi lain saya bukan siapa-siapa, saya bukan mama yang baik dan saya adalah anak yang durhaka. Kadang saya merasa ketakutan, besok, lusa atau minggu depan entah apalagi yang harus saya hadapi, menangis... sudah terlalu sering, sabar, nrimo... sampai kapan??? Saya sudah capek dengan semua ini. Di setiap doa saya, saya hanya mohon untuk kembalikan kehidupan saya yang dulu, biarlah saya kembali ke semula tapi saya masih bisa tersenyum. Sekali lagi terima kasih Mas, bantuan Mas Leo benar-benar saya harapkan Best Regards, Asmaradhani --- Catatan dari saya: Mbak Asmaradhani menerima segala saran dari rekan-rekan lainnya untuk menemukan solusi bagi masalah yang dihadapinya. Saran yang diberikan bisa diposting di milis atau di-japri-kan ke saya. Terima kasih sebelumnya. (Leo) Tentang Leo: --- Leonardo Rimba adalah alumnus Universitas Indonesia dan the Pennsylvania State University, seorang professional tarot reader dan bidang lainnya dalam ranah Psikologi Transpersonal. Media massa yang pernah meliputnya antara lain: Koran Tempo, RCTI, AnTV, dan TransTV. Leo sering muncul dalam acara bakti sosial, baik bagi kalangan lokal maupun ekspatriat di Jakarta, dan bisa dihubungi di HP: 0818-183-615. Email: leonardo_rimba@ yahoo.com. Di internet, Leo dikenal sebagai seorang pengamat fenomenon indigo, dan sering diasosiasikan dengan Vincent Liong, the foremost indigo kid in Indonesia... Bersama Audifax, Leo menulis buku "Psikologi Tarot" yang akan diterbitkan oleh penerbit Jalasutra, Bandung. Wait for it! Send instant messages to your online friends http://uk.messenger.yahoo.com
[mediacare] Kasus Rumah Tangga - Bantuan Virtual
ukan/pemecahan yang bisa diterima oleh kedua belah pihak. (dan yang utama adalah orang yang mau didengar pendapatnya oleh kedua belah pihak) Dan dihadapan orang tersebut kedua belah pihak harus mencoba berbicara saling terbuka satu sama lainnya dan membicarakan masalah apa saja yang mereka tidak sukai terhadap pasanggannya. (kedua belah pihak harus saling membuang ego yang berpendapat "saya benar"). semoga bermanfaat BR Bantuan Virtual 3: Dari Rekan Hiung --- Pak Leo, saya coba kasih sarankan berikut ini, mohon bisa dicopy and paste dalam email Pak Leo 1. sampai kapanpun dua insan manusia tidak akan cocok, pasti banyak perbedaannya. Mind set harus dirubah bahwa dua manusia itu berbeda, terima perbedaan pasangan anda dan jangan memaksakan pasangan anda apa yang anda kehendaki 2. jangan terlalu mengharapkan apa yang menurut pasangan anda harus lakukan terhadap anda 3. bukan masing-masing melakukan apa, tapi anda harus melakukan bagian anda sebagai istri, jadilah istri dan ibu yang baik. Jangan berharap terlalu banyak bahwa anda bisa merubah pasangan anda. hiung Bantuan Virtual 4: Dari Rekan Katro --- Mas Leo ,saya walaupun katro begini dan belum nikah,ada yg saya bingung dari kasus ini,saya perlu tau yg perempuan itu anak keberapa dan bgt juga yang laki,dan asal mereka dari mana?apa ikut orang tua?terus orang tua dari yang mana?perempuan kerja dimana? juga yang laki kerja atau tidak dan kerja dimana ?masalah apa yang membuat sensitif? hubungan sexual bgm? saya baca sendiri berjauhan,maksudnya apa? banyak data yang belum saya dapat dari kasus ini,kalau sudah ada mungkin saya dapat bantu,krn saya belum dapet yah saya minta tau dulu,agar tidak salah kasih masukan. sementara katro gilo hanya bilang ini kasus yang aneh. Bantuan Virtual 5: Dari Saya Sendiri Mbak Susi yang Baik, Life is a process. I perceived that you are too pessimistic. Terlalu pesimis menghadapi hidup ini. Saya bukan bilang itu jelek, tetapi sebagai manusia kita harus balance. Kalau terkadang pesimis, kadang lainnya kita juga harus optimis. Pesimisme yang diimbangi dengan optimisme akan menghasilkan pragmatisme: suatu sikap yang pragmatik. Pragmatik berarti praktikal. Dan praktikal berarti praktis. Bersikap praktis berarti melakukan apa yang harus dilakukan tanpa merasa perlu untuk berhandai-handai dan recreate ulang kejadian-kejadian yang telah lewat. Masa lalu tetaplah masa lalu. Tetapi hidup harus jalan terus. Makanya: kita tetap hidup di masa sekarang. We always live at the present. And from the present we create our future. Always like that. The principle runs like that. Kalau ada yang tidak memuaskan di hari ini, pasti ada juga sisi yang memuaskan bukan? Syukurilah sisi yang memuaskan itu. Contohnya: tidak semua teman seumuran Anda telah menikah; yang telah menikah, belum semua telah memiliki anak. Nah, Anda telah menikah, dan telah memiliki anak pula. Bukankah itu patut disyukuri? Dari rasa syukur yang sedikit itu, akan muncul rasa syukur yang lain lagi. Demikian seterusnya sehingga, tanpa Anda sadari, sedikit demi sedikit hidup Anda akan penuh dengan ucapan syukur terhadap Yang di Atas... Rasa syukur itulah yang akan membawa keberlimpahan dalam hidup Anda. Kalau tidak bersyukur terlebih dahulu, mana bisa hidup berkelimpahan? Dan berkelimpahan itu bukan hanya dalam bidang materi lho! Kelimpahan adalah kebahagiaan, hubungan yang harmonis, yang nyambung, yang saling mendukung. It all starts by giving thanks to YME. All the Best, Leo Tentang Leo: ____ Leonardo Rimba, adalah alumnus Universitas Indonesia dan the Pennsylvania State University, seorang professional tarot reader dan bidang lainnya dalam ranah Psikologi Transpersonal. Media massa yang pernah meliputnya antara lain: Koran Tempo, RCTI, AnTV, dan TransTV. Leo sering muncul dalam acara bakti sosial, baik bagi kalangan lokal maupun ekspatriat di Jakarta, dan bisa dihubungi di HP: 0818-183-615. Email: leonardo_rimba@ yahoo.com. Di internet, Leo dikenal sebagai seorang pengamat fenomenon indigo, dan sering diasosiasikan dengan Vincent Liong, the foremost indigo kid in Indonesia... Bersama Audifax, Leo menulis buku "Psikologi Tarot" yang akan diterbitkan oleh penerbit Jalasutra, Bandung. Wait for it! Send instant messages to your online friends http://uk.messenger.yahoo.com
[mediacare] To be a Woman, a Correspendence
nikahan, dan begitu pula kata para pemuka agama yang meng-agamakan pernikahan. Tapi, apakah seperti itu kenyataannya? Lembaga perkawinan sebagai suatu continuous bargaining antara seorang pria dan wanita yang mengikatkan diri di dalamnya tidaklah seperti yang digembar-gemborkan selama ini. Itu sudah tidak realistis lagi. Memang ada fenomenon "falling in love". Tetapi, apakah falling in love itu bisa bertahan selama-lamanya? Most possibly tidak mungkin... Living happyly ever after juga cuma ditemui dalam kisah Cinderella dan Sleeping Beauty. You are beautiful, but you are _not_ Sleeping Beauty. Zadi, gak perlu ada pangeran guanteng banget itu yang membangunkan sampeyan dari tidur soentoek karena gak ada pria yang bersedia mengorbankan dirinya, etc, en so on, en so forth. Gak ada itu yang namanya romantis-romantisan sampe kakek ninen. Kalaupun ada, itu adalah romantis picisan yang dipaksakan. Pada nyatanya sudah gak cocok, sudah gak serasi... walaupun, pada saat hormon seks masih hot-hotnya,. .. pernah serasi. Waktu hormon menurun, keduanya, baik pria maupun wanita itu yang sudah melewati berbagai upacara adat, hukum, sosial, dsb... yang notebene merupakan social pressure doang, yang gunanya untuk menekan kedua mempelai agar bertahan sampai mati, walau apapun gonjang ganjing perkawinan mereka. Ini social pressure, dan banyak dari anggota masyarakat kita yang mashochistis mengikuti social pressure. Akibatnya jadi stress. Stress berat harus hidup bersama istri atau suami yang ternyata sudah tidak dicintainya lagi (baca: dicintai dalam hal gairah seks atau gairah persahabatan) . My Dear Mbak Vergie, kalau Anda menginginkan pria itu untuk menjadi sahabat Anda (outside or inside bedroom), go on. I have to tell you as honestly and as directly as possible that I believe it is ok for people who love each other to engage in romantic relationships, outside or inside marriage. Lalu, bagaimana bargainingnya? Bargaining atau tawar-menawar adalah prerogatif Anda sebagai pihak yang menginginkan relationship itu, sekaligus sebagai pihak yang diinginkan. Anda tidak bersuami, dan bargaining partner Anda ternyata beristri. Nah, bagaimana caranya agar mencapai solution yang memuaskan semua pihak tentu saja tergantung dari Anda berdua. Saya cuma bisa bilang bahwa kalau Anda mencintai seorang pria, tidak akan menjadi masalah bagi Anda apabila pria itu ternyata beristri (dan mungkin akan tetap beristri). You love because you love. Anda memiliki penghasilan sendiri. Dan saya yakin Anda bukanlah wanita model masa lalu yang harus menggantungkan harapan dan penghasilan dari seorang laki-laki saja. Such kind of thinking is definitely outdated. Sudah gak seperti itu, Mbak. Realitas sudah berubah. Jaman sekarang orang mencintai karena mencintai. Dan orang mencintai bukan karena duit yang bisa dibawa oleh pihak laki-laki or pihak wanita. On the other hand, kalau Anda merasa bahwa itu terlalu ribet untuk engage dalam suatu relationship dengan seorang pria menikah, then it's fine. It's definitely fine karena saya melihat bahwa Anda akan bertemu dengan pria lain lagi. Yang sama ok-nya, atau bahkan lebih ok. Sedikit lebih muda dari Anda gak apa-apa kan? You are sexually enticing for men. You are sympathetic. You are smart. You are still young. Yes, you'll have a satisfying relationship with a mature man, provided you stop putting syarat-syarat. Syarat is negotiable. You are the person who negotiate. All the Best, Leo E-mail 7: Ok deh Mas Leo, thanks untuk advisnya. Saya tunggu perkembangan selanjutnya saja, soalnya dia sudah nggak jelas maunya apa. Kadang-kadang capek jadi pihak yang harus ngerti terus. Terus kalau soal kerjaan or karir gimana ya? Waktu dan tenaga saya habis untuk bantuin Mbak Cindy. Kadang-kadang bosan juga dan pengen sesuatu yang lain. Tapi kalau pun ada peluang, sering nggak tega juga mau ninggalin Mbak Cindy. Soalnya semua keperluan dia sudah biasa yang ngurusin saya. Jadi pengennya tetap di kantor ini tapi punya bisnis sendiri juga. Yaach..orang memang banyak maunya ya? Best Regards, Vergie E-mail 8: - Dear Mbak Vergie, OOhhh... how I was glad to receive your last letter. I could perceive that you have grasped. Gra..ppped,, what it meant to BEEE a WOOMAN. To be a woman is a process. Nggak sekali jadi. Buanyak process harus dilalui. Jatuh bangun. Kezedat zedut. Sakeet sekalih. No problem, kata psikolog. No problem, kata Mas Leo. No problem, kata Mas Ben... So what gitu loh? Life is a process. We started life like a new page, yang baru dibeli di TB Gramedia: starched white, putih bersih tanpa noda. Ciee.. ileh (kata orang Jakarta). Ya memang, begizulah keadaannya, says Mas Leo, tukang ramal tarot yang sok tewu inih. Mau bilang apa lagih, iya kan? Kita semua belajar. Mencintai seseorang zuga belajar. Mencintai nih ye? Ehem... Pokoke more or less like that lah! You know how to make it lah! All the Best, Leo Tentang Leo: L
[mediacare] Menemukan Pencerahan di Kartu is Nonsense
Koran Kompas hari ini, Minggu, 27 Mei, 2007, menurunkan tulisan berjudul "Menemukan Pencerahan di Kartu". Di artikel yang a.l. ditulis oleh Maria Hartiningsih itu diceritakan pengalaman seorang pengajar di Fakultas Psikologi, Universitas Indonesia, Dr. Ruby yang, konon, menemukan pencerahan di kartu-kartu tarot. Kesan saya: What a nonsense! Ya, saya kenal dengan Mbak Ruby yang menawarkan kepada Vincent Liong untuk menggunakan tempat di Gedung Pasca Sarjana, Universitas Sahid, untuk pertama-kali mempresentasikan apa yang sekarang dikenal dengan nama Kompatiologi. Itu sekitar satu tahun yang lalu. Saya ingat bahwa Mang Iyus (Yuswan Setiawan) juga hadir. Saya duduk di depan, membantu Vincent untuk tetap tegar dan tidak nervous untuk melakukan presentasi di depan sekitar 20 orang yang hadir saat itu, termasuk seorang wartawati yang akhirnya melahirkan tulisan tentang acara kami hari itu di koran the Jakarta Post. Walaupun belum pernah menulis sesuatu tentangnya sebelumnya, tanpa ragu-ragu saya akan menuliskan di kesempatan ini bahwa Mbak Ruby termasuk aliran "prenungan" yang tidak akan membawa pengikutnya kemana-mana selain menipu dirinya sendiri. What is pencerahan sebenarnya? Apakah pencerahan yang dicari-carinya itu, apalagi yang dicari-cari melalui kartu tarot yang, konon, dicabut satu hari satu lembar dan dipelototi untuk diserap sari pencerahannya. Sari pencerahan apa? Nothing could be found there. It's her problem, though. Kalau dia bisa menemukan ketenangan diri yang semu di kartu-kartu itu,... then go on, it's her life. Kartu is tetap kartu, walaupun namanya tarot. Dan, menurut saya, sejuta jenis kartu tarot yang tiap jenisnya berjumlah 78 lembar itu tidak akan membawa pencerahan bagi seorangpun. Never. Tidak pernah dan tidak akan pernah. Itulah juga alasan sebenarnya kenapa saya harus memisahkan diri dari Ani Sekarningsih yang sangat berwatak manipulatif. Mbak Ruby yang pengajar di Fakultas Psikologi UI itu adalah muridnya Ani Sekarningsih yang tersohor dengan metode pelototan kartu every day. Pelototi dan meditasikan, that's her dictum. Dengan metode pelototannya itu, Ani Sekarningsih tidak pernah bisa menguasai tarot, not even its psychological aspect. And that notwithstanding the fact that Ani Sekarningsih tetap mengasuh kolom ramal meramal tarot di salah satu harian. Dan inkompetensi itu diwariskannya kepada Mbak Ruby yang psikolog... Psikolog kok bisa dikadalin sama seorang penulis novel yang berhasrat untuk diakui sebagai seorang paranormal? Kok bisa? Ya, bisa saja. Incompetence breeds incompetence. And it is imperative that I make a statement here that menemukan pencerahan di kartu tarot seperti yang diulas oleh Kompas hari ini is nonsense. Supaya saya tidak diasosiasikan dengan metode-metode menyesakkan dada seperti itu. Supaya saya tidak dianggap sama seperti kelompok yang menutup kuping dan matanya sendiri itu. Sudah jelas mereka tahu bahwa kartu-kartu itu means nothing. Simbol-simbol dalam kartu itu juga nonsense kalau mereka tidak bisa melihat korelasinya dengan dunia realita. Realitas kesadaran (consciousness) dan realita alam bawah sadar (subconsciousness)... But still, it wouldn't have stopped them from expecting miracles from the cards. Enlightenment??? Cards??? Tentu saja mereka bisa bilang bahwa mereka juga menggunakan alam bawah sadar. Ya, bisa saja. Tetapi, opo buktine? Buktinya apa? Kalau benar mereka menggunakan alam bawah sadar dengan prinsip-prinsip universal penerimaan diri tanpa batas, tanpa syarat... tidak akan mungkin ekspressi wajah-wajah mereka begitu penuh dengan syak wasangka dan kekuatiran. Ada sesuatu yang diTEKAN. Please lihat foto-foto mereka di Kompas hal. 24 itu. Saya melihat ada hal-hal yang ditekankan oleh Mbak Ruby terhadap para peserta yang melihat dengan takzim. TAKZIM??? Apakah itu pencerahan? No, it's nonsense they were talking about. And living about too, possibly... Kalau mau pencerahan, we have to _stop_ talking about pencerahan at all. We have to be ourselves. And that's pencerahan. And that needs no kartu. Tarot or whatever. Tentang Penulis: Leonardo Rimba, adalah alumnus Universitas Indonesia dan the Pennsylvania State University, seorang professional tarot reader dan bidang lainnya dalam ranah Psikologi Transpersonal. Media massa yang pernah meliputnya antara lain: Koran Tempo, RCTI, AnTV, dan TransTV. Leo sering muncul dalam acara bakti sosial, baik bagi kalangan lokal maupun ekspatriat di Jakarta, dan bisa dihubungi di HP: 0818-183-615. Email: leonardo_rimba@ yahoo.com. Di internet, Leo dikenal sebagai seorang pengamat fenomenon indigo, dan sering diasosiasikan dengan Vincent Liong, the foremost indigo kid in Indonesia... Bersama Audifax, Leo menulis buku "Psikologi Tarot" yang akan diterbitkan oleh penerbit Jalasutra, Bandung. Wait for it! Send instant messages to your online friends http://uk.messenger.yahoo.com
[mediacare] Apa Kamu Lihat Aku Feminin?
Rekan-Rekan yang Berbahagia: Rex, seorang pria berusia sekitar 23 tahun, mahasiswa, belum kawin, yang kita kenal melalui posting "Penyembuhan Emosional" mengirimkan satu pertanyaan kepada saya sebagai berikut: --- Rex <[EMAIL PROTECTED]> wrote: > > Leo, apa kamu lihat aku feminin? > > Rex Yang saya jawab seadanya seperti ini: Dear Rex, You are as feminine as you can be, even though your sex is male. I am as feminine as I can be, even though my sex is male. Vincent is as feminine as he can be, even though his sex is male. Kenapa ke-feminin-an seorang pria harus dipertanyakan? Apakah Anda tidak tahu bahwa banyak pria yang secara batiniah dan emosional lebih "feminin" daripada wanita? Dan banyak wanita yang secara batiniah dan emosional ternyata lebih "maskulin" daripada pria? Femininitas dan Maskulinitas adalah dua kutub dari satu kontinuum yang sama. Kontinuum afeksi... Dalam kontinuum afeksi ini kita berkiprah memberikan stimulus kepada orang-orang lain dengan menggunakan energi bawaan yang kita miliki. Sebagian dari kita, notwithstanding his or her sex, memiliki energi afektif yang dominan maskulin. Sebagian memiliki yang dominan feminin... Sebagian besar orang berada di tengah-tengah. Energi afektifnya adalah campuran maskulin dan feminin. Apakah maskulin lebih bagus? Atau, apakah feminin lebih bagus? Jawab saya: tentu saja tidak. Tiap jenis energi afektif memiliki spesialisasinya sendiri. Energi maskulin lebih untuk penyembuhan fisik. Energi feminin lebih untuk penyembuhan emosional. Stimulus yang bersifat maskulin lebih bersifat direct, to the point. Kasar. Vulgar. Stimulus yang bersifat feminin lebih bersifat indirect, coy, hideous. Soft. Semilir. Possibly at this time you could grasp what I mean by masculinity and femininity. And this continuum of masculinity vs femininity is not related at all with sexual orientation. Orientasi seksual adalah hal yang lain lagi. Anda bisa saja memiliki energi afektif dominan feminin, dan secara seksual memiliki orientasi utama hetero. Kok bisa? Ya bisa saja. Namanya juga manusia hidup. Dan manusia hidup itu memiliki variasi yang tak terhingga. Don't believe all those BS preached by religious leaders or ignorant psychologists. Dikatakan: Kalo cowok pasti hetero, kalo gak hetero pasti homo. Gak begitu kok! Hetero or Homo is orientasi seksual. Sedangkan orientasi energi afektif bisa feminin, maskulin, atau campuran keduanya... Jadi, bisa saja ada cowok yang maskulin banget penampilannya tapi orientasi seksualnya homo. Lalu, bisa juga ada cowok yang feminin banget penampilannya, tapi orientasi seksualnya hetero. Apakah ada yang menyimpang? Of course not. Apanya yang menyimpang? Segala pelabelan simpang menyimpang dalam bidang kejiwaan itu kan cuma buatan para psikolog yang kurang kerjaan itu. Segalanya dianggap menyimpang, except themselves?? ? Jadi, please be comforted in the understanding that it is ok to be feminine. Yes, you are a male, and it is 100% ok for you to be feminine. It means you have an inborn empathetic understanding toward others who suffer. That you could accept other people as they really are. That you are _not_ afraid to admit that sometimes you are afraid. That you need other people to warm you, to soothe you... Those are real feminine qualities that we men have to learn. Or, to be more accurate, to rediscover in ourselves. Banyak nilai-nilai feminin yang kita sebagai pria miliki telah kita buang waktu kita menanjak dewasa karena masyarakat kita bilang bahwa sifat-sifat itu "banci". Siapa yang "banci"??? Kalau saya bilang, yang "banci" itu adalah para pria yang tidak mau mengakui kefemininan dirinya sendiri. Tidak mau mengakui perasaan-perasaan halus yang dimiliki oleh dirinya. Mereka pikir bahwa menjadi pria harus menjadi seperti Rahwana, seperti Warok, seperti the Devil seperti Dedemit. Whatever. Mereka salah besar. We are the true men. We accept our femininity as part of ourselves. I love you, Rex. All the Best, Leo HP: 0818-183-615 Tentang Leo: Leonardo Rimba, adalah alumnus Universitas Indonesia dan the Pennsylvania State University, seorang professional tarot reader. Media massa yang pernah meliputnya antara lain: Koran Tempo, RCTI, AnTV, dan TransTV. Leo sering muncul dalam acara bakti sosial, baik bagi kalangan lokal maupun ekspatriat di Jakarta, dan bisa dihubungi di HP: 0818-183-615. Email: leonardo_rimba@ yahoo.com. Di internet, Leo dikenal sebagai seorang pengamat fenomenon indigo, dan sering diasosiasikan dengan Vincent Liong, the foremost indigo kid in Indonesia... Bersama Audifax, Leo menulis buku "Psikologi Tarot" yang akan diterbitkan oleh penerbit Jalasutra, Bandung. Wait for it! Send instant messages to your online friends http://uk.messenger.yahoo.com
Re: [mediacare] Re: Majalah Kartini: "40% istri di Jakarta ternyata selingkuh"
Mbak Mawar Liar Merah yang Baik, Mawar Liar Merah <[EMAIL PROTECTED]> wrote: > > Bung Irwan dan Pak Leo Rimba yth, maaf saya salah > menghitungnya karena begitu perplexed melihat > statistics itu. Apa Pak Leo mempunyai angka dalam > level nasional? Mudah-mudahan tidak akan begitu > drastis seperti di Jakarta. Kan seharusnya slogan > kita "Keluarga Erat, Negara Kuat"?! Sayang sekali saya tidak memiliki angka statistik perselingkuhan dalam level nasional. On the other hand, apakah itu perlu? Per definisi, perselingkuhan bukanlah perdagangan komersil. Selingkuh berarti berhubungan romantik dan seksual secara terus-menerus dengan orang yang bukan muhrimnya. Tapi memang harus didefinisikan lagi, apa yang dimaksud dengan selingkuh itu. Seorang rekan di milis indotalks menulis kepada saya bahwa kalau ada pasangan menikah yang saling jujur satu sama lain untuk menjalin hubungan romantik-seksual dengan orang lain, itu bukan selingkuh. Saya sendiri tetap berpendapat bahwa itu selingkuh. Tapi selingkuh yang terbuka. Openly, honestly. Something like "open marriage". Gitu lho! Selingkuh adalah fenomena yang menjalar kemana-mana seperti eceng gondok. Sekali dilempar satu, dalam seminggu jadi seribu... Dari jaman dahulu sudah ada, tetapi terbatas pada pria. Karena masa posmo ini adalah era kesetaraan gender, maka saya mendukung para wanita menikah untuk memperjuangkan haknya untuk selingkuh juga. Kalau suaminya selingkuh dan tak bisa tobat, obat satu-satunya hanyalah ikut selingkuh juga. Anda menulis slogan: "Keluarga erat, negara kuat" Komentar saya: Who said that? Emangnya kita masih di zaman totaliter? Negara NAZI??? All the Best, Leo HP: 0818-183-615 Note: forwarded message attached. Send instant messages to your online friends http://uk.messenger.yahoo.com --- Begin Message --- Bung Irwan dan Pak Leo Rimba yth, maaf saya salah menghitungnya karena begitu perplexed melihat statistics itu. Apa Pak Leo mempunyai angka dalam level nasional? Mudah-mudahan tidak akan begitu drastis seperti di Jakarta. Kan seharusnya slogan kita "Keluarga Erat, Negara Kuat"?! Sekali lagi mohon maaf, MLM IrwanK <[EMAIL PROTECTED]> wrote: Maaf, ralat..:-P 30% dari istri = 30% x 50% = 15% 60% dari suami = 60% x 50% = 30% Total = 45% dari komunitas yang sudah menikah.. :-) Sekali lagi maaf.. :D CMIIW.. Wassalam, Irwan.K On 5/7/07, IrwanK <[EMAIL PROTECTED]> wrote: Koq itungannya jadi segitu Mbak? :-p Mungkin, kalaupun mau digabung, bukan 90% dari penduduk Ibukota.. tapi 90% dari 'komunitas yang sudah menikah' (married community).. :-) Kan masih ada komunitas lain yang belum menikah atau t/berpisah dari pasangan menikahnya (hidup atau mati). Sekian persen dari penduduk, toh. CMIIW.. Wassalam, Irwan.K On 5/7/07, Mawar Liar Merah <[EMAIL PROTECTED]> wrote: Majalah Kartini kok sensasional banget ya. Kalau tidak salah matematik saya 30% isteri dan 60% suami jadi 90% penduduk ibukota ini yang telah menikah ternyata "ada main"? Bagaimana andai ada yang mendirikan Polisi Ahlak? Lalu apa hukumannya didunia ini? Janganlah sampai di aplikasikan hukuman rajam karena penduduk Jakarta bisa susut secara drastis dan tidak akan mudah lho untuk mendatangkan dari pedalaman gantinya yang sama canggihnya dalam masalah politik, bisnis, pendidikan, penggelaran kriminalitas dan lain-lainnya. MLM leonardo rimba wrote: Selingkuh dan Konseling Di kanan bawah cover depan majalah wanita "Kartini" edisi minggu pertama tahun 2005 ada tulisan: "Hasil Penelitian Terkini: 40% Istri di Jakarta Selingkuh". Lalu, dengan huruf lebih kecil dan agak sebelah bawah tertulis: "Karena Suami Kurang Perhatian". Apakah maksudnya ? Sensasi atau nyata ? Obyektif atau bias ? Penelitian ilmiah atau ecek-ecek ? Apapun latar-belakang dari penelitian itu, awam mengerti tanpa perlu penjelasan panjang lebar bahwa perselingkuhan telah melembaga di Jakarta. Telah terjadi institusionalisasi perselingkuhan. Jadi, bukan hanya pernikahan yang bisa dilembagakan, perselingkuhanpun bisa. Anggaplah, misalnya, bahwa penelitian yang diekspos oleh "Kartini" agak dibesar besarkan. Anggaplah bahwa angka 40% itu terlalu besar, sehingga kita merasa cukup fair bila prosentase para istri di Jakarta yang selingkuh itu didiscount seperempatnya sehingga menjadi 30% saja Berarti, satu dari tiga istri yang memiliki suami di Jakarta telah pernah, sedang, atau akan menceburkan diri dalam perselingkuhan dengan pria lain. Memiliki, pernah memiliki, atau berniat untuk akan memiliki Pria Idaman Lain (PIL). Dan asumsikanlah juga bahwa jumlah para suami yang selingkuh berbanding lurus dua kali lipat disbanding para istri. Berarti: 2 X 30% = 60% Artinya: perselingkuhan dengan Wanita Idaman Lain (WIL) telah, sedang, atau akan diniatkan untuk dijalani
[mediacare] Re: Majalah Kartini: "40% istri di Jakarta ternyata selingkuh"
Dear Friends, Saya juga mau ralat nich. Data yang saya kutip itu ada di Majalah Wanita Kartini edisi Minggu Pertama, Maret 2005. Jadi, sudah lebih dari dua tahun. So, logically, dunia perselingkuhan Jakarta seharusnya lebih ok sekarang ini. Lebih open. Lebih honest. Lebih satisfying. Isn't it? All the Best, Leo HP: 0818-183-615 Note: forwarded message attached. Send instant messages to your online friends http://uk.messenger.yahoo.com --- Begin Message --- Maaf, ralat..:-P 30% dari istri = 30% x 50% = 15% 60% dari suami = 60% x 50% = 30% Total = 45% dari komunitas yang sudah menikah.. :-) Sekali lagi maaf.. :D CMIIW.. Wassalam, Irwan.K On 5/7/07, IrwanK <[EMAIL PROTECTED]> wrote: Koq itungannya jadi segitu Mbak? :-p Mungkin, kalaupun mau digabung, bukan 90% dari penduduk Ibukota.. tapi 90% dari 'komunitas yang sudah menikah' (married community).. :-) Kan masih ada komunitas lain yang belum menikah atau t/berpisah dari pasangan menikahnya (hidup atau mati). Sekian persen dari penduduk, toh. CMIIW.. Wassalam, Irwan.K On 5/7/07, Mawar Liar Merah <[EMAIL PROTECTED]> wrote: > > Majalah Kartini kok sensasional banget ya. Kalau tidak salah matematik > saya > 30% isteri dan 60% suami jadi 90% penduduk ibukota ini yang telah > menikah ternyata "ada main"? Bagaimana andai ada yang mendirikan Polisi > Ahlak? Lalu > apa hukumannya didunia ini? Janganlah sampai di aplikasikan hukuman > rajam karena penduduk Jakarta bisa susut secara drastis dan tidak akan mudah > lho untuk mendatangkan dari pedalaman gantinya yang sama canggihnya dalam > masalah politik, bisnis, pendidikan, penggelaran kriminalitas dan > lain-lainnya. > > MLM > > *leonardo rimba * wrote: > > Selingkuh dan Konseling > > Di kanan bawah cover depan majalah wanita "Kartini" > edisi minggu pertama tahun 2005 ada tulisan: "Hasil > Penelitian Terkini: 40% Istri di Jakarta Selingkuh". > Lalu, dengan huruf lebih kecil dan agak sebelah bawah > tertulis: "Karena Suami Kurang Perhatian". > > Apakah maksudnya ? Sensasi atau nyata ? Obyektif atau > bias ? Penelitian ilmiah atau ecek-ecek ? > > Apapun latar-belakang dari penelitian itu, awam > mengerti tanpa perlu penjelasan panjang lebar bahwa > perselingkuhan telah melembaga di Jakarta. Telah > terjadi institusionalisasi perselingkuhan. Jadi, bukan > hanya pernikahan yang bisa dilembagakan, > perselingkuhanpun bisa. > > Anggaplah, misalnya, bahwa penelitian yang diekspos > oleh "Kartini" agak dibesar besarkan. Anggaplah bahwa > angka 40% itu terlalu besar, sehingga kita merasa > cukup fair bila prosentase para istri di Jakarta yang > selingkuh itu didiscount seperempatnya sehingga > menjadi 30% saja… > > Berarti, satu dari tiga istri yang memiliki suami di > Jakarta telah pernah, sedang, atau akan menceburkan > diri dalam perselingkuhan dengan pria lain. Memiliki, > pernah memiliki, atau berniat untuk akan memiliki Pria > Idaman Lain (PIL). > > Dan asumsikanlah juga bahwa jumlah para suami yang > selingkuh berbanding lurus dua kali lipat disbanding > para istri. Berarti: 2 X 30% = 60%… > > Artinya: perselingkuhan dengan Wanita Idaman Lain > (WIL) telah, sedang, atau akan diniatkan untuk > dijalani oleh dua diantara tiga orang pria beristri di > Jakarta… Fair enough? > > --- End Message ---
[mediacare] Majalah Kartini: "40% istri di Jakarta ternyata selingkuh"
banyak yang hidup di era lalu, dicetak dalam masa Suharto yang lebih memilih munafikisme daripada keterbukaan dan kejujuran terhadap diri sendiri dan orang lain. Dan itulah sebenarnya petunjuk yang harus kita ikuti di jaman Paska Modern ini: keterbukaan dan kejujuran terhadap diri sendiri dan sesama. Termasuk disini terhadap pasangan hidup: terhadap istri, atau terhadap suami. Apa susahnya untuk berterus terang saja dengan pasangan hidup dan mencari ijin untuk selingkuh ? Itu ada, tetapi jarang. Yang banyak terjadi di Jakarta adalah ijin selingkuh dari istri untuk suami tanpa ada ucapan yang dikeluarkan. Istri tahu bahwa suaminya selingkuh, tapi diam saja selama rumah tangga tetap adem ayem. Aman tentram. Suami sendiri biasanya tidak mau memberikan ijin selingkuh kepada istri. Dan memang lebih sedikit lagi istri yang meminta ijin selingkuh. Kalaupun terjadi, akhirnya akan berupa saling berselingkuh, kedua-duanya, suami dan istri sekaligus Walaupun begitu, malam tetap pulang ke rumah, dan tetap berumah-tangga, dan tetap secara social mempertahankan status di depan para kolega. Hal-hal seperti itu hanya akan terbuka kepada teman-teman dekat yang paling bisa dipercaya Dan kepada seorang pewacana tarot seperti saya yang tidak pernah menghakimi klien-klien saya dengan nilai-nilai baheula yang saya sendiri juga sudah tidak pakai lagi. Tidak ada gunanya lagi kita menakut-nakuti manusia Paska Modern dengan ancaman neraka dan imbalan berupa surga. Sudah banyak yang tahu bahwa konsep-konsep itu cuma simbol-simbol belaka. Simbol-simbol yang artinya adalah pencaharian kedamaian batin dan kesehatan jiwa di dunia ini, saat ini, dan bukan di alam antah berantah setelah kita mati nanti. Tetapi itu juga bukan berarti tidak ada kode etik. Bukan berarti bahwa moralitas sudah luntur. Tidak, bahkan akan semakin kuat apabila kejujuran mulai dipraktekkan. Jujur, dan bukan jurus tipu. Bicara, dan bukan diam saja. Itu yang akhirnya saya pegang sebagai rule of thumb untuk mereka yang konseling tentang perselingkuhan. Tidak ada cara lain lagi selain jujur melalui komunikasi yang terbuka. Kita semua sudah dewasa kan? Untuk apa lagi berpura-pura? Dan apabila pernikahan tidak bisa diselamatkan, perceraian bukanlah akhir daripada segalanya. Apabila dimulai dengan baik-baik dan diakhiri dengan baik-baik, Tuhan juga gak akan marah kok Tentang Penulis: Leonardo Rimba adalah alumnus Universitas Indonesia dan the Pennsylvania State University, seorang professional tarot reader. Media massa yang pernah meliputnya antara lain: Koran Tempo, RCTI, AnTV, dan TransTV. Leo sering muncul dalam acara bakti sosial, baik bagi kalangan lokal maupun ekspatriat di Jakarta, dan bisa dihubungi di HP: 0818-183-615. Email: . Bersama Audifax, Leo menulis buku "Psikologi Tarot" yang akan diterbitkan oleh penerbit Jalasutra, Bandung. Wait for it!