Re: [mediacare] Negara Freeport, sebuah tragedi fait d'accompli

2007-01-15 Terurut Topik Gege
fait accompli (inggris) itu kata serapan dari bahasa prancis, fait d'accompli.

  - Original Message - 
  From: Don Manurung 
  To: mediacare@yahoogroups.com ; [EMAIL PROTECTED] ; [EMAIL PROTECTED] ; 
[EMAIL PROTECTED] ; [EMAIL PROTECTED] ; [EMAIL PROTECTED] ; [EMAIL PROTECTED] ; 
[EMAIL PROTECTED] 
  Sent: Monday, January 15, 2007 1:32 PM
  Subject: Re: [mediacare] Negara Freeport, sebuah tragedi fait d'accompli


  Dear Bung Danny,
  tolonglah sampaikan kepada yth Pak Santoso agar melihat di kamus,
  saya kira harusnya fait accompli "sesuatu yang telah accomplished"
  jadi bukan d'accompli. Maaf!

--

Indosat Pangya Cyber Tournament 2006
Buktiin dong kalo kamu emang jagonya Pangya! Dapetin throphy PANGYA dan
buanyak hadiah keren persembahan Indosat.
Mulai tanggal 6 November s/d 6 Desember 2006, The Battle is begin!
http://pangya.boleh.com

--- 


Re: [mediacare] Negara Freeport, sebuah tragedi fait d'accompli

2007-01-14 Terurut Topik Don Manurung
Dear Bung Danny,
  tolonglah sampaikan kepada yth Pak Santoso agar melihat di kamus,
  saya kira harusnya fait accompli "sesuatu yang telah accomplished"
  jadi bukan d'accompli. Maaf!
  Sekait isi tulisan, kita pertahankanlah batas-batas RI seperti yang ada kini,
  saya yakin punya latar belakang historis yang kuat. Imperatifnya siapa
  saja yang sedang pegang kekuasaan di RI harus membuat Papua cepat
  tumbuh secara ekonomi, namun jangn sampai hancur ranah ekologinya.
  Selebihnya saya sangat setuju dengan isi. Papua telah
  jadi Negara Freeport! Mungkin ini awal terkepingnya RI.
  Karena baru saja "Negara Exxon" diperluas dari Natuna
  ditambah Blok Cepu! Hebat Ranesi!
  DM

Danny Lim <[EMAIL PROTECTED]> wrote:
  Radio Nederland Siaran Indonesia - Ranesi

  
http://www.ranesi.nl/arsipaktua/Asia/kabar_papua051117/negara_freeport_abs060303
'Negara Freeport'  Sebuah Tragedi Fait D’accompliKolom Aboeprijadi 
Santoso
  03-03-2006

  
  Papua adalah sinonim dari tragedi fait d’accompli. Papua sering terjebak ke 
dalam kondisi yang dipaksakan dunia luar yang kemudian seolah tak mungkin 
berubah lagi. Pertama, Belanda datang, kedua, sebagai bagian Hindia-Belanda, 
dia masuk ke dalam republik, tapi dengan cara yang curang, namun dianggap absah 
oleh dunia. Nah, fait d’accompli yang ketiga adalah operasi perusahaan raksasa 
yang mengikat kepentingan politik dan ekonomi lokal dan (multi)-nasional, yang 
membawa sumberdaya besar bagi semua pihak kecuali rakyat setempat, tapi juga 
membawa musibah multidimensional bagi rakyat dan negeri tsb. Tragedi ini 
bernama Freeport.
  Tak tinggal diam
Dua minggu lamanya Papua berkemelut. Mulanya, sejumlah pendulang emas di 
kawasan operasi perusahaan tambang tembaga dan emas raksasa Amerika, Freeport 
McMoRan Copper and Gold Inc. ditahan. Selidik punya selidik, ternyata mereka 
didatangkan dan giat di situ berkat upaya satuan tentara yang bertugas mengawal 
perusahaan Freeport. Jadi, penambang ilegal ini digiring oleh tentara yang sama 
yang mendatangkan mereka? Alasannya, mereka dituduh OPM, Organisasi Papua 
Merdeka. Lhaa, kalau mereka OPM, mengapa didatangkan ke situ? Orang luar, orang 
Jakarta, orang di rantau, mereka yang suka memakai “NKRI” sebagai slogan 
belaka, biasanya sudah puas dengan dalih ”ada OPM”. Sah, kan, sebab itulah yang 
merongrong NKRI, mau alasan apa lagi? Namun dalih “OPM” adalah untuk 
menunjukkan indikasi ketidakamanan, dan ketidakamanan adalah alasan untuk 
menaikkan rekening jasa keamanan kepada Freeport.
  Rakyat Papua yang mengenal denyut dinamika yang berkembang di Papua, sudah 
lama tahu. Yang menarik, kali ini mereka tidak diam. ”Itu skenario tentara 
selama puluhan tahun di Papua,” katanya. Mereka membuka suara, tidak hanya di 
media, tapi turun ke jalan. Tidak hanya di Wamena, tapi di Nabire, Jayapura, 
Manokwari, Makasar, Yogyakarta dan Jakarta. Mereka menuntut Freeport ditutup 
karena memprotes skenario yang disebut praktek ”Negara Freeport”. 
  Hampir identik dengan Orba
“Negara Freeport”? Perusahaan yang mengelola salah satu pertambangan emas 
terbesar di jagad ini memang bukan sekadar suatu badan usaha. Letaknya amat 
rumit, terpencil di dataran tinggi Grasberg, lereng Pegunungan Tengah. 
Sejarahnya istimewa – inilah investasi modal asing pertama yang dilakukan Orde 
Baru yang kontraknya bahkan diteken semasa status Papua (Irian Barat) masih 
mengambang, yaitu 1 April 1967, ketika menantikan plebisit PBB, Pepera 
(Penentuan Pendapat Rakyat), pada 1969. Sekarang, menurut laporan harian The 
Australian pendapatan Freeport sepanjang tahun lalu mencapai US $ 4,2 milyar, 
dengan laba sebesar US$ 934,6 juta. Jika negara Orde Baru membuka riwayat 
politiknya dengan tragedi besar pembantaian 1965-66, dia mengawali akumulasi 
sumberdaya ekonominya dengan langkah Freeport di Papua.
  Freeport bukan sekadar tragedi fait d’accompli, dia datang bersamaan dengan 
Orde Baru yang tampil dengan kendali militer NKRI yang sentralistis. Markasnya 
di Louisiana, AS, beroperasi di tengah rimba Papua sebagai sosok pertama yang 
memasuki kawasan Grasberg. Tak seorang pun wartawan pernah memasuki kawasan 
tsb. Jadi lereng Grasberg itu hanya bisa dilihat lewat Google. Sepanjang 
riwayatnya Freeport telah menggaruk keuntungan yang menjadi sumber pendapatan 
ketiga terbesar bagi republik ini, serta menjadi pemasok kekayaan Keluarga 
Besar Soeharto dan tentara. Sejak 1980an, berkat tampilnya menantu Soeharto, 
Mayjen Prabowo, maka Freeport membayar Kodam, dan satuan tentara dan polisi 
yang menjaga kawasan Freeport, suatu hal yang terlarang menurut hukum Amerika 
tapi absen dalam hukum Indonesia.
  Oleh karena itu, Freeport tidak pernah beroperasi secara transparan. Masuk 
akal. Sebab Freeport juga bagian dari mekanisme Orde Baru. Dia hampir identik 
dan operasinya hanya dimungkinkan oleh rezim Orde Baru dengan pola 
sentralismenya NKRI. Karena itu, suka atau tidak, Freeport adalah semacam 
negara sendiri.
  Berkat Google, kita tahu, para pen

[mediacare] Negara Freeport, sebuah tragedi fait d'accompli

2007-01-12 Terurut Topik Danny Lim
Radio Nederland Siaran Indonesia - Ranesi
http://www.ranesi.nl/arsipaktua/Asia/kabar_papua051117/negara_freeport_abs060303
'Negara Freeport'
Sebuah Tragedi Fait D'accompli
Kolom Aboeprijadi Santoso

03-03-2006



Papua adalah sinonim dari tragedi fait d'accompli. Papua sering terjebak ke 
dalam kondisi yang dipaksakan dunia luar yang kemudian seolah tak mungkin 
berubah lagi. Pertama, Belanda datang, kedua, sebagai bagian Hindia-Belanda, 
dia masuk ke dalam republik, tapi dengan cara yang curang, namun dianggap absah 
oleh dunia. Nah, fait d'accompli yang ketiga adalah operasi perusahaan raksasa 
yang mengikat kepentingan politik dan ekonomi lokal dan (multi)-nasional, yang 
membawa sumberdaya besar bagi semua pihak kecuali rakyat setempat, tapi juga 
membawa musibah multidimensional bagi rakyat dan negeri tsb. Tragedi ini 
bernama Freeport.

Tak tinggal diam
Dua minggu lamanya Papua berkemelut. Mulanya, sejumlah pendulang emas di 
kawasan operasi perusahaan tambang tembaga dan emas raksasa Amerika, Freeport 
McMoRan Copper and Gold Inc. ditahan. Selidik punya selidik, ternyata mereka 
didatangkan dan giat di situ berkat upaya satuan tentara yang bertugas mengawal 
perusahaan Freeport. Jadi, penambang ilegal ini digiring oleh tentara yang sama 
yang mendatangkan mereka? Alasannya, mereka dituduh OPM, Organisasi Papua 
Merdeka. Lhaa, kalau mereka OPM, mengapa didatangkan ke situ? Orang luar, orang 
Jakarta, orang di rantau, mereka yang suka memakai "NKRI" sebagai slogan 
belaka, biasanya sudah puas dengan dalih "ada OPM". Sah, kan, sebab itulah yang 
merongrong NKRI, mau alasan apa lagi? Namun dalih "OPM" adalah untuk 
menunjukkan indikasi ketidakamanan, dan ketidakamanan adalah alasan untuk 
menaikkan rekening jasa keamanan kepada Freeport.

Rakyat Papua yang mengenal denyut dinamika yang berkembang di Papua, sudah lama 
tahu. Yang menarik, kali ini mereka tidak diam. "Itu skenario tentara selama 
puluhan tahun di Papua," katanya. Mereka membuka suara, tidak hanya di media, 
tapi turun ke jalan. Tidak hanya di Wamena, tapi di Nabire, Jayapura, 
Manokwari, Makasar, Yogyakarta dan Jakarta. Mereka menuntut Freeport ditutup 
karena memprotes skenario yang disebut praktek "Negara Freeport". 

Hampir identik dengan Orba
"Negara Freeport"? Perusahaan yang mengelola salah satu pertambangan emas 
terbesar di jagad ini memang bukan sekadar suatu badan usaha. Letaknya amat 
rumit, terpencil di dataran tinggi Grasberg, lereng Pegunungan Tengah. 
Sejarahnya istimewa - inilah investasi modal asing pertama yang dilakukan Orde 
Baru yang kontraknya bahkan diteken semasa status Papua (Irian Barat) masih 
mengambang, yaitu 1 April 1967, ketika menantikan plebisit PBB, Pepera 
(Penentuan Pendapat Rakyat), pada 1969. Sekarang, menurut laporan harian The 
Australian pendapatan Freeport sepanjang tahun lalu mencapai US $ 4,2 milyar, 
dengan laba sebesar US$ 934,6 juta. Jika negara Orde Baru membuka riwayat 
politiknya dengan tragedi besar pembantaian 1965-66, dia mengawali akumulasi 
sumberdaya ekonominya dengan langkah Freeport di Papua.

Freeport bukan sekadar tragedi fait d'accompli, dia datang bersamaan dengan 
Orde Baru yang tampil dengan kendali militer NKRI yang sentralistis. Markasnya 
di Louisiana, AS, beroperasi di tengah rimba Papua sebagai sosok pertama yang 
memasuki kawasan Grasberg. Tak seorang pun wartawan pernah memasuki kawasan 
tsb. Jadi lereng Grasberg itu hanya bisa dilihat lewat Google. Sepanjang 
riwayatnya Freeport telah menggaruk keuntungan yang menjadi sumber pendapatan 
ketiga terbesar bagi republik ini, serta menjadi pemasok kekayaan Keluarga 
Besar Soeharto dan tentara. Sejak 1980an, berkat tampilnya menantu Soeharto, 
Mayjen Prabowo, maka Freeport membayar Kodam, dan satuan tentara dan polisi 
yang menjaga kawasan Freeport, suatu hal yang terlarang menurut hukum Amerika 
tapi absen dalam hukum Indonesia.

Oleh karena itu, Freeport tidak pernah beroperasi secara transparan. Masuk 
akal. Sebab Freeport juga bagian dari mekanisme Orde Baru. Dia hampir identik 
dan operasinya hanya dimungkinkan oleh rezim Orde Baru dengan pola 
sentralismenya NKRI. Karena itu, suka atau tidak, Freeport adalah semacam 
negara sendiri.

Berkat Google, kita tahu, para pendulang atau orang luar, bahkan penduduk 
lokal, pun, mustahil dapat memasuki kawasan operasi Freeport yang tinggi di 
pegunungan dan dijaga ketat tentara - kecuali apabila para pendulang itu dibawa 
serta oleh tentara pengawal Freeport. Dan "tentara di sana, di kawasan Freeport 
itu, adalah semacam Tuhan," ujar pengamat Papua Dr. Benny Giay. Berkat laporan 
The New York Times Desember lalu, kita tahu, betapa besar privilege yang 
dinikmati Freeport sejak masa Orde Baru hingga kini melalui kontraknya yang 
miring.

Tuntuntan peninjauan ulang kontrak
Sekarang rakyat Pegunungan Tengah itu marah. Timbul gerakan-gerakan rakyat yang 
semula terilhami oleh pejuang hak-hak sipil Amerika Martin Luther King dan 
bergerak aktif di Papua maupun di kota kota di Jawa d