Re: [mediacare] Negara Freeport, sebuah tragedi fait d'accompli
fait accompli (inggris) itu kata serapan dari bahasa prancis, fait d'accompli. - Original Message - From: Don Manurung To: mediacare@yahoogroups.com ; [EMAIL PROTECTED] ; [EMAIL PROTECTED] ; [EMAIL PROTECTED] ; [EMAIL PROTECTED] ; [EMAIL PROTECTED] ; [EMAIL PROTECTED] ; [EMAIL PROTECTED] Sent: Monday, January 15, 2007 1:32 PM Subject: Re: [mediacare] Negara Freeport, sebuah tragedi fait d'accompli Dear Bung Danny, tolonglah sampaikan kepada yth Pak Santoso agar melihat di kamus, saya kira harusnya fait accompli "sesuatu yang telah accomplished" jadi bukan d'accompli. Maaf! -- Indosat Pangya Cyber Tournament 2006 Buktiin dong kalo kamu emang jagonya Pangya! Dapetin throphy PANGYA dan buanyak hadiah keren persembahan Indosat. Mulai tanggal 6 November s/d 6 Desember 2006, The Battle is begin! http://pangya.boleh.com ---
Re: [mediacare] Negara Freeport, sebuah tragedi fait d'accompli
Dear Bung Danny, tolonglah sampaikan kepada yth Pak Santoso agar melihat di kamus, saya kira harusnya fait accompli "sesuatu yang telah accomplished" jadi bukan d'accompli. Maaf! Sekait isi tulisan, kita pertahankanlah batas-batas RI seperti yang ada kini, saya yakin punya latar belakang historis yang kuat. Imperatifnya siapa saja yang sedang pegang kekuasaan di RI harus membuat Papua cepat tumbuh secara ekonomi, namun jangn sampai hancur ranah ekologinya. Selebihnya saya sangat setuju dengan isi. Papua telah jadi Negara Freeport! Mungkin ini awal terkepingnya RI. Karena baru saja "Negara Exxon" diperluas dari Natuna ditambah Blok Cepu! Hebat Ranesi! DM Danny Lim <[EMAIL PROTECTED]> wrote: Radio Nederland Siaran Indonesia - Ranesi http://www.ranesi.nl/arsipaktua/Asia/kabar_papua051117/negara_freeport_abs060303 'Negara Freeport' Sebuah Tragedi Fait DaccompliKolom Aboeprijadi Santoso 03-03-2006 Papua adalah sinonim dari tragedi fait daccompli. Papua sering terjebak ke dalam kondisi yang dipaksakan dunia luar yang kemudian seolah tak mungkin berubah lagi. Pertama, Belanda datang, kedua, sebagai bagian Hindia-Belanda, dia masuk ke dalam republik, tapi dengan cara yang curang, namun dianggap absah oleh dunia. Nah, fait daccompli yang ketiga adalah operasi perusahaan raksasa yang mengikat kepentingan politik dan ekonomi lokal dan (multi)-nasional, yang membawa sumberdaya besar bagi semua pihak kecuali rakyat setempat, tapi juga membawa musibah multidimensional bagi rakyat dan negeri tsb. Tragedi ini bernama Freeport. Tak tinggal diam Dua minggu lamanya Papua berkemelut. Mulanya, sejumlah pendulang emas di kawasan operasi perusahaan tambang tembaga dan emas raksasa Amerika, Freeport McMoRan Copper and Gold Inc. ditahan. Selidik punya selidik, ternyata mereka didatangkan dan giat di situ berkat upaya satuan tentara yang bertugas mengawal perusahaan Freeport. Jadi, penambang ilegal ini digiring oleh tentara yang sama yang mendatangkan mereka? Alasannya, mereka dituduh OPM, Organisasi Papua Merdeka. Lhaa, kalau mereka OPM, mengapa didatangkan ke situ? Orang luar, orang Jakarta, orang di rantau, mereka yang suka memakai NKRI sebagai slogan belaka, biasanya sudah puas dengan dalih ada OPM. Sah, kan, sebab itulah yang merongrong NKRI, mau alasan apa lagi? Namun dalih OPM adalah untuk menunjukkan indikasi ketidakamanan, dan ketidakamanan adalah alasan untuk menaikkan rekening jasa keamanan kepada Freeport. Rakyat Papua yang mengenal denyut dinamika yang berkembang di Papua, sudah lama tahu. Yang menarik, kali ini mereka tidak diam. Itu skenario tentara selama puluhan tahun di Papua, katanya. Mereka membuka suara, tidak hanya di media, tapi turun ke jalan. Tidak hanya di Wamena, tapi di Nabire, Jayapura, Manokwari, Makasar, Yogyakarta dan Jakarta. Mereka menuntut Freeport ditutup karena memprotes skenario yang disebut praktek Negara Freeport. Hampir identik dengan Orba Negara Freeport? Perusahaan yang mengelola salah satu pertambangan emas terbesar di jagad ini memang bukan sekadar suatu badan usaha. Letaknya amat rumit, terpencil di dataran tinggi Grasberg, lereng Pegunungan Tengah. Sejarahnya istimewa inilah investasi modal asing pertama yang dilakukan Orde Baru yang kontraknya bahkan diteken semasa status Papua (Irian Barat) masih mengambang, yaitu 1 April 1967, ketika menantikan plebisit PBB, Pepera (Penentuan Pendapat Rakyat), pada 1969. Sekarang, menurut laporan harian The Australian pendapatan Freeport sepanjang tahun lalu mencapai US $ 4,2 milyar, dengan laba sebesar US$ 934,6 juta. Jika negara Orde Baru membuka riwayat politiknya dengan tragedi besar pembantaian 1965-66, dia mengawali akumulasi sumberdaya ekonominya dengan langkah Freeport di Papua. Freeport bukan sekadar tragedi fait daccompli, dia datang bersamaan dengan Orde Baru yang tampil dengan kendali militer NKRI yang sentralistis. Markasnya di Louisiana, AS, beroperasi di tengah rimba Papua sebagai sosok pertama yang memasuki kawasan Grasberg. Tak seorang pun wartawan pernah memasuki kawasan tsb. Jadi lereng Grasberg itu hanya bisa dilihat lewat Google. Sepanjang riwayatnya Freeport telah menggaruk keuntungan yang menjadi sumber pendapatan ketiga terbesar bagi republik ini, serta menjadi pemasok kekayaan Keluarga Besar Soeharto dan tentara. Sejak 1980an, berkat tampilnya menantu Soeharto, Mayjen Prabowo, maka Freeport membayar Kodam, dan satuan tentara dan polisi yang menjaga kawasan Freeport, suatu hal yang terlarang menurut hukum Amerika tapi absen dalam hukum Indonesia. Oleh karena itu, Freeport tidak pernah beroperasi secara transparan. Masuk akal. Sebab Freeport juga bagian dari mekanisme Orde Baru. Dia hampir identik dan operasinya hanya dimungkinkan oleh rezim Orde Baru dengan pola sentralismenya NKRI. Karena itu, suka atau tidak, Freeport adalah semacam negara sendiri. Berkat Google, kita tahu, para pen
[mediacare] Negara Freeport, sebuah tragedi fait d'accompli
Radio Nederland Siaran Indonesia - Ranesi http://www.ranesi.nl/arsipaktua/Asia/kabar_papua051117/negara_freeport_abs060303 'Negara Freeport' Sebuah Tragedi Fait D'accompli Kolom Aboeprijadi Santoso 03-03-2006 Papua adalah sinonim dari tragedi fait d'accompli. Papua sering terjebak ke dalam kondisi yang dipaksakan dunia luar yang kemudian seolah tak mungkin berubah lagi. Pertama, Belanda datang, kedua, sebagai bagian Hindia-Belanda, dia masuk ke dalam republik, tapi dengan cara yang curang, namun dianggap absah oleh dunia. Nah, fait d'accompli yang ketiga adalah operasi perusahaan raksasa yang mengikat kepentingan politik dan ekonomi lokal dan (multi)-nasional, yang membawa sumberdaya besar bagi semua pihak kecuali rakyat setempat, tapi juga membawa musibah multidimensional bagi rakyat dan negeri tsb. Tragedi ini bernama Freeport. Tak tinggal diam Dua minggu lamanya Papua berkemelut. Mulanya, sejumlah pendulang emas di kawasan operasi perusahaan tambang tembaga dan emas raksasa Amerika, Freeport McMoRan Copper and Gold Inc. ditahan. Selidik punya selidik, ternyata mereka didatangkan dan giat di situ berkat upaya satuan tentara yang bertugas mengawal perusahaan Freeport. Jadi, penambang ilegal ini digiring oleh tentara yang sama yang mendatangkan mereka? Alasannya, mereka dituduh OPM, Organisasi Papua Merdeka. Lhaa, kalau mereka OPM, mengapa didatangkan ke situ? Orang luar, orang Jakarta, orang di rantau, mereka yang suka memakai "NKRI" sebagai slogan belaka, biasanya sudah puas dengan dalih "ada OPM". Sah, kan, sebab itulah yang merongrong NKRI, mau alasan apa lagi? Namun dalih "OPM" adalah untuk menunjukkan indikasi ketidakamanan, dan ketidakamanan adalah alasan untuk menaikkan rekening jasa keamanan kepada Freeport. Rakyat Papua yang mengenal denyut dinamika yang berkembang di Papua, sudah lama tahu. Yang menarik, kali ini mereka tidak diam. "Itu skenario tentara selama puluhan tahun di Papua," katanya. Mereka membuka suara, tidak hanya di media, tapi turun ke jalan. Tidak hanya di Wamena, tapi di Nabire, Jayapura, Manokwari, Makasar, Yogyakarta dan Jakarta. Mereka menuntut Freeport ditutup karena memprotes skenario yang disebut praktek "Negara Freeport". Hampir identik dengan Orba "Negara Freeport"? Perusahaan yang mengelola salah satu pertambangan emas terbesar di jagad ini memang bukan sekadar suatu badan usaha. Letaknya amat rumit, terpencil di dataran tinggi Grasberg, lereng Pegunungan Tengah. Sejarahnya istimewa - inilah investasi modal asing pertama yang dilakukan Orde Baru yang kontraknya bahkan diteken semasa status Papua (Irian Barat) masih mengambang, yaitu 1 April 1967, ketika menantikan plebisit PBB, Pepera (Penentuan Pendapat Rakyat), pada 1969. Sekarang, menurut laporan harian The Australian pendapatan Freeport sepanjang tahun lalu mencapai US $ 4,2 milyar, dengan laba sebesar US$ 934,6 juta. Jika negara Orde Baru membuka riwayat politiknya dengan tragedi besar pembantaian 1965-66, dia mengawali akumulasi sumberdaya ekonominya dengan langkah Freeport di Papua. Freeport bukan sekadar tragedi fait d'accompli, dia datang bersamaan dengan Orde Baru yang tampil dengan kendali militer NKRI yang sentralistis. Markasnya di Louisiana, AS, beroperasi di tengah rimba Papua sebagai sosok pertama yang memasuki kawasan Grasberg. Tak seorang pun wartawan pernah memasuki kawasan tsb. Jadi lereng Grasberg itu hanya bisa dilihat lewat Google. Sepanjang riwayatnya Freeport telah menggaruk keuntungan yang menjadi sumber pendapatan ketiga terbesar bagi republik ini, serta menjadi pemasok kekayaan Keluarga Besar Soeharto dan tentara. Sejak 1980an, berkat tampilnya menantu Soeharto, Mayjen Prabowo, maka Freeport membayar Kodam, dan satuan tentara dan polisi yang menjaga kawasan Freeport, suatu hal yang terlarang menurut hukum Amerika tapi absen dalam hukum Indonesia. Oleh karena itu, Freeport tidak pernah beroperasi secara transparan. Masuk akal. Sebab Freeport juga bagian dari mekanisme Orde Baru. Dia hampir identik dan operasinya hanya dimungkinkan oleh rezim Orde Baru dengan pola sentralismenya NKRI. Karena itu, suka atau tidak, Freeport adalah semacam negara sendiri. Berkat Google, kita tahu, para pendulang atau orang luar, bahkan penduduk lokal, pun, mustahil dapat memasuki kawasan operasi Freeport yang tinggi di pegunungan dan dijaga ketat tentara - kecuali apabila para pendulang itu dibawa serta oleh tentara pengawal Freeport. Dan "tentara di sana, di kawasan Freeport itu, adalah semacam Tuhan," ujar pengamat Papua Dr. Benny Giay. Berkat laporan The New York Times Desember lalu, kita tahu, betapa besar privilege yang dinikmati Freeport sejak masa Orde Baru hingga kini melalui kontraknya yang miring. Tuntuntan peninjauan ulang kontrak Sekarang rakyat Pegunungan Tengah itu marah. Timbul gerakan-gerakan rakyat yang semula terilhami oleh pejuang hak-hak sipil Amerika Martin Luther King dan bergerak aktif di Papua maupun di kota kota di Jawa d